Laporan kasus ini membahas pasien wanita berusia 30 tahun dengan keluhan batuk darah. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium didiagnosis dengan hemoptisis akibat kemungkinan TB paru berdasarkan gambaran radiologis. Pasien menerima pengobatan antituberkulosis dan pemantauan yang menunjukkan perbaikan.
1. Y O S I R I N J A N I
1 1 2 . 0 2 2 1 . 1 7 0
Laporan Kasus
Hemoptisis ec TB Paru
2. Identitas
Nama : Ny. S H
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Candimulyo, Magelang
Status : Sudah Menikah
Agama : Islam
Datang ke Rumah Sakit pada tanggal : 14 Mei 2013
pukul 08.15 WIB
Anamnesis dilakukan secara : Autoanamnesis pada
tanggal 14 Mei 2013 di IGD Rumah Sakit Tingkat II
Dr.Soedjono Magelang
3. Anamnesa
Keluhan Utama :
Batuk keluar darah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan pagi SMRS batuk keluar darah. Setiap
batuk keluar darah 5 cc ( 1 sendok makan), warna merah
segar.Batuk darah 10x. Saat batuk dada terasa sakit. 1
minggu yang lalu sering demam pada pagi maupun malam
hari dan badan terasa nyeri. Nafsu makan berkurang sejak 3
bulan yang lalu. Kepala terasa pusing. Sebelumnya pernah
batuk tetapi tidak sering. BB saat ini 45 kg, sebelumnya
pasien lupa, namun berat badan dirasakan semakin menurun.
Mual dan muntah (-).Keringat dingin (-). Saat demam
punggung terasa pegal.batuk berdahak sebelumnya yg
produktif (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi : -
Diabetes : -
Asma : -
Thifoid : +
RPK :
Tb pada ayah pasien 5 tahun yang lalu (sudah pengobatan)
Tb pada anak pasien 2 tahun yang lalu (sudah pengobatan)
RPO : (-) OAT
5. pemeriksaan fisik 14 Mei 2013 di bangsal
Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran/GCS: Compos Mentis / 15
Status Gizi : Kurang
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,90C
Respirasi : 20x/menit
6. Kepala & Leher :
Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Tidak ada pembesaran KGB leher
Thorax :
Cor
Inspeksi : Dbn
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid
clavicularis kiri ICS V
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal
kanan ICS IV, batas jantung kiri di linea midclavicularis
kiri ICS V
Auskultasi : S1>S2
Bunyi jantung I/II reguler takikardi, mur-mur (-), gallop
(-)
8. Daftar Masalah
Dari anamnesis
Batuk keluar darah sejak pagi SMRS
Setiap batuk keluar darah 5 cc ( 1 sendok makan)
warna merah segar.
Batuk darah 10x.
dada terasa sakit.
1 minggu yang lalu sering demam pada pagi maupun malam hari
badan terasa nyeri.
Nafsu makan berkurang sejak 3 bulan yang lalu.
Kepala terasa pusing.
Sebelumnya pernah batuk tetapi tidak sering, namun pasien lupa, sejak kapan
berat badan dirasakan semakin menurun.
Mual dan muntah (-).
Keringat dingin (-).
RPK : Tb pada ayah pasien 5 tahun yang lalu (sudah pengobatan)
Tb pada anak pasien 2 tahun yang lalu (sudah pengobatan)
RPO : (-) OAT
25. Klasifikasi
Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam.
Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hemoptisis massif : > 600 ml/24 jam.
Pseudohemoptisis : batuk darah dari struktur
saluran napas bagian atas (di atas laring) atau dari
saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa
perdarahan buatan ( factitious).
26. Patogenesis
Patogenesis hemoptisis bergantung dari tipe dan
lokasi dari kelainan.
Secara umum bila perdarahan berasal dari lesi
endobronkial, maka perdarahan adalah dari sirkulasi
bronkialis, sedangkan bila lesi di parenkim maka
perdarahan adalah dari sirkulasi pulmoner.
Pada keadaan kronik dimana terjadi perdarahan
berulang, maka perdarahan seringkali berhubungan
dengan peningkatan vaskularitas di lokasi yang
terlibat.
27. . Studi arteriografi menunjukan bahwa 92%
hemoptisis berasal dari arteri-arteri bronkialis.
29. Pada tuberkulosis paru, penyebab bisa sangat
beragam.
Pada lesi parenkim akut, perdarahan bisa akibat
nekrosis percabangan arteri / vena.
Pada lesi kronik, lesi fibroulseratif parenkim paru
dengan kavitas bisa memiliki tonjolan aneurisma
arteri ke rongga cavitas yang mudah berdarah.
Pada tuberkulosis endobronkial, perdarahan bisa
terjadi akibat ulserasi granulasi dari mukosa
bronkus
30.
31.
32. Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan
penilaian terhadap:
Warna darah untuk membedakannya dengan
hematemesis.
Lamanya perdarahan.
Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai
besarnya obstruksi.
Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi,
respirasi dan tingkat kesadaran.
33. Klasifikasi menurut Pussel :
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan
Positif tiga hemoptisis sedang
Positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis
masif.
34. Pada kasus ini pasien mengalami granulositosis,
limfopenia, Ht menurun, Gambaran anemia
mikrositik hipokrom. Dengan sedikit peningkatan
kreatinin. Hal ini menunjukan telah terjadi
perdarahan dan infeksi yang bersifat akut.
35. Tata Laksana
Mencegah tersumbatnya saluran napas.
Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
Menghentikan perdarahan
36. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miri
ng (lateraldecubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi
yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Lavase bronkus dengan larutan salin normal dingin dapat
dipertimbangkan pada kasus tidak masif
Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat
hemostasis), misalnya vit.K, ion kalsium, trombin dan
karbazokrom.
Pada kasus diberikan Kalnex yang berisi asam traksenamat.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
37. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi bakteri m
enahun yang disebabkan oleh bakteri
Micobakterium tuberculosis.
38. Pada kasus ini M. tuberculosis dapat masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernapasan. Dilihat dari RPK orangtua pasien + TB dan
anak pasien + TB.
Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (airborne),
yaitu melalui inhalasi droplet nuclei yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel, kuman ini tidak menghasilkan toksin yang di
kenal.
Dalam droplet yang terhirup dan mencapai alveoli.
Resistensi dan hipersensitivitas host sangat mempengaruhi
perkembangan penyakit.Penyakit ini dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel, sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya.
Tipe imunitasseperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
di aktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.Respon
ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi lambat.
39. Faktor yang berpengaruh
Pembentukan dan perkembangan lesi serta
penyembuhannya atau progresifnya terutama
ditentukan oleh :
Jumlah kuman yang masuk
Virulensi kuman.
Hipersensivitas dari host.
Daya tahan host
40.
41.
42. Gejala Respiratorik Gejala Sistemik
Batuk lebih dari 3
minggu
Dahak (sputum)
Batuk darah
Sesak nafas
Nyeri dada
Demam
Penurunan berat badan
Rasa lelah dan lemah
(malaise)
Berkeringat
banyak terutama
di malam hari
Nafsu makan menurun
Gejala
43. Klasifikasi
WHO tahun 1991
Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran
tuberculosis aktif
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak
menunjukkan BTA positif dan biakan positif
44. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah :
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinis dan radiologis
menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif dan biakan Myccobacterium tuberculosis
positif
46. Tata laksana
Panduan OAT oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia :
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Kategori 3 : 2HRZ/2HR
Kategori 4 : tidak dapat diaplikasikan
(mempertimbangkan penggunaan obat-obatan
barisan kedua), tipe MDR diberikan H saja
seumur hidup atau sesuai rekomendasi WHO.
47. Evaluasi Pengobatan
Klinis
Kontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2
minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali
sebulan sampai akhir pengobatan.
Bakteriologis
Setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai
menjadi negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA
dilakukan sekali sebulan. WHO menganjurkan
pemeriksaan dilakukan pada bulan ke-2, 4, dan 6.
Radiologis
Dilakukan untuk melihat kemajuan terapi, evaluasi foto
thoraks dilakukan tiap 3 bulan sekali.