SlideShare a Scribd company logo
1 of 358
Download to read offline
i
Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+
@2013
MODUL PELATIHAN
Penanggulangan Kebakaran Hutan dan
Lahan Berbasis Masyarakat
(Community Based Forest Fire Management)
Provinsi Pecontohan REDD+ Kalimantan Tengah
ii
iii
KATA PENGANTAR
Kebakaran hutan dan gambut merupakan faktor utama terjadinya emisi Gas Rumah Kaca
(GRK). Bahaya kebakaran ini bukan hanya terhadap meningkatnya emisi GRK, tetapi juga
mengancam kesehatan manusia dan secara langsung merugikan perekonomian
masyarakat dan negara.
Kebakaran hutan dan gambut ini masih menjadi permasalahan yang serius di
Kalimantan Tengah maupun di Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan disebabkan
oleh faktor alam maupun kegiatan manusia. Masyarakat tradisional mengenal kegiatan
pembukaan lahan pertanian dengan cara pembakaran lahan secara terkendali. Selain
itu, pembakaran hutan dan lahan dalam skala besar dilakukan oleh oknum-oknum yang
menguasai lahan dan kawasan hutan yang luas, sebagai jalan pintas dan murah untuk
membuka perkebunan, pertanian dan pertambangan.
Perilaku membakar hutan untuk mencari keuntungan jangka pendek ini harus dihentikan.
Hal terpenting dalam proses ini adalah meninggalkan kebiasaan dan perilaku mencari
keuntungan jangka pendek dan mengembangkan paradigma baru mengenai
pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan dan melindungi kelestarian
lingkungan dan keanekaragaman yang dimilikinya. Perubahan ini perlu dilakukan baik
oleh masyarakat yang masih mengelola lahan secara tradisional, maupun pengusaha
perkebunan, pertanian, pertambangan dan pemerintah.
Pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan atau Community Based Forest Fire
Management (CBFFM) merupakan salah satu program strategis di Provinsi Percontohan
REDD+ Kalimantan Tengah. Ini adalah kegiatan percontohan pengendalian kebakaran
dengan mengembangkan kerangka partisipatif antara pemerintah dan masyarakat, melalui
revitalisasi kearifan lokal dan pengintegrasian teknologi modern dalam penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan gambut.
Buku pedoman (modul) pelatihan penanggulangan kebakaran hutan berbasis masyarakat
ini bukan hanya menjadi pegangan dalam kegiatan pelatihan penanggulangan kebakaran
hutan berbasis masyarakat, tetapi juga menjadi pengetahuan mengenai tradisi dan
kearifan masyarakat Kalimantan Tengah dalam memelihara dan memanfaatkan alam dan
lingkungan secara bijak dan berkelanjutan.
Jakarta, 17 Agustus 2013
Kepala UKP4/Ketua Satgas REDD+
Kuntoro Mangkusubroto
SAMBUTAN KEPALA UKP4/KETUA SATGAS REDD+
iv
v
KATA PENGANTAR
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
Untuk
BUKU MODUL PELATIHAN
Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
(Community-based Forest Fire Management, CBFFM)
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah merupakan kejadian
yang berulang setiap tahun, khususnya pada musim kemarau. Kebakaran hutan dan
gambut ini bukan hanya berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, tetapi
juga perekonomian dan tentu saja melepaskan emisi karbon (CO2) ke udara, yang
menyumbang masalah perubahan iklim. Tercatat 4 kebakaran besar yang melanda
Kalimantan Tengah pada satu dekade terakhir, yaitu pada tahun 1994, 1997, 2002 dan 2006
yang melanda hutan alam, hutan yang dikonversi untuk perkebunan dan lahan terlantar
serta lahan masyarakat.
Dapat dikatakan, 99% penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut adalah akibat ulah
manusia, baik yang dilakukan secara sengaja maupun akibat kelalaian. Faktor alam turut
mendukung, seperti kemarau panjang, seperti terjadinya gejala El Nino. Selain itu, untuk
Kalimantan Tengah, pasca pelaksanaan proyek pengembangan lahan gambut sejuta hektar
(PLG) menyebabkan gambut yang biasanya tergenang air mengalami kekeringan pada
musim kemarau, karena air tergerus ke kanal-kanal yang dibangun selama berlangsungnya
proyek tersebut. Selain itu, masih ada perusahaan dan masyarakat yang membuka lahan
pertanian dengan cara membakar.
Daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan Tengah
umumnya meliputi, lahan terlantar di kiri-kanan jalan Trans Kalimantan poros Selatan yang
termasuk areal eks PLG di wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Lahan perkebunan
besar (sawit) di wilayah Kabupaten Sukamara, Lamandau, Seruyan, Kotawaringin Barat,
Kotawaringin Timur, Katingan, Gunung Mas dan Barito Utara. Serta kebakaran yang tersebar
di seluruh wilayah Kalimantan Tengah sebagai akibat pembukaan lahan pertanian dan
perkebunan masyarakat (perladangan berpindah dan kebun rakyat).
vi
Provinsi Kalimantan Tengah telah memiliki Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 tentang
Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan, yang melarang adanya pembakaran
hutan dan atau lahan, serta ketentuan mengenai pengendalian kebakaran. Peraturan
Daerah ini juga mengatur mengenai peningkatan kesadaran masyarakat. Pasal 23 ayat 1
menyebutkan Gubernur/Bupati/Walikota meningkatkan kesadaran masyarakat termasuk
aparatur akan hak dan tanggungjawab serta kemampuannya untuk mencegah kebakaran
hutan dan atau lahan. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, peningkatan kesadaran masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai
dan kelembagaan adat serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat tradisional yang mendukung
perlindungan hutan dan atau lahan.
Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 ini kemudian diatur secara teknis melalui Keputusan
Gubernur Kalimantan Tengah No. 78 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian
Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, diterbitkannya
Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah tentang Pembentukan Pos Simpul Kendali
Operasi (Posko) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan yang diperbaharui tiap
tahun.
Masyarakat Dayak sesungguhnya memiliki tradisi yang kuat dalam hal pemeliharaan
lingkungan dan penanggulangan kebakaran. Falsafah hidup masyarakat Dayak yang
bersumber dari simbol Batang Garing, yang diwujudkan dalam upacara adat manyanggar
dan memapas lewu merupakan kearifan lokal dengan prinsip memelihara keseimbangan
hubungan antar manusia; hubungan manusia dengan alam semesta dan hubungan
dengan Sang Pencipta. Wujud kearifan lokal ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari,
yang sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
Dalam kehidupan masyarakat Dayak, hutan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi, tetapi juga untuk memenuhi fungsi ritual. Terganggunya fungsi hutan dalam
kehidupan masyarakat ini, akan mendorong munculnya konflik sosial. Terkait pemeliharaan
lingkungan dan penanggulangan kebakaran, masyarakat Dayak memiliki tradisi dan
hukum adat yang mengatur mengenai tata cara membuka lahan, yang jika menimbulkan
kebakaran secara tidak terkendali akan mendapat denda adat. Tradisi dan hukum adat
ini juga mengatur mengenai cara-cara melakukan pembersihan lahan untuk mengatasi
kebakaran secara terkendali.
Sejalan dengan perkembangan zaman, di mana makin banyak perusahaan yang membuka
lahan untuk perkebunan dan pertambangan, serta meluasnya wilayah pengembangan
pertanian dan perkebunan oleh penduduk, mendorong terjadinya peningkatan kebakaran
hutan dan lahan. Pada saat yang bersamaan, budaya dan tradisi masyarakat tidak dapat lagi
secara efektif menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang berlangsung dalam skala
yang sangat luas. Upaya-upaya untuk menanggulangi kebakaran ini dengan demikian
menjadi penting untuk terus dikembangkan, melalui penguatan kembali tradisi masyarakat
dan pendekatan-pendekatan modern untuk menanggulangi kebakaran.
Pelibatan masyarakat merupakan faktor kunci, karena mereka tinggal di dalam dan di
sekitar kawasan hutan dan lahan gambut yang secara cepat mendeteksi adanya potensi
kebakaran, serta secara cepat dapat menanggulangi kebakaran. Partisipasi masyarakat ini
sekaligus membangun kesadaran untuk menghindari pola pembukaan/pembersihan
lahan dengan cara membakar. Masyarakat juga didorong untuk berpartisipasi dalam
mengawasi lingkungan sekitar mereka guna menghindari kegiatan-kegiatan yang
vii
melawan hukum, yaitu kegiatan pembukaan lahan dengan cara membakar baik oleh
perorangan maupun perusahaan.
Buku Modul Pelatihan “Penanggulangan Kebakaran Hutan Berbasis Masyarakat”
(Community-based Forest Fire Management – CBFFM) ini sangat bermanfaat untuk
mengembangkan pelatihan bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan
penanggulangan kebakaran, dengan menghidupkan kembali nilai dan tradisi yang berakar
di dalam masyarakat, serta sekaligus memperkenalkan pendekatan-pendekatan modern
dalam menanggulangi kebakaran hutan.
Palangka Raya, Juni 2013
Gubernur Kalimantan Tengah
Dr. (HC). Agustin Teras Narang, SH
viii
ix
Topic dan Penulis Modul
Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan
- 	 Dr. Sidik R. Usop, MS
- 	 Mukti Aji, S.Hut, M.Si
- 	 Eddy Subahani, S.Hut
Modul 1
Dasar-Dasar Kebakaran Hutan dan Lahan
- 	 Penyang, S.Hut, MP
- 	 Sentosa Yulianto, S.Hut, MP
Modul 2
Pengenalan dan Penggunaan Peralatan Pemadan Kebakaran
Hutan dan Lahan
- 	 Gunawan Budi H.
- 	 Firmanto, ST
Modul 3
Teknik Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
- 	 Ananto Setiawan, S.Hut
- 	 Drs H. Iberamsyah
- 	 Firmanto, ST
Modul 4
Teknik Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan
-	 Gunawan Budi H.
- 	 Mukti Aji
Modul 5
Keselamatan Kerja dan P3K
- 	 Ary Wijayanti, SKM, MPH
- 	 dr. Probo Wuryantoro
Modul 6
Pengolahan Lahan Ramah Lingkugan
- 	 Dr. Ir. Yusurum Jagau, M.Si
- 	 Lusia Widiastuti, SP, MP
- 	 Jonpri, SP
Modul 7
Tehnik Mengajar
- 	 Asli, S.Hut
Modul 8
Pengembangan Pembelajaran Partisipatoris
- 	 Ir. Waldemar Hasiholan, M.Sc
Modul 9
DAFTAR ISI
x
i
MENGENAL MASYARAKAT
PEDULI KEBAKARAN HUTAN
Dr. Sidik R. Usop, MS
Mukti Aji, S.Hut, M.Si
Eddy Subahani, S.Hut
ii
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Penulis:
Dr. Sidik R. Usop, MS
Mukti Aji, S.Hut, M.Si
Eddy Subahani, S.Hut
Editor:
Mayang Meilantina
Yulius Saden
Emanuel Migo
Diterbitkan oleh:
Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+
iii
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Kata Pengantar...........................................................................................................................................................................	i
Daftar Isi ........................................................................................................................................................................................	v
1.	PENDAHULUAN......................................................................................................	1
A.	 Latar Belakang....................................................................................................................................................	1
B.	 Ruang Lingkup...................................................................................................................................................	2
C.	 Maksud dan Tujuan.........................................................................................................................................	2
D.	 Tujuan Pembelajaran......................................................................................................................................	2
E.	 Pokok Bahasan...................................................................................................................................................	2
2.	 KARAKTERISTIK MASYARAKAT LOKAL.................................................................	3
A.	 Pemukiman Penduduk.................................................................................................................................	3
B.	 Kegiatan Masyarakat yang Berhubungan dengan Hutan.......................................................	3
C.	 Pengendalian Kebakaran Berdasarkan Kearifan Lokal...............................................................	4
D.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	9
E.	Latihan.....................................................................................................................................................................	9
F.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	9
3.	 KELEMBAGAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN................	11
A.	 Peraturan terkait Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan/Lahan......................	11
B.	 Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan...........................................................	12
C.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	14
D.	Latihan.....................................................................................................................................................................	14
E.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	14
4.	 TUGAS, FUNGSI DAN MEKANISME KOORDINASI LEMBAGA.............................. 	15
A.	 Tugas Pokok Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan......................................................	15
B.	Tugas Operasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.........................................	16
C.	 Tugas Pemantauan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.......................................	17
D.	 Mekanisme Koordinasi..................................................................................................................................	17
E.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	18
F.	Latihan.....................................................................................................................................................................	19
G.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	19
5.	 SISTEM INFORMASI DAN PELAPORAN.................................................................	21
A.	 Konsep Sistem Informasi.............................................................................................................................	21
B.	 Komponen Sistem Informasi.....................................................................................................................	21
C.	 Sistem Informasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan......................	22
D.	Pelaporan...............................................................................................................................................................	22
DAFTAR ISI
iv
E.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	22
F.	Latihan.....................................................................................................................................................................	22
G.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	22
6.	 RENCANA KERJA LEMBAGA..................................................................................	23
A.	 Konsep Perencanaan ....................................................................................................................................	24
B.	 Teknik Menyusun Program/Rencana Kerja.......................................................................................	24
C.	 Isi Rencana Kerja................................................................................................................................................	24
D.	 Rencana Kerja dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan...........................	24
E.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	24
F.	Latihan.....................................................................................................................................................................	25
G.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	25
7.	PENUTUP................................................................................................................	27
Daftar Pustaka.............................................................................................................................................................................	29
Biodata Penulis .........................................................................................................................................................................	31
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
1
A.	 Latar Belakang
Dinamika pengelolaan sumber daya alam dengan pemahaman keberlangsungan
ekonomi, keberlangsungan lingkungan dan keberlangsungan sosial dan budaya, telah
mengalami perkembangan yang sangat signifikan pada tataran mind, bahkan sudah
dituangkan dalam kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Tiga pilar pemahaman
tersebut yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development),
pada tataran implementasi masih menonjol pada kegiatan eksploitasi yang berorientasi
pada peningkatan pendapatan daerah, dengan mengabaikan kerusakan lingkungan dan
tatanan sosial budaya masyarakat. Pertanyaan kritis adalah, mengapa kondisi ini terus
berlangsung, sementara fakta kerusakan lingkungan dan hancurnya tatanan sosial dan
budaya masyarakat sudah menjadi pengetahuan umum. Dengan kata lain, apakah kita harus
menunggu kerusakan lingkungan semakin parah dan mengancam aktivitas kehidupan
masyarakat. Sama seperti orang yang tahu bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit
jantung, tekanan darah tinggi dan penyakit kanker, tetapi belum mau berhenti merokok
kalau belum menganggapnya sebagai ancaman bagi kesehatan dirinya.
Dasar pemikiran di atas memberikan pemahaman bahwa konsep pembangunan
berkelanjutan masih belum menjadi bagian dari praktek kehidupan sehari-hari dari para
pelaku pembangunan yang peduli terhadap lingkungan dan tatanan sosial budaya
masyarakat. Keadaan ini merupakan ancaman yang dapat menimbulkan banjir, terbakarnya
hutan dan lahan gambut dan berkurangnya keragaman hayati yang sebenarnya memiliki
nilai ekonomis yang tinggi, seperti tumbuhan obat yang banyak terdapat pada hutan
tropis dan lahan gambut yang banyak menyimpan karbon, berfungsi untuk mengurangi
ancaman pemanasan global.
Terkait dengan otonomi daerah, Pasal 18A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-
undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Kekhususan ini
ternyata belum dijadikan prioritas pembangunan daerah dengan mengedepankan
inisiatif dan kreativitas masyarakat sehingga kekhususan ini dapat menjadi nilai tambah
bagi pengembangan ekonomi kreatif masyarakat yang selanjutnya akan memberikan
kontribusi bagi pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, institusi
lokal dan kearifan-kearifan lokal menjadi terkikis oleh keinginan politis yang besar untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam
yang secara faktual sering berbenturan dengan kepentingan dan hak-hak masyarakat adat,
meskipun Pasal 18B UUD 45 menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
1PENDAHULUAN
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
2
B.	 Ruang Lingkup
Modul Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan dan Lahan ini mencakup:
penanggulangan kebakaran berbasis masyarakat dengan mengutamakan kearifan lokal
untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mencegah terjadinya kebakaran
hutan, mengembangkan pemikiran kearifan lokal agar dapat dipahami dan dijadikan
pedoman dalam melakukan tindakan pencegahan dan penangulangan kebakaran hutan,
kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, tugas, fungsi dan mekanisme
koordinasi lembaga, sistem informasi dan pelaporan serta rencana kerja lembaga, dengan
jumlah jam pelajaran sebanyak 4 JPL.
C.	 Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya modul mengenali masyarakat peduli kebakaran hutan ini sebagai
pedoman dalam penyusunan bahan ajar penanganan kebakaran hutan berbasis
masyarakat.
Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan mengenai
kriteria dan karakteristik masyarakat yang peduli terhadap kebakaran hutan serta cara-cara
penanganan kebakaran hutan berdasarkan kearifan lokal.
D.	 Tujuan Pembelajaran
1. 	 Tujuan Umum
Setelah mengikuti mata Diklat ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan konsep
Batang Garing sebagai dasar pemikiran kearifan lokal dan fungsi hutan bagi masyarakat
Dayak, bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan hidup tetapi juga terkait dengan
tanggung jawab untuk memelihara kelestarian sumberdaya alam bagi kehidupan
generasi yang akan datang (ingat peteh Tatu Hiang, petak danum akan kalunen akan
harian andau).
2.	 Tujuan Khusus
Setelah mengikuti mata Diklat ini, peserta diharapkan mampu :
a.	 Menjelaskan karakteristik masyarakat lokal.
b.	 Menjelaskan kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan hutan.
c.	 Menjelaskan pengendalian api dengan menggunakan kearifan lokal.
d.	 Menjelaskan tugas, fungsi dan mekanisme koordinasi lembaga.
e.	 Menjelaskan sistem informasi dan pelaporan.
E.	 Pokok Bahasan
1.	 Karakteristik masyarakat peduli kebakaran hutan.
2.	 Penanggulangan kebakaran berdasarkan kearifan lokal.
3.	 Kelembagaan pengendali kebakaran hutan dan lahan.
4.	 Tugas pokok dan fungsi organisasi.
5.	 Sistem dan mekanisme koordinasi antar kelembagaan.
6.	 Sistem informasi dan pelaporan.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
3
A.	 Pemukiman Penduduk
Desa atau Lewu atau kampung adalah wilayah pemukiman penduduk lokal suku Dayak
yang umumnya berada di sepanjang aliran sungai. Dalam interaksi masyarakat dengan
lingkungan alam, dikenal kawasan kelola yang berada kurang lebih 5 km kiri–kanan sungai.
Kawasan tersebut umumnya digunakan masyarakat untuk berladang, berburu, mencari
hasil hutan non kayu dan menangkap ikan. Dikenal pula kawasan jelajah masyarakat
dengan jarak tempuh di atas 10 km, sehingga mereka tidak bisa bolak-balik ke tempat
tinggal dan harus membuat pondok pada tempat usaha tersebut. Kegiatan yang dilakukan
antara lain mencari kayu untuk pembuatan perahu dan tanaman obat.
Dalam sistem pemerintahan lewu, terdapat lembaga kadamangan yang berfungsi untuk
mengatur kehidupan masyarakat adat meliputi adat gawi belum dan gawi matei seperti
upacara Manyanggar dan Mamapas lewu; dan upacara kematian seperti upacara Tiwah.
Dalam menjalankan tugasnya Damang dapat dibantu oleh perangkat adat seperti Mantir
dan tokoh-tokoh masyarakat lewu. Di Kalimantan Tengah sejak tahun 2009 telah terbit
Perda No. 16 tahun 2009 tentang Kelembagaan Adat yang mengatur dan menangani
permasalahan yang berkaitan dengan masyarakat adat; dan revisi Peraturan Gubernur
Nomor 13 tahun 2009 Tentang Tanah Adat yang bertujuan untuk menjamin hak-hak
masyarakat atas kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2012.
B.	 Kegiatan Masyarakat yang Berhubungan dengan Hutan
Dalam kehidupan masyarakat Dayak, hutan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi, tetapi juga untuk memenuhi fungsi ritual, dan kelangsungan hidup masyarakat
pada masa yang akan datang. Terganggunya fungsi hutan dalam kehidupan masyarakat ini,
akan mendorong munculnya konflik sosial seperti yang terjadi antara masyarakat dengan
pengusaha pemegang HPH dan pengusaha perkebunan.
Dalam kehidupan sehari-hari, hutan memiliki fungsi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan hidup seperti berladang, mencari hasil hutan non kayu: gemor, getah
jelutung, damar, tengkawang, madu, obat-obatan, rotan dan karet. Alqadrie (2001)
melaporkan bahwa kehadiran HPH telah menghilangkan mata pencaharian masyarakat
yang sangat tergantung dengan hutan. Demikian juga dengan Barber dan Scheithelm
(2001:34) bahwa di Kalimantan Tengah, pada pembukaan lahan satu juta hektar telah
menghancurkan usaha masyarakat Dayak di tujuh Daerah Aliran Sungai di Mengkatip yang
mengakibatkan kerugian masyarakat hingga mencapai $ 7 juta dengan nilai tukar pada
pertengahan tahun 1997. Cornelis Rintuh (2001) menyebutkan bahwa sekitar 80 % dari
hasil HPH menguap keluar (capital flight) dari Kalimantan Tengah sehingga tidak mampu
menciptakan efek ganda (multiplier effects) dalam mendorong perekonomian di Kalimantan
Tengah. Pada sisi lain, Marzali (2001) mengamati bahwa kehadiran HPH telah melanggar
hak-hak adat sehingga mendorong munculnya konflik sosial.
2KARAKTERISTIK
MASYARAKAT LOKAL
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
4
Terkait dengan berbagai usaha masyarakat ini, sungai menjadi sangat penting sebagai
sarana transportasi dan pengangkutan hasil-hasil usaha masyarakat. Oleh karena itu, lokasi
tempat usaha masyarakat tersebut selalu tidak jauh dari sungai dan anak-anak sungai.
Keterikatan mereka dengan sungai ini, menyebabkan pola pemukiman masyarakat yang
menyebar di sepanjang sungai. Di sungai ini terdapat Batang yang tidak hanya berfungsi
sebagai MCK, tetapi juga berfungsi sebagai sarana informasi dan komunikasi. Selain itu,
sebagai penunjuk arah, umumnya masyarakat Dayak selalu berpatokan ketika mereka
berdiri di pinggir sungai. Jika mereka akan turun ke Batang mereka menyebutnya, ngiwa,
kembali ke atas atau ke darat disebut ngambu, ke ngaju (hulu) dan ke ngawa (hilir).
Pada fungsi ritual, upacara Tiwah untuk mengangkat tulang belulang dari orang yang
sudah mati, yaitu sebagai kesempurnaan menuju Lewu Tatau (surga) merupakan pesta
besar yang biasanya juga merupakan proses penanaman nilai-nilai Belom Bahadat yang
mendorong timbulnya Pali (pantangan) yang tidak boleh dilanggar yang dapat
mengganggu kehidupan masyarakat Dayak pada masa yang akan datang.
Berkaitan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam ini, terdapat beberapa kegiatan
adat yang harus dilakukan agar usaha-usaha mereka tidak mendapat gangguan dari roh-
roh yang mendiami lingkungan alam sekitar tempat mereka berusaha tersebut. Beberapa
kegiatan adat tersebut adalah Mamapas lewu yang biasa dilakukan untuk membersihkan
kampung dari gangguan roh jahat sekaligus sebagai ucapan terima kasih atas hasil usaha
yang dilakukan selama satu tahun. Oleh karena itu tawur biasanya disampaikan kepada roh
penghuni di sungai, di hutan dan di tempat-tempat yang dianggap keramat oleh
masyarakat lokal, seperti Pahewan.
Upacara Manyanggar biasanya mereka lakukan untuk membuka usaha baru sebagai
cara untuk meminta ijin kepada roh-roh leluhur yang mendiami lokasi tersebut sehingga
usaha mereka memperoleh hasil yang baik. Demikian juga dengan upacara Pakanan Batu,
merupakan ucapan terima kasih kepada peralatan pertanian yang dipakai, dengan
pemahaman bahwa di dalam peralatan tersebut terdapat gana (roh) sehingga pada
kegiatan berikutnya peralatan yang dipakai tersebut akan memberikan hasil yang baik
kepada pemiliknya. Sedangkan Manajah Antang merupakan sarana untuk meminta
petunjuk kepada roh leluhur tempat-tempat usaha baru yang lebih baik, misalnya untuk
lokasi mencari ikan atau perladangan.
Fungsi ritual yang menempatkan roh sebagai penghuni alam sekitarnya, dipahami pula
oleh masyarakat sebagai pahewan yang biasanya banyak terdapat pada hutan yang lebat
dan biasanya mereka sebut dengan kawasan Pahewan. Kini, hutan pahewan tersebut
dipahami oleh masyarakat sebagai hutan konservasi adat yang berfungsi sebagai
penyangga kerusakan lingkungan dan kepunahan aneka sumberdaya hayati.
C.	 Pengendalian Kebakaran Berdasarkan Kearifan Lokal
1.	 Sistem perladangan
a.	 Perladangan Berpindah (Shifting Cultivation)
Menjelang pembakaran, peladang khusus membersihkan tepi yang berbatasan
dengan semak belukar liar dan hutan. Maksudnya apabila pembakaran nanti api tak
dapat merambat untuk membakar semak belukar dan hutan di luar batas ladang.
Musim pembakaran harus sesuai sebelum musim hujan tiba. Petani ladang
menyadari bahwa dalam pembakaran hasil tebasan dan tebangan merupakan
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
5
kegiatan yang paling berbahaya dari seluruh kegiatan bertani ladang. Oleh
karenanya sebelum dibakar, di sekeliling areal yang berbatasan dengan hutan/
semak belukar/kampung dibuat rintisan (dibersihkan) sesuai dengan kebutuhan
agar api tidak menjalar/merambat keluar areal perladangan. Merintis ini menurut
istilah masyarakat di daerah penelitian menatas, lebar jalur manatas ini tergantung
pada tebal tipisnya semak belukar yang ditebas. Makin lebar jalur manatas makin
lebar pula jalur penyanggah namun tidak lebih dari 3-4 meter. Musim pembakaran
ladang biasanya di antara bulan Agustus sampai dengan Oktober dan itu pun
tergantung kondisi alamnya. Waktu pembakaran dilaksanakan pada tengah hari,
namun pada musim kemarau panjang dilaksanakan sore hari jam 15.00 WIB.
Biasanya setelah pembakaran pada peladang tidak langsung menanam padi atau
tanamannya lainnya. Setiap peladang selalu mengharapkan agar pembakaran
terjadi merata di seluruh ladang sehingga ladang betul-betul bersih. Makin merata
tentu akan banyak menghasilkan abu kayu-kayu yang terbakar, sehingga zat
makanan yang dilepaskan tersalur sebanyak mungkin ke dalam tanah.
b.	 Perladangan menetap
Model perladangan menetap yang dimaksud adalah pengembangan dari model
berpindah, namun semakin pendek rotasi perladangan dan meningkatnya
jumlah penduduk harus ada upaya efisiensi dalam pemanfaatan lahan. Kegiatan
yang dilakukan adalah perladangan yang berpindah dalam areal seluas 5 hektar.
Pada setiap petak dengan luasan 1 ha setelah dua kali tanam berpindah ke petak
berikutnya, dan petak yang ditinggalkan ditanami dengan kebun karet. Setelah
selesai petak yang ke lima, maka petani kembali pada petak pertama dengan
mengelola usaha perkebunan karet. Model perladangan menetap ini sudah pernah
dipraktekkan di Kabupaten Barito Utara.
c.	 Perladangan pada wilayah handel
Handel adalah sebuah sungai (parit) untuk sistem pengairan tradisonal pada
daerah pasang surut di kawasan rawa gambut yang digunakan untuk pengelolaan
pertanian dan perkebunan, yang dilakukan kebanyakan masyarakat Kalimantan
Tengah pada daerah hilir. Handel merupakan konsep pengelolaan kawasan yang
unik dimana pada awalnya adalah sebuah sungai kecil (saka) yang dijadikan parit
memanjang dan lurus untuk mengatur arus sungai. Pada sisi kiri dan kanan handel
dijadikan masyarakat tempat untuk dijadikan lokasi ladang, kebun karet, dan kebun
buah. Handel juga digunakan masyarakat sebagai sarana atau jalur untuk menuju
kebun/ ladang dan sebagar jalur transportasi.
Perladangan di wilayah handel lebih memanfaatkan dan mengendalikan pasang
surut air sungai. Pasang surut ini digunakan warga untuk menjaga dan
mempertahankan kualitas air gambut yang banyak mengandung asam serta
membuang racun (pirit). Sistem tabat adalah salah satu model yang biasa
digunakan oleh pengelola handel. Handel dipimpin oleh seorang Kepala
Handel. Peran penting dari Kepala Handel adalah mengkoordinir setiap kegiatan
pengaturan, pemeliharaan sungai dan handel. Selain itu juga adalah mengatur
pembagian lahan di kiri kanan Handel. Oleh karena itu Kepala Handel sangat
berperan dalam pembagian lahan untuk masyarakat di kampung. Kepala Handel
dipilih oleh anggota handel dengan sistem musyawarah bersama.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
6
Untuk membantu pengelolaan lahan, Kepala Handel dibantu oleh seorang kepala
padang dan seorang penggerak. Kepala padang adalah orang yang mengkoordinir
kegiatan berladang pada musim tanam padi. Sedangkan penggerak adalah
seorang yang biasanya mengumpulkan warga untuk berkumpul apabila
diadakan musyawarah atau kegiatan, misalnya gotong royong atau handep. Lama
kepemimpinan kepala Handel tidak terbatas. Selama Kepala Handel tersebut masih
mampu maka akan dipilih lagi secara bersama oleh anggota handel dengan azas
mufakat dan kekeluargaan.
d.	 Budidaya Kebun Rotan
Bagi masyarakat Dayak, rotan bukan hasil ikutan dari tanaman hutan dalam
klasifikasi Departemen Kehutanan, melainkan sudah merupakan tanaman
budidaya. Mereka pernah mengalami masa penghasilan rotan yang besar sebelum
adanya pelarangan ekspor rotan pada tahun 1990. Pada kondisi tersebut belum
ada terpikirkan oleh masyarakat untuk terlibat dalam perambahan hutan untuk
mengambil kayu, karena hasil rotan dan hasil-hasil non kayu lainnya serta karet
masih memilki nilai ekonomi yang tinggi. Pada era reformasi dewasa ini, kreatifitas
dan inisiatif sudah mulai dikembangkan untuk mengolah rotan menjadi produk
yang memilki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga budidaya rotan dapat dilakukan
sekaligus bermanfaat bagi pelestarian hutan dan pencegahan kebakaran hutan.
e.	Pola Pahewan
Pahewan, yaitu kawasan hutan lebat dengan pepohonan yang besar, baik yang
bersifat monokultur seperti kawasan hutan tabelien (kayu besi) di Desa Rakumpit
maupun aneka pepohonan yang dianggap keramat oleh masyarakat seperti
kawasan sumbukurung di Kahayan. Kawasan pahewan ini menurut keyakinan
masyarakat Dayak tidak boleh diganggu, karena akan melanggar wilayah pali
(pantangan) yang dapat membuat orang tersebut mendapat sakit atau celaka.
Pahewan sebagai kawasan konservasi masyarakat terdiri atas, hutan keramat (zona
inti), wilayah pali (zona buffer) dan wilayah kelola masyarakat (zona pengembangan
usaha). Dasar pemikran ini adalah pada setiap upaya pelestarian hutan, maka
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat yang berada di sekitar hutan harus
lebih baik, agar mereka tidak merambah ke kawasan hutan sebagai pemenuhan
kebutuhan hidup. Selain itu, secara adat, kawasan tersebut selalu dikaitkan dengan
adanya roh penunggu, sehingga pada tempat tersebut terdapat pula pasah
keramat (rumah kecil) yang biasanya digunakan untuk menaruh sesajen pada
waktu mereka berhajat (meminta sesuatu) dan membayar hajat kalau usaha mereka
tersebut terkabul. Secara umum Pola Pahewan digambarkan sebagai berikut :
HUTAN KERAMAT
(Zona Inti)
WILAYAH PALI
(Zona Buffer)
WILAYAH KELOLA MASYARAKAT
(Zona Pengembangan Usaha)
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
7
2.	 Manyanggar dan Mamapas Lewu
Manyanggar pada awalnya dipahami oleh masyarakat sebagai upacara adat, untuk
menghormati roh leluhur pada waktu membuka usaha/lahan baru, dengan pemahaman
bahwa dalam kawasan tersebut terdapat gana (roh). Jika upacara tersebut tidak
dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu usaha yang dilakukan pada kawasan
tersebut. Dalam konteks dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, pahewan
dipahami sebagai konsep kehati-hatian dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam, sehingga orang tidak semena-mena memperlakukan alam semesta ini.
Mamapas lewu adalah upacara adat yang dipahami oleh masyarakat dayak sebagai
upaya mensucikan kembali alam/sumberdaya alam yang telah digunakan selama 1
tahun. Pada masa kini, Mamapas Lewu dipahami sebagai konsep untuk memulihkan
keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam; keseimbangan hubungan
dengan sesama manusia; dan hubungan manusia dengan sang Penciptanya. Dengan
dilaksanakan upacara ini kesadaran orang untuk memperlakukan alam secara arif,
termasuk memelihara kerukunan sesama manusia dan mencegah orang tidak serakah,
serta merupakan perwujudan iman kepada sang pencipta.
Upacara manyanggar dan memapas lewu ini merupakan prinsip dasar dalam
perwujudan aktivitas manusia yang menganut falsafah Batang Garing sehingga
keseimbangan alam semesta tetap terpelihara bagi kehidupan umat manusia. Secara
umum dapat kita pahami bahwa upacara tersebut di atas akan mendorong munculnya
kesadaran dan kepedulian terhadap keberlangsungan lingkungan fisik, lingkungan
ekonomi dan lingkungan sosial. Kesadaran dan kepedulian ini akan semakin kuat
dengan dukungan keimanan Kepada Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam
tindakan sehari-hari.
Denda Adat
Pasal 157. Singer Tajahan Antang
Singer Tajahan Antang artinya, tuntutan terhadap orang yang bekerja dan merusak
Tajahan Antang. Asal mulanya disebut tajahan antang adalah pulau kayuan, dengan
kayu-kayu besar. Pada zaman dahulu orang tidak sembarang membuka lahan di pulau
kayu. Mereka melaksanakan acara tabur beras, yang mana pulau kayu tidak boleh
menjadi tempat bersawah-ladang. Upacara tersebut dinamakan manajah. Kata-kata
manajah itu berarti, menabur kepada orang halus yang baik, di mana harus menjadi
tempat antang-antang (tempat lang-lang orang halus). Dalam upacara manajah
terdapat ketentuan, bahwa orang halus di pulau kayuan itu baik dan menjadi tempat
burung-burung elang setelah selesai pesta pertama. Kemudian diadakan pesta kedua
dengan memotong ayam, babi, sapi, untuk menetapkan tempat yang dinamakan
tajahan.
Setelah mendapat nama tajahan, kemudian disambung Antang atau burung
elang. Jadi, tempat itu dinamakan: Tajahan Antang. Maksud Tajahan Antang adalah
memelihara pulau kayuan dengan mengadakan beberapa kali pesta di tempat itu,
dengan mendirikan rumah karamat, rumah orang halus dan tempat bertanya dengan
antang atau burung elang.
Pulau kayuan itu ada yang menyebutnya Pahewan. Pahewan, artinya pulau kayuan
yang dipelihara orang-orang tua zaman dahulu, untuk tempat bertanya dengan
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
8
burung elang, tempat pertapaan. Karena itu tanah adat tempat pahewan tajahan
antang tidak dapat dirusak oleh orang lain. Barang siapa orang berani menebas tempat
pulau kayuan pahewan tajahan antang dihukum membayar kerugian.
Pasal 158. Singer Pahewan Karamat
Singer Pahewan Karamat, artinya siapa saja orang bekerja menebas di pulau kayuan
tanah adat tempat burung elang, tempat orang halus yang dapat menolong orang
Dayak Ngaju jaman dahulu, dihukum membayar sebesar mengganti kerugian Balian
dan ongkos-ongkos pesta memotong ayam, memotong babi. Besarnya dihitung
oleh yang berwenang memelihara tanah adat dan pahewan tajahan antang (kepala
kampung atau damang). Kalau keramat dirusak, dihukum mengganti keramat, dengan
menanggung ongkos mendirikan keramat.
3.	 Denda Adat Kehun Apui
Kehun Apui: denda adat apabila saat melakukan pembakaran ladang, api tersebut
merambat ke lokasi kebun atau ladang milik orang lain (Damang Salilah).
Pasal 26. Singer manusul tana dia mansanan labih helu
Singer manusul tana dia mansanan labih helu, artinya: Kesalahan membakar
ladangnya dengan tidak memberitahukan kepada orang yang berbatasan.
Barang siapa membakar ladangnya yang berdampingan dengan ladang orang
lain, api menjalar ke ladang-ladang yang lain, ladang yang lain tidak terbakar
dengan sempurna, dan dia tidak mau bersepakatan lebih dahulu, maka orang yang
bersangkutan itu dihukum oleh adat membayar denda sebesar Rp 30,- (tahun 1970).
Tiap-tiap bantalan yang berbatasan. yang rusak tidak terbakar dengan baik, kecuali
kalau ada kebun orang terbakar, maka termasuk dalam perkara membakar ladang.
Pasal 27. Singer manusul dia manatas
Singer manusul dia manatas artinya, tuntutan dengan orang bersalah, membakar
ladangnya tidak ada batas maka dia berladang dekat sekali dengan kebun orang.
Orang-orang yang berladang dekat dengan kebun orang yang lebih dahulu dari
ladangnya, seharusnya sebelum membakar ladangnya membuat tatas atas tanah
sekurang-kurangnya lebar 2 depa supaya api tidak menjelar ke seberang tatas.
Aturan ke 2, harus satu minggu lebih dahulu si peladang memberi tahu kepada orang
yang mempunyai kebun, agar bersama-sama menjaga api. Siapa saja membakar
ladangnya yang berbatasan dengan ladang orang lain dengan tidak memberitahukan
lebih dahulu, maka orang bersalah itu pertama membayar kepada adat desa dengan
singer sebesar Rp 90,- (1970) dan kedua membayar menurut keputusan adat menurut
kerusakan sebelah menyebelah yang dia mesti membayar.
Pasal 29. Singer tusul dirik tana
Singer tusul dirik tana artinya, tuntutan kepada orang bersalah membakar tebasan
ladang yang belum ditebang. Siapa saja bersalah membakar tebasan dalam ladang
yang belum ditebang kayu-kayunya, dihukum adat oleh kesalahannya sengaja atau
tidak sengaja, membayar Rp 20,- (1970) kepada orang yang punya ladang.
4.	 Pola Upun Tanggiran
Upun Tanggiran adalah kawasan usaha masyarakat yang memanfaatkan pohon
Tanggiran sebagai tempat bersarangnya lebah madu. Dalam pemeliharaan madu
tersebut, kawasan tempat lebah mencari madu menjadi bagian penting yang harus
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
9
terpelihara untuk menghasilkan madu. Satu pohon dapat menghasilkan kurang lebih
1 drum madu. Kawasan Tanggiran ini merupakan kawasan usaha masyarakat, sekaligus
upaya melestarikan kawasan hutan. Dengan memadukan konsep kesejahteraan dan
upaya pelestarian lingkungan maka pencegahan kebakaran oleh masyarakat menjadi
sangat penting untuk mempertahankan kawasan lebah madu tersebut.
5.	Saka
Saka merupakan kanal yang dibuat oleh masyarakat untuk sarana transportasi
pengangkutan hasil, tata air untuk mengurangi tingkat keasaman dan mencegah lahan
gambut tidak kekeringan. Di samping itu, saka juga berfungsi sebagai penghasil ikan
bagi masyarakat setempat. Berdasarkan konsep keberlangsungan lingkungan yang
memadukan kelestarian alam, keberlangsungan sosial budaya dan kesejahteraan
masyarakat, maka pengelolaan saka juga merupakan upaya untuk mencegah
kebakaran hutan dengan pola saka yang memelihara tata air di wilayah lahan gambut.
6.	 Eka Malan Manana Satiar
Peraturan Daerah Tahun 1979 Tentang Hukum.
D.	Rangkuman
Falsafah hidup masyarakat Dayak yang bersumber dari simbol Batang Garing yang
diwujudkan dalam upacara adat manyanggar dan memapas lewu merupakan kearifan
lokal dengan prinsip memelihara keseimbangan hubungan antar manusia; hubungan
manusia dengan alam semesta dan hubungan dengan Sang Pencipta. Wujud kearifan
lokal yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sejalan pula dengan konsep
pembangunan berkelanjutan sebagai upaya untuk memelihara keseimbangan
lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial budaya. Dasar pemikiran
ini tercermin pula pada konsep Pahewan yang memberikan pemahaman bahwa upaya
pelestarian lingkungan harus didukung oleh upaya meningkatkan kesejahteraan dan
pengembangan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat, sehingga dalam dinamika
kehidupan masyarakat terjadi interaksi dan integrasi nilai-nilai yang mendorong terjadinya
transformasi sosial. Pada wilayah kelola yang mereka sebut dengan eka malan manana
satiar, di samping sebagai wilayah usaha masyarakat, terdapat pula situs-situs budaya
yang merupakan identitas orang Dayak. Sehingga upaya pemeliharaan kelestarian dan
mencegah kebakaran menjadi bagian yang harus dilakukan oleh masyarakat. Transformasi
sosial tersebut adalah sebuah kemampuan masyarakat untuk melakukan adaptasi terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, tanpa harus mencabut
dari akar budaya.
E.	Latihan
Beberapa peserta yang dianggap potensial diminta untuk menjelaskan kearifan lokal yang
ada di desanya dengan pemahamannya masing-masing dan penggunaan bahasa lokal.
Hasilnya dijadikan bahan diskusi untuk seluruh peserta, agar ada pemahaman bersama
mengenai kearifan-kearifan lokal tersebut.
F.	 Evaluasi Hasil belajar
1.	 Apa yang anda pahami dari kearifan-kearifan lokal di bawah ini :
a.	 Simbol Batang Garing
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
10
b.	 Upacara adat Mamapas Lewu
c.	 Upacara Adat Manyanggar
d.	 Pahewan
e.	 Eka Malan Manana Satiar
f.	 Upun Tanggiran
g.	 Saka
h.	 Perladangan Berpindah
i.	 Berladang Menetap dalam kawasan tertentu
2.	 Jelaskan hubungan kearifan lokal tersebut dengan upaya pencegahan dan penanganan
kebakaran hutan.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
11
3KELEMBAGAAN PENGENDALIAN
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana yang hampir setiap tahun selalu berulang. Berbagai
upaya untuk menekan jumlah kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan baik secara preventif
maupun penegakan hukum dengan segala perangkat hukum dan peraturan perundang-
undangan serta kebijakan dari Pusat sampai tingkat Provinsi.
A.	 Peraturan terkait Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan
	 dan Lahan
1.	 Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 tanggal 30 November 2011 tentang
Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Instruksi ini berisi perintah kepada15 Pejabat yaitu: Menko Kesra, Menteri Kehutanan,
Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri
Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas), Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala
BNPB, Gubernur dan Bupati/Walikota, untuk :
a.	 Melakukan peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah
Republik Indonesia, melalui kegiatan Pencegahan, Pemadaman, dan Penanganan
pasca kebakaran/pemulihan.
b.	 Melakukan kerja sama dan saling berkoordinasi untuk melaksanakan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan.
c.	 Meningkatkan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan untuk kegiatan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
d.	 Meningkatkan penegakan hukum dan memberikan sanksi yang tegas terhadap per-
orangan atau badan hukum yang terlibat dengan kegiatan pembakaran hutan dan
lahan.
2.	 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2009 tanggal 23 Februari
2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan
Peraturan ini memberikan pedoman, dan arahan dalam kegiatan pengendalian. Secara
rinci dijelaskan hal-hal yang harus dilakukan pada fase Pencegahan, Pemadaman, dan
Penanganan pasca pemadaman pada tingkat nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, tingkat
unit pengelolaan hutan, dan tingkat pemegang izin pemanfaatan hutan.
Secara organisasi, pengendalian kebakaran hutan dan lahan ditangani oleh Brigade
Pengendalian Kebakaran Hutan yang dibentuk oleh Menteri Kehutanan dengan nama
Manggala Agni.
DalamperaturaninijugadisebutkanbahwaPemerintahwajibmelakukanpemberdayaan
masyarakat melalui kegiatan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA).
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
12
3.	 Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah
Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai peraturan yang mengatur tentang
kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yaitu :
a.	Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 5 Tahun 2003 tentang
	 Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan.
b.	 Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 77 Tahun 2005 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan
Tengah.
c.	 Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 78 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis
Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah.
d.	 Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah tentang Pembentukan Pos Simpul
Kendali Operasi (Posko) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (diperbaharui
setiap tahun).
B.	 Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
1.	 Organisasi di Tingkat Nasional
Secara umum, sebagai koordinator kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sebagai fungsi koordinasi
pelaksanaan kegiatan adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan
secara khusus, Menteri Kehutanan membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran
Hutan dan Lahan (BRIGDALKARHUT) yang disebut dengan MANGGALA AGNI, dengan
tata hubungan kerja sebagai berikut :
a.	BRIGDALKARHUT tingkat pusat dalam melaksanakan upaya pencegahan
kebakaran hutan dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan desiminasi hot spot,
	 menetapkan keadaan siaga, apel siaga dan kampanye nasional.
b.	Dalam melakukan kegiatannya, BRIGDALKARHUT tingkat pusat melakukan
	 koordinasi secara horizontal dengan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG),
	 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN) dan secara vertikal dengan Gubernur dan Bupati/
Walikota.
2.	 Organisasi Tingkat Daerah (Provinsi Kalimantan Tengah)
Secara umum, struktur organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi
Kalimantan Tengah dapat digambarkan sebagai berikut :
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
13
a.	 Pada Tingkat Provinsi, Satuan Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
disebut Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Pengungsi (SATKORLAK PBP) yang diketuai oleh Gubernur dengan unsur-unsurnya
sebagai berikut :
1)	 Wakil Gubernur selaku Ketua Pelaksana Harian.
2)	 Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah selaku Wakil Ketua I.
3)	 Komandan Korem 102/Panju Panjung selaku Wakil Ketua II.
4)	 Sekretaris Daerah selaku Sekretaris.
5)	 Kepala Badan LinmasKesbang dan Satpol PP selaku Wakil Sekretaris.
6)	 Dinas Propinsi, Lembaga, Badan dan Instansi Vertikal terkait lainnya.
7)	 Dunia Usaha.
8)	 Satuan Organisasi Kemasyarakatan Lainnya.
b.	 Pada tingkat Kabupaten/Kota, Satuan Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan
dan Lahan disebut Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Pengungsi (SATLAK PBP) yang diketuai oleh Bupati/Walikota dengan unsur-unsur
nya sebagai berikut :
1)	 Wakil Bupati selaku Ketua Pelaksana Harian.
2)	 Kepala Kepolisian Resort Kabupaten/Kota selaku Wakil Ketua I.
3)	 Komandan Kodim selaku Wakil Ketua II.
STRUKTUR KELEMBAGAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Tingkat PROVINSI:
SATKORLAK PBP
PUSDALKARHUTLA
Tingkat
Kabupaten:
SATLAK PBP
SATLAK
DALKARHUTLA
Tingkat Kecamatan
ke Bawah:
SATGAS PBP
SATGAS/TIM SERBU API
KAMPUNG
Keterangan:
	 :	 Garis Koordinasi
	 :	 Garis Komando
	 :	 Garis Mobilisasi
HUTAN DAN LAHAN
Pengusaha,
LSM dan
Masyarakat
Tingkat
Kecamatan
Pengusaha,
LSM dan
Masyarakat
Tingkat
Provinsi
Pengusaha,
LSM dan
Masyarakat
Tingkat
Kabupaten
St. BMG,
Perg. Tinggi,
Tim SAR,
AU, TNI/POLRI,
LINMAS, dll
St. BMG, Perg.
Tinggi,Tim SAR,
AU, TNI/POLRI,
LINMAS, dll
BALAI Tmn,
Nas,
DAOPS
Instansi Terkait
Kabupaten
Satgas/
Brigdalkar
CAMAT
KADES/
LURAH
SATGAS/
TSA
KAMPUNG:
LAHAN
BLH
KAB./KOTA
BUPATI
KETUA
STLAK
BLH
PROP. KALTENG
GUBERNUR
KETUA SATKORLAK
Instansi Terkait
PROVINSI
Satgas/
Brigdalkar
BALAI KSDA
Manggala Agni
SUB
SEKSI
DAOPS
SATGAS
DLAKAR
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
14
4)	 Sekretaris Daerah selaku Sekretaris.
5)	 Dinas Linmas Kesbang dan Satpol PP selaku Wakil Sekretaris.
6)	 Dinas Kabupaten/Kota, Lembaga, Badan dan Instansi Vertikal terkait lainnya.
7)	 Dunia Usaha.
8)	 Satuan Organisasi Kemasyarakatan Lainnya.
c.	 Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat kecamatan dan
desa disebut dengan Satuan Tugas (SATGAS) atau Brigade Pengendalian Kebakaran
Hutan dan Lahan (BRIGDALKAR) :
1)	 SATGAS BRIGDALKAR adalah Brigade yang terdiri dari beberapa regu pemadam
		 dan mempunyai tugas utama untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan
		 dan lahan.
2)	Regu-regu SATGAS BRIGDALKAR berkedudukan di masing-masing instansi
		 terkait dan Unit-unit kerja Badan Usaha (HPH, HTI, Perkebunan, Pertambangan)
		 maupun Organisasi Kemasyarakatan setempat.
3)	 SATGAS dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Kerja setempat. Idealnya
		 terdiri dari 20 (dua puluh) orang dengan pemimpin seorang ketua regu yang
		 berpengalaman.
4)	 Pada tingkatan paling kecil (Desa, kelurahan dan satuan masyarakat lainnya)
		 SATGAS BRIGDALKAR disebut Tim Serbu Api Kampung atau Masyarakat Peduli
		 Api.
C.	Rangkuman
Di tingkat Nasional sebagai koordinator kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan
lahan adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sebagai fungsi koordinasi
pelaksanaan kegiatan adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Secara
teknis Menteri Kehutanan membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
yang disebut dengan Manggala Agni.
Di tingkat Provinsi, organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan disebut dengan
SATKORLAK PBP yang diketuai oleh Gubernur. Pada tingkat Kabupaten disebut dengan
SATLAK PBP dimana Bupati sebagai Ketuanya. Pada tingkat paling bawah disebut sebagai
SATGAS BRIGDALKAR yang berkedudukan di masing-masing instansi terkait dan Unit-unit
kerja Badan Usaha, maupun Organisasi Kemasyarakatan setempat. Pada Level Masyarakat,
SATGAS biasa disebut Tim Serbu Api Kampung (TSAK).
D.	Latihan
Peserta dibagi ke dalam kelompok sesuai asal Kabupaten, diminta menjelaskan dan
mendiskusikan mengenai struktur lembaga pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari
Tingkat Kabupaten sampai tingkat Desa yang ada di wilayahnya masing-masing.
E.	 Evaluasi Hasil belajar
1.	 Jelaskan struktur organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat
Provinsi dan Kabupaten.
2.	 Jelaskan struktur organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat
Kecamatan/Desa anda masing-masing.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
15
4TUGAS, FUNGSI DAN MEKANISME
KOORDINASI LEMBAGA
A.	 Tugas Pokok Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Instansi yang terkait dengan tugas pokok ini antara lain:
1.	 Badan Meteorology dan Geofisika (BMG) setempat, bertugas antara lain :
a.	 Memantau perkembangan cuaca terakhir dan melakukan analisis terhadap awal
datang dan kemungkinan lama berlangsungnya musim kemarau di wilayah
kerjanya.
b.	 Melaporkan hasil pemantauan dan analisis kepada ketua SATKORLAK PBP selaku
penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan
pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.
c.	 Memberi masukan data/informasi yang diperlukan kepada instansi lain yang terkait.
d.	 Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai peringatan
	 dini untuk peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
2.	 Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain :
a.	 Memantau perkembangan sebaran titik panas (hot-spot) melalui data satelit dan
melakukan analisis terhadap perkiraan terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang
mencakup letak, perkiraan luas dan sifatnya.
b.	 Memantau dan menganalisis kualitas lingkungan hidup akibat terjadinya kebakaran
hutan dan lahan, khususnya kualitas udara dari bencana kabut asap.
c.	 Melaporkan hasil pemantauan dan analisis kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku
penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan
pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.
d.	 Memberi masukan data/informasi yang diperluan kepada instansi lain yang terkait
e.	 Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai peringatan
	 dini untuk peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
f.	 Memberikan penyuluhan pengelolaan lingkungan hidup yang terkait dengan upaya
pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat luas.
B.	 Tugas Operasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Instansi yang terkait dengan tugas pokok ini antara lain:
1.	 Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain :
a.	 Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan,
khususnya yang terjadi di dalam kawasan Hutan Negara, meliputi Kawasan Hutan
Produksi dan Hutan Lindung.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
16
b.	 Melakukan penyuluhan, pembinaan dan pemantauan kesiapan dan pelaksanaan
kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada perusahaan kehutanan
(HPH/HPHTI).
c.	 Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian
bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian
terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan.
d.	Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua SATKORLAK PBP selaku
penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan
pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.
3.	 Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain :
a.	 Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran, khususnya yang
terjadi di areal perkebunan.
b.	Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya
	 pelanggaran pembakaran lahan areal perusahaan perkebunan.
c.	 Melakukan penyuluhan, pembinaan dan pemantauan kesiapan dan pelaksanaan
kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan kepada
perusahaan perkebunan.
d.	 Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian
bantuan sumber daya pemadaman dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan.
e.	Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku
penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan
pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.
4.	 Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain:
a.	 Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran, khususnya yang
terjadi di lahan pertanian/perladangan masyarakat.
b.	 Melakukan penyuluhan dan pembinaan tentang pengolahan lahan tanpa bakar dan
pembakaran terkendali kepada masyarakat petani/peladang.
c.	 Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian
bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian
terhadap setiap kejadian.
d.	Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku
penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan
pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.
5.	 Instansi vertikal di daerah yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Kalimantan Tengah, bertugas antara lain :
a.	 Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan,
khususnya yang terjadi di dalam kawasan konservasi.
b.	 Melakukan penyuluhan dan pembinaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
kepada masyarakat di sekitar kawasan konservasi.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
17
c.	 Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian
bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian
terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan.
d.	Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku
penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kaliamantan Tengah sebagai bahan
pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.
C.	 Tugas Pemantauan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Pada prinsipnya seluruh dinas, badan, lembaga dan instansi vertikal terkait lainnya bertugas
dan bertanggung jawab untuk memberikan bantuan sumberdaya yang diperlakukan
dalam pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dalam suatu kerjasama operasional lintas sektor.
D.	 Mekanisme Koordinasi
Koordinasi menurut Djamin (2003) adalah suatu usaha kerjasama antara badan, instansi,
unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sehingga terdapat saling mengisi, membantu
dan melengkapi.
1.	 Tipe dan Tujuan Koordinasi
a.	 Tipe Koordinasi dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1)	 Koordinasi Vertikal
adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan
terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah
wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua
aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi
vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan
sanksi kepada aparat yang sulit diatur.
2)	 Koordinasi Horizontal
adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan
penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan dalam tingkat
organisasi (aparat) yang setingkat.
b.	 Manfaat Koordinasi
Secara umum koordinasi mempunyai manfaat sebagai berikut :
1)	 Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain, antara
		 satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi.
2)	Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau
		 pejabat merupakan yang paling penting.
3)	Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam
		 organisasi.
4)	 Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktifitas dalam
		 organisasi.
5)	 Menimbulkan kesadaran untuk saling membantu.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
18
2.	 Mekanisme Koordinasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan
a.	 Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada dasarnya dilakukan
	 sepanjang tahun secara terus menerus dengan cara penyuluhan-penyuluhan,
pelatihan serta mempersiapkan sarana prasarana guna menunjang upaya
penangkalan terhadap bahaya terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan.
b.	 Pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada masing-masing tata guna pada
prinsipnya menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing
badan, lembaga, dinas maupun instansi vertikal yang terkait di daerah sesuai
	 dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang telah ditetapkan.
c.	 Pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan dilakukan oleh satuan tugas/brigade
pengendalian kebakaran yang dibentuk pada tiap satuan pelaksana lapangan yang
berada pada masing-masing instansi terkait.
d.	Anggota Satgas/Brigdalkar terdiri dari aparat pemerintah dibantu oleh regu
Brigdalkar pengusahaan hutan/Perkebunan dan berbagai elemen masyarakat yang
sudah dilatih.
e.	 Dalam hal kejadian kebakaran yang berukuran cukup besar, Satgas/Brigdalkar
dibantu unsur-unsur tenaga bantuan dan tenaga cadangan.
f.	 Dalam setiap kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan harus didasarkan
pada prinsip kebersamaan melalui koordinasi dan kerja sama operasional lintas
sektor dan lintas kabupaten/kota.
g.	 Tenaga inti Satgas/Brigdalkar di lapangan adalah petugas/aparat terlatih yang sudah
dibentuk/dipersiapkan berupa beberapa regu pemadam kebakaran pada masing-
masing instansi terkait (sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya).
h.	 Tenaga bantuan adalah regu pemadam badan usaha dan elemen masyarakat.
i.	 Tenaga cadangan di Tingkat Provinsi berasal dari kekuatan ABRI dan Polri yang
digerakkan atas perintah Gubernur selaku penanggung jawab PUSDALKARHUTLA
Propinsi.
E.	Rangkuman
Secara umum tugas instansi dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu tugas pokok, tugas
operasional dan tugas pemantuan. Tugas pokok pengendalian kebakaran hutan dan
lahan diemban oleh Instansi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan Instansi Badan
Lingkungan Hidup. Tugas Operasional dibebankan kepada instansi Dinas Kehutanan,
Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian dan BKSDA sementara tugas pemantauan secara
umum diserahkan kepada semua instansi untuk memberikan bantuan sumberdaya yang
diperlukan.
Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan
tugas-tugas tertentu sehingga terdapat saling mengisi, membantu dan melengkapi.
Koordinasi sangat penting agar semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing
individu bisa membantu tercapainya tujuan organisasi.
F.	Latihan
Beberapa peserta diminta untuk menjelaskan tugas dan fungsi organisasi/instansi yang ada
di Kabupaten dan di Kecamatan/Desa-nya masing-masing dan menganalisa apakah sudah
berfungsi sesuai tugasnya masing-masing.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
19
G.	 Evaluasi Hasil belajar
1.	 Jelaskan instansi yang mempunyai tugas operasional di wilayah saudara.
2.	 Adakah lembaga/instansi yang terlibat dalam tugas pemantauan di wilayah saudara?
Jelaskan.
3.	 Jelaskan mekanisme koordinasi dengan contoh yang terjadi pada lingkungan saudara.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
20
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
21
5SISTEM INFORMASI
DAN PELAPORAN
A.	 Konsep Sistem Informasi
Menurut Ludwig Von Bartalanfy (2005) sistem diartikan sebagai suatu kumpulan atau
himpunan dari unsur atau komponen yang terorganisir, saling berinteraksi, saling tergantung
satu sama lain, dan terpadu.
Informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang
lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian
yang nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan (Jerry FithGerald, 2000). Informasi
merupakan data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasi untuk digunakan
dalam proses pengambilan keputusan.
Sistem informasi dalam suatu pemahaman yang sederhana dapat didefinisikan sebagai
satu sistem yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang
serupa. Para pemakai biasanya tergabung dalam suatu organisasi formal, atau lembaga.
Informasi menjelaskan mengenai organisasi atau mengenai apa yang telah terjadi di masa
lalu, apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang mungkin akan terjadi di masa yang
akan datang tentang organisasi tersebut (Edy Sudibyo, 2007).
B. 	 Komponen Sistem Informasi
Komponen sistem informasi terdiri dari: orang, prosedur, perangkat keras, perangkat lunak,
data, jaringan komputer dan komunikasi, sebagai berikut:
1.	 Orang atau personil yang dimaksudkan yaitu operator komputer, analis sistem,
	 operator, personil data entry.
2.	 Prosedur, disediakan dalam bentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi.
3.	 Perangkat Keras, terdiri atas komputer (pusat pengolah, unit masukan/keluaran),
peralatan penyiapan data, dan terminal (tempat penyimpanan).
4.	 Perangkat Lunak. Seperti sistem pengoperasian, program komputer dan sistem
manajemen data.
5.	 Basis Data. File yang berisi program dan data dibuktikan dengan adanya media
penyimpanan secara fisik seperti diskette dan hard disk.
6.	 Jaringan Komputer adalah sebuah kumpulan komputer yang terhubung dalam satu
kesatuan sehingga memungkinkan pengguna jaringan komputer dapat saling bertukar
dokumen dan data satu sama lain.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
22
C.	 Sistem Informasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan
Sistem Informasi berperan penting dan selalu digunakan pada 5 komponen pengendalian
kebakaran hutan dan lahan (Analisa, Pencegahan, Persiapan, Respon/penanggulangan
dan restorasi). Contoh penggunaan sistem informasi adalah deteksi hotspot dari satelit
NOAA. Penjelasan lebih lanjut tentang penggunaan sistem informasi pada kegiatan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan pada subpokok bahasan siklus pengendalian.
D.	Pelaporan
1.	Administrasi
a.	 Prosedur surat-menyurat dengan berbagai instansi sesuai ketentuan yang berlaku.
b.	Laporan
1)	 Laporan kejadian kebakaran.
Dilakukan pada kesempatan pertama sesaat setelah terjadinya kebakaran oleh
petugas/aparat atau masyarakat yang melihat adanya kejadian kebakaran
kepada POSKO Kebakaran terdekat, laporan diteruskan kepada POSKO yang
lebih tinggi.
2)	 Laporan periodik.
Dilakukan pada tiap minggu, dua minggu, bulanan, triwulan dan tahunan.
3)	 Laporan khusus.
Dilakukan pada hal-hal yang bersifat khusus atau laporan mengenai kejadian
kebakaran yang sedang/telah terjadi.
E.	Rangkuman
Sistem informasi didefinisikan sebagai satu sistem yang menyediakan informasi bagi
beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Komponen Sistem Informasi terdiri
dari: orang, prosedur, perangkat keras, perangkat lunak, data, jaringan komputer dan
komunikasi.
Pelaporan dilakukan pada kesempatan pertama sesaat setelah terjadinya kebakaran oleh
petugas/aparat atau masyarakat yang melihat adanya kejadian kebakaran kepada POSKO
Kebakaran terdekat, laporan diteruskan kepada POSKO yang lebih tinggi.
F.	Latihan
Beberapa peserta diminta menjelaskan tentang sistem informasi yang sudah ada di
wilayahnya.
G.	 Evaluasi Hasil Belajar
1.	 Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem informasi dan komponen yang ada di
dalamnya.
2.	 Jelaskan jenis pelaporan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
23
6RENCANA KERJA LEMBAGA
Keberhasilan suatu daerah dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan sangat
ditentukan oleh pengerahan potensi dan sumberdaya yang ada, baik yang berada di
wilayahnya maupun dari luar wilayahnya. Pengerahan sumberdaya sebagai salah satu
upaya penanggulangan bencana yang berfungsi menginventarisasi dan memobilisasi agar
penanggulangan bencana dapat berjalan optimal. Diperlukan perencanaan yang matang agar
pengendalian kebakaran hutan dan lahan berjalan dengan baik.
A.	 Konsep Perencanaan
Sebagian besar dari keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan berawal dari perencanaan,
jika salah dalam merencanakan sama artinya dengan kita merencanakan kegagalan.
1.	 Pengertian Perencanaan
	 Perencanaan adalah proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada
waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Unsur yang
ada dalam perencanaan adalah :
a.	 Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta.
b.	 Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan
yang akan dilakukan.
c.	 Adanya tujuan yang ingin dicapai.
d.	Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan-
kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan.
e.	 Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan.
2.	 Aspek Perencanaan
	 Aspek/hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana adalah:
a.	 Aspek Lingkungan
	 Perlu diperhatikan secara serius, karena memiliki dampak yang sangat besar
terhadap berhasil tidaknya program terutama yang terkait dengan masalah-masalah
kemasyarakatan.
b.	 Aspek Potensi dan Masalah
	 Merupakan dua hal yang sangat penting dan perlu diketahui oleh setiap perencana.
Pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan.
c.	 Aspek Institusi Perencana
	 Institusi perencana harus benar-benar berperan sebagai pelaksana fungsi dalam
bidang perencanaan dan bertanggung jawab secara penuh atas hasilnya.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
24
d.	 Aspek Ruang dan Waktu
	 Harus jelas menggambarkan suatu kebutuhan dalam ruang dan waktu yang tepat.
e.	 Aspek Legalisasi Kebijakan
	 Merencanakan sesuatu harus sesuai dengan batasan-batasan peraturan yang telah
ditetapkan.
B.	 Teknik Menyusun Program/Rencana Kerja
Rencana kerja adalah alat untuk perencanaan selama jangka waktu tertentu yang
mengidentififkasikan masalah yang harus diselesaikan dan cara yang dipakai untuk
menyelesaikannya.
Metode sederhana untuk memulai menyusun rencana adalah dengan membuat
pertanyaan :
1.	 KENAPA	 :	 program itu perlu dibuat.
2.	 APA	 :	 yang ingin dihasilkan oleh program tersebut.
3.	 BAGAIMANA	:	 program akan bekerja untuk mencapai hasil yang diinginkan tersebut.
4.	 DARI MANA	 :	 data-data diperoleh untuk menghasilkan program secara objektif.
5.	 YANG MANA	:	faktor-faktor lingkungan mana saja yang perlu diawasi demi
			 keberhasilan program.
C.	 Isi Rencana Kerja
Dalam menyusun rencana kerja secara umum harus berisi hal-hal sebagai berikut :
1.	 Pendahuluan dan Latar Belakang (Masalah)
2.	 Tujuan dan Sasaran (Keluaran)
3.	 Sumberdaya dan Kendala (Masukan)
4.	 Strategi dan Tindakan (dari masukan untuk keluaran)
5.	 Lampiran (Anggaran, Jadwal, dll)
D.	 Rencana Kerja dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan
Pijakan utama dalam menyusun rencana kerja adalah 5 komponen pengendalian kebakaran
hutan dan lahan, yaitu: Analisa, Pencegahan, Persiapan, Respon dan Restorasi/Rehabilitasi.
Pada 5 komponen tersebut harus diisi dengan rencana kerja/kegiatan yang disesuaikan
dengan kondisi lingkungan masing-masing.
E.	Rangkuman
Perencanaan adalah proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada
waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.
Rencana Kerja adalah alat untuk perencanaan selama jangka waktu tertentu yang
mengidentififkasikan masalah yang harus diselesaikan dan cara yang dipakai untuk
menyelesaikannya.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
25
F.	Latihan
Peserta dikelompokkan berdasarkan asal kabupaten, dan diminta menyusun rencana kerja
pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
G.	 Evaluasi Hasil Belajar
1.	 Jelaskan apa yang disebut dengan perencanaan dan unsur yang ada di dalamnya.
2.	 Jelaskan tentang Rencana Kerja dan apa saja yang harus ada dalam dokumen rencana
kerja.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
26
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
27
7PENUTUP
Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana yang hampir setiap tahun selalu berulang. Berbagai
upaya untuk menekan jumlah kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan baik secara preventif
maupun penegakan hukum dengan segala perangkat hukum dan peraturan perundang-undangan
serta kebijakan dari Pusat sampai tingkat Provinsi.
Modul Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan dan Lahan, sebagai acuan bahan ajar Diklat
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat merupakan salah satu upaya untuk
memberi pemahaman kepada masyarakat sehingga diharapkan bencana kebakaran hutan dan
lahan di Kalimantan Tengah akan terus berkurang tanpa mengorbankan kepentingan dan pola
hidup masyarakat sendiri.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selesainya penyusunan
modul ini.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
28
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
29
DAFTAR PUSTAKA
Alqadrie, Syarif (1994). DampakPerusahaanPemegangHPHdanPerkebunanterhadapSosialBudaya
Penduduk Setempat di Kalimantan Barat. Jakarta : PT.Grasindo.
Barner dan Scweithelm (2000). Pengadilan oleh Api. Kebakaran Hutan dan Kebijakan Kehutanan di
Masa Krisis dan Reforrmasi Indonesia. Jakarta : Worl Resourches Intitute.
Rintuh Cornelis (2002). Modal Keluar dalam Ekspolitasi Kayu dan Dampaknya Terhadap
Perekonomian Rakyat. Mubes II Damang Kepala Adat Se Kalimantan Tengah di Palangka
Raya.
Sailillah, Johanes (1977). Hukum Adat Kalimantan Tengah. Palangka Raya : lembaga Bahasa dan
Seni Universitas Palangka Raya.
Usop, SR.dkk. (1995). Profil Ladang Berpindah di Kalimantan Tengah. Kerjasama Pusat Penelitian
Kebudayaan Dayak, LPM Unpar dengan Bappeda Prov. Kalteng. 	
____________(1995). Profil Kebudayaan Dayak Kalimantan Tengah. Kerjasama Pusat Penelitian
kebudayaan Dayak dengan Bappeda Prov. Kalteng.
____________(2005). Identifikasi Kawasan Pahewan di Kalimantan Tengah. Kerjasama LMMDD-KT
dengan WWF-Indonesia, Kalteng.				
Peraturan Daerah
Biro Pemerintahan Desa, Setwilda Tingkat I Kalimantan Tengah (1996). Lembaga Kedamangan
dan Hukum Adat Dayak Ngaju di Provinsi Kalimantan Tengah.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat
di Kalimantan Tengah.				
Peraturan Daerah Provinsi KalimantanTengah Nomor 1Tahun 2010Tentang Perubahan Peraturan
Daerah Provinsi kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat di
Kalimantan Tengah.				
Peraturan Gubernur KalimantanTengah Nomor 13Tentang Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan
Tengah Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Kelembagaan Adat di Kalimantan Tengah.
Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perubahan Peraturan
Gubernur Kalimantan tengah Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Tanah Adat di Atas Tanah di Provinsi
Kalimantan Tengah.
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
30
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
31
BIODATA PENULIS
Dr. Sidik R. Usop, MS
Lahir di Kapuas, 29 Maret 1954 telah menamatkan studi S3 Ilmu Sosial pada
tahun 2009 pada Pasca Sarjana Unair di Surabaya. Kesehariannya adalah dosen
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Palangka Raya dan sebagai
Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Kebudayaan Dayak, Yayasan Pandohop
Tabela Palangka Raya. Selain itu, yang bersangkutan juga aktif sebagai anggota
Komda REDD+ Provinsi Kalimantan Tengah.
Mukti Aji, S.Hut, M.Si
Lahir di Desa Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas pada tanggal
24 Desember 1975 adalah anak ke-9 dari 12 bersaudara pasangan Mukhlas
Syaifurahman dan Muslimah. Meraih gelar Sarjana Kehutanan pada tahun 1999
di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,
kemudian melanjutkan kuliah di Program Magister Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Universitas Palangka Raya, dan meraih gelar M.Si pada
tahun 2009.
Eddy Subahani, S.Hut
Lahir di Pahandut, Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah pada tanggal
18 September 1972. Kuliah di Universitas PGRI Fakultas Hukum. Sebelum aktif
di WALHI, menjadi anggota sebuah organisasi KPA (Kelompok Pecinta Alam)
Green Rescue pada tahun 1995 di Palangka Raya. Menjadi volunteer di Yayasan
Tahanjungan Tarung (YTT) pada tahun 1999. Saat ini masih menjabat sebagai
Direktur Pelaksana Perhimpunan Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan
(POKKERSHK)danLayananInformasidandata-basediSimpulLayananPemetaan
Partisipatif Kalimantan Tengah (SLP2KT).
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
32
MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
i
DASAR-DASAR KEBAKARAN
HUTAN DAN LAHAN
Penyang, S.Hut, MP
Santosa Yulianto, S.Hut,M.Sc
ii
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Penulis:
Penyang, S.Hut, MP
Sentosa Yulianto, S.Hut, MP
Editor:
Mayang Meilantina
Yulius Saden
Emanuel Migo
Diterbitkan oleh:
Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+
iii
Kata Pengantar .........................................................................................................................................................................	i
Daftar Isi ........................................................................................................................................................................................	v
1.	PENDAHULUAN......................................................................................................	1
A.	 Latar Belakang....................................................................................................................................................	1
B.	 Ruang Lingkup...................................................................................................................................................	2
C.	 Maksud dan Tujuan.........................................................................................................................................	2
D.	 Tujuan Pembelajaran......................................................................................................................................	2
	 1. Tujuan Pembelajaran Umum...............................................................................................................	2
	 2. Tujuan Pembelajaran Khusus...............................................................................................................	2
E.	 Pokok Bahasan...................................................................................................................................................	2
2.	 PENGERTIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN, SERTA SEGITIGA API.............	3
A.	 Pengertian Kebakaran Hutan dan Lahan...........................................................................................	3
B.	 Segitiga Api..........................................................................................................................................................	3
C.	 Ekosistem Hutan Gambut...........................................................................................................................	5
D.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	6
E.	Latihan.....................................................................................................................................................................	6
F.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	6
3.	 PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.....................................................	7
A.	 Penyebab Kebakaran Hutan......................................................................................................................	7
B.	 Akibat Kebakaran Hutan..............................................................................................................................	9
C.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	10
D.	Latihan.....................................................................................................................................................................	10
E.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	10
4.	 DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN........................................................ 	11
A.	 Dampak Positif...................................................................................................................................................	11
B.	 Dampak Negatif................................................................................................................................................	11
C.	 Dampak Kebakaran Gambut.....................................................................................................................	11
D.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	12
E.	Latihan.....................................................................................................................................................................	12
F.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	12
5.	 SIFAT DAN PERILAKU API......................................................................................	13
A.	 Bagian-bagian Api............................................................................................................................................	13
B.	 Sifat dan Perilaku Api......................................................................................................................................	14
C.	 Sifat Kebakaran Gambut..............................................................................................................................	21
DAFTAR ISI
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
iv
D.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	22
E.	Latihan.....................................................................................................................................................................	23
F.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	23
6.	 TIPE KEBAKARAN HUTAN DAN PROSES PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN...	25
A.	 Tipe Kebakaran Hutan ..................................................................................................................................	25
B.	 Proses Penyebaran Kebakaran Hutan dan Lahan.........................................................................	25
C.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	26
D.	Latihan.....................................................................................................................................................................	26
E.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	26
7.	 SIKLUS PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN...............................	27
A.	 Komponen Manajemen Kebakaran ....................................................................................................	27
B.	 Tindakan Pasca Kebakaran Hutan dan Lahan.................................................................................	30
C.	Rangkuman..........................................................................................................................................................	31
D.	Latihan.....................................................................................................................................................................	31
E.	 Evaluasi Hasil Belajar.......................................................................................................................................	31
Daftar Pustaka.............................................................................................................................................................................	33
Biodata Penulis .........................................................................................................................................................................	35
Daftar Gambar ...........................................................................................................................................................................	37
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
1
1PENDAHULUAN
A. 	 Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan terjadi sebagai akibat tidak terkendalinya penggunaan api atau
faktor alam yang berdampak langsung atau tidak langsung, baik secara fisik maupun hayati.
Peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun pada musim
kemarau. Tercatat beberapa kejadian besar kebakaran hutan dan lahan, yaitu pada tahun
1982/1983, 1987, 1991, 1994, 1997/1998, 2002, 2005, dan 2006.
Berdasarkan data hotspots Satelit NOAA-18 dari Kementerian Kehutanan, salah satu
provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan adalah Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya
kebakaran lahan dan hutan di provinsi ini terjadi pada lahan gambut, sehingga relatif sulit
dipadamkan dan menimbulkan kabut asap.
Data dari BKSDA Kalimantan Tengah mencatat bahwa kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Kalteng sebagian besar disebabkan oleh perbuatan manusia. Hal ini dilakukan oleh
masyarakat sebagai bagian dari kegiatan penyiapan lahan bagi kegiatan penanaman,
maupun untuk membersihkan lahan terbengkalai, yang dianggap efektif dan efisien.
Dengan membakar, sebagian masyarakat beranggapan bahwa pekerjaan pembersihan
lahan menjadi lebih cepat, mudah dan murah.
Disadari maupun tidak, dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan sangat
luas, antara lain kerusakan ekologi, menurunnya keanekaragaman sumber daya hayati dan
ekosistemnya, serta penurunan kualitas udara. Dampak kebakaran menyangkut berbagai
aspek, baik fisik maupun non fisik, langsung maupun tidak langsung pada berbagai sektor,
berskala lokal, nasional, regional, maupun global. Disebutkan antara lain pada aspek
kesehatan, penurunan kualitas lingkungan hidup (kesuburan lahan, biodiversitas,
pencemaran udara, dst.), emisi Gas Rumah Kaca yang selanjutnya menimbulkan
pemanasan global dan perubahan iklim. Syumanda (2003) menyebutkan adanya 4 (empat)
aspek penting sebagai dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan yaitu
dampak terhadap sosial, budaya dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan
lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, dampak terhadap perhubungan
dan pariwisata.
Tacconi (2003) menyebutkan bahwa kebakaran yang mengakibatkan degradasi hutan dan
deforestasi menelan biaya ekonomi hingga 1,62-2,7 miliar dolar. Biaya akibat pencemaran
kabut asap sekitar 674-799 juta dolar, dan biaya ini kemungkinan lebih tinggi karena
perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis yang tidak tersedia. Sedangkan menurut
Raflis dan Khunaifi (2008), pada awal Juni (2-12 Juni 2003) dengan teori sederhana, bencana
kebakaran Propinsi Kalteng dalam kurun waktu 10 hari saja telah menimbulkan angka
kerugian sebesar 19 milyar lebih.
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
2
Berdasarkan kondisi di atas, maka pemerintah melalui Kementerian Kehutanan bekerjasama
dengan berbagai berbagai elemen di Provinsi Kalimantan Tengah (pemerintah daerah,
akademisi dan masyarakat), menyusun modul Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan
sebagai bagian dari upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada
masyarakat, guna menumbuhkan kesadaran akan pentingnya mengantisipasi bencana
yang diprediksi terjadi setiap tahun ini.
B.	 Ruang Lingkup
Dalam mata diklat Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan ini disampaikan selama 2 jam
pelajaran teori dan latihan (JPL) dengan durasi 2 x 45 menit, dengan pokok bahasan yaitu
pengertian kebakaran hutan dan lahan serta segi tiga api, penyebab kebakaran hutan,
sifat dan perilaku api, tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan, dan
siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sebagai bekal bagi instruktur pada saat
mengajar sesuai dengan mata diklat yang dia punya.
C.	 Maksud dan Tujuan
Modul ini disusun sebagai acuan dan pedoman bagi para peserta diklat TOT (Training of
Trainer) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat, khususnya yang
diselenggarakan oleh Training Center REDD+ Palangka Raya dan umumnya para instruktur
yang melakukan kegiatan pembelajaran. Adapun tujuannya adalah memudahkan peserta
diklat mempelajari dan memahami materi Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan,
sehingga diharapkan dapat mencapai hasil yang lebih efektif dan efisien.
D.	 Tujuan Pembelajaran
1.	 Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu
memahami dan menjelaskan tentang dasar-dasar kebakaran hutan dan lahan.
2.	 Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diharapkan mampu:
a.	 Menjelaskan pengertian kebakaran hutan dan lahan, serta segi tiga api.
b.	 Menjelaskan penyebab kebakaran hutan.
c.	 Menjelaskan sifat dan perilaku api.
d.	 Menjelaskan tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan.
e.	 Menyusun siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
E. 	 Pokok Bahasan
Pokok bahasan modul dasar-dasar kebakaran hutan dan lahan ini meliputi :
1. 	 Pengertian kebakaran hutan dan lahan serta segitiga api
2. 	 Penyebab kebakaran hutan dan lahan
3. 	 Dampak kebakaran hutan dan lahan
4. 	 Sifat dan perilaku api
5. 	 Tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan
6. 	 Siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
3
2PENGERTIAN KEBAKARAN HUTAN
DAN LAHAN, SERTA SEGITIGA API
A. 	 Pengertian Kebakaran Hutan dan Lahan
Ada beberapa pengertian mengenai kebakaran hutan dan lahan, antara lain:
1.	 Menurut Adinugroho et al. (2004), yang dimaksud dengan kebakaran hutan dan lahan
adalah suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh perbuatan manusia, yang
ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta mengkonsumsi bahan bakar hutan
dan lahan yang dilaluinya.
2.	 Kebakaran hutan dan lahan adalah peristiwa terbakarnya hutan dan lahan sebagai
akibat tidak terkendalinya penggunaan api atau faktor alam. Hal ini berdampak
pada perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik atau hayati yang
	 menyebabkan kurang berfungsinya hutan atau lahan (BNPB, 2008).
3.	 Kebakaran hutan dan atau lahan adalah suatu keadaan dimana hutan/lahan dilanda
api mengakibatkan kerusakan sumber daya hutan dan hasil hutan/lahan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan (Keputusan Gubernur
	 Kalimantan Tengah Nomor 78 Tahun 2005).
B.	 Segitiga Api
Segi tiga api adalah bentuk sederhana untuk menggambarkan proses pembakaran dan
aplikasinya. Ada tiga sisi dari segi tiga api yaitu sumber panas/api, oksigen dan bahan bakar
(Davis, 1959 dalam Boer, 1995).
1.	 Sumber Panas/Api
Sumber panas/api yang dapat menyebabkan terjadinya proses pembakaran bisa
berasal dari sinar matahari atau dari api itu sendiri. Sumber panas/api ini adalah salah
satu dari rantai atau sisi segi tiga api. Sumber panas yang berasal dari matahari biasanya
membutuhkan media lain untuk dapat menimbulkan api, misalnya batu bara atau kayu
yang disinari oleh matahari menjadi kering kemudian batu bara atau kayu tersebut
bergesekan satu dengan yang lainnya maka menimbulkan panas yang lebih besar,
maka terjadilah pembakaran. Untuk mencapai titik penyalaan diperlukan temperatur
antara 220–2500
C.
2.	Oksigen
Dari tiga sisi atau rantai segi tiga api, diantaranya adalah oksigen (O0
) yang selalu
tersedia di atmosfir atau udara. Jika tidak ada oksigen maka tidak akan terjadi proses
pembakaran.
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
4
3.	 Bahan Bakar
Dalam proses kebakaran hutan, sumber bahan bakar dapat berasal dari:
a.	 Semak belukar atau pohon-pohon yang kering.
b.	 Serasah atau humus yang kering.
c.	 Sisa hasil pembalakan/penebangan pohon.
d.	 Bahan bakar lainnya yang ada di dalam hutan.
Peluang terjadinya proses pembakaran pada bahan bakar dengan kadar air ≤ 5 %.
Hilangnya satu atau lebih dari tiga sisi ini sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar
1, maka tidak akan terjadi suatu kebakaran. Segi tiga api dapat divisualisasikan sebagai
dasar hubungan reaksi berantai dari pembakaran. Pemincangan salah satu atau lebih dari
sisi segi tiga api akan merusak atau menghancurkan mata rantai tersebut. Itu berarti kalau
bahan bakar tersedia dalam jumlah banyak tapi tidak ada oksigen, maka pembakaran tidak
dapat berlangsung. Begitu juga bila pembakaran tidak mencapai titik penyalaan yang
berkisar antara 220-2500C, maka pembakaran pun tidak mungkin terjadi (Sumber: Modul
Pencegahan Kebakaran Hutan bagi Polhut, Pusdiklat Kehutanan-ITTO, 2002). Melemahnya
satu atau lebih dari sisi segi tiga api ini juga akan melemahkan rantai tersebut dan
mengurangi laju kebakaran serta intensitas kebakarannya.
Menurut Sukrismanto (2012) dalam disertasinya yang berjudul Sistem Pengorganisasian
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, terkait dengan kebakaran hutan/lahan
diperkenalkan istilah segi empat kebakaran yang meliputi tiga unsur dari segitiga api
ditambah manusia sebagai unsur ke empat.
Gambar 1. Segi Tiga Api
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
5
C. 	 Ekosistem Hutan Gambut
Tanah gambut terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang mati dan sebagian
mengalami perombakan, mengandung minimal 12–18% C organik dengan ketebalan
minimal 50 cm. Secara taksonomi tanah disebut juga sebagai tanah gambut, Histosol atau
Organosol bila memiliki ketebalan lapisan gambut > 40 cm, bila bulk density > 0,1 g/cm3
(Widjaja Adhi, 1986).
Istilah gambut memiliki makna ganda yaitu sebagai bahan organik (peat) dan sebagai tanah
organik (peat soil). Gambut sebagai bahan organik merupakan sumber energi, bahan untuk
media perkecambahan biji dan pupuk organik sedangkan gambut sebagai tanah organik
digunakan sebagai lahan untuk melakukan berbagai kegiatan pertanian dan dapat dikelola
dalam sistem usaha tani (Andriesse, 1988). Terdapat tiga macam bahan organik tanah yang
dikenal berdasarkan tingkat dekomposisi bahan tanaman aslinya (Andriesse, 1988 dan
Wahyunto et al., 2003), yaitu fibrik, hemik dan saprik.
1.	Fibrik
Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi rendah, pada umumnya memiliki
kadar air pada saat jenuh berkisar antara 850% hingga 3.000% dari berat kering oven
bahan, warnanya coklat kekuningan, coklat tua atau coklat kemerah-merahan.
2.	Hemik
Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi sedang, kadar air maksimum pada
saat jenuh air berkisar antara 250-450%, warnanya coklat keabu-abuan tua sampai coklat
kemerah-merahan tua.
3.	Saprik
Bahan gambut ini mempunyai tingkat kematangan yang paling tinggi, kadar air
maksimum pada saat jenuh normalnya < 450%, warnanya kelabu sangat tua sampai
hitam.
Gambut merupakan ekosistem khas yang kaya akan keanekaragaman hayati. Jenis-
jenis floranya, antara lain: Ramin (Gonystylus sp.), Terentang (Camnosperma sp.), Gelam
(Melaleuca sp.), Gembor (Alseodaphne umbeliflora), Jelutung (Dyera costulata), Kapur
naga (Callophyllum soulatri), Belangeran (Shorea belangeran), Perupuk (Lophopetalum
mutinervium), Rotan, Pandan, Palem-paleman dan berbagai jenis liana.
Jenis fauna yang dapat ditemukan di daerah rawa gambut antara lain orang utan, rusa,
buaya, babi hutan, kera ekor panjang, kera ekor pendek berwarna kemerah-merahan,
bekantan, beruk, siamang, biawak, bidaung (sejenis biawak), ular sawah, ular tedung,
beruang madu, macan pohon, berbagai jenis ikan (tapah, lais, baung, haruan, seluang,
lawang, toman, lele, bidawang, sepat, kalui, kapar, bapuyu, lele, biawan) dan berbagai
jenis burung yang memanfaatkan daerah itu sebagai habitat ataupun tempat migrasi
(burung hantu, bubut, tinjau, elang, punai, bangau, walet, serindit, tekukur, beo, pelatuk
dan tingang).
Gambut juga merupakan salah satu penyusun bahan bakar yang terdapat di bawah
permukaan. Gambut mempunyai kemampuan dalam menyerap air sangat besar karena
itu, meskipun tanah di bagian atasnya sudah kering di bagian bawahnya tetap lembab
dan bahkan relatif masih basah karena mengandung air. Sehingga sebagai bahan bakar
bawah permukaan ia memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada bahan bakar permukaan
(serasah, ranting, log) dan bahan bakar atas (tajuk pohon, lumut, epifit). Saat musim
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
6
kemarau, permukaan tanah gambut cepat sekali kering dan mudah terbakar, dan api di
permukaan ini dapat merambat kelapisan bagian bawah/dalam yang relatif lembab. Oleh
karenanya, ketika terbakar, kobaran api tersebut akan bercampur dengan uap air di dalam
gambut dan menghasilkan asap yang sangat banyak.
D.	Rangkuman
1.	 Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun
oleh perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta
mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan yang dilaluinya.
2.	 Segi tiga api adalah bentuk sederhana untuk menggambarkan proses pembakaran
	 dan aplikasinya yang terdiri dari sumber panas/api, oksigen dan bahan bakar.
3.	 Gambut merupakan salah satu penyusun bahan bakar yang terdapat di bawah
	 permukaan dan mempunyai kemampuan dalam menyerap air sangat besar, sehingga
sebagai bahan bakar bawah permukaan ia memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada
bahan bakar permukaan dan bahan bakar atas. Ketika terbakar, kobaran api akan
bercampur dengan uap air di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat
banyak.
E.	Latihan
Salah seorang peserta diminta untuk menggambar segitiga api lalu menjelaskan
keterkaitan masing-masing komponen dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan kepada
peserta lain dalam waktu kurang lebih 5 menit di depan kelas. Peserta lain diharapkan
menyimak dengan seksama dan memberikan masukan yang melengkapi penjelasan yang
disampaikan, setelah penjelasan selesai.
F.	 Evaluasi Hasil Belajar
1.	 Jelaskan pengertian kebakaran hutan dan lahan?
2.	 Sebutkan dan jelaskan sumber bahan bakar dalam peristiwa kebakaran hutan dan
lahan?
DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

More Related Content

What's hot

Materi AMDAL .pptx
Materi AMDAL .pptxMateri AMDAL .pptx
Materi AMDAL .pptxEffrila Nita
 
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan HidupKebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan HidupArmadira Enno
 
Mitigasi bencana kebakaran hutan jambi
Mitigasi bencana kebakaran hutan jambiMitigasi bencana kebakaran hutan jambi
Mitigasi bencana kebakaran hutan jambihenny ferniza
 
Kebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasKebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasdenotsudiana
 
MACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAURMACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAUREDIS BLOG
 
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p dasZaidil Firza
 
Sosialisasi Proklim DLH Kota Bogor1.pptx
Sosialisasi Proklim DLH Kota Bogor1.pptxSosialisasi Proklim DLH Kota Bogor1.pptx
Sosialisasi Proklim DLH Kota Bogor1.pptxHarisM21
 
Bahan tayang diklatsar-analisis isu kontemporer-gol iii-2018
Bahan tayang diklatsar-analisis isu kontemporer-gol iii-2018Bahan tayang diklatsar-analisis isu kontemporer-gol iii-2018
Bahan tayang diklatsar-analisis isu kontemporer-gol iii-2018hadiarnowo
 
Sosialisasi pp 22 tahun 2021 pengelolaan limbah non b3
Sosialisasi pp 22 tahun 2021 pengelolaan limbah non b3Sosialisasi pp 22 tahun 2021 pengelolaan limbah non b3
Sosialisasi pp 22 tahun 2021 pengelolaan limbah non b3Instansi
 
ToR pelatihan peningkatan masyarakat dalam perlindungan keanekaragaman hayati
ToR pelatihan peningkatan masyarakat dalam perlindungan keanekaragaman hayatiToR pelatihan peningkatan masyarakat dalam perlindungan keanekaragaman hayati
ToR pelatihan peningkatan masyarakat dalam perlindungan keanekaragaman hayatiKang Margino
 
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 0111 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01Sudirman Sultan
 
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya AlamKebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya AlamAbdulHalimSolkan
 
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)Heri Romansyah
 
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelabuhan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelabuhan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelabuhan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelabuhan Bondan Winarno
 
Dlh Perling dan Pertek
Dlh   Perling dan PertekDlh   Perling dan Pertek
Dlh Perling dan PertekEra Wibowo
 
Pelaksanaan Konsep Strategis dalam pengelolaan kualitas lingkungan
Pelaksanaan Konsep Strategis dalam pengelolaan kualitas lingkunganPelaksanaan Konsep Strategis dalam pengelolaan kualitas lingkungan
Pelaksanaan Konsep Strategis dalam pengelolaan kualitas lingkunganAshar Asham
 

What's hot (20)

Surat peminjaman LCD Proyektor
Surat peminjaman LCD ProyektorSurat peminjaman LCD Proyektor
Surat peminjaman LCD Proyektor
 
Materi AMDAL .pptx
Materi AMDAL .pptxMateri AMDAL .pptx
Materi AMDAL .pptx
 
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan HidupKebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
 
Mitigasi bencana kebakaran hutan jambi
Mitigasi bencana kebakaran hutan jambiMitigasi bencana kebakaran hutan jambi
Mitigasi bencana kebakaran hutan jambi
 
Kebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasKebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan das
 
MACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAURMACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAUR
 
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
 
Sosialisasi Proklim DLH Kota Bogor1.pptx
Sosialisasi Proklim DLH Kota Bogor1.pptxSosialisasi Proklim DLH Kota Bogor1.pptx
Sosialisasi Proklim DLH Kota Bogor1.pptx
 
Bahan tayang diklatsar-analisis isu kontemporer-gol iii-2018
Bahan tayang diklatsar-analisis isu kontemporer-gol iii-2018Bahan tayang diklatsar-analisis isu kontemporer-gol iii-2018
Bahan tayang diklatsar-analisis isu kontemporer-gol iii-2018
 
Sosialisasi pp 22 tahun 2021 pengelolaan limbah non b3
Sosialisasi pp 22 tahun 2021 pengelolaan limbah non b3Sosialisasi pp 22 tahun 2021 pengelolaan limbah non b3
Sosialisasi pp 22 tahun 2021 pengelolaan limbah non b3
 
Materi inovasi pemanfaatan pekarangan
Materi inovasi pemanfaatan pekaranganMateri inovasi pemanfaatan pekarangan
Materi inovasi pemanfaatan pekarangan
 
ToR pelatihan peningkatan masyarakat dalam perlindungan keanekaragaman hayati
ToR pelatihan peningkatan masyarakat dalam perlindungan keanekaragaman hayatiToR pelatihan peningkatan masyarakat dalam perlindungan keanekaragaman hayati
ToR pelatihan peningkatan masyarakat dalam perlindungan keanekaragaman hayati
 
Bahaya, kerentanan, resiko dan bencana
Bahaya, kerentanan, resiko dan bencanaBahaya, kerentanan, resiko dan bencana
Bahaya, kerentanan, resiko dan bencana
 
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 0111 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
 
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya AlamKebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
 
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
 
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelabuhan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelabuhan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelabuhan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelabuhan
 
Contoh Soal-soal Ahli K3 Umum
Contoh Soal-soal Ahli K3 UmumContoh Soal-soal Ahli K3 Umum
Contoh Soal-soal Ahli K3 Umum
 
Dlh Perling dan Pertek
Dlh   Perling dan PertekDlh   Perling dan Pertek
Dlh Perling dan Pertek
 
Pelaksanaan Konsep Strategis dalam pengelolaan kualitas lingkungan
Pelaksanaan Konsep Strategis dalam pengelolaan kualitas lingkunganPelaksanaan Konsep Strategis dalam pengelolaan kualitas lingkungan
Pelaksanaan Konsep Strategis dalam pengelolaan kualitas lingkungan
 

Similar to Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

Workshop bermanfaat (kebijakan pengembangan hhbk jatim ver 2)
Workshop bermanfaat (kebijakan pengembangan hhbk jatim ver 2)Workshop bermanfaat (kebijakan pengembangan hhbk jatim ver 2)
Workshop bermanfaat (kebijakan pengembangan hhbk jatim ver 2)GAPOKTAN NUSANTARA
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)edit
Resume konsultasi publik edit (upload blog)editResume konsultasi publik edit (upload blog)edit
Resume konsultasi publik edit (upload blog)editkphnganjuk
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)kphnganjuk
 
Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan
Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan HutanMengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan
Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan HutanFatur Fatkhurohman
 
Buku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lahan Gambut
Buku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lahan GambutBuku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lahan Gambut
Buku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lahan GambutFatur Fatkhurohman
 
Panduan_Pengendalian_Kebakaran_Hutan_dan.pdf
Panduan_Pengendalian_Kebakaran_Hutan_dan.pdfPanduan_Pengendalian_Kebakaran_Hutan_dan.pdf
Panduan_Pengendalian_Kebakaran_Hutan_dan.pdfHamdanHalid1
 
Panduan Pengajuan Proposal Pengabdian Masyarakat (1).pdf
Panduan Pengajuan Proposal Pengabdian Masyarakat (1).pdfPanduan Pengajuan Proposal Pengabdian Masyarakat (1).pdf
Panduan Pengajuan Proposal Pengabdian Masyarakat (1).pdfOkiSaputra18
 
Pres Wg Pm Permenhut Mdk Di Kk Sep08
Pres Wg Pm Permenhut Mdk Di Kk Sep08Pres Wg Pm Permenhut Mdk Di Kk Sep08
Pres Wg Pm Permenhut Mdk Di Kk Sep08wgpemberdayaan
 
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSudirman Sultan
 
Perhutanan Sosial.pptx
 Perhutanan Sosial.pptx Perhutanan Sosial.pptx
Perhutanan Sosial.pptxMuhSuyutiHamsi
 
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15Yoel Hendrawan
 
Stop asap, stop kebakaran, dan stop
Stop asap, stop kebakaran, dan stopStop asap, stop kebakaran, dan stop
Stop asap, stop kebakaran, dan stopRustan Amarullah
 
ppt seminar hasil.pptx
ppt seminar hasil.pptxppt seminar hasil.pptx
ppt seminar hasil.pptxViraYuniar14
 
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut KritisPengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut KritisPeople Power
 
Inisiatif kebijakan daerah untuk redd
Inisiatif kebijakan daerah untuk reddInisiatif kebijakan daerah untuk redd
Inisiatif kebijakan daerah untuk reddYayasan CAPPA
 
Inisiasi pemahaman adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada generasi muda d...
Inisiasi pemahaman adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada generasi muda d...Inisiasi pemahaman adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada generasi muda d...
Inisiasi pemahaman adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada generasi muda d...Zainal Suarja
 
20190410111348-program-dlh-kabupaten-bandung.pdf
20190410111348-program-dlh-kabupaten-bandung.pdf20190410111348-program-dlh-kabupaten-bandung.pdf
20190410111348-program-dlh-kabupaten-bandung.pdfoheokhr73
 

Similar to Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat (20)

Workshop bermanfaat (kebijakan pengembangan hhbk jatim ver 2)
Workshop bermanfaat (kebijakan pengembangan hhbk jatim ver 2)Workshop bermanfaat (kebijakan pengembangan hhbk jatim ver 2)
Workshop bermanfaat (kebijakan pengembangan hhbk jatim ver 2)
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)edit
Resume konsultasi publik edit (upload blog)editResume konsultasi publik edit (upload blog)edit
Resume konsultasi publik edit (upload blog)edit
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
 
Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan
Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan HutanMengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan
Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan
 
Buku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lahan Gambut
Buku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lahan GambutBuku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lahan Gambut
Buku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lahan Gambut
 
Panduan_Pengendalian_Kebakaran_Hutan_dan.pdf
Panduan_Pengendalian_Kebakaran_Hutan_dan.pdfPanduan_Pengendalian_Kebakaran_Hutan_dan.pdf
Panduan_Pengendalian_Kebakaran_Hutan_dan.pdf
 
Hutan adat
Hutan adat Hutan adat
Hutan adat
 
Panduan Pengajuan Proposal Pengabdian Masyarakat (1).pdf
Panduan Pengajuan Proposal Pengabdian Masyarakat (1).pdfPanduan Pengajuan Proposal Pengabdian Masyarakat (1).pdf
Panduan Pengajuan Proposal Pengabdian Masyarakat (1).pdf
 
Pres Wg Pm Permenhut Mdk Di Kk Sep08
Pres Wg Pm Permenhut Mdk Di Kk Sep08Pres Wg Pm Permenhut Mdk Di Kk Sep08
Pres Wg Pm Permenhut Mdk Di Kk Sep08
 
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
 
Perhutanan Sosial.pptx
 Perhutanan Sosial.pptx Perhutanan Sosial.pptx
Perhutanan Sosial.pptx
 
7. kelestarian lingkungan
7. kelestarian lingkungan7. kelestarian lingkungan
7. kelestarian lingkungan
 
Kelola kph
Kelola kphKelola kph
Kelola kph
 
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut serta Kabut Asap Sept'15
 
Stop asap, stop kebakaran, dan stop
Stop asap, stop kebakaran, dan stopStop asap, stop kebakaran, dan stop
Stop asap, stop kebakaran, dan stop
 
ppt seminar hasil.pptx
ppt seminar hasil.pptxppt seminar hasil.pptx
ppt seminar hasil.pptx
 
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut KritisPengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
 
Inisiatif kebijakan daerah untuk redd
Inisiatif kebijakan daerah untuk reddInisiatif kebijakan daerah untuk redd
Inisiatif kebijakan daerah untuk redd
 
Inisiasi pemahaman adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada generasi muda d...
Inisiasi pemahaman adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada generasi muda d...Inisiasi pemahaman adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada generasi muda d...
Inisiasi pemahaman adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada generasi muda d...
 
20190410111348-program-dlh-kabupaten-bandung.pdf
20190410111348-program-dlh-kabupaten-bandung.pdf20190410111348-program-dlh-kabupaten-bandung.pdf
20190410111348-program-dlh-kabupaten-bandung.pdf
 

Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

  • 1. i Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ @2013 MODUL PELATIHAN Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat (Community Based Forest Fire Management) Provinsi Pecontohan REDD+ Kalimantan Tengah
  • 2. ii
  • 3. iii KATA PENGANTAR Kebakaran hutan dan gambut merupakan faktor utama terjadinya emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Bahaya kebakaran ini bukan hanya terhadap meningkatnya emisi GRK, tetapi juga mengancam kesehatan manusia dan secara langsung merugikan perekonomian masyarakat dan negara. Kebakaran hutan dan gambut ini masih menjadi permasalahan yang serius di Kalimantan Tengah maupun di Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh faktor alam maupun kegiatan manusia. Masyarakat tradisional mengenal kegiatan pembukaan lahan pertanian dengan cara pembakaran lahan secara terkendali. Selain itu, pembakaran hutan dan lahan dalam skala besar dilakukan oleh oknum-oknum yang menguasai lahan dan kawasan hutan yang luas, sebagai jalan pintas dan murah untuk membuka perkebunan, pertanian dan pertambangan. Perilaku membakar hutan untuk mencari keuntungan jangka pendek ini harus dihentikan. Hal terpenting dalam proses ini adalah meninggalkan kebiasaan dan perilaku mencari keuntungan jangka pendek dan mengembangkan paradigma baru mengenai pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan dan melindungi kelestarian lingkungan dan keanekaragaman yang dimilikinya. Perubahan ini perlu dilakukan baik oleh masyarakat yang masih mengelola lahan secara tradisional, maupun pengusaha perkebunan, pertanian, pertambangan dan pemerintah. Pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan atau Community Based Forest Fire Management (CBFFM) merupakan salah satu program strategis di Provinsi Percontohan REDD+ Kalimantan Tengah. Ini adalah kegiatan percontohan pengendalian kebakaran dengan mengembangkan kerangka partisipatif antara pemerintah dan masyarakat, melalui revitalisasi kearifan lokal dan pengintegrasian teknologi modern dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan gambut. Buku pedoman (modul) pelatihan penanggulangan kebakaran hutan berbasis masyarakat ini bukan hanya menjadi pegangan dalam kegiatan pelatihan penanggulangan kebakaran hutan berbasis masyarakat, tetapi juga menjadi pengetahuan mengenai tradisi dan kearifan masyarakat Kalimantan Tengah dalam memelihara dan memanfaatkan alam dan lingkungan secara bijak dan berkelanjutan. Jakarta, 17 Agustus 2013 Kepala UKP4/Ketua Satgas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto SAMBUTAN KEPALA UKP4/KETUA SATGAS REDD+
  • 4. iv
  • 5. v KATA PENGANTAR GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH Untuk BUKU MODUL PELATIHAN Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat (Community-based Forest Fire Management, CBFFM) Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah merupakan kejadian yang berulang setiap tahun, khususnya pada musim kemarau. Kebakaran hutan dan gambut ini bukan hanya berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, tetapi juga perekonomian dan tentu saja melepaskan emisi karbon (CO2) ke udara, yang menyumbang masalah perubahan iklim. Tercatat 4 kebakaran besar yang melanda Kalimantan Tengah pada satu dekade terakhir, yaitu pada tahun 1994, 1997, 2002 dan 2006 yang melanda hutan alam, hutan yang dikonversi untuk perkebunan dan lahan terlantar serta lahan masyarakat. Dapat dikatakan, 99% penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut adalah akibat ulah manusia, baik yang dilakukan secara sengaja maupun akibat kelalaian. Faktor alam turut mendukung, seperti kemarau panjang, seperti terjadinya gejala El Nino. Selain itu, untuk Kalimantan Tengah, pasca pelaksanaan proyek pengembangan lahan gambut sejuta hektar (PLG) menyebabkan gambut yang biasanya tergenang air mengalami kekeringan pada musim kemarau, karena air tergerus ke kanal-kanal yang dibangun selama berlangsungnya proyek tersebut. Selain itu, masih ada perusahaan dan masyarakat yang membuka lahan pertanian dengan cara membakar. Daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan Tengah umumnya meliputi, lahan terlantar di kiri-kanan jalan Trans Kalimantan poros Selatan yang termasuk areal eks PLG di wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Lahan perkebunan besar (sawit) di wilayah Kabupaten Sukamara, Lamandau, Seruyan, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Katingan, Gunung Mas dan Barito Utara. Serta kebakaran yang tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Tengah sebagai akibat pembukaan lahan pertanian dan perkebunan masyarakat (perladangan berpindah dan kebun rakyat).
  • 6. vi Provinsi Kalimantan Tengah telah memiliki Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan, yang melarang adanya pembakaran hutan dan atau lahan, serta ketentuan mengenai pengendalian kebakaran. Peraturan Daerah ini juga mengatur mengenai peningkatan kesadaran masyarakat. Pasal 23 ayat 1 menyebutkan Gubernur/Bupati/Walikota meningkatkan kesadaran masyarakat termasuk aparatur akan hak dan tanggungjawab serta kemampuannya untuk mencegah kebakaran hutan dan atau lahan. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, peningkatan kesadaran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai dan kelembagaan adat serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat tradisional yang mendukung perlindungan hutan dan atau lahan. Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 ini kemudian diatur secara teknis melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 78 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah tentang Pembentukan Pos Simpul Kendali Operasi (Posko) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan yang diperbaharui tiap tahun. Masyarakat Dayak sesungguhnya memiliki tradisi yang kuat dalam hal pemeliharaan lingkungan dan penanggulangan kebakaran. Falsafah hidup masyarakat Dayak yang bersumber dari simbol Batang Garing, yang diwujudkan dalam upacara adat manyanggar dan memapas lewu merupakan kearifan lokal dengan prinsip memelihara keseimbangan hubungan antar manusia; hubungan manusia dengan alam semesta dan hubungan dengan Sang Pencipta. Wujud kearifan lokal ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, yang sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam kehidupan masyarakat Dayak, hutan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga untuk memenuhi fungsi ritual. Terganggunya fungsi hutan dalam kehidupan masyarakat ini, akan mendorong munculnya konflik sosial. Terkait pemeliharaan lingkungan dan penanggulangan kebakaran, masyarakat Dayak memiliki tradisi dan hukum adat yang mengatur mengenai tata cara membuka lahan, yang jika menimbulkan kebakaran secara tidak terkendali akan mendapat denda adat. Tradisi dan hukum adat ini juga mengatur mengenai cara-cara melakukan pembersihan lahan untuk mengatasi kebakaran secara terkendali. Sejalan dengan perkembangan zaman, di mana makin banyak perusahaan yang membuka lahan untuk perkebunan dan pertambangan, serta meluasnya wilayah pengembangan pertanian dan perkebunan oleh penduduk, mendorong terjadinya peningkatan kebakaran hutan dan lahan. Pada saat yang bersamaan, budaya dan tradisi masyarakat tidak dapat lagi secara efektif menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang berlangsung dalam skala yang sangat luas. Upaya-upaya untuk menanggulangi kebakaran ini dengan demikian menjadi penting untuk terus dikembangkan, melalui penguatan kembali tradisi masyarakat dan pendekatan-pendekatan modern untuk menanggulangi kebakaran. Pelibatan masyarakat merupakan faktor kunci, karena mereka tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan dan lahan gambut yang secara cepat mendeteksi adanya potensi kebakaran, serta secara cepat dapat menanggulangi kebakaran. Partisipasi masyarakat ini sekaligus membangun kesadaran untuk menghindari pola pembukaan/pembersihan lahan dengan cara membakar. Masyarakat juga didorong untuk berpartisipasi dalam mengawasi lingkungan sekitar mereka guna menghindari kegiatan-kegiatan yang
  • 7. vii melawan hukum, yaitu kegiatan pembukaan lahan dengan cara membakar baik oleh perorangan maupun perusahaan. Buku Modul Pelatihan “Penanggulangan Kebakaran Hutan Berbasis Masyarakat” (Community-based Forest Fire Management – CBFFM) ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan pelatihan bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan penanggulangan kebakaran, dengan menghidupkan kembali nilai dan tradisi yang berakar di dalam masyarakat, serta sekaligus memperkenalkan pendekatan-pendekatan modern dalam menanggulangi kebakaran hutan. Palangka Raya, Juni 2013 Gubernur Kalimantan Tengah Dr. (HC). Agustin Teras Narang, SH
  • 9. ix Topic dan Penulis Modul Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan - Dr. Sidik R. Usop, MS - Mukti Aji, S.Hut, M.Si - Eddy Subahani, S.Hut Modul 1 Dasar-Dasar Kebakaran Hutan dan Lahan - Penyang, S.Hut, MP - Sentosa Yulianto, S.Hut, MP Modul 2 Pengenalan dan Penggunaan Peralatan Pemadan Kebakaran Hutan dan Lahan - Gunawan Budi H. - Firmanto, ST Modul 3 Teknik Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan - Ananto Setiawan, S.Hut - Drs H. Iberamsyah - Firmanto, ST Modul 4 Teknik Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan - Gunawan Budi H. - Mukti Aji Modul 5 Keselamatan Kerja dan P3K - Ary Wijayanti, SKM, MPH - dr. Probo Wuryantoro Modul 6 Pengolahan Lahan Ramah Lingkugan - Dr. Ir. Yusurum Jagau, M.Si - Lusia Widiastuti, SP, MP - Jonpri, SP Modul 7 Tehnik Mengajar - Asli, S.Hut Modul 8 Pengembangan Pembelajaran Partisipatoris - Ir. Waldemar Hasiholan, M.Sc Modul 9 DAFTAR ISI
  • 10. x
  • 11. i MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN Dr. Sidik R. Usop, MS Mukti Aji, S.Hut, M.Si Eddy Subahani, S.Hut
  • 12. ii MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Dr. Sidik R. Usop, MS Mukti Aji, S.Hut, M.Si Eddy Subahani, S.Hut Editor: Mayang Meilantina Yulius Saden Emanuel Migo Diterbitkan oleh: Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+
  • 13. iii MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Kata Pengantar........................................................................................................................................................................... i Daftar Isi ........................................................................................................................................................................................ v 1. PENDAHULUAN...................................................................................................... 1 A. Latar Belakang.................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup................................................................................................................................................... 2 C. Maksud dan Tujuan......................................................................................................................................... 2 D. Tujuan Pembelajaran...................................................................................................................................... 2 E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2 2. KARAKTERISTIK MASYARAKAT LOKAL................................................................. 3 A. Pemukiman Penduduk................................................................................................................................. 3 B. Kegiatan Masyarakat yang Berhubungan dengan Hutan....................................................... 3 C. Pengendalian Kebakaran Berdasarkan Kearifan Lokal............................................................... 4 D. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 9 E. Latihan..................................................................................................................................................................... 9 F. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 9 3. KELEMBAGAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN................ 11 A. Peraturan terkait Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan/Lahan...................... 11 B. Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan........................................................... 12 C. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 14 D. Latihan..................................................................................................................................................................... 14 E. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 14 4. TUGAS, FUNGSI DAN MEKANISME KOORDINASI LEMBAGA.............................. 15 A. Tugas Pokok Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan...................................................... 15 B. Tugas Operasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan......................................... 16 C. Tugas Pemantauan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan....................................... 17 D. Mekanisme Koordinasi.................................................................................................................................. 17 E. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 18 F. Latihan..................................................................................................................................................................... 19 G. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 19 5. SISTEM INFORMASI DAN PELAPORAN................................................................. 21 A. Konsep Sistem Informasi............................................................................................................................. 21 B. Komponen Sistem Informasi..................................................................................................................... 21 C. Sistem Informasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan...................... 22 D. Pelaporan............................................................................................................................................................... 22 DAFTAR ISI
  • 14. iv E. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 22 F. Latihan..................................................................................................................................................................... 22 G. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 22 6. RENCANA KERJA LEMBAGA.................................................................................. 23 A. Konsep Perencanaan .................................................................................................................................... 24 B. Teknik Menyusun Program/Rencana Kerja....................................................................................... 24 C. Isi Rencana Kerja................................................................................................................................................ 24 D. Rencana Kerja dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan........................... 24 E. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 24 F. Latihan..................................................................................................................................................................... 25 G. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 25 7. PENUTUP................................................................................................................ 27 Daftar Pustaka............................................................................................................................................................................. 29 Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 31 MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 15. 1 A. Latar Belakang Dinamika pengelolaan sumber daya alam dengan pemahaman keberlangsungan ekonomi, keberlangsungan lingkungan dan keberlangsungan sosial dan budaya, telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan pada tataran mind, bahkan sudah dituangkan dalam kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Tiga pilar pemahaman tersebut yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), pada tataran implementasi masih menonjol pada kegiatan eksploitasi yang berorientasi pada peningkatan pendapatan daerah, dengan mengabaikan kerusakan lingkungan dan tatanan sosial budaya masyarakat. Pertanyaan kritis adalah, mengapa kondisi ini terus berlangsung, sementara fakta kerusakan lingkungan dan hancurnya tatanan sosial dan budaya masyarakat sudah menjadi pengetahuan umum. Dengan kata lain, apakah kita harus menunggu kerusakan lingkungan semakin parah dan mengancam aktivitas kehidupan masyarakat. Sama seperti orang yang tahu bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan penyakit kanker, tetapi belum mau berhenti merokok kalau belum menganggapnya sebagai ancaman bagi kesehatan dirinya. Dasar pemikiran di atas memberikan pemahaman bahwa konsep pembangunan berkelanjutan masih belum menjadi bagian dari praktek kehidupan sehari-hari dari para pelaku pembangunan yang peduli terhadap lingkungan dan tatanan sosial budaya masyarakat. Keadaan ini merupakan ancaman yang dapat menimbulkan banjir, terbakarnya hutan dan lahan gambut dan berkurangnya keragaman hayati yang sebenarnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi, seperti tumbuhan obat yang banyak terdapat pada hutan tropis dan lahan gambut yang banyak menyimpan karbon, berfungsi untuk mengurangi ancaman pemanasan global. Terkait dengan otonomi daerah, Pasal 18A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang- undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Kekhususan ini ternyata belum dijadikan prioritas pembangunan daerah dengan mengedepankan inisiatif dan kreativitas masyarakat sehingga kekhususan ini dapat menjadi nilai tambah bagi pengembangan ekonomi kreatif masyarakat yang selanjutnya akan memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, institusi lokal dan kearifan-kearifan lokal menjadi terkikis oleh keinginan politis yang besar untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang secara faktual sering berbenturan dengan kepentingan dan hak-hak masyarakat adat, meskipun Pasal 18B UUD 45 menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. 1PENDAHULUAN MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 16. 2 B. Ruang Lingkup Modul Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan dan Lahan ini mencakup: penanggulangan kebakaran berbasis masyarakat dengan mengutamakan kearifan lokal untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan, mengembangkan pemikiran kearifan lokal agar dapat dipahami dan dijadikan pedoman dalam melakukan tindakan pencegahan dan penangulangan kebakaran hutan, kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, tugas, fungsi dan mekanisme koordinasi lembaga, sistem informasi dan pelaporan serta rencana kerja lembaga, dengan jumlah jam pelajaran sebanyak 4 JPL. C. Maksud dan Tujuan Maksud disusunnya modul mengenali masyarakat peduli kebakaran hutan ini sebagai pedoman dalam penyusunan bahan ajar penanganan kebakaran hutan berbasis masyarakat. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan mengenai kriteria dan karakteristik masyarakat yang peduli terhadap kebakaran hutan serta cara-cara penanganan kebakaran hutan berdasarkan kearifan lokal. D. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti mata Diklat ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan konsep Batang Garing sebagai dasar pemikiran kearifan lokal dan fungsi hutan bagi masyarakat Dayak, bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan hidup tetapi juga terkait dengan tanggung jawab untuk memelihara kelestarian sumberdaya alam bagi kehidupan generasi yang akan datang (ingat peteh Tatu Hiang, petak danum akan kalunen akan harian andau). 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti mata Diklat ini, peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan karakteristik masyarakat lokal. b. Menjelaskan kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan hutan. c. Menjelaskan pengendalian api dengan menggunakan kearifan lokal. d. Menjelaskan tugas, fungsi dan mekanisme koordinasi lembaga. e. Menjelaskan sistem informasi dan pelaporan. E. Pokok Bahasan 1. Karakteristik masyarakat peduli kebakaran hutan. 2. Penanggulangan kebakaran berdasarkan kearifan lokal. 3. Kelembagaan pengendali kebakaran hutan dan lahan. 4. Tugas pokok dan fungsi organisasi. 5. Sistem dan mekanisme koordinasi antar kelembagaan. 6. Sistem informasi dan pelaporan. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 17. 3 A. Pemukiman Penduduk Desa atau Lewu atau kampung adalah wilayah pemukiman penduduk lokal suku Dayak yang umumnya berada di sepanjang aliran sungai. Dalam interaksi masyarakat dengan lingkungan alam, dikenal kawasan kelola yang berada kurang lebih 5 km kiri–kanan sungai. Kawasan tersebut umumnya digunakan masyarakat untuk berladang, berburu, mencari hasil hutan non kayu dan menangkap ikan. Dikenal pula kawasan jelajah masyarakat dengan jarak tempuh di atas 10 km, sehingga mereka tidak bisa bolak-balik ke tempat tinggal dan harus membuat pondok pada tempat usaha tersebut. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencari kayu untuk pembuatan perahu dan tanaman obat. Dalam sistem pemerintahan lewu, terdapat lembaga kadamangan yang berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat adat meliputi adat gawi belum dan gawi matei seperti upacara Manyanggar dan Mamapas lewu; dan upacara kematian seperti upacara Tiwah. Dalam menjalankan tugasnya Damang dapat dibantu oleh perangkat adat seperti Mantir dan tokoh-tokoh masyarakat lewu. Di Kalimantan Tengah sejak tahun 2009 telah terbit Perda No. 16 tahun 2009 tentang Kelembagaan Adat yang mengatur dan menangani permasalahan yang berkaitan dengan masyarakat adat; dan revisi Peraturan Gubernur Nomor 13 tahun 2009 Tentang Tanah Adat yang bertujuan untuk menjamin hak-hak masyarakat atas kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2012. B. Kegiatan Masyarakat yang Berhubungan dengan Hutan Dalam kehidupan masyarakat Dayak, hutan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga untuk memenuhi fungsi ritual, dan kelangsungan hidup masyarakat pada masa yang akan datang. Terganggunya fungsi hutan dalam kehidupan masyarakat ini, akan mendorong munculnya konflik sosial seperti yang terjadi antara masyarakat dengan pengusaha pemegang HPH dan pengusaha perkebunan. Dalam kehidupan sehari-hari, hutan memiliki fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti berladang, mencari hasil hutan non kayu: gemor, getah jelutung, damar, tengkawang, madu, obat-obatan, rotan dan karet. Alqadrie (2001) melaporkan bahwa kehadiran HPH telah menghilangkan mata pencaharian masyarakat yang sangat tergantung dengan hutan. Demikian juga dengan Barber dan Scheithelm (2001:34) bahwa di Kalimantan Tengah, pada pembukaan lahan satu juta hektar telah menghancurkan usaha masyarakat Dayak di tujuh Daerah Aliran Sungai di Mengkatip yang mengakibatkan kerugian masyarakat hingga mencapai $ 7 juta dengan nilai tukar pada pertengahan tahun 1997. Cornelis Rintuh (2001) menyebutkan bahwa sekitar 80 % dari hasil HPH menguap keluar (capital flight) dari Kalimantan Tengah sehingga tidak mampu menciptakan efek ganda (multiplier effects) dalam mendorong perekonomian di Kalimantan Tengah. Pada sisi lain, Marzali (2001) mengamati bahwa kehadiran HPH telah melanggar hak-hak adat sehingga mendorong munculnya konflik sosial. 2KARAKTERISTIK MASYARAKAT LOKAL MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 18. 4 Terkait dengan berbagai usaha masyarakat ini, sungai menjadi sangat penting sebagai sarana transportasi dan pengangkutan hasil-hasil usaha masyarakat. Oleh karena itu, lokasi tempat usaha masyarakat tersebut selalu tidak jauh dari sungai dan anak-anak sungai. Keterikatan mereka dengan sungai ini, menyebabkan pola pemukiman masyarakat yang menyebar di sepanjang sungai. Di sungai ini terdapat Batang yang tidak hanya berfungsi sebagai MCK, tetapi juga berfungsi sebagai sarana informasi dan komunikasi. Selain itu, sebagai penunjuk arah, umumnya masyarakat Dayak selalu berpatokan ketika mereka berdiri di pinggir sungai. Jika mereka akan turun ke Batang mereka menyebutnya, ngiwa, kembali ke atas atau ke darat disebut ngambu, ke ngaju (hulu) dan ke ngawa (hilir). Pada fungsi ritual, upacara Tiwah untuk mengangkat tulang belulang dari orang yang sudah mati, yaitu sebagai kesempurnaan menuju Lewu Tatau (surga) merupakan pesta besar yang biasanya juga merupakan proses penanaman nilai-nilai Belom Bahadat yang mendorong timbulnya Pali (pantangan) yang tidak boleh dilanggar yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat Dayak pada masa yang akan datang. Berkaitan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam ini, terdapat beberapa kegiatan adat yang harus dilakukan agar usaha-usaha mereka tidak mendapat gangguan dari roh- roh yang mendiami lingkungan alam sekitar tempat mereka berusaha tersebut. Beberapa kegiatan adat tersebut adalah Mamapas lewu yang biasa dilakukan untuk membersihkan kampung dari gangguan roh jahat sekaligus sebagai ucapan terima kasih atas hasil usaha yang dilakukan selama satu tahun. Oleh karena itu tawur biasanya disampaikan kepada roh penghuni di sungai, di hutan dan di tempat-tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat lokal, seperti Pahewan. Upacara Manyanggar biasanya mereka lakukan untuk membuka usaha baru sebagai cara untuk meminta ijin kepada roh-roh leluhur yang mendiami lokasi tersebut sehingga usaha mereka memperoleh hasil yang baik. Demikian juga dengan upacara Pakanan Batu, merupakan ucapan terima kasih kepada peralatan pertanian yang dipakai, dengan pemahaman bahwa di dalam peralatan tersebut terdapat gana (roh) sehingga pada kegiatan berikutnya peralatan yang dipakai tersebut akan memberikan hasil yang baik kepada pemiliknya. Sedangkan Manajah Antang merupakan sarana untuk meminta petunjuk kepada roh leluhur tempat-tempat usaha baru yang lebih baik, misalnya untuk lokasi mencari ikan atau perladangan. Fungsi ritual yang menempatkan roh sebagai penghuni alam sekitarnya, dipahami pula oleh masyarakat sebagai pahewan yang biasanya banyak terdapat pada hutan yang lebat dan biasanya mereka sebut dengan kawasan Pahewan. Kini, hutan pahewan tersebut dipahami oleh masyarakat sebagai hutan konservasi adat yang berfungsi sebagai penyangga kerusakan lingkungan dan kepunahan aneka sumberdaya hayati. C. Pengendalian Kebakaran Berdasarkan Kearifan Lokal 1. Sistem perladangan a. Perladangan Berpindah (Shifting Cultivation) Menjelang pembakaran, peladang khusus membersihkan tepi yang berbatasan dengan semak belukar liar dan hutan. Maksudnya apabila pembakaran nanti api tak dapat merambat untuk membakar semak belukar dan hutan di luar batas ladang. Musim pembakaran harus sesuai sebelum musim hujan tiba. Petani ladang menyadari bahwa dalam pembakaran hasil tebasan dan tebangan merupakan MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 19. 5 kegiatan yang paling berbahaya dari seluruh kegiatan bertani ladang. Oleh karenanya sebelum dibakar, di sekeliling areal yang berbatasan dengan hutan/ semak belukar/kampung dibuat rintisan (dibersihkan) sesuai dengan kebutuhan agar api tidak menjalar/merambat keluar areal perladangan. Merintis ini menurut istilah masyarakat di daerah penelitian menatas, lebar jalur manatas ini tergantung pada tebal tipisnya semak belukar yang ditebas. Makin lebar jalur manatas makin lebar pula jalur penyanggah namun tidak lebih dari 3-4 meter. Musim pembakaran ladang biasanya di antara bulan Agustus sampai dengan Oktober dan itu pun tergantung kondisi alamnya. Waktu pembakaran dilaksanakan pada tengah hari, namun pada musim kemarau panjang dilaksanakan sore hari jam 15.00 WIB. Biasanya setelah pembakaran pada peladang tidak langsung menanam padi atau tanamannya lainnya. Setiap peladang selalu mengharapkan agar pembakaran terjadi merata di seluruh ladang sehingga ladang betul-betul bersih. Makin merata tentu akan banyak menghasilkan abu kayu-kayu yang terbakar, sehingga zat makanan yang dilepaskan tersalur sebanyak mungkin ke dalam tanah. b. Perladangan menetap Model perladangan menetap yang dimaksud adalah pengembangan dari model berpindah, namun semakin pendek rotasi perladangan dan meningkatnya jumlah penduduk harus ada upaya efisiensi dalam pemanfaatan lahan. Kegiatan yang dilakukan adalah perladangan yang berpindah dalam areal seluas 5 hektar. Pada setiap petak dengan luasan 1 ha setelah dua kali tanam berpindah ke petak berikutnya, dan petak yang ditinggalkan ditanami dengan kebun karet. Setelah selesai petak yang ke lima, maka petani kembali pada petak pertama dengan mengelola usaha perkebunan karet. Model perladangan menetap ini sudah pernah dipraktekkan di Kabupaten Barito Utara. c. Perladangan pada wilayah handel Handel adalah sebuah sungai (parit) untuk sistem pengairan tradisonal pada daerah pasang surut di kawasan rawa gambut yang digunakan untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan, yang dilakukan kebanyakan masyarakat Kalimantan Tengah pada daerah hilir. Handel merupakan konsep pengelolaan kawasan yang unik dimana pada awalnya adalah sebuah sungai kecil (saka) yang dijadikan parit memanjang dan lurus untuk mengatur arus sungai. Pada sisi kiri dan kanan handel dijadikan masyarakat tempat untuk dijadikan lokasi ladang, kebun karet, dan kebun buah. Handel juga digunakan masyarakat sebagai sarana atau jalur untuk menuju kebun/ ladang dan sebagar jalur transportasi. Perladangan di wilayah handel lebih memanfaatkan dan mengendalikan pasang surut air sungai. Pasang surut ini digunakan warga untuk menjaga dan mempertahankan kualitas air gambut yang banyak mengandung asam serta membuang racun (pirit). Sistem tabat adalah salah satu model yang biasa digunakan oleh pengelola handel. Handel dipimpin oleh seorang Kepala Handel. Peran penting dari Kepala Handel adalah mengkoordinir setiap kegiatan pengaturan, pemeliharaan sungai dan handel. Selain itu juga adalah mengatur pembagian lahan di kiri kanan Handel. Oleh karena itu Kepala Handel sangat berperan dalam pembagian lahan untuk masyarakat di kampung. Kepala Handel dipilih oleh anggota handel dengan sistem musyawarah bersama. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 20. 6 Untuk membantu pengelolaan lahan, Kepala Handel dibantu oleh seorang kepala padang dan seorang penggerak. Kepala padang adalah orang yang mengkoordinir kegiatan berladang pada musim tanam padi. Sedangkan penggerak adalah seorang yang biasanya mengumpulkan warga untuk berkumpul apabila diadakan musyawarah atau kegiatan, misalnya gotong royong atau handep. Lama kepemimpinan kepala Handel tidak terbatas. Selama Kepala Handel tersebut masih mampu maka akan dipilih lagi secara bersama oleh anggota handel dengan azas mufakat dan kekeluargaan. d. Budidaya Kebun Rotan Bagi masyarakat Dayak, rotan bukan hasil ikutan dari tanaman hutan dalam klasifikasi Departemen Kehutanan, melainkan sudah merupakan tanaman budidaya. Mereka pernah mengalami masa penghasilan rotan yang besar sebelum adanya pelarangan ekspor rotan pada tahun 1990. Pada kondisi tersebut belum ada terpikirkan oleh masyarakat untuk terlibat dalam perambahan hutan untuk mengambil kayu, karena hasil rotan dan hasil-hasil non kayu lainnya serta karet masih memilki nilai ekonomi yang tinggi. Pada era reformasi dewasa ini, kreatifitas dan inisiatif sudah mulai dikembangkan untuk mengolah rotan menjadi produk yang memilki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga budidaya rotan dapat dilakukan sekaligus bermanfaat bagi pelestarian hutan dan pencegahan kebakaran hutan. e. Pola Pahewan Pahewan, yaitu kawasan hutan lebat dengan pepohonan yang besar, baik yang bersifat monokultur seperti kawasan hutan tabelien (kayu besi) di Desa Rakumpit maupun aneka pepohonan yang dianggap keramat oleh masyarakat seperti kawasan sumbukurung di Kahayan. Kawasan pahewan ini menurut keyakinan masyarakat Dayak tidak boleh diganggu, karena akan melanggar wilayah pali (pantangan) yang dapat membuat orang tersebut mendapat sakit atau celaka. Pahewan sebagai kawasan konservasi masyarakat terdiri atas, hutan keramat (zona inti), wilayah pali (zona buffer) dan wilayah kelola masyarakat (zona pengembangan usaha). Dasar pemikran ini adalah pada setiap upaya pelestarian hutan, maka kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat yang berada di sekitar hutan harus lebih baik, agar mereka tidak merambah ke kawasan hutan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Selain itu, secara adat, kawasan tersebut selalu dikaitkan dengan adanya roh penunggu, sehingga pada tempat tersebut terdapat pula pasah keramat (rumah kecil) yang biasanya digunakan untuk menaruh sesajen pada waktu mereka berhajat (meminta sesuatu) dan membayar hajat kalau usaha mereka tersebut terkabul. Secara umum Pola Pahewan digambarkan sebagai berikut : HUTAN KERAMAT (Zona Inti) WILAYAH PALI (Zona Buffer) WILAYAH KELOLA MASYARAKAT (Zona Pengembangan Usaha) MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 21. 7 2. Manyanggar dan Mamapas Lewu Manyanggar pada awalnya dipahami oleh masyarakat sebagai upacara adat, untuk menghormati roh leluhur pada waktu membuka usaha/lahan baru, dengan pemahaman bahwa dalam kawasan tersebut terdapat gana (roh). Jika upacara tersebut tidak dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu usaha yang dilakukan pada kawasan tersebut. Dalam konteks dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, pahewan dipahami sebagai konsep kehati-hatian dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, sehingga orang tidak semena-mena memperlakukan alam semesta ini. Mamapas lewu adalah upacara adat yang dipahami oleh masyarakat dayak sebagai upaya mensucikan kembali alam/sumberdaya alam yang telah digunakan selama 1 tahun. Pada masa kini, Mamapas Lewu dipahami sebagai konsep untuk memulihkan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam; keseimbangan hubungan dengan sesama manusia; dan hubungan manusia dengan sang Penciptanya. Dengan dilaksanakan upacara ini kesadaran orang untuk memperlakukan alam secara arif, termasuk memelihara kerukunan sesama manusia dan mencegah orang tidak serakah, serta merupakan perwujudan iman kepada sang pencipta. Upacara manyanggar dan memapas lewu ini merupakan prinsip dasar dalam perwujudan aktivitas manusia yang menganut falsafah Batang Garing sehingga keseimbangan alam semesta tetap terpelihara bagi kehidupan umat manusia. Secara umum dapat kita pahami bahwa upacara tersebut di atas akan mendorong munculnya kesadaran dan kepedulian terhadap keberlangsungan lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial. Kesadaran dan kepedulian ini akan semakin kuat dengan dukungan keimanan Kepada Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari. Denda Adat Pasal 157. Singer Tajahan Antang Singer Tajahan Antang artinya, tuntutan terhadap orang yang bekerja dan merusak Tajahan Antang. Asal mulanya disebut tajahan antang adalah pulau kayuan, dengan kayu-kayu besar. Pada zaman dahulu orang tidak sembarang membuka lahan di pulau kayu. Mereka melaksanakan acara tabur beras, yang mana pulau kayu tidak boleh menjadi tempat bersawah-ladang. Upacara tersebut dinamakan manajah. Kata-kata manajah itu berarti, menabur kepada orang halus yang baik, di mana harus menjadi tempat antang-antang (tempat lang-lang orang halus). Dalam upacara manajah terdapat ketentuan, bahwa orang halus di pulau kayuan itu baik dan menjadi tempat burung-burung elang setelah selesai pesta pertama. Kemudian diadakan pesta kedua dengan memotong ayam, babi, sapi, untuk menetapkan tempat yang dinamakan tajahan. Setelah mendapat nama tajahan, kemudian disambung Antang atau burung elang. Jadi, tempat itu dinamakan: Tajahan Antang. Maksud Tajahan Antang adalah memelihara pulau kayuan dengan mengadakan beberapa kali pesta di tempat itu, dengan mendirikan rumah karamat, rumah orang halus dan tempat bertanya dengan antang atau burung elang. Pulau kayuan itu ada yang menyebutnya Pahewan. Pahewan, artinya pulau kayuan yang dipelihara orang-orang tua zaman dahulu, untuk tempat bertanya dengan MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 22. 8 burung elang, tempat pertapaan. Karena itu tanah adat tempat pahewan tajahan antang tidak dapat dirusak oleh orang lain. Barang siapa orang berani menebas tempat pulau kayuan pahewan tajahan antang dihukum membayar kerugian. Pasal 158. Singer Pahewan Karamat Singer Pahewan Karamat, artinya siapa saja orang bekerja menebas di pulau kayuan tanah adat tempat burung elang, tempat orang halus yang dapat menolong orang Dayak Ngaju jaman dahulu, dihukum membayar sebesar mengganti kerugian Balian dan ongkos-ongkos pesta memotong ayam, memotong babi. Besarnya dihitung oleh yang berwenang memelihara tanah adat dan pahewan tajahan antang (kepala kampung atau damang). Kalau keramat dirusak, dihukum mengganti keramat, dengan menanggung ongkos mendirikan keramat. 3. Denda Adat Kehun Apui Kehun Apui: denda adat apabila saat melakukan pembakaran ladang, api tersebut merambat ke lokasi kebun atau ladang milik orang lain (Damang Salilah). Pasal 26. Singer manusul tana dia mansanan labih helu Singer manusul tana dia mansanan labih helu, artinya: Kesalahan membakar ladangnya dengan tidak memberitahukan kepada orang yang berbatasan. Barang siapa membakar ladangnya yang berdampingan dengan ladang orang lain, api menjalar ke ladang-ladang yang lain, ladang yang lain tidak terbakar dengan sempurna, dan dia tidak mau bersepakatan lebih dahulu, maka orang yang bersangkutan itu dihukum oleh adat membayar denda sebesar Rp 30,- (tahun 1970). Tiap-tiap bantalan yang berbatasan. yang rusak tidak terbakar dengan baik, kecuali kalau ada kebun orang terbakar, maka termasuk dalam perkara membakar ladang. Pasal 27. Singer manusul dia manatas Singer manusul dia manatas artinya, tuntutan dengan orang bersalah, membakar ladangnya tidak ada batas maka dia berladang dekat sekali dengan kebun orang. Orang-orang yang berladang dekat dengan kebun orang yang lebih dahulu dari ladangnya, seharusnya sebelum membakar ladangnya membuat tatas atas tanah sekurang-kurangnya lebar 2 depa supaya api tidak menjelar ke seberang tatas. Aturan ke 2, harus satu minggu lebih dahulu si peladang memberi tahu kepada orang yang mempunyai kebun, agar bersama-sama menjaga api. Siapa saja membakar ladangnya yang berbatasan dengan ladang orang lain dengan tidak memberitahukan lebih dahulu, maka orang bersalah itu pertama membayar kepada adat desa dengan singer sebesar Rp 90,- (1970) dan kedua membayar menurut keputusan adat menurut kerusakan sebelah menyebelah yang dia mesti membayar. Pasal 29. Singer tusul dirik tana Singer tusul dirik tana artinya, tuntutan kepada orang bersalah membakar tebasan ladang yang belum ditebang. Siapa saja bersalah membakar tebasan dalam ladang yang belum ditebang kayu-kayunya, dihukum adat oleh kesalahannya sengaja atau tidak sengaja, membayar Rp 20,- (1970) kepada orang yang punya ladang. 4. Pola Upun Tanggiran Upun Tanggiran adalah kawasan usaha masyarakat yang memanfaatkan pohon Tanggiran sebagai tempat bersarangnya lebah madu. Dalam pemeliharaan madu tersebut, kawasan tempat lebah mencari madu menjadi bagian penting yang harus MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 23. 9 terpelihara untuk menghasilkan madu. Satu pohon dapat menghasilkan kurang lebih 1 drum madu. Kawasan Tanggiran ini merupakan kawasan usaha masyarakat, sekaligus upaya melestarikan kawasan hutan. Dengan memadukan konsep kesejahteraan dan upaya pelestarian lingkungan maka pencegahan kebakaran oleh masyarakat menjadi sangat penting untuk mempertahankan kawasan lebah madu tersebut. 5. Saka Saka merupakan kanal yang dibuat oleh masyarakat untuk sarana transportasi pengangkutan hasil, tata air untuk mengurangi tingkat keasaman dan mencegah lahan gambut tidak kekeringan. Di samping itu, saka juga berfungsi sebagai penghasil ikan bagi masyarakat setempat. Berdasarkan konsep keberlangsungan lingkungan yang memadukan kelestarian alam, keberlangsungan sosial budaya dan kesejahteraan masyarakat, maka pengelolaan saka juga merupakan upaya untuk mencegah kebakaran hutan dengan pola saka yang memelihara tata air di wilayah lahan gambut. 6. Eka Malan Manana Satiar Peraturan Daerah Tahun 1979 Tentang Hukum. D. Rangkuman Falsafah hidup masyarakat Dayak yang bersumber dari simbol Batang Garing yang diwujudkan dalam upacara adat manyanggar dan memapas lewu merupakan kearifan lokal dengan prinsip memelihara keseimbangan hubungan antar manusia; hubungan manusia dengan alam semesta dan hubungan dengan Sang Pencipta. Wujud kearifan lokal yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sejalan pula dengan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai upaya untuk memelihara keseimbangan lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial budaya. Dasar pemikiran ini tercermin pula pada konsep Pahewan yang memberikan pemahaman bahwa upaya pelestarian lingkungan harus didukung oleh upaya meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat, sehingga dalam dinamika kehidupan masyarakat terjadi interaksi dan integrasi nilai-nilai yang mendorong terjadinya transformasi sosial. Pada wilayah kelola yang mereka sebut dengan eka malan manana satiar, di samping sebagai wilayah usaha masyarakat, terdapat pula situs-situs budaya yang merupakan identitas orang Dayak. Sehingga upaya pemeliharaan kelestarian dan mencegah kebakaran menjadi bagian yang harus dilakukan oleh masyarakat. Transformasi sosial tersebut adalah sebuah kemampuan masyarakat untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, tanpa harus mencabut dari akar budaya. E. Latihan Beberapa peserta yang dianggap potensial diminta untuk menjelaskan kearifan lokal yang ada di desanya dengan pemahamannya masing-masing dan penggunaan bahasa lokal. Hasilnya dijadikan bahan diskusi untuk seluruh peserta, agar ada pemahaman bersama mengenai kearifan-kearifan lokal tersebut. F. Evaluasi Hasil belajar 1. Apa yang anda pahami dari kearifan-kearifan lokal di bawah ini : a. Simbol Batang Garing MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 24. 10 b. Upacara adat Mamapas Lewu c. Upacara Adat Manyanggar d. Pahewan e. Eka Malan Manana Satiar f. Upun Tanggiran g. Saka h. Perladangan Berpindah i. Berladang Menetap dalam kawasan tertentu 2. Jelaskan hubungan kearifan lokal tersebut dengan upaya pencegahan dan penanganan kebakaran hutan. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 25. 11 3KELEMBAGAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana yang hampir setiap tahun selalu berulang. Berbagai upaya untuk menekan jumlah kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan baik secara preventif maupun penegakan hukum dengan segala perangkat hukum dan peraturan perundang- undangan serta kebijakan dari Pusat sampai tingkat Provinsi. A. Peraturan terkait Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan 1. Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 tanggal 30 November 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Instruksi ini berisi perintah kepada15 Pejabat yaitu: Menko Kesra, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas), Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala BNPB, Gubernur dan Bupati/Walikota, untuk : a. Melakukan peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Republik Indonesia, melalui kegiatan Pencegahan, Pemadaman, dan Penanganan pasca kebakaran/pemulihan. b. Melakukan kerja sama dan saling berkoordinasi untuk melaksanakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. c. Meningkatkan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan untuk kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. d. Meningkatkan penegakan hukum dan memberikan sanksi yang tegas terhadap per- orangan atau badan hukum yang terlibat dengan kegiatan pembakaran hutan dan lahan. 2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2009 tanggal 23 Februari 2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan Peraturan ini memberikan pedoman, dan arahan dalam kegiatan pengendalian. Secara rinci dijelaskan hal-hal yang harus dilakukan pada fase Pencegahan, Pemadaman, dan Penanganan pasca pemadaman pada tingkat nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, tingkat unit pengelolaan hutan, dan tingkat pemegang izin pemanfaatan hutan. Secara organisasi, pengendalian kebakaran hutan dan lahan ditangani oleh Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan yang dibentuk oleh Menteri Kehutanan dengan nama Manggala Agni. DalamperaturaninijugadisebutkanbahwaPemerintahwajibmelakukanpemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA). MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 26. 12 3. Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai peraturan yang mengatur tentang kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yaitu : a. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan. b. Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 77 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah. c. Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 78 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah. d. Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah tentang Pembentukan Pos Simpul Kendali Operasi (Posko) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (diperbaharui setiap tahun). B. Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan 1. Organisasi di Tingkat Nasional Secara umum, sebagai koordinator kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sebagai fungsi koordinasi pelaksanaan kegiatan adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan secara khusus, Menteri Kehutanan membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (BRIGDALKARHUT) yang disebut dengan MANGGALA AGNI, dengan tata hubungan kerja sebagai berikut : a. BRIGDALKARHUT tingkat pusat dalam melaksanakan upaya pencegahan kebakaran hutan dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan desiminasi hot spot, menetapkan keadaan siaga, apel siaga dan kampanye nasional. b. Dalam melakukan kegiatannya, BRIGDALKARHUT tingkat pusat melakukan koordinasi secara horizontal dengan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan secara vertikal dengan Gubernur dan Bupati/ Walikota. 2. Organisasi Tingkat Daerah (Provinsi Kalimantan Tengah) Secara umum, struktur organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah dapat digambarkan sebagai berikut : MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 27. 13 a. Pada Tingkat Provinsi, Satuan Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan disebut Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATKORLAK PBP) yang diketuai oleh Gubernur dengan unsur-unsurnya sebagai berikut : 1) Wakil Gubernur selaku Ketua Pelaksana Harian. 2) Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah selaku Wakil Ketua I. 3) Komandan Korem 102/Panju Panjung selaku Wakil Ketua II. 4) Sekretaris Daerah selaku Sekretaris. 5) Kepala Badan LinmasKesbang dan Satpol PP selaku Wakil Sekretaris. 6) Dinas Propinsi, Lembaga, Badan dan Instansi Vertikal terkait lainnya. 7) Dunia Usaha. 8) Satuan Organisasi Kemasyarakatan Lainnya. b. Pada tingkat Kabupaten/Kota, Satuan Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan disebut Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) yang diketuai oleh Bupati/Walikota dengan unsur-unsur nya sebagai berikut : 1) Wakil Bupati selaku Ketua Pelaksana Harian. 2) Kepala Kepolisian Resort Kabupaten/Kota selaku Wakil Ketua I. 3) Komandan Kodim selaku Wakil Ketua II. STRUKTUR KELEMBAGAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Tingkat PROVINSI: SATKORLAK PBP PUSDALKARHUTLA Tingkat Kabupaten: SATLAK PBP SATLAK DALKARHUTLA Tingkat Kecamatan ke Bawah: SATGAS PBP SATGAS/TIM SERBU API KAMPUNG Keterangan: : Garis Koordinasi : Garis Komando : Garis Mobilisasi HUTAN DAN LAHAN Pengusaha, LSM dan Masyarakat Tingkat Kecamatan Pengusaha, LSM dan Masyarakat Tingkat Provinsi Pengusaha, LSM dan Masyarakat Tingkat Kabupaten St. BMG, Perg. Tinggi, Tim SAR, AU, TNI/POLRI, LINMAS, dll St. BMG, Perg. Tinggi,Tim SAR, AU, TNI/POLRI, LINMAS, dll BALAI Tmn, Nas, DAOPS Instansi Terkait Kabupaten Satgas/ Brigdalkar CAMAT KADES/ LURAH SATGAS/ TSA KAMPUNG: LAHAN BLH KAB./KOTA BUPATI KETUA STLAK BLH PROP. KALTENG GUBERNUR KETUA SATKORLAK Instansi Terkait PROVINSI Satgas/ Brigdalkar BALAI KSDA Manggala Agni SUB SEKSI DAOPS SATGAS DLAKAR MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 28. 14 4) Sekretaris Daerah selaku Sekretaris. 5) Dinas Linmas Kesbang dan Satpol PP selaku Wakil Sekretaris. 6) Dinas Kabupaten/Kota, Lembaga, Badan dan Instansi Vertikal terkait lainnya. 7) Dunia Usaha. 8) Satuan Organisasi Kemasyarakatan Lainnya. c. Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat kecamatan dan desa disebut dengan Satuan Tugas (SATGAS) atau Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (BRIGDALKAR) : 1) SATGAS BRIGDALKAR adalah Brigade yang terdiri dari beberapa regu pemadam dan mempunyai tugas utama untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan. 2) Regu-regu SATGAS BRIGDALKAR berkedudukan di masing-masing instansi terkait dan Unit-unit kerja Badan Usaha (HPH, HTI, Perkebunan, Pertambangan) maupun Organisasi Kemasyarakatan setempat. 3) SATGAS dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Kerja setempat. Idealnya terdiri dari 20 (dua puluh) orang dengan pemimpin seorang ketua regu yang berpengalaman. 4) Pada tingkatan paling kecil (Desa, kelurahan dan satuan masyarakat lainnya) SATGAS BRIGDALKAR disebut Tim Serbu Api Kampung atau Masyarakat Peduli Api. C. Rangkuman Di tingkat Nasional sebagai koordinator kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sebagai fungsi koordinasi pelaksanaan kegiatan adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Secara teknis Menteri Kehutanan membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang disebut dengan Manggala Agni. Di tingkat Provinsi, organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan disebut dengan SATKORLAK PBP yang diketuai oleh Gubernur. Pada tingkat Kabupaten disebut dengan SATLAK PBP dimana Bupati sebagai Ketuanya. Pada tingkat paling bawah disebut sebagai SATGAS BRIGDALKAR yang berkedudukan di masing-masing instansi terkait dan Unit-unit kerja Badan Usaha, maupun Organisasi Kemasyarakatan setempat. Pada Level Masyarakat, SATGAS biasa disebut Tim Serbu Api Kampung (TSAK). D. Latihan Peserta dibagi ke dalam kelompok sesuai asal Kabupaten, diminta menjelaskan dan mendiskusikan mengenai struktur lembaga pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari Tingkat Kabupaten sampai tingkat Desa yang ada di wilayahnya masing-masing. E. Evaluasi Hasil belajar 1. Jelaskan struktur organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat Provinsi dan Kabupaten. 2. Jelaskan struktur organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat Kecamatan/Desa anda masing-masing. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 29. 15 4TUGAS, FUNGSI DAN MEKANISME KOORDINASI LEMBAGA A. Tugas Pokok Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Instansi yang terkait dengan tugas pokok ini antara lain: 1. Badan Meteorology dan Geofisika (BMG) setempat, bertugas antara lain : a. Memantau perkembangan cuaca terakhir dan melakukan analisis terhadap awal datang dan kemungkinan lama berlangsungnya musim kemarau di wilayah kerjanya. b. Melaporkan hasil pemantauan dan analisis kepada ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut. c. Memberi masukan data/informasi yang diperlukan kepada instansi lain yang terkait. d. Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai peringatan dini untuk peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku. 2. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain : a. Memantau perkembangan sebaran titik panas (hot-spot) melalui data satelit dan melakukan analisis terhadap perkiraan terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang mencakup letak, perkiraan luas dan sifatnya. b. Memantau dan menganalisis kualitas lingkungan hidup akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan, khususnya kualitas udara dari bencana kabut asap. c. Melaporkan hasil pemantauan dan analisis kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut. d. Memberi masukan data/informasi yang diperluan kepada instansi lain yang terkait e. Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai peringatan dini untuk peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku. f. Memberikan penyuluhan pengelolaan lingkungan hidup yang terkait dengan upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat luas. B. Tugas Operasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Instansi yang terkait dengan tugas pokok ini antara lain: 1. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain : a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, khususnya yang terjadi di dalam kawasan Hutan Negara, meliputi Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 30. 16 b. Melakukan penyuluhan, pembinaan dan pemantauan kesiapan dan pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada perusahaan kehutanan (HPH/HPHTI). c. Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan. d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut. 3. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain : a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran, khususnya yang terjadi di areal perkebunan. b. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran pembakaran lahan areal perusahaan perkebunan. c. Melakukan penyuluhan, pembinaan dan pemantauan kesiapan dan pelaksanaan kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan kepada perusahaan perkebunan. d. Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian bantuan sumber daya pemadaman dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. e. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut. 4. Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain: a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran, khususnya yang terjadi di lahan pertanian/perladangan masyarakat. b. Melakukan penyuluhan dan pembinaan tentang pengolahan lahan tanpa bakar dan pembakaran terkendali kepada masyarakat petani/peladang. c. Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian. d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut. 5. Instansi vertikal di daerah yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, bertugas antara lain : a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, khususnya yang terjadi di dalam kawasan konservasi. b. Melakukan penyuluhan dan pembinaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat di sekitar kawasan konservasi. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 31. 17 c. Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan. d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kaliamantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut. C. Tugas Pemantauan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Pada prinsipnya seluruh dinas, badan, lembaga dan instansi vertikal terkait lainnya bertugas dan bertanggung jawab untuk memberikan bantuan sumberdaya yang diperlakukan dalam pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam suatu kerjasama operasional lintas sektor. D. Mekanisme Koordinasi Koordinasi menurut Djamin (2003) adalah suatu usaha kerjasama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sehingga terdapat saling mengisi, membantu dan melengkapi. 1. Tipe dan Tujuan Koordinasi a. Tipe Koordinasi dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu: 1) Koordinasi Vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur. 2) Koordinasi Horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. b. Manfaat Koordinasi Secara umum koordinasi mempunyai manfaat sebagai berikut : 1) Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain, antara satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi. 2) Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau pejabat merupakan yang paling penting. 3) Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam organisasi. 4) Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktifitas dalam organisasi. 5) Menimbulkan kesadaran untuk saling membantu. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 32. 18 2. Mekanisme Koordinasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan a. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada dasarnya dilakukan sepanjang tahun secara terus menerus dengan cara penyuluhan-penyuluhan, pelatihan serta mempersiapkan sarana prasarana guna menunjang upaya penangkalan terhadap bahaya terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan. b. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada masing-masing tata guna pada prinsipnya menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing badan, lembaga, dinas maupun instansi vertikal yang terkait di daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang telah ditetapkan. c. Pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan dilakukan oleh satuan tugas/brigade pengendalian kebakaran yang dibentuk pada tiap satuan pelaksana lapangan yang berada pada masing-masing instansi terkait. d. Anggota Satgas/Brigdalkar terdiri dari aparat pemerintah dibantu oleh regu Brigdalkar pengusahaan hutan/Perkebunan dan berbagai elemen masyarakat yang sudah dilatih. e. Dalam hal kejadian kebakaran yang berukuran cukup besar, Satgas/Brigdalkar dibantu unsur-unsur tenaga bantuan dan tenaga cadangan. f. Dalam setiap kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan harus didasarkan pada prinsip kebersamaan melalui koordinasi dan kerja sama operasional lintas sektor dan lintas kabupaten/kota. g. Tenaga inti Satgas/Brigdalkar di lapangan adalah petugas/aparat terlatih yang sudah dibentuk/dipersiapkan berupa beberapa regu pemadam kebakaran pada masing- masing instansi terkait (sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya). h. Tenaga bantuan adalah regu pemadam badan usaha dan elemen masyarakat. i. Tenaga cadangan di Tingkat Provinsi berasal dari kekuatan ABRI dan Polri yang digerakkan atas perintah Gubernur selaku penanggung jawab PUSDALKARHUTLA Propinsi. E. Rangkuman Secara umum tugas instansi dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu tugas pokok, tugas operasional dan tugas pemantuan. Tugas pokok pengendalian kebakaran hutan dan lahan diemban oleh Instansi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan Instansi Badan Lingkungan Hidup. Tugas Operasional dibebankan kepada instansi Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian dan BKSDA sementara tugas pemantauan secara umum diserahkan kepada semua instansi untuk memberikan bantuan sumberdaya yang diperlukan. Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sehingga terdapat saling mengisi, membantu dan melengkapi. Koordinasi sangat penting agar semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu bisa membantu tercapainya tujuan organisasi. F. Latihan Beberapa peserta diminta untuk menjelaskan tugas dan fungsi organisasi/instansi yang ada di Kabupaten dan di Kecamatan/Desa-nya masing-masing dan menganalisa apakah sudah berfungsi sesuai tugasnya masing-masing. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 33. 19 G. Evaluasi Hasil belajar 1. Jelaskan instansi yang mempunyai tugas operasional di wilayah saudara. 2. Adakah lembaga/instansi yang terlibat dalam tugas pemantauan di wilayah saudara? Jelaskan. 3. Jelaskan mekanisme koordinasi dengan contoh yang terjadi pada lingkungan saudara. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 34. 20 MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 35. 21 5SISTEM INFORMASI DAN PELAPORAN A. Konsep Sistem Informasi Menurut Ludwig Von Bartalanfy (2005) sistem diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur atau komponen yang terorganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu. Informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian yang nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan (Jerry FithGerald, 2000). Informasi merupakan data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasi untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Sistem informasi dalam suatu pemahaman yang sederhana dapat didefinisikan sebagai satu sistem yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Para pemakai biasanya tergabung dalam suatu organisasi formal, atau lembaga. Informasi menjelaskan mengenai organisasi atau mengenai apa yang telah terjadi di masa lalu, apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang tentang organisasi tersebut (Edy Sudibyo, 2007). B. Komponen Sistem Informasi Komponen sistem informasi terdiri dari: orang, prosedur, perangkat keras, perangkat lunak, data, jaringan komputer dan komunikasi, sebagai berikut: 1. Orang atau personil yang dimaksudkan yaitu operator komputer, analis sistem, operator, personil data entry. 2. Prosedur, disediakan dalam bentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi. 3. Perangkat Keras, terdiri atas komputer (pusat pengolah, unit masukan/keluaran), peralatan penyiapan data, dan terminal (tempat penyimpanan). 4. Perangkat Lunak. Seperti sistem pengoperasian, program komputer dan sistem manajemen data. 5. Basis Data. File yang berisi program dan data dibuktikan dengan adanya media penyimpanan secara fisik seperti diskette dan hard disk. 6. Jaringan Komputer adalah sebuah kumpulan komputer yang terhubung dalam satu kesatuan sehingga memungkinkan pengguna jaringan komputer dapat saling bertukar dokumen dan data satu sama lain. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 36. 22 C. Sistem Informasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Sistem Informasi berperan penting dan selalu digunakan pada 5 komponen pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Analisa, Pencegahan, Persiapan, Respon/penanggulangan dan restorasi). Contoh penggunaan sistem informasi adalah deteksi hotspot dari satelit NOAA. Penjelasan lebih lanjut tentang penggunaan sistem informasi pada kegiatan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan pada subpokok bahasan siklus pengendalian. D. Pelaporan 1. Administrasi a. Prosedur surat-menyurat dengan berbagai instansi sesuai ketentuan yang berlaku. b. Laporan 1) Laporan kejadian kebakaran. Dilakukan pada kesempatan pertama sesaat setelah terjadinya kebakaran oleh petugas/aparat atau masyarakat yang melihat adanya kejadian kebakaran kepada POSKO Kebakaran terdekat, laporan diteruskan kepada POSKO yang lebih tinggi. 2) Laporan periodik. Dilakukan pada tiap minggu, dua minggu, bulanan, triwulan dan tahunan. 3) Laporan khusus. Dilakukan pada hal-hal yang bersifat khusus atau laporan mengenai kejadian kebakaran yang sedang/telah terjadi. E. Rangkuman Sistem informasi didefinisikan sebagai satu sistem yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Komponen Sistem Informasi terdiri dari: orang, prosedur, perangkat keras, perangkat lunak, data, jaringan komputer dan komunikasi. Pelaporan dilakukan pada kesempatan pertama sesaat setelah terjadinya kebakaran oleh petugas/aparat atau masyarakat yang melihat adanya kejadian kebakaran kepada POSKO Kebakaran terdekat, laporan diteruskan kepada POSKO yang lebih tinggi. F. Latihan Beberapa peserta diminta menjelaskan tentang sistem informasi yang sudah ada di wilayahnya. G. Evaluasi Hasil Belajar 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem informasi dan komponen yang ada di dalamnya. 2. Jelaskan jenis pelaporan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 37. 23 6RENCANA KERJA LEMBAGA Keberhasilan suatu daerah dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan sangat ditentukan oleh pengerahan potensi dan sumberdaya yang ada, baik yang berada di wilayahnya maupun dari luar wilayahnya. Pengerahan sumberdaya sebagai salah satu upaya penanggulangan bencana yang berfungsi menginventarisasi dan memobilisasi agar penanggulangan bencana dapat berjalan optimal. Diperlukan perencanaan yang matang agar pengendalian kebakaran hutan dan lahan berjalan dengan baik. A. Konsep Perencanaan Sebagian besar dari keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan berawal dari perencanaan, jika salah dalam merencanakan sama artinya dengan kita merencanakan kegagalan. 1. Pengertian Perencanaan Perencanaan adalah proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Unsur yang ada dalam perencanaan adalah : a. Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta. b. Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan. c. Adanya tujuan yang ingin dicapai. d. Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan- kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan. e. Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan. 2. Aspek Perencanaan Aspek/hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana adalah: a. Aspek Lingkungan Perlu diperhatikan secara serius, karena memiliki dampak yang sangat besar terhadap berhasil tidaknya program terutama yang terkait dengan masalah-masalah kemasyarakatan. b. Aspek Potensi dan Masalah Merupakan dua hal yang sangat penting dan perlu diketahui oleh setiap perencana. Pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan. c. Aspek Institusi Perencana Institusi perencana harus benar-benar berperan sebagai pelaksana fungsi dalam bidang perencanaan dan bertanggung jawab secara penuh atas hasilnya. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 38. 24 d. Aspek Ruang dan Waktu Harus jelas menggambarkan suatu kebutuhan dalam ruang dan waktu yang tepat. e. Aspek Legalisasi Kebijakan Merencanakan sesuatu harus sesuai dengan batasan-batasan peraturan yang telah ditetapkan. B. Teknik Menyusun Program/Rencana Kerja Rencana kerja adalah alat untuk perencanaan selama jangka waktu tertentu yang mengidentififkasikan masalah yang harus diselesaikan dan cara yang dipakai untuk menyelesaikannya. Metode sederhana untuk memulai menyusun rencana adalah dengan membuat pertanyaan : 1. KENAPA : program itu perlu dibuat. 2. APA : yang ingin dihasilkan oleh program tersebut. 3. BAGAIMANA : program akan bekerja untuk mencapai hasil yang diinginkan tersebut. 4. DARI MANA : data-data diperoleh untuk menghasilkan program secara objektif. 5. YANG MANA : faktor-faktor lingkungan mana saja yang perlu diawasi demi keberhasilan program. C. Isi Rencana Kerja Dalam menyusun rencana kerja secara umum harus berisi hal-hal sebagai berikut : 1. Pendahuluan dan Latar Belakang (Masalah) 2. Tujuan dan Sasaran (Keluaran) 3. Sumberdaya dan Kendala (Masukan) 4. Strategi dan Tindakan (dari masukan untuk keluaran) 5. Lampiran (Anggaran, Jadwal, dll) D. Rencana Kerja dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Pijakan utama dalam menyusun rencana kerja adalah 5 komponen pengendalian kebakaran hutan dan lahan, yaitu: Analisa, Pencegahan, Persiapan, Respon dan Restorasi/Rehabilitasi. Pada 5 komponen tersebut harus diisi dengan rencana kerja/kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-masing. E. Rangkuman Perencanaan adalah proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Rencana Kerja adalah alat untuk perencanaan selama jangka waktu tertentu yang mengidentififkasikan masalah yang harus diselesaikan dan cara yang dipakai untuk menyelesaikannya. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 39. 25 F. Latihan Peserta dikelompokkan berdasarkan asal kabupaten, dan diminta menyusun rencana kerja pengendalian kebakaran hutan dan lahan. G. Evaluasi Hasil Belajar 1. Jelaskan apa yang disebut dengan perencanaan dan unsur yang ada di dalamnya. 2. Jelaskan tentang Rencana Kerja dan apa saja yang harus ada dalam dokumen rencana kerja. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 40. 26 MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 41. 27 7PENUTUP Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana yang hampir setiap tahun selalu berulang. Berbagai upaya untuk menekan jumlah kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan baik secara preventif maupun penegakan hukum dengan segala perangkat hukum dan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dari Pusat sampai tingkat Provinsi. Modul Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan dan Lahan, sebagai acuan bahan ajar Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberi pemahaman kepada masyarakat sehingga diharapkan bencana kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah akan terus berkurang tanpa mengorbankan kepentingan dan pola hidup masyarakat sendiri. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selesainya penyusunan modul ini. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 42. 28 MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 43. 29 DAFTAR PUSTAKA Alqadrie, Syarif (1994). DampakPerusahaanPemegangHPHdanPerkebunanterhadapSosialBudaya Penduduk Setempat di Kalimantan Barat. Jakarta : PT.Grasindo. Barner dan Scweithelm (2000). Pengadilan oleh Api. Kebakaran Hutan dan Kebijakan Kehutanan di Masa Krisis dan Reforrmasi Indonesia. Jakarta : Worl Resourches Intitute. Rintuh Cornelis (2002). Modal Keluar dalam Ekspolitasi Kayu dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Rakyat. Mubes II Damang Kepala Adat Se Kalimantan Tengah di Palangka Raya. Sailillah, Johanes (1977). Hukum Adat Kalimantan Tengah. Palangka Raya : lembaga Bahasa dan Seni Universitas Palangka Raya. Usop, SR.dkk. (1995). Profil Ladang Berpindah di Kalimantan Tengah. Kerjasama Pusat Penelitian Kebudayaan Dayak, LPM Unpar dengan Bappeda Prov. Kalteng. ____________(1995). Profil Kebudayaan Dayak Kalimantan Tengah. Kerjasama Pusat Penelitian kebudayaan Dayak dengan Bappeda Prov. Kalteng. ____________(2005). Identifikasi Kawasan Pahewan di Kalimantan Tengah. Kerjasama LMMDD-KT dengan WWF-Indonesia, Kalteng. Peraturan Daerah Biro Pemerintahan Desa, Setwilda Tingkat I Kalimantan Tengah (1996). Lembaga Kedamangan dan Hukum Adat Dayak Ngaju di Provinsi Kalimantan Tengah. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat di Kalimantan Tengah. Peraturan Daerah Provinsi KalimantanTengah Nomor 1Tahun 2010Tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat di Kalimantan Tengah. Peraturan Gubernur KalimantanTengah Nomor 13Tentang Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Kelembagaan Adat di Kalimantan Tengah. Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perubahan Peraturan Gubernur Kalimantan tengah Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Tanah Adat di Atas Tanah di Provinsi Kalimantan Tengah. MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 44. 30 MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 45. 31 BIODATA PENULIS Dr. Sidik R. Usop, MS Lahir di Kapuas, 29 Maret 1954 telah menamatkan studi S3 Ilmu Sosial pada tahun 2009 pada Pasca Sarjana Unair di Surabaya. Kesehariannya adalah dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Palangka Raya dan sebagai Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Kebudayaan Dayak, Yayasan Pandohop Tabela Palangka Raya. Selain itu, yang bersangkutan juga aktif sebagai anggota Komda REDD+ Provinsi Kalimantan Tengah. Mukti Aji, S.Hut, M.Si Lahir di Desa Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas pada tanggal 24 Desember 1975 adalah anak ke-9 dari 12 bersaudara pasangan Mukhlas Syaifurahman dan Muslimah. Meraih gelar Sarjana Kehutanan pada tahun 1999 di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, kemudian melanjutkan kuliah di Program Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Palangka Raya, dan meraih gelar M.Si pada tahun 2009. Eddy Subahani, S.Hut Lahir di Pahandut, Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah pada tanggal 18 September 1972. Kuliah di Universitas PGRI Fakultas Hukum. Sebelum aktif di WALHI, menjadi anggota sebuah organisasi KPA (Kelompok Pecinta Alam) Green Rescue pada tahun 1995 di Palangka Raya. Menjadi volunteer di Yayasan Tahanjungan Tarung (YTT) pada tahun 1999. Saat ini masih menjabat sebagai Direktur Pelaksana Perhimpunan Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan (POKKERSHK)danLayananInformasidandata-basediSimpulLayananPemetaan Partisipatif Kalimantan Tengah (SLP2KT). MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 46. 32 MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 47. i DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penyang, S.Hut, MP Santosa Yulianto, S.Hut,M.Sc
  • 48. ii DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Penyang, S.Hut, MP Sentosa Yulianto, S.Hut, MP Editor: Mayang Meilantina Yulius Saden Emanuel Migo Diterbitkan oleh: Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+
  • 49. iii Kata Pengantar ......................................................................................................................................................................... i Daftar Isi ........................................................................................................................................................................................ v 1. PENDAHULUAN...................................................................................................... 1 A. Latar Belakang.................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup................................................................................................................................................... 2 C. Maksud dan Tujuan......................................................................................................................................... 2 D. Tujuan Pembelajaran...................................................................................................................................... 2 1. Tujuan Pembelajaran Umum............................................................................................................... 2 2. Tujuan Pembelajaran Khusus............................................................................................................... 2 E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2 2. PENGERTIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN, SERTA SEGITIGA API............. 3 A. Pengertian Kebakaran Hutan dan Lahan........................................................................................... 3 B. Segitiga Api.......................................................................................................................................................... 3 C. Ekosistem Hutan Gambut........................................................................................................................... 5 D. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 6 E. Latihan..................................................................................................................................................................... 6 F. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 6 3. PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN..................................................... 7 A. Penyebab Kebakaran Hutan...................................................................................................................... 7 B. Akibat Kebakaran Hutan.............................................................................................................................. 9 C. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 10 D. Latihan..................................................................................................................................................................... 10 E. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 10 4. DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN........................................................ 11 A. Dampak Positif................................................................................................................................................... 11 B. Dampak Negatif................................................................................................................................................ 11 C. Dampak Kebakaran Gambut..................................................................................................................... 11 D. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 12 E. Latihan..................................................................................................................................................................... 12 F. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 12 5. SIFAT DAN PERILAKU API...................................................................................... 13 A. Bagian-bagian Api............................................................................................................................................ 13 B. Sifat dan Perilaku Api...................................................................................................................................... 14 C. Sifat Kebakaran Gambut.............................................................................................................................. 21 DAFTAR ISI DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 50. iv D. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 22 E. Latihan..................................................................................................................................................................... 23 F. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 23 6. TIPE KEBAKARAN HUTAN DAN PROSES PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN... 25 A. Tipe Kebakaran Hutan .................................................................................................................................. 25 B. Proses Penyebaran Kebakaran Hutan dan Lahan......................................................................... 25 C. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 26 D. Latihan..................................................................................................................................................................... 26 E. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 26 7. SIKLUS PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN............................... 27 A. Komponen Manajemen Kebakaran .................................................................................................... 27 B. Tindakan Pasca Kebakaran Hutan dan Lahan................................................................................. 30 C. Rangkuman.......................................................................................................................................................... 31 D. Latihan..................................................................................................................................................................... 31 E. Evaluasi Hasil Belajar....................................................................................................................................... 31 Daftar Pustaka............................................................................................................................................................................. 33 Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 35 Daftar Gambar ........................................................................................................................................................................... 37 DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 51. 1 1PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan terjadi sebagai akibat tidak terkendalinya penggunaan api atau faktor alam yang berdampak langsung atau tidak langsung, baik secara fisik maupun hayati. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun pada musim kemarau. Tercatat beberapa kejadian besar kebakaran hutan dan lahan, yaitu pada tahun 1982/1983, 1987, 1991, 1994, 1997/1998, 2002, 2005, dan 2006. Berdasarkan data hotspots Satelit NOAA-18 dari Kementerian Kehutanan, salah satu provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan adalah Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya kebakaran lahan dan hutan di provinsi ini terjadi pada lahan gambut, sehingga relatif sulit dipadamkan dan menimbulkan kabut asap. Data dari BKSDA Kalimantan Tengah mencatat bahwa kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalteng sebagian besar disebabkan oleh perbuatan manusia. Hal ini dilakukan oleh masyarakat sebagai bagian dari kegiatan penyiapan lahan bagi kegiatan penanaman, maupun untuk membersihkan lahan terbengkalai, yang dianggap efektif dan efisien. Dengan membakar, sebagian masyarakat beranggapan bahwa pekerjaan pembersihan lahan menjadi lebih cepat, mudah dan murah. Disadari maupun tidak, dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan sangat luas, antara lain kerusakan ekologi, menurunnya keanekaragaman sumber daya hayati dan ekosistemnya, serta penurunan kualitas udara. Dampak kebakaran menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik, langsung maupun tidak langsung pada berbagai sektor, berskala lokal, nasional, regional, maupun global. Disebutkan antara lain pada aspek kesehatan, penurunan kualitas lingkungan hidup (kesuburan lahan, biodiversitas, pencemaran udara, dst.), emisi Gas Rumah Kaca yang selanjutnya menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim. Syumanda (2003) menyebutkan adanya 4 (empat) aspek penting sebagai dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan yaitu dampak terhadap sosial, budaya dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, dampak terhadap perhubungan dan pariwisata. Tacconi (2003) menyebutkan bahwa kebakaran yang mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi hingga 1,62-2,7 miliar dolar. Biaya akibat pencemaran kabut asap sekitar 674-799 juta dolar, dan biaya ini kemungkinan lebih tinggi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis yang tidak tersedia. Sedangkan menurut Raflis dan Khunaifi (2008), pada awal Juni (2-12 Juni 2003) dengan teori sederhana, bencana kebakaran Propinsi Kalteng dalam kurun waktu 10 hari saja telah menimbulkan angka kerugian sebesar 19 milyar lebih. DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 52. 2 Berdasarkan kondisi di atas, maka pemerintah melalui Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan berbagai berbagai elemen di Provinsi Kalimantan Tengah (pemerintah daerah, akademisi dan masyarakat), menyusun modul Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat, guna menumbuhkan kesadaran akan pentingnya mengantisipasi bencana yang diprediksi terjadi setiap tahun ini. B. Ruang Lingkup Dalam mata diklat Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan ini disampaikan selama 2 jam pelajaran teori dan latihan (JPL) dengan durasi 2 x 45 menit, dengan pokok bahasan yaitu pengertian kebakaran hutan dan lahan serta segi tiga api, penyebab kebakaran hutan, sifat dan perilaku api, tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan, dan siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sebagai bekal bagi instruktur pada saat mengajar sesuai dengan mata diklat yang dia punya. C. Maksud dan Tujuan Modul ini disusun sebagai acuan dan pedoman bagi para peserta diklat TOT (Training of Trainer) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat, khususnya yang diselenggarakan oleh Training Center REDD+ Palangka Raya dan umumnya para instruktur yang melakukan kegiatan pembelajaran. Adapun tujuannya adalah memudahkan peserta diklat mempelajari dan memahami materi Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan, sehingga diharapkan dapat mencapai hasil yang lebih efektif dan efisien. D. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah selesai mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu memahami dan menjelaskan tentang dasar-dasar kebakaran hutan dan lahan. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diharapkan mampu: a. Menjelaskan pengertian kebakaran hutan dan lahan, serta segi tiga api. b. Menjelaskan penyebab kebakaran hutan. c. Menjelaskan sifat dan perilaku api. d. Menjelaskan tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan. e. Menyusun siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan. E. Pokok Bahasan Pokok bahasan modul dasar-dasar kebakaran hutan dan lahan ini meliputi : 1. Pengertian kebakaran hutan dan lahan serta segitiga api 2. Penyebab kebakaran hutan dan lahan 3. Dampak kebakaran hutan dan lahan 4. Sifat dan perilaku api 5. Tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan 6. Siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 53. 3 2PENGERTIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN, SERTA SEGITIGA API A. Pengertian Kebakaran Hutan dan Lahan Ada beberapa pengertian mengenai kebakaran hutan dan lahan, antara lain: 1. Menurut Adinugroho et al. (2004), yang dimaksud dengan kebakaran hutan dan lahan adalah suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan yang dilaluinya. 2. Kebakaran hutan dan lahan adalah peristiwa terbakarnya hutan dan lahan sebagai akibat tidak terkendalinya penggunaan api atau faktor alam. Hal ini berdampak pada perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik atau hayati yang menyebabkan kurang berfungsinya hutan atau lahan (BNPB, 2008). 3. Kebakaran hutan dan atau lahan adalah suatu keadaan dimana hutan/lahan dilanda api mengakibatkan kerusakan sumber daya hutan dan hasil hutan/lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan (Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 78 Tahun 2005). B. Segitiga Api Segi tiga api adalah bentuk sederhana untuk menggambarkan proses pembakaran dan aplikasinya. Ada tiga sisi dari segi tiga api yaitu sumber panas/api, oksigen dan bahan bakar (Davis, 1959 dalam Boer, 1995). 1. Sumber Panas/Api Sumber panas/api yang dapat menyebabkan terjadinya proses pembakaran bisa berasal dari sinar matahari atau dari api itu sendiri. Sumber panas/api ini adalah salah satu dari rantai atau sisi segi tiga api. Sumber panas yang berasal dari matahari biasanya membutuhkan media lain untuk dapat menimbulkan api, misalnya batu bara atau kayu yang disinari oleh matahari menjadi kering kemudian batu bara atau kayu tersebut bergesekan satu dengan yang lainnya maka menimbulkan panas yang lebih besar, maka terjadilah pembakaran. Untuk mencapai titik penyalaan diperlukan temperatur antara 220–2500 C. 2. Oksigen Dari tiga sisi atau rantai segi tiga api, diantaranya adalah oksigen (O0 ) yang selalu tersedia di atmosfir atau udara. Jika tidak ada oksigen maka tidak akan terjadi proses pembakaran. DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 54. 4 3. Bahan Bakar Dalam proses kebakaran hutan, sumber bahan bakar dapat berasal dari: a. Semak belukar atau pohon-pohon yang kering. b. Serasah atau humus yang kering. c. Sisa hasil pembalakan/penebangan pohon. d. Bahan bakar lainnya yang ada di dalam hutan. Peluang terjadinya proses pembakaran pada bahan bakar dengan kadar air ≤ 5 %. Hilangnya satu atau lebih dari tiga sisi ini sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1, maka tidak akan terjadi suatu kebakaran. Segi tiga api dapat divisualisasikan sebagai dasar hubungan reaksi berantai dari pembakaran. Pemincangan salah satu atau lebih dari sisi segi tiga api akan merusak atau menghancurkan mata rantai tersebut. Itu berarti kalau bahan bakar tersedia dalam jumlah banyak tapi tidak ada oksigen, maka pembakaran tidak dapat berlangsung. Begitu juga bila pembakaran tidak mencapai titik penyalaan yang berkisar antara 220-2500C, maka pembakaran pun tidak mungkin terjadi (Sumber: Modul Pencegahan Kebakaran Hutan bagi Polhut, Pusdiklat Kehutanan-ITTO, 2002). Melemahnya satu atau lebih dari sisi segi tiga api ini juga akan melemahkan rantai tersebut dan mengurangi laju kebakaran serta intensitas kebakarannya. Menurut Sukrismanto (2012) dalam disertasinya yang berjudul Sistem Pengorganisasian Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, terkait dengan kebakaran hutan/lahan diperkenalkan istilah segi empat kebakaran yang meliputi tiga unsur dari segitiga api ditambah manusia sebagai unsur ke empat. Gambar 1. Segi Tiga Api DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 55. 5 C. Ekosistem Hutan Gambut Tanah gambut terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang mati dan sebagian mengalami perombakan, mengandung minimal 12–18% C organik dengan ketebalan minimal 50 cm. Secara taksonomi tanah disebut juga sebagai tanah gambut, Histosol atau Organosol bila memiliki ketebalan lapisan gambut > 40 cm, bila bulk density > 0,1 g/cm3 (Widjaja Adhi, 1986). Istilah gambut memiliki makna ganda yaitu sebagai bahan organik (peat) dan sebagai tanah organik (peat soil). Gambut sebagai bahan organik merupakan sumber energi, bahan untuk media perkecambahan biji dan pupuk organik sedangkan gambut sebagai tanah organik digunakan sebagai lahan untuk melakukan berbagai kegiatan pertanian dan dapat dikelola dalam sistem usaha tani (Andriesse, 1988). Terdapat tiga macam bahan organik tanah yang dikenal berdasarkan tingkat dekomposisi bahan tanaman aslinya (Andriesse, 1988 dan Wahyunto et al., 2003), yaitu fibrik, hemik dan saprik. 1. Fibrik Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi rendah, pada umumnya memiliki kadar air pada saat jenuh berkisar antara 850% hingga 3.000% dari berat kering oven bahan, warnanya coklat kekuningan, coklat tua atau coklat kemerah-merahan. 2. Hemik Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi sedang, kadar air maksimum pada saat jenuh air berkisar antara 250-450%, warnanya coklat keabu-abuan tua sampai coklat kemerah-merahan tua. 3. Saprik Bahan gambut ini mempunyai tingkat kematangan yang paling tinggi, kadar air maksimum pada saat jenuh normalnya < 450%, warnanya kelabu sangat tua sampai hitam. Gambut merupakan ekosistem khas yang kaya akan keanekaragaman hayati. Jenis- jenis floranya, antara lain: Ramin (Gonystylus sp.), Terentang (Camnosperma sp.), Gelam (Melaleuca sp.), Gembor (Alseodaphne umbeliflora), Jelutung (Dyera costulata), Kapur naga (Callophyllum soulatri), Belangeran (Shorea belangeran), Perupuk (Lophopetalum mutinervium), Rotan, Pandan, Palem-paleman dan berbagai jenis liana. Jenis fauna yang dapat ditemukan di daerah rawa gambut antara lain orang utan, rusa, buaya, babi hutan, kera ekor panjang, kera ekor pendek berwarna kemerah-merahan, bekantan, beruk, siamang, biawak, bidaung (sejenis biawak), ular sawah, ular tedung, beruang madu, macan pohon, berbagai jenis ikan (tapah, lais, baung, haruan, seluang, lawang, toman, lele, bidawang, sepat, kalui, kapar, bapuyu, lele, biawan) dan berbagai jenis burung yang memanfaatkan daerah itu sebagai habitat ataupun tempat migrasi (burung hantu, bubut, tinjau, elang, punai, bangau, walet, serindit, tekukur, beo, pelatuk dan tingang). Gambut juga merupakan salah satu penyusun bahan bakar yang terdapat di bawah permukaan. Gambut mempunyai kemampuan dalam menyerap air sangat besar karena itu, meskipun tanah di bagian atasnya sudah kering di bagian bawahnya tetap lembab dan bahkan relatif masih basah karena mengandung air. Sehingga sebagai bahan bakar bawah permukaan ia memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada bahan bakar permukaan (serasah, ranting, log) dan bahan bakar atas (tajuk pohon, lumut, epifit). Saat musim DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
  • 56. 6 kemarau, permukaan tanah gambut cepat sekali kering dan mudah terbakar, dan api di permukaan ini dapat merambat kelapisan bagian bawah/dalam yang relatif lembab. Oleh karenanya, ketika terbakar, kobaran api tersebut akan bercampur dengan uap air di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat banyak. D. Rangkuman 1. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan yang dilaluinya. 2. Segi tiga api adalah bentuk sederhana untuk menggambarkan proses pembakaran dan aplikasinya yang terdiri dari sumber panas/api, oksigen dan bahan bakar. 3. Gambut merupakan salah satu penyusun bahan bakar yang terdapat di bawah permukaan dan mempunyai kemampuan dalam menyerap air sangat besar, sehingga sebagai bahan bakar bawah permukaan ia memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada bahan bakar permukaan dan bahan bakar atas. Ketika terbakar, kobaran api akan bercampur dengan uap air di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat banyak. E. Latihan Salah seorang peserta diminta untuk menggambar segitiga api lalu menjelaskan keterkaitan masing-masing komponen dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan kepada peserta lain dalam waktu kurang lebih 5 menit di depan kelas. Peserta lain diharapkan menyimak dengan seksama dan memberikan masukan yang melengkapi penjelasan yang disampaikan, setelah penjelasan selesai. F. Evaluasi Hasil Belajar 1. Jelaskan pengertian kebakaran hutan dan lahan? 2. Sebutkan dan jelaskan sumber bahan bakar dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan? DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN