SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
Download to read offline
Membaca Kitab Kuning
Oleh:
Muhammad Nafi
www.pindai.org | t: @pindaimedia | f: facebook.com/pindai.org | e: redaksi@pindai.org
PINDAI.ORG – Membaca Kitab Kuning / 6 Juli 2015
	
  
H a l a m a n 	
  2	
  |	
  5	
  
	
  
Membaca Kitab Kuning
oleh Muhammad Nafi
Model pembacaan teks keagamaan dalam kultur pesantren memungkinkan pemaknaan (atas teks) lebih
cair dan bertaut dalam konteks masyarakat tempatnya berpijak. Model pembacaan teks keagamaan
dalam kultur pesantren memungkinkan pemaknaan (atas teks) lebih cair dan bertaut dalam konteks
masyarakat tempatnya berpijak.
DALAM kultur pesantren, buku dan kitab memiliki makna berbeda meski secara harafiah dua kata itu
sinonim. Buku adalah teks-teks dengan bahasa Indonesia, sementara kitab adalah teks-teks keagamaan
dalam bahasa Arab.
Kitab-kitab di pesantren kerap disebut ‘kitab kuning’—kebanyakan dicetak dengan kertas berwarna
kuning, yang relatif lebih murah ketimbang kertas jenis lain, biasanya seukuran B5 (176 x 250 mm). Ada
pula yang menamainya ‘kitab gundul’, artinya nyaris tak memiliki tanda bacaan (harakat). Itulah
mengapa ilmu gramatika bahasa Arab, yakni Nahwu dan Sharaf, menempati posisi kunci di pesantren.
Dua bidang ilmu itu yang, setidaknya bagi saya, jadi teror mental saat saya dulu belajar di satu madrasah
tsanawiyah (jenjang sekolah menengah pertama). Tiap santri berkewajiban untuk menghafalkan sebuah
kitab bernama Alfiyah Ibnu Malik, berisi seribu bait syair (nadhom) berbahasa Arab tentang tatabahasa.
Metodenya dengan menghafal dan, biasanya, setoran hafalan itu dibagi-bagi berdasarkan kelas dan
semester (minimal harus hafal 150 bait nadhom Alfiyah tiap semester). Kebanyakan santri masih hafal
dengan bunyi syair Alfiyah ini.
Selain Alfiyah Ibnu Malik, ada dua kitab lagi yang sangat terkenal di kalangan santri: Tafsir Al Jalalain
dan Taqrib. Tafsir Al Jalalain, karya Jalaluddin AsSuyuthi dan Jalaluddin Al Mahalli, adalah kitab yang
diajarkan dan kami baca sepanjang enam tahun (dari tsanawiyah hingga aliyah). Tafsir ini kemungkinan
dipilih karena kesederhanaan bahasa serta pembahasannya. Ia mencukupkan diri sebatas memberi
penjelasan arti kata tanpa terlibat dalam persoalan perdebatan tafsir dan dalil-dalil teologis.
Ayat-ayat berupa huruf (seperti alif laam miim, yaasiin, nuun, dst.) dikomentari oleh sang mufassir
dengan ringkas: Allahu a’lam bimurodihi (Hanya Allah yang tahu maksud ayat ini). Pada kitab tafsir lain,
kita akan menjumpai diskusi dan perdebatan panjang tentang ayat-ayat macam itu (boleh tidaknya
mengartikan ayat sampai beragam pemaknaan atas ayat tersebut, dan sebagainya).
Salah satu kitab paling populer di pesantren adalah kitab kuning tipis bertajuk At Taqrib Fil Fiqh karya
Abu Syuja’ Al Isfahani. Taqrib adalah kitab fiqih dasar, dengan gaya bahasa serta pembahasan yang
sederhana. Kalau Alfiyah adalah kitab tatabahasa, Taqrib adalah kitab yang melatih kemampuan
tatabahasa. Dus, mengaji Taqrib berarti mempelajari dua ilmu: fiqih dan tatabahasa Arab, selain tentu
belajar ngesahi.
Ngesahi adalah menuliskan arti kata dalam kitab kuning—biasanya dengan menggunakan huruf ‘Arab
Pegon’. Di beberapa pondok pesantren ia disebut maknani atau njenggoti. Para filolog menyebutnya
model “terjemahan antarbaris,” yakni teks terjemahan diletakkan di antara spasi antar baris.
Dalam Naskah Terjemahan Antarbaris: Kontribusi Kreatif Dunia Islam Melayu Indonesia (2009),
PINDAI.ORG – Membaca Kitab Kuning / 6 Juli 2015
	
  
H a l a m a n 	
  3	
  |	
  5	
  
	
  
Azyumardi Azra menyatakan model terjemahan antarbaris ini jadi pilihan strategis karena dua alasan.
Pertama, ia memungkinkan terjaganya orisinalitas teks. Pembaca dapat membandingkan antara teks asli
berbahasa Arab dan terjemahannya dalam bahasa lokal. Kedua, terjemahan model ini berfungsi sebagai
metode pembelajaran bahasa Arab.
Dari terjemahan antarbaris inilah terkadang timbul—apa yang saya sebut—“kreativitas pemaknaan atas
teks.” Lebih penting lagi, kitab-kitab berbahasa Arab tak dipahami semata ia mengandung bahasa Arab
tapi sebagai kitab Arab-Jawa/Melayu/Sunda. Maknani kitab kuning, dengan kata lain, menjadi semacam
ikhtiar untuk menyandingkan dua bahasa. Metode inilah yang kemudian, kalau boleh berspekulasi agak
jauh, yang membuat pemaknaan atas teks-teks Arab (tentunya kebanyakan berkaitan dengan agama
Islam) menjadi lebih cair.
Persandingan dua bahasa dalam satu halaman, bagi saya, seolah membaurkan batas antarbahasa. Bahasa
Arab dan bahasa Jawa menjadi satu. Pemahaman dan pemaknaan atas teks kitab kuning menjadi semacam
pertemuan antar dua lautan bahasa. Kalau boleh dikata: dua bahasa membaur, dua kultur sejenak menyatu
dalam pembacaan.
Empat Cara Membaca Teks
Teks-teks keagamaan berbahasa Arab, karenanya, akan selalu mengandung unsur budaya Arab. Ulama-
ulama Islam Nusantara sadar akan adanya jarak antarbahasa yang perlu “dijembatani” dengan bentuk
terjemahan antarbaris itu. Namun metode ini saja belum cukup. Teks-teks keagamaan ini diikhtiarkan
untuk dibaca dengan pelbagai cara.
Dalam tradisi pesantren, pembacaan teks kitab dapat dilakukan setidaknya dengan empat cara:
bandongan, sorogan, musyawarah, dan muthola’ah. Saat teks dibacakan oleh kiai/guru/ajengan dan santri
hanya menyimak dan ngesahi—inilah yang bernama ngaji bandongan. Sebaliknya, jika santri yang
membaca dan kiai yang mendengarkan sembari mengoreksi bacaaan dan terjemahan, itu dinamakan
metode sorogan.
Metode bandongan memungkinkan para murid mendapatkan penjelasan dari kiai. Biasanya, kiai
menambahkan konteks dan cerita-cerita relevan atas kitab kuning yang sedang dibaca. Ia memberi
kesempatan para santri untuk mengalami “triangulasi interteks.” Sebuah teks dimaknai dua orang
sekaligus, maka pemaknaannya pun sangat mungkin berganda. Tetapi si santri tidak berlaku pasif; ia
seolah membenturkan bacaannya sendiri dari bacaaan si kiai. Metode sorogan membalik proses itu. Dan,
sebagaimana bandongan, keduanya jadi rekan diskusi dalam pengalaman tekstual itu.
Sementara metode musyawarah adalah ajang bagi para santri untuk menguji seberapa dalam pengalaman
dan pemahaman mereka terhadap teks kitab kuning antarsesama santri. Terakhir, mengaji teks kitab
sendiri dengan muthola’ah—semacam penggalian sendiri yang nantinya juga ia bawa dalam forum/
majelis pembacaan lain.
Empat metode pembacaan kitab kuning ini, bagi saya, menawarkan nuansa berlapis. Sebuah teks dibaca
dan didedah dengan empat kemungkinan cara. Thus, kemungkinan tafsir yang hadir jadi lebih luas.
Pengetahuan dan keyakinan seorang santri diuji dan ditapis empat kali. Faktor inilah, salah satunya, yang
membuat tafsir atas teks-teks keagamaan yang dilakukan oleh para santri cenderung lebih longgar.
PINDAI.ORG – Membaca Kitab Kuning / 6 Juli 2015
	
  
H a l a m a n 	
  4	
  |	
  5	
  
	
  
Mengaji dan Menggali Khazanah
Dalam Kitab Kuning: Books in Arabic Script in Pesantren Milieu (1990), Martin van Bruinessen
mencatat jumlah kitab kuning yang beredar di Asia Tenggara. Bruinessen mengumpulkan dan
mengklasifikasikan 900-an kitab kuning: lebih dari 500 ditulis oleh ulama dari Asia Tenggara, sementara
100 di antaranya karya ulama Nusantara.
Memang ada beberapa ulama Nusantara yang sangat produktif menulis sejumlah kitab. Pada awal abad
19, ada nama-nama besar seperti Kiai Muhammad Ahmad Rifa’i (Kali Salak Pekalongan), Syeikh
Nawawi (Banten), Syeikh Mahfud (Termas), dan Kiai Saleh Darat (Semarang). Sampai sekarang kitab-
kitab mereka masih jadi bahan pengajian dan terus dikaji di pesantren. Pada abad 20, beberapa nama
seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), KH. Sahal Mahfudh (Pati), dan KH. Bisri
Musthofa (Rembang) adalah para penulis kitab yang produktif.
Kiai Sahal Mahfud misalnya dinilai ulama brilian dalam bidang Ushul Fiqh yang kepakarannya diakui
dalam panggung dunia. Sejumlah kitabnya antara lain Allahu yarham, Thoriqotul Husul ‘ala Ghoyatul
Wushul, Alluma’ min afaadhilil Malma’, Intifakhul Wadajain, dan Al-Fawaaidun Najibah.
Selain hitungan kitab dari catatan Bruinessen, sangat mungkin pula banyak karya dari sejumlah ulama
Nusantara yang terlewat terdokumentasi. Tak sedikit para kiai pesantren menulis, mencetak, dan
mendistribusikan kitabnya sendiri. Saya menyadari ini dari Kiai Hambali, pengasuh pondok Mamba’ul
Hikam di Pati. Kitab-kitab yang ia ajarkan saat ngaji posonan biasanya berbeda dari kitab umum yang
dikaji di pesantren lain. Ia membawa kitab karya ulama-ulama Kediri yang diterbitkan secara mandiri.
“Islam Nusantara”
Tentu, tak diragukan lagi, sumbangan Bruinessen sangat berharga dalam khazanah “Islam Nusantara”—
istilah yang tengah ramai dipercakapkan itu, untuk menyebut pemaknaan Islam oleh ulama dan
masyarakat Nusantara sendiri. Beragam karya yang tercatat di atas, setidaknya menunjukkan respons
intelektual untuk memaknai Islam dari kacamata masyarakat Indonesia. Praktik-praktik Islam di
Nusantara pun hadir dengan corak budayanya, yang berbeda dengan Islam Jazirah Arab, Eropa, Amerika,
atau di wilayah-wilayah lain. “Islam Nusantara” adalah akumulasi dari khazanah, pemaknaan, dan
kontekstualisasi agama oleh masyarakat Indonesia.
Pengalaman saya pun sangat terbatas ketimbang para santri lain yang bermukim dari pesantren ke
pesantren. Berbeda dari saya sebagai ‘santri kalong’ (tidak bermukim di pesantren dan hanya nunut
ngaji), mereka—para santri yang tekun itu—ngaji bandongan di pelbagai pondok lain, terlebih-lebih pada
bulan Ramadhan ini, bulan penjelajahan keilmuan yang memungkinkan mereka menelusuri pelbagai
khazanah di sejumlah pesantren. Pengalaman pembacaan mereka terhadap kitab kuning ditakik kembali.
Sejumlah pesantren besar di Jawa misalnya, memiliki konsentrasi kajian unggulan. Pondok Al Anwar
(Sarang, Rembang) dikenal dalam bidang hadits dan gramatika bahasa Arab. Pondok Tambakberas
(Jombang) adalah pionir bidang Ushul Fiqih. Pondok Tebuireng (Jombang) terkenal dengan ilmu
haditsnya. Pondok Arwaniyah (Kudus) dan Al Munawwir (Krapyak, Yogyakarta) adalah pusat ilmu-ilmu
al-Qur’an. Di pondok pesantren terakhir itu kini saya ngalong selama posonan. Saya, dan banyak santri
lain, mengikuti jadwal mengaji kitab yang nyaris sehari penuh, dari lepas subuh hingga lewat tengah
malam, dan bermacam kitab dikhatamkan dalam satu bulan penuh.
PINDAI.ORG – Membaca Kitab Kuning / 6 Juli 2015
	
  
H a l a m a n 	
  5	
  |	
  5	
  
	
  
Saya kira sumbangan penting dari model pembacaan kitab dari kultur pesantren ini menjadikan teks
keagamaan bertaut dalam alam pikir dan konteks sosial masyarakat Indonesia. Ia adalah pengetahuan dan
pengalaman yang telah diretas oleh ulama Indonesia terdahulu dan kini. Dalam kontestasi wacana global
yang memang tak terhindarkan, praktik mengaji khazanah ini selalu berada dalam tegangan antara
keragaman dan keseragaman pemaknaan atas Islam.[]
-----
Muhammad Nafi’, alumnus Pesantren Raudlatul Ulum di Pati, daerah pantai utara di Jawa bagian
tengah, studi komunikasi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

More Related Content

What's hot

Tafsir al quran al-’azim ( Ibnu Katsir )
Tafsir al quran al-’azim ( Ibnu Katsir )Tafsir al quran al-’azim ( Ibnu Katsir )
Tafsir al quran al-’azim ( Ibnu Katsir )Shafiefie Fey
 
Jurnal Fikiran Masyarakat (Volume. 4 No. 1, 2016)
Jurnal Fikiran Masyarakat (Volume. 4 No. 1, 2016)Jurnal Fikiran Masyarakat (Volume. 4 No. 1, 2016)
Jurnal Fikiran Masyarakat (Volume. 4 No. 1, 2016)Harry Ramza
 
Tafsir ibnu kathir
Tafsir ibnu kathirTafsir ibnu kathir
Tafsir ibnu kathirAmirul Afif
 
KB 2 Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'an
KB 2 Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'anKB 2 Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'an
KB 2 Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'anIstna Zakia Iriana
 
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabat
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabatTafsir pada masa nabi saw dan sahabat
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabatJumal Ahmad
 
08 tajuk 1_penglan_kpd_al-quran_1-29.doc
08 tajuk 1_penglan_kpd_al-quran_1-29.doc08 tajuk 1_penglan_kpd_al-quran_1-29.doc
08 tajuk 1_penglan_kpd_al-quran_1-29.docAmmar Yassir
 
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir TerkenalPara Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir TerkenalRatih Aini
 
KB 1 Tafsir, Takwil, Terjemah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
KB 1 Tafsir, Takwil, Terjemah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan MutasyabihatKB 1 Tafsir, Takwil, Terjemah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
KB 1 Tafsir, Takwil, Terjemah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan MutasyabihatIstna Zakia Iriana
 
Mengenal Mushaf Standar Indonesia
Mengenal Mushaf Standar IndonesiaMengenal Mushaf Standar Indonesia
Mengenal Mushaf Standar IndonesiaWandi Budiman
 
Materi bahasa indonesia
Materi bahasa indonesiaMateri bahasa indonesia
Materi bahasa indonesiafarensa
 

What's hot (20)

Ibnu katsir
Ibnu katsirIbnu katsir
Ibnu katsir
 
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Aprialdi. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Aprialdi. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Aprialdi. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Aprialdi. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
 
Fungsi tafsir tarbawi
Fungsi tafsir tarbawiFungsi tafsir tarbawi
Fungsi tafsir tarbawi
 
Tafsir al quran al-’azim ( Ibnu Katsir )
Tafsir al quran al-’azim ( Ibnu Katsir )Tafsir al quran al-’azim ( Ibnu Katsir )
Tafsir al quran al-’azim ( Ibnu Katsir )
 
TUGAS-1 TAFSIR TEMATIK OLEH Shella Anjeli Astari. SM IV MD-E FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-1 TAFSIR TEMATIK OLEH Shella Anjeli Astari. SM IV MD-E FDK UINSU 2019/2020TUGAS-1 TAFSIR TEMATIK OLEH Shella Anjeli Astari. SM IV MD-E FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-1 TAFSIR TEMATIK OLEH Shella Anjeli Astari. SM IV MD-E FDK UINSU 2019/2020
 
Jurnal Fikiran Masyarakat (Volume. 4 No. 1, 2016)
Jurnal Fikiran Masyarakat (Volume. 4 No. 1, 2016)Jurnal Fikiran Masyarakat (Volume. 4 No. 1, 2016)
Jurnal Fikiran Masyarakat (Volume. 4 No. 1, 2016)
 
Tafsir ibnu kathir
Tafsir ibnu kathirTafsir ibnu kathir
Tafsir ibnu kathir
 
KB 2 Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'an
KB 2 Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'anKB 2 Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'an
KB 2 Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'an
 
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabat
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabatTafsir pada masa nabi saw dan sahabat
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabat
 
Jenis tafsir
Jenis tafsirJenis tafsir
Jenis tafsir
 
Metodologi tafsir
Metodologi tafsirMetodologi tafsir
Metodologi tafsir
 
13 26-1-pb
13 26-1-pb13 26-1-pb
13 26-1-pb
 
08 tajuk 1_penglan_kpd_al-quran_1-29.doc
08 tajuk 1_penglan_kpd_al-quran_1-29.doc08 tajuk 1_penglan_kpd_al-quran_1-29.doc
08 tajuk 1_penglan_kpd_al-quran_1-29.doc
 
A Hassan
A HassanA Hassan
A Hassan
 
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir TerkenalPara Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
 
KB 1 Tafsir, Takwil, Terjemah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
KB 1 Tafsir, Takwil, Terjemah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan MutasyabihatKB 1 Tafsir, Takwil, Terjemah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
KB 1 Tafsir, Takwil, Terjemah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
 
Mengenal Mushaf Standar Indonesia
Mengenal Mushaf Standar IndonesiaMengenal Mushaf Standar Indonesia
Mengenal Mushaf Standar Indonesia
 
Tafsir maudhui pengantar
Tafsir maudhui pengantarTafsir maudhui pengantar
Tafsir maudhui pengantar
 
Materi bahasa indonesia
Materi bahasa indonesiaMateri bahasa indonesia
Materi bahasa indonesia
 
MAKALAH TAFSIR TAHLI
MAKALAH TAFSIR TAHLIMAKALAH TAFSIR TAHLI
MAKALAH TAFSIR TAHLI
 

Similar to Membaca Kitab Kuning

Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdfHasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdfHasaniahmadsaid
 
La tahzan jgn bersedih
La tahzan jgn bersedihLa tahzan jgn bersedih
La tahzan jgn bersedihtengkiu
 
Aidh al qarni - la tahzan
Aidh al qarni - la tahzanAidh al qarni - la tahzan
Aidh al qarni - la tahzankusumahardi
 
Aidh al qorni - la tahzan
Aidh al qorni - la tahzanAidh al qorni - la tahzan
Aidh al qorni - la tahzanRobby Mukhtar
 
La tahzan (jangan bersedih)
La tahzan (jangan bersedih)La tahzan (jangan bersedih)
La tahzan (jangan bersedih)Afif Tracal
 
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arabIlmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arabMuhammad Idris
 
CORAK SASTRA TAFSIR AL-QURAN
CORAK SASTRA TAFSIR AL-QURANCORAK SASTRA TAFSIR AL-QURAN
CORAK SASTRA TAFSIR AL-QURANPenerbit Manggu
 
PANDANGAN IGNAZ_GOLDZIHER TERHADAP AL QUR'AN_KUSYADI.docx
PANDANGAN IGNAZ_GOLDZIHER TERHADAP AL QUR'AN_KUSYADI.docxPANDANGAN IGNAZ_GOLDZIHER TERHADAP AL QUR'AN_KUSYADI.docx
PANDANGAN IGNAZ_GOLDZIHER TERHADAP AL QUR'AN_KUSYADI.docxAliDani5
 
Biografi imam al baghawi
Biografi imam al baghawiBiografi imam al baghawi
Biografi imam al baghawiSidqi Maulana
 
UAS_BAHASA_ARAB.pdf
UAS_BAHASA_ARAB.pdfUAS_BAHASA_ARAB.pdf
UAS_BAHASA_ARAB.pdfssusere8135f
 
4 11 Media Pembelajaran - Perpustakaan Sebagai Media Pembelajaran E-Book
4 11 Media Pembelajaran - Perpustakaan Sebagai Media Pembelajaran E-Book4 11 Media Pembelajaran - Perpustakaan Sebagai Media Pembelajaran E-Book
4 11 Media Pembelajaran - Perpustakaan Sebagai Media Pembelajaran E-BookHaris Mansah ARH
 

Similar to Membaca Kitab Kuning (20)

Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdfHasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
 
Penulisan karya seni lagu al quran di nusantara
Penulisan karya seni lagu al quran di nusantaraPenulisan karya seni lagu al quran di nusantara
Penulisan karya seni lagu al quran di nusantara
 
Resensi buku ilmu kalam
Resensi buku ilmu kalamResensi buku ilmu kalam
Resensi buku ilmu kalam
 
La tahzan jgn bersedih
La tahzan jgn bersedihLa tahzan jgn bersedih
La tahzan jgn bersedih
 
Aidh al qarni - la tahzan
Aidh al qarni - la tahzanAidh al qarni - la tahzan
Aidh al qarni - la tahzan
 
La tahzan aidh al-qarni
La tahzan   aidh al-qarniLa tahzan   aidh al-qarni
La tahzan aidh al-qarni
 
Aidh al qorni - la tahzan
Aidh al qorni - la tahzanAidh al qorni - la tahzan
Aidh al qorni - la tahzan
 
La tahzan
La tahzanLa tahzan
La tahzan
 
La tahzan (jangan bersedih)
La tahzan (jangan bersedih)La tahzan (jangan bersedih)
La tahzan (jangan bersedih)
 
Slide share
Slide shareSlide share
Slide share
 
La tahzan
La tahzanLa tahzan
La tahzan
 
Mahamai kitab tafsir
Mahamai kitab tafsirMahamai kitab tafsir
Mahamai kitab tafsir
 
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arabIlmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
 
URGENSI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DALAM PENDIDIKAN ISLAM
URGENSI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DALAM PENDIDIKAN ISLAMURGENSI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DALAM PENDIDIKAN ISLAM
URGENSI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DALAM PENDIDIKAN ISLAM
 
CORAK SASTRA TAFSIR AL-QURAN
CORAK SASTRA TAFSIR AL-QURANCORAK SASTRA TAFSIR AL-QURAN
CORAK SASTRA TAFSIR AL-QURAN
 
PANDANGAN IGNAZ_GOLDZIHER TERHADAP AL QUR'AN_KUSYADI.docx
PANDANGAN IGNAZ_GOLDZIHER TERHADAP AL QUR'AN_KUSYADI.docxPANDANGAN IGNAZ_GOLDZIHER TERHADAP AL QUR'AN_KUSYADI.docx
PANDANGAN IGNAZ_GOLDZIHER TERHADAP AL QUR'AN_KUSYADI.docx
 
Biografi imam al baghawi
Biografi imam al baghawiBiografi imam al baghawi
Biografi imam al baghawi
 
UAS_BAHASA_ARAB.pdf
UAS_BAHASA_ARAB.pdfUAS_BAHASA_ARAB.pdf
UAS_BAHASA_ARAB.pdf
 
4 11 Media Pembelajaran - Perpustakaan Sebagai Media Pembelajaran E-Book
4 11 Media Pembelajaran - Perpustakaan Sebagai Media Pembelajaran E-Book4 11 Media Pembelajaran - Perpustakaan Sebagai Media Pembelajaran E-Book
4 11 Media Pembelajaran - Perpustakaan Sebagai Media Pembelajaran E-Book
 
Makalah bersama
Makalah bersamaMakalah bersama
Makalah bersama
 

More from Pindai Media

Ditimang Irama Bang Haji
Ditimang Irama Bang HajiDitimang Irama Bang Haji
Ditimang Irama Bang HajiPindai Media
 
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki MenorehAroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki MenorehPindai Media
 
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan ParipurnaPoncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan ParipurnaPindai Media
 
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang DilenyapkanUgur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang DilenyapkanPindai Media
 
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua   phelim kineParanoid indonesia, nestapa papua   phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kinePindai Media
 
Media dalam Terorisme
Media dalam TerorismeMedia dalam Terorisme
Media dalam TerorismePindai Media
 
Orang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang TegaldowoOrang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang TegaldowoPindai Media
 
Menari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang RiuhMenari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang RiuhPindai Media
 
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram   anang zakariaSengketa tanah di bumi mataram   anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakariaPindai Media
 
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPindai Media
 
Putu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di PlanetPutu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di PlanetPindai Media
 
Semangat Anti-Tank
Semangat Anti-TankSemangat Anti-Tank
Semangat Anti-TankPindai Media
 
Senjakala Media Cetak
Senjakala Media CetakSenjakala Media Cetak
Senjakala Media CetakPindai Media
 
Merumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang RimbaMerumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang RimbaPindai Media
 
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media PropagandaSerikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media PropagandaPindai Media
 
Anomali Industri Buku
Anomali Industri BukuAnomali Industri Buku
Anomali Industri BukuPindai Media
 
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara BukuOrhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara BukuPindai Media
 

More from Pindai Media (20)

Ditimang Irama Bang Haji
Ditimang Irama Bang HajiDitimang Irama Bang Haji
Ditimang Irama Bang Haji
 
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki MenorehAroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
 
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan ParipurnaPoncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
 
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang DilenyapkanUgur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
 
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua   phelim kineParanoid indonesia, nestapa papua   phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
 
Media dalam Terorisme
Media dalam TerorismeMedia dalam Terorisme
Media dalam Terorisme
 
Orang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang TegaldowoOrang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang Tegaldowo
 
Menari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang RiuhMenari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang Riuh
 
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram   anang zakariaSengketa tanah di bumi mataram   anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
 
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku Dongeng
 
Putu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di PlanetPutu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di Planet
 
Semangat Anti-Tank
Semangat Anti-TankSemangat Anti-Tank
Semangat Anti-Tank
 
Senjakala Media Cetak
Senjakala Media CetakSenjakala Media Cetak
Senjakala Media Cetak
 
Merumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang RimbaMerumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang Rimba
 
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media PropagandaSerikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media Propaganda
 
Anomali Industri Buku
Anomali Industri BukuAnomali Industri Buku
Anomali Industri Buku
 
Hikayat Virginia
Hikayat VirginiaHikayat Virginia
Hikayat Virginia
 
Perang Balon
Perang BalonPerang Balon
Perang Balon
 
Mario
MarioMario
Mario
 
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara BukuOrhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
 

Membaca Kitab Kuning

  • 1. Membaca Kitab Kuning Oleh: Muhammad Nafi www.pindai.org | t: @pindaimedia | f: facebook.com/pindai.org | e: redaksi@pindai.org
  • 2. PINDAI.ORG – Membaca Kitab Kuning / 6 Juli 2015   H a l a m a n  2  |  5     Membaca Kitab Kuning oleh Muhammad Nafi Model pembacaan teks keagamaan dalam kultur pesantren memungkinkan pemaknaan (atas teks) lebih cair dan bertaut dalam konteks masyarakat tempatnya berpijak. Model pembacaan teks keagamaan dalam kultur pesantren memungkinkan pemaknaan (atas teks) lebih cair dan bertaut dalam konteks masyarakat tempatnya berpijak. DALAM kultur pesantren, buku dan kitab memiliki makna berbeda meski secara harafiah dua kata itu sinonim. Buku adalah teks-teks dengan bahasa Indonesia, sementara kitab adalah teks-teks keagamaan dalam bahasa Arab. Kitab-kitab di pesantren kerap disebut ‘kitab kuning’—kebanyakan dicetak dengan kertas berwarna kuning, yang relatif lebih murah ketimbang kertas jenis lain, biasanya seukuran B5 (176 x 250 mm). Ada pula yang menamainya ‘kitab gundul’, artinya nyaris tak memiliki tanda bacaan (harakat). Itulah mengapa ilmu gramatika bahasa Arab, yakni Nahwu dan Sharaf, menempati posisi kunci di pesantren. Dua bidang ilmu itu yang, setidaknya bagi saya, jadi teror mental saat saya dulu belajar di satu madrasah tsanawiyah (jenjang sekolah menengah pertama). Tiap santri berkewajiban untuk menghafalkan sebuah kitab bernama Alfiyah Ibnu Malik, berisi seribu bait syair (nadhom) berbahasa Arab tentang tatabahasa. Metodenya dengan menghafal dan, biasanya, setoran hafalan itu dibagi-bagi berdasarkan kelas dan semester (minimal harus hafal 150 bait nadhom Alfiyah tiap semester). Kebanyakan santri masih hafal dengan bunyi syair Alfiyah ini. Selain Alfiyah Ibnu Malik, ada dua kitab lagi yang sangat terkenal di kalangan santri: Tafsir Al Jalalain dan Taqrib. Tafsir Al Jalalain, karya Jalaluddin AsSuyuthi dan Jalaluddin Al Mahalli, adalah kitab yang diajarkan dan kami baca sepanjang enam tahun (dari tsanawiyah hingga aliyah). Tafsir ini kemungkinan dipilih karena kesederhanaan bahasa serta pembahasannya. Ia mencukupkan diri sebatas memberi penjelasan arti kata tanpa terlibat dalam persoalan perdebatan tafsir dan dalil-dalil teologis. Ayat-ayat berupa huruf (seperti alif laam miim, yaasiin, nuun, dst.) dikomentari oleh sang mufassir dengan ringkas: Allahu a’lam bimurodihi (Hanya Allah yang tahu maksud ayat ini). Pada kitab tafsir lain, kita akan menjumpai diskusi dan perdebatan panjang tentang ayat-ayat macam itu (boleh tidaknya mengartikan ayat sampai beragam pemaknaan atas ayat tersebut, dan sebagainya). Salah satu kitab paling populer di pesantren adalah kitab kuning tipis bertajuk At Taqrib Fil Fiqh karya Abu Syuja’ Al Isfahani. Taqrib adalah kitab fiqih dasar, dengan gaya bahasa serta pembahasan yang sederhana. Kalau Alfiyah adalah kitab tatabahasa, Taqrib adalah kitab yang melatih kemampuan tatabahasa. Dus, mengaji Taqrib berarti mempelajari dua ilmu: fiqih dan tatabahasa Arab, selain tentu belajar ngesahi. Ngesahi adalah menuliskan arti kata dalam kitab kuning—biasanya dengan menggunakan huruf ‘Arab Pegon’. Di beberapa pondok pesantren ia disebut maknani atau njenggoti. Para filolog menyebutnya model “terjemahan antarbaris,” yakni teks terjemahan diletakkan di antara spasi antar baris. Dalam Naskah Terjemahan Antarbaris: Kontribusi Kreatif Dunia Islam Melayu Indonesia (2009),
  • 3. PINDAI.ORG – Membaca Kitab Kuning / 6 Juli 2015   H a l a m a n  3  |  5     Azyumardi Azra menyatakan model terjemahan antarbaris ini jadi pilihan strategis karena dua alasan. Pertama, ia memungkinkan terjaganya orisinalitas teks. Pembaca dapat membandingkan antara teks asli berbahasa Arab dan terjemahannya dalam bahasa lokal. Kedua, terjemahan model ini berfungsi sebagai metode pembelajaran bahasa Arab. Dari terjemahan antarbaris inilah terkadang timbul—apa yang saya sebut—“kreativitas pemaknaan atas teks.” Lebih penting lagi, kitab-kitab berbahasa Arab tak dipahami semata ia mengandung bahasa Arab tapi sebagai kitab Arab-Jawa/Melayu/Sunda. Maknani kitab kuning, dengan kata lain, menjadi semacam ikhtiar untuk menyandingkan dua bahasa. Metode inilah yang kemudian, kalau boleh berspekulasi agak jauh, yang membuat pemaknaan atas teks-teks Arab (tentunya kebanyakan berkaitan dengan agama Islam) menjadi lebih cair. Persandingan dua bahasa dalam satu halaman, bagi saya, seolah membaurkan batas antarbahasa. Bahasa Arab dan bahasa Jawa menjadi satu. Pemahaman dan pemaknaan atas teks kitab kuning menjadi semacam pertemuan antar dua lautan bahasa. Kalau boleh dikata: dua bahasa membaur, dua kultur sejenak menyatu dalam pembacaan. Empat Cara Membaca Teks Teks-teks keagamaan berbahasa Arab, karenanya, akan selalu mengandung unsur budaya Arab. Ulama- ulama Islam Nusantara sadar akan adanya jarak antarbahasa yang perlu “dijembatani” dengan bentuk terjemahan antarbaris itu. Namun metode ini saja belum cukup. Teks-teks keagamaan ini diikhtiarkan untuk dibaca dengan pelbagai cara. Dalam tradisi pesantren, pembacaan teks kitab dapat dilakukan setidaknya dengan empat cara: bandongan, sorogan, musyawarah, dan muthola’ah. Saat teks dibacakan oleh kiai/guru/ajengan dan santri hanya menyimak dan ngesahi—inilah yang bernama ngaji bandongan. Sebaliknya, jika santri yang membaca dan kiai yang mendengarkan sembari mengoreksi bacaaan dan terjemahan, itu dinamakan metode sorogan. Metode bandongan memungkinkan para murid mendapatkan penjelasan dari kiai. Biasanya, kiai menambahkan konteks dan cerita-cerita relevan atas kitab kuning yang sedang dibaca. Ia memberi kesempatan para santri untuk mengalami “triangulasi interteks.” Sebuah teks dimaknai dua orang sekaligus, maka pemaknaannya pun sangat mungkin berganda. Tetapi si santri tidak berlaku pasif; ia seolah membenturkan bacaannya sendiri dari bacaaan si kiai. Metode sorogan membalik proses itu. Dan, sebagaimana bandongan, keduanya jadi rekan diskusi dalam pengalaman tekstual itu. Sementara metode musyawarah adalah ajang bagi para santri untuk menguji seberapa dalam pengalaman dan pemahaman mereka terhadap teks kitab kuning antarsesama santri. Terakhir, mengaji teks kitab sendiri dengan muthola’ah—semacam penggalian sendiri yang nantinya juga ia bawa dalam forum/ majelis pembacaan lain. Empat metode pembacaan kitab kuning ini, bagi saya, menawarkan nuansa berlapis. Sebuah teks dibaca dan didedah dengan empat kemungkinan cara. Thus, kemungkinan tafsir yang hadir jadi lebih luas. Pengetahuan dan keyakinan seorang santri diuji dan ditapis empat kali. Faktor inilah, salah satunya, yang membuat tafsir atas teks-teks keagamaan yang dilakukan oleh para santri cenderung lebih longgar.
  • 4. PINDAI.ORG – Membaca Kitab Kuning / 6 Juli 2015   H a l a m a n  4  |  5     Mengaji dan Menggali Khazanah Dalam Kitab Kuning: Books in Arabic Script in Pesantren Milieu (1990), Martin van Bruinessen mencatat jumlah kitab kuning yang beredar di Asia Tenggara. Bruinessen mengumpulkan dan mengklasifikasikan 900-an kitab kuning: lebih dari 500 ditulis oleh ulama dari Asia Tenggara, sementara 100 di antaranya karya ulama Nusantara. Memang ada beberapa ulama Nusantara yang sangat produktif menulis sejumlah kitab. Pada awal abad 19, ada nama-nama besar seperti Kiai Muhammad Ahmad Rifa’i (Kali Salak Pekalongan), Syeikh Nawawi (Banten), Syeikh Mahfud (Termas), dan Kiai Saleh Darat (Semarang). Sampai sekarang kitab- kitab mereka masih jadi bahan pengajian dan terus dikaji di pesantren. Pada abad 20, beberapa nama seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), KH. Sahal Mahfudh (Pati), dan KH. Bisri Musthofa (Rembang) adalah para penulis kitab yang produktif. Kiai Sahal Mahfud misalnya dinilai ulama brilian dalam bidang Ushul Fiqh yang kepakarannya diakui dalam panggung dunia. Sejumlah kitabnya antara lain Allahu yarham, Thoriqotul Husul ‘ala Ghoyatul Wushul, Alluma’ min afaadhilil Malma’, Intifakhul Wadajain, dan Al-Fawaaidun Najibah. Selain hitungan kitab dari catatan Bruinessen, sangat mungkin pula banyak karya dari sejumlah ulama Nusantara yang terlewat terdokumentasi. Tak sedikit para kiai pesantren menulis, mencetak, dan mendistribusikan kitabnya sendiri. Saya menyadari ini dari Kiai Hambali, pengasuh pondok Mamba’ul Hikam di Pati. Kitab-kitab yang ia ajarkan saat ngaji posonan biasanya berbeda dari kitab umum yang dikaji di pesantren lain. Ia membawa kitab karya ulama-ulama Kediri yang diterbitkan secara mandiri. “Islam Nusantara” Tentu, tak diragukan lagi, sumbangan Bruinessen sangat berharga dalam khazanah “Islam Nusantara”— istilah yang tengah ramai dipercakapkan itu, untuk menyebut pemaknaan Islam oleh ulama dan masyarakat Nusantara sendiri. Beragam karya yang tercatat di atas, setidaknya menunjukkan respons intelektual untuk memaknai Islam dari kacamata masyarakat Indonesia. Praktik-praktik Islam di Nusantara pun hadir dengan corak budayanya, yang berbeda dengan Islam Jazirah Arab, Eropa, Amerika, atau di wilayah-wilayah lain. “Islam Nusantara” adalah akumulasi dari khazanah, pemaknaan, dan kontekstualisasi agama oleh masyarakat Indonesia. Pengalaman saya pun sangat terbatas ketimbang para santri lain yang bermukim dari pesantren ke pesantren. Berbeda dari saya sebagai ‘santri kalong’ (tidak bermukim di pesantren dan hanya nunut ngaji), mereka—para santri yang tekun itu—ngaji bandongan di pelbagai pondok lain, terlebih-lebih pada bulan Ramadhan ini, bulan penjelajahan keilmuan yang memungkinkan mereka menelusuri pelbagai khazanah di sejumlah pesantren. Pengalaman pembacaan mereka terhadap kitab kuning ditakik kembali. Sejumlah pesantren besar di Jawa misalnya, memiliki konsentrasi kajian unggulan. Pondok Al Anwar (Sarang, Rembang) dikenal dalam bidang hadits dan gramatika bahasa Arab. Pondok Tambakberas (Jombang) adalah pionir bidang Ushul Fiqih. Pondok Tebuireng (Jombang) terkenal dengan ilmu haditsnya. Pondok Arwaniyah (Kudus) dan Al Munawwir (Krapyak, Yogyakarta) adalah pusat ilmu-ilmu al-Qur’an. Di pondok pesantren terakhir itu kini saya ngalong selama posonan. Saya, dan banyak santri lain, mengikuti jadwal mengaji kitab yang nyaris sehari penuh, dari lepas subuh hingga lewat tengah malam, dan bermacam kitab dikhatamkan dalam satu bulan penuh.
  • 5. PINDAI.ORG – Membaca Kitab Kuning / 6 Juli 2015   H a l a m a n  5  |  5     Saya kira sumbangan penting dari model pembacaan kitab dari kultur pesantren ini menjadikan teks keagamaan bertaut dalam alam pikir dan konteks sosial masyarakat Indonesia. Ia adalah pengetahuan dan pengalaman yang telah diretas oleh ulama Indonesia terdahulu dan kini. Dalam kontestasi wacana global yang memang tak terhindarkan, praktik mengaji khazanah ini selalu berada dalam tegangan antara keragaman dan keseragaman pemaknaan atas Islam.[] ----- Muhammad Nafi’, alumnus Pesantren Raudlatul Ulum di Pati, daerah pantai utara di Jawa bagian tengah, studi komunikasi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.