TEORI HUKUM PART II
1. Teori Hukum Menurut Jan Gijssels dan mark van Hoecke
Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, adalah dua pemikir yang ada pada tradisi berbeda
dengan Black dan Milovanovich, yaitu keduanya ada pada ranah pemikiran kontinental.
Menurut mereka, Teori Hukum merupakan disiplin mandiri yang perkembangannya
dipengaruhi dan sangat terkait erat dengan Ajaran Hukum Umum,[1] setelah pada tahun
1930-an Teori Hukum mengalami kemerosotan, tetapi kemudian seiring dengan
perkembangan banyak disiplin kajian lain, Teori Hukum mengalami perkembangan yang
pesat,
“…… Hidupnya kembali Teori Hukum memperlihatkan hubungan erat dengan penyebab
timbulnya ajaran Hukum Umum pada abad ke sembilanbelas. Jika perkembangan dari
Ajaran Hukum Umum, sebagai dosiplin yang baru pada abad kesembilanbelas diinspirasi
(diilhami) oleh sukses ilmu-ilmu hukum positif, maka perkembangan definitif dari teori hukum
menjadi sebuah disiplin mendiri pada paruh waktu kedua dari abad duapuluh diinspirasi oleh
timbulnya ilmu-ilmu baru atau cabang-cabang baru dari ilmu yang sudah ada, seperti
informatika, Logika Deontik, Kibernetika, Sosiologi Hukum, Etiologi (hukum) dan
sejenisnya.[2]
Kesinambungan antara Teori Hukum dengan Ajaran Hukum Umum dalam dua aspek
sebagai berikut:
1. Teori Hukum sebagai kelanjutan dari Ajaran Hukum Umum memiliki obyek disiplin
mandiri, suatu tempat di antara Dogmatik Hukum di sati sisi dan Filsafat Hukum di sisi
lainnya. Di saat ajaran Ajaran Hukum Umum oleh beberapa penulis, di antaranya Adolf
Merkel masih dipandang sebagai pengganti (penerus) ilmiah positif dari Filsafat Hukum
Metafisikal yang tidak ilmiah, dewasa ini teori Hukum diakui sebagai disiplin ketiga di
samping dan untuk melengkapi, Filsafat Hukum dan Dogmatika Hukum, yang masing-
masing memiliki (mempertahankan) wilayah dan nilai sendiri-sendiri.
2. Sama seperti Ajaran Hukum Umum dewasa itu, Teori Hukum, setidaknya oleh
kebanyakan dipandang sebagai ilmu a-normatif yang bebas nilai. Ini yang persisnya
membedakan Teori Hukum dan Ajaran Hukum Umum dan Dogmatika Hukum.[3]
Namun satu hal yang sangat fundamental menurut kedua pemikir itu, terjadinya proses
evolusi dari apa yang menjadi obyek penelitian Ajaran Hukum Umum, seperti isi aturan
hukum dan pengertian-pengertian hukum atau konsep yuridik, menjadi suatu penelitian
tentang struktur dan fungsi dari kaidah hukum dan dari sistem hukum, yaitu merupakan
tema-tema penting objek penelitian teori Hukum.[4]
Untuk lebih memahami apa itu Teori Hukum, khususnya batas-batas wilayahnya, lebih lanjut
dalam pemikiran mereka perlu dijelaskan secara rinci tentang apa yang disebut Dogmatik
Hukum, Filsafat Hukum serta perbedaannya tentang Teori Hukum.
1. Dogmatik Hukum
Ajaran Hukum (rechtsleer) atau Dogmatik Hukum (rechtsdogmatiek), juga sering disebut
Ilmu Hukum (rechtswetenschap) dalam arti sempit, bertujuan untuk mempaparkan dan
mensistematisasi serta dalam arti tertentu juga menjelaskan (verklaren) hukum positif yang
berlaku.[5] Walaupun demikian, Dogmatik Hukum itu bukanlah ilmu netral yang bebas
nilai.[6] Tidak karena hukum itu adalah suatu kesalingterkaitan nilai-nilai dan kaidah-kaidah,
bukanlah dalam asasnya sangat mungkin untuk mempaparkan nilai-nilai dan kaidah-kaidah
sebagai ketentuan-ketentuan faktual secara sepenuhnya netral dan objektif. Ajaran Hukum
tidak dapat membatasi pada suatu pemaparan dan sistematisasi, melainkan secara sadar
mengambil sikap berkenaan dengan butir-butir yang diperdebatkan. Jadi Ajaran Hukum
dalam hal-hal yang penting tidak hanya deskriptifmelainkan juga preskriptif (bersifat
normatif).[7]
1. Filsafat Hukum
Filsafat Hukum adalah Filsafat Umum yang diterapkan pada hukum atau gejala-gejala
hukum. Dalam filsafat pertanyaan-pertanyaan yang paling dalam dibahas dalam
hubungannya dengan makna, landasan, struktur dan sejenisnya dari kenyataan.[8] Menurut
mereka Filsafat Hukum memiliki telaah sebagai berikut :[9]
1. Ontologi hukum, penelitian tentang hakekat dari hukum, misalnya hakekat demokrasi,
hubungan hukum dengan moral;
2. Aksiologi hukum, penentuan isi dan nilai-seperti kelayakan, persamaan, keadilan,
kebebasan dan lain-lain;
3. Ideologi Hukum (ajaran pengetahuan), bentuk metafilsafat;
4. Epistemologi Hukum (ajaran pengetahuan), bentuk metafilsafat;
5. Theologi Hukum, hal menentukan makna dan tujuan;
6. Ajaran ilmu dari Hukum, meta-teori dari Ilmu Hukum;
7. g. Logika Hukum.
Hasil dari penalaran Filsafat Hukum tidak dapat diuji secara empirik untuk keeluruhannya,
dan secara rasional untuk sebagaiannya. Penalaran filosofis sendiri memang harus selalu
memenuhi syarat-syarat minimum tertentu dari rasionalitas, yakni harus tepat secara logikal
dan terbuka bagi diskusi rasional.
1. Hubungan Dogmatik Hukum dengan Teori Hukum
Tentang hal ini dikatakan oleh keduanya, bahwa Dogmatika Hukum dan Teori Hukum tidak
saling tumpang tindih, melainkan satu sama lain memiliki telaah sendiri-sendiri (mandiri),
sebagaimana di bawah ini.
1. Dogmatik Hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang
teknikal (walaupun tidak a-normatif), maka Teori Hukum merupakan refleksi terhadap
teknik hukum ini;
2. Dogmatika Hukum berbicara tentang hukum. Teori Hukum berbicara tentang cara yang
dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum;
3. Dogmatika Hukum mencoba lewat teknik-teknik interpretasi tertentu menerapkan teks
undang-undang yang pada pandangan pertama tidak dapat diterapkan pada situasi
masalah konkret, maka Teori Hukum mengajukan pertanyaan tentang dapat
digunakannya teknik-teknik interpretasi, tentang sifat memaksa secara logikal dari
penalaran interpretasi dan sejenisnya.[10]
Teori Hukum tidak terarah pada penyelesaian masalah-masalah hukum yang konkret satu
kategori-kategori dari masalah hukum sebagaimana kajian Dogmatika Hukum, melainkan
hanya pada upaya mempelajari teknik-teknik dan metode yang digunakan Dogmatika
Hukum dan prektek hukum untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum. Jadi masalah-
masalah hukum konkret memeng dapat mempengaruhi persoalan-persoalan Teori
Hukum.[11]
1. Hubungan Filsafat Hukum dan Teori Hukum
2. Jika Teori Hukum mewujudkan sebuah meta-teori berkenaan dengan Dogmatika Hukum,
maka Filsafat Hukum memenuhi fungsi dari sebuah meta-disiplin berkenaan dengan
Teori Hukum.
3. Secara struktural Teori Hukum terhubungkan pada Filsafat Hukum dengan cara yang
sama seperti Dogmatika Hukum terhadap Teori Hukum.
4. Filsafat Hukum merupakan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan Teori Hukum.
5. Filsafat Hukum sebagai ajaran nilai dari teori Hukum dan Filsafat Hukum sebagai ajaran
Ilmu dari Teori Hukum.
6. Filsafat Hukum sebagai Ajaran ilmu dari Teori Hukum dan sebagai Ajaran Pengetahuan
mewujudkan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan Teori Hukum tidak memerlukan
penjelasan lebih jauh, mengingat Filsafat Hukum di sini mengambil sebagian dari
kegiatan-kegiatan dari Teori Hukum itu sendiri sebagai obyek studi.[12]
Dari hal di atas dapatlah disimpulkan sebagai berikut; hubungan Teori Hukum dan Filsafat
dapat dirangkum sebagai sebuah hubungan meta-disiplin (Filsafat Hukum) terhadap disiplin
obyek (Teori Hukum), dan terkait pada Filsafat Hukum secara esensial mewujudkan suatu
pemikiran spekulatif sedangkan Teori Hukum mengupayakan suatu pendekatan ilmiah
positif terhadap gejala hukum. Dengan demikian maka Filsafat Hukum dapat bersifat
rasional hanya atas dasar kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri didiskusikan atau
dapat didiskusikan. Sebaliknya Teori Hukum itu rasional (atau tidaknya harus berupaya
untuk demikian) atas dasar kriteria umum, yang diterima oleh setiap orang.[13]
1. Teori Hukum dan Ilmu Lain yang Objek Penelitiannya Hukum
Teori Hukum secara esensial bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa Teori
Hukum dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil-hasil penelitian dari berbagai
disiplin yang mempelajari hukum; Sejarah Hukum, Logika Hukum, Antropologi Hukum,
Sosiologi Hukum, Psikologi Hukum dan sejenisnya.
Tipikal dari Teori Hukum adalah bahwa dalam hal ini ia memainkan peranan
mengintegrasikan, baik yang berkenaan dengan hubungan antara disiplin-disiplin ini satu
terhadap yang lainnya maupun yang berkenaan dengan integrasi hasil-hasil penelitian dari
disiplin-disiplin ini dengan unsur-unsur Dogmatika Hukum dan Filsafat Hukum.[14]
Secara umum kedua pemikir itu menjelaskan bahwa, sudut pandang bidang Teori Hukum
adalah kepentingan untuk lewat jalan ilmiah metodikal memperoleh sesuatu pemahaman
teoritikal yang lebih baik secara global dan memberikan suatu penjelasan global tentang
gejala-gejala hukum. Jadi sifatnya ini sama sekali bukan sudut pendekatan yuridik-teknikal,
melainkan sesuatu pendekatan yang lebih teoretikal, yang didalamnya bukan pemeparan
dan sistematisasi hukum yang mewujudkan titik tolak melainkan analisis dan penjelasan
terhadap gejala hukum dalam semua aspeknya.
************************************
Sinzheimer
Hukum tidaklah bergerak dalam ruang hampa dan berhadapan dengan dengan hal-hal yang
abstrak. Melainkan, ia selalu berada dalam suatu tatanan sosial tertentu dan dalam lingkup
manusia-manusia yang hidup. Jadi bukan hanya bagaimana mengatur sesuai dengan
prosedur hukum, melainkan juga bagaimana mengatur sehingga dalam masyarakat timbul
efek-efek yang memang dikehendaki oleh hukum.
Dengan demikian masalah efisiensi suatu peraturan hukum menjadi sangat penting. Oleh
karena menyangkut pula kaitan-kaitan lain dalam berpikirnya, yaitu meninjau hubungan
hukum dengan faktor-faktor serta kekuatan-kekuatan sosial di luarnya.
Agar hukum benar-benar digunakan secara efisien dan efektif untuk mengatur masyarakat,
komponen-komponen sosial yang mengintari proses hukum tersebut perlu mendapat
perhatian dan harus dimanfaatkan untuk membangun suatu tatanan hukum yang
bermanfaat bagi masyarakat, karena akan membawa kita untuk lebih memahami kehidupan
masyarakat dan membuat kita lebih mampu memecahkan problema-problema sosial, politik,
ekonomi, dan lain sebagainya.
Robert B. Seidman
Komponen-komponen kekuatan sosial dan personal akan selalu bersinergi dalam proses
bekerjanya hukum. Sehingga hukum yang multi wajah, tidak memadai jika hanya dilihat dari
satu sudut pandang (perspektif) saja. Studi-studi yang normatif maupun yang sosiologis,
antropologis, psikologis, politik, ekonomi, dan sebagainya dikembangkan agar penggalan-
penggalan wajah hukum yang dikemukakan oleh masing-masing perspektif dapat disatukan
menjadi satu kesatuan wajah hukum yang utuh dan benar-benar sempurna.
Gustav Radbruch
Tiga nilai dasar yang ingin dikejar dan perlu mendapat perhatian serius dari para pelaksana
hukum:
1) Keadilan;
2) Kepastian hukum;
3) Kemanfaatan.
Nilai kemanfaatan akan mengarahkan hukum pada pertimbangan kebutuhan
masyarakat pada suatu saat tertentu, sehingga hukum itu benar-benar mempunyai peranan
yang nyata bagi masyarakatnya.
Bredermeier
Di dalam suatu sistem sosial dapat dijumpai bekerjanya 4 proses-proses fungsional
utama, yaitu:
1. Adaptasi;
a. Perwujudan tujuan;
2. Mempertahankan pola; dan
3. Integrasi.
Keempat proses itu saling kait-mengkait dan secara timbal-balik saling memberikan input.
Setiap sub-proses memperoleh input dari ketiga lainnya. Sementara itu, output dari salah
satu proses juga akan menjadi input bagi sub-proses yang lain.
Semua itu menunjukkan bahwa pemanfaatan hasil studi ilmu-ilmu sosial di dalam studi
hukum sangat diperlukan. Ini tidak dapat terjadi bila kerangka berfikir yang kita ikuti masih
tetap bertumpu pada aliran analisis-positivitis.
Sekalipun aliran analisis-positivitis melihat masalah pengaturan oleh hukum dari segi
legitimasinya dan semata-mata dilihat sebagai ekspresi dari nilai-nilai keadilan, justru
banyak tugas-tugas yang menyangkut pelaksanaan keadilan yang memerlukan keahlian-
keahlian yang bersifat non-hukum, yang seringkali belum dikuasai benar oleh para petugas
hukum yang ada pada saat ini.
Montesquieu
Hukum manusia tidak lain adalah hasil akhir dari bekerjanya berbagai faktor, seperti
adat kebiasaan setempat serta lingkungan fisik di sekitarnya. Untuk dapat memahami
bekerjanya berbagai faktor tersebut, perlu bantuan dari ilmu pengetahuan sosial. Ilmu
pengetahuan sosial bersifat dekriptif. Ilmu pengetahuan hukum bersifat normatif dan
evaluatif. Keterbatasan ilmu hukum inilah yang menyebabkan diperlukannya “teori hukum
sosial” untuk memperluas wawasan keilmuan dari hukum agar keluar dari kungkungan
paradigma lama yang bersifat normatif dan evaluatif semata.
Northop
Hukum memang tidak dapat dimengerti secara baik jika ia terpisah dari norma-
norma sosial sebagai “hukum yang hidup”.
Eugen Ehrlich
Hukum yang hidup dinamakan sebagai hukum yang menguasai hidup itu sendiri,
sekalipun ia tidak dicantumkan dalam peraturan-peraturan hukum.
Yehezkel Dror
Bidang budaya atau aktivitas masyarakat tertentu ternyata sangat berjalinan erat
dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat. Oleh karena itu, usaha untuk mempelajari
hukum secara terpisah dari konteks sosialnya akan menjadi sukar.
Yulius Stone
Sekalipun ilmu sosialnya telah bisa selesai, namun persoalan pertimbangan
kebijakan dan keadilan masih perlu dipertanyakan. Kerja mengumpulkan data dan bahkan
juga usaha inferensinya untuk menarik simpulan umum dari fakta-fakta ini haruslah
dipandang sekedar sebagai landasan penggarapan masalah yang lebih pokok. Adapun
masalah yang lebih pokok ini ialah apakah yang seharusnya diperbuat terhadap fakta-fakta
itu? Pertanyaan Yulius Stone ini adalah persoalan etik kebijakan sosial dan keadilan.
Yap Thiam Hien
Sekalipun komponen-komponen sosial teramat penting dalam penataan lembaga
dan pranata hukum, namun belum mendapat perhatian serius dari para pekerja hukum, baik
di kalangan intelektual, legislator maupun aparat penegak hukum. Mengenai kekurangan
pengetahuan dan kekurangan pedulian terhadap aspek non yuridik itu juga dirasakan oleh
seorang pengacara kondang ini.
Lemaire
Hukum itu banyak seginya serta meliputi segala lapangan kehidupan manusia
menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu definisi hukum yang memadai dan
komprehensif.
Mr. Dr. Kisch
Hukum itu tidak dapat dilihat/ditangkap oleh panca indera, maka sukarlah untuk membuat
suatu definisi tentang hukum yang memuaskan umum.
Van Vollen Hoven
Hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus-menerus dalam
keadaan bentur-membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala-gejala lainnya.
Soediman
Hukum sebagai pikiran atau anggapan orang tentang adil dan tidak adil mengenai hubungan
antar manusia.
Pengertian-pengertian tersebut menunjukkan hukum memiliki banyak dimensi, masing-
masing dimensi memiliki metode yang berbeda. Secara garis besar pengertian hukum dapat
dikelompokkan menjadi tiga pengertian dasar:
1. Hukum dipandang sebagai kumpulan ide atau nilai abstrak. Konsekuensi metodologi
adalah bersifat filosofis;
2. Hukum dilihat sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak, maka pesat
perhatian terfokus pada hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom, yang
bisa kita bicarakan sebagai subyek tersendiri terlepas dari kaitannya dengan hal-hal di
luar peraturan-peraturan tersebut. Konsekuensi metodologinya adalah bersifat
normative-analitis;
3. Hukum dipahami sebagai sarana/alat untuk mengatur masyrakat, maka metoda yang
digunakan adalah metoda sosiologis. Pengertian ini mengaitkan hukum untuk mencapai
tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan konkrit da;lam masyarakat.
1. Teori Etis
Genny
Hukum semata-mata bertujuan untuk menemukan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh
keyakinan yang etis tentang apa yang adil dan tidak adil. Hukum bertujuan untuk
merealisasikan atau mewujudkan keadilan.
Hakikat keadilan terletak pada penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan. Dalam hal
ini ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak yang menerima
perlakuan. Kesulitan teori ini pada pemberian batasan terhadap isi keadilan itu.
Aristoteles
Keadilan ada dua macam:
a. justisia distributive
Menghendaki setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya
b. justisia communicative
Menghendaki setiap orang mendapatkan hak yang sama banyaknya (keadilan yang
menyamakan).
Roscoe Pound
Melihat keadilan dalam hasil-hasil konkrit yang dapat diberikan kepada masyarakat.
Jeremy Bentham (Teori Utilitas)
Tujuan hukum adalah untuk menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam
jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest number). Pada
hakikatnya hukum dimanfaatkan untuk menghasilkan sebesar-besarnya kesenangan atau
kebahagiaan bagi jumlah orang yang terbanyak. Penganutnya.
Mochtar Kusumaatmadja (Teori Campuran)
Tujuan lain dari hukum adalah untuk mencapai keadilan secara berbeda-beda (baik isi
maupun ukurannya) menurut masyarakat dan zamannya.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Tujuan hukum adalah demi kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ektern
antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
Van Apeldoorn
Hukum bertujuan untuk mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
Soebekti
Hukum mengabdi pada tujuan untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi
rakyatnya. Dengan mengabdi pada tujuan negara itu, hukum mewujudkan keadilan dan
ketertiban.
Secara garis besar tujuan hukum meliputi:
1. Pencapaian suatu masyarakat yang tertib dan damai;
2. Mewujudkan keadilan; serta
a. Untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan atau kesejahteraan.
Fungsi-fungsi Hukum :
Hoebel
Ada empat fungsi dasar dari hukum:
1. Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat, dengan
menunjukkan jenis-jenis tingkah laku-tingkah laku apa yang diperkenankan dan apa
yang pula dilarang;
a. Menentukan pembagian kekuasaan dan memerinci siapa saja yang boleh melakukan
paksaan serta siapakah yang harus menaatinya dan sekaligus memilihkan sanksi-
sanksinya yang tepat dan efektif;
b. Menyelesaikan sengketa; dan
c. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi
kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan esensial
antara anggota-anggota masyarakat.
Di samping itu hukum berfungsi:
a. Sebagai kontrol sosial;
b. Sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial, yaitu dengan memandang hukum
sebagai suatu mekanisme kontrol sosial yang bersifat umum dan beroperasi secara merata
di hamper seluruh sector kehidupan masyarakat.
Parsons
Fungsi utama suatu sistem hukum bersifat integratif:
1. untuk mengurangi unsur-unsur konflik yang potensial dalam masyarakat, dan
2. untuk melicinkan proses pergaulan sosial.
Aubert
Fungsi hukum yang bersifat prevention to promotion.
Brockman dan Ewald
Fungsi hukum adalah socialization of Law.
Luhman
Fungsi hukum sebagai social engineering as a political approach to law.
Penyelenggaraan keadilan dalam masyarakat berkaitan erat dengan tingkat
kemampuan masyarakatnya. Pada masing-masing tingkat kemampuan masyarakat terdapat
tatanan hukum yang berbeda-beda.
Hukum sebagai suatu sistem norma :
Bertalanffy, Kenncth Building
Dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki
secara efektif, hukum harus dilihat sebagai sub-sistem dari suatu sistem yang besar yaitu
masyarakat atau lingkungannya.
Dalam hal sistem, definisi sistem yang dikemukakan mengandung implikasi yang
sangat berarti terhadap hukum terutama berkaitan dengan aspek:
1. Keintegrasian;
2. Keteraturan;
3. Keutuhan;
4. Keteror-ganisasian;
5. Keterhubungan komponen satu sama lain; dan
6. Ketergantungan komponen satu sama lain.
Shrode dan Voich
Sistem harus berorientasi kepada tujuan. Karena hukum sebagai suatu sistem, untuk
dapat memahaminya perlu penggunaan pendekatan sistem.
Lawrence M. Friedman
Hukum itu merupakan gabungan antara komponen:
1. 1. Struktur
Kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi
dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut.
Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan
pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.
1. 2. Substansi
Sebagai output dari sistem hukum, berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan
yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.
1. 3. Kultur
Terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum, atau
olehLawrence M. Friedman disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang
berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah
laku hukum seluruh warga masyarakat. Kultur hukum dibedakan antara:
1. Internal legal culture
Kultur hukum para lawyer and judges.
1. External legal culture
Kultur hukum masyarakat luas.
Lon L. Fuller
Untuk mengenal hukum sebagai sistem maka harus dicermati apakah ia memenuhi
delapan azas atau principle of legality:
1. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan artinya ia tidak boleh
mengandung sekadar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc;
2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan;
3. Peraturan tidak boleh berlaku surut;
4. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti;
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu
sama lain;
6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat
dilakukan;
7. Peraturan tidak boleh sering dirubah-rubah;
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengn pelaksanaannya
sehari-hari.
Hans Kelsen
Perwujudan norma tampak sebagai suatu bangunan atau susunan yang berjenjang
mulai dari norma positif tertinggi hingga perwujudan yang paling rendah yang disebut
sebagai individual norm. Teori Hans Kelsen yang membentuk bangunan berjenjang tersebut
disebut juga stufen theory.
Hukum sebagai suatu sistem norma, dibuat menurut norma yang lebih tinggi, dan
norma yang lebih tinggi ini pun dibuat menurut norma yang lebih tinggi lagi, dan demikian
seterusnya sampai berhenti pada norma yang tertinggi yang tidak dibuat oleh norma lagi
melainkan ditetapkan terlebih dulu keberadaannya oleh masyarakat atau rakyat.
Hans Kelsen menamakan norma tertinggi tersebut sebagai Grundnorm atau Basic
Norm(norma dasar). Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-ubah.
Melalui Grundnorm inilah semua peraturan hukum itu disusun dalam satu kesatuan secara
hirarkhis, dan dengan demikian ia juga merupaklan suatu sistem. Grundnorm merupakan
sumber nilai bagi adanya sistem hukum. Norma-norma yang terkandung dalam hukum
positip itu pun harus dapat ditelusuri kembali sampai pada norma yang paling dasar
yaitu Grundnorm.
Dalam tata susunan norma hukum tidak dibenarkan adanya kontradiksi antara
norma hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi. Agar keberadaan
hukum sebagai suatu sistem tetap dapat dipertahankan, maka ia harus mampu mewujudkan
tingkat kegunaan (efficaces) secara minimum. Efficacy suatu norma ini dapat terwujud
apabila:
1. ketaatan warga dipandang sebagai suatu kewajiban yang dipaksakan oleh norma;
2. perlu adanya persyaratan berupa sanksi yang diberikan oleh norma.
Untuk mengatakan hukum sebagai suatu sistem norma, Hans Kelsen menghendaki
obyek hukum bersifat empiris dan dapat ditelaah secara logis. Sumber yang mengandung
penilaian etis diletakan di luar kajian hukum atau bersifat trancenden terhadap hukum positif,
dan oleh karenanya kajiannya bersifat meta-yuridis.
Elemen-Elemen Pembentukan Hukum :
Burkhardt Krems
Pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi kegiatan yang berhubungan dengan:
1. isi atau substansi peraturan;
2. metoda pembentukan;
3. proses; dan
4. prosedur pembentukan peraturan.
Setiap bagian kegiatan tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratannya sendiri agar
produk hukum tersebut dapat berlaku sebagaimana mestinya, baik secara yuridis, politis
maupun sosiologis.
Krems
Pembentukan peraturan perundang-undangan bukanlah merupakan kegiatan yuridis
semata, melainkan suatu kegiatan yang bersifat interdisipliner. Artinya setiap aktivitas
pembentukan peraturan perundang-undangan memerlukan bantuan ilmu-ilmu tersebut agar
produk hukum yang dihasilkan itu dapat diterima dan mendapat pengakuan dari masyarakat.
Metode pembentukan peraturan perundang-undangan menentukan apakah suatu
peraturan dapat mencapai sasarannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Untuk itulah maka
bantuan dari sosiologis hukum, ilmu pengetahuan tata hukum dan ilmu tentang
perencanaan sangat diperlukan. Apa lagi dalam kehidupan dewasa ini semua perencanaan
kebijaksanaan dan program-program pembangunan cenderung menjadikan pranata hukum
sebagai sandarannya.
Teori Labeling, menerangkan dua hal, yaitu :
Pertama, tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau “label” dan,
Kedua, bagaimana efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya pada diri
seseorang terhadap mana ia memperoleh cap.
Thomas Aquinas
Menjelaskan bahwa hukum adalah aturan-aturan atau ukuran-ukuran perbuatan baik
sebagai petunjuk yang pastibagi tingkah laku dan mengendalikan perilaku manusia. Tujuan
hukum adalah kebaikan bersama, menurut Aquinas,hukum tergantung dari tingkat
keadilannya, oleh karena itu hukum yang digunakan setiap manusia untuk mencapai
keadilan adalah adalah melalui hukum yang berasal dari hukum alam.
Grotius
Hukum alam adalah hukum yang muncul sesuai kodrat manusia. Menuryt Grotius, hukum
alam tidak bisa diubah secara ekstrim meskipun oleh Tuhan sekalipun. Hukum alam
diperoleh manusia dari akalnya tetapi Tuhan lah yang member kekuatan mengikatnya
Fuller
Hukum sebagai aktivitas yang bertujuan yang dalam hal ini moralitas dari gagasan yang
mendorong manusia untuk mencapai hal-hal ideal untuk memenuhi kemampuannya. Fuller
melihat hukum sebagai suatu aktivitas yang bertujuan untuk mencapai tujuan, maka untuk
itu ada pembenaran pada moralitas gagasan.
Hart dan hukum alam
Menurut hart ada aturan-aturan dasar yang bersifat subtantif tertentu yang bersifat esensial,
jika manusia hidup manusia secara intim. Hart meletakkan penekannya yang utama pada
suatu asumsi kelangsungan hidup sebagai tujuan kemanusian yang utama.
Menurutnya,terdapat aturan-aturan yang tertentu yang mengisi setiap organisasi sosial dan
merupakan fakta dari sifat manusia yang memberikan pertimbngan pada postulasi ( dalil)
dari suatu isi minimum dari hukum kodrat.
Cicero
Mengajarkan konsepnya tentang “ a true law “ ( hukum yang benar yang sesuaidengan “
right reason” (penalaran yang benar), serta sesuai dengan alam dan menyebar diantara
kemanusian dan sifatnya “imnutable” dan “eternal” : hukum apapun harus bersumber dari “
true law”, menurut Cicero hukum yang benar adalah adanya kesesuaian antra akal dan
alam. Hal ini merupakan suatu kebutuhan yang universal, tidak berubah, dan abadi (kekal).
Hukum yang benar akan memuat tentang perintah-perintah untuk melaksanakan kewajiban
dan berpaling dari perbuatan jahat da larangan-larangan.
Justinian
Hukum alam dibedakan antara hukum sipil dan hukum universal. Hukum sipil adalah
merupakaan hukum yang sifatnya khusus yang tiap-tiap manusia atau bangsa membuatnya
khusus atau sesuai dengan kebutuhannya masing – masing. Sedangkan hukum universal
adalah merupakan hukum yang digunakan oleh seluruh ciptaan Tuhan yang bersifat kekaal
dan abadi.
Locge dan Pemerintahan sipil
Timbulnya Negara dan hukum adalah dengan melukiskan situasi hidup pada jaman
primitive. Pada jaman primitive, orang-orang hidup menurut hukum alam.sebab pada jaman
itu orang-orang memiliki kekuasan hukum yang eksekutif. Agar Negara dapat berfungsi
sebgai pengawal hukum, orang-orang perlu menyerahkan sebagian dari hak-hak primitive
mereka kepada Negara seperti hak menghukum secara pribadi.
Hobbes (leviathan)
Kekuasan Negara yang amat besar adalah sangat penting artinya, oleh karena itu kekuasan
tersebut secara absolute hatus diserahkan kepada penguasa. Hobbes mengubah tekanan
dari hukum alam sebagi tatanan objektif menjadi hak alami sebagi suatu tuntutan subjektif
yang didasarkan pada sifat manusia, sehingga memberikan jalan untuk revolusi
individuaalisme dikemudian ari dengan nama “ hak-hak yang dapat dicabut kembali”.
Hobbes mengartikan hukum alam tidak hanyaa persepsi-persepsi etika tentang ketentuan-
ketentuan tertentu tetapi juga mengenai undang-undang mengenai perilaku manusia yang
didasarkan atas pengamatan apresiasi tabiat manusia. Prinsip pokok hukum alam bagi
hobbes adalah hak alami untuk menjaga diri.
J.J. Rousseau ( kontrak social )
Untuk membenarkan kedaulatan rakyat, Rousseau menyusun volonte generale, dan dipihak
lain menyusun kebebasan hakiki yang tidak dapat dicabut konstruksinya yang diunakan oleh
Rousseau adalah kontrak social. Dengan kontrak sosial orang bersatu agar hak-hak mereka
atas kebebasan dan kesejaahteraan dijamin oleh Negara. Eksistensi Negara daan
keabsahannya hanya dijamin oleh kebebasaan dan persamaan. Setelah diterima oleh
manusia, Negara mengembalikannya tidak sebagai hak-hak alami tetapi sebagai hak-hak
sipil kepada seluruh warganya, jadi Negara dan hukum tunduk kepada kehendak umum
yang menciptakan Negara untuk melindungi kebebasaan dan kesejahteraan yang lebih baik.
John Locke
Meskipun ada kebebasan tetapi bukan berarti manusia bebas untuk menghancurkan dirinya
sendiri atau makhluk lain karena alam mempunyai undang-undang untuk mengatur tidak
boleh memusnahkan kehidupan orang lain dengan persamaan dan kebebasan dan
kesehatan atau kebebasan miliknya selama ia hidup karena semua ini adalah ciptaan si
Pencipta. Di dalam kehidupan orang memiliki hak untuk hidup, dalam bidang-bidang lain
mereka memiliki hak atas kesehatan, hak atas kebebasan, hak milik dan lainnya.
J. Raz
Menggambarkan bahwa hukum harus dipisahkan dari berbagai hal termasuk moralitas
(Problem About The Nature Of Law).
R. Dworkin
Dalam pengertian Dworkin, hukum itu sebagai gambaran tradisional dari hak-hak untuk
memperoleh kebebasan dan kebersamaan sehingga perlakuan yang adil dari keputusan
politik pemerintah diperlukan untuk mencapai kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat.
Tujuan kesejahteraan atau kemakmuran sosial untuk kepentingan diri sendiri sebagai
bagian dari nilai-nilai sosial itu sebagai suatu nilai tambah bagi dirinya dalam masyarakat.
Kesejahteraan atau kemakmuran dimaksudkan tidak sebagai bagian dari nilai-nilai sosial
akan tetapi hanya sebagai alat saja.
J. Rawls
Menurut Rawls, bahwa dalam kenyataannya orang sering menganggap intuisi-intuisi sosial
dan hukum sebagai suatu bentuk hambatan bagi perkembangan hidup mereka, oleh Rawls
masyarakat ini disebut Private Society. Masyarakat sudah menaati peraturan tetapi banyak
yang merasa tidak adil atau sama. Rawls menyimpulkan bahwa hak itu telah sama tetapi
perwujudannya belum sama (struktur dasar masyarakat belum sehat), sehingga untuk itu
diperlukan pengaturan kembali (call for redress) sebagai syarat mutlak untuk dapat menuju
kembali kepada suatu masyarakat ideal yang baru.
R. Nozick
Mengatakan bahwa, Negara yang dipersepsikan sebagai penjaga malam sebagaimana
termuat dalam teori liberal klasik membatasi fungsi Negara guna melindungi warganya dari
kekerasan, pencurian, pemaksaan kontrak dan sebagainya. Pada dasarnya Negara sebagai
penjaga malam bersifat redistributive dalam artian memaksa orang guna membayar
perlindungan bagi sebagian orang lainnya.
Emilie Durkheim
Solidaritas organis dan hukum yang memulihkan (restitutif) mempunyai nilai yang lebih tinggi
daripada solidaritas mekanis dan hukum yang sifatnya mengekang (represif). Hal ini
dikaitkan dengan tingkatan-tingkatan kesejahteraan dan derajat-derajat kepacuan moral.
Semakin kuno suatu masyarakat maka semakin represif, berat dan dahsyat saksi-saksinya;
dilain pihak semakin tinggi perkembangan suatu masyarakat menuju masyarakat yang
modern maka semakin ringan hukuman-hukumannya sehingga pengekangan hampir-hampir
sama sekali diganti dengan pemulihan.
P. Selznick (The Socioligy of Law)
Menunjukkan bahwa kepatuhan hukum tidak unik kepada politik Negara. Dia melihat hukum
sebagai elemen umum didalam struktur dari banyak kelompok-kelompok masyarakat.
Hukum selalu terdapat diseluruh institusi yang dipercaya untuk mengontrol kekuasaan
formal dan peraturan.
Susan Silbey dan Austin Sarat
Mengemukakan betapa pentingnya kritik dalam kaitannya antara hukum dan tradisi
masyarakat. Kritik dilakukan dengan tetap memfokuskan diri kepada hukum dengan
memperhatikan proses sosial yang melingkupu hukum. Proses sosial tersebut dilakukan
dengan melalui studi untuk mengetahui hukum tidak saja dalam literature hukum dan doktrin
hukum tetapi juga malalui institusi sosial disekitar hukum dengan harapan hukum akan
terlihat utuh.
F.K. Savigny
Menurut Savigny suatu system hukum merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat
tersebut. Hukum bukanlah merupakan hasil dari undang-undang yang dibuat secara tidak
disengaja oleh legislator, akan tetapi dibuat sebagai respon atas kekuatan impersonal yang
ditemukan dalam spirit nasional dari masyarakat. Hukum bertumbuh sejalan dengan
pertumbuhan, dan kuat sejalan dengan kuatnya rakyat Negara tersebut, dan pada akhirnya
mati pada saat Negara tersebut kehilangan kebangsaannya.
Radcliffe Brown
Mendefinisikan hukum sebagai suatu control sosial melalui penerapann sistematis dari
masyarakat organisasasi politik yang berkuasa.
Sir HenryMaine
Menurut Maine, pada awalnya kondisi hukum adat istiadat masih merupakan hukum yang
tidak tertulis. Pendokumentasian adat istiadat dalam suatu bentuk tertulis baru dimulai pada
saat pengadilan Wesminster Hall di Inggris dimulai. Selanjutnya hukum tertulis tersebut
mulai dijadikan yang kita kenal dengan nama codes.
L.L. Fuller (Human Interaction and The Law)
Menurut Fuller apabila kita dapat mengerti secara baik tentang adat istiadat, maka kita dapat
menerima kedudukan adat istiadat sebagai suatu bagian terpenting dalam perkembangan
kehidupan di dunia saat ini, terutama dalam perkembangan hukum internasional.
Paul Bohannan (The Differing Realms of The Law)
Institusi hukum adalah institusi dimana masyarakatnya memiliki suatu system penyelesaian
permasalahan antara satu dengan yang lainnya dan melakukan suatu counterpart atas
pelanggaran hukum. 2 aspek penting yang membedakan institusi hukum dengan institusi
lainnya adalah : institusi tersebut memiliki peraturan untuk dapat mengintervensi institusi
bukan hukum terhadap adanya permasalahan hukum; dan memiliki aturan/tata cara
tersendiri dan substansi hukum tersendiri.
S. Diamond
Diamond menyatakan bahwa kita harus membedakan The Rule of Law dengan adat istiadat.
Hukum dan adat istiadat pada prinsipnya adalah saling bertentang dan tidak
berkesinambungan. Adat istiadat dan hukum adalah adalah suatu sejarah dan secara logika
tidak saling berhubungan.
H.C. Bredemeier
Pola kerja hukum yang dipakai sebagai acuan oleh Bredemeier disini adalah yang
menempatkan pengadilan sebagi pusat kegiatannya. Keadaan yang demikian itu tentunya
agar berbeda dari masyarakat-masyarakat atau Negara-negara pola kerja hukumnya di
dominasi oleh kegiatan badan pembuat undang-undang nya.
David M. Trubek
Trubek mengatakan bahwa salah satu ciri hukum modern adalah penggunaannya secara
aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Kesadaran tersebut menyebabkan
bahwa hukum modern itu menjadi begitu instrumental sifatnya dengan asumsinya, bahwa
kehidupan sosial itu bisa dibentuk oleh kemauan sosial tertentu, seperti kemauan sosial dari
golongan elit dalam masyarakat.
R.M. Unger
Menurut Unger dalam bukunya “Law in Modern Society” atau hukum di dalam masyarakat
modern menyatakan setiap masyarakat menyatakan melalui hukum rahasia-rahasia yang
paling dalam cara yang dapat menahan seseorang secara bersama-sama.
R. Cotterell
Dalam karangannya The Sociological Concept of Law membedakan penggunaan suatu
konsep hukum dalam teori hukum normative dan empiris. Selama itu konsep sosiologi
hukum digolongkan dalam kategori yang luas yaitu monisme yuridis, pluralism yuridis dan
hukum Negara sebagai yang dominan, akan tetapi tidak terlepas dari hukum.
G. Puchta
Dinamainya volgeist, hukum itu tumbuh bersama-sama dengan pertumbuhan rakyat dan
menjadi kuat bersama-sama dengan kekuatan rakyat, dan pada akhirnya ia mati jika bangsa
itu kehilangan kebangsaannya.
Sir HenryMeine
Dalam karya bukunya Ancient Law (1861), dalam hukum manusia primitive, dalam
masyarakat kesukuan, tenaga ahli belum pernah mereka temukan atau yang tidak ingin
mereka temukan dalam sejarah mereka sendiri. Teori Evolutionistic mengenai masyarakat-
masyarakat dan hukumnya masing-masing mempelajari hukum sebagai pencerminan nilai-
nilai yang hidup dalam masyarakat.
Ehrlich
Hukum adalah swatentra pada level metodologi ketika dalam jalan keputusan lembaga
membenarkan tindakan mereka berbeda dari berbagai pembenaran yang digunakan pada
disiplin praktek lain, artinya alasan hukum memiliki metode atau gaya untuk membedakan
dari penjelasan ilmu pengetahuan dari moral, politik dan tulisan ekonomi.
R. Von Thering
Melihat hukum dalam essensinya yang terekspresi melalui tujuannya, yaitu untuk
memberikan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat tersebut. Bagi Jhering dibawah
hukum, kepentingan-kepentingan masyarakat harus didahulukan.
G. Teubner
Mengembangkan suatu teori dari hukum yang disebut aliran Post Structualism, teori kritis
dan autopoisis. Teori tersebut menimbulkan anti reaktif dan anti individualisme.
Ajaran John Stuart Mill
Tujuan hukum ialah menciptakan kebebasan maksimum bagi tiap individu, sehingga ia
dapat mengejar apa yang baik baginya.
Lenin
Teori State and Revolution
Engels
Dalam bukunya The Origin of Family, private property and state. Negara itu bukanlah suatu
kekuasaan yang diletakkan diatas masyarakat dari luar dan bukanlah ia kebenaran dari cita-
cita susila dan kebenaran dari budi. Kekuasaan yang timbul dari masyarakat, akan tetapi
menempatkan dirinya diatas masyarakat itu sendiri itulah yang dinamakan negara.
Karl Marx
Dalam bukunya Civil War in France (1891), negara itu adalah tidak lain selain alat pemaksa
untuk melakukan penindasan/penghisapan oleh suatu golongan terhadap golongan yang
lain.
G. A. Cohen
Pokok- pokok tentang pemikiran hukum marxis yang di kemukakan adalah :
1. kekuatan kekuatan produksi mengalami konflik dengan hubungan- hubungan
kepemilikan karena kekuatan produksi konflik dengan hubungan hubungan produksi
yang di formulasikan dan di lindungi oleh hubungan kepemilikan.
2. Tenaga kaum proletar tidak di miliki oleh kaum kapitalis tertentu akan tetapi hanya
dimiliki oleh keseluruhan kaum kapitalis.
3. Hubungan produksi, demi efisiensi dan ketertiban, memerlukan sanksi hubungan
kepemilikan.
4. Hak kepemilikan merupakan institusi pertama dari semua institusi hukum
5. Masyarakat tidaak didirikan atas hukum, ini fiksi hukum. Hukumlah yang di dirikan atas
masyarakat
E. Pashukanis” Law and Marxis” (1978) Teori Pertukaran Komoditi
Hukum timbul dari kebutuhan akan ibentuk komoditi dari produksi. Komoditi merupakan
bentuk dari hubungan hukum karena masyarakat kapitalis terdiri dari produsen produsen
komoditi.
Donal G GJerdingen
Bahwa sesungguhnya seluruh pendidikan yang penting dari pemikiran hukum amerika
selama abad terakhir, sejak masa Langdellian ortodoksi sampao masa realism untuk proses
pendidikan hukum, di domonasi oleh suatu konsep hukum yang memisahkan hukum dan
politik.
Ferdinand de Saussure
Teori Strukturalisme, bahwa suatu tanda bahasa yang bermakna bukan karena refernsinya
kepada benda dengan realitas, berdasarkan teori ini tidak ada realitas yang sebenarnya
kecuali konsep tentang realitas itu sendiri.
Rene Descrates
Ia berpendapat bahwa kepastian kebenaran dapat di peroleh dari strategi kesangsian
metodis, dengan menyangsikan segala sesuatu akan di temukan hal yang bersifat tetap dan
tidak dapat di ragukan.
Hugo de Groot ( Grotius )
Mengatakan bahwa sumber hukum adalah rasio manusia. Karakteristik yang membedakan
manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan akalnya, seluruh kehidupan manusia
hasus berdasarkan atas kemampuan akal ( rasio ). Hukum alam menurut Grotius
merupakan hukum yang muncul sesuai kodrat manusia.
J. M. Balkin
Hukum adalah logis jika hukum mempunyai kepastian dan lulus pada ketentuan tertentu.
Pernyataan atas hukum logis lahir ketika kita memahami hukum dalam cara tertentu
(pemahaman knstruksi hukum rasional)
Auguste Comte
Comte lahir di kota Monpellier Perancis, berasal dai latar belakan keluarga kelas menengah.
Orang tua Comte adalah pegawai kerajaan yang menganut Katolik, istri Comte adalah
bekas pelacur. Meskipun belajar di politeknik dia juga tertarik pada ilmu sosial. Tokoh yang
mempengaruhi pemikirannya adalah Saint Simon. Comte dikenal sebagai Bapak
Sosiologi (the Founding Father of Sociology). Comte dapat digolongkan
tokoh fungsionalisme klasik. Teori Comte yang terkenal adalah Hukum evolusi tiga
tahap, yaitu:
1. Tahap teologis yang identik dengan kekuatan supranatural, fetisisme, animisme,
politeisme, monoteisme, agama, Tuhan, dansebagainya,
2. Tahap metafisik yaitu ketika manusia mencoba melakukan abstraksi dengan kekuatan
akal budinya,
3. Tahap positivisme yaitu ketika masyarakat mempercayai pengetahuan ilmiah lewat
observasi dan pengujian dengan metode empirik. Oleh karena itu Comte kemudian dijuluki
sebagai Father of Positivism.
B.G Wilhem von Leibniz
Leibniz kelahiran Hanover, Jerman, semenjak usia enam tahun dia sudah ditinggal mati
ayahnya. Sejak duabelas tahun sudah belajar mendiri tentang literatur Yunani, hingga umur
dua puluh dia sudah menekuni matematika, ilmu agama, hukum, dan filsafat. Ada
kontroversi besar tentang hukum kalkulus. Inggris menyatakan bahwa Newton penemu
hukum kalkulus, namun Jerman menyatakan Laeibniz penemunya. Leibniz juga yang
pertama menggunakan sistem biner. Filsafat Leibniz adalah bahwa alam semesta adalah
terdiri atas pusat (centrum) yang tak terbilang dari suatu energi atau kekuatan rohani,
sebuah cikal bakal teologi tunggal universalitas modernisme.
C. Wright Mills
Charles Wright Mills kelahiran Waco, Texas, Amerika Serikat. Ia menerima Phd nya dari
uneversitas Wisconsin. Tokoh-tokoh panutanya adalah Max Weber dan Karl Marx. Gaya
intelektual Wright Mills adalah pragmatisme.
Wright Mills menghimbau sosiologi sebagai perpaduan psikologi sosial dengan
strukturalisme konflik, karena grand theory naturalistik seperti fungsionalisme masih terlalu
abstrak. Mills adalah sosiolog humanis yang evaluatif, karena dasar teoritiknya
menggunakan interaksionisme Herbert Mead, namun dengan tambahan dimensi sejarah
dan kesadaran akan pengaruh kekuasaan (konflik) terhadap struktur sosial. Bagi Mills, data-
data empirisnya bisa berupa sumber-sumber biografis, catatan-catatan sejarah, surat-surat
kabar, laporan jurnal, dan sebagainya. Karya Mills yang terkenal adalah “The power
elite” yang mengetengahkan kekuatan tritunggal: bisnis raksasa, pemerintahan yang kuat,
dan militer yang tangguh di Amerika.
David Ricardo
David Ricardo adalah ekonom kelahiran Inggris. Setelah hak warisnya dicabut karena
menikah dengan perempuan di luar iman Yahudi nya, dia memilih menjadi pialang dan
broker saham. Pada umr 27 dia membaca buku Adam Smith, pada sekitar umur 37 dia
sering menulis artikel ekonomi dan menjadi ekonom profesional. Ricardo menelorkan teori
kwantitas uang yang saat ini dikenal dengan paham moneter, dia juga menawarkan proteksi
dalam produksi untuk persaingan pasar. Kontribusi Ricardo terhadap ekonomi juga aplikasi
matematika dalam teori sewa yang menyetir Malthus. Ricardo menjelaskan lewat
pertanyaan, mengapa harga agrikultur tidak membantu petani penggarap menjadi lebih kaya
dan justru pemilik tanah menjadi tuan-tuan tanah kaya.
Edward Said
Edward Said lahir di Palestina, sejak muda dia sudah menjadi aktifis, kritik-kritiknya
dituangkan dalam penulisan kesusastraan, dan musik. Suatu hari kekuatan Israel berhasil
menguasai Jerusalem barat, sehingga membuat dia dan keluarga mengungsi ke Kairo,
Mesir, dia sendiri menuntut ilmu hingga ke Amerika Serikat. Kritik serangan balik Edward
Said terhadap komentar-komentar Israel atas Palestina menggunkan sudut pandang mereka
sendiri. Said justru menawarkan jalan damai mencapai tujuan bersama untuk eksistensi
Palestina maupun Israel, dan bukan dengan penindasan, pengrusakan, dan penyiksaan.
Paham itu adalah orientalisme, yaitu prasangka gigih eurosentris yang sulit dipisahkan
dalam melawan orang-orang ArabIslam dan kultur mereka. Orientalisme memandang
budaya diluar kebudayaannya secara subyektif dan sepihak, yang kemudian
mensubordinasikan budaya luar tersebut.
George Herbert Mead
Mead lahir di Hadley selatan Amerika Serikat. Dia dibesarkan di tengah keluarga yang
akademisi, karena kedua orang tuanya adalah profesor di Oberlin. Mead adalah penganut
agamaCongregationalist (Kristen yang berdiri sendiri) seperti halnya ayahnya yang seorang
pelayan Congregationalist. Gaya intelektualnya adalah pragmatis dengan pendekatan sosial
behavioristik. Mead dapat digolongkan tokoh sosiologi dengan dasar pemikiran
interaksionisme simbolik modern. Mead membahas hubungan antara pikiran seseorang,
dirinya, dan masyarakat. Sumbangan Mead terhadap sosiologi adalah pandangan bahwa
diri (self) seseoarang berkembang melalui tahap play, the game, dan generalized other, dan
dalam prosesnya seseorang belajar mengambil peran orang lain (taking the role of the
other).
G.W.F. Hegel
Hegel adalah tokoh peletak dasar fenomenologi dalam pisau analisis sosialnya.
Fenomenologi mencoba untuk menyajikan sejarah manusia, dengan semua revolusinya,
peperangan dan penemuan ilmiah, sebagai suatu pengembangan diri idealistis dari suatu
roh sasaran atau pikiran. Filsafat Hegel adalah tentang Roh Absolut kemutlakan, tugas
filsafat adalah pengembangan tentang Roh Absolut tersebut. Dia menyetir filsuf Yunani
Parmenides bahwa masuk akal adalah riil dan yang riil adalah masuk akal. Hegel sangat
menitik beratkan pada logika, sedangkan pengembangannya lewat dialektik. Hegel juga
menyoroti alienasi yang kemudian juga menjadi referensi Engels, Marx, dan Feurbach.
Harold Garfinkel
Harold Garfinkel dapat dimasukkan pada sosiolog humanis seperti halnya Blumer yang
sangat menjunjung tinggi kemanusiaan sebagai subyek. Namun Garfinkel lebih menekankan
pada studi tentang etnometodologi, yaitu metode studi yang digunakan untuk menguraikan
dan meneliti aktifitas mereka sendiri tanpa reduksi subyektif peneliti. Etnometodologi
berusaha menemukan esensi pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari,
karena itu metode yang dipakai adalah partisipan observasi. Garfinkel justru menentang
konsep dasar sosiologi mengenai keteraturan, karehna keteraturan tersebut melalui proses
yang panjang multi kompleks yang justru tak teratur. Contohnya dalam percakapan, ada
perbedaan antara apa yang benar-benar diucapkan dengan apa yang diperbincangkan.
Herbert Blumer
Blumer digolongkan tokoh interaksionisme simbolik modern. Tindakan-tindakan bersama
yang mempu membentuk struktur atau lembaga itu disebabkan oleh interaksi simbolis, yang
didalamnya mengandung makna, disampaikan lewat isyarat dan bahasa, berupa simbol-
simbol yang berarti, memiliki makna yang disampaikan kepada pihak lain. Bagi Blumer
manusia bertindak bukan hanya faktor eksternal (fungsionalisme struktural) dan internal
(reduksionis psikologis) saja, namun individu juga mampu melakukan self indication atau
memberi arti, menilai, memutuskan untuk bertindak berdasarkan referensi yang
mengelilinginya itu. Pada dasarnya tindakan manusia itu terdiri dari pertimbangan atas
berbagai hal. Metode empiris Blumer lewat pengamatan (inquiry), penjelajahan (exploration),
dan pemeriksaan (inspection). Blumer menekankan pada aspek kemanusiaan (humanis)
yang unik dan berbeda satu sama lain, memiliki cita, rasa, karsa, serta multi variat.
A.R. Radcliffe Brown
Paradigma yang dianut adalah struktural fungsional, yang memandang masyarakat sebagai
suatu kesatuan terdiri atas institusi yang secara fungsional saling bergantung. Brown adalah
Darwinist sosial yang menekankan kepada kompetisi sosial yang paling fit untuk tetap
survive. Dia banyak belajar dari sosiolog Perancis Durkheim tentang organ fisik atau badan
yang bekerja sama untuk mendukung suatu badan hidup. Karirnya melejit setelah penelitian
antropologinya tentang penduduk Andaman dan Aborigin menggunakan pendekatan
fungsionalisme, namun banyak ilmuan menuduh struktural fungsional adalah format
reduksionis.
Brown dapat dikelompokkan pada tokoh fungsionalisme klasik. Konsep fungsi oleh Brown
didasarkan pada analogi antara kehidupan sosial dan kehidupan organik. Dia
mencontohkan bahwa hukuman pada kriminil memiliki fungsi untuk menjaga
keberlangsungan struktur.
Saint Simon
Saint Simon adalah tokoh sosialisme industri modern dan sosiologi evolusioner. Dia
menyarankan untuk menekan paham materialisme yang justru merugikan, dan menekankan
pada kesatuan serta restorasi rohani. Bagi Saint Simon kemajuan ditentukan dari format
peradaban yang stabil, program adalah dasar pemikiran yang membedakan, masing-masing
format yang lebih tinggi adalah terdepan namun pada gilirannya juga akan menjadi usang
oleh format baru. Saint Simon juga menciptakanilmu sosial integratif yang memadukan ilmu
sosial dan ilmu alam yang pada saatnya memunculkan positivistik buah tangan muridnya
Auguste Comte. Visi masyarakat masa depan Saint Simon adalah masyarakat yang memiliki
prestasi, produktif, dimana kemiskinan dan peperangan dihapuskan melalui industrialisasi
dibawah bimbingan ilmiah, untuk itu diperlukan open class masyarakat, sistem kasta dan
suku bangsa dihapuskan, serta penghargaan berdasarkan jasa.
John Locke
Pemerintah dibentuk untuk melindungi sipil, namun jika kebebasan dan hak sipil direnggut,
maka pemberontakan atas kekuasaan pemerintah adalah sah. Teori ini dikenal dengan teori
hukum alamatau kebenaran alami.
sumber : MAKALAHKU
TUGAS TEORI HUKUM MAGISTER ILMU HUKUM UNDIP 2009
[1] Jan Gijssels, Mark van Hoecke, Wal is rechtsteorie?, yang kemudian diterjemahkan oleh
Arief Sidharta, demgan Apakah Teori Hukum itu?, Laboratorium Hukum FH Unpar Bandung,
2001, Penerbitan tidak Berkala No. 3, Seri Dasar-dasar Ilmu Hukum no. 3, lihat pada
halaman yang sudah diterjemahkan, yaitu halaman 38-39.
[2] Jan Gijssels, Mark van Hoecke, Ibid., hlm. 44.
[3] Jan Gijssels, Mark van Hoecke, Ibid., hlm., 39.
[4] Jan Gijssels, Mark van Hoecke, Ibid., hlm., 39.
[5] Jan Gijssels, Mark van Hoecke, Ibid., hlm., 48.
[6] Jan Gijssels, Mark van Hoecke, Ibid., hlm., 48.
[7] Jan Gijssels, Mark van Hoecke, Ibid., hlm., 48. Untuk lebih jauh tentang persoalan ini
hendaknya dapat dibaca buku dari kedua pemikir tersebut, karena sacara substansial
pemikirannya diuraikan secara panjang lebar.
[8] Jan Gijssels, Mark van Hoecke, Ibid., hlm., 56, dalam bukunya tersebut jan Gijssels dan
van de Hoecke menjelaskan beberapa definisi kepustakaan tentang filsafat hukum sebagai
berikut:
1. Sebagai sebuah disiplin spekulatif, yang berkenaan dengannya penalaran-penalarannya
tidak dapat diuji secara rasional (I. Tammelo);
2. Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hukumj yang benar, hukum yang
adil (J. Schmidt, H. Kelsen);
3. Sebagai fefleksi atas dasar-dasar dari kenyataan (yuridikal), suatu bentuk dari berfikir
sistematis yang hanya akan merasa puas dengan hasil-hasil yang timbul dari dalam
pemikiran (kegiatan berfikir) itu sendiri dan yang mencari hubungan teoretikal terefleksi,
yang di dalamnya gejala hukum dapat dimengerti dan dipikirkan (D. Meuwissen).
4. Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hakikat (sifat) dan
keadilan;pengetahuan tentang keberadaan transenden dan imanen dari hukum;
pengetahuan tentang nilai-nilai yang di dalamnya hukum berperan tentang hubungan
antara hukum dan keadilan pengetahuan tentang struktur dari pengetahuan tentang
moral dan dari ilmu hukum pengetahuan tentang hubungan antara hukum dan moral (J.
Darbellay).
[9] Jan Gijssels & Mark van Hoecke, Ibid., hlm. 57-58
[10] Jan Gijssels & mark van Hoecke, Ibid., hlm. 52-53.
[11] Jan Gijssels & mark van Hoecke, Ibid., hlm. 54.
[12] Jan Gijssels & mark van Hoecke, Ibid., hlm. 62-63.
[13] Jan Gijssels & mark van Hoecke, Ibid., hlm. 63.
[14] Jan Gijssels & mark van Hoecke, Ibid., hlm. 63.