SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  112
Télécharger pour lire hors ligne
1
HIMPUNAN
F A T W A
ZAKAT
MUI
KOMPILASI FATWA MUI TENTANG MASALAH ZAKAT
2
TIM PENYUSUN BUKU
KUMPULAN FATWA ZAKAT MUI
Drs. H. M. Ichwan Sam
Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA
Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA
Muhammad Fuad Nasar, M.Sc
Layout : Budi Margono
i
Daftar Isi
Halaman Judul
Tim Penyusun
Pengantar Pimpinan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ............................... iii
Sambutan Ketua Umum BAZNAS	 ...........................................................................v
Pengantar Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia	 ........................................ vii
BAGIAN PERTAMA
Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia	 ................. viii
BAGIAN KEDUA
Intensifikasi Pelaksanaan Zakat	 .............................................................................. 1
Mentasharufkan Dana Zakat Untuk Kegiatan Produktif dan Kemaslahatan Umum	. 9
Pemberian Zakat Untuk Beasiswa 	 ......................................................................... 17
Zakat Penghasilan	 ................................................................................................... 23
Pengunan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Inventasi)	 ................................................ 33
Amil Zakat	 ........................................................................................................................ 43
Hukum Zakat atas Harta Haram	 .......................................................................... 55
Penyaluran Harta Zakat Dalam Bentuk Aset Kelolaan	 ................................... 63
Penarikan, Pemeliharaan dan Penyaluran Harta Zakat	 ........................................ 75
BAGIAN KETIGA
Keputusan Komisi B-1 Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se Indonesia III	 ... 87
ii
iii
PENGANTAR
PIMPINAN KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehing-
ga pimpinan Komisi Fatwa MUI bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) mampu menghadirkan kompilasi fatwa MUI terkait dengan masalah
zakat dalam bentuk buku yang ada di hadapan pembaca. Shalawat dan salam ter-
curahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw, pembawa risalah Islamiyyah.
Salah satu amanah Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Munas MUI)
Tahun 2010 adalah sosialisasi hasil-hasil fatwa ke masyarakat agar dapat diketahui
oleh masyarakat banyak dan dijadikan pedoman dalam kehidupan keagamaan dan
kemasyarakatan. Untuk itu, program prioritas Komisi Fatwa MUI periode 2010 –
2015 , sebagaimana hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) adalah mengoptimalkan
sosialisasi fatwa MUI, yang salah satunya melalui penerbitan buku Fatwa MUI,
baik secara utuh maupun parsial/tematik. Dan salah satu upaya sosialisasi fatwa ini
adalah melalui penerbitan kompilasi fatwa zakat ini.
Secara hamper bersamaan, MUI bekerja sama dengan Penerbit Erlangga telah
menerbitkan Himpunan Fatwa MUI secara utuh mulai Tahun 1975 hingga perten-
gahan 2011 agar fatwa yang ditetapkan MUI dapat diakses oleh masyarakat secara
lebih luas dan dapat dijadikan dijadikan rujukan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Dengan terbitnya buku ini, kami atas nama Pimpinan Komisi Fatwa MUI men-
gucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah mem-
bantu terbitnya buku ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Pimpinan
Majelis Ulama Indonesia yang terus memberikan dukungan dan dorongan agar
buku ini dapat segera diterbitkan. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh
unsur pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI yang telah dengan ikhlas men-
curahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk melakukan ijtihad kolektif sehingga
fatwa yang terdapat dalam buku ini dapat dirampungkan. Terima kasih juga di-
haturkan pada BAZNAS, yang sudah berkenan menerbitkan buku ini. Harapan
kami, mudah-mudahan buku ini memberi manfaat bagi masyarakat luas, baik untuk
kepentingan amaliah maupun untuk kepentingan ilmiah.
Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Tharieq
Jakarta,	 6 Ramadlan 1432 H
		 6 Agustus 2011 M
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
	 Ketua		 Sekretaris
		 ttd					 ttd
PROF. DR.H.HASANUDDIN AF,MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
iv
v
SAMBUTAN
KETUA UMUM BAZNAS
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemu-
dahan kepada BAZNAS untuk berkhidmat dalam melayani umat. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarg-
anya, para sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga yang dibentuk oleh pe-
merintah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2001, dengan tugas dan
fungsi untuk melakukan pengelolaan zakat di tingkat nasional. Optimalisasi peng-
umpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat tidak hanya tergantung pada
kinerja lembaga, tapi di sisi lain pemahaman dan tingkat pemahaman umat tentang
zakat merupakan faktor yang turut menentukan keberhasilan organisasi pengelola
zakat dalam menghimpun potensi dana zakat umat Islam di tanah air.
Dalam kaitan ini BAZNAS menyampaikan penghargaan dan terima kasih ke-
pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa penetapan fatwa tentang beberapa
masalah aktual tentang zakat telah menjadi perhatian MUI sejak lama. Fatwa-fatwa
MUI tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan, baik bagi organisasi pengelola
zakat maupun masyarakat luas. Pada sisi lain istimbath hukum dan tarjih atas fatwa
tentang zakat perlu terus dilakukan oleh MUI.
Penerbitan buku Himpunan Fatwa MUI tentang Zakat ini merupakan salah
satu langkah sosialisasi zakat dan upaya memperkokoh landasan pengelolaan zakat
di Indonesia khususnya dari aspek syariah. Untuk itu kami sampaikan terima kasih
kepada MUI Pusat atas dukungan dan kerjasamanya sehingga buku ini dapat kami
persembahkan kepada para pembaca.
Semoga Allah SWT memberi kekuatan dan keistiqamahan kepada kita semua
dalam melayani umat.
Billahit taufiq walhidayah.
Jakarta, 17 Ramadhan 1432 H
17 Agustus 2011 M
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
ttd
Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, M.Sc
Ketua Umum
vi
vii
SAMBUTAN DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah SWT serta bantuan berbagai pihak Majelis
Ulama Indonesia bersama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) akhirnya dapat mener-
bitkan kompilasi fatwa Majelis Ulama Indonesia khusus terkait masalah zakat yang diberi
judul “Fikih Zakat Indonesia”.
Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memasyarakatkan hasil kerja Majelis Ulama
Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim dalam
mengkaji dan memutuskan masalah keagamaan dan kemasyarakatan, baik yang bersifat
nasional maupun internasional, dengan harapan akan menjadi pegangan dan pedoman bagi
masyarakat, khususnya umat Islam dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan ber-
bangsa.
Buku ini diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi para pengambil kebijakan, para
pengelola zakat, dan juga bagi masyarakat umum yang hendak menunaikan ibadah zakat.
Mudah-mudahan pada masa-masa yang akan datang, Majelis Ulama Indonesia dapat
lebih meningkatkan fungsi dan peranannya dalam upaya meningkatkan kualitas umat di
berbagai bidang kehidupan sesuai dengan tuntutan zaman dan seirama dengan semakin
lajunya derap pembangunan.
Akhirnya, atas nama Majelis Ulama Indonesia kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah membantu terbitnya
buku ini, khususnya kepada BAZNAS. Sinergi ini menemukan urgensinya di tengah mulai
meningkatnya ekonomi umat yang disertai dengan munculnya kesadaran masyarakat da-
lam menunaikan ibadah zakat. Pada saat yang bersamaan, lembaga amil yang melakukan
pengelolaan zakat juga tumbuh subur. Fenomena ini harus didukung oleh adanya pema-
haman memadai terkait dengan ketentuan normatife keagamaanya sehingga diharapkan
pengelolaan zakat di samping memiliki nilai kemanfaatan secara social ekonomi umat, juga
dilaksanakan dengan benar sesuai dengan kaedah agama.
Harapan kami, mudah-mudahan buku ini memberi manfaat yang sebesarnya bagi
masyarakat, khususnya para ulama dan cendekiawan muslim dalam upaya meningkatkan
fungsi dan peranannya di masa yang akan datang.
Jakarta,	6 Ramadlan 1432 H
	 6 Agustus 2011 M
DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum,				 Sekretaris Jenderal,
	 ttd					 ttd
Dr. KH. M.A. SAHAL MAHFUDH		 Drs. H.M. ICHWAN SAM
viii
ix
PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
MUQADDIMAH
Kemajuan dalam bidang iptek dan tuntutan pembangunan yang
telah menyentuh seluruh aspek kehidupan, di samping membawa berbagai
kemudahan dan kebahagiaan, menimbulkan sejumlah perilaku dan
persoalan-persoalan baru. Cukup banyak persoalan yang beberapa waktu
lalu tidak pernah dikenal, bahkan tidak pernah terbayangkan, kini hal itu
menjadi kenyataan.
Di sisi lain, kesadaran keberagamaan umat Islam di bumi Nusantara
ini semakin tumbuh subur. Oleh karena itu, sudah merupakan kewajaran
dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat mendapatkan
jawaban yang tepat dari pandangan ajaran Islam.
Telah menjadi kesadaran bersama bahwa membiarkan persoalan
tanpa ada jawaban dan membiarkan umat dalam kebingunan tidak dapat
dibenarkan, baik secara i’tiqadi maupun secara Syar’i. Oleh karena itu, para
alim ulama dituntut untuk segera mampu memberikan jawaban dan
berupaya menghilangkan kehausan umat akan kepastian ajaran Islam
berkenaan dengan persoalan yang mereka hadapi. Demikian juga, segala hal
yang dapat menghambat proses pemberian jawaban (fatwa) sudah
seharusnya segera dapat diatasi. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah
SWT:
159(
“Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka dilaknat Allah dan
dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat” (QS. al-Baqarah [2]:
159).
Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang merupakan wadah
musyawarah para ulama, zu’ama, dan cendekiawan muslim serta menjadi
pengayom bagi seluruh muslim Indonesia adalah lembaga paling
berkompeten bagi pemecahan dan menjawab setiap masalah sosial
keagamaan yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat serta telah
x
mendapat kepercayaan penuh, baik dari masyarakat maupun dari
pemerintah.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, sudah sewajarnya bila MUI
sesuai dengan amanat Musyawarah Nasional VI tahun 2000 lalu, senantiasa
berupaya untuk meningkatkan kualitas peran dan kinerjanya, terutama
dalam memberikan solusi dan jawaban keagamaan terhadap setiap
permasalahan yang kiranya dapat memenuhi harapan masyarakat yang
semakin kritis dan tinggi kesadaran keberagamaannya.
Pedoman penetapan fatwa yang ditetapkan berdasarkan SK Dewan
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia nomor: U-596/MUI/X/1997 tanggal 2
Oktober 1997 (penyempurnaan dari pedoman berdasarkan keputusan
Sidang Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia tanggal 7 Jumadil
Awwal 1406 H./18 Januari 1986 M.) dipandang sudah tidak memadai lagi.
Atas dasar itu, kiranya Majelis Ulama Indonesia perlu segera mengeluarkan
pedoman baru yang memadai, cukup sempurna, serta transparan yang
mengatur prosedur, mekanisme, dan sistem pemberian jawaban masalah
keagamaan.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan:
1. Majelis Ulama Indonesia (disingkat MUI) adalah MUI Pusat yang
berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
2. Majelis Ulama Indonesia Daerah (disingkat MUI Daerah) adalah MUI
Propinsi yang berkedudukan di Ibukota Propinsi atau MUI
Kabupaten/Kota yang berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.
3. Dewan Pimpinan adalah:
a. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia.
b. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia
Daerah
4. Komisi adalah Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Daerah.
5. Anggota Komisi adalah anggota Komisi Fatwa berdasarkan ketetapan
Dewan Pimpinan.
6. Rapat adalah rapat Komisi Fatwa yang dihadiri oleh anggota Komisi dan
peserta lain yang dipandang perlu untuk membahas masalah hukum
yang akan difatwakan.
7. Fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah
keagamaan dan berlaku untuk umum.
8. Fatwa adalah fatwa MUI tentang suatu masalah keagamaan yang telah
setujui oleh anggota Komisi dalam rapat.
xi
9. Ijma’ ialah kesepakatan para ulama tentang suatu masalah agama.
10. Qiyas ialah pemberlakukan hukum asal pada furu’ disebabkan kesatuan
(kesamaan) ‘illat hukum.
11. Istihsan ialah pemberlakukan maslahat juz’iyah ketika berhadapan
dengan kaidah umum.
12. Istishlaahi/Maslahah mursalah ialah kemaslahatan yang tidak didukung
oleh nashsh syar’i tertentu.
BAB II
DASAR UMUM DAN SIFAT FATWA
1. Penetapan fatwa didasarkan pada al-Qur’an, sunnah (hadis), ijma’, dan
qiyas serta dalil lain yang mu’tabar.
2. Aktivitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga
yang dinamakan Komisi Fatwa.
3. Penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif.
BAB III
METODE PENETAPAN FATWA
1. Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu pendapat
para imam mazhab dan Ulama yang mu’tabar tentang masalah yang
akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut dalil-dalilnya.
2. Masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah disampaikan
sebagaimana adanya.
3. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab, maka
a. penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik
temu di antara pendapat-pendapat Ulama mazhab melalui
metode al-jam’u wa al-taufiq; dan
b. jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan,
penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode
muqaranah dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh
Muqaran.
4. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di kalangan
mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad jama’i (kolektif)
melalui metode bayani, ta’lili (qiyasi, istihsani, ilhaqi), istishlahi, dan sadd al-
zari’ah.
5. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum
(mashalih ‘ammah) dan maqashid al-syari’ah.
xii
BAB IV
PROSEDUR RAPAT
1. Rapat harus dihadiri oleh para anggota Komisi yang jumlahnya
dianggap cukup memadai oleh pimpinan rapat.
2. Dalam hal-hal tertentu, rapat dapat menghadirkan tenaga ahli yang
berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.
3. Rapat diadakan jika ada:
a. Permintaan atau pertanyaan dari masyarakat yang oleh Dewan
Pimpinan dianggap perlu dibahas dan diberikan fatwanya.
b. Permintaan atau pertanyaan dari pemerintah, lembaga/organisasi
sosial, atau MUI sendiri.
c. Perkembangan dan temuan masalah-masalah keagamaan yang
muncul akibat perubahan masyarakat dan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Rapat dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Komisi atas persetujuan
Ketua Komisi, didampingi oleh Sekretaris dan/atau Wakil Sekretaris
Komisi.
5. Jika Ketua dan Wakil Ketua Komisi berhalangan hadir, rapat dipimpin
oleh salah seorang anggota Komisi yang disetujui.
6. Selama proses rapat, Sekretaris dan/atau Wakil Sekretaris Komisi
mencatat usulan, saran dan pendapat anggota Komisi untuk dijadikan
Risalah Rapat dan bahan fatwa Komisi.
7. Setelah melakukan pembahasan secara mendalam dan komprehensif
serta memperhatikan pendapat dan pandangan yang berkembang, rapat
menetapkan Fatwa.
8. Keputusan Komisi sesegera mungkin dilaporkan kepada Dewan
Pimpinan untuk dipermaklumkan kepada masyarakat atau pihak-pihak
yang bersangkutan.
BAB V
FORMAT FATWA
1. Fatwa dirumuskan dengan bahasa hukum yang mudah dipahami oleh
masyarakat luas.
2. Fatwa memuat:
a. Nomor dan judul fatwa
b. Kalimat pembuka basmalah
c. Konsideran yang terdiri atas:
1) menimbang, memuat latar belakang, alasan, dan urgensi
penetapan fatwa
xiii
2) mengingat, memuat dasar-dasar hukum (adillah al-ahkam)
3) memperhatikan, memuat pendapat peserta rapat, para ulama,
pendapat para ahli, dan hal-hal lain yang mendukung
penetapan fatwa.
d. Diktum, memuat:
1) substansi hukum yang difatwakan, dan
2) rekomendasi dan/atau jalan keluar, jika dipandang perlu
e. Penjelasan, berisi uraian dan analisis secukupnya tentang fatwa
f. Lampiran-lampiran, jika dipandang perlu.
3. Fatwa ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Komisi.
BAB VI
KEWENANGAN DAN WILAYAH FATWA
1. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah
keagamaan secara umum, terutama masalah hukum (fiqh) dan masalah
aqidah yang menyangkut kebenaran dan kemurnian keimanan umat
Islam Indonesia.
2. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah
keagamaan seperti tersebut pada nomor 1 yang menyangkut umat Islam
Indonesia secara nasional atau masalah-masalah keagamaan di suatu
daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain.
3. Terhadap masalah yang telah ada fatwa MUI, Majelis Ulama Indonesia
Daerah hanya berhak melaksanakannya.
4. Jika karena faktor-faktor tertentu fatwa MUI sebagaimana dimaksud
nomor 3 tidak dapat dilaksanakan, MUI Daerah boleh menetapkan fatwa
yang berbeda setelah berkonsultasi dengan MUI.
5. Dalam hal belum ada fatwa MUI, MUI Daerah berwenang menetapkan
fatwa.
6. Khusus mengenai masalah-masalah yang sangat musykil dan sensitif,
sebelum menetapkan fatwa, MUI Daerah diharapkan terlebih dahulu
melakukan konsulasi dengan MUI.
BAB VII
P E N U T U P
1. Fatwa MUI maupun MUI Daerah yang berdasarkan pada pedoman
yang telah ditetapkan dalam Surat Keptusan ini mempunyai kedudukan
sederajat dan tidak saling membatalkan.
xiv
2. Jika terjadi perbedaan antara Fatwa MUI dan Fatwa MUI Daerah
mengenai masalah yang sama, perlu diadakan pertemuan antara kedua
Dewan Pimpinan untuk mencari penyelesaian yang paling baik.
3. Hal-hal yang belum diatur dalam Surat Keputusan ini akan ditetapkan
lebih lanjut oleh Dewan Pimpinan.
4. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan; dengan ketentuan
bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini,
akan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 22 Syawal 1424 H
16 Desember 2003 M
Pimpinan Sidang Komisi A
IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA
Ketua
ttd
Prof. Dr. KH. Syeichul Hadi Permono, MA
Sekretaris
ttd
HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA
Pimpinan Sidang Pleno
IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA
Ketua
ttd
KH. Ma’ruf Amin
Sekretaris
ttd
Drs. H. Hasanuddin, MAg
xv
Intensifikasi
Pelaksanaan
Zakat
xvi
1
INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
TENTANG
INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada
tanggal 1 Rabi'ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 26
Januari 1982 M, setelah :
Membaca :
Surat dari Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Urusan Haji, Departemen Agama R.I. Jakarta.
Memperhatikan :
1. Al-Qur'an Surat An-Nur : 56
"Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada
rasul, supaya kamu diberi rahmat. "(QS. An-Nur [24] : 56)
2. Syarah al-Muhazzab, Juz 5 hal. 291 :
2
"(Dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat). Abu Hurairah
meriwayatkan : Pada suatu hari ketika Rasulullah sedang duduk
datang serorang laki-laki berkata :'Hai Rasulullah! Apakah Islam itu?
Beliau menjawab : 'Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-Nya, mendirikan shalat yang wajib, membayarkan
zakat yang difardukan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan'.
Kemudian laki-laki itu membelakangi (pergi). Rasulullah SAW berkata
: 'Lihatlah laki-laki itu!' Mereka (para sahabat) tidak melihat seorang
pun; lalu Rasulullah berkata :'Itu adalah Jibril, datang mengajari
manusia agama mereka'. " (HR al-Bukhari dan Muslim)
3. Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya terdiri :
a. Buah-buahan dan biji-bijian yang dapat dijadikan makanan
pokok serta dapat disimpan.
Rasulullah SAW menyuruh mengeringkan anggur sebagaimana
mengeringkan kurma, maka diambil zakat korma itu berupa
tamar” (HR Abu Dawud; lihat Nailul Authar, juz 4 hal. 161-
162)
Dari Abi Burdah, dari Abi Musa dan Mu’az bin Jabal:
3
“Sesungguhnya Rasulullah SAW mengutus keduanya ke Yaman
untuk mengajari manusia masalah-masalah mereka. Nabi
memerintahkan mereka agar jangan mengambil zakat kecuali dari
empat macam: gandum, jelai, tamar, dan zabib”. (HR al-Baihaqi).
Berkata al-Baihaqi, periwayatnya adalah orang terpercaya
dan bersambung. Dikatakan juga demikian oleh Ibnu Hajar.
Lihat Tafsir Adhwa’ul Bayan, juz 2 hal. 191).
Imam Malik dan asy-Syafi’i mengajukan hujjah bahwa di
dalam perkataan kedua orang itu “sesungguhnya tidak ada
zakat selain korma dan anggur dari pepohonan dan tidak
ada zakat dari kacang-kacangan kecuali yang menjadi
pokok makanan dan disimpan; dan tak ada zakat pada
buah-buahan dan sayur-sayuran” karena baik nash
maupun ijma’ dalam menunjukkan wajibnya zakat pada
gandum, jelai, korma, dan zabib”.
Dan setiap macam itu adalah pokok makanan yang dapat
disimpan lalu mereka memasukkan setiap apa yang
termasuk dalam artinya, karena sifatnya sebagai bahan
pokok makanan dan dapat disimpan. Kedua imam itu tidak
melihat di dalam pepohonan sebagai makanan pokok yang
dapat disimpan kecuali korma dan zabib. Dan tidak
memiliki lihat selain keduanya dari buah-buahan. (Tafsir
Adhwa’ul Bayan, juz 2 hal. 201).
Adapun dalil jumhur, diantaranya Imam Malik, Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad yang menyatakan bahwa
sesungguhnya buah-buahan dan sayur-sayuran tidak ada
zakat padanya adalah nyata, karena sayur-sayuran itu
banyak di Madinah sedang buah-buahan banyak di Thaif,
tak ada khabar (hadits) dari Rasulullah SAW atau salah
seorang dari sahabatnya bahwa beliau mengambil zakat
daripadanya (Tafsir Adhwa’ul Bayan, juz 2 hal. 202).
4
b. Binatang ternak gembala: unta, kerbau, sapi, kambing, dan
biri-biri.
Dari Abu Hurairah, bersabda Rasulullah SAW : “Tidak
diwajibkan bagi kaum muslimin zakat pada hamba sahaya dan
kudanya.” (HR. Al-Jama’ah)
4. Kitab I'anah at-Tabilin, Jilid 2 hal. 189:
"Sehingga bagi pimpinan negara boleh mengambil zakat bagian fakir
atau miskin dan memberikannya kepada mereka. Masing-masing fakir
miskin itu diberi dengan cara : Bila ia bisa berdagang, diberi modal
dagang yang diperkirakan keuntungannya mencukupi guna hidup;
bila ia biasa / dapat bekerja, diberi alat-alat pekerjaannya. Dan bagi
yang tidak dapat bekerja atau berdagang diberijumlahyang mencukupi
seumurgalib (63 tahun).
Kata-kata 'diberi jumlah yang mencukupi untuk seumur galib'
bukan maksudnya diberi zakat sebanyak untuk hidup sampai
umur galib, tetapi diberi banyak (sekira zakat pemberian itu
diputar) dan hasilnya mencukupinya. Oleh karena itu, zakat
pemberian itu dibelikan tanah (pertanian/perkebunan) atau
binatang ternak sekiranya dapat mengolah/memelihara tanah
atau ternak itu.
5. Kitab Fiqih as-Sunnah, Jilid 1 hal. 407 :
"Imam Nawawi berpendapat, jika seseorang dapat bekerja yang sesuai
dengan keadaanya. Tetapi ia sedang sibuk memperoleh ilmu Syara'
dan sekiranya ia bekerja, terputuslah usaha menghasilkan ilmu itu,
maka halallah baginya zakat, karena menghasilkan ilmu itu hukumnya
fardu kifaya (keperluan orang banyak dan harus ada orang yang
menangganinya)."
6. Kitab Fiqh as-Sunnah, jilid 1 hal. 394:
"Pada masa sekarang ini, yang paling penting dalam membagi
zakat untuk atas nama sabilillah ialah menyediakan propagandis
Islam dan mengirim rnereka ke negara-negara non-Islam. Hal itu
ditangani oleh organisasiorganisasi Islam, yang teratur tertib
5
dengan menyediakan bekal/sangu yang cukup sebagaimana hal itu
dilakukan oleh golongan non-Islam dalam usaha penyiaran agama
mereka.
Termasuk dalam kategori sabililah membiayai madrasah-madrasah
guna ilmu syari'at dan lainnya yang memang diperlukan guna
maslahat umum. Dalam keadaan sekrang ini para guru madrasah
boleh diberi zakat selama melaksanakan tugas keguruan yang telah
ditentukan, yang dengan demikian mereka tidak dapat bekerja lain.
"
7. Benar, dana zakat itu hak syakhsiyah; akan tetapi, bagian
sabililah dan alqarim ada yang membolehkan ditasarufkan
guna keperluan pembangunan. Dalam kitab Fiqh as-Sunnah
jilid 1 hal. 394 dikemukakan :
"dalam tafsir al-Manar disebutkan, boleh memberikan zakat dari
bagian sahilillah ini untuk pengamanan perjalanan haji,
menyempurnakan pengairan (bagi jamaah haji), pen yediaan
makan dan sarana-sarana kesehatan bagijamaah haji, selagi
untuksemua tidak ada persediaan lain.
Dalam persoalan sabilillah ini tercakup segenap maslahat-maslahat
umum yang ada hubungannya dengan soal-soal agama dan negara.
Yang paling utama dan pertama didahulukan ialah persiapan
seperti pembelian senjata, persediaan makan angkatan bersenjata,
alat-alat angkutan, dan alat-alat perlengkapantentara.
Termasuk ke dalam pengertian sabilllah adalah mengadakan rumah
sakit angkatan perang, kebutuhan umm, membuka jalan jalan yang
kuat dan baik, memasang telepon guna angkatan perang,
mengadakan kapal-kapal yang dipersenjatai, benteng, dan lobang-
lobang persembunyian. "
Menimbang :
Pentingnya masalah zakat di Indonesia, terutama mengenai zakat
jasa atau gaji pegawai dan sejenisnya.
MEMUTUSKAN
6
Menetapkan :
1. Penghasilan dari jasa dapat dikenakan zakat apabila sampai
nishab dan haul.
2. Yang berhak menerima zakat hanya delapan ashnaf yang
tersebut dalam Al-Qur’an pada surat at-Taubah ayat 60. Apabila
salah satu ashnaf tidak ada, bagiannya diberikan kepada ashnaf
yang ada.
3. Untuk kepentingan dan kemaslahatan umat Islam, maka yang
tidak dapat dipungut melalui saluran zakat, dapat diminta atas
nama infaq atau shadaqah.
4. Infaq dan shadaqah yang diatur pungutannya oleh Ulil Amri,
untuk kepentingan tersebut di atas, wajib ditaati oleh umat
Islam menurut kemampuannya.
Ditetapkan : Jakarta, 1 Rabi'ul Akhir 1402 H
26 Januari 1982 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
ttd
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
Sekretaris
ttd
H. Musytari Yusuf, LA
7
Mentasharufkan
Dana Zakat Untuk
Kegiatan Produktif dan
Kemaslahatan Umum
8
9
MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN
PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
TENTANG
MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN
PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada
tanggal 8 Rabi'ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 2
Februari 1982 M, setelah :
Membaca :
Surat dari Sekolah Tinggi Kedokteran "YARSI" Jakarta.
Memperhatikan :
1. Al-Qur'an Surat An-Nur : 56
"Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada
rasul, supaya kamu diberi rahmat. "(QS. An-Nur [24] : 56)
2. Syarah al-Muhazzab, Juz 5 hal. 291 :
10
"(Dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat). Abu Hurairah
meriwayatkan : Pada suatu hari ketika Rasulullah sedang duduk
datang serorang laki-laki berkata :'Hai Rasulullah! Apakah Islam itu?
Beliau menjawab : 'Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-Nya, mendirikan shalat yang wajib, membayarkan
zakat yang difardukan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan'.
Kemudian laki-laki itu membelakangi (pergi). Rasulullah SAW berkata
: 'Lihatlah laki-laki itu!' Mereka (para sahabat) tidak melihat seorang
pun; lalu Rasulullah berkata :'Itu adalah Jibril, datang mengajari
manusia agama mereka'. " (HR al-Bukhari dan Muslim)
3. Kitab al-Baijuri, jilid 1 hal. 292:
"Orang fakir dan miskin (dapat) diberi (zakat) yang mencukupinya
untuk seumur galib (63 tahun). Kemudian masing-masing dengan
zakat yang diperolehnya itu membeli tanah (pertanian) dan
menggarabnya (agar mendapatkan hasil untuk keperluan sehari-hari).
Bagi pimpinan negara agar dapat membelikan tanah itu untuk mereka
(tanpa menerimakan barang zakatnya) sebagaimana hal itu terjadi
pada petugas perang.
Yang demikian itu bagi fakir miskin yang tidak dapat bekerja. Adapun
mereka yang dapat bekerja diberi zakat guna membeli alat-alat
pekerjaannya. Jadi, misalnya yang pandi berdagang diberi zakat untuk
modal dagang dengan baik yang jumlahnya diperkirakan bahwa hasil
dagang itu cukup untuk hidup sehari-hari (tanpa mengurangi
modal).”
4. Kitab I'anah at-Tabilin, Jilid 2 hal. 189:
11
"Sehingga bagi pimpinan negara boleh mengambil zakat bagian fakir
atau miskin dan memberikannya kepada mereka. Masing-masing fakir
miskin itu diberi dengan cara : Bila ia bisa berdagang, diberi modal
dagang yang diperkirakan keuntungannya mencukupi guna hidup;
bila ia biasa / dapat bekerja, diberi alat-alat pekerjaannya. Dan bagi
yang tidak dapat bekerja atau berdagang diberi jumlahyang mencukupi
seumur galib (63 tahun).”
Kata-kata 'diberi jumlah yang mencukupi untuk seumur galib'
bukan maksudnya diberi zakat sebanyak untuk hidup sampai
umur galib, tetapi diberi banyak (sekira zakat pemberian itu
diputar) dan hasilnya mencukupinya. Oleh karena itu, zakat
pemberian itu dibelikan tanah (pertanian/perkebunan) atau
binatang ternak sekiranya dapat mengolah/memelihara tanah
atau ternak itu.
5. Kitab Fiqh as-Sunnah, Jilid 1 hal. 407 :
"Imam Nawawi berpendapat, jika seseorang dapat bekerja yang sesuai
dengan keadaanya. Tetapi ia sedang sibuk memperoleh ilmu Syara'
dan sekiranya ia bekerja, terputuslah usaha menghasilkan ilmu itu,
maka halallah baginya zakat, karena menghasilkan ilmu itu hukumnya
fardu kifaya (keperluan orang banyak dan harus ada orang yang
menangganinya)."
6. Kitab Fiqh as-Sunnah, jilid 1 hal. 394:
12
"Pada masa sekarang ini, yang paling penting dalam membagi zakat
untuk atas nama sabilillah ialah menyediakan propagandis Islam dan
mengirim rnereka ke negara-negara non-Islam. Hal itu ditangani oleh
organisasiorganisasi Islam, yang teratur tertib dengan menyediakan
bekal/sangu yang cukup sebagaimana hal itu dilakukan oleh golongan
non-Islam dalam usaha penyiaran agama mereka.
Termasuk dalam kategori sabililah membiayai madrasah-madrasah
guna ilmu syari'at dan lainnya yang memang diperlukan guna
maslahat umum. Dalam keadaan sekrang ini para guru madrasah
boleh diberi zakat selama melaksanakan tugas keguruan yang telah
ditentukan, yang dengan demikian mereka tidak dapat bekerja lain. "
7. Benar, dana zakat itu hak syakhsiyah; akan tetapi, bagian sabililah
dan al-gharim ada yang membolehkan ditasarufkan guna
keperluan pembangunan. Dalam kitab Fiqh as-Sunnah jilid 1 hal.
394 dikemukakan :
13
"Dalam tafsir al-Manar disebutkan, boleh memberikan zakat dari
bagian sahilillah ini untuk pengamanan perjalanan haji,
menyempurnakan pengairan (bagi jamaah haji), pen yediaan makan
dan sarana-sarana kesehatan bagijamaah haji, selagi untuksemua
tidakadapersediaan lain.
Dalam persoalan sabilillah ini tercakup segenap maslahat-maslahat
umum yang ada hubungannya dengan soal-soal agama dan negara...
Termasuk ke dalam pengertian sabilllah adalah membangun rumah
sakit militer, juga (rumah sakit) untuk kepentingan umum,
membangun jalan-jalan dan meratakannya,membangun jalur kereta
api (rel) untuk kepentingan militer (bukan bisnis), termasuk juga
membangun kapal-kapal penjelajah, pesawat tempur, benteng, dan
parit (untuk pertahanan)."
Menimbang :
Pentingnya masalah zakat di Indonesia, terutama mengenai
tasarufnya.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
1. Zakat yang diberikan kepada fakir miskin dapat bersifat
produktif.
14
2. Dana zakat atas nama Sabilillah boleh ditasarufkan guna
keperluan maslahah'ammah (kepentingan umum).
Ditetapkan : Jakarta, 8 Rabi'ul Akhir 1402 H
2 Februari 1982 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
ttd
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
Sekretaris
ttd
H. Musytari Yusuf, LA
15
Pemberian Zakat
Untuk Beasiswa
16
17
PEMBERIAN ZAKAT UNTUK BEASISWA
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
TENTANG
PEMBERIAN ZAKAT UNTUK BEASISWA
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia setelah :
Memperhatikan :
1. Penjelasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prod. DR.
Ing. Wardiman Djojonegoro dan Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia K.H. Hasan Basri pada hari Kamis tanggal 25 Januari
1996.
2. Rapat Pimpinan Harian Majelis Ulama Indonesia tanggal 13
Februari 1996.
Mengingat :
1. Al-Qur'an dan Sunnah Rasullah SAW.
2. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga, serta Program
Kerja Majelis Ulama Indonesia 1995 2000.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang pemberian zakat untuk
beasiswa sebagaimana terlampir pada Surat Fatwa ini.
Ditetapkan : Jakarta, 29 Ramadhan 1416H
19 Februari 1996 M
18
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
ttd
K.H. Hasan Basri
Sekretaris Umum
ttd
Drs. H.A. Nazri Adlani
LAMPIRAN SURAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Tentang
Pemberian Zakat Untuk Beasiswa
Nomor Kep.-120/MU/II/1996
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia dengan ini
menyampaikan bahwa pada hari Sabtu tanggal 20 Ramadhan 1416
Hijriah, bertepatan dengan tanggal 10 Februari 1996 Miladiyah,
dilanjutkan pada hari Rabu 24 Ramadhan 1416 Hijriah, bertepatan
tanggal 14 Februari 1996 Miladiyah, Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia telah bersidang untuk membahas pemberian zakat untuk
beasiswa, yaitu :
Bagaimana hukum pemberian zakat untuk keperluan pendidikan,
khususnya pemberian beasiswa?
Sehubungan dengan masalah tersebut Sidang merumuskan sebagai
berikut:
Memberikan uang zakat untuk keperluan pendidikan, khususnya
dalam bentuk beasiswa, hukumnya adalah SAH, karena termasuk
dalam ashnaf fi sabilillah, yaitu bantuan yang dikeluarkan dari dana
zakat berdasarkan Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60 dengan alasan
bahwa pengertian fi sabilillah menurut sebagian ulama fiqh dari
beberapa mazhab dan ulama tafsir adalah "lafaznya umum". Oleh
karena itu, berlakulah qaidah ushuliyah :
19
Sidang memberikan pertimbangan bahwa pelajar / mahasiswa /
sarjana muslim, penerima zakat beasiswa, hendaknya :
1. Berprestasi akademik.
2. Diprioritaskan bagi mereka yang kurang mampu.
3. Mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa
Indonesia.
Ditetapkan : Jakarta, 29 Ramadhan 1416 H
19 Februari 1996 M
Ketua Umum
ttd
K.H. Hasan Basri
Ketua Komisi Fatwa
ttd
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
20
21
Zakat Penghasilan
22
23
ZAKAT PENGHASILAN
‫ﹺ‬‫ﻢ‬‫ﺴ‬‫ﹺ‬‫ﺑ‬ِ‫ﷲ‬‫ﺍ‬‫ﹺ‬‫ﻦ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟ‬‫ﹺ‬‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟ‬
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 3 Tahun 2003
Tentang
ZAKAT PENGHASILAN
Majelis Ulama Indonesia, setelah
MENIMBANG : a. bahwa kedudukan hukum zakat penghasilan,
baik penghasilan rutin seperti gaji
pegawai/karyawan atau penghasilan pejabat
negara, maupun penghasilan tidak rutin seperti
dokter, pengacara, konsultan, penceramah,
dan sejenisnya, serta penghasilan yang
diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya, masih
sering ditanyakan oleh umat Islam Indonesia;
b. bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama
Indonesia memandang perlu menetapkan
fatwa tentang status hukum zakat penghasilan
tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat
Islam dan pihak-pihak yang memerlukannya.
MENGINGAT : 1. Firman Allah swt tentang zakat; antara lain:
267.(
“Hai orang yang beriman! Nafkahkanlah
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
24
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu …” (QS. al-Baqarah
[2]: 267).
219.(
“… Dan mereka bertanya kepada apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih
dari keperluan’…” (QS. al-Baqarah [2]: 219).
103(
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka…” (QS. al-Taubah [9]:
103).
2. Hadis-hadis Nabi s.a.w.; antara lain:
1(
“Diriwayatkan secara marfu’ hadis Ibn
Umar, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda,
‘Tidak ada zakat pada harta sampai
berputar satu tahun’.” (HR.)
25
2(
1631
“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
s.a.w. bersabda: ‘Tidak ada zakat atas
orang muslim terhadap hamba sahaya
dan kudanya’. (HR. Muslim). Imam
Nawawi berkata: “Hadis ini adalah dalil
bahwa harta qinyah (harta yang
digunakan untuk keperluan pemakaian,
bukan untuk dikembangkan) tidak
dikenakan zakat.”
3(
26
1338(
“Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi
s.a.w., beliau bersabda: ‘Tangan atas
lebih baik daripada tangan bawah.
Mulailah (dalam membelanjakan harta)
dengan orang yang menjadi tanggung
jawabmu. Sedekah paling baik adalah
yang dikeluarkan dari kelebihan
kebutuhan. Barang siapa berusaha
menjaga diri (dari keburukan), Allah
akan menjaganya. Barang siapa
berusaha mencukupi diri, Allah akan
memberinya kecukupan’.” (HR.
Bukhari).
4(
10107(
“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
s.a.w. bersabda: ‘Sedekah hanyalah
dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan.
Tangan atas lebih baik daripada tangan
bawah. Mulailah (dalam
membelanjakan harta) dengan orang
27
yang menjadi tanggung jawabmu” (HR.
Ahmad).
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Dr. Yusuf al-Qardhawi:
85
513
Sebagaimana diketahui bahwa Islam
tidak mewajibkan zakat pada setiap
jenis harta, sedikit atau banyak.
Kewajiban zakat hanya dibebankan jika
sudah mencapai satu nishab, dengan
catatan tidak memiliki hutang dan lebih
dari kebutuhan pokok yang dimiliki.
Hal itu untuk menegaskan arti
kekayaan yang mewajibkan zakat….
Lebih dari itu, nishab uang yang
dianggap di sini, dan kami telah
28
menetapkannya senilai 85 gram emas
(Fiqhu al- Zakat juz I hlm 153)
2. Pertanyaan dari masyarakat tentang zakat
profesi, baik melalui lisan maupun surat;
antara lain dari Baznas.
3. Rapat-rapat Komisi Fatwa, terakhir rapat
pada Sabtu, 8 Rabi’ul Awwal 1424/10 Mei
2003 dan Sabtu, 7 Juni 2003/6 Rabi’ul Akhir
1424.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG ZAKAT PENGHASILAN
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan
“penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti
gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang
diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti
pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupub
tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan,
dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh
dari pekerjaan bebas lainnya.
Kedua : Hukum
Semua bentuk penghasilan halal wajib
dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah
mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai
emas 85 gram.
Ketiga : Waktu Pengeluaran Zakat
1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada
saat menerima jika sudah cukup nishab.
2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua
penghasilan dikumpulkan selama satu tahun;
29
kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan
bersihnya sudah cukup nishab.
Keempat : Kadar Zakat
Kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 06 R. Akhir 1424 H.
07 Juni 2003 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua, Sekretaris,
ttd ttd
K.H. MA’RUF AMIN HASANUDIN
30
31
Penggunaan Dana Zakat
Untuk Istitsmar (Investasi)
32
33
PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR
(INVESTASI)
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 4 Tahun 2003
Tentang
PENGGUNAAN DANA ZAKAT
UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)
Majelis Ulama Indonesia, setelah
MENIMBANG : a. bahwa pengelolaan dana zakat untuk
dijadikan modal usaha yang digunakan oleh
fakir dan miskin (mustahiq), banyak
ditanyakan oleh umat Islam Indonesia;
b. bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama
Indonesia memandang perlu menetapkan
fatwa tentang status pengelolaan dana zakat
tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat
Islam dan pihak-pihak yang memerlukannya.
MENGINGAT : 1. Firman Allah swt tentang zakat; antara lain:
60.(
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah
untuk orang fakir, orang miskin, pengurus
34
zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang yang
berhutang, untuk jalan Allah, dan orang yang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana” (QS. al-
Taubah [9]: 60).
219.
“… dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang
lebih dari keperluan’ …” (QS. al-Baqarah
[2]: 219).
103(
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka…” (QS. al-Taubah [9]:
103).
2. Hadis-hadis Nabi s.a.w.; antara lain:
1631
35
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah s.a.w.
bersabda : “Tidak ada zakat atas orang
muslim terhadap hamba sahaya dan
kudanya.” (HR. Muslim).
Imam Nawawi berkata: “Hadis ini adalah
dalil bahwa harta qinyah (harta yang
digunakan untuk keperluan pemakaian,
bukan untuk dikembangkan) tidak dikenakan
zakat.”
1338(
“Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi
s.a.w., beliau bersabda: ‘Tangan atas lebih
baik daripada tangan bawah. Mulailah
(dalam membelanjakan harta) dengan orang
yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah
paling baik adalah yang dikeluarkan dari
kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha
menjaga diri (dari keburukan), Allah akan
menjaganya. Barang siapa berusaha
mencukupi diri, Allah akan memberinya
kecukupan’.” (HR. Bukhari).
3. Kaidah fiqh:
36
1(
“Kebijakan imam (pemerintah) terhadap
rakyatkan digantungkan pada kemaslahatan.”
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat ulama tentang ta’khir dan
istitsmar zakat:
110
37
119(
2. Pertanyaan dari masyarakat tentang
penggunaan dana sebagai dana bergulir.
3. Rapat Komisi Fatwa, pada Sabtu, 6
Jumadil Awwal 1420/05 Juli 2003; Selasa,
15 Jumadil Awwal 1420/ 15 Juli 2003; 30
Agustus 2003;
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENGGUNAAN DANA
ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)
1. Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin
(fauriyah), baik dari muzakki kepada amil
maupun dari amil kepada mustahiq.
2. Penyaluran (tauzi’/distribusi) zakat mal dari amil
kepada mustahiq, walaupun pada dasarnya harus
fauriyah, dapat di-ta’khir-kan apabila mustahiq-
nya belum ada atau ada kemaslahatan yang lebih
besar.
3. Maslahat ditentukan oleh Pemerintah dengan
berpegang pada aturan-aturan kemaslahatan
sehingga maslahat
tersebut merupakan maslahat syar’iyah.
4. Zakat yang di-ta’khir-kan boleh diinvestasikan
(istitsmar) dengan syarat-syarat sebagai berikut :
38
a. Harus disalurkan pada usaha yang
dibenarkan oleh syariah dan peraturan yang
berlaku (al-thuruq al-masyru’ah).
b. Diinvestasikan pada bidang-bidang usaha
yang diyakini akan memberikan keuntungan
atas dasar studi kelayakan.
c. Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang
memiliki kompetensi.
d. Dilakukan oleh institusi/lembaga yang
professional dan dapat dipercaya (amanah).
e. Izin investasi (istitsmar) harus diperoleh dari
Pemerintah dan Pemerintah harus
menggantinya apabila terjadi kerugian atau
pailit.
f. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau
memerlukan biaya yang tidak bisa ditunda
pada saat harta zakat itu diinvestasikan.
g. Pembagian zakat yang di-ta’khir-kan karena
diinvestasikan harus dibatasi waktunya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 06 Ramadhan 1424 H.
01 Nopember 2003 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua, Sekretaris,
ttd ttd
K.H. MA’RUF AMIN HASANUDIN
39
Amil Zakat
40
41
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 8 Tahun 2011
Tentang
AMIL ZAKAT
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
MENIMBANG : a. bahwa kesadaran keagamaan masyarakat telah
mendorong peningkatan jumlah pembayar
zakat, yang kemudian diikuti oleh adanya
pertumbuhan lembaga amil zakat secara
signifikan;
b. bahwa dalam pengelolaan zakat, banyak
ditemukan inovasi yang dilakukan oleh amil
zakat yang seringkali belum ada rujukan
formal dalam ketentuan hukum Islamnya,
sehingga diperlukan adanya aturan terkait
pengertian amil zakat, kriteria, serta hak dan
kewajibannya;
c. bahwa di tengah masyarakat muncul
pertanyaan mengenai hukum yang terkait
dengan amil zakat, mulai dari definisi,
kriteria, serta tugas dan kewenangannya;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu
menetapkan fatwa tentang amil zakat guna
dijadikan pedoman.
MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:
=======
42
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka “ (QS. Al-Taubah : 103).





“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al-
Taubah : 60).
2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
43
“ Nabi Muhammad SAW ketika mengutus
Muadz ke Yaman bersabda : … … … Dan
beritahukan kepada mereka bahwa Allah
SWT mewajibkan zakat yang diambil dari
harta orang kaya di antara mereka dan
dikembalikan kepada para orang-orang fakir
di antara mereka “. (Riwayat Bukhari Muslim
dari Sahabat Ibnu Abbas)
“ Rasulullah SAW menugaskan seorang laki-
laki dari bani Al-Usdi yang bernama Ibnu Al-
Lutbiyyah sebagai Amil zakat di daerah bani
Sulaim, kemudian Rasulullah SAW
melakukan evaluasi atas tugas yang telah ia
laksanakan “. (riwayat Bukhari Muslim dari
Sahabat Abi Hanid Al-Saa’idy)
44
“ Umar RA telah menugaskan kepadaku
untuk mengurus harta zakat, maka tatkala
telah selesai tugasku, beliau memberiku
bagian dari harta zakat tersebut, aku berkata :
sesungguhnya aku melakukan ini semua
karena Allah SWT, semoga Allah kelak
membalasnya. Beliau berkata : Ambillah apa
yang diberikan sebagai bagianmu,
sesungguhnya aku juga menjadi amil zakat
pada masa Rasulullah SAW dan beliau
memberiku bagian (dari harta zakat), saat itu
aku mengatakan seperti apa yang kau katakan,
maka Rasulullah SAW bersabda : Apabila
engkau diberi sesuatu yang engkau tidak
memintanya maka ambillah untuk kau
gunakan atau sedekahkan. (Riwayat Muslim
dari seorang Tabi’in yang bernama Ibnu Al-
Sa’di)
3. Qaidah fiqhiyyah
“ Hukum sarana adalah mengikuti hukum
capaian yang akan dituju “
“Sesuatu kewajiban yang hanya bisa
diwujudkan dengan melakukan sesuatu perkara,
maka perkara tersebut hukumnya menjadi wajib
“
45
“ Tindakan pemimpin [ pemegang otoritas ]
terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan
“
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib (
Syarah Bajuri 1/543 ) yang menjelaskan tentang
definisi Amil sebagai berikut :
“ Amil zakat adalah seseorang yang ditugaskan
oleh imam (pemimpin negara) untuk
mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat “
2. Pendapat Al-Syairazi dalam kitab Al-Muhadzzab
( Al-Majmuu’ Syarah Al-Muhadzzab 6/167 ) yang
menerangkan mengenai distribusi zakat, salah
satunya kepada Amil sebagai berikut:
46
“Apabila yang melakukan distribusi zakat
adalah Imam [pemerintah] maka harus dibagi
kepada delapan golongan penerima zakat.
Bagian pertama adalah untuk Amil, karena
Amil mengambil bagian harta zakat sebagai
upah, sementara golongan lainnya sebagai
dana sosial. Apabila bagian Amil sesuai
dengan kewajaran sebagai upah pengelola
zakat, maka akan diberikan kepadanya bagian
tersebut. Namun bilamana bagian Amil lebih
besar dari kewajaran sebagai upah pengelola
zakat, maka kelebihan – di luar kewajaran
tersebut – dikembalikan untuk golongan-
golongan yang lain dari mustakhiq zakat
secara proporsional. Jika terjadi defisit
anggaran, di mana bagian Amil lebih kecil
dari kewajaran upah pengelola zakat maka
akan ditambahkan. Ditambahkan dari mana?
Imam Syafi’I berpendapat: “ditambahkan
dengan diambil dari bagian kemashlahatan [ fi
sabilillah ]”. Sekiranya ada yang berpendapat
bahwa bagiannya dilengkapi dari bagian
golongan-golongan mustahiq yang lain maka
pendapat tersebut tidak salah “
3. Pendapat Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-
Majmu’ Syarah Al-Muhadzzab ( 6/168 )
mengenai orang-orang yang dapat masuk
kategori sebagai Amil sebagai berikut:
47
“ Para pengikut madzhab Syafi’i berpendapat
: Dan diberi bagian dari bagian Amil yaitu ;
Pengumpul wajib zakat, orang yang mendata,
mencatat, mengumpulkan, membagi dan
menjaga harta zakat. Karena mereka itu
termasuk bagian dari Amil Zakat. Tegasnya,
mereka mendapatkan bagian dari bagian Amil
sebesar 1/8 dari harta zakat karena mereka
merupakan bagian dari Amil yang berhak
mendapatkan upah sesuai dengan
kewajarannya.
4. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang
dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat
Komisi Fatwa yang terakhir pada tanggal 3
Maret 2011.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG AMIL ZAKAT
Pertama : Ketentuan Hukum
1. Amil zakat adalah :
48
a. seseorang atau sekelompok orang yang
diangkat oleh Pemerintah untuk
mengelola pelaksanaan ibadah zakat;
atau
b. seseorang atau sekelompok orang yang
dibentuk oleh masyarakat dan disahkan
oleh Pemerintah untuk mengelola
pelaksanaan ibadah zakat.
2. Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Beragama Islam;
b. Mukallaf (berakal dan baligh);
c. Amanah;
d. Memiliki ilmu pengetahuan tentang
hukum-hukum zakat dan hal lain yang
terkait dengan tugas Amil zakat.
3. Amil zakat memiliki tugas :
a. penarikan/pengumpulan zakat yang
meliputi pendataan wajib zakat,
penentuan objek wajib zakat, besaran
nishab zakat, besaran tarif zakat, dan
syarat-syarat tertentu pada masing-
masing objek wajib zakat;
b. pemeliharaan zakat yang meliputi
inventarisasi harta, pemeliharaan, serta
pengamanan harta zakat; dan
c. pendistribusian zakat yang meliputi
penyaluran harta zakat agar sampai
kepada mustahiq zakat secara baik dan
benar, dan termasuk pelaporan.
4. Pada dasarnya, biaya operasional
pengelolaan zakat disediakan oleh
Pemerintah (ulil amr).
49
5. Dalam hal biaya operasional tidak dibiayai
oleh Pemerintah, atau disediakan Pemerintah
tetapi tidak mencukupi, maka biaya
operasional pengelolaan zakat yang menjadi
tugas Amil diambil dari dana zakat yang
merupakan bagian Amil atau dari bagian Fi
Sabilillah dalam batas kewajaran, atau
diambil dari dana di luar zakat.
6. Kegiatan untuk membangun kesadaran
berzakat – seperti iklan – dapat dibiayai dari
dana zakat yang menjadi bagian Amil atau Fi
Sabilillah dalam batas kewajaran,
proporsional dan sesuai dengan kaidah
syariat Islam.
7. Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari
negara atau lembaga swasta dalam tugasnya
sebagai Amil tidak berhak menerima bagian
dari dana zakat yang menjadi bagian Amil.
Sementara amil zakat yang tidak memperoleh
gaji dari negara atau lembaga swasta berhak
menerima bagian dari dana zakat yang
menjadi bagian Amil sebagai imbalan atas
dasar prinsip kewajaran.
8. Amil tidak boleh menerima hadiah dari
muzakki dalam kaitan tugasnya sebagai
Amil.
9. Amil tidak boleh memberi hadiah kepada
muzakki yang berasal dari harta zakat.
Kedua : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,
dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang
memerlukan dapat mengetahuinya,
menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
50
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 28 Rabi’ul Awwal 1432 H
3 M a r e t 2011M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris
Ttd ttd
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
51
Hukum Zakat
Atas Harta Haram
52
53
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 13 Tahun 2011
Tentang
HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
MENIMBANG : a. bahwa seiring dengan pesatnya sosialisasi
kewajiban membayar zakat, ada amil zakat
yang menarik zakat atas harta haram, dan
demikian sebaliknya seseorang yang
memperoleh harta haram bermaksud
membayarkan zakat untuk membersihkan
hartanya;
c. bahwa di tengah masyarakat muncul
pertanyaan mengenai apakah orang yang
memiliki harta haram, seperti barasal dari
bunga bank, hasil korupsi, dan hasil judi,
memiliki kewajiban membayar zakat serta
bagaimana seharusnya memanfaatkan harta
haram tersebut;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu
menetapkan fatwa tentang zakat atas harta
non-halal guna dijadikan pedoman.
MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:
54



Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
(di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS.
Al-Baqarah: 267)
2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
“ Sesungguhnya Allah SWT itu Maha Baik
dan tidak menerima kecuali yang baik “
(Riwayat Muslim dari Sahabat Abu Hurairah)
“Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan zakat
sebagai pensucian harta “. (Riwayat Bukhari
dari Sahabat Abdullah bin Umar)
“ Allah SWT tidak menerima sedekah dari
harta hasil korupsi rampasan perang “
(riwayat Muslim dari Sahabat Abdullah bin
Umar)
55
“ Barang siapa yang mengumpulkan harta dari
cara yang haram kemudian ia bersedekah
darinya, maka ia tidak mendapatkan pahala
apapun, bahkan ia tetap menanggung dosa
dari harta haram tersebut “ (Hadist Riwayat
Baihaqi, Hakim. Ibnu Huzaimah dan Ibnu
Hibban dari Sahabat Abu Hurairah)
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Imam Ibnu Nujaim sebagaimana
dikutip dalam kitab Al-Bahru Al-Raaiq (2/221)
yang menerangkan tidak wajibnya membayar
zakat atas harta haram sekalipun sudah sampai
satu nishab, sebagai berikut:
“ Seandainya ada seseorang yang memiliki
harta haram seukuran nishab, maka ia tidak
wajib berzakat. Karena yang menjadi
kewajiban atas orang tersebut adalah
membebaskan tanggungjawabnya atas harta
haram itu dengan mengembalikan kepada
pemiliknya atau para ahli waris – jika bisa
diketahui – , atau disedekahkan kepada fakir
56
miskin secara keseluruhan – harta haram
tersebut – dan tidak boleh sebagian saja “.
2. Pendapat Imam Al-Qurthubi sebagaimana
dikutib dalam kitab Fathu Al-Baari (3/180)
yang menjelaskan alasan tidak diterimanya
zakat atas harta haram sebagai berikut :
“Sedekah/zakat dari harta haram itu tidak
diterima dengan alasan karena harta haram
tersebut pada hakekatnya bukan hak miliknya.
Dengan demikian, pemilik harta haram
dilarang mentasharrufkan harta tersebut
dalam bentuk apapun, sementara bersedekah
adalah bagian dari tasharruf (penggunaan)
harta. Seandainya sedekah dari harta haram
itu diangggap sah, maka seolah-olah ada satu
perkara yang di dalamnya berkumpul antara
perintah dan larangan, dan itu menjadi
mustahil “.
3. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang
dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat
Komisi Fatwa yang terakhir pada tanggal 3 dan
17 Maret 2011.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
57
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG HUKUM ZAKAT ATAS
HARTA HARAM
Pertama : Ketentuan Hukum
1. Zakat wajib ditunaikan dari harta yang halal,
baik hartanya maupun cara perolehannya.
2. Harta haram tidak menjadi obyek wajib
zakat.
3. Kewajiban bagi pemilik harta haram adalah
bertaubat dan membebaskan tanggung jawab
dirinya dari harta haram tersebut.
4. Cara bertaubat sebagaimana dimaksud angka
3 adalah sebagai berikut:
a. Meminta ampun kepada Allah,
menyesali perbuatannya, dan ada
keinginan kuat (‘azam) untuk tidak
mengulangi perbuatannya;
b. Bagi harta yang haram karena
didapat dengan cara mengambil
sesuatu yang bukan haknya –seperti
mencuri dan korupsi–, maka harta
tersebut harus dikembalikan
seutuhnya kepada pemiliknya.
Namun, jika pemiliknya tidak
ditemukan, maka digunakan untuk
kemaslahatan umum.
c. Bila harta tersebut adalah hasil usaha
yang tidak halal – seperti perdangan
minuman keras dan bunga bank –
maka hasil usaha tersebut (bukan
pokok modal) secara keseluruhan
harus digunakan untuk kemaslahatan
umum.
58
Kedua : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang
memerlukan dapat mengetahuinya, semua
pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa
ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H
17 M a r e t 2011M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris
ttd ttd
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
59
Penyaluran Harta Zakat
Dalam Bentuk
Aset Kelolaan
60
61
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 15 Tahun 2011
Tentang
PENYALURAN HARTA ZAKAT
DALAM BENTUK ASET KELOLAAN
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
MENIMBANG : a. bahwa perkembangan masyarakat telah
mendorong munculnya perkembangan tata
kelola dana zakat oleh amil zakat;
b. bahwa dalam penyaluran harta zakat, ada
upaya perluasan manfaat harta zakat agar
lebih dirasakan kemanfaatannya bagi banyak
mustahiq dan dalam jangka waktu yang lama,
yang salah satunya dalam bentuk aset
kelolaan;
c. bahwa terkait pada huruf b di atas, di tengah
masyarakat muncul pertanyaan mengenai
hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk
aset kelolaan;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu
menetapkan fatwa tentang penyaluran harta
zakat dalam bentuk aset kelolaan guna
dijadikan pedoman.
MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:
62


“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka “ (QS. Al-Taubah : 103).





“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al-
Taubah : 60).
2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
63
“ Nabi Muhammad SAW ketika mengutus
Muadz ke Yaman bersabda : … … … Dan
beritahukan kepada mereka bahwa Allah
SWT mewajibkan zakat yang diambil dari
harta orang kaya di antara mereka dan
dikembalikan kepada para orang-orang fakir
di antara mereka “. (Riwayat Bukhari Muslim
dari Sahabat Ibnu Abbas)
3. Atsar dari Sahabat Muadz bin Jabal yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan al-
Thabarani serta al-Daruquthni dari Thawus
bin Kaisan yang menegaskan bolehnya
penunaian zakat dengan hal yang lebih
dibutuhkan oleh mustahiq sebagai berikut:
64
“Muadz berkata kepada penduduk Yaman :
Berikanlah kepadaku baju khamis atau
pakaian sebagai pembayaran zakat gandum
dan biji-bijian, karena yang sedemikian itu
lebih mudah bagi kalian dan lebih baik bagi
para Sahabat Nabi SAW di kota Madinah “
4. Qaidah fiqhiyyah
“ Hukum sarana adalah mengikuti hukum
capaian yang akan dituju “
“ Tindakan pemimpin [ pemegang otoritas ]
terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan
“
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Imam Zainuddin bin Abdul
Aziz Al-Maliybari dalam kitab Fathul Muin
(I’aanatu Al-Thalibin 2/214) yang menjelaskan
kebolehan penyaluran harta zakat sesuai
kebutuhan mustahiq sebagai berikut:
“ Maka keduanya – fakir dan miskin –
diberikan harta zakat dengan cara ; bila ia
biasa berdagang, diberi modal berdagang
yang diperkirakan bahwa keuntungannya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ;
65
bila ia bisa bekerja, diberi alat-alat
pekerjaannya … … “.
2. Pendapat Imam Al-Ramly dalam kitab Syarah
Al-Minhaj li al-Nawawi (6/161) yang
menerangkan pendistribusian harta zakat bagi
orang miskin untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya serta dimungkinkan pembelian aset
untuknya sebagai berikut:
“ Orang fakir dan miskin – bila keduanya
tidak mampu untuk bekerja dengan satu
keahlian atau perdagangan – diberi harta zakat
sekiranya cukup untuk kebutuhan seumur
hidupnya dengan ukuran umur manusia yang
umum di negerinya, karena harta zakat
dimaksudkan untuk memberi seukuran
kecukupan/kelayakan hidup. Kalau umurnya
melebihi standar umumnya manusia, maka
66
akan diberi setiap tahun seukuran kebutuhan
hidupnya selama setahun. Dan tidaklah
dimaksudkan di sini – orang yang tidak dapat
bekerja – diberikan dana tunai seukuran masa
tersebut, akan tetapi dia diberi dana di mana ia
mampu membeli aset properti yang dapat ia
sewakan, sehingga ia tidak lagi menjadi
mustahiq zakat“.
3. Pendapat Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab
Majmu Fatawa (25/82 ) yang menyatakan
kebolehan mengeluarkan zakat dengan yang
senilai jika ada kemaslahatan bagi mustahiq,
sebagai berikut:
67
“ Hukum pembayaran zakat dalam bentuk
nilai dari obyek zakat tanpa adanya hajat
(kebutuhan) serta kemaslahatan yang jelas
adalah tidak boleh. Oleh karena itu Nabi
Muhammad SAW menentukan dua ekor
kambing atau tambahan sebesar duapuluh
dirham sebagai ganti dari obyek zakat yang
tidak dimiliki oleh seorang muzakki dalam
zakat hewan ternak, dan tidak serta merta
berpindah kepada nilai obyek zakat tersebut
… … dan juga karena prinsip dasar dalam
kewajiban zakat adalah memberi keleluasaan
kepada mustakhiq, dan hal tersebut dapat
diwujudkan dalam suatu bentuk harta atau
sejenisnya. Adapun mengeluarkan nilai dari
obyek zakat karena adanya hajat (kebutuhan)
serta kemaslahatan dan keadilan maka
hukumnya boleh … … seperti adanya
permintaan dari para mustakhiq agar harta
zakat diberikan kepada mereka dalam bentuk
nilainya saja karena lebih bermanfaat, maka
mereka diberi sesuai dengan apa yang mereka
inginkan. Demikian juga kalau Amil zakat
memandang bahwa pemberian – dalam bentuk
nilai – lebih bermanfat kepada kaum fakir “.
4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang
Mentasharrufkan Dana Zakat untuk Kegiatan
Produktif dan Kemaslahatan Umum Tanggal 2
Februari 1982;
5. Hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama NU
Tahun 1981 yang menegaskan bahwa
Memberikan Zakat untuk kepentingan masjid,
madrasah, pondok pesantren, dan sesamanya
hukumnya ada dua pendapat; tidak
membolehkan dan membolehkan;
6. Pendapat, saran, dan masukan yang
berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada
68
Rapat-Rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada
tanggal 3, dan 17 Maret 2011.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENYALURAN
HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET
KELOLAAN
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan:
Aset kelolaan adalah sarana dan/atau prasarana
yang diadakan dari harta zakat dan secara fisik
berada di dalam pengelolaan pengelola sebagai
wakil mustahiq zakat, sementara manfaatnya
diperuntukkan bagi mustahiq zakat.
Kedua : Ketentuan Hukum
Hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset
kelolaan adalah boleh dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Tidak ada kebutuhan mendesak bagi para
mustahiq untuk menerima harta zakat.
2. Manfaat dari aset kelolaan hanya
diperuntukkan bagi para mustahiq zakat.
3. Bagi selain mustahiq zakat dibolehkan
memanfaatkan aset kelolaan yang
diperuntukkan bagi para mustahiq zakat
dengan melakukan pembayaran secara wajar
untuk dijadikan sebagai dana kebajikan.
Ketiga : Ketentuan Penutup
69
1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,
dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang
memerlukan dapat mengetahuinya,
menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H
17 M a r e t 2011M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris
ttd ttd
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
70
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 15 Tahun 2011
Tentang
PENYALURAN HARTA ZAKAT
DALAM BENTUK ASET KELOLAAN
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
MENIMBANG : a. bahwa perkembangan masyarakat telah
mendorong munculnya perkembangan tata
kelola dana zakat oleh amil zakat;
b. bahwa dalam penyaluran harta zakat, ada
upaya perluasan manfaat harta zakat agar
lebih dirasakan kemanfaatannya bagi banyak
mustahiq dan dalam jangka waktu yang lama,
yang salah satunya dalam bentuk aset
kelolaan;
c. bahwa terkait pada huruf b di atas, di tengah
masyarakat muncul pertanyaan mengenai
hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk
aset kelolaan;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu
menetapkan fatwa tentang penyaluran harta
zakat dalam bentuk aset kelolaan guna
dijadikan pedoman.
MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:
71
Penarikan, Pemeliharaan
dan Penyaluran Harta
Zakat
72
73
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 14 Tahun 2011
Tentang
PENARIKAN, PEMELIHARAAN,
DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
MENIMBANG : a. bahwa dalam hal operasional penarikan,
pemeliharaan, dan penyaluran zakat
dimungkinkan adanya inovasi dan
pengembangan tata cara seiring dengan
dinamika sosial masyarakat sepanjang sesuai
dengan ketentuan;
b. bahwa di tengah masyarakat muncul
pertanyaan mengenai ketentuan penarikan dan
penyaluran harta zakat, mulai dari penyaluran
dari amil zakat kepada amil zakat berikutnya,
penyaluran dari amil zakat kepada lembaga
sosial, penyaluran harta zakat muqayyadah,
serta sumber biaya operasional untuk
kepentingan penarikan dan penyaluran zakat;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu
menetapkan fatwa tentang penarikan dan
penyaluran harta zakat guna dijadikan
pedoman.
MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:


74
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka “ (QS. Al-Taubah : 103).





“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al-
Taubah : 60).
2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
75
“ Nabi Muhammad SAW ketika mengutus
Muadz ke Yaman bersabda : … … … Dan
beritahukan kepada mereka bahwa Allah
SWT mewajibkan zakat yang diambil dari
harta orang kaya di antara mereka dan
dikembalikan kepada para orang-orang fakir
di antara mereka “. (Riwayat Bukhari Muslim
dari Sahabat Ibnu Abbas)
“ Rasulullah SAW menugaskan seorang laki-
laki dari bani Al-Usdi yang bernama Ibnu Al-
Lutbiyyah sebagai Amil zakat di daerah bani
Sulaim, kemudian Rasulullah SAW
melakukan evaluasi atas tugas yang telah ia
laksanakan “. (riwayat Bukhari Muslim dari
Sahabat Abi Hanid Al-Saa’idy)
76
“ Umar RA telah menugaskan kepadaku
untuk mengurus harta zakat, maka tatkala
telah selesai tugasku, beliau memberiku
bagian dari harta zakat tersebut, aku berkata :
sesungguhnya aku menlakukan ini semua
karena Allah SWT, semoga Allah kelak
membalasnya. Beliau berkata : Ambillah apa
yang diberikan sebagai bagianmu,
sesungguhnya aku juga menjadi amil zakat
pada masa Rasulullah SAW dan beliau
memberiku bagian (dari harta zakat), saat itu
aku mengatakan seperti apa yang kau katakan,
maka Rasulullah SAW bersabda : Apabila
engkau diberi sesuatu yang engkau tidak
memintanya maka ambillah untuk kau
gunakan atau sedekahkan. (Riwayat Muslim
dari seorang Tabi’in yang bernama Ibnu Al-
Sa’di)
3. Qaidah fiqhiyyah
“ Hukum sarana adalah mengikuti hukum
capaian yang akan dituju “
77
“Sesuatu kewajiban yang hanya bisa
diwujudkan dengan melakukan sesuatu perkara,
maka perkara tersebut hukumnya menjadi wajib
“
“ Tindakan pemimpin [ pemegang otoritas ]
terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan
“
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab
Fathul Qorib ( Syarah Bajuri 1/543 ) yang
menjelaskan tentang definisi Amil sebagai
berikut :
“ Amil zakat adalah seseorang yang
ditugaskan oleh imam (pemimpin negara)
untuk mengumpulkan dan mendistribusikan
harta zakat “
2. Pendapat Al-Syairazi dalam kitab Al-
Muhadzzab ( Al-Majmuu’ Syarah Al-
Muhadzzab 6/167 ) yang menerangkan
mengenai distribusi zakat, salah satunya
kepada Amil sebagai berikut:
78
“Apabila yang melakukan distribusi zakat
adalah Imam [pemerintah] maka harus dibagi
kepada delapan golongan penerima zakat.
Bagian pertama adalah untuk Amil, karena
Amil mengambil bagian harta zakat sebagai
upah, sementara golongan lainnya sebagai
dana sosial. Apabila bagian Amil sesuai
dengan kewajaran sebagai upah pengelola
zakat, maka akan diberikan kepadanya bagian
tersebut. Namun bilamana bagian Amil lebih
besar dari kewajaran sebagai upah pengelola
zakat, maka kelebihan – di luar kewajaran
tersebut – dikembalikan untuk golongan-
golongan yang lain dari mustakhiq zakat
secara proporsional. Jika terjadi defisit
anggaran, di mana bagian Amil lebih kecil
dari kewajaran upah pengelola zakat maka
akan ditambahkan. Ditambahkan dari mana?
Imam Syafi’I berpendapat: “ditambahkan
dengan diambil dari bagian kemashlahatan [ fi
sabilillah ]”. Sekiranya ada yang berpendapat
bahwa bagiannya dilengkapi dari bagian
golongan-golongan mustahiq yang lain maka
pendapat tersebut tidak salah “
3. Pendapat Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-
Majmu’ Syarah Al-Muhadzzab ( 6/168 )
79
mengenai orang-orang yang dapat masuk
kategori sebagai Amil sebagai berikut:
“ Para pengikut madzhab Syafi’i berpendapat
: Dan diberi bagian dari bagian Amil yaitu ;
Pengumpul wajib zakat, orang yang mendata,
mencatat, mengumpulkan, membagi dan
menjaga harta zakat. Karena mereka itu
termasuk bagian dari Amil Zakat. Tegasnya,
mereka mendapatkan bagian dari bagian Amil
sebesar 1/8 dari harta zakat karena mereka
merupakan bagian dari Amil yang berhak
mendapatkan upah sesuai dengan
kewajarannya.
4. Pendapat, saran, dan masukan yang
berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada
Rapat-Rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada
tanggal 3 Maret 2011.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENARIKAN,
PEMELIHARAAN DAN PENYALURAN
HARTA ZAKAT
Pertama : Ketentuan Umum
80
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Penarikan zakat adalah kegiatan
pengumpulan harta zakat yang meliputi
pendataan wajib zakat, penentuan objek
wajib zakat, besaran nishab zakat, besaran
tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada
masing-masing objek wajib zakat.
2. Pemeliharaan zakat adalah kegiatan
pengelolaan yang meliputi inventarisasi
harta, pemeliharaan, serta pengamanan harta
zakat.
3. Penyaluran zakat adalah kegiatan
pendistribusian harta zakat agar sampai
kepada para mustakhiq zakat secara benar
dan baik.
4. Zakat muqayyadah adalah zakat yang telah
ditentukan mustahiqnya oleh muzakki, baik
tentang ashnaf, orang perorang, maupun
lokasinya.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Penarikan zakat menjadi kewajiban amil
zakat yang dilakukan secara aktif.
2. Pemeliharan zakat merupakan tanggung
jawab amil sampai didistribusikannya dengan
prinsip yadul amanah.
3. Apabila amil sudah melaksanakan tugasnya
dengan baik, namun di luar kemampuannya
terjadi kerusakan atau kehilangan maka amil
tidak dibebani tanggung jawab penggantian.
4. Penyaluran harta zakat dari amil zakat
kepada amil zakat lainnya belum dianggap
sebagai penyaluran zakat hingga harta zakat
tersebut sampai kepada para mustahiq zakat.
5. Dalam hal penyaluran zakat sebagaimana
nomor 4, maka pengambilan hak dana zakat
yang menjadi bagian amil hanya dilakukan
sekali. Sedangkan amil zakat yang lain
hanya dapat meminta biaya operasional
81
penyaluran harta zakat tersebut kepada amil
yang mengambil dana.
6. Yayasan atau lembaga yang melayani fakir
miskin boleh menerima zakat atas nama fi
sabilillah. Biaya operasional penyaluran
harta zakat tersebut mengacu kepada
ketentuan angka 5.
7. Penyaluran zakat muqayyadah, apabila
membutuhkan biaya tambahan dalam
distribusinya, maka Amil dapat memintanya
kepada muzakki. Namun apabila penyaluran
zakat muqayyadah tersebut tidak
membutuhkan biaya tambahan, misalnya
zakat muqayyadah itu berada dalam pola
distribusi amil, maka amil tidak boleh
meminta biaya tambahan kepada muzakki.
Kedua : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,
dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang
memerlukan dapat mengetahuinya, semua
pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa
ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H
17 M a r e t 2011M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris
Ttd ttd
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
82
83
KEPUTUSAN KOMISI B-1
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia
84
85
KEPUTUSAN KOMISI B-1
IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III
tentang
MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH
(MASALAH FIKIH KONTEMPORER)
MASALAH YANG TERKAIT DENGAN ZAKAT
DESKRIPSI MASALAH
Terjadinya perubahan dalam mesyarakat diikuti oleh perbedaan pola
pengelolaan zakat, yang sebagian memunculkan berbagai masalah
hukum fiqih.
Di sekitar bulan April dan Oktober 2008 Komite Akuntasi Syariah
Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah mengajukan Permohonan
Fatwa untuk Zakat kepada Pimpinan Majelis Ulama Indonesia.
KETENTUAN HUKUM
1. a. Definisi, Tugas, Fungsi, Kewajiban dan Hak-hak Amil
Definisi ‘amil adalah seseorang atau sekelompok orang yang
ditunjuk/ disahkan oleh pemerintah untuk mengurus zakat,
Tugas ‘amil adalah memungut (dari orang kaya) dan
menyalurkan kepada mustahiq
Fungsi ‘amil adalah sebagai pelaksana segala kegiatan urusan
zakat yang meliputi pengumpulan, pencatatan (administrasi),
dan pendistribusian.
Kewajiban ‘amil adalah melakukan pencacatan data muzakki,
para mustahiq, memungut atau menerima, mengetahui jumlah
dan besarnya kebutuhan mustahiq dan menyerahkan harta zakat
dengan baik dan benar.
Hak ‘amil adalah menerima bagian dari harta zakat untuk
melaksanakan seluruh tugas-tugasnya maksimal seperdelapan
86
(12,5%) dari harta zakat, dan jika ada kekurangan boleh
diambilkan dana di luar zakat.
b. Amil tidak boleh meminta ongkos di luar hak-hak (bagian) amil
karena amil tidak boleh menerima pemberian hadiah dari
muzakki apalagi meminta ongkos di luar hak amil meskipun
untuk operasional amil.
2. a. Amil tidak boleh memberikan hadiah kepada muzakki yang berasal
dari harta zakat.
b. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan
tugasnya sebagai amil.
3. Biaya yang ditimbulkan karena tugas penyaluran zakat baik langsung
atau tidak langsung bersumber dari porsi bagian amil. Apabila tidak
mencukupi dapat diambil dari dana di luar zakat.
4. Perusahaan yang telah memenuhi syarat wajib zakat, wajib
mengeluarkan zakat, baik sebagai syakhshiyyah i'tibariyyah ataupun
sebagai pengganti (wakil) dari pemegang saham.
REKOMENDASI
1. Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah diminta mengalokasikan
anggaran bagi Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) agar dapat melaksanan tugasnya, secara efektif dan produktif.
2. Pengelola BAZ dan LAZ diminta agar melakukan konsultasi kepada
Ulama dalam setiap pengambilan kebijakan terkait dengan masalah
fikih zakatnya.
3. MUI pusat diharapkan memberikan penjelasan lebih rinci terhadap
keputusan yang masih perlu penjelasan, misalnya tentang zakat
perusahaan.
DASAR PENETAPAN
1. Firman Allah SWT :
87
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-
Taubah: 60)
2. Hadis Nabi saw:
Dari Ibn Abbas ra. bahwa nabi saw ketika mengutus Mu’adz ke
Yaman bersabda: Engkau berada di lingkungan Ahli Kitab, maka
hendaklah hal pertama yang engkau dakwahkan adalah seruan
beribadah kepada Allah SWT. Jika mereka telah mengenal Allah
(bersyahadat) maka beritahu mereka bahwa Allah SWT
mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam. Apabila mereka
telah lakukan, beritahu (lagi) mereka bahwa Allah SWT
mewajibkan zakat yang diambil dari harta orang kaya di antara
88
mereka dan dikembalikan kepada fuqara. Apabila mereka mentaati
perintah tersebut, ambil dari mereka (zakat) dan jagalah
kehormatan harta manusia. (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Hadis Nabi saw:
Diriwayatkan dari Abi Sa'id al-Khudri ra ia berkata: Rasulullah
saw bersabda: Shadaqah (zakat) tidak halal dibayarkan kepada
orang kaya kecuali dalam lima kelompok, kepada yang sedang
berperang di jalan Allah, kepada yang bekerja ('amil) mengurus
zakat, kepada yang punya hutang, kepada orang yang membeli
zakatnya dengan hartanya, atau kepada orang yang punya
tetangga miskin lantas ia bersedekah atas orang miskin tersebut
kemudian si miskin memberi hadiah si kaya. (HR. Al-Baihaqi)
4. Pendapat Imam al-Syafi'i dalam al-Umm, juz II halaman 84:
Amil adalah orang yang dipekerjakan pemimpin untuk menarik dan
mendistribusikan harta zakat, orang yang hali zakat atau bukan,
termasuk yang membantu mengumpulkan dan menariknya....
89
Amil mengambil bagian zakat sekedar kebutuhannya dan tidak
berlebihan. Jika amil termasuk orang berada, ia hanya mengambil
bagian dalam pengertian ujrah.
5. Pendapat Syeikh Taqiyyuddin Abu Bakr ibn Muhammad al-
Dimasyqi al-Syafi'i dalam Kifayah al-Akhyar Juz I halaman 196:
Kelompok (penerima zakat) ketiga adalah amil, yaitu orang yang
diangkat oleh Imam dan dipekerjakan untuk mengambil harta-
harta zakat untuk dibayarkan kepada yang berhak sebagaimana
diperintahkan oleh Allah SWT. Ia memperoleh hak mendapatkan
bagian zakat sesuai syarat-syarat amil.... Di antara syarat amil
adalah menguasai ketentun fikih zakat, sehingga ia dapat
memahami kewajiban terkait harta, bagian kewajiban yang harus
dikeluarkan, serta mengetahui mana yang mustahiq dan mana yang
tidak. Ia juga harus seorang yang jujur dan merdeka...
6. Pendapat Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi dalam al-Mughni, Juz VI
halaman 326:
90
Ia berkata: 'Amil adalah pemungut zakat dan penjaganya, amil
adalah kelompok ketiga penerima zakat yaitu pemungut zakat yang
diutus oleh Imam untuk mengambil zakat dari wajib zakat,
kemudian mengumpulkan, menjaga, dan mendistribusikan. Juga
orang yang membantu mereka dalam pengumpulan, Pengelolaan
dan pendistribusiannya. Demikian juga termasuk 'amil adalah
mereka yang menghitung, mencatat, menimbang, menakar, serta
pekerja yang terkait untuk kepentingan pengelolaan zakat. Mereka
semua diberikan ujrah dari harta zakat karena ia termasuk dalam
bagian biayanya.
7. Penjelasan Abu Abdillah Muhammad bin Muflih al-Maqdisi dalam
kitab al-Furu', juz II halaman 457:
Tanbih.. terjadi perbedaan pendapat di antara sebagian Ulama
(terkait syarat Islamnya 'amil) terkait perbedaan pandangan atas
status harta yang diambil 'amil. Jika kita menyatakan bahwa yang
diberikan kepada 'amil itu sebagai ujrah maka tidak dipersyaratkan
Islam. Namun jika itu merupakan bagian zakat dipersyaratkan
keIslaman 'amil. Menurut mazhab yang tertulis dalam mazhab
Ahmad bahwa yang diberikan itu merupakan ujrah (upah).
8. Pendapat Prof. R. Subekti, bahwa badan hukum pada pokoknya
adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak
dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki
kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan
pengadilan.
9. Kaidah Ushul Fikih:
91
Hukum sarana adalah sebagaimana hukum maksud yang dituju
10. Kaidah Fiqhiyyah:
Sesuatu kewajiban yang hanya bisa sempurna dengan melakukan
sesuatu hal, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.
Ditetapkan di : Padang Panjang
Pada tanggal : 26 Januari 2009 M
29 Muharram 1430 H
Pimpinan Komisi B-1
Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III
ttd ttd
Dr. HM. Anwar Ibrahim Dr. Hasanuddin, MAg
Ketua Sekretaris
92
93
94

Contenu connexe

Tendances

FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakatFIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakatAhmad Haris Miftah
 
Organisasi Pengelolaan Zakat
Organisasi Pengelolaan Zakat Organisasi Pengelolaan Zakat
Organisasi Pengelolaan Zakat Mushoddik Indisav
 
Muhammadiyah dan ekonomi islam
Muhammadiyah dan ekonomi islamMuhammadiyah dan ekonomi islam
Muhammadiyah dan ekonomi islamJohn Jelly
 
Amal usaha muhammadiyah kedudukan dan fungsinya
Amal usaha muhammadiyah  kedudukan dan fungsinyaAmal usaha muhammadiyah  kedudukan dan fungsinya
Amal usaha muhammadiyah kedudukan dan fungsinyaSchool
 
Ekonomi+islam+dan+perbankan+syariah
Ekonomi+islam+dan+perbankan+syariahEkonomi+islam+dan+perbankan+syariah
Ekonomi+islam+dan+perbankan+syariahRidwan Munir
 
Politik & Kepimpinan
Politik & KepimpinanPolitik & Kepimpinan
Politik & Kepimpinandr2200s
 
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...nishannisa
 

Tendances (8)

FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakatFIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
 
Organisasi Pengelolaan Zakat
Organisasi Pengelolaan Zakat Organisasi Pengelolaan Zakat
Organisasi Pengelolaan Zakat
 
Muhammadiyah dan ekonomi islam
Muhammadiyah dan ekonomi islamMuhammadiyah dan ekonomi islam
Muhammadiyah dan ekonomi islam
 
Amal usaha muhammadiyah kedudukan dan fungsinya
Amal usaha muhammadiyah  kedudukan dan fungsinyaAmal usaha muhammadiyah  kedudukan dan fungsinya
Amal usaha muhammadiyah kedudukan dan fungsinya
 
Ekonomi Islam dan Perbankan Syariah
Ekonomi Islam dan Perbankan SyariahEkonomi Islam dan Perbankan Syariah
Ekonomi Islam dan Perbankan Syariah
 
Ekonomi+islam+dan+perbankan+syariah
Ekonomi+islam+dan+perbankan+syariahEkonomi+islam+dan+perbankan+syariah
Ekonomi+islam+dan+perbankan+syariah
 
Politik & Kepimpinan
Politik & KepimpinanPolitik & Kepimpinan
Politik & Kepimpinan
 
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...
 

En vedette (20)

FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)
FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)
FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)
 
Skema zakat
Skema zakatSkema zakat
Skema zakat
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
Zakat penghasilan
Zakat penghasilanZakat penghasilan
Zakat penghasilan
 
zakat
zakatzakat
zakat
 
Profil Dompet Dhuafa & Fiqih Zakat
Profil Dompet Dhuafa & Fiqih ZakatProfil Dompet Dhuafa & Fiqih Zakat
Profil Dompet Dhuafa & Fiqih Zakat
 
RUMAH ZAKAT PROFILE 2011
RUMAH ZAKAT PROFILE 2011RUMAH ZAKAT PROFILE 2011
RUMAH ZAKAT PROFILE 2011
 
Makalah agama islam tentang zakat
Makalah agama islam tentang zakatMakalah agama islam tentang zakat
Makalah agama islam tentang zakat
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
Wakaf,haji,zakat
Wakaf,haji,zakatWakaf,haji,zakat
Wakaf,haji,zakat
 
Cara menghitung zakat profesi
Cara menghitung zakat profesiCara menghitung zakat profesi
Cara menghitung zakat profesi
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
introduction to zakat
introduction to zakatintroduction to zakat
introduction to zakat
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
Presentasi Fiqh Zakat
Presentasi Fiqh ZakatPresentasi Fiqh Zakat
Presentasi Fiqh Zakat
 
Fiqh zakat .ppt
Fiqh zakat .pptFiqh zakat .ppt
Fiqh zakat .ppt
 
Ppt Zakat, Haji, Wakaf
Ppt Zakat, Haji, WakafPpt Zakat, Haji, Wakaf
Ppt Zakat, Haji, Wakaf
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 

Similaire à Fatwa mui zakat

28 sept, sambutan bupati wonosobo pelantikan mui, dmi, icmi, badko lpq sukoharjo
28 sept, sambutan bupati wonosobo pelantikan mui, dmi, icmi, badko lpq sukoharjo28 sept, sambutan bupati wonosobo pelantikan mui, dmi, icmi, badko lpq sukoharjo
28 sept, sambutan bupati wonosobo pelantikan mui, dmi, icmi, badko lpq sukoharjoShintaDevi11
 
MAKALAH_Ke_NU_an_Makalah_ini_disusun_unt.doc
MAKALAH_Ke_NU_an_Makalah_ini_disusun_unt.docMAKALAH_Ke_NU_an_Makalah_ini_disusun_unt.doc
MAKALAH_Ke_NU_an_Makalah_ini_disusun_unt.docAhza10
 
Manajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan Anak
Manajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan AnakManajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan Anak
Manajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan AnakReza Hendrawan
 
NAHDATUL WATHAN SEBAGAI ORGANISASI PENDIDIKAN,SOSIAL DAN DAKWAH
NAHDATUL WATHAN SEBAGAI ORGANISASI  PENDIDIKAN,SOSIAL DAN DAKWAHNAHDATUL WATHAN SEBAGAI ORGANISASI  PENDIDIKAN,SOSIAL DAN DAKWAH
NAHDATUL WATHAN SEBAGAI ORGANISASI PENDIDIKAN,SOSIAL DAN DAKWAHPotpotya Fitri
 
3. Arah, Cita-cita dan Strategi Perjuangan NU 2015-2026_H. Sultonul Huda.pptx
3. Arah, Cita-cita dan Strategi Perjuangan NU 2015-2026_H. Sultonul Huda.pptx3. Arah, Cita-cita dan Strategi Perjuangan NU 2015-2026_H. Sultonul Huda.pptx
3. Arah, Cita-cita dan Strategi Perjuangan NU 2015-2026_H. Sultonul Huda.pptxArdiAnsyah750015
 
MODERASI_BERAGAMA untuk semua kalangan kemenag
MODERASI_BERAGAMA untuk semua kalangan  kemenagMODERASI_BERAGAMA untuk semua kalangan  kemenag
MODERASI_BERAGAMA untuk semua kalangan kemenagrobotikmanduwo
 
Nahdhatul ulama (makalah ddk)
Nahdhatul ulama (makalah ddk)Nahdhatul ulama (makalah ddk)
Nahdhatul ulama (makalah ddk)Nizarrul Akbar
 
Pedoman pengurus dkm at 2010 2011
Pedoman pengurus dkm at 2010 2011Pedoman pengurus dkm at 2010 2011
Pedoman pengurus dkm at 2010 2011Endro Hariyadi
 
AD/ART MUKTAMAR ke 33 NU
AD/ART MUKTAMAR  ke 33 NUAD/ART MUKTAMAR  ke 33 NU
AD/ART MUKTAMAR ke 33 NUHanif Fauzi
 
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar ke 33 nu
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar ke 33 nuAnggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar ke 33 nu
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar ke 33 nuDpc Cianjur
 
Falsafah Pend. Islam Dan Msykt. Majmuk
Falsafah Pend. Islam Dan Msykt. MajmukFalsafah Pend. Islam Dan Msykt. Majmuk
Falsafah Pend. Islam Dan Msykt. Majmukmfaizal8719
 
15 sept, sambutan rapat pleno terbatas pd iphi
15 sept, sambutan rapat pleno terbatas pd iphi15 sept, sambutan rapat pleno terbatas pd iphi
15 sept, sambutan rapat pleno terbatas pd iphiShintaDevi11
 

Similaire à Fatwa mui zakat (20)

Buku multi intern
Buku multi internBuku multi intern
Buku multi intern
 
28 sept, sambutan bupati wonosobo pelantikan mui, dmi, icmi, badko lpq sukoharjo
28 sept, sambutan bupati wonosobo pelantikan mui, dmi, icmi, badko lpq sukoharjo28 sept, sambutan bupati wonosobo pelantikan mui, dmi, icmi, badko lpq sukoharjo
28 sept, sambutan bupati wonosobo pelantikan mui, dmi, icmi, badko lpq sukoharjo
 
MAKALAH_Ke_NU_an_Makalah_ini_disusun_unt.doc
MAKALAH_Ke_NU_an_Makalah_ini_disusun_unt.docMAKALAH_Ke_NU_an_Makalah_ini_disusun_unt.doc
MAKALAH_Ke_NU_an_Makalah_ini_disusun_unt.doc
 
Manajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan Anak
Manajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan AnakManajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan Anak
Manajemen Kebersihan Menstruasi dan Pencegahan Perkawinan Anak
 
Nahdlatul ulama
Nahdlatul ulamaNahdlatul ulama
Nahdlatul ulama
 
Ad art NU 2010
Ad art NU 2010Ad art NU 2010
Ad art NU 2010
 
NAHDATUL WATHAN SEBAGAI ORGANISASI PENDIDIKAN,SOSIAL DAN DAKWAH
NAHDATUL WATHAN SEBAGAI ORGANISASI  PENDIDIKAN,SOSIAL DAN DAKWAHNAHDATUL WATHAN SEBAGAI ORGANISASI  PENDIDIKAN,SOSIAL DAN DAKWAH
NAHDATUL WATHAN SEBAGAI ORGANISASI PENDIDIKAN,SOSIAL DAN DAKWAH
 
Dimensi v
Dimensi vDimensi v
Dimensi v
 
Moderasi beragama
Moderasi beragamaModerasi beragama
Moderasi beragama
 
3. Arah, Cita-cita dan Strategi Perjuangan NU 2015-2026_H. Sultonul Huda.pptx
3. Arah, Cita-cita dan Strategi Perjuangan NU 2015-2026_H. Sultonul Huda.pptx3. Arah, Cita-cita dan Strategi Perjuangan NU 2015-2026_H. Sultonul Huda.pptx
3. Arah, Cita-cita dan Strategi Perjuangan NU 2015-2026_H. Sultonul Huda.pptx
 
MODERASI_BERAGAMA untuk semua kalangan kemenag
MODERASI_BERAGAMA untuk semua kalangan  kemenagMODERASI_BERAGAMA untuk semua kalangan  kemenag
MODERASI_BERAGAMA untuk semua kalangan kemenag
 
Moderasi beragama
Moderasi beragamaModerasi beragama
Moderasi beragama
 
Nahdhatul ulama (makalah ddk)
Nahdhatul ulama (makalah ddk)Nahdhatul ulama (makalah ddk)
Nahdhatul ulama (makalah ddk)
 
Pedoman pengurus dkm at 2010 2011
Pedoman pengurus dkm at 2010 2011Pedoman pengurus dkm at 2010 2011
Pedoman pengurus dkm at 2010 2011
 
AD/ART MUKTAMAR ke 33 NU
AD/ART MUKTAMAR  ke 33 NUAD/ART MUKTAMAR  ke 33 NU
AD/ART MUKTAMAR ke 33 NU
 
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar ke 33 nu
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar ke 33 nuAnggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar ke 33 nu
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar ke 33 nu
 
Falsafah Pend. Islam Dan Msykt. Majmuk
Falsafah Pend. Islam Dan Msykt. MajmukFalsafah Pend. Islam Dan Msykt. Majmuk
Falsafah Pend. Islam Dan Msykt. Majmuk
 
15 sept, sambutan rapat pleno terbatas pd iphi
15 sept, sambutan rapat pleno terbatas pd iphi15 sept, sambutan rapat pleno terbatas pd iphi
15 sept, sambutan rapat pleno terbatas pd iphi
 
Buku pesantren
Buku pesantrenBuku pesantren
Buku pesantren
 
Islam Nusantara.docx
Islam Nusantara.docxIslam Nusantara.docx
Islam Nusantara.docx
 

Dernier

20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptxahmadrievzqy
 
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdfPENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdfCI kumparan
 
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan RakyatPemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyatzidantalfayaed
 
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptxhukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptxmaxandrew9
 
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubaraSNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubarazannialzur
 
Materi negara dan konstitusi materi.pptx
Materi negara dan konstitusi materi.pptxMateri negara dan konstitusi materi.pptx
Materi negara dan konstitusi materi.pptxAchmadHidayaht
 

Dernier (6)

20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
 
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdfPENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
 
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan RakyatPemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
 
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptxhukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
 
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubaraSNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
 
Materi negara dan konstitusi materi.pptx
Materi negara dan konstitusi materi.pptxMateri negara dan konstitusi materi.pptx
Materi negara dan konstitusi materi.pptx
 

Fatwa mui zakat

  • 1. 1 HIMPUNAN F A T W A ZAKAT MUI KOMPILASI FATWA MUI TENTANG MASALAH ZAKAT
  • 2. 2 TIM PENYUSUN BUKU KUMPULAN FATWA ZAKAT MUI Drs. H. M. Ichwan Sam Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA Muhammad Fuad Nasar, M.Sc Layout : Budi Margono
  • 3. i Daftar Isi Halaman Judul Tim Penyusun Pengantar Pimpinan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ............................... iii Sambutan Ketua Umum BAZNAS ...........................................................................v Pengantar Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia ........................................ vii BAGIAN PERTAMA Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia ................. viii BAGIAN KEDUA Intensifikasi Pelaksanaan Zakat .............................................................................. 1 Mentasharufkan Dana Zakat Untuk Kegiatan Produktif dan Kemaslahatan Umum . 9 Pemberian Zakat Untuk Beasiswa ......................................................................... 17 Zakat Penghasilan ................................................................................................... 23 Pengunan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Inventasi) ................................................ 33 Amil Zakat ........................................................................................................................ 43 Hukum Zakat atas Harta Haram .......................................................................... 55 Penyaluran Harta Zakat Dalam Bentuk Aset Kelolaan ................................... 63 Penarikan, Pemeliharaan dan Penyaluran Harta Zakat ........................................ 75 BAGIAN KETIGA Keputusan Komisi B-1 Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se Indonesia III ... 87
  • 4. ii
  • 5. iii PENGANTAR PIMPINAN KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehing- ga pimpinan Komisi Fatwa MUI bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mampu menghadirkan kompilasi fatwa MUI terkait dengan masalah zakat dalam bentuk buku yang ada di hadapan pembaca. Shalawat dan salam ter- curahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw, pembawa risalah Islamiyyah. Salah satu amanah Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Munas MUI) Tahun 2010 adalah sosialisasi hasil-hasil fatwa ke masyarakat agar dapat diketahui oleh masyarakat banyak dan dijadikan pedoman dalam kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan. Untuk itu, program prioritas Komisi Fatwa MUI periode 2010 – 2015 , sebagaimana hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) adalah mengoptimalkan sosialisasi fatwa MUI, yang salah satunya melalui penerbitan buku Fatwa MUI, baik secara utuh maupun parsial/tematik. Dan salah satu upaya sosialisasi fatwa ini adalah melalui penerbitan kompilasi fatwa zakat ini. Secara hamper bersamaan, MUI bekerja sama dengan Penerbit Erlangga telah menerbitkan Himpunan Fatwa MUI secara utuh mulai Tahun 1975 hingga perten- gahan 2011 agar fatwa yang ditetapkan MUI dapat diakses oleh masyarakat secara lebih luas dan dapat dijadikan dijadikan rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan terbitnya buku ini, kami atas nama Pimpinan Komisi Fatwa MUI men- gucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah mem- bantu terbitnya buku ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia yang terus memberikan dukungan dan dorongan agar buku ini dapat segera diterbitkan. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh unsur pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI yang telah dengan ikhlas men- curahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk melakukan ijtihad kolektif sehingga fatwa yang terdapat dalam buku ini dapat dirampungkan. Terima kasih juga di- haturkan pada BAZNAS, yang sudah berkenan menerbitkan buku ini. Harapan kami, mudah-mudahan buku ini memberi manfaat bagi masyarakat luas, baik untuk kepentingan amaliah maupun untuk kepentingan ilmiah. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Tharieq Jakarta, 6 Ramadlan 1432 H 6 Agustus 2011 M KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua Sekretaris ttd ttd PROF. DR.H.HASANUDDIN AF,MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
  • 6. iv
  • 7. v SAMBUTAN KETUA UMUM BAZNAS Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemu- dahan kepada BAZNAS untuk berkhidmat dalam melayani umat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarg- anya, para sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga yang dibentuk oleh pe- merintah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2001, dengan tugas dan fungsi untuk melakukan pengelolaan zakat di tingkat nasional. Optimalisasi peng- umpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat tidak hanya tergantung pada kinerja lembaga, tapi di sisi lain pemahaman dan tingkat pemahaman umat tentang zakat merupakan faktor yang turut menentukan keberhasilan organisasi pengelola zakat dalam menghimpun potensi dana zakat umat Islam di tanah air. Dalam kaitan ini BAZNAS menyampaikan penghargaan dan terima kasih ke- pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa penetapan fatwa tentang beberapa masalah aktual tentang zakat telah menjadi perhatian MUI sejak lama. Fatwa-fatwa MUI tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan, baik bagi organisasi pengelola zakat maupun masyarakat luas. Pada sisi lain istimbath hukum dan tarjih atas fatwa tentang zakat perlu terus dilakukan oleh MUI. Penerbitan buku Himpunan Fatwa MUI tentang Zakat ini merupakan salah satu langkah sosialisasi zakat dan upaya memperkokoh landasan pengelolaan zakat di Indonesia khususnya dari aspek syariah. Untuk itu kami sampaikan terima kasih kepada MUI Pusat atas dukungan dan kerjasamanya sehingga buku ini dapat kami persembahkan kepada para pembaca. Semoga Allah SWT memberi kekuatan dan keistiqamahan kepada kita semua dalam melayani umat. Billahit taufiq walhidayah. Jakarta, 17 Ramadhan 1432 H 17 Agustus 2011 M BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL ttd Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, M.Sc Ketua Umum
  • 8. vi
  • 9. vii SAMBUTAN DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah SWT serta bantuan berbagai pihak Majelis Ulama Indonesia bersama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) akhirnya dapat mener- bitkan kompilasi fatwa Majelis Ulama Indonesia khusus terkait masalah zakat yang diberi judul “Fikih Zakat Indonesia”. Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memasyarakatkan hasil kerja Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim dalam mengkaji dan memutuskan masalah keagamaan dan kemasyarakatan, baik yang bersifat nasional maupun internasional, dengan harapan akan menjadi pegangan dan pedoman bagi masyarakat, khususnya umat Islam dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan ber- bangsa. Buku ini diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi para pengambil kebijakan, para pengelola zakat, dan juga bagi masyarakat umum yang hendak menunaikan ibadah zakat. Mudah-mudahan pada masa-masa yang akan datang, Majelis Ulama Indonesia dapat lebih meningkatkan fungsi dan peranannya dalam upaya meningkatkan kualitas umat di berbagai bidang kehidupan sesuai dengan tuntutan zaman dan seirama dengan semakin lajunya derap pembangunan. Akhirnya, atas nama Majelis Ulama Indonesia kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini, khususnya kepada BAZNAS. Sinergi ini menemukan urgensinya di tengah mulai meningkatnya ekonomi umat yang disertai dengan munculnya kesadaran masyarakat da- lam menunaikan ibadah zakat. Pada saat yang bersamaan, lembaga amil yang melakukan pengelolaan zakat juga tumbuh subur. Fenomena ini harus didukung oleh adanya pema- haman memadai terkait dengan ketentuan normatife keagamaanya sehingga diharapkan pengelolaan zakat di samping memiliki nilai kemanfaatan secara social ekonomi umat, juga dilaksanakan dengan benar sesuai dengan kaedah agama. Harapan kami, mudah-mudahan buku ini memberi manfaat yang sebesarnya bagi masyarakat, khususnya para ulama dan cendekiawan muslim dalam upaya meningkatkan fungsi dan peranannya di masa yang akan datang. Jakarta, 6 Ramadlan 1432 H 6 Agustus 2011 M DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, ttd ttd Dr. KH. M.A. SAHAL MAHFUDH Drs. H.M. ICHWAN SAM
  • 10. viii
  • 11. ix PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA MUQADDIMAH Kemajuan dalam bidang iptek dan tuntutan pembangunan yang telah menyentuh seluruh aspek kehidupan, di samping membawa berbagai kemudahan dan kebahagiaan, menimbulkan sejumlah perilaku dan persoalan-persoalan baru. Cukup banyak persoalan yang beberapa waktu lalu tidak pernah dikenal, bahkan tidak pernah terbayangkan, kini hal itu menjadi kenyataan. Di sisi lain, kesadaran keberagamaan umat Islam di bumi Nusantara ini semakin tumbuh subur. Oleh karena itu, sudah merupakan kewajaran dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat mendapatkan jawaban yang tepat dari pandangan ajaran Islam. Telah menjadi kesadaran bersama bahwa membiarkan persoalan tanpa ada jawaban dan membiarkan umat dalam kebingunan tidak dapat dibenarkan, baik secara i’tiqadi maupun secara Syar’i. Oleh karena itu, para alim ulama dituntut untuk segera mampu memberikan jawaban dan berupaya menghilangkan kehausan umat akan kepastian ajaran Islam berkenaan dengan persoalan yang mereka hadapi. Demikian juga, segala hal yang dapat menghambat proses pemberian jawaban (fatwa) sudah seharusnya segera dapat diatasi. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah SWT: 159( “Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat” (QS. al-Baqarah [2]: 159). Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang merupakan wadah musyawarah para ulama, zu’ama, dan cendekiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim Indonesia adalah lembaga paling berkompeten bagi pemecahan dan menjawab setiap masalah sosial keagamaan yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat serta telah
  • 12. x mendapat kepercayaan penuh, baik dari masyarakat maupun dari pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut di atas, sudah sewajarnya bila MUI sesuai dengan amanat Musyawarah Nasional VI tahun 2000 lalu, senantiasa berupaya untuk meningkatkan kualitas peran dan kinerjanya, terutama dalam memberikan solusi dan jawaban keagamaan terhadap setiap permasalahan yang kiranya dapat memenuhi harapan masyarakat yang semakin kritis dan tinggi kesadaran keberagamaannya. Pedoman penetapan fatwa yang ditetapkan berdasarkan SK Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia nomor: U-596/MUI/X/1997 tanggal 2 Oktober 1997 (penyempurnaan dari pedoman berdasarkan keputusan Sidang Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia tanggal 7 Jumadil Awwal 1406 H./18 Januari 1986 M.) dipandang sudah tidak memadai lagi. Atas dasar itu, kiranya Majelis Ulama Indonesia perlu segera mengeluarkan pedoman baru yang memadai, cukup sempurna, serta transparan yang mengatur prosedur, mekanisme, dan sistem pemberian jawaban masalah keagamaan. BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan: 1. Majelis Ulama Indonesia (disingkat MUI) adalah MUI Pusat yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. 2. Majelis Ulama Indonesia Daerah (disingkat MUI Daerah) adalah MUI Propinsi yang berkedudukan di Ibukota Propinsi atau MUI Kabupaten/Kota yang berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota. 3. Dewan Pimpinan adalah: a. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia. b. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia Daerah 4. Komisi adalah Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Daerah. 5. Anggota Komisi adalah anggota Komisi Fatwa berdasarkan ketetapan Dewan Pimpinan. 6. Rapat adalah rapat Komisi Fatwa yang dihadiri oleh anggota Komisi dan peserta lain yang dipandang perlu untuk membahas masalah hukum yang akan difatwakan. 7. Fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan dan berlaku untuk umum. 8. Fatwa adalah fatwa MUI tentang suatu masalah keagamaan yang telah setujui oleh anggota Komisi dalam rapat.
  • 13. xi 9. Ijma’ ialah kesepakatan para ulama tentang suatu masalah agama. 10. Qiyas ialah pemberlakukan hukum asal pada furu’ disebabkan kesatuan (kesamaan) ‘illat hukum. 11. Istihsan ialah pemberlakukan maslahat juz’iyah ketika berhadapan dengan kaidah umum. 12. Istishlaahi/Maslahah mursalah ialah kemaslahatan yang tidak didukung oleh nashsh syar’i tertentu. BAB II DASAR UMUM DAN SIFAT FATWA 1. Penetapan fatwa didasarkan pada al-Qur’an, sunnah (hadis), ijma’, dan qiyas serta dalil lain yang mu’tabar. 2. Aktivitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga yang dinamakan Komisi Fatwa. 3. Penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif. BAB III METODE PENETAPAN FATWA 1. Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu pendapat para imam mazhab dan Ulama yang mu’tabar tentang masalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut dalil-dalilnya. 2. Masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah disampaikan sebagaimana adanya. 3. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab, maka a. penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu di antara pendapat-pendapat Ulama mazhab melalui metode al-jam’u wa al-taufiq; dan b. jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode muqaranah dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh Muqaran. 4. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di kalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad jama’i (kolektif) melalui metode bayani, ta’lili (qiyasi, istihsani, ilhaqi), istishlahi, dan sadd al- zari’ah. 5. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih ‘ammah) dan maqashid al-syari’ah.
  • 14. xii BAB IV PROSEDUR RAPAT 1. Rapat harus dihadiri oleh para anggota Komisi yang jumlahnya dianggap cukup memadai oleh pimpinan rapat. 2. Dalam hal-hal tertentu, rapat dapat menghadirkan tenaga ahli yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. 3. Rapat diadakan jika ada: a. Permintaan atau pertanyaan dari masyarakat yang oleh Dewan Pimpinan dianggap perlu dibahas dan diberikan fatwanya. b. Permintaan atau pertanyaan dari pemerintah, lembaga/organisasi sosial, atau MUI sendiri. c. Perkembangan dan temuan masalah-masalah keagamaan yang muncul akibat perubahan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4. Rapat dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Komisi atas persetujuan Ketua Komisi, didampingi oleh Sekretaris dan/atau Wakil Sekretaris Komisi. 5. Jika Ketua dan Wakil Ketua Komisi berhalangan hadir, rapat dipimpin oleh salah seorang anggota Komisi yang disetujui. 6. Selama proses rapat, Sekretaris dan/atau Wakil Sekretaris Komisi mencatat usulan, saran dan pendapat anggota Komisi untuk dijadikan Risalah Rapat dan bahan fatwa Komisi. 7. Setelah melakukan pembahasan secara mendalam dan komprehensif serta memperhatikan pendapat dan pandangan yang berkembang, rapat menetapkan Fatwa. 8. Keputusan Komisi sesegera mungkin dilaporkan kepada Dewan Pimpinan untuk dipermaklumkan kepada masyarakat atau pihak-pihak yang bersangkutan. BAB V FORMAT FATWA 1. Fatwa dirumuskan dengan bahasa hukum yang mudah dipahami oleh masyarakat luas. 2. Fatwa memuat: a. Nomor dan judul fatwa b. Kalimat pembuka basmalah c. Konsideran yang terdiri atas: 1) menimbang, memuat latar belakang, alasan, dan urgensi penetapan fatwa
  • 15. xiii 2) mengingat, memuat dasar-dasar hukum (adillah al-ahkam) 3) memperhatikan, memuat pendapat peserta rapat, para ulama, pendapat para ahli, dan hal-hal lain yang mendukung penetapan fatwa. d. Diktum, memuat: 1) substansi hukum yang difatwakan, dan 2) rekomendasi dan/atau jalan keluar, jika dipandang perlu e. Penjelasan, berisi uraian dan analisis secukupnya tentang fatwa f. Lampiran-lampiran, jika dipandang perlu. 3. Fatwa ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Komisi. BAB VI KEWENANGAN DAN WILAYAH FATWA 1. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan secara umum, terutama masalah hukum (fiqh) dan masalah aqidah yang menyangkut kebenaran dan kemurnian keimanan umat Islam Indonesia. 2. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan seperti tersebut pada nomor 1 yang menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional atau masalah-masalah keagamaan di suatu daerah yang diduga dapat meluas ke daerah lain. 3. Terhadap masalah yang telah ada fatwa MUI, Majelis Ulama Indonesia Daerah hanya berhak melaksanakannya. 4. Jika karena faktor-faktor tertentu fatwa MUI sebagaimana dimaksud nomor 3 tidak dapat dilaksanakan, MUI Daerah boleh menetapkan fatwa yang berbeda setelah berkonsultasi dengan MUI. 5. Dalam hal belum ada fatwa MUI, MUI Daerah berwenang menetapkan fatwa. 6. Khusus mengenai masalah-masalah yang sangat musykil dan sensitif, sebelum menetapkan fatwa, MUI Daerah diharapkan terlebih dahulu melakukan konsulasi dengan MUI. BAB VII P E N U T U P 1. Fatwa MUI maupun MUI Daerah yang berdasarkan pada pedoman yang telah ditetapkan dalam Surat Keptusan ini mempunyai kedudukan sederajat dan tidak saling membatalkan.
  • 16. xiv 2. Jika terjadi perbedaan antara Fatwa MUI dan Fatwa MUI Daerah mengenai masalah yang sama, perlu diadakan pertemuan antara kedua Dewan Pimpinan untuk mencari penyelesaian yang paling baik. 3. Hal-hal yang belum diatur dalam Surat Keputusan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Dewan Pimpinan. 4. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan; dengan ketentuan bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini, akan disempurnakan sebagaimana mestinya. Jakarta, 22 Syawal 1424 H 16 Desember 2003 M Pimpinan Sidang Komisi A IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA Ketua ttd Prof. Dr. KH. Syeichul Hadi Permono, MA Sekretaris ttd HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA Pimpinan Sidang Pleno IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA Ketua ttd KH. Ma’ruf Amin Sekretaris ttd Drs. H. Hasanuddin, MAg
  • 18. xvi
  • 19. 1 INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 1 Rabi'ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 26 Januari 1982 M, setelah : Membaca : Surat dari Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Departemen Agama R.I. Jakarta. Memperhatikan : 1. Al-Qur'an Surat An-Nur : 56 "Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. "(QS. An-Nur [24] : 56) 2. Syarah al-Muhazzab, Juz 5 hal. 291 :
  • 20. 2 "(Dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat). Abu Hurairah meriwayatkan : Pada suatu hari ketika Rasulullah sedang duduk datang serorang laki-laki berkata :'Hai Rasulullah! Apakah Islam itu? Beliau menjawab : 'Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan shalat yang wajib, membayarkan zakat yang difardukan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan'. Kemudian laki-laki itu membelakangi (pergi). Rasulullah SAW berkata : 'Lihatlah laki-laki itu!' Mereka (para sahabat) tidak melihat seorang pun; lalu Rasulullah berkata :'Itu adalah Jibril, datang mengajari manusia agama mereka'. " (HR al-Bukhari dan Muslim) 3. Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya terdiri : a. Buah-buahan dan biji-bijian yang dapat dijadikan makanan pokok serta dapat disimpan. Rasulullah SAW menyuruh mengeringkan anggur sebagaimana mengeringkan kurma, maka diambil zakat korma itu berupa tamar” (HR Abu Dawud; lihat Nailul Authar, juz 4 hal. 161- 162) Dari Abi Burdah, dari Abi Musa dan Mu’az bin Jabal:
  • 21. 3 “Sesungguhnya Rasulullah SAW mengutus keduanya ke Yaman untuk mengajari manusia masalah-masalah mereka. Nabi memerintahkan mereka agar jangan mengambil zakat kecuali dari empat macam: gandum, jelai, tamar, dan zabib”. (HR al-Baihaqi). Berkata al-Baihaqi, periwayatnya adalah orang terpercaya dan bersambung. Dikatakan juga demikian oleh Ibnu Hajar. Lihat Tafsir Adhwa’ul Bayan, juz 2 hal. 191). Imam Malik dan asy-Syafi’i mengajukan hujjah bahwa di dalam perkataan kedua orang itu “sesungguhnya tidak ada zakat selain korma dan anggur dari pepohonan dan tidak ada zakat dari kacang-kacangan kecuali yang menjadi pokok makanan dan disimpan; dan tak ada zakat pada buah-buahan dan sayur-sayuran” karena baik nash maupun ijma’ dalam menunjukkan wajibnya zakat pada gandum, jelai, korma, dan zabib”. Dan setiap macam itu adalah pokok makanan yang dapat disimpan lalu mereka memasukkan setiap apa yang termasuk dalam artinya, karena sifatnya sebagai bahan pokok makanan dan dapat disimpan. Kedua imam itu tidak melihat di dalam pepohonan sebagai makanan pokok yang dapat disimpan kecuali korma dan zabib. Dan tidak memiliki lihat selain keduanya dari buah-buahan. (Tafsir Adhwa’ul Bayan, juz 2 hal. 201). Adapun dalil jumhur, diantaranya Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad yang menyatakan bahwa sesungguhnya buah-buahan dan sayur-sayuran tidak ada zakat padanya adalah nyata, karena sayur-sayuran itu banyak di Madinah sedang buah-buahan banyak di Thaif, tak ada khabar (hadits) dari Rasulullah SAW atau salah seorang dari sahabatnya bahwa beliau mengambil zakat daripadanya (Tafsir Adhwa’ul Bayan, juz 2 hal. 202).
  • 22. 4 b. Binatang ternak gembala: unta, kerbau, sapi, kambing, dan biri-biri. Dari Abu Hurairah, bersabda Rasulullah SAW : “Tidak diwajibkan bagi kaum muslimin zakat pada hamba sahaya dan kudanya.” (HR. Al-Jama’ah) 4. Kitab I'anah at-Tabilin, Jilid 2 hal. 189: "Sehingga bagi pimpinan negara boleh mengambil zakat bagian fakir atau miskin dan memberikannya kepada mereka. Masing-masing fakir miskin itu diberi dengan cara : Bila ia bisa berdagang, diberi modal dagang yang diperkirakan keuntungannya mencukupi guna hidup; bila ia biasa / dapat bekerja, diberi alat-alat pekerjaannya. Dan bagi yang tidak dapat bekerja atau berdagang diberijumlahyang mencukupi seumurgalib (63 tahun). Kata-kata 'diberi jumlah yang mencukupi untuk seumur galib' bukan maksudnya diberi zakat sebanyak untuk hidup sampai umur galib, tetapi diberi banyak (sekira zakat pemberian itu diputar) dan hasilnya mencukupinya. Oleh karena itu, zakat pemberian itu dibelikan tanah (pertanian/perkebunan) atau binatang ternak sekiranya dapat mengolah/memelihara tanah atau ternak itu. 5. Kitab Fiqih as-Sunnah, Jilid 1 hal. 407 : "Imam Nawawi berpendapat, jika seseorang dapat bekerja yang sesuai dengan keadaanya. Tetapi ia sedang sibuk memperoleh ilmu Syara' dan sekiranya ia bekerja, terputuslah usaha menghasilkan ilmu itu, maka halallah baginya zakat, karena menghasilkan ilmu itu hukumnya fardu kifaya (keperluan orang banyak dan harus ada orang yang menangganinya)." 6. Kitab Fiqh as-Sunnah, jilid 1 hal. 394: "Pada masa sekarang ini, yang paling penting dalam membagi zakat untuk atas nama sabilillah ialah menyediakan propagandis Islam dan mengirim rnereka ke negara-negara non-Islam. Hal itu ditangani oleh organisasiorganisasi Islam, yang teratur tertib
  • 23. 5 dengan menyediakan bekal/sangu yang cukup sebagaimana hal itu dilakukan oleh golongan non-Islam dalam usaha penyiaran agama mereka. Termasuk dalam kategori sabililah membiayai madrasah-madrasah guna ilmu syari'at dan lainnya yang memang diperlukan guna maslahat umum. Dalam keadaan sekrang ini para guru madrasah boleh diberi zakat selama melaksanakan tugas keguruan yang telah ditentukan, yang dengan demikian mereka tidak dapat bekerja lain. " 7. Benar, dana zakat itu hak syakhsiyah; akan tetapi, bagian sabililah dan alqarim ada yang membolehkan ditasarufkan guna keperluan pembangunan. Dalam kitab Fiqh as-Sunnah jilid 1 hal. 394 dikemukakan : "dalam tafsir al-Manar disebutkan, boleh memberikan zakat dari bagian sahilillah ini untuk pengamanan perjalanan haji, menyempurnakan pengairan (bagi jamaah haji), pen yediaan makan dan sarana-sarana kesehatan bagijamaah haji, selagi untuksemua tidak ada persediaan lain. Dalam persoalan sabilillah ini tercakup segenap maslahat-maslahat umum yang ada hubungannya dengan soal-soal agama dan negara. Yang paling utama dan pertama didahulukan ialah persiapan seperti pembelian senjata, persediaan makan angkatan bersenjata, alat-alat angkutan, dan alat-alat perlengkapantentara. Termasuk ke dalam pengertian sabilllah adalah mengadakan rumah sakit angkatan perang, kebutuhan umm, membuka jalan jalan yang kuat dan baik, memasang telepon guna angkatan perang, mengadakan kapal-kapal yang dipersenjatai, benteng, dan lobang- lobang persembunyian. " Menimbang : Pentingnya masalah zakat di Indonesia, terutama mengenai zakat jasa atau gaji pegawai dan sejenisnya. MEMUTUSKAN
  • 24. 6 Menetapkan : 1. Penghasilan dari jasa dapat dikenakan zakat apabila sampai nishab dan haul. 2. Yang berhak menerima zakat hanya delapan ashnaf yang tersebut dalam Al-Qur’an pada surat at-Taubah ayat 60. Apabila salah satu ashnaf tidak ada, bagiannya diberikan kepada ashnaf yang ada. 3. Untuk kepentingan dan kemaslahatan umat Islam, maka yang tidak dapat dipungut melalui saluran zakat, dapat diminta atas nama infaq atau shadaqah. 4. Infaq dan shadaqah yang diatur pungutannya oleh Ulil Amri, untuk kepentingan tersebut di atas, wajib ditaati oleh umat Islam menurut kemampuannya. Ditetapkan : Jakarta, 1 Rabi'ul Akhir 1402 H 26 Januari 1982 M KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua ttd Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML Sekretaris ttd H. Musytari Yusuf, LA
  • 25. 7 Mentasharufkan Dana Zakat Untuk Kegiatan Produktif dan Kemaslahatan Umum
  • 26. 8
  • 27. 9 MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 8 Rabi'ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 2 Februari 1982 M, setelah : Membaca : Surat dari Sekolah Tinggi Kedokteran "YARSI" Jakarta. Memperhatikan : 1. Al-Qur'an Surat An-Nur : 56 "Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. "(QS. An-Nur [24] : 56) 2. Syarah al-Muhazzab, Juz 5 hal. 291 :
  • 28. 10 "(Dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat). Abu Hurairah meriwayatkan : Pada suatu hari ketika Rasulullah sedang duduk datang serorang laki-laki berkata :'Hai Rasulullah! Apakah Islam itu? Beliau menjawab : 'Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan shalat yang wajib, membayarkan zakat yang difardukan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan'. Kemudian laki-laki itu membelakangi (pergi). Rasulullah SAW berkata : 'Lihatlah laki-laki itu!' Mereka (para sahabat) tidak melihat seorang pun; lalu Rasulullah berkata :'Itu adalah Jibril, datang mengajari manusia agama mereka'. " (HR al-Bukhari dan Muslim) 3. Kitab al-Baijuri, jilid 1 hal. 292: "Orang fakir dan miskin (dapat) diberi (zakat) yang mencukupinya untuk seumur galib (63 tahun). Kemudian masing-masing dengan zakat yang diperolehnya itu membeli tanah (pertanian) dan menggarabnya (agar mendapatkan hasil untuk keperluan sehari-hari). Bagi pimpinan negara agar dapat membelikan tanah itu untuk mereka (tanpa menerimakan barang zakatnya) sebagaimana hal itu terjadi pada petugas perang. Yang demikian itu bagi fakir miskin yang tidak dapat bekerja. Adapun mereka yang dapat bekerja diberi zakat guna membeli alat-alat pekerjaannya. Jadi, misalnya yang pandi berdagang diberi zakat untuk modal dagang dengan baik yang jumlahnya diperkirakan bahwa hasil dagang itu cukup untuk hidup sehari-hari (tanpa mengurangi modal).” 4. Kitab I'anah at-Tabilin, Jilid 2 hal. 189:
  • 29. 11 "Sehingga bagi pimpinan negara boleh mengambil zakat bagian fakir atau miskin dan memberikannya kepada mereka. Masing-masing fakir miskin itu diberi dengan cara : Bila ia bisa berdagang, diberi modal dagang yang diperkirakan keuntungannya mencukupi guna hidup; bila ia biasa / dapat bekerja, diberi alat-alat pekerjaannya. Dan bagi yang tidak dapat bekerja atau berdagang diberi jumlahyang mencukupi seumur galib (63 tahun).” Kata-kata 'diberi jumlah yang mencukupi untuk seumur galib' bukan maksudnya diberi zakat sebanyak untuk hidup sampai umur galib, tetapi diberi banyak (sekira zakat pemberian itu diputar) dan hasilnya mencukupinya. Oleh karena itu, zakat pemberian itu dibelikan tanah (pertanian/perkebunan) atau binatang ternak sekiranya dapat mengolah/memelihara tanah atau ternak itu. 5. Kitab Fiqh as-Sunnah, Jilid 1 hal. 407 : "Imam Nawawi berpendapat, jika seseorang dapat bekerja yang sesuai dengan keadaanya. Tetapi ia sedang sibuk memperoleh ilmu Syara' dan sekiranya ia bekerja, terputuslah usaha menghasilkan ilmu itu, maka halallah baginya zakat, karena menghasilkan ilmu itu hukumnya fardu kifaya (keperluan orang banyak dan harus ada orang yang menangganinya)." 6. Kitab Fiqh as-Sunnah, jilid 1 hal. 394:
  • 30. 12 "Pada masa sekarang ini, yang paling penting dalam membagi zakat untuk atas nama sabilillah ialah menyediakan propagandis Islam dan mengirim rnereka ke negara-negara non-Islam. Hal itu ditangani oleh organisasiorganisasi Islam, yang teratur tertib dengan menyediakan bekal/sangu yang cukup sebagaimana hal itu dilakukan oleh golongan non-Islam dalam usaha penyiaran agama mereka. Termasuk dalam kategori sabililah membiayai madrasah-madrasah guna ilmu syari'at dan lainnya yang memang diperlukan guna maslahat umum. Dalam keadaan sekrang ini para guru madrasah boleh diberi zakat selama melaksanakan tugas keguruan yang telah ditentukan, yang dengan demikian mereka tidak dapat bekerja lain. " 7. Benar, dana zakat itu hak syakhsiyah; akan tetapi, bagian sabililah dan al-gharim ada yang membolehkan ditasarufkan guna keperluan pembangunan. Dalam kitab Fiqh as-Sunnah jilid 1 hal. 394 dikemukakan :
  • 31. 13 "Dalam tafsir al-Manar disebutkan, boleh memberikan zakat dari bagian sahilillah ini untuk pengamanan perjalanan haji, menyempurnakan pengairan (bagi jamaah haji), pen yediaan makan dan sarana-sarana kesehatan bagijamaah haji, selagi untuksemua tidakadapersediaan lain. Dalam persoalan sabilillah ini tercakup segenap maslahat-maslahat umum yang ada hubungannya dengan soal-soal agama dan negara... Termasuk ke dalam pengertian sabilllah adalah membangun rumah sakit militer, juga (rumah sakit) untuk kepentingan umum, membangun jalan-jalan dan meratakannya,membangun jalur kereta api (rel) untuk kepentingan militer (bukan bisnis), termasuk juga membangun kapal-kapal penjelajah, pesawat tempur, benteng, dan parit (untuk pertahanan)." Menimbang : Pentingnya masalah zakat di Indonesia, terutama mengenai tasarufnya. MEMUTUSKAN Menetapkan : 1. Zakat yang diberikan kepada fakir miskin dapat bersifat produktif.
  • 32. 14 2. Dana zakat atas nama Sabilillah boleh ditasarufkan guna keperluan maslahah'ammah (kepentingan umum). Ditetapkan : Jakarta, 8 Rabi'ul Akhir 1402 H 2 Februari 1982 M KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua ttd Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML Sekretaris ttd H. Musytari Yusuf, LA
  • 34. 16
  • 35. 17 PEMBERIAN ZAKAT UNTUK BEASISWA FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PEMBERIAN ZAKAT UNTUK BEASISWA Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia setelah : Memperhatikan : 1. Penjelasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prod. DR. Ing. Wardiman Djojonegoro dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia K.H. Hasan Basri pada hari Kamis tanggal 25 Januari 1996. 2. Rapat Pimpinan Harian Majelis Ulama Indonesia tanggal 13 Februari 1996. Mengingat : 1. Al-Qur'an dan Sunnah Rasullah SAW. 2. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga, serta Program Kerja Majelis Ulama Indonesia 1995 2000. Dengan bertawakkal kepada Allah SWT, MEMUTUSKAN Menetapkan : Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang pemberian zakat untuk beasiswa sebagaimana terlampir pada Surat Fatwa ini. Ditetapkan : Jakarta, 29 Ramadhan 1416H 19 Februari 1996 M
  • 36. 18 DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua Umum ttd K.H. Hasan Basri Sekretaris Umum ttd Drs. H.A. Nazri Adlani LAMPIRAN SURAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Tentang Pemberian Zakat Untuk Beasiswa Nomor Kep.-120/MU/II/1996 Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia dengan ini menyampaikan bahwa pada hari Sabtu tanggal 20 Ramadhan 1416 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 10 Februari 1996 Miladiyah, dilanjutkan pada hari Rabu 24 Ramadhan 1416 Hijriah, bertepatan tanggal 14 Februari 1996 Miladiyah, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah bersidang untuk membahas pemberian zakat untuk beasiswa, yaitu : Bagaimana hukum pemberian zakat untuk keperluan pendidikan, khususnya pemberian beasiswa? Sehubungan dengan masalah tersebut Sidang merumuskan sebagai berikut: Memberikan uang zakat untuk keperluan pendidikan, khususnya dalam bentuk beasiswa, hukumnya adalah SAH, karena termasuk dalam ashnaf fi sabilillah, yaitu bantuan yang dikeluarkan dari dana zakat berdasarkan Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60 dengan alasan bahwa pengertian fi sabilillah menurut sebagian ulama fiqh dari beberapa mazhab dan ulama tafsir adalah "lafaznya umum". Oleh karena itu, berlakulah qaidah ushuliyah :
  • 37. 19 Sidang memberikan pertimbangan bahwa pelajar / mahasiswa / sarjana muslim, penerima zakat beasiswa, hendaknya : 1. Berprestasi akademik. 2. Diprioritaskan bagi mereka yang kurang mampu. 3. Mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Ditetapkan : Jakarta, 29 Ramadhan 1416 H 19 Februari 1996 M Ketua Umum ttd K.H. Hasan Basri Ketua Komisi Fatwa ttd Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML
  • 38. 20
  • 40. 22
  • 41. 23 ZAKAT PENGHASILAN ‫ﹺ‬‫ﻢ‬‫ﺴ‬‫ﹺ‬‫ﺑ‬ِ‫ﷲ‬‫ﺍ‬‫ﹺ‬‫ﻦ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟ‬‫ﹺ‬‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟ‬ FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN Majelis Ulama Indonesia, setelah MENIMBANG : a. bahwa kedudukan hukum zakat penghasilan, baik penghasilan rutin seperti gaji pegawai/karyawan atau penghasilan pejabat negara, maupun penghasilan tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, penceramah, dan sejenisnya, serta penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya, masih sering ditanyakan oleh umat Islam Indonesia; b. bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum zakat penghasilan tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam dan pihak-pihak yang memerlukannya. MENGINGAT : 1. Firman Allah swt tentang zakat; antara lain: 267.( “Hai orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
  • 42. 24 dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu …” (QS. al-Baqarah [2]: 267). 219.( “… Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan’…” (QS. al-Baqarah [2]: 219). 103( “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. al-Taubah [9]: 103). 2. Hadis-hadis Nabi s.a.w.; antara lain: 1( “Diriwayatkan secara marfu’ hadis Ibn Umar, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda, ‘Tidak ada zakat pada harta sampai berputar satu tahun’.” (HR.)
  • 43. 25 2( 1631 “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda: ‘Tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’. (HR. Muslim). Imam Nawawi berkata: “Hadis ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk dikembangkan) tidak dikenakan zakat.” 3(
  • 44. 26 1338( “Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: ‘Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri, Allah akan memberinya kecukupan’.” (HR. Bukhari). 4( 10107( “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda: ‘Sedekah hanyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang
  • 45. 27 yang menjadi tanggung jawabmu” (HR. Ahmad). MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Dr. Yusuf al-Qardhawi: 85 513 Sebagaimana diketahui bahwa Islam tidak mewajibkan zakat pada setiap jenis harta, sedikit atau banyak. Kewajiban zakat hanya dibebankan jika sudah mencapai satu nishab, dengan catatan tidak memiliki hutang dan lebih dari kebutuhan pokok yang dimiliki. Hal itu untuk menegaskan arti kekayaan yang mewajibkan zakat…. Lebih dari itu, nishab uang yang dianggap di sini, dan kami telah
  • 46. 28 menetapkannya senilai 85 gram emas (Fiqhu al- Zakat juz I hlm 153) 2. Pertanyaan dari masyarakat tentang zakat profesi, baik melalui lisan maupun surat; antara lain dari Baznas. 3. Rapat-rapat Komisi Fatwa, terakhir rapat pada Sabtu, 8 Rabi’ul Awwal 1424/10 Mei 2003 dan Sabtu, 7 Juni 2003/6 Rabi’ul Akhir 1424. Dengan bertawakkal kepada Allah SWT MEMUTUSKAN MENETAPKAN : FATWA TENTANG ZAKAT PENGHASILAN Pertama : Ketentuan Umum Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupub tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Kedua : Hukum Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Ketiga : Waktu Pengeluaran Zakat 1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab. 2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun;
  • 47. 29 kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab. Keempat : Kadar Zakat Kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 06 R. Akhir 1424 H. 07 Juni 2003 M MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Ketua, Sekretaris, ttd ttd K.H. MA’RUF AMIN HASANUDIN
  • 48. 30
  • 49. 31 Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Investasi)
  • 50. 32
  • 51. 33 PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) Majelis Ulama Indonesia, setelah MENIMBANG : a. bahwa pengelolaan dana zakat untuk dijadikan modal usaha yang digunakan oleh fakir dan miskin (mustahiq), banyak ditanyakan oleh umat Islam Indonesia; b. bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang status pengelolaan dana zakat tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam dan pihak-pihak yang memerlukannya. MENGINGAT : 1. Firman Allah swt tentang zakat; antara lain: 60.( “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus
  • 52. 34 zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” (QS. al- Taubah [9]: 60). 219. “… dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan’ …” (QS. al-Baqarah [2]: 219). 103( “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. al-Taubah [9]: 103). 2. Hadis-hadis Nabi s.a.w.; antara lain: 1631
  • 53. 35 Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda : “Tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya.” (HR. Muslim). Imam Nawawi berkata: “Hadis ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk dikembangkan) tidak dikenakan zakat.” 1338( “Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: ‘Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri, Allah akan memberinya kecukupan’.” (HR. Bukhari). 3. Kaidah fiqh:
  • 54. 36 1( “Kebijakan imam (pemerintah) terhadap rakyatkan digantungkan pada kemaslahatan.” MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat ulama tentang ta’khir dan istitsmar zakat: 110
  • 55. 37 119( 2. Pertanyaan dari masyarakat tentang penggunaan dana sebagai dana bergulir. 3. Rapat Komisi Fatwa, pada Sabtu, 6 Jumadil Awwal 1420/05 Juli 2003; Selasa, 15 Jumadil Awwal 1420/ 15 Juli 2003; 30 Agustus 2003; Dengan bertawakkal kepada Allah SWT MEMUTUSKAN MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) 1. Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzakki kepada amil maupun dari amil kepada mustahiq. 2. Penyaluran (tauzi’/distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahiq, walaupun pada dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta’khir-kan apabila mustahiq- nya belum ada atau ada kemaslahatan yang lebih besar. 3. Maslahat ditentukan oleh Pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan kemaslahatan sehingga maslahat tersebut merupakan maslahat syar’iyah. 4. Zakat yang di-ta’khir-kan boleh diinvestasikan (istitsmar) dengan syarat-syarat sebagai berikut :
  • 56. 38 a. Harus disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan yang berlaku (al-thuruq al-masyru’ah). b. Diinvestasikan pada bidang-bidang usaha yang diyakini akan memberikan keuntungan atas dasar studi kelayakan. c. Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi. d. Dilakukan oleh institusi/lembaga yang professional dan dapat dipercaya (amanah). e. Izin investasi (istitsmar) harus diperoleh dari Pemerintah dan Pemerintah harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit. f. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa ditunda pada saat harta zakat itu diinvestasikan. g. Pembagian zakat yang di-ta’khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi waktunya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 06 Ramadhan 1424 H. 01 Nopember 2003 M MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Ketua, Sekretaris, ttd ttd K.H. MA’RUF AMIN HASANUDIN
  • 58. 40
  • 59. 41 FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 8 Tahun 2011 Tentang AMIL ZAKAT Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa kesadaran keagamaan masyarakat telah mendorong peningkatan jumlah pembayar zakat, yang kemudian diikuti oleh adanya pertumbuhan lembaga amil zakat secara signifikan; b. bahwa dalam pengelolaan zakat, banyak ditemukan inovasi yang dilakukan oleh amil zakat yang seringkali belum ada rujukan formal dalam ketentuan hukum Islamnya, sehingga diperlukan adanya aturan terkait pengertian amil zakat, kriteria, serta hak dan kewajibannya; c. bahwa di tengah masyarakat muncul pertanyaan mengenai hukum yang terkait dengan amil zakat, mulai dari definisi, kriteria, serta tugas dan kewenangannya; d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang amil zakat guna dijadikan pedoman. MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT: =======
  • 60. 42 “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka “ (QS. Al-Taubah : 103).      “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al- Taubah : 60). 2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
  • 61. 43 “ Nabi Muhammad SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman bersabda : … … … Dan beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan zakat yang diambil dari harta orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada para orang-orang fakir di antara mereka “. (Riwayat Bukhari Muslim dari Sahabat Ibnu Abbas) “ Rasulullah SAW menugaskan seorang laki- laki dari bani Al-Usdi yang bernama Ibnu Al- Lutbiyyah sebagai Amil zakat di daerah bani Sulaim, kemudian Rasulullah SAW melakukan evaluasi atas tugas yang telah ia laksanakan “. (riwayat Bukhari Muslim dari Sahabat Abi Hanid Al-Saa’idy)
  • 62. 44 “ Umar RA telah menugaskan kepadaku untuk mengurus harta zakat, maka tatkala telah selesai tugasku, beliau memberiku bagian dari harta zakat tersebut, aku berkata : sesungguhnya aku melakukan ini semua karena Allah SWT, semoga Allah kelak membalasnya. Beliau berkata : Ambillah apa yang diberikan sebagai bagianmu, sesungguhnya aku juga menjadi amil zakat pada masa Rasulullah SAW dan beliau memberiku bagian (dari harta zakat), saat itu aku mengatakan seperti apa yang kau katakan, maka Rasulullah SAW bersabda : Apabila engkau diberi sesuatu yang engkau tidak memintanya maka ambillah untuk kau gunakan atau sedekahkan. (Riwayat Muslim dari seorang Tabi’in yang bernama Ibnu Al- Sa’di) 3. Qaidah fiqhiyyah “ Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju “ “Sesuatu kewajiban yang hanya bisa diwujudkan dengan melakukan sesuatu perkara, maka perkara tersebut hukumnya menjadi wajib “
  • 63. 45 “ Tindakan pemimpin [ pemegang otoritas ] terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan “ MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib ( Syarah Bajuri 1/543 ) yang menjelaskan tentang definisi Amil sebagai berikut : “ Amil zakat adalah seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat “ 2. Pendapat Al-Syairazi dalam kitab Al-Muhadzzab ( Al-Majmuu’ Syarah Al-Muhadzzab 6/167 ) yang menerangkan mengenai distribusi zakat, salah satunya kepada Amil sebagai berikut:
  • 64. 46 “Apabila yang melakukan distribusi zakat adalah Imam [pemerintah] maka harus dibagi kepada delapan golongan penerima zakat. Bagian pertama adalah untuk Amil, karena Amil mengambil bagian harta zakat sebagai upah, sementara golongan lainnya sebagai dana sosial. Apabila bagian Amil sesuai dengan kewajaran sebagai upah pengelola zakat, maka akan diberikan kepadanya bagian tersebut. Namun bilamana bagian Amil lebih besar dari kewajaran sebagai upah pengelola zakat, maka kelebihan – di luar kewajaran tersebut – dikembalikan untuk golongan- golongan yang lain dari mustakhiq zakat secara proporsional. Jika terjadi defisit anggaran, di mana bagian Amil lebih kecil dari kewajaran upah pengelola zakat maka akan ditambahkan. Ditambahkan dari mana? Imam Syafi’I berpendapat: “ditambahkan dengan diambil dari bagian kemashlahatan [ fi sabilillah ]”. Sekiranya ada yang berpendapat bahwa bagiannya dilengkapi dari bagian golongan-golongan mustahiq yang lain maka pendapat tersebut tidak salah “ 3. Pendapat Imam Al-Nawawi dalam kitab Al- Majmu’ Syarah Al-Muhadzzab ( 6/168 ) mengenai orang-orang yang dapat masuk kategori sebagai Amil sebagai berikut:
  • 65. 47 “ Para pengikut madzhab Syafi’i berpendapat : Dan diberi bagian dari bagian Amil yaitu ; Pengumpul wajib zakat, orang yang mendata, mencatat, mengumpulkan, membagi dan menjaga harta zakat. Karena mereka itu termasuk bagian dari Amil Zakat. Tegasnya, mereka mendapatkan bagian dari bagian Amil sebesar 1/8 dari harta zakat karena mereka merupakan bagian dari Amil yang berhak mendapatkan upah sesuai dengan kewajarannya. 4. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada tanggal 3 Maret 2011. Dengan bertawakkal kepada Allah SWT MEMUTUSKAN MENETAPKAN : FATWA TENTANG AMIL ZAKAT Pertama : Ketentuan Hukum 1. Amil zakat adalah :
  • 66. 48 a. seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau b. seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat. 2. Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Beragama Islam; b. Mukallaf (berakal dan baligh); c. Amanah; d. Memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum zakat dan hal lain yang terkait dengan tugas Amil zakat. 3. Amil zakat memiliki tugas : a. penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nishab zakat, besaran tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada masing- masing objek wajib zakat; b. pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat; dan c. pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta zakat agar sampai kepada mustahiq zakat secara baik dan benar, dan termasuk pelaporan. 4. Pada dasarnya, biaya operasional pengelolaan zakat disediakan oleh Pemerintah (ulil amr).
  • 67. 49 5. Dalam hal biaya operasional tidak dibiayai oleh Pemerintah, atau disediakan Pemerintah tetapi tidak mencukupi, maka biaya operasional pengelolaan zakat yang menjadi tugas Amil diambil dari dana zakat yang merupakan bagian Amil atau dari bagian Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, atau diambil dari dana di luar zakat. 6. Kegiatan untuk membangun kesadaran berzakat – seperti iklan – dapat dibiayai dari dana zakat yang menjadi bagian Amil atau Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, proporsional dan sesuai dengan kaidah syariat Islam. 7. Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta dalam tugasnya sebagai Amil tidak berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian Amil. Sementara amil zakat yang tidak memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian Amil sebagai imbalan atas dasar prinsip kewajaran. 8. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan tugasnya sebagai Amil. 9. Amil tidak boleh memberi hadiah kepada muzakki yang berasal dari harta zakat. Kedua : Ketentuan Penutup 1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
  • 68. 50 Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 28 Rabi’ul Awwal 1432 H 3 M a r e t 2011M MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Ketua Sekretaris Ttd ttd PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
  • 70. 52
  • 71. 53 FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa seiring dengan pesatnya sosialisasi kewajiban membayar zakat, ada amil zakat yang menarik zakat atas harta haram, dan demikian sebaliknya seseorang yang memperoleh harta haram bermaksud membayarkan zakat untuk membersihkan hartanya; c. bahwa di tengah masyarakat muncul pertanyaan mengenai apakah orang yang memiliki harta haram, seperti barasal dari bunga bank, hasil korupsi, dan hasil judi, memiliki kewajiban membayar zakat serta bagaimana seharusnya memanfaatkan harta haram tersebut; d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang zakat atas harta non-halal guna dijadikan pedoman. MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:
  • 72. 54    Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. Al-Baqarah: 267) 2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain: “ Sesungguhnya Allah SWT itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik “ (Riwayat Muslim dari Sahabat Abu Hurairah) “Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan zakat sebagai pensucian harta “. (Riwayat Bukhari dari Sahabat Abdullah bin Umar) “ Allah SWT tidak menerima sedekah dari harta hasil korupsi rampasan perang “ (riwayat Muslim dari Sahabat Abdullah bin Umar)
  • 73. 55 “ Barang siapa yang mengumpulkan harta dari cara yang haram kemudian ia bersedekah darinya, maka ia tidak mendapatkan pahala apapun, bahkan ia tetap menanggung dosa dari harta haram tersebut “ (Hadist Riwayat Baihaqi, Hakim. Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban dari Sahabat Abu Hurairah) MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Imam Ibnu Nujaim sebagaimana dikutip dalam kitab Al-Bahru Al-Raaiq (2/221) yang menerangkan tidak wajibnya membayar zakat atas harta haram sekalipun sudah sampai satu nishab, sebagai berikut: “ Seandainya ada seseorang yang memiliki harta haram seukuran nishab, maka ia tidak wajib berzakat. Karena yang menjadi kewajiban atas orang tersebut adalah membebaskan tanggungjawabnya atas harta haram itu dengan mengembalikan kepada pemiliknya atau para ahli waris – jika bisa diketahui – , atau disedekahkan kepada fakir
  • 74. 56 miskin secara keseluruhan – harta haram tersebut – dan tidak boleh sebagian saja “. 2. Pendapat Imam Al-Qurthubi sebagaimana dikutib dalam kitab Fathu Al-Baari (3/180) yang menjelaskan alasan tidak diterimanya zakat atas harta haram sebagai berikut : “Sedekah/zakat dari harta haram itu tidak diterima dengan alasan karena harta haram tersebut pada hakekatnya bukan hak miliknya. Dengan demikian, pemilik harta haram dilarang mentasharrufkan harta tersebut dalam bentuk apapun, sementara bersedekah adalah bagian dari tasharruf (penggunaan) harta. Seandainya sedekah dari harta haram itu diangggap sah, maka seolah-olah ada satu perkara yang di dalamnya berkumpul antara perintah dan larangan, dan itu menjadi mustahil “. 3. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada tanggal 3 dan 17 Maret 2011. Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
  • 75. 57 MEMUTUSKAN MENETAPKAN : FATWA TENTANG HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM Pertama : Ketentuan Hukum 1. Zakat wajib ditunaikan dari harta yang halal, baik hartanya maupun cara perolehannya. 2. Harta haram tidak menjadi obyek wajib zakat. 3. Kewajiban bagi pemilik harta haram adalah bertaubat dan membebaskan tanggung jawab dirinya dari harta haram tersebut. 4. Cara bertaubat sebagaimana dimaksud angka 3 adalah sebagai berikut: a. Meminta ampun kepada Allah, menyesali perbuatannya, dan ada keinginan kuat (‘azam) untuk tidak mengulangi perbuatannya; b. Bagi harta yang haram karena didapat dengan cara mengambil sesuatu yang bukan haknya –seperti mencuri dan korupsi–, maka harta tersebut harus dikembalikan seutuhnya kepada pemiliknya. Namun, jika pemiliknya tidak ditemukan, maka digunakan untuk kemaslahatan umum. c. Bila harta tersebut adalah hasil usaha yang tidak halal – seperti perdangan minuman keras dan bunga bank – maka hasil usaha tersebut (bukan pokok modal) secara keseluruhan harus digunakan untuk kemaslahatan umum.
  • 76. 58 Kedua : Ketentuan Penutup 1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H 17 M a r e t 2011M MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Ketua Sekretaris ttd ttd PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
  • 77. 59 Penyaluran Harta Zakat Dalam Bentuk Aset Kelolaan
  • 78. 60
  • 79. 61 FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa perkembangan masyarakat telah mendorong munculnya perkembangan tata kelola dana zakat oleh amil zakat; b. bahwa dalam penyaluran harta zakat, ada upaya perluasan manfaat harta zakat agar lebih dirasakan kemanfaatannya bagi banyak mustahiq dan dalam jangka waktu yang lama, yang salah satunya dalam bentuk aset kelolaan; c. bahwa terkait pada huruf b di atas, di tengah masyarakat muncul pertanyaan mengenai hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan; d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan guna dijadikan pedoman. MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:
  • 80. 62   “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka “ (QS. Al-Taubah : 103).      “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al- Taubah : 60). 2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
  • 81. 63 “ Nabi Muhammad SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman bersabda : … … … Dan beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan zakat yang diambil dari harta orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada para orang-orang fakir di antara mereka “. (Riwayat Bukhari Muslim dari Sahabat Ibnu Abbas) 3. Atsar dari Sahabat Muadz bin Jabal yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan al- Thabarani serta al-Daruquthni dari Thawus bin Kaisan yang menegaskan bolehnya penunaian zakat dengan hal yang lebih dibutuhkan oleh mustahiq sebagai berikut:
  • 82. 64 “Muadz berkata kepada penduduk Yaman : Berikanlah kepadaku baju khamis atau pakaian sebagai pembayaran zakat gandum dan biji-bijian, karena yang sedemikian itu lebih mudah bagi kalian dan lebih baik bagi para Sahabat Nabi SAW di kota Madinah “ 4. Qaidah fiqhiyyah “ Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju “ “ Tindakan pemimpin [ pemegang otoritas ] terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan “ MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Imam Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Maliybari dalam kitab Fathul Muin (I’aanatu Al-Thalibin 2/214) yang menjelaskan kebolehan penyaluran harta zakat sesuai kebutuhan mustahiq sebagai berikut: “ Maka keduanya – fakir dan miskin – diberikan harta zakat dengan cara ; bila ia biasa berdagang, diberi modal berdagang yang diperkirakan bahwa keuntungannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ;
  • 83. 65 bila ia bisa bekerja, diberi alat-alat pekerjaannya … … “. 2. Pendapat Imam Al-Ramly dalam kitab Syarah Al-Minhaj li al-Nawawi (6/161) yang menerangkan pendistribusian harta zakat bagi orang miskin untuk memenuhi kebutuhan dasarnya serta dimungkinkan pembelian aset untuknya sebagai berikut: “ Orang fakir dan miskin – bila keduanya tidak mampu untuk bekerja dengan satu keahlian atau perdagangan – diberi harta zakat sekiranya cukup untuk kebutuhan seumur hidupnya dengan ukuran umur manusia yang umum di negerinya, karena harta zakat dimaksudkan untuk memberi seukuran kecukupan/kelayakan hidup. Kalau umurnya melebihi standar umumnya manusia, maka
  • 84. 66 akan diberi setiap tahun seukuran kebutuhan hidupnya selama setahun. Dan tidaklah dimaksudkan di sini – orang yang tidak dapat bekerja – diberikan dana tunai seukuran masa tersebut, akan tetapi dia diberi dana di mana ia mampu membeli aset properti yang dapat ia sewakan, sehingga ia tidak lagi menjadi mustahiq zakat“. 3. Pendapat Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu Fatawa (25/82 ) yang menyatakan kebolehan mengeluarkan zakat dengan yang senilai jika ada kemaslahatan bagi mustahiq, sebagai berikut:
  • 85. 67 “ Hukum pembayaran zakat dalam bentuk nilai dari obyek zakat tanpa adanya hajat (kebutuhan) serta kemaslahatan yang jelas adalah tidak boleh. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW menentukan dua ekor kambing atau tambahan sebesar duapuluh dirham sebagai ganti dari obyek zakat yang tidak dimiliki oleh seorang muzakki dalam zakat hewan ternak, dan tidak serta merta berpindah kepada nilai obyek zakat tersebut … … dan juga karena prinsip dasar dalam kewajiban zakat adalah memberi keleluasaan kepada mustakhiq, dan hal tersebut dapat diwujudkan dalam suatu bentuk harta atau sejenisnya. Adapun mengeluarkan nilai dari obyek zakat karena adanya hajat (kebutuhan) serta kemaslahatan dan keadilan maka hukumnya boleh … … seperti adanya permintaan dari para mustakhiq agar harta zakat diberikan kepada mereka dalam bentuk nilainya saja karena lebih bermanfaat, maka mereka diberi sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Demikian juga kalau Amil zakat memandang bahwa pemberian – dalam bentuk nilai – lebih bermanfat kepada kaum fakir “. 4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Mentasharrufkan Dana Zakat untuk Kegiatan Produktif dan Kemaslahatan Umum Tanggal 2 Februari 1982; 5. Hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama NU Tahun 1981 yang menegaskan bahwa Memberikan Zakat untuk kepentingan masjid, madrasah, pondok pesantren, dan sesamanya hukumnya ada dua pendapat; tidak membolehkan dan membolehkan; 6. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada
  • 86. 68 Rapat-Rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada tanggal 3, dan 17 Maret 2011. Dengan bertawakkal kepada Allah SWT MEMUTUSKAN MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN Pertama : Ketentuan Umum Dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan: Aset kelolaan adalah sarana dan/atau prasarana yang diadakan dari harta zakat dan secara fisik berada di dalam pengelolaan pengelola sebagai wakil mustahiq zakat, sementara manfaatnya diperuntukkan bagi mustahiq zakat. Kedua : Ketentuan Hukum Hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan adalah boleh dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Tidak ada kebutuhan mendesak bagi para mustahiq untuk menerima harta zakat. 2. Manfaat dari aset kelolaan hanya diperuntukkan bagi para mustahiq zakat. 3. Bagi selain mustahiq zakat dibolehkan memanfaatkan aset kelolaan yang diperuntukkan bagi para mustahiq zakat dengan melakukan pembayaran secara wajar untuk dijadikan sebagai dana kebajikan. Ketiga : Ketentuan Penutup
  • 87. 69 1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H 17 M a r e t 2011M MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Ketua Sekretaris ttd ttd PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
  • 88. 70 FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa perkembangan masyarakat telah mendorong munculnya perkembangan tata kelola dana zakat oleh amil zakat; b. bahwa dalam penyaluran harta zakat, ada upaya perluasan manfaat harta zakat agar lebih dirasakan kemanfaatannya bagi banyak mustahiq dan dalam jangka waktu yang lama, yang salah satunya dalam bentuk aset kelolaan; c. bahwa terkait pada huruf b di atas, di tengah masyarakat muncul pertanyaan mengenai hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan; d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan guna dijadikan pedoman. MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:
  • 90. 72
  • 91. 73 FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 14 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam hal operasional penarikan, pemeliharaan, dan penyaluran zakat dimungkinkan adanya inovasi dan pengembangan tata cara seiring dengan dinamika sosial masyarakat sepanjang sesuai dengan ketentuan; b. bahwa di tengah masyarakat muncul pertanyaan mengenai ketentuan penarikan dan penyaluran harta zakat, mulai dari penyaluran dari amil zakat kepada amil zakat berikutnya, penyaluran dari amil zakat kepada lembaga sosial, penyaluran harta zakat muqayyadah, serta sumber biaya operasional untuk kepentingan penarikan dan penyaluran zakat; d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang penarikan dan penyaluran harta zakat guna dijadikan pedoman. MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:  
  • 92. 74 “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka “ (QS. Al-Taubah : 103).      “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al- Taubah : 60). 2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
  • 93. 75 “ Nabi Muhammad SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman bersabda : … … … Dan beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan zakat yang diambil dari harta orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada para orang-orang fakir di antara mereka “. (Riwayat Bukhari Muslim dari Sahabat Ibnu Abbas) “ Rasulullah SAW menugaskan seorang laki- laki dari bani Al-Usdi yang bernama Ibnu Al- Lutbiyyah sebagai Amil zakat di daerah bani Sulaim, kemudian Rasulullah SAW melakukan evaluasi atas tugas yang telah ia laksanakan “. (riwayat Bukhari Muslim dari Sahabat Abi Hanid Al-Saa’idy)
  • 94. 76 “ Umar RA telah menugaskan kepadaku untuk mengurus harta zakat, maka tatkala telah selesai tugasku, beliau memberiku bagian dari harta zakat tersebut, aku berkata : sesungguhnya aku menlakukan ini semua karena Allah SWT, semoga Allah kelak membalasnya. Beliau berkata : Ambillah apa yang diberikan sebagai bagianmu, sesungguhnya aku juga menjadi amil zakat pada masa Rasulullah SAW dan beliau memberiku bagian (dari harta zakat), saat itu aku mengatakan seperti apa yang kau katakan, maka Rasulullah SAW bersabda : Apabila engkau diberi sesuatu yang engkau tidak memintanya maka ambillah untuk kau gunakan atau sedekahkan. (Riwayat Muslim dari seorang Tabi’in yang bernama Ibnu Al- Sa’di) 3. Qaidah fiqhiyyah “ Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju “
  • 95. 77 “Sesuatu kewajiban yang hanya bisa diwujudkan dengan melakukan sesuatu perkara, maka perkara tersebut hukumnya menjadi wajib “ “ Tindakan pemimpin [ pemegang otoritas ] terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan “ MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib ( Syarah Bajuri 1/543 ) yang menjelaskan tentang definisi Amil sebagai berikut : “ Amil zakat adalah seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat “ 2. Pendapat Al-Syairazi dalam kitab Al- Muhadzzab ( Al-Majmuu’ Syarah Al- Muhadzzab 6/167 ) yang menerangkan mengenai distribusi zakat, salah satunya kepada Amil sebagai berikut:
  • 96. 78 “Apabila yang melakukan distribusi zakat adalah Imam [pemerintah] maka harus dibagi kepada delapan golongan penerima zakat. Bagian pertama adalah untuk Amil, karena Amil mengambil bagian harta zakat sebagai upah, sementara golongan lainnya sebagai dana sosial. Apabila bagian Amil sesuai dengan kewajaran sebagai upah pengelola zakat, maka akan diberikan kepadanya bagian tersebut. Namun bilamana bagian Amil lebih besar dari kewajaran sebagai upah pengelola zakat, maka kelebihan – di luar kewajaran tersebut – dikembalikan untuk golongan- golongan yang lain dari mustakhiq zakat secara proporsional. Jika terjadi defisit anggaran, di mana bagian Amil lebih kecil dari kewajaran upah pengelola zakat maka akan ditambahkan. Ditambahkan dari mana? Imam Syafi’I berpendapat: “ditambahkan dengan diambil dari bagian kemashlahatan [ fi sabilillah ]”. Sekiranya ada yang berpendapat bahwa bagiannya dilengkapi dari bagian golongan-golongan mustahiq yang lain maka pendapat tersebut tidak salah “ 3. Pendapat Imam Al-Nawawi dalam kitab Al- Majmu’ Syarah Al-Muhadzzab ( 6/168 )
  • 97. 79 mengenai orang-orang yang dapat masuk kategori sebagai Amil sebagai berikut: “ Para pengikut madzhab Syafi’i berpendapat : Dan diberi bagian dari bagian Amil yaitu ; Pengumpul wajib zakat, orang yang mendata, mencatat, mengumpulkan, membagi dan menjaga harta zakat. Karena mereka itu termasuk bagian dari Amil Zakat. Tegasnya, mereka mendapatkan bagian dari bagian Amil sebesar 1/8 dari harta zakat karena mereka merupakan bagian dari Amil yang berhak mendapatkan upah sesuai dengan kewajarannya. 4. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada tanggal 3 Maret 2011. Dengan bertawakkal kepada Allah SWT MEMUTUSKAN MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENARIKAN, PEMELIHARAAN DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT Pertama : Ketentuan Umum
  • 98. 80 Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan: 1. Penarikan zakat adalah kegiatan pengumpulan harta zakat yang meliputi pendataan wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nishab zakat, besaran tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat. 2. Pemeliharaan zakat adalah kegiatan pengelolaan yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat. 3. Penyaluran zakat adalah kegiatan pendistribusian harta zakat agar sampai kepada para mustakhiq zakat secara benar dan baik. 4. Zakat muqayyadah adalah zakat yang telah ditentukan mustahiqnya oleh muzakki, baik tentang ashnaf, orang perorang, maupun lokasinya. Kedua : Ketentuan Hukum 1. Penarikan zakat menjadi kewajiban amil zakat yang dilakukan secara aktif. 2. Pemeliharan zakat merupakan tanggung jawab amil sampai didistribusikannya dengan prinsip yadul amanah. 3. Apabila amil sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, namun di luar kemampuannya terjadi kerusakan atau kehilangan maka amil tidak dibebani tanggung jawab penggantian. 4. Penyaluran harta zakat dari amil zakat kepada amil zakat lainnya belum dianggap sebagai penyaluran zakat hingga harta zakat tersebut sampai kepada para mustahiq zakat. 5. Dalam hal penyaluran zakat sebagaimana nomor 4, maka pengambilan hak dana zakat yang menjadi bagian amil hanya dilakukan sekali. Sedangkan amil zakat yang lain hanya dapat meminta biaya operasional
  • 99. 81 penyaluran harta zakat tersebut kepada amil yang mengambil dana. 6. Yayasan atau lembaga yang melayani fakir miskin boleh menerima zakat atas nama fi sabilillah. Biaya operasional penyaluran harta zakat tersebut mengacu kepada ketentuan angka 5. 7. Penyaluran zakat muqayyadah, apabila membutuhkan biaya tambahan dalam distribusinya, maka Amil dapat memintanya kepada muzakki. Namun apabila penyaluran zakat muqayyadah tersebut tidak membutuhkan biaya tambahan, misalnya zakat muqayyadah itu berada dalam pola distribusi amil, maka amil tidak boleh meminta biaya tambahan kepada muzakki. Kedua : Ketentuan Penutup 1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 Rabi’ul Tsani 1432 H 17 M a r e t 2011M MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Ketua Sekretaris Ttd ttd PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
  • 100. 82
  • 101. 83 KEPUTUSAN KOMISI B-1 Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia
  • 102. 84
  • 103. 85 KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER) MASALAH YANG TERKAIT DENGAN ZAKAT DESKRIPSI MASALAH Terjadinya perubahan dalam mesyarakat diikuti oleh perbedaan pola pengelolaan zakat, yang sebagian memunculkan berbagai masalah hukum fiqih. Di sekitar bulan April dan Oktober 2008 Komite Akuntasi Syariah Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah mengajukan Permohonan Fatwa untuk Zakat kepada Pimpinan Majelis Ulama Indonesia. KETENTUAN HUKUM 1. a. Definisi, Tugas, Fungsi, Kewajiban dan Hak-hak Amil Definisi ‘amil adalah seseorang atau sekelompok orang yang ditunjuk/ disahkan oleh pemerintah untuk mengurus zakat, Tugas ‘amil adalah memungut (dari orang kaya) dan menyalurkan kepada mustahiq Fungsi ‘amil adalah sebagai pelaksana segala kegiatan urusan zakat yang meliputi pengumpulan, pencatatan (administrasi), dan pendistribusian. Kewajiban ‘amil adalah melakukan pencacatan data muzakki, para mustahiq, memungut atau menerima, mengetahui jumlah dan besarnya kebutuhan mustahiq dan menyerahkan harta zakat dengan baik dan benar. Hak ‘amil adalah menerima bagian dari harta zakat untuk melaksanakan seluruh tugas-tugasnya maksimal seperdelapan
  • 104. 86 (12,5%) dari harta zakat, dan jika ada kekurangan boleh diambilkan dana di luar zakat. b. Amil tidak boleh meminta ongkos di luar hak-hak (bagian) amil karena amil tidak boleh menerima pemberian hadiah dari muzakki apalagi meminta ongkos di luar hak amil meskipun untuk operasional amil. 2. a. Amil tidak boleh memberikan hadiah kepada muzakki yang berasal dari harta zakat. b. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan tugasnya sebagai amil. 3. Biaya yang ditimbulkan karena tugas penyaluran zakat baik langsung atau tidak langsung bersumber dari porsi bagian amil. Apabila tidak mencukupi dapat diambil dari dana di luar zakat. 4. Perusahaan yang telah memenuhi syarat wajib zakat, wajib mengeluarkan zakat, baik sebagai syakhshiyyah i'tibariyyah ataupun sebagai pengganti (wakil) dari pemegang saham. REKOMENDASI 1. Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah diminta mengalokasikan anggaran bagi Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) agar dapat melaksanan tugasnya, secara efektif dan produktif. 2. Pengelola BAZ dan LAZ diminta agar melakukan konsultasi kepada Ulama dalam setiap pengambilan kebijakan terkait dengan masalah fikih zakatnya. 3. MUI pusat diharapkan memberikan penjelasan lebih rinci terhadap keputusan yang masih perlu penjelasan, misalnya tentang zakat perusahaan. DASAR PENETAPAN 1. Firman Allah SWT :
  • 105. 87 "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. Al- Taubah: 60) 2. Hadis Nabi saw: Dari Ibn Abbas ra. bahwa nabi saw ketika mengutus Mu’adz ke Yaman bersabda: Engkau berada di lingkungan Ahli Kitab, maka hendaklah hal pertama yang engkau dakwahkan adalah seruan beribadah kepada Allah SWT. Jika mereka telah mengenal Allah (bersyahadat) maka beritahu mereka bahwa Allah SWT mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam. Apabila mereka telah lakukan, beritahu (lagi) mereka bahwa Allah SWT mewajibkan zakat yang diambil dari harta orang kaya di antara
  • 106. 88 mereka dan dikembalikan kepada fuqara. Apabila mereka mentaati perintah tersebut, ambil dari mereka (zakat) dan jagalah kehormatan harta manusia. (HR. Bukhari dan Muslim) 3. Hadis Nabi saw: Diriwayatkan dari Abi Sa'id al-Khudri ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Shadaqah (zakat) tidak halal dibayarkan kepada orang kaya kecuali dalam lima kelompok, kepada yang sedang berperang di jalan Allah, kepada yang bekerja ('amil) mengurus zakat, kepada yang punya hutang, kepada orang yang membeli zakatnya dengan hartanya, atau kepada orang yang punya tetangga miskin lantas ia bersedekah atas orang miskin tersebut kemudian si miskin memberi hadiah si kaya. (HR. Al-Baihaqi) 4. Pendapat Imam al-Syafi'i dalam al-Umm, juz II halaman 84: Amil adalah orang yang dipekerjakan pemimpin untuk menarik dan mendistribusikan harta zakat, orang yang hali zakat atau bukan, termasuk yang membantu mengumpulkan dan menariknya....
  • 107. 89 Amil mengambil bagian zakat sekedar kebutuhannya dan tidak berlebihan. Jika amil termasuk orang berada, ia hanya mengambil bagian dalam pengertian ujrah. 5. Pendapat Syeikh Taqiyyuddin Abu Bakr ibn Muhammad al- Dimasyqi al-Syafi'i dalam Kifayah al-Akhyar Juz I halaman 196: Kelompok (penerima zakat) ketiga adalah amil, yaitu orang yang diangkat oleh Imam dan dipekerjakan untuk mengambil harta- harta zakat untuk dibayarkan kepada yang berhak sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT. Ia memperoleh hak mendapatkan bagian zakat sesuai syarat-syarat amil.... Di antara syarat amil adalah menguasai ketentun fikih zakat, sehingga ia dapat memahami kewajiban terkait harta, bagian kewajiban yang harus dikeluarkan, serta mengetahui mana yang mustahiq dan mana yang tidak. Ia juga harus seorang yang jujur dan merdeka... 6. Pendapat Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi dalam al-Mughni, Juz VI halaman 326:
  • 108. 90 Ia berkata: 'Amil adalah pemungut zakat dan penjaganya, amil adalah kelompok ketiga penerima zakat yaitu pemungut zakat yang diutus oleh Imam untuk mengambil zakat dari wajib zakat, kemudian mengumpulkan, menjaga, dan mendistribusikan. Juga orang yang membantu mereka dalam pengumpulan, Pengelolaan dan pendistribusiannya. Demikian juga termasuk 'amil adalah mereka yang menghitung, mencatat, menimbang, menakar, serta pekerja yang terkait untuk kepentingan pengelolaan zakat. Mereka semua diberikan ujrah dari harta zakat karena ia termasuk dalam bagian biayanya. 7. Penjelasan Abu Abdillah Muhammad bin Muflih al-Maqdisi dalam kitab al-Furu', juz II halaman 457: Tanbih.. terjadi perbedaan pendapat di antara sebagian Ulama (terkait syarat Islamnya 'amil) terkait perbedaan pandangan atas status harta yang diambil 'amil. Jika kita menyatakan bahwa yang diberikan kepada 'amil itu sebagai ujrah maka tidak dipersyaratkan Islam. Namun jika itu merupakan bagian zakat dipersyaratkan keIslaman 'amil. Menurut mazhab yang tertulis dalam mazhab Ahmad bahwa yang diberikan itu merupakan ujrah (upah). 8. Pendapat Prof. R. Subekti, bahwa badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan. 9. Kaidah Ushul Fikih:
  • 109. 91 Hukum sarana adalah sebagaimana hukum maksud yang dituju 10. Kaidah Fiqhiyyah: Sesuatu kewajiban yang hanya bisa sempurna dengan melakukan sesuatu hal, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib. Ditetapkan di : Padang Panjang Pada tanggal : 26 Januari 2009 M 29 Muharram 1430 H Pimpinan Komisi B-1 Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III ttd ttd Dr. HM. Anwar Ibrahim Dr. Hasanuddin, MAg Ketua Sekretaris
  • 110. 92
  • 111. 93
  • 112. 94