Bab pertama membahas tentang shalat witir, termasuk perbedaan pendapat tentang jumlah rakaat witir. Bab kedua membahas waktu melakukan witir sebelum tidur. Bab ketiga membahas Nabi membangunkan istri untuk shalat witir. Bab keempat membahas menjadikan witir sebagai akhir shalat malam. Bab kelima dan keenam membahas bolehnya melakukan witir di atas kendaraan dan dalam perjalanan. Bab ketujuh membahas
1. Kitab Witir
Bab Ke-1: Keterangan-Keterangan Mengenai Shalat Witir
526. Nafi' mengatakan bahwa Abdullah bin Umar shalat antara serakaat dan dua
rakaat dalam shalat witir. Sehingga, ia memerintahkan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang dihajatkan olehnya.
527. Al-Qasim berkata, "Kamu melihat orang banyak sejak saat kami dewasa,
semuanya mengerjakan shalat witir tiga rakaat, dan sesungguhnya masing-masing[1]
leluasa dikerjakan. Aku berharap tidak ada suatu kesalahan pun."
528. Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah selalu shalat sebelas rakaat. Itulah
shalat beliau, maksudnya di malam hari. Lalu beliau sujud selama sekitar salah
seorang di antaramu membaca lima puluh ayat sebelum beliau mengangkat kepala.
Beliau shalat dua rakaat sebelum shalat subuh. Beliau berbaring pada lambung yang
sebelah kanan sehingga muadzin datang untuk (iqamah) shalat (subuh).
Bab Ke-2: Waktu-Waktu Melakukan Witir
Abu Hurairah berkata, "Nabi saw berpesan kepadaku supaya melakukan shalat witir
sebelum tidur."[2]
529. Anas bin Sirin berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu Umar, 'Apakah yang Anda
ketahui mengenai shalat sunnah dua rakaat sebelum mengerjakan shalat subuh,
apakah aku boleh memperpanjang bacaan padanya?' Ibnu Umar menjawab, 'Nabi
shalat di waktu malam dua rakaat dua rakaat dan melakukan witir satu rakaat. Lalu,
shalat dua rakaat sebelum shalat subuh dan seolah-olah azan (yakni iqamah) sudah
ada di kedua telinganya." Hammad berkata, "Yakni dilakukan dengan cepat."[3]
2. 530. Aisyah berkata, "Setiap malam Rasulullah melakukan witir dan witirnya berakhir
sampai waktu sahur."
Bab Ke-3: Nabi Membangunkan Istrinya Supaya Mengerjakan Shalat Witir
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 289 di muka.")
Bab Ke-4: Hendaklah Seseorang Menjadikan Shalat Witir Sebagai Akhir
Shalatnya (di Waktu Malam)
531. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Jadikanlah akhir
shalatmu pada malam hari dengan witir."
Bab Ke-5: Mengerjakan Shalat Witir di Atas Kendaraan
532. Sa'id bin Yasar berkata, "Pada suatu ketika aku berjalan bersama-sama
Abdullah bin Umar di jalan menuju Mekah. Ketika aku merasa khawatir subuh akan
datang, aku turun dari kendaraan lalu aku shalat witir, sesudah itu aku susul
Abdullah. Abdullah bertanya, 'Ke mana engkau?' Aku menjawab, 'Aku khawatir
kedahuluan masuk waktu subuh. Karena itu, aku turun dari kendaraan lalu aku
shalat witir.' Abdullah berkata, 'Bukankah pada diri Rasulullah terdapat teladan yang
baik bagimu?' Aku menjawab, 'Sudah tentu, demi Allah.' Abdullah menjawab,
'Sesungguhnya Rasulullah pernah melakukan shalat witir di atas kendaraan.'"[4]
Bab Ke-6: Mengerjakan Shalat Witir di Perjalanan
3. 533. Ibnu Umar berkata, "Nabi shalat dalam perjalanan di atas kendaraannya. Ke
arah mana pun kendaraannya menghadap, maka ke situ pulalah beliau menghadap
sambil berisyarat sebagai melaksanakan shalatullail. Ini beliau lakukan selain shalat-
shalat yang difardhukan. Beliau juga berwitir di atas kendaraannya."
Bab Ke-7: Qunut Sebelum Ruku dan Sesudahnya
534. Anas berkata, "Qunut itu pada shalat magrib dan subuh."
Catatan Kaki:
[1] Yakni witir satu rakaat dan tiga rakaat. Akan tetapi, witir tiga rakaat dengan dua
tasyahhud kemudian salam, terdapat riwayat sahih yang melarangnya. Maka, cara
mengerjakan shalat witir tiga rakaat ini boleh jadi dengan satu kali tasyahud, atau
dibagi dua dengan melakukan dua rakaat lalu salam, kemudian satu rakaat lagi
lantas salam. Penjelasan mengenai masalah ini dapat dilihat di dalam risalah saya
Shalatut Tarawih halaman 111-115.
[2] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) di dalam bab yang akan datang
pada "19 AT-TAHAJJUD / 33 - BAB", dan di-maushul-kan oleh Ahmad dari beberapa
jalan (2/299, 254, 258, 260, 265, 271, 277, 311, 329, 331, 347, 392, 412, 459, 472,
484, 489, 497, 499, 505, 526).
[3] Dalam sebagian naskah disebutkan dengan lafal bi sur'atin 'dengan cepat'. Dan
yang dimaksud dengan azan di sini adalah iqamah. Yakni, shalatnya cepat seperti
cepatnya orang yang mendengar iqamah untuk shalat (gugup).
[4] Hadits ini ditentang oleh golongan Hanafiah. Mereka berkata, "Tidak boleh
mengerjakan shalat witir di atas kendaraan." Akan tetapi, hadits ini menyangkal
pendapat mereka. Ath-Thahawi menganggap di dalam Syarhul Ma'ani (1/249)
4. bahwa pendapat itu mansukh, karena tidak ada dalilnya melainkan semata-mata
pemikiran.