1. ILMU BEDAH
Disusun Oleh
KELOMPOK V
1.
LA ODE MUSLIHIN
PK.M. 07. 021
2.
LA ODE RUSLI
PK.M. 07. 022
3.
LA ODE SANTO
PK.M. 07. 023
4.
MILAWATI
PK.M. 07. 024
5.
NASIR DAUWALI
PK.M. 07. 025
6.
NASRIANI
PK.M. 07. 026
7.
NURMIN
PK.M. 07. 027
8.
RASIM
PK.M. 07. 028
9.
RUMIASTUTI
PK.M. 07. 029
10. RW. ROHANI
PK.M. 07. 030
PROGRAM KHUSUS AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
T.A 2009
1
2. LUKA DAN PROSES PENYEMBUHAN
1. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain
(Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
2. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson –
Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10%-17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2
3. 2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.
3. Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura
seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat
3
4. 6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
D. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel
dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan
dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi
area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
Respon tubuh secara sistemik pada trauma
Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan
Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan
seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
4
5. a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah
luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan
pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet
yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab
(keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler
digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan
pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit
bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama
lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme
dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung
epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat
proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses
penyembuhan
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke
daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu
5
6. sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi
tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan
nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh
darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan
perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan
mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya,
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih
Menurut Taylor (1997):
a. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4
pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis.
Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai
hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk
menutupi luka. Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka dan
menghancurkan bakteri dan debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian
besar sel fagosit ( makrofag) masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor
angiogenesis yang merangsang pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh
luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi
b. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast
secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini
membentuk lapislapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk
melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler
melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan,
adanya pembuluh darah, kemerahan dan mudah berdarah.
c. Fase Maturasi
6
7. Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut
selama 1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah,
membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru
menyatu, menekan pembuluh darah. dalam penyembuhan luka, sehingga bekas
luka menjadi rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (1998):
a. Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga
4-6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori, Tibanya sel
darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh
darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah
matriks fibrin
yang mencegah masuknya
organisme infeksius. Respon
inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan
permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi
luka. Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses, neutrophils
membunuh bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan
meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan.
Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris
oleh pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam
amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka selama
lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut
selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C,
dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan
dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.
c. Tahap Maturasi
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga
bekas luka merekat kuat.
E. Faktor yang Mempengaruhi Luka
7
8. 1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari
faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan
diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn.
Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka
setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi
luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah
besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah).
Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih
sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat
terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh
darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada
orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar
hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan
sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (“Pus”).
8
9. 7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan
luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
F. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan
eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan
atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
9
10. Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada
garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan
dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan
balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,
kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah,
dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence
luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka.
Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan
steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera
dilakukan perbaikan pada daerah luka.
G. Perkembangan Perawatan Luka
Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah
dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998). Perkembangan perawatan
luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan
luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada
lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup
poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana
lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern ( Potter.
P, 1998). Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat
infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada
balutan kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan
lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka
lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah
10
11. penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab (
Potter. P, 1998).
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan
kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan
antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat.
Untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent
seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk
membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi.
Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang
dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. (Walker. D,
1996) Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi
luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu.
Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. Perawat dapat menduga
tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :
1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.
2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu atau
beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.
4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.
5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan menutup
selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas dan drainase
mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan bengkak.
6. Pembentukan bekas luka.
7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau
lebih.
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan ukuran
bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.
H. Tujuan Perawatan Luka
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
11
12. 4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
I. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka
1. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alas
an ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman
digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium klorida atau
natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak
mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam
beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah
konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut
juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta
mudah didapat dan harga relatif lebih murah (http://rpromise.com/woundcare/)
2. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang
dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna
hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air,
tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer.
Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan
waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999). Larutan ini akan melepaskan iodium
anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka
kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa.
Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi
menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson.
J, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa
terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan
12
13. balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka.
(Lilley & Aucker, 1999).
DAFTAR PUSTAKA
Oswari E, Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta, 1993.
Thorek P, Atlas Teknik Bedah, EGC , Jakarta, 1994.
Saleh M, Sodera VK, Ilustrasi Ilmu Bedah Minor, Bina rupa Aksara, Jakarta 1991.
Wind GG, Rich NM, Prinsip-prinsip Teknik Bedah, Hipokrates Jakarta, 1992.
Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S, Pedoman Tindakan Medik dan Bedah, EGC
Jakarta 2000.
Bachsinar B, Bedah Minor, Hipokrates, Jakarta, 1995.
Puruhito, Dasar-daasar Teknik Pembedahan, AUP Surabaya, 1987.
13