Dokumen tersebut membahas tentang kondisi hukum di Indonesia yang kurang memadai, dengan adanya korupsi, birokrasi yang tidak efisien, dan pengaruh asing yang kuat dalam pembentukan peraturan. Dokumen ini juga membahas peranan penting perancang peraturan perundang-undangan dalam memperbaiki sistem hukum nasional dengan cara menyusun peraturan yang profesional, independen, dan memprioritaskan kepentingan bangsa.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kondisi Hukum di Indonesia
Menjamurnya konflik agraria, inefesiensi birokrasi dan korupsi serta kasus mafia peradilan
(Gayus dan Artalita) menjadi cerminan nyata bagaimana kondisi hukum di Indonesia. Belum lagi
konflik sosial dan ekonomi terkait penerbitan suatu izin oleh pemerintah, misal izin usaha
pertambangan di Bima yang menyulut emosi warga dan mengakibatkan tindakan anarkis.
Mengutip pendapat Tony Adams, the court are extremely clogged up and are generally
unresponsive to needs of public. Peradilan di Indonesia yang tidak responsif seringkali disinyalir
berkat tidak independennya lembaga peradilan Indonesia.1 Padahal independennya lembaga
peradilan amat penting untuk mencapai sistem keadilan, perdamaian, pemeliharaan kehormatan
individu dan tertib sosial serta perlindungan hukum yang setara.Kondisi hukum Indonesia yang
demikian itu merujuk kepada Dato Param Cumaraswamy disebut sebagai “kebusukan hukum”.
Kondisi hukum Indonesia dalam keadaan kritis dan parah karena tidak saja meliputi institusi
semata melainkan sudah merangkak masuk dalam tataran kultur baik internal maupun eksternal.
Internal yaitu pada aparat penegak hukum beserta filosofi produk peraturan perundangan. Pada
tataran eksternal, yakni masyarakat luas.
Tekanan dunia internasional pun secara tidak langsung dirasakan ketika globalisasi dan
kebijakan perdagangan bebas menghimpit Indonesia untuk tetap mempertahankan kedudukan
dalam perekonomian global. Dalam hal ini hukum dan ekonomi berperan sebagai variabel
dependent dan independet yang memiliki korelasi yang koheren. Pada paragraf sebelumnya
sedikit telah diuraikan perihal kondisi hukum Indonesia, namun perlu juga kiranya menambahkan
data-data lain yang jauh lebih lengkap, bahwa 75 (tujuh puluh lima) persen pengelolaan minyak
dipegang oleh asing, hal ini merupakan penyimpangan terhadap ketentuan konstitusi Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian pula di bidang
perbankan, 50,6 persen berada di bawah kepemilikan asing. Hal yang sama juga terjadi di sektor
telekomunikasi serta perkebunan kelapa sawit. Bahkan disinyalir tidak saja pada tataran ekonomi,
pada aspek penyusunan peraturan peundang-undangan pun tangan asing terlihat mencampuri.
Contoh paling nyara adalah dalam pengelolaan tambang. Kontrak karya terhadap penambang
emas di Nusa Tenggara Barat (NTB) misalnya, royalti yang dibayarkan kepada negara ditetapkan
atas dasar harga tetap US$ 300 per troy ounce. Padalah harga emas sekarang ini sudah
mencapai US$1.500 per troy ounce.
Berkenaan dengan intervensi asing dalam penyusunan perundang-undangan dapat dilihat,
menururt anggota DPR Eva Kusuma Sundari, merujuk pada hasil kajian Badan Intelejen Negara
(BIN) terdapat sekitar 76 (tujuh puluh enam) undang-undang yang disinyalirn kuat
menguntungkan pihak asing dan ada keterlibatan pihak asing dalam penyusunannya.
Internasional Monetary Fund (IMF) dan United States Agency for International Development
(USAID) ada dibelakang semua itu. Ketiganya terlibat sebagai konsultan, karena memberikan
pinjaman kepada pemerintah untuk sejumlah program di bidang politik, ekonomi, pendidikan,
2. 2
kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Maka tidak heran jika mereka bisa menyusupkan
kepentingan asing dalam penyusunan undang-undang di bidang-bidang tersebut. Dapat dilihat
misalnya Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Misalnya lagi
Undang Undang Migas No. 22 Tahun 2001. Intinya semua memberikan keuntungan yang sangat
besar bagi adanya modal asing masuk ke Indonesia. Modal asing masuk ke Indonesia tentunya,
salah satu rupanya adalah dengan berkuasanya Transantional Corporations. Maka tak heran jika
75 (tujuh puluh lima) persen migas Indonesia dikuasai oleh asing.
B. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pemerintah sebagai pihak yang memgajukan prakarsa sesuai dengan fungsi dan tugas
pokoknya dalam menjalankan penyelenggaraan negara harus mampu mengidentifikasi dan
memfilter, materi muatan apa sajakah yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara serta sebagai bagian dari masyarakat dunia untuk diatur
dalam peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan landasan pemikiran dan filsafat
hukum yang selaras dengan tujuan nasional. Pembentukan peraturan perundang-undangan
merupakan bagian dari seluruh proses pembentukan hukum yang baru, karena hukum mencakup
proses prosedur, bahkan hukum kebiasaan, perilaku dan sopan santun, dalam menjalankan tugas
kenegaraan dan pelayanan publik kepada masyarakat, sesuai dengan asas-asas pemerintahan
yang baik. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan pemerintah harus merumuskan
kemungkinan-kemungkinan, kesempatan-kesempatan dan kecenderungan yang akan terjadi di
masa depan, melihat kesempatan dan menganalisis resiko untuk meminimalisir kendala yang
akan dihadapi ketika menegakkan suatu aturan.
Berbicara tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, selain bargaining politics
maka tidak lepas dari peranan perancang peraturan perundang-undangan dalam proses
penyusunan suatu produk peraturan. Sebagaimana telah diulas sebelumnya bahwa banyak
undang-undang yang disisipi kepentingan asing yang tentu tidak berpihak pada kepentingan
bangsa dan cenderung selalu merugikan, maka sejauh manakah seorang perancang peraturan
perundang-undangan berperan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk memformulasikan
norma hukum dengan berpayung pada satu sistem hukum nasional dengan tetap memperhatikan
perkembangan masyarakat dunia.
C. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan, maka dapat ditarik suatu permasalahan,
“bagaimana peran perancang peraturan perundang-undangan dalam proses penyusunan
pearaturan perundang-undangan, khususnya, dan pada pembangunan sistem hukum nasional,
umumnya”
3. 3
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagai Sarjana Hukum yang Profesional
dan Kredibel
Tidak dipungkiri bahwa tertinggalnya pemikiran hukum bangsa Indonesia dipengaruhi oleh
kecenderungan sarjana hukum Indonesia masa kini yang berpikir secara terkotak-kotak terhadap
suatu masalah dan beranggapan penyelesaiannya ditinjau dari satu sudut pandang satu bidang
hukum saja. Cara berpikir monolitik seperti ini yang mengakibatkan pemikiran hukum bangsa
Indonesia semakin tertinggal. Permasalahan di era globalisasi adalah permasalahan kompleks
yang membutuhkan ketajaman analisa dari berbagai aspek ilmu (interdisipliner), sehingga
perancang peraturan perundang-undangan sebagai seorang sarjana hukum yang andal harus
mengasah wawasan dan pengetahuan untuk meningkatkan kreatifitas dalam menemukan solusi
bagi kendala yang dihadapi ketika proses penyusunan peraturan perundang-undangan.
Perkembangan ilmu yang bergerak linier dengan perkembangan masyarakat menuntut
perancang peraturan perundang-undangan sebagai seorang sarjana hukum untuk memiliki jalan
pemikiran baru yang inovatif dan futuristik/visioner beberapa langkah lebih maju dari sarjana ilmu
lain. Namun demikian, inovasi dan pola pikir modern tidak meninggalkan kearifan nilai primordial
seorang perancang peraturan sebagai sarjana hukum yang memiliki Wawasan Nusantara2[10]
dan Wawasan Kebangsaan3[11] yang merupakan hal fundamental dalam pembangunan Hukum
Nasional.
Masa depan adalah keberlanjutan saat ini. Masa depan bukanlah sesuatu yang sama
sekali baru, namun proses menghilangnya masa kini. Masa depan adalah ekor dari masa kini. Dan
ini adalah gelombang. Kita hidup di masa depan pada saat ini. Masa depan adalah proses matinya
saat ini. Menyikapi hal tersebut, seorang perancang peraturan sebagai sarjana hukum yang
profesional dan kredibel, idealnya menjunjung kejujuran guna menjaga kualitas obyektifitas dalam
keterlibatannya ketika penyusunan suatu peraturan yang secara langsung berkontribusi bagi
kebaikan dan kemaslahatan orang banyak.
B.Perancang Peraturan Perundang-undangan selaku Birokrat yang Menegakkan Hukum
Sebelum membahas lebih dalam, pada bagian kerangka konsep telah didefinisikan bahwa
Perancang Peraturan Perundang-Undangan adalah Pegawai Negeri Sipil (selnajutnya disingkat
menjadi PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melakukan kegiatan menyusun rancangan peraturan perundang-undangan
dan atau instrumen hukum lainnya pada instansi pemerintah, Berdasarkan definisi bahwa
perancang peraturan perundang-undangan adalah seorang PNS, maka perancang peraturan
perundang-undangan merupakan birokrat yang berperan selaku penegak hukum sesungguhnya.
Adalah hukum bagi seorang perancang peraturan untuk menegakkan asas-asas, dan prinsip-
prinsip dalam ilmu hukum ketika proses penyusunan peraturan perundang-undangan. Adalah
4. 4
hukum bagi perancang peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayaagunaan Aparatur
Negara Nomor 41/KEP/M.PAN/12/2000.
Keputusan Menteri Negara Pendayaagunaan Aparatur Negara Nomor
41/KEP/M.PAN/12/2000 tentang Jabatan Fungsional Perancang dan Angka Kreditnya
menetapkan bahwa Perancang Peraturan Perundang-undangan memiliki tugas pokok
menyiapkan, mengolah, dan merumuskan rancangan peraturan perundan-undangan dan
instrumen hukum lainnya. Agar dapat menjalankan tugas pokoknya tersebut dengan baik
sehingga diperoleh peraturan perundang-undangan yang baik, perancang peraturan perundang-
undangan harus memahami dengan baik apa yang menjadi kewajiban dan perannya. Kewajiban
yang harus dipenuhi oleh seorang perancang dalam setiap pembentukan peraturan
perundangundangan antara lain:
1. Memahami ketatanegaraan Indonesia, juga negara-negara lain.
2. Memahami sistem politik negara dan peta politik.
3. Memahami hukum pada umumnya.
4. Memahami Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan beserta Lampiran dan Peraturan Pelaksananya.
5. Memahami dengan cepat mengenai objek garapannya, termasuk bagaimana melakukan
harmonisasi dan sinkronisasi untuk menghasilkan konsepsi sesuai dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Memahami bahasa hukum dan peraturan perundang-undangan.
7. Memahami asas materi muatan.
8. Memahami materi muatan.
9. Memahami penormaan.
10. Memahami asas pembentukan dan tata urut peraturan perundang-undangan.
Selain kewajiban, seorang perancang peraturan perundang-undangan juga dituntut untuk
memahami dan melaksanakan perannya dengan baik. Peran Perancang Peraturan Perundang-
undangan adalah:
1. Menentukan pilihan-pilihan yang dikehendaki oleh penentu kebijakan.
2. Merumuskan substansi secara konsistens atau taat asas.
3.Merumuskan substansi yang tidak menimbulkan penafsiran (ambigu).
4. Merumuskan substansi yang adil, sepadan, atau tidak diskriminatif.
5. Menjamin bahwa peraturan yang dirancang dapat dilaksanakan dengan mudah oleh pelaksana.
6. Menjamin bahwa peraturan yang dirancang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan di atasnya atau melanggar kepentingan umum.
7. Menjamin bahwa peraturan yang dirancang dapat memecahkan masalah yang dihadapi oleh
penentu kebijakan.
8. Menjadi penengah dalam penyelesaian tumpang tindih kewenangan dan pengaturan dalam
pembahasan di tingkat antar departemen atau antar lembaga.
9. Melakukan negosiasi atau pendekatan-pendekatan psikologis terhadap penentu kebijakan demi
tercapainya tujuan yang diinginkan.4[13]
5. 5
Setiap perancang peraturan perundang-undangan harus memiliki pemahaman yang mendalam
dan mengimplementasikan kewajiban dan perannya guna peningkatan efesiensi dann konsistensi
birokrasi.
C. Peran Strategis Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembaharuan Sistem
Hukum Nasional
Sunaryati Hartono mengemukakan bahwa, penyusunan peraturan peraturan perundang-
undangan pada abad 21 merupakan pekerjaan jangka panjang yang jauh berbeda dengan proses
dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan di masa lalu, sebab sekarang
pembentukannya mengharuskan keterlibatan orang yang mempunyai:
a.Visi yang tepat tentang sejarah dan bangsa;
b.Tentang watak dan perilaku bangsa dan;
c.Tentang kekurangan dan kelebihan bangsa kita dibandingkan bangsa lain.5[14]
Mengacu pada point-point tersebut, selain yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya,
perancang peraturan perundang-undangan memilik peran yang krusial dan strategis. Pengakuan
atas peran tersebut melahirkan beberapa tanggung jawab yang besar. Totalitas dalam
melaksanakan tugas diharapkan kepada setiap perancang peraturan mengingat pekerjaannya
memiliki dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat. Misal, ketidakteltitian dalam merujuk
pasal ketika penyusunan, dapat membawa akibat hukum yang merugikan masyarakat, melukai
perasaan keadilan dan menimbulkan ketidak pastian hukum dan pada akhirnya dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung baik sebagian atau keseluruhan isi Pasal-Pasal
peraturan perundang-undangan tersebut.
Perancang peraturan perundang-undangan harus mampu melihat kemungkinan-
kemungkinan atau probalitas-probalitias dari kondisi terkini yang memproyeksikan kondisi masa
depan (futurologi). Dapat diambil contoh misalnya pada saat penyusunan Undang-Undang Dasar
tahun 1945 sesungguhnya perumusannya menjangkau jangka waktu yang begitu panjang untuk
membentuk dan pada akhirnya mencapai masyarakat Pancasila berdasarkan UUD 1945, dan bila
dicermati sesungguhnya semakin jelas bahwa kaidah-kaidah yang dituangkan ke dalam pasal-
pasal UUD 1945 bukanlah hukum positif yang berlaku ada saat itu.
Berbekal Wawasan Nusantara dan Wawasan Kebangsaan, perancang peaturan
perundang-undangan harus mampu mensinergikan kearifan lokal di setiap daerah yang menjadi
corak dan karakter peraturan daerah tanpa mengabaikan nilai-nilai fundamental dalam sistem
Hukum Nasional, serta melakukan perbandingan hukum dengan negara lain untuk menemukan
pola dan bentuk tertentu yang cocok diterapkan pada suatu pengaturan. Perancang Peraturan
Perundang-undangan harus bisa mempertanggungjawabkan kontribusinya baik secara moral dan
keilmuan produk perundang-undangan yang dihasilkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan
hukum yang muncul dan dihadapi oleh masyarakat. Dengan berpikir a contra rio, atas apa yang
dikemukakan Santos, bahwa ,
“Ketidakmampuan hukum dalam menyelesaikan masalah-masalah itu berkaitan dengan
ketidakseimbangan pilar penyangga modernisme. Pilar regulasi mengalami ketidakseimbangan
pada prinsip negara dan prinsip pasar dibandingkan dengan prinsip komunitas. Maka produk
perundang-undangan yang baik dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
6. 6
modernisme yang menciptakan keseimbangan pilar regulasi dan setara kedudukannya dengan
prinsip negara, prinsip pasar (ekonomi) dan prinsip komunitas (sosial-budaya) , tidak ada
kekuasaan yang mendominasi dan masyarakat tidak lagi menjadi korban dari kredo modernitas.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Perancang peraturan perundang-undangan memiliki peran strategis yakni:
1.Merumuskan substansi secara konsistens atau taat asas.
2.Merumuskan substansi yang tidak menimbulkan penafsiran (ambigu).
3.Merumuskan substansi yang adil, sepadan, atau tidak diskriminatif.
4.Menjamin bahwa peraturan yang dirancang dapat dilaksanakan dengan mudah oleh pelaksana.
5.Menjamin bahwa peraturan yang dirancang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan di atasnya atau melanggar kepentingan umum.
6.Menjamin bahwa peraturan yang dirancang dapat memecahkan masalah yang dihadapi oleh
penentu kebijakan.
7.Menjadi penengah dalam penyelesaian tumpang tindih kewenangan dan pengaturan dalam
pembahasan di tingkat antar departemen atau antar lembaga.
8.Melakukan negosiasi atau pendekatan-pendekatan psikologis terhadap penentu kebijakan demi
tercapainya tujuan yang diinginkan.