1. By :
Anneke Sherina.R 1701744
Fajar Muhammad.D 1705487
Ridwan R. Nasrulloh 1701813
Rizal Septiana 1702860
2. SEJARAH KAIN ULOS
Pada awalnya nenek moyang mereka mengandalkan sinar
matahari dan api sebagai tameng melawan rasa dingin. Masalah kecil
timbul ketika mereka menyadari bahwa matahari tidak bisa
diperintah sesuai dengan keinginan manusia. Pada siang hari awan
dan mendung sering kali bersikap tidak bersahabat. Sedang pada
malam hari rasa dingin semakin menjadi-jadi dan api sebagai pilihan
kedua ternyata tidak begitu praktis digunakan waktu tidur karena
resikonya tinggi.
Karena dipaksa oleh kebutuhan yang mendesak akhirnya
nenek moyang mereka berpikir keras mencari alternatif lain yang
lebih praktis. Maka lahirlah ulos sebagai produk budaya asli suku
Batak.
Pemakaian Ulos dahulu hanya digunakan untuk acara-acara
adat dan biasanya yang memakai Ulos ini antara lain para pemuka
adat seperti Datuak (penghulu atau kepala adat), Bundo Kanduang
(pemimpin wanita di Minang), raja-raja kecil di Sungai Pagu, Solok,
Jambu Lipo Punjung, Sawah Lunto dan Sijujung.
3. FILOSOFI KAIN ULOS
Mangulosi adalah suatu kegiatan adat yang sangat penting bagi
orang batak. Dalam setiap kegiatan seperti upacara pernikahan, kelahiran,
dan dukacita ulos selalu menjadi bagian adat yang selalu di ikut sertakan.
Menurut pemikiran moyang orang batak, salah satu unsur yang
memberikan kehidupan bagi tubuh manusia adalah “kehangatan”.
Mengingat orang-orang batak dahulu memilih hidup di dataran yang
tinggi sehingga memiliki temperatur yang dingin.
Ada 3 “sumber kehangatan” yang di yakini moyang orang batak
yaitu : matahari, api dan ulos. Matahari terbit dan terbenam dengan
sendirinya setiap saat. Api dapat di nyalakan setiap saat, namun tidak
praktis untuk di gunakan menghangatkan tubuh, misalnya besarnya api
harus di jaga setiap saat sehingga tidur pun terganggu. Namun tidak
begitu halnya dengan Ulos yang sangat praktis digunakan di mana saja
dan kapan saja. Ulos pun menjadi barang yang penting dan di butuhkan
semua orang kapan saja dan di mana saja.
4. Ulos atau sering juga disebut kain ulos adalah salah satu busana
khas Indonesia. Ulos secara turun temurun dikembangkan oleh
masyarakat Batak, Sumatera utara. Dari bahasa asalnya, ulos berarti kain.
Cara membuat ulos serupa dengan cara membuat songket khas
Palembang, yaitu menggunakan alat bukan mesin.
Secara harfiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan tubuh
dan melindunginya dari terpaan udara dingin. Menurut kepercayaan
leluhur suku Batak ada tiga sumber yang memberi panas kepada manusia,
yaitu matahari, api dan ulos. Dari ketiga sumber kehangatan tersebut ulos
dianggap paling nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari.
PENGERTIAN KAIN ULOS
5. PROSES PEMBUATAN KAIN ULOS
1. Pembuatan benang.
Proses pemintalan kapas sudah dikenal masyarakat batak
dulu yang disebut “mamipis” dengan alat yang dinamai “sorha”.
Sebelumnya hapas “dibebe” untuk mengembangkan dalam
mempermudah pemintal membentuk keseragaman ukuran. Seorang
memintal dan seorang memutar sorha.
2. Pewarnaan.
Ulos adalah sehelai kain an yang dirangkai menggunakan
motif khusus yang disebut “gatip” Ulos itu terbuat dari benang,
benang dipintal dari kapas. Benang awalnya berwarna putih, dan
untuk mendapatkan warna merah disebut “manubar” dan untuk
mendapatkan warna hitam disebut “mansop”. Bahan pewarna ulos
terbuat dari bahan daundaunan berbagai jenis yang dipermentasi
sehingga menjadi warna yang dikehendaki. Orang yang melakukan
pewarnaan benang ini disebut “parsigira”
3. Gatip.
Rangkaian grafis yang ditemukan dalam ulos diciptakan pada saat benang diuntai dengan ukuran standard.
Untaian ini disebut “humpalan”. Satuan jumlah penggunaan benang untuk bahan disebut “sanghumpal, dua humpal” dst.
Gatip dibuat sebelum pewarnaan dilakukan. Benang yang dikehendaki tetap berwarna putih, diikat dengan bahan pengikat
terdiri dari serat atau daun serai.
6. 4. Uanggas
Uanggas adalah proses pencerahan benang. Pada
umumnya benang yang selesai ditubar atau disop, warnanya
agak kusam. Benang ini diunggas untuk lebih memberikan
kesan lebih cemerlang.
Benang dilumuri dengan nasi yang dilumerkan
kemudian digosok dengan kuas bulat dari ijuk. Nasi yang
dilumerkan itu biasanta disebut “indahan ni bonang”. Benang
yang sudah diunggas sifatnya agak kenyal dan semakin terurai
setelah dijemur dibawah sinar matahari terik.
5. Ani
Benang yang sudah selesai diunggas selanjutnya
memasuki proses penguntaian yang disebut “mangani”. Namun
untuk mempermudah mangani, benang sebelumnya “dihuhul”
digulung dalam bentuk bola. Alat yang dibutuhkan adalah
“anian” yang terditi dari sepotong balok kayu yang diatasnya
ditancapkan tongkat pendek sesuai ukuran ulos yang
dikehendaki. Dalam proses ini, kepiawaian pangani sangat
menentukan keindahan ulos sesuai ukuran dan perhitungan
jumlah untaian benang menurut komposisi warna.
6. Tonun
Tonun adalah proses pembentukan benang
yang sudah “diani” menjadi sehelai ulos. Mereka ini yang
lajim disebut “partonun”.
7. Sirat
Proses terakhir menjadikan ulos yang utuh
adalah “manirat”. Orang yang melakukan pekerjaan ini
disebut “panirat”. Sirat adalah hiasan pengikat rambu
ulos. Biasanya dibentuk dengan motif gorga.
7. JENIS MOTIF DAN FUNGSI KAIN ULOS
Ulos Mangiring
Digunakan sebagai selendang, ulos manggiring biasa dijadikan sebagai
pemberian kepada anak pertama yang baru lahir agar kelak bisa membimbing adik-
adiknya. Terkadang ulos ini juga digunakan sebagai parompa atau alat untuk
menggendong anak.
Ulos Bintang Maratur
Ulos bintang maratur memiliki fungsi yang hampir sama dengan ulos
manggiring, namun ulos bintang maratur lebih sering digunakan pada acara-acara
perayaan kegembiraan.
Ulos Ragi Hotang
Ulos ragi hotang sering digunakan saat ritual pernikahan adat Batak. Ulos ini
merupakan perwujudan bahwa orang tua pihak perempuan merestui pernikahan anaknya
8. Ulos Ragi Huting
Ulos yang sekarang sudah jarang ditemukan ini pada zaman dahulu
merupakan kain yang dipakai oleh para gadis Batak di bagian dada, menunjukkan
bahwa gadis tersebut adalah gadis Batak yang patuh akan adat istiadat.
Ulos Sibolang Rasa Pamontari
Ulos ini dipergunakan sebagai bentuk rasa duka, seperti pada orang tua yang
telah meninggal sebelum memiliki cucu atau anak, atau pada janda/duda yang telah
kehilangan pasangan karena meninggal.
Ulos Sitolu Tuho
Digunakan sebagai tali-tali (ikat kepala) atau selendang oleh perempuan Batak.