1. Agama Hindu masuk Bali pada abad ke-8 SM dari Jawa Barat dan Timur. Ditemukannya prasasti berbahasa Sanskerta di Pejeng menunjukkan pengaruh Hindu.
2. Zaman keemasan agama Hindu di Bali terjadi pada abad ke-10 di bawah pemerintahan Raja Dharma Udayana Varmadeva dan Gunapriyadharmapatni.
3. Periode Bali Kuno berakhir dengan penaklukan Raja Astasura-ratnabhumi
3. Masuknya agama Hindu ke Bali
dipengaruhi oleh Jawa Barat dan Jawa
Timur sekitar abad ke 8 SM. Dengan
ditemukannya fragmen-fragmen
prasasti berbahasa Sanskerta di Pejeng.
Pada baris pertama dari dalam
prasasti itu menyebutkan kata
“Sivas.......ddh.......” yang diduga ketika
utuh berbunyi: “Siva Siddhanta”.
4. Agama Hindu mengalami masa kejayaan
pada abad ke 10 dengan ditandai oleh
berkuasanya raja suami istri Dharma
Udayana Varmadeva dan
Gunapriyadharmapatni.
Pada masa pemerintahan raja ini terjadi
proses Jawanisasi di Bali
Masa Bali Kuno ini berakhir dengan
pemerintahan raja Astasura-ratnabhumibanten
yang ditundukkan oleh ekspedisi Majapahit
dibawah pimpinan mahapatih Gajah Mada.
5. Pada saat Senapati I Kuturan dijabat oleh
Mpu Rajakerta seluruh sekta
dikristalisasikan dalam pemujaan kepada
Tri Murti
Ketika Bali memasuki abad pertengahan
(abad 14 sampai dengan 19 Masehi), di
bawah hegemoni Majapahit, maka
kehidupan dan tradisi Majapahit ditransfer
ke Bali.
6. Bukti lain ditemukannya arca Siva di
pura Putra Bhatara Desa di desa
Bedaulu, Gianyar. Arca ini memilliki
type yang sama dengan arca-arca Siva
di Candi Dieng.
Sekitar abad ke-13 Masehi. Di Bali
berkembang pula sekta Bhairava
dengan peninggalan berupa arca-arca
Bhairava di pura Kebo Edan Pejeng.
7. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan
muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha
di Singaraja, Sara Poestaka tahun 1923 di
Ubud Gianyar, Surya kanta tahun 1925 di
Singaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa
Durga Gama Hindu Dan pada tahun 1964 (7
s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha
Hindu Bali dengan menetapkan Majelis
keagamaan bernama Parisada Hindu Bali ,
yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu
Dharma Indonesia. BACK
8. 1. Danghyang Markandeya
Beliau mengajarkan Siwa Sidhanta kepada
para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya
sewana, Bebali (Banten), dan Pecaruan.
Karena semua ritual menggunakan banten
atau bebali maka ketika itu agama ini
dinamakan Agama Bali. Daerah tempat
tinggal beliau dinamakan Bali.
9. Jadi yang bernama Bali mula-mula
hanya daerah Taro saja, namun
kemudian pulau ini dinamakan Bali
karena penduduk di seluruh pulau
melaksanakan ajaran Siwa Sidanta
menurut petunjuk-petunjuk Danghyang
Markandeya yang menggunakan bebali
atau banten.
10. beliau juga membangun pura-pura Sad
Kahyangan lainnya yaitu : Batur,
Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan
Lempuyang.
Oleh karena itu beliau menetapkan bahwa
warna merah sebagai simbol matahari dan
warna putih sebagai simbol bulan
digunakan dalam hiasan di Pura antara lain
berupa ider-ider, lelontek, dll.
11. 1.sekte Pasupata,
2.Bhairawa, ke-11 datanglah ke Bali
Pada abad
3.Siwa Shidanta,
seorang Brahmana dari Majapahit yang
4.Waisnawa,
berperan sangat besar pada kemajuan
5.Bodha,
6.Brahma,
Agama Hindu di Bali.
7.Resi,
8.Sora sembilan sekte yang pernah
Ada dan
9.Ganapatya.
berkembang pada masa Bali Kuno
antara lain :
12. Masing-masing sekte memuja Dewa-Dewa
tertentu sebagai istadewatanya atau sebagai
Dewa Utamanya dengan Nyasa (simbol)
tertentu serta berkeyakinan bahwa
istadewatalah yang paling utama sedangkan
yang lainnya dianggap lebih rendah.
13. Akibat yang bersifat negative ini bukan saja
menimpa desa bersangkutan, tetapi meluas
sampai pada pemerintahan kerajaan
sehingga roda pemerintahan menjadi kurang
lancar dan terganggu.
Dalam kondisi seperti itu, Raja Gunaprya
Dharmapatni/Udayana Warmadewa perlu
mendatangkan rohaniawan dari Jawa Timur
oleh Gunaprya Dharmapatni sudah dikenal
sejak dahulu semasih beliau ada di Jawa
Timur.
14. Oleh karena itu Raja Gunaprya
Dharmapatni mendatangkan 4 orang
Brahmana bersaudara yaitu:
-dari sekte Ciwa
a. Mpu Semeru -penganut aliran
Gnanapatya.
b. Mpu Ghana - pemeluk agama
c.Mpu Kuturan Budha dari aliran
Mahayana
d. Mpu Gnijaya - pemeluk
Brahmaisme
15. Pada akhir abad ke – 15, kerajaan
Majapahit mengalami keruntuhan.
Selain disebabkan
perang saudara (Perang Paregreg).
Selain itu, adanya
serangan dari Kerajaan Demak yang
beragama Islam. Akibat dari hal
tersebut, akhirnya penduduk beralih
keyakinan ke Agama Islam.
16. Orang – orang Majapahit yang tidak
mau beralih agama dari Hindu ke
Islam akhirnya memilih meninggalkan
Majapahit. Mereka memilih tinggal di
daerah Pasuruan, Blambangan,
Banyuwangi, dimana sebagian besar
masyarakatnya masih memeluk agama
Hindu
17. Selain itu beberapa diantara mereka bahkan
menetap di daerah pegunungan, seperti :
Pegunungan
Tengger, Bromo,
Kelud, Gunung
Raung (Semeru).
18. Sedangkan beberapa dari mereka
yang masih tergolong arya dan
para rohaniawan memilih untuk
pergi ke Bali, hal itu disebabkan
karena saat itu di Bali pengaruh
Agama Hindu masih sangat kuat.
19. Danghyang Nirartha datang ke
Bali pada tahun 1489 M
Danghyang Nirartha datang
ke Bali dalam rangka
dharmayatra, akan tetapi
dharmayatranya tidak akan
pernah kembali lagi ke
Jawa.
20. Ini terbukti dari pengikut –
pengikutnya, yaitu orang –
orang Sasak di Pulau Lombok
yang mempelajari Islam dengan
sebutan Islam Telu (Islam Tiga).
21. Terlepasdari hal tersebut, Danghyang
Nirartha adalah penganut Agama
Hindu yang sempurna. Seperti para
leluhurnya, Danghyang Nirartha
memeluk Agama Siwa, yang lebih
condong ke Tantrayana. Agama Siwa
yang diajarkan oleh Danghyang
Nirartha adalah Siwa Sidhanta, dengan
menempatkan Tri Purusa, yaitu
Paramasiwa, Sadasiwa, dan
Siwa
22. Untuk itu, dibuatkanlah pelinggih
khusus yakni Padmasana, dari sinilah
Sadasiwa atau Tuhan Yang Maha
Esa,Yang Maha Kuasa, Yang Maha
Ada, yang bersifat absolut, dan dipuja
oleh semuanya. Oleh karena itu, setiap
pura harus memiliki pelinggih
Padmasana.
23. Pada waktu melakukan
Pura Rambutke Bali dari Daha,
Dharmayatra siwi,
PuraTimur. Danghyang Nirartha
Jawa Melanting,
Pura Er Jeruk, Pura – Pura
banyak mendirikan
Pura Petitenget
terutama di daerah selatan pulau
dan lain-lain
Bali, seperti :.
24. Danghyang Nirartha menetap di Desa
Mas. disini Danghyang Nirartha
menikahi anak bendesa Mas.
Dari pernikahan ini Danghyang
Nirartha memiliki putra :
Ida Timbul, Ida Alngkajeng, Ida
Penarukan, dan Ida Sigaran.
25. Ada dua Bhisama dari danghyang
nirarta kepada seluruh
keturunannya, yaitu;
1. Seluruh keturunannya tidak
diperkenankan menyembah
pratima (arca – arca perwujudan).
2. Seluruh keturunanya tidak
diperkenankan sembahyang di
Pura yang tidak memakai atau tidak
ada pelinggih Padmasana.
26. Dalam hal keyakinan (Agama Hindu)
dapat dilihat peninggalannya berupa
padmasana.
namun Danghyang Nirarhta
mengagungkan Sadasiwa, sebagai
manifestasi Tuhan Yang Maha Esa,
yang Maha Segalanya dan hampir di
semua pura di Bali saat ini terdapat
pelinggih padmasana untuk
mengagungkan Tuhan Yang Maha
Esa.
27. Hingga saat ini, peninggalan
Danghyang Nirartha masih daat di
lihat, seperti pura – pura di Bali
yang dikenal dengan nama Pura
Dang Kahyangan.
28. KESIMPULAN
Keemasan masa Majapahit merupakan
masa gemilang kehidupan dan perkembangan
Agama Hindu.
Kehidupan agama Hindu di Bali sudah
berkembang sejak lama dan karateristik Hindu
Dharma yang universal sejak awalnya tetap
dipertahankan dan diaplikasikan dalam
kehidupan nyata yang dikenal di Bali dengan
ajaran Tri Hita Karana, yakni hubungan yang
harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa,
dengan sesama dan dengan bumi serta
lingkungannya.
Selesai