SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  18
Télécharger pour lire hors ligne
1
BAHAN AJAR
PPEENNAANNGGAANNAANN PPEERRTTAAMMAA
TTIINNDDAAKK PPIIDDAANNAA KKEEHHUUTTAANNAANN
DDIIKKLLAATT PPEEMMBBEENNTTUUKKAANN PPOOLLHHUUTT
AANNGGKKAATTAANN XXXXXXII
TTAAHHUUNN 22001122
OOlleehh ::
SSuuddiirrmmaann SSuullttaann,, SSPP..,, MMPP..
KKEEMMEENNTTEERRIIAANN KKEEHHUUTTAANNAANN
BBAADDAANN PPEENNYYUULLUUHHAANN DDAANN PPEENNGGEEMMBBAANNGGAANN
SSDDMM
PPUUSSAATT PPEENNDDIIDDIIKKAANN DDAANN PPEELLAATTIIHHAANN
KKEEHHUUTTAANNAANN
BBAALLAAII DDIIKKLLAATT KKEEHHUUTTAANNAANN
MMAAKKAASSSSAARR
22001122
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gangguan hutan dari tahun ke tahun cenderung semakin
meningkat, baik terhadap kawasan maupun terhadap hasil hutan, terjadi
karena berbagai macam faktor penyebab.
Banyak kasus-kasus gangguan keamanan hutan yang telah
ditemukan oleh Polisi Kehutanan, namun kasus itu tidak bisa
dilllanjutkan ke proses penyidikan karena tidak cukupnya bukti. Bukti
permulaan yang cukup sangat ditentukan oleh baik tidaknya hasil
pengolahan barang bukti di tempat kejadian perkara.
Untuk dapat mengatasi hal-hal tersebut di atas, maka perlu polisi
kehutanan perlu dibekali materi penanganan pertama tindak pidana
kehutanan. Sehingga diharapkan setiap kasus gangguan keamanan
hutan yang ditemukan memenuhi syarat bukti permulaan yang cukup
untuk dilanjutkan ke proses penyidikan.
B. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu
melaksanakan penanganan pertama tindak pidana kehutanan.
C. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta dapat :
1. Menjelaskan pengertian dan modus operandi tindak pidana
kehutanan.
2. Menjelaskan cara penanganan tindak pidana dalam hal tertangkap
tangan.
3. Menjelaskan cara penanganan tindak pidana diluar hal tertangkap
tangan.
3
BAB II
KONSEP DASAR TINDAK PIDANA KEHUTANAN
A. Pengertian Tindak Pidana Kehutanan
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dengan
hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat
dalam Wvs Belanda, dengan demikian juga Wvs Hindia Belanda
(KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud
dengan strafbaar feit itu. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha
memberikan arti dan isi dari istilah itu, sayangnya sampai kini belum ada
keseragaman pendapat.
Para pakar hukum pidana memberikan defenisi sraftbaar feit
sebagai berikut :
1. Vas : menyatakan bahwa delik adalah feit yang dinyatakan dapat
dihukum berdasarkan undang-undang.
2. Van Hamel : menyatakan bahwa delik adalah suatu serangan atau
ancaman terhadap hak-hak orang lain.
3. Simons : menyatakan bahwa delik adalah suatu tindakan melawan
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang
tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkian dan oleh
undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang
dapat dihukum. Hal ini karena :
a. Untuk adanya delik syaratnya harus terdapat suatu tindakan yang
dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana
pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban tersebut telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
b. Agar suatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut
harus memenuhi semua unsur dalam delik sebagaimana yang
dirumuskan dalam undang-undang.
c. Setiap delik sebagai pelanggaran terhadap larangan atau
kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakekatnya
merupakan suatu tindakan melawan hukum.
4
d. Didalam Ilmu pidana ada yang disebut dengan delik formil dan
delik materil, adapun yang dimaksud delik formil adalah delik yang
perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, sedangkan
delik materil adalah delik yang perumusannya menitik beratkan
pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh
undang-undang.
Sampai saat ini masih ditemukan adanya perbedaan pendapat
mengenai ajaran sifat melawan hukum dalam kajian hukum pidana
antara sifat melawan hukum formil (formiele wederrechtelijkheid) dan
melawan hukum materil ("materiele wederrechtelijkheid).
1. Sifat melawan hukum formiil. Suatu perbuatan dikatakan melawan
hukum secara formil adalah apabila perbuatan itu bertentangan
dengan ketentuan undang-undang (hukum tertulis). Artinya suatu
perbuatan bersifat melawan hukum adalah apabila telah dipenuhi
semua unsur yang disebut di dalam rumusan delik. Dengan demikian,
jika semua unsur tersebut telah terpenuhi, maka tidak perlu lagi
diselidiki apakah perbuatan itu menurut masyarakat dirasakan
sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan.
D. Schaffmeister mengemukakan bahwa sifat melawan hukum dalam
arti formil bermakna bahwa suatu perbuatan telah memenuhi semua
rumusan delik dari undang-undang. Dengan kata lain terdapatnya
melawan hukum secara formil apabila semua bagian yang tertulis
dari rumusan suatu tindak pidana itu telah terpenuhi.
2. Sifat melawan hukum materil. Melawan hukum secara materil, yaitu
perbuatan melawan hukum tidaklah hanya sekedar bertentangan
dengan ketentuan hukum tertulis saja. Di samping memenuhi syarat-
syarat formil, yaitu memenuhi semua unsur yang disebut dalam
rumusan delik, perbuatan haruslah benar-benar dirasakan
masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut
dilakukan. Dengan demikian suatu perbuatan dikatakan sebagai
melawan hukum adalah apabila perbuatan tersebut dipandang
tercela dalam suatu masyarakat.
5
Ukuran untuk mengatakan suatu perbuatan melawan hukum secara
materil sebagaimana dikatakan Loebby Logman, bukan didasarkan
pada ada atau tidaknya ketentuan dalam suatu undang-undang, akan
tetapi ditinjau dari nilai yang ada dalam masyarakat. Pandangan yang
menitik beratkan melawan hukum secara formil cenderung
melihatnya dari sisi objek atau perbuatan pelaku. Artinya, apabila
perbuatannya telah cocok dengan rumusan tindak pidana yang
didakwakan, maka tidaklah perlu diuji apakah perbuatan itu melawan
hukum secara materil atau tidak.
Fungsi positif dari ajaran melawan hukum formil ini tidak mungkin
dilakukan mengingat Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang memuat asas
legalitas. Banyak pakar sepakat bahwa dalam sistem hukum pidana
Indonesia, penerapan ajaran melawan hukum materil ini dalam fungsi
yang negatif, yaitu dalam hal pertanggung jawaban pidana.
Seseorang bisa saja dilepaskan dari tuntutan pidana apabila
perbuatannya tidak melawan hukum secara materil. Dengan kata
lain, fungsi negatif dari ajaran melawan hukum materill ini digunakan
sebagai alasan pembenar.
Sedangkan tindak pidana kehutanan/illegal logging menurut
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dirumuskan
dalam Pasal 50 dan ketentuan pidana diatur dalam Pasal 78. Yang
menjadi dasar adanya perbuatan illegal logging adalah karena adanya
kerusakan hutan.
B. Modus Operandi Tindak Pidana Kehutanan
Modus operandi tindak pidana kehutanan bila secara umum
dikaitkan dengan unsur-unsur tindak pidana umum dalam KUHP,
dapat dikelompokan ke dalam beberapa bentuk yaitu :
1. Pengrusakan (Pasal 406 sampai dengan pasal 412).
Unsur pengrusakan terhadap hutan dalam kejahatan illegal
logging berangkat dari pemikiran tentang konsep perizinan dalam
sistem pengeloalaan hutan yang mengandung fungsi
pengendalian dan pengawasan terhadap hutan untuk tetap
menjamin kelestarian fungsi hutan. Illegal logging pada
6
hakekatnya merupakan kegiatan yang menyalahi ketentuan
perizinan yang ada baik tidak memiliki izin secara resmi maupun
yang memiliki izin namun melanggar dari ketentuan yang ada dalam
perizinan itu seperti over atau penebangan diluar areal konsesi
yang dimiliki.
2. Pencurian (pasal 362 KUHP).
Kegiatan penebangan kayu dilakukan dengan sengaja dan tujuan
dari kegiatan itu adalah untuk mengambil manfaat dari hasil
hutan berupa kayu tersebut (untuk dimiliki). Akan tetapi ada
ketentuan hukum yang mangatur tentang hak dan kewajiban
dalam pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, sehingga kegiatan
yang bertentangan dengan ketentuan itu berarti kegiatan yang
melawan hukum. Artinya menebang kayu di dalam areal hutan yang
bukan menjadi haknya menurut hukum.
3. Penyelundupan. Hingga saat ini, belum ada peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang
penyelundupan kayu, bahkan dalam KUHP yang merupakan
ketentuan umum terhadap tindak pidana pun belum mengatur
tentang penyelundupan. Selama ini kegiatan penyelundupan
sering hanya dipersamakan dengan delik pencurian oleh karena
memiliki persamaan unsur yaitu tanpa hak mengambil barang
milik orang lain. Berdasarkan pemahaman tersebut, kegiatan
penyelundupan kayu (peredaran kayu secara illegal) menjadi bagian
dari kejahatan illegal logging dan merupakan perbuatan yang dapat
dipidana. Namun demikian, Pasal 50 (3) huruf f dan h UU No.
41 Tahun 1999, yang mengatur tentang membeli, menjual dan
atau mengangkut hasil hutan yang dipungut secara tidak sah dapat
diinterpretasikan sebagai suatu perbuatan penyelundupan kayu.
Akan tetapi ketentuan tersebut tidak jelas mengatur siapa pelaku
kejahatan tersebut. Apakah pengangkut/sopir/nahkoda kapal atau
pemilik kayu. Untuk tidak menimbulkan kontra interpretasi maka
unsur-unsur tentang penyelundupan ini perlu diatur tersendiri
dalam perundang-undangan tentang ketentuan pidana kehutanan.
7
4. Pemalsuan (pasal 261-276 KUHP). Pemalsuan surat atau pembuatan
surat palsu menurut penjelasan Pasal 263 KUHP adalah membuat
surat yang isinya bukan semestinya atau membuat surat
sedemikian rupa, sehingga menunjukkan seperti aslinya. Surat
dalam hal ini adalah yang dapat menerbitkan : suatu hal, suatu
perjanjian, pembebasan utang dan surat yang dapat dipakai
sebagai suatu keterangan perbuatan atau peristiwa. Ancaman
pidana terhadap pemalsuan surat menurut pasal 263 KUHP ini
adalah penjara paling lama 6 tahun, dan Pasal 264 paling lama 8
tahun. Dalam praktik-praktik kejahatan illegal logging, salah satu
modus operandi yang sering digunakan oleh pelaku dalan melakukan
kegiatannya adalah pemalsuan Surat Keterangan Sahnya Hasil
Hutan (SKSHH), pemalsuan tanda tangan, pembuatan stempel
palsu, dan keterangan Palsu dalam SKSHH. Modus operandi ini
belum diatur secara tegas dalam Undang-undang kehutanan.
5. Penggelapan (pasal 372 - 377KUHP).Kejahatan illegal logging
antara lain : seperti over cutting yaitu penebangan di luar areal
konsesi yang dimiliki, penebangan yang melebihi target kuota yang
ada (over capsity), dan melakukan penebangan sistem terbang
habis sedangkan ijin yang dimiliki adalah sistem terbang pilih,
mencantuman data jumlah kayu dalam SKSH yang lebih kecil dari
jumlah yang sebenarnya.
6. Penadahan (pasal 480 KUHP). Dalam KUHP penadahan yang kata
dasarnya tadah adalah sebutan lain dari perbuatan persengkokolan
atau sengkongkol atau pertolongan jahat. Penadahan dalam
bahasa asingnya “heling” (Penjelasan Pasal 480 KUHP). Lebih
lanjut dijelaskan oleh R. Soesilo10, bahwa perbuatan itu dibagi
menjadi, perbuatan membeli atau menyewa barang yang
dietahui atau patut diduga hasil dari kejahatan, dan perbuatan
menjual, menukar atau menggadaikan barang yang diketahui
atau patut diduga dari hasil kejahatan. Ancaman pidana dalam
Pasal 480 itu adalah paling lama 4 tahun atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 900 (sembilan ratus rupiah). Modus ini banyak
8
dilakukan dalam transaksi perdagangan kayu illegal baik di
dalam maupun diluar negeri, bahkan terdapat kayu-kayu hasil
illegal logging yang nyata-nyata diketahui oleh pelaku baik
penjual maupun pembeli. Modus inipun telah diatur dalam Pasal 50
ayat (3) huruf f UU No. 41 Tahun 1999.
C. Jenis-Jenis Tindak Pidana Kehutanan
Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan adalah :
Pasal 50 ayat (1)
Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan
hutan.
Pasal 50 ayat (2)
Setiap orang yang diberikan izin pemanfaatan kawasan izin usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu
dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan
kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan
Pasal 78 ayat (1)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) atau pasal 50 ayat (2) diancam
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah)
Perumusan “ Setiap orang “ mengandung maksud setiap orang
adalah subjek hukum baik orang pribadi, badan hukum, maupun badan
usaha. Yang dimaksud dengan badan hukum atau badan usaha dalam
pasal tersebut antara lain Perseroan Terbatas (PT), perseroan
comanditer (Comanditer vennotschaap-CV), firma, koperasi, dan
sejenisnya (penjelasan Pasal 78 ayat (14)).
Pasal 50 ayat (3)
Setiap orang dilarang :
a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan
hutan secara tidak sah ;
b. merambah kawasan hutan ;
9
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius
atau jarak sampai dengan :
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai
didaerah rawa.
3. 100 (seratus meter) dari tepi kiri kanan sungai
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan dari tepi jurang
5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang
6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang
terendah dari tepi pantai.
Pasal 78 ayat (2)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah).
Pasal 50 ayat (3) huruf d : Membakar hutan
Pasal 78 ayat (3)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan ini diancam dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah)
Pasal 78 ayat (4)
Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan ini diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.500.000.000 (satu milyar lima ratus ribu rupiah).
Penjelasan pasal 78 ayat (3) terhadap tindak pidana yang dilakukan
dengan sengaja maka selain pidana penjara dan denda dapat juga
dikenakan pidana tambahan.
Berdasarkan ketentuan tersebut terhadap “kesengajaan “ dan “kelalaian”
terdapat perbedaan ancaman pidana dimana unsur adanya kesengajaan
ancaman pidananya lebih berat dari pada unsur kelalaian.
Pasal 50 ayat 3 huruf e
Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam
hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
10
Pasal 50 ayat (3) huruf f
Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga
berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
Pasal 78 ayat (5)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat 93) huruf e atau huruf f dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh ) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000 (lima milyar rupiah).
Pasal 50 ayat (3) huruf g
Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau ekspolitasi bahan tambang
didalam kawasan hutan tanpa izin dari Menteri .
Pasal 78 ayat (6)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 38 ayat (4) atau pasal 50 ayat (3) hurf g ini
diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima millar rupiah).
Pasal 50 ayat (3) huruf h
Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi
bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan
Pasal 78 ayat (7)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 50 ayat (3) huruf h diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima ) tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).
Yang dimaksud dengan “dilengkapi bersama-sama”adalah bahwa setiap
pengangkutan, penguasaan, atau pemilikan hasil hutan, pada waktu dan
tempat yang sama, harus disertai dan dilengkapi surat-surat yang sah
sebagai bukti. Apabila ada perbedaan antara isi keterangan dokumen
sahnya hasil hutan tersebut dengan keadaan fisik baik jenis, jumlah,
maupun volumenya, maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak
mempunyai surat-surat sah sebagai bukti.
11
Pasal 50 ayat (3 ) huruf i
Mengembalakan ternak dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara
khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang
Pasal 78 ayat (8)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp.
10.000.000 (sepuluh juta rupiah)
Pasal 50 ayat (3) huruf j
Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut
diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan
hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
Pasal 78 ayat (9)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf j diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000 (lima milyar rupiah).
Yang dimaksud dengan alat-alat berat untuk mengangkut, antara lain
berupa, traktor, bulldozer, truck, trailer, crane, tongkang, perahu klotok,
helicopter, jeep, tugboat, dan kapal.
Pasal 50 ayat (3) huruf k
Membawa alat-alat yang lazim digunakan menebang memotong atau
membelah pohon di dalam awasan hutan tanpa izin pejabat berwenang.
Pasal 78 ayat (10)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf k diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
Tidak termasuk dalam ketentuan ini adalah masyarakat yang membawa
alat-alat seperti parang, mandau, golok, atau yang sejenis lainnya,
sesuai dengan tradisi budaya serta karakteristik daerah setempat.
12
Pasal 50 ayat (3) huruf l
Membuang benda-benda yang dapat nemenyebabkan kebakaran dan
kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungís
hutan kedalam kawan hutan .
Pasal 78 ayat (11)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf l diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000 (satu milyar rupiah)
Pasal 50 ayat (3) huruf m
Mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan
satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang berasal dari kawasan
hutan tanpa izan dari pejabat yang berwenang
Pasal 78 ayat (12)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m diancam dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu)tahun dan denda paling banyak Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 78 ayat (13)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10) dan ayat (11)
adalah kejahatan, dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) dan ayat (12) adalah pelanggaran ;
Pasal 78 ayat (14)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) , ayat (2)
dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum
atau badan usa, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap
pengurusnya bak sendiri-sendiri maupun bersama-sama dikenakan
pidana sesuai dengan encaman pidana masing-masing ditambah 1/3
(sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.
Pasal 78 ayat (15)
Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-
alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan
13
kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
dirampas untuk negara.
D. Unsur-Unsur Tindak Pidana Kehutanan
Dapat tidaknya suatu perbuatan pidana dihukum sangat
tergantung pada terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana itu sendiri.
Unsur-unsur tindak pidana ini terbagi atas dua macam yaitu unsur
subjektif dan unsur objektif.
Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur subjektif adalah :
1. Kesengajaan (dolus). Dalam doktrin hukum pidana, dikenal ada tiga
bentuk kesengajaan yaitu :
a. kesengajaan sebagai maksud/tujuan (opzet als oogmerk)
b. kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn)
c. kesengajaan sebagai kemungkinan (opzet bij
mogelijkheidsbewustzijn) disebut juga dengan dolus eventualis
2. Kelalaian (culpa). Kalau dilihat dalam undang-undang tidak
disebutkan arti dari kealpaan, dalam Ilmu pengetahuan hukum pidana
kealpaan mempunyai ciri-ciri yaitu :
a. Sengaja melakukan suatu tindakan yang ternyata salah, karena
menggunakan ingatan/otaknya secara salah, seharusnya ia
menggunakan ingatan dengan benar, tetapi tidak digunakan,
dengan kata lain ia telah melakukan tindakan dengan kurang
kewaspadaan yang diperlukan atau tidak berhati-hati.
b. Pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terjadi, tetapi
merasa dapat mencegahnya, sekiranya akibatnya dapat terjadi,
tetapi ia lebih suka untuk tidak melakukan tindakan yang akan
menimbulkan akibat itu, tetapi tidak ia lakukan sehingga
merugikan orang lain.
c. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 KUHP.
d. Macam-macam maksud atau Oogmeek yang terdapat dalam
kejahatan pencurian, penipuan, perampasan, dan lain-lain.
e. Merencanakan lebih dahulu seperti pada pembunuhan berencana
14
f. Perasaan takut seperti yang terdapat dalam pasal 308 KUHP.
Sedangkan yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur
yang terdapat diluar diri sipelaku. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak
pidana itu adalah :
1. Perbuatan yang melanggar hukum
2. Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut dapat
membahayakan kepentingan orang lain
3. Keadaan-keadaan tertentu
4. Kausalitas atau hubungan sebab-akibat
Untuk itu unsur yang harus terpenuhi untuk dikatakan telah terjadi
tindak pidana Kehutanan menurut UU No. 41 Tahun 1999 adalah
sebagaimana termaksud dalam pasal 50 dan pasal 78, yaitu :
1. Setiap orang pribadi maupun badan hukum dan atau badan usaha ;
2. Melakukan perbuatan yang dilarang baik karena sengaja maupun
karena kealpaannya ;
3. Menimbulkan kerusakan hutan, dengan cara-cara yakni : Merusak
prasarana dan sarana perlindungan hutan, Kegiatan yang keluar dari
ketentuan perizinan sehingga merusak hutan.
4. Melanggar batas-batas tepi sungai, jurang, dan pantai yang
ditentukan Undang-undang.
5. Menebang pohon tanpa izin.
6. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut
diduga sebagai hasil hutan illegal. Mengangkut, menguasai atau
memiliki hasil hutan tanpa SKSHH.
7. Membawa alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan
tanpa izin. Disamping ketentuan pidana sebagaimana disebutkan
dalam rumusan pasal 78, kepada pelaku dikenakan pula pidana
tambahan berupa ganti rugi dan sanksi administratif berdasarkan
pasal 80.
15
BAB III
PENANGANAN PERTAMA TINDAK PIDANA KEHUTANAN
Apabila seorang Polhut mengetahui adanya tindak pidana
kehutanan (kejahatan atau pelanggaran), maka hendaklah segera
bertindak atau melakukan penanganan pertama dalam bentuk
pemeriksaan pendahuluan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Hal ini
sangat penting untuk menemukan/mencari kebenaran materiil, yakni
untuk menetapkan perbuatan apa yang telah terjadi dan siapa
pelakunya.
TKP tidak boleh diubah, serta sekitarnya harus dijaga dan diberi
palang perintang untuk pengamanan, agar bekas-bekas yang ada
jangan sampai rusak, hilang atau berubah yang akan menyulitkan dalam
pengusutan perkara tersebut. Apabila bekas hilang atau berubah atau
bertambah, maka akan menyulitkan dalam proses penyidikan
selanjutnya.
A. Tertangkap Tangan
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah
beberapa saat tindak pidana itu dilaksanakan atau sesaat kemudian
diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau
apabila sesaat kemudian padanya ditemukan barang bukti hasil
kejahatan, benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana itu, yang menunjukkan bahwa ia adalah
pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak
pidana itu.
Penanganan pertama yang dilakukan oleh Polhut apabila
menemukan suatu tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan
adalah :
1. Mengamankan TKP dan melarang orang-orang yang dianggap perlu
untuk tidak meninggalkan tempat sebelum pemeriksaan di TKP
selesai.
16
2. Jika di TKP ditemukan tersangka, maka tersangkanya diamankan
terlebih dahulu. Jika tersangka tidak ada di TKP dan diduga masih
ada di dekat TKP, maka anggota laiinya harus segera mencari dan
menangkapnya, sedangkan TKP harus dijaga oleh personil lainnya.
3. Melakukan pemeriksaan TKP :
- Mencatat waktu kedatangan dan cuaca di TKP.
- Melakukan pengamatan umum situasi TKP.
- Mengamankan TKP dengan melakukan penutupan TKP.
- Pertahankan situasi TKP sebagaimana aslinya.
- Pemotretan TKP
- Mencatat batas-batas TKP (ambil titik koordinat)
- Mencatat situasi TKP
- Mencatat identitas pelaku
- Mencatat jenis dan jumlah barang bukti
4. Membuat Sketsa Lokasi TKP.
5. Membuat Berita Acara Pemeriksaan TKP
6. Membuat Laporan Kejadian.
7. Melaporkan/menyerahkan tersangka beserta atau tanpa barang
bukti kepada penyidik Polri atau Penyidik PNS Kehutanan disertai
Berita Acara tentang tindakan yang telah diambil.
8. Penyidik memberikan surat tanda penerimaan laporan.
B. Tidak Tertangkap Tangan
Penanganan pertama tindak pidana kehutanan yang dilakukan
oleh Polhut apabila tidak tertangkap tangan adalah :
1. Menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana kehutanan
2. Mencatat laporan dalam form laporan kejadian Model B.
3. Membuatkan surat tanda penerimaan laporan.
4. Mendatangi TKP dan melakukan pemeriksaan TKP.
- Mencatat waktu kedatangan dan cuaca di TKP.
- Melakukan pengamatan umum situasi TKP.
- Mengamankan TKP dengan melakukan penutupan TKP.
- Pertahankan situasi TKP sebagaimana aslinya.
17
- Pemotretan TKP
- Mencatat batas-batas TKP (ambil titik koordinat)
- Mencatat situasi TKP
- Mencatat jenis dan jumlah barang bukti
5. Membuat Sketsa Lokasi TKP.
6. Membuat Berita Acara Pemeriksaan TKP
7. Membuat Laporan Kejadian.
8. Melakukan penyelidikan siapa pelakunya.
9. Apabila hasil penyelidikan telah jelas siapa pelakunya, maka
penyidik selanjutnya melakukan penangkapan yang dilengkapi
dengan surat perintah penangkapan.
10. Membuat berita acara penangkapan.
11. Melaporkan/menyerahkan tersangka beserta atau tanpa barang
bukti kepada penyidik Polri atau Penyidik PNS Kehutanan disertai
Berita Acara tentang tindakan yang telah diambil.
12. Penyidik memberikan surat tanda penerimaan laporan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998. Himpunan Materi Pelajaran Diklat Jagawana. Staf
Bimbingan Masyarakat, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim, 2008. Standar Operating Prosedur/SOP/Prosedur Tetap. Balai
Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sukabumi-Jawa Barat.
Team Widyaiswara, 2009. Buku Saku Polisi Kehutanan. Balai Diklat
Kehutanan Makassar, Makassar.
Tuti Budi Utami, 2007. Tesis Kebijakan Hukum Pidana dalam
Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging. Program Pasca
Sarjana Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang.

Contenu connexe

Tendances

UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)Fenti Anita Sari
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatNakano
 
Hukum lingkungan PPT
Hukum lingkungan PPTHukum lingkungan PPT
Hukum lingkungan PPTNakano
 
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANPENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANSudirman Sultan
 
Hukum adat dan kearifan lokal
Hukum adat dan kearifan lokalHukum adat dan kearifan lokal
Hukum adat dan kearifan lokalyahyakelariquers
 
Mata kuliah hukum dan ham
Mata kuliah hukum dan hamMata kuliah hukum dan ham
Mata kuliah hukum dan hamsesukakita
 
Surat keterangan tanah dan bangunan
Surat keterangan tanah dan bangunanSurat keterangan tanah dan bangunan
Surat keterangan tanah dan bangunanPemerintah Pauh
 
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ipP. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ipyudikrismen1
 
Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutanan
Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutananBahan ajar identifikasi tindak pidana kehutanan
Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutananSudirman Sultan
 
hukum tata ruang
hukum tata ruanghukum tata ruang
hukum tata ruanggege52
 
kesimpulan penggugat
kesimpulan penggugatkesimpulan penggugat
kesimpulan penggugatNakano
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPuspa Bunga
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Rudi Sudirdja
 
Hukum & kearifan lokal
Hukum & kearifan lokalHukum & kearifan lokal
Hukum & kearifan lokalJonaedi Efendi
 

Tendances (20)

UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
UAS Hukum Acara Perdata Lanjut (Fenti Anita Sari)
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugat
 
Hukum lingkungan PPT
Hukum lingkungan PPTHukum lingkungan PPT
Hukum lingkungan PPT
 
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANPENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
 
Hukum adat dan kearifan lokal
Hukum adat dan kearifan lokalHukum adat dan kearifan lokal
Hukum adat dan kearifan lokal
 
Mata kuliah hukum dan ham
Mata kuliah hukum dan hamMata kuliah hukum dan ham
Mata kuliah hukum dan ham
 
Surat keterangan tanah dan bangunan
Surat keterangan tanah dan bangunanSurat keterangan tanah dan bangunan
Surat keterangan tanah dan bangunan
 
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ipP. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
 
Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutanan
Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutananBahan ajar identifikasi tindak pidana kehutanan
Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutanan
 
Perbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum PidanaPerbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum Pidana
 
obyek kriminologi dan hub. dg pidana
obyek kriminologi dan hub. dg pidanaobyek kriminologi dan hub. dg pidana
obyek kriminologi dan hub. dg pidana
 
hukum tata ruang
hukum tata ruanghukum tata ruang
hukum tata ruang
 
kesimpulan penggugat
kesimpulan penggugatkesimpulan penggugat
kesimpulan penggugat
 
Surat perjanjian
Surat perjanjianSurat perjanjian
Surat perjanjian
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power point
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
 
Hukum & kearifan lokal
Hukum & kearifan lokalHukum & kearifan lokal
Hukum & kearifan lokal
 
Filsafat hukum dan Teori Hukum
Filsafat hukum  dan Teori HukumFilsafat hukum  dan Teori Hukum
Filsafat hukum dan Teori Hukum
 
Materi pembinaan rtrw
Materi pembinaan rtrwMateri pembinaan rtrw
Materi pembinaan rtrw
 

En vedette

Paparan Polda Tentang Illegal Logging
Paparan Polda Tentang Illegal LoggingPaparan Polda Tentang Illegal Logging
Paparan Polda Tentang Illegal LoggingPeople Power
 
Makalah tentang illegal logging
Makalah tentang illegal loggingMakalah tentang illegal logging
Makalah tentang illegal loggingAba Abdillah
 
Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)Tendo Jefri
 
Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananFachrul Kardiman
 
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus RiauKejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus RiauCIFOR-ICRAF
 
Gelar perkara kelompok 3
Gelar perkara kelompok 3Gelar perkara kelompok 3
Gelar perkara kelompok 3MoI
 
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhutTeknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhutSudirman Sultan
 
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGTINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPaul SinlaEloE
 
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANGProses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANGDadang DjokoKaryanto
 
ILLEGAL LOGGING
ILLEGAL LOGGINGILLEGAL LOGGING
ILLEGAL LOGGINGDian Bnf
 
Au psy492 m6 a2 thompson b doc
Au psy492 m6 a2 thompson b docAu psy492 m6 a2 thompson b doc
Au psy492 m6 a2 thompson b docBaroness Thompson
 
PP: God Bless America - Kate Smith
PP: God Bless America - Kate SmithPP: God Bless America - Kate Smith
PP: God Bless America - Kate SmithRbhnow
 
Structure of Communication and Narrative Construction of Social Movements wit...
Structure of Communication and Narrative Construction of Social Movements wit...Structure of Communication and Narrative Construction of Social Movements wit...
Structure of Communication and Narrative Construction of Social Movements wit...Mario Orefice, University of Urbino
 

En vedette (20)

Paparan Polda Tentang Illegal Logging
Paparan Polda Tentang Illegal LoggingPaparan Polda Tentang Illegal Logging
Paparan Polda Tentang Illegal Logging
 
Makalah tentang illegal logging
Makalah tentang illegal loggingMakalah tentang illegal logging
Makalah tentang illegal logging
 
Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)
 
Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang Kehutanan
 
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus RiauKejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
 
Gelar perkara kelompok 3
Gelar perkara kelompok 3Gelar perkara kelompok 3
Gelar perkara kelompok 3
 
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak PidanaPerka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
 
Pulbaket 2013
Pulbaket 2013Pulbaket 2013
Pulbaket 2013
 
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhutTeknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
 
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGTINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 
Contoh paparan
Contoh paparanContoh paparan
Contoh paparan
 
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANGProses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG
 
Illegal logging
Illegal loggingIllegal logging
Illegal logging
 
Kerusakan hutan
Kerusakan hutanKerusakan hutan
Kerusakan hutan
 
Illegal logging
Illegal loggingIllegal logging
Illegal logging
 
ILLEGAL LOGGING
ILLEGAL LOGGINGILLEGAL LOGGING
ILLEGAL LOGGING
 
Power Point Kebakaran Hutan
Power Point Kebakaran HutanPower Point Kebakaran Hutan
Power Point Kebakaran Hutan
 
Au psy492 m6 a2 thompson b doc
Au psy492 m6 a2 thompson b docAu psy492 m6 a2 thompson b doc
Au psy492 m6 a2 thompson b doc
 
PP: God Bless America - Kate Smith
PP: God Bless America - Kate SmithPP: God Bless America - Kate Smith
PP: God Bless America - Kate Smith
 
Structure of Communication and Narrative Construction of Social Movements wit...
Structure of Communication and Narrative Construction of Social Movements wit...Structure of Communication and Narrative Construction of Social Movements wit...
Structure of Communication and Narrative Construction of Social Movements wit...
 

Similaire à 1 Pertama tindak pidana kehutanan

Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaAjaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaJoke Punuhsingon
 
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.pptDelik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.pptFajarSaputra20091254
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanayudikrismen1
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukumnidaulhasanah9
 
lingkungan-penegakan-hukum-pidana.pptx1372640463.pptx
lingkungan-penegakan-hukum-pidana.pptx1372640463.pptxlingkungan-penegakan-hukum-pidana.pptx1372640463.pptx
lingkungan-penegakan-hukum-pidana.pptx1372640463.pptxmaulanaarjuna
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005gaga sihab
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaNakano
 
ppt melawan hukum.pptx
ppt melawan hukum.pptxppt melawan hukum.pptx
ppt melawan hukum.pptxyunandarizka
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAchmad98
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidanaFrans Newtony
 
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdfOopickPick
 
Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaBab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaAndy Susanto
 
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPuputDachi
 
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptxPENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptxMuhammadFimansyah
 

Similaire à 1 Pertama tindak pidana kehutanan (20)

Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaAjaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
 
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.pptDelik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
 
lingkungan-penegakan-hukum-pidana.pptx1372640463.pptx
lingkungan-penegakan-hukum-pidana.pptx1372640463.pptxlingkungan-penegakan-hukum-pidana.pptx1372640463.pptx
lingkungan-penegakan-hukum-pidana.pptx1372640463.pptx
 
Tiindak pidana
Tiindak pidanaTiindak pidana
Tiindak pidana
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum Pidana
 
Makalah pidana
Makalah pidanaMakalah pidana
Makalah pidana
 
ppt melawan hukum.pptx
ppt melawan hukum.pptxppt melawan hukum.pptx
ppt melawan hukum.pptx
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
 
Macam Macam Delik
Macam Macam DelikMacam Macam Delik
Macam Macam Delik
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana
 
Tugas pkn
Tugas pknTugas pkn
Tugas pkn
 
Pidana peencurian
Pidana peencurianPidana peencurian
Pidana peencurian
 
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
 
Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaBab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab II Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
 
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
 
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptxPENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
 
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
 

Plus de Sudirman Sultan

Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfTesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSudirman Sultan
 
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSkripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfBahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfBahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfBahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfSudirman Sultan
 
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfLampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfSudirman Sultan
 
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfBAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfBahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfBahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfSudirman Sultan
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Sudirman Sultan
 
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3Sudirman Sultan
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020Sudirman Sultan
 
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 0111 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01Sudirman Sultan
 
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 0109 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01Sudirman Sultan
 
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 0107 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01Sudirman Sultan
 
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 0106 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01Sudirman Sultan
 
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutanPeran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutanSudirman Sultan
 
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiStrategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiSudirman Sultan
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhutTugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhutSudirman Sultan
 
Lk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanLk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanSudirman Sultan
 

Plus de Sudirman Sultan (20)

Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfTesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
 
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSkripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
 
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfBahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
 
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfBahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
 
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfBahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
 
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfLampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
 
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfBAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
 
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfBahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
 
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfBahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
 
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
 
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 0111 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
 
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 0109 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
 
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 0107 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
 
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 0106 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
 
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutanPeran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
Peran serta masyarakat mitra polhut dalam pengamanan hutan
 
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiStrategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhutTugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
 
Lk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanLk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporan
 

1 Pertama tindak pidana kehutanan

  • 1. 1 BAHAN AJAR PPEENNAANNGGAANNAANN PPEERRTTAAMMAA TTIINNDDAAKK PPIIDDAANNAA KKEEHHUUTTAANNAANN DDIIKKLLAATT PPEEMMBBEENNTTUUKKAANN PPOOLLHHUUTT AANNGGKKAATTAANN XXXXXXII TTAAHHUUNN 22001122 OOlleehh :: SSuuddiirrmmaann SSuullttaann,, SSPP..,, MMPP.. KKEEMMEENNTTEERRIIAANN KKEEHHUUTTAANNAANN BBAADDAANN PPEENNYYUULLUUHHAANN DDAANN PPEENNGGEEMMBBAANNGGAANN SSDDMM PPUUSSAATT PPEENNDDIIDDIIKKAANN DDAANN PPEELLAATTIIHHAANN KKEEHHUUTTAANNAANN BBAALLAAII DDIIKKLLAATT KKEEHHUUTTAANNAANN MMAAKKAASSSSAARR 22001122
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gangguan hutan dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat, baik terhadap kawasan maupun terhadap hasil hutan, terjadi karena berbagai macam faktor penyebab. Banyak kasus-kasus gangguan keamanan hutan yang telah ditemukan oleh Polisi Kehutanan, namun kasus itu tidak bisa dilllanjutkan ke proses penyidikan karena tidak cukupnya bukti. Bukti permulaan yang cukup sangat ditentukan oleh baik tidaknya hasil pengolahan barang bukti di tempat kejadian perkara. Untuk dapat mengatasi hal-hal tersebut di atas, maka perlu polisi kehutanan perlu dibekali materi penanganan pertama tindak pidana kehutanan. Sehingga diharapkan setiap kasus gangguan keamanan hutan yang ditemukan memenuhi syarat bukti permulaan yang cukup untuk dilanjutkan ke proses penyidikan. B. Kompetensi Dasar Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu melaksanakan penanganan pertama tindak pidana kehutanan. C. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti pelatihan ini peserta dapat : 1. Menjelaskan pengertian dan modus operandi tindak pidana kehutanan. 2. Menjelaskan cara penanganan tindak pidana dalam hal tertangkap tangan. 3. Menjelaskan cara penanganan tindak pidana diluar hal tertangkap tangan.
  • 3. 3 BAB II KONSEP DASAR TINDAK PIDANA KEHUTANAN A. Pengertian Tindak Pidana Kehutanan Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dengan hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam Wvs Belanda, dengan demikian juga Wvs Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha memberikan arti dan isi dari istilah itu, sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat. Para pakar hukum pidana memberikan defenisi sraftbaar feit sebagai berikut : 1. Vas : menyatakan bahwa delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum berdasarkan undang-undang. 2. Van Hamel : menyatakan bahwa delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain. 3. Simons : menyatakan bahwa delik adalah suatu tindakan melawan hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkian dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum. Hal ini karena : a. Untuk adanya delik syaratnya harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban tersebut telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. b. Agar suatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dalam delik sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang. c. Setiap delik sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakekatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum.
  • 4. 4 d. Didalam Ilmu pidana ada yang disebut dengan delik formil dan delik materil, adapun yang dimaksud delik formil adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, sedangkan delik materil adalah delik yang perumusannya menitik beratkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Sampai saat ini masih ditemukan adanya perbedaan pendapat mengenai ajaran sifat melawan hukum dalam kajian hukum pidana antara sifat melawan hukum formil (formiele wederrechtelijkheid) dan melawan hukum materil ("materiele wederrechtelijkheid). 1. Sifat melawan hukum formiil. Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum secara formil adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan ketentuan undang-undang (hukum tertulis). Artinya suatu perbuatan bersifat melawan hukum adalah apabila telah dipenuhi semua unsur yang disebut di dalam rumusan delik. Dengan demikian, jika semua unsur tersebut telah terpenuhi, maka tidak perlu lagi diselidiki apakah perbuatan itu menurut masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan. D. Schaffmeister mengemukakan bahwa sifat melawan hukum dalam arti formil bermakna bahwa suatu perbuatan telah memenuhi semua rumusan delik dari undang-undang. Dengan kata lain terdapatnya melawan hukum secara formil apabila semua bagian yang tertulis dari rumusan suatu tindak pidana itu telah terpenuhi. 2. Sifat melawan hukum materil. Melawan hukum secara materil, yaitu perbuatan melawan hukum tidaklah hanya sekedar bertentangan dengan ketentuan hukum tertulis saja. Di samping memenuhi syarat- syarat formil, yaitu memenuhi semua unsur yang disebut dalam rumusan delik, perbuatan haruslah benar-benar dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan. Dengan demikian suatu perbuatan dikatakan sebagai melawan hukum adalah apabila perbuatan tersebut dipandang tercela dalam suatu masyarakat.
  • 5. 5 Ukuran untuk mengatakan suatu perbuatan melawan hukum secara materil sebagaimana dikatakan Loebby Logman, bukan didasarkan pada ada atau tidaknya ketentuan dalam suatu undang-undang, akan tetapi ditinjau dari nilai yang ada dalam masyarakat. Pandangan yang menitik beratkan melawan hukum secara formil cenderung melihatnya dari sisi objek atau perbuatan pelaku. Artinya, apabila perbuatannya telah cocok dengan rumusan tindak pidana yang didakwakan, maka tidaklah perlu diuji apakah perbuatan itu melawan hukum secara materil atau tidak. Fungsi positif dari ajaran melawan hukum formil ini tidak mungkin dilakukan mengingat Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang memuat asas legalitas. Banyak pakar sepakat bahwa dalam sistem hukum pidana Indonesia, penerapan ajaran melawan hukum materil ini dalam fungsi yang negatif, yaitu dalam hal pertanggung jawaban pidana. Seseorang bisa saja dilepaskan dari tuntutan pidana apabila perbuatannya tidak melawan hukum secara materil. Dengan kata lain, fungsi negatif dari ajaran melawan hukum materill ini digunakan sebagai alasan pembenar. Sedangkan tindak pidana kehutanan/illegal logging menurut Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dirumuskan dalam Pasal 50 dan ketentuan pidana diatur dalam Pasal 78. Yang menjadi dasar adanya perbuatan illegal logging adalah karena adanya kerusakan hutan. B. Modus Operandi Tindak Pidana Kehutanan Modus operandi tindak pidana kehutanan bila secara umum dikaitkan dengan unsur-unsur tindak pidana umum dalam KUHP, dapat dikelompokan ke dalam beberapa bentuk yaitu : 1. Pengrusakan (Pasal 406 sampai dengan pasal 412). Unsur pengrusakan terhadap hutan dalam kejahatan illegal logging berangkat dari pemikiran tentang konsep perizinan dalam sistem pengeloalaan hutan yang mengandung fungsi pengendalian dan pengawasan terhadap hutan untuk tetap menjamin kelestarian fungsi hutan. Illegal logging pada
  • 6. 6 hakekatnya merupakan kegiatan yang menyalahi ketentuan perizinan yang ada baik tidak memiliki izin secara resmi maupun yang memiliki izin namun melanggar dari ketentuan yang ada dalam perizinan itu seperti over atau penebangan diluar areal konsesi yang dimiliki. 2. Pencurian (pasal 362 KUHP). Kegiatan penebangan kayu dilakukan dengan sengaja dan tujuan dari kegiatan itu adalah untuk mengambil manfaat dari hasil hutan berupa kayu tersebut (untuk dimiliki). Akan tetapi ada ketentuan hukum yang mangatur tentang hak dan kewajiban dalam pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, sehingga kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan itu berarti kegiatan yang melawan hukum. Artinya menebang kayu di dalam areal hutan yang bukan menjadi haknya menurut hukum. 3. Penyelundupan. Hingga saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang penyelundupan kayu, bahkan dalam KUHP yang merupakan ketentuan umum terhadap tindak pidana pun belum mengatur tentang penyelundupan. Selama ini kegiatan penyelundupan sering hanya dipersamakan dengan delik pencurian oleh karena memiliki persamaan unsur yaitu tanpa hak mengambil barang milik orang lain. Berdasarkan pemahaman tersebut, kegiatan penyelundupan kayu (peredaran kayu secara illegal) menjadi bagian dari kejahatan illegal logging dan merupakan perbuatan yang dapat dipidana. Namun demikian, Pasal 50 (3) huruf f dan h UU No. 41 Tahun 1999, yang mengatur tentang membeli, menjual dan atau mengangkut hasil hutan yang dipungut secara tidak sah dapat diinterpretasikan sebagai suatu perbuatan penyelundupan kayu. Akan tetapi ketentuan tersebut tidak jelas mengatur siapa pelaku kejahatan tersebut. Apakah pengangkut/sopir/nahkoda kapal atau pemilik kayu. Untuk tidak menimbulkan kontra interpretasi maka unsur-unsur tentang penyelundupan ini perlu diatur tersendiri dalam perundang-undangan tentang ketentuan pidana kehutanan.
  • 7. 7 4. Pemalsuan (pasal 261-276 KUHP). Pemalsuan surat atau pembuatan surat palsu menurut penjelasan Pasal 263 KUHP adalah membuat surat yang isinya bukan semestinya atau membuat surat sedemikian rupa, sehingga menunjukkan seperti aslinya. Surat dalam hal ini adalah yang dapat menerbitkan : suatu hal, suatu perjanjian, pembebasan utang dan surat yang dapat dipakai sebagai suatu keterangan perbuatan atau peristiwa. Ancaman pidana terhadap pemalsuan surat menurut pasal 263 KUHP ini adalah penjara paling lama 6 tahun, dan Pasal 264 paling lama 8 tahun. Dalam praktik-praktik kejahatan illegal logging, salah satu modus operandi yang sering digunakan oleh pelaku dalan melakukan kegiatannya adalah pemalsuan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH), pemalsuan tanda tangan, pembuatan stempel palsu, dan keterangan Palsu dalam SKSHH. Modus operandi ini belum diatur secara tegas dalam Undang-undang kehutanan. 5. Penggelapan (pasal 372 - 377KUHP).Kejahatan illegal logging antara lain : seperti over cutting yaitu penebangan di luar areal konsesi yang dimiliki, penebangan yang melebihi target kuota yang ada (over capsity), dan melakukan penebangan sistem terbang habis sedangkan ijin yang dimiliki adalah sistem terbang pilih, mencantuman data jumlah kayu dalam SKSH yang lebih kecil dari jumlah yang sebenarnya. 6. Penadahan (pasal 480 KUHP). Dalam KUHP penadahan yang kata dasarnya tadah adalah sebutan lain dari perbuatan persengkokolan atau sengkongkol atau pertolongan jahat. Penadahan dalam bahasa asingnya “heling” (Penjelasan Pasal 480 KUHP). Lebih lanjut dijelaskan oleh R. Soesilo10, bahwa perbuatan itu dibagi menjadi, perbuatan membeli atau menyewa barang yang dietahui atau patut diduga hasil dari kejahatan, dan perbuatan menjual, menukar atau menggadaikan barang yang diketahui atau patut diduga dari hasil kejahatan. Ancaman pidana dalam Pasal 480 itu adalah paling lama 4 tahun atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 900 (sembilan ratus rupiah). Modus ini banyak
  • 8. 8 dilakukan dalam transaksi perdagangan kayu illegal baik di dalam maupun diluar negeri, bahkan terdapat kayu-kayu hasil illegal logging yang nyata-nyata diketahui oleh pelaku baik penjual maupun pembeli. Modus inipun telah diatur dalam Pasal 50 ayat (3) huruf f UU No. 41 Tahun 1999. C. Jenis-Jenis Tindak Pidana Kehutanan Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah : Pasal 50 ayat (1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. Pasal 50 ayat (2) Setiap orang yang diberikan izin pemanfaatan kawasan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan Pasal 78 ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) atau pasal 50 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah) Perumusan “ Setiap orang “ mengandung maksud setiap orang adalah subjek hukum baik orang pribadi, badan hukum, maupun badan usaha. Yang dimaksud dengan badan hukum atau badan usaha dalam pasal tersebut antara lain Perseroan Terbatas (PT), perseroan comanditer (Comanditer vennotschaap-CV), firma, koperasi, dan sejenisnya (penjelasan Pasal 78 ayat (14)). Pasal 50 ayat (3) Setiap orang dilarang : a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah ; b. merambah kawasan hutan ;
  • 9. 9 c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : 1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau 2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai didaerah rawa. 3. 100 (seratus meter) dari tepi kiri kanan sungai 4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan dari tepi jurang 5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang 6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. Pasal 78 ayat (2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah). Pasal 50 ayat (3) huruf d : Membakar hutan Pasal 78 ayat (3) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah) Pasal 78 ayat (4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000 (satu milyar lima ratus ribu rupiah). Penjelasan pasal 78 ayat (3) terhadap tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja maka selain pidana penjara dan denda dapat juga dikenakan pidana tambahan. Berdasarkan ketentuan tersebut terhadap “kesengajaan “ dan “kelalaian” terdapat perbedaan ancaman pidana dimana unsur adanya kesengajaan ancaman pidananya lebih berat dari pada unsur kelalaian. Pasal 50 ayat 3 huruf e Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
  • 10. 10 Pasal 50 ayat (3) huruf f Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Pasal 78 ayat (5) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 93) huruf e atau huruf f dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh ) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). Pasal 50 ayat (3) huruf g Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau ekspolitasi bahan tambang didalam kawasan hutan tanpa izin dari Menteri . Pasal 78 ayat (6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (4) atau pasal 50 ayat (3) hurf g ini diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima millar rupiah). Pasal 50 ayat (3) huruf h Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan Pasal 78 ayat (7) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (3) huruf h diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima ) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah). Yang dimaksud dengan “dilengkapi bersama-sama”adalah bahwa setiap pengangkutan, penguasaan, atau pemilikan hasil hutan, pada waktu dan tempat yang sama, harus disertai dan dilengkapi surat-surat yang sah sebagai bukti. Apabila ada perbedaan antara isi keterangan dokumen sahnya hasil hutan tersebut dengan keadaan fisik baik jenis, jumlah, maupun volumenya, maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai surat-surat sah sebagai bukti.
  • 11. 11 Pasal 50 ayat (3 ) huruf i Mengembalakan ternak dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang Pasal 78 ayat (8) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) Pasal 50 ayat (3) huruf j Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang Pasal 78 ayat (9) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf j diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). Yang dimaksud dengan alat-alat berat untuk mengangkut, antara lain berupa, traktor, bulldozer, truck, trailer, crane, tongkang, perahu klotok, helicopter, jeep, tugboat, dan kapal. Pasal 50 ayat (3) huruf k Membawa alat-alat yang lazim digunakan menebang memotong atau membelah pohon di dalam awasan hutan tanpa izin pejabat berwenang. Pasal 78 ayat (10) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf k diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). Tidak termasuk dalam ketentuan ini adalah masyarakat yang membawa alat-alat seperti parang, mandau, golok, atau yang sejenis lainnya, sesuai dengan tradisi budaya serta karakteristik daerah setempat.
  • 12. 12 Pasal 50 ayat (3) huruf l Membuang benda-benda yang dapat nemenyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungís hutan kedalam kawan hutan . Pasal 78 ayat (11) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf l diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) Pasal 50 ayat (3) huruf m Mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang berasal dari kawasan hutan tanpa izan dari pejabat yang berwenang Pasal 78 ayat (12) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Pasal 78 ayat (13) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10) dan ayat (11) adalah kejahatan, dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (12) adalah pelanggaran ; Pasal 78 ayat (14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usa, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya bak sendiri-sendiri maupun bersama-sama dikenakan pidana sesuai dengan encaman pidana masing-masing ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan. Pasal 78 ayat (15) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat- alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan
  • 13. 13 kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara. D. Unsur-Unsur Tindak Pidana Kehutanan Dapat tidaknya suatu perbuatan pidana dihukum sangat tergantung pada terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana itu sendiri. Unsur-unsur tindak pidana ini terbagi atas dua macam yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur subjektif adalah : 1. Kesengajaan (dolus). Dalam doktrin hukum pidana, dikenal ada tiga bentuk kesengajaan yaitu : a. kesengajaan sebagai maksud/tujuan (opzet als oogmerk) b. kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn) c. kesengajaan sebagai kemungkinan (opzet bij mogelijkheidsbewustzijn) disebut juga dengan dolus eventualis 2. Kelalaian (culpa). Kalau dilihat dalam undang-undang tidak disebutkan arti dari kealpaan, dalam Ilmu pengetahuan hukum pidana kealpaan mempunyai ciri-ciri yaitu : a. Sengaja melakukan suatu tindakan yang ternyata salah, karena menggunakan ingatan/otaknya secara salah, seharusnya ia menggunakan ingatan dengan benar, tetapi tidak digunakan, dengan kata lain ia telah melakukan tindakan dengan kurang kewaspadaan yang diperlukan atau tidak berhati-hati. b. Pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terjadi, tetapi merasa dapat mencegahnya, sekiranya akibatnya dapat terjadi, tetapi ia lebih suka untuk tidak melakukan tindakan yang akan menimbulkan akibat itu, tetapi tidak ia lakukan sehingga merugikan orang lain. c. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 KUHP. d. Macam-macam maksud atau Oogmeek yang terdapat dalam kejahatan pencurian, penipuan, perampasan, dan lain-lain. e. Merencanakan lebih dahulu seperti pada pembunuhan berencana
  • 14. 14 f. Perasaan takut seperti yang terdapat dalam pasal 308 KUHP. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang terdapat diluar diri sipelaku. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana itu adalah : 1. Perbuatan yang melanggar hukum 2. Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut dapat membahayakan kepentingan orang lain 3. Keadaan-keadaan tertentu 4. Kausalitas atau hubungan sebab-akibat Untuk itu unsur yang harus terpenuhi untuk dikatakan telah terjadi tindak pidana Kehutanan menurut UU No. 41 Tahun 1999 adalah sebagaimana termaksud dalam pasal 50 dan pasal 78, yaitu : 1. Setiap orang pribadi maupun badan hukum dan atau badan usaha ; 2. Melakukan perbuatan yang dilarang baik karena sengaja maupun karena kealpaannya ; 3. Menimbulkan kerusakan hutan, dengan cara-cara yakni : Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan, Kegiatan yang keluar dari ketentuan perizinan sehingga merusak hutan. 4. Melanggar batas-batas tepi sungai, jurang, dan pantai yang ditentukan Undang-undang. 5. Menebang pohon tanpa izin. 6. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil hutan illegal. Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa SKSHH. 7. Membawa alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa izin. Disamping ketentuan pidana sebagaimana disebutkan dalam rumusan pasal 78, kepada pelaku dikenakan pula pidana tambahan berupa ganti rugi dan sanksi administratif berdasarkan pasal 80.
  • 15. 15 BAB III PENANGANAN PERTAMA TINDAK PIDANA KEHUTANAN Apabila seorang Polhut mengetahui adanya tindak pidana kehutanan (kejahatan atau pelanggaran), maka hendaklah segera bertindak atau melakukan penanganan pertama dalam bentuk pemeriksaan pendahuluan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Hal ini sangat penting untuk menemukan/mencari kebenaran materiil, yakni untuk menetapkan perbuatan apa yang telah terjadi dan siapa pelakunya. TKP tidak boleh diubah, serta sekitarnya harus dijaga dan diberi palang perintang untuk pengamanan, agar bekas-bekas yang ada jangan sampai rusak, hilang atau berubah yang akan menyulitkan dalam pengusutan perkara tersebut. Apabila bekas hilang atau berubah atau bertambah, maka akan menyulitkan dalam proses penyidikan selanjutnya. A. Tertangkap Tangan Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilaksanakan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan barang bukti hasil kejahatan, benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu, yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. Penanganan pertama yang dilakukan oleh Polhut apabila menemukan suatu tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan adalah : 1. Mengamankan TKP dan melarang orang-orang yang dianggap perlu untuk tidak meninggalkan tempat sebelum pemeriksaan di TKP selesai.
  • 16. 16 2. Jika di TKP ditemukan tersangka, maka tersangkanya diamankan terlebih dahulu. Jika tersangka tidak ada di TKP dan diduga masih ada di dekat TKP, maka anggota laiinya harus segera mencari dan menangkapnya, sedangkan TKP harus dijaga oleh personil lainnya. 3. Melakukan pemeriksaan TKP : - Mencatat waktu kedatangan dan cuaca di TKP. - Melakukan pengamatan umum situasi TKP. - Mengamankan TKP dengan melakukan penutupan TKP. - Pertahankan situasi TKP sebagaimana aslinya. - Pemotretan TKP - Mencatat batas-batas TKP (ambil titik koordinat) - Mencatat situasi TKP - Mencatat identitas pelaku - Mencatat jenis dan jumlah barang bukti 4. Membuat Sketsa Lokasi TKP. 5. Membuat Berita Acara Pemeriksaan TKP 6. Membuat Laporan Kejadian. 7. Melaporkan/menyerahkan tersangka beserta atau tanpa barang bukti kepada penyidik Polri atau Penyidik PNS Kehutanan disertai Berita Acara tentang tindakan yang telah diambil. 8. Penyidik memberikan surat tanda penerimaan laporan. B. Tidak Tertangkap Tangan Penanganan pertama tindak pidana kehutanan yang dilakukan oleh Polhut apabila tidak tertangkap tangan adalah : 1. Menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana kehutanan 2. Mencatat laporan dalam form laporan kejadian Model B. 3. Membuatkan surat tanda penerimaan laporan. 4. Mendatangi TKP dan melakukan pemeriksaan TKP. - Mencatat waktu kedatangan dan cuaca di TKP. - Melakukan pengamatan umum situasi TKP. - Mengamankan TKP dengan melakukan penutupan TKP. - Pertahankan situasi TKP sebagaimana aslinya.
  • 17. 17 - Pemotretan TKP - Mencatat batas-batas TKP (ambil titik koordinat) - Mencatat situasi TKP - Mencatat jenis dan jumlah barang bukti 5. Membuat Sketsa Lokasi TKP. 6. Membuat Berita Acara Pemeriksaan TKP 7. Membuat Laporan Kejadian. 8. Melakukan penyelidikan siapa pelakunya. 9. Apabila hasil penyelidikan telah jelas siapa pelakunya, maka penyidik selanjutnya melakukan penangkapan yang dilengkapi dengan surat perintah penangkapan. 10. Membuat berita acara penangkapan. 11. Melaporkan/menyerahkan tersangka beserta atau tanpa barang bukti kepada penyidik Polri atau Penyidik PNS Kehutanan disertai Berita Acara tentang tindakan yang telah diambil. 12. Penyidik memberikan surat tanda penerimaan laporan.
  • 18. 18 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1998. Himpunan Materi Pelajaran Diklat Jagawana. Staf Bimbingan Masyarakat, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta. Anonim, 2008. Standar Operating Prosedur/SOP/Prosedur Tetap. Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sukabumi-Jawa Barat. Team Widyaiswara, 2009. Buku Saku Polisi Kehutanan. Balai Diklat Kehutanan Makassar, Makassar. Tuti Budi Utami, 2007. Tesis Kebijakan Hukum Pidana dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging. Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang.