SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  30
1
I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi dan berkembang
dengan baik di Indonesia. Disamping sebagai salah satu plasma nutfah, keberadaan
Sapi Bali mampu menopang perekonomian masyarakat atau sebagai sumber
penerimaan daerah. Keunggulan beternak Sapi Bali dapat digunakan oleh peternak
sebagai tenaga kerja di usaha tani dan kotorannya dapat dijadikan sebagai pupuk
kandang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Murtidjo (1994) bahwa ternak sapi
berfungsi sebagai salah satu sumber pendapatan, modal, tabungan, tenaga kerja dan
sumber pupuk kandang sehingga sampai saat ini terus dikembangkan oleh pemerintah
baik daerah maupun pusat walaupun pemeliharaannya masih bersifat tradisional.
Umumnya jenis sapi yang dipelihara di Kabupaten Konawe Utara adalah Sapi
Bali. Menurut data BPS (2009) populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara
pada tahun 2007 sebanyak 10.500 ekor dan tahun 2008 sebanyak 11.180 ekor
(mengalami peningkatan 6,48%).
Populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara cenderung meningkat.
Hal ini disebabkan oleh adanya ternak yang lahir dan penurunan jumlah kematian
ternak. Selain itu, peningkatan populasi ternak sapi di daerah ini juga didukung oleh
lahan yang cukup luas dengan ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga akan
mendukung pengembangan populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara.
2
Dinamika populasi adalah perubahan populasi ternak pada suatu wilayah dalam
kurun waktu tertentu. Dinamika populasi suatu wilayah dipengaruhi jumlah ternak
lahir dan masuknya ternak di suatu wilayah. Selain itu, perubahan populasi ternak
disuatu wilayah juga dipengaruhi oleh jumlah induk dan daya dukung lahan serta
jumlah peternak Sapi Bali.
Untuk mempertahankan peningkatan populasi ternak sapi di suatu wilayah
maka jumlah ternak yang dikeluarkan setiap tahunnya harus lebih rendah dari jumlah
ternak yang lahir. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pengurasan populasi ternak
dalam suatu wilayah. Selain itu, untuk mempertahankan populasi ternak sapi maka
perlunya pencegahan pemotongan betina produktif. Penelitian yang berhubungan
dengan dinamika populasi ternak sapi sampai sekarang belum pernah dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian yang berhubungan dengan
dinamika populasi khususnya di Kabupaten Konawe Utara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus permasalahan
adalah “Bagaimana Dinamika Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara ?”.
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika populasi Sapi Bali di
Kabupaten Konawe Utara. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang dinamika populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe
Utara, Selanjutnya dapat dijadikan acuan atau dasar dalam perencanaan
3
pembangunan peternakan khususnya peningkatan populasi Sapi Bali di Kabupaten
Konawe Utara.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Potensi Sapi Bali
Sapi Bali merupakan salah satu bangsa Sapi Bali asli di Indonesia. Sapi Bali
memiliki ciri genetik yang khas dan keunggulan yang tidak kalah jika dibanding
dengan bangsa sapi lainnya. Sapi Bali mempunyai peranan terutama pada daerah
transmigrasi dan daerah Indonesia Bagian Timur (Pane, 1985).
Sapi Bali juga merupakan salah satu bangsa sapi potong penghasil daging di
Indonesia yang mempunyai masa depan ekonomi cerah. Namun produksi daging
dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat
produktivitas rendah (Rosida, 2006). Rendahnya populasi sapi potong antara lain
disebabkan karena sebahagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil
dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005).
Beberapa keunggulan Sapi Bali antara lain: tingkat kesuburannya tinggi,
sebagai sapi pekerja yang baik, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan
persentase beranak dapat mencapai 80%. Selain keunggulan terdapat juga kekurangan
yakni Sapi Bali pertumbuhannya lambat, rentang terhadap penyakit tertentu misalnya
penyakit ingusan (Wasti, 2008).
Selanjutnya peranan Sapi Bali yaitu: (1) Sebagai ternak kerja, Beberapa daerah
di Indonesia yang belum terlalu tersentuh oleh teknologi penggunaan ternak sapi
sebagai tenaga kerja masih banyak dijumpai misalnya sapi digunakan untuk
membajak sawah dan mengangkut hasil pertanian, (2) Ternak sapi sebagai
5
penghasil pupuk kandang, merupakan hasil sampingan dari usaha pemeliharaan
ternak sapi. Secara umum sapi dewasa maupun menghasilkan kotoran sebanyak
7,5 ton pertahun yang setara dengan 5 ton pupuk setiap tahunnya, (3) Ternak sapi
sebagai penentu status sosial. Pada daerah di Indonesia seperti Madura dan Nusa
Tenggara, (4) Ternak sapi sebagai penghasil bahan baku industri seperti kulit, tanduk
dan darah. Sapi yang diperoleh dari hasil pemotongan merupakan bahan sumber
bahan baku industri yang menghasilkan nilai tambah cukup tinggi, (5) Sabagai
penghasil daging, beberapa jenis sapi memang khusus dipelihara untuk digemukkan
karena karakteristik yang dimilikinya. Sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi
bakalan yang dipelihara intensif selama beberapa bulan sehingga diperoleh bobot
badan yang ideal untuk dipotong (Abidin, 2006).
Berdasarkan data sebaran populasi sapi potong di Indonesia
tahun 2007 (Direktorat Jendral Peternakan, 2007), sentral sapi potong terdapat di
Jawa Timur, Jawa Tengah, NAD, NTT, Sumatra Selatan dan Sulawesi Selatan. Pola
usaha sebahagian besar adalah pembibitan atau pembesaran anak dan hanya
sebahagian kecil peternak yang mengusahakan usaha penggemukan ternak
(Yusdja et al., 2003).
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sapi potong
adalah dengan mendatangkan sapi dari Eropa (Bos Taurus) seperti Limousine dan
Simmental. Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya
mencapai swasembada daging tahun 2004 adalah (1) Sektor peternakan berpotensi
sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, rumah tangga yang terlibat
6
langsung dalam usaha peternakan terus bertambah dan tersebarnya sentra produksi
sapi potong di berbagai daerah dan berfungsi sebagai ketahanan pangan baik sebagai
penyedia bahan pangan maupun sebagai sumber pendapatan, (2) Berperan
meningkatkan ketersediaan dan aksebilitas pangan (Kariyasa, 2005).
B. Tatalaksana Pembudidayaan Ternak Sapi
1. Sumber Bibit dan Perkawinan
Bibit ternak dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting
dalam mendukung keberhasilan usaha sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri
tujuan ternak sapi potong dikenal dua alternatif yaitu (1) Untuk pemeliharaan sapi
potong bibit bertujuan pengembangan sapi potong dan (2) Usaha pemeliharaan sapi
potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa untuk selanjutnya
digemukkan (Rosida, 2006).
Pemilihan sapi sebagai calon bibit pengganti ataupun calon penggemukan
sering mengalami kesulitan sebab pada saat peternak melakukan pemeliharaan
diperlukan pengetahuan, pengalaman dan pencakapan yang cukup serta kriteria dasar
yang meliputi bangsa sapi genetis dan bentuk luar serta kesehatan sehubungan
dengan pemeliharaan ternak sapi dan pengukuran ternak sapi (Sugeng, 2006).
Bibit mempengaruhi produktivitas ternak calon induk sebaiknya dipilih dari
ternak yang muda memiliki bentuk tubuh bagus dan berasal dari induk yang sehat.
Ciri-ciri induk yang bagus untuk dikembangkan yakni: bentuk kaki lurus, bulu halus
dan tidak ada penyakit kulit, mata jernih, bentuk ambing seimbang dan jumlah puting
7
dua. Kondisi ternak sapi lokal saat ini telah mengalami degradasi produksi dan
bentuk tubuhnya kecil. Hal ini karena mutu genetik sapi lokal makin menurun baik
bibit yang digunakan maupun dari bibit lokal tetapi jika diseleksi produktivitas maka
makin meningkat. Demikian halnya dengan pakan yang diberikan makin baik pakan,
produktivitas ternak makin meningkat (Wijono et al., 2003).
Sistem perkawinan ternak dibagi menjadi 2 yaitu: (1) kawin alam
(Natural Service) adalah perkawinan jantan dan betina dikandang atau dilapangan
(Pasture Matting), (2) inseminasi buatan (IB) adalah pemasukan semen kedalam
saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia
(Suwandi dan Zubachtirodin, 2005).
Pada sistem perkawinan alam umumnya tidak ditemukan adanya campur tangan
manusia sementara dengan metode IB campur tangan manusia semakin besar dengan
mengharapkan adanya jumlah ternak yang lahir dan berkembang secara bersamaan.
Siklus perkawinan atau siklus reproduksi merupakan rangkaian semua kejadian
biologi kelamin yang berlangsung secara sambung-menyambung hingga terlahir
generasi baru dari suatu makhluk hidup (Partodihardjo, 1992).
Perkawinan silang dapat meningkatkan produktivitas dan mutu genetik. Namun
membutukan biaya besar dan harus dilakukan secara bijak dan terarah, karena dapat
mengancam kemurnian ternak asli (Rusfidra, 2006).
Daerah-daerah pertanian ekstensif biasanya perkawinan alami pada ternak lebih
dominan dari pada IB karena pejantan cukup tersedia dan terbatasnya pelayanan IB.
Angka rasio pelayanan kawin per kebuntingan (service per conception ratio = S/C)
8
pada IB yang masih cukup tinggi yang menunjukkan kurang berhasilnya IB sehingga
sebagian peternak belum pernah menggunakan IB dan jarak waktu beranak
(calving interval) juga terlalu panjang. Idealnya jarak waktu beranak adalah 12 bulan,
yaitu menyusui, dalam kenyataannya jarak waktu antara melahirkan dan kawin lagi
(post partum mating) terlalu panjang 4,5 bulan dan tingkat kematian (mortality rate)
pedet juga tinggi bahkan ada yang mencapai 50%. Masalah ini biasanya bersumber
dari kualitas pakan induk yang kurang baik, terutama pada saat bunting tua dan
menyusui, adanya serangan parasit dan manajemen perkawinan yang belum memadai
(Hadi dan Ilham, 2002).
2. Pakan
Pakan merupakan sarana produksi yang sangat penting bagi ternak karena
berperan sebagai pemacu pertumbuhan. Sumber pengadaan pakan yang
mengandalkan pakan penggembalaan umumnya hingga kini status hukumnya belum
jelas. Hal ini dapat menyebabkan keraguan di kalangan investor untuk
mengembangkan usaha di daerah-daerah yang memungkinkan pengembangan
peternakan dengan pola pastur. Padahal pola pengembangan demikian dapat
menghemat biaya dalam pengadaan pakan ternak. Selain pakan juga perlu
diperhatikan dari segi aspek pemeliharaan, seperti perbaikan kandang dan
pemanfaatan limbah untuk pakan (Hendayana dan Yusuf, 2003).
Pakan merupakan zat gizi yang diperlukan untuk hidup pokok dan
pertumbuhan. Secara umum pakan ternak dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
(1) pakan serat, berupa hijauan pakan ternak (rumput-rumputan, kacang-kacangan
9
dan daunan lainnya) dan jerami (jerami padi, jagung, kacang tanah dan
sebagainya), (2) pakan penguat atau konsentrat (Santosa, 2009).
Lebih lanjut Santosa (2009) menyatakan pakan ternak sapi umumnya berupa
hijauan dan konsentrat. Konsentrat adalah campuran dari beberapa bahan pakan
untuk melengkapi kekurangan gizi dari hijauan makanan ternak. Konsentrat terdiri
dari bahan pakan dengan kandungan serat kasar rendah dan mudah dicerna berasal
dari biji-bijian, hasil ikutan/limbah pertanian dari pabrik pengolahan hasil pertanian
dan bahan berasal dari hewan seperti tepung ikan dan tepung darah. Hijauan
merupakan bahan pakan utama ternak sapi untuk penggemukan dapat berupa rumput
baik untuk rumput unggul maupun rumput lapangan dan sebagian jenis leguminosa.
Untuk pemberian hijauan makanan ternak dapat diberikan dengan memberikan
rumput unggul seperti rumput raja, rumput gajah atau mengkombinasikan rumput
lapangan dengan tanaman leguminosa seperti gamal, kaliandra dan turi yang memiliki
gizi tinggi. Pakan tambahan merupakan pakan yang berguna untuk merangsang
pertumbuhan, mencegah penyakit dan melengkapi ransum pakan ternak yang terdiri
dari campuran vitamin dan mineral.
Bahan pakan yang berasal dari hasil samping perkebunan dan pabrik
mempunyai kandungan protein, kecernaan dan palatabilitas rendah serta kandungan
serat kasar tinggi. Meskipun memiliki kualitas rendah tidak berarti produksi sapi yang
tinggi tidak seimbang dilakukan. Sentuhan teknologi untuk mengeroksi nutrisi yang
tidak seimbang dilakukan. Dapat berupa penambahan hidrolisat bulu ayam sebagai
sumber asam amino rantai cabang yang berperan sebagai prekosor asam lemak rantai
10
cabang serta penahan langsung mineral defesien kedalam pakan. Lebih lanjut
dikatakan bahwa, tersedianya pakan yang cukup baik jumlah maupun mutunya dan
berkeseimbangan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
usaha pengembangan peternakan (Umiyasih, 2003).
Peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong perlu diikuti dengan
penyediaan pakan yang berkualitas sepanjang tahun. Upaya penyediaan pakan
dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan perawatan dan pemanfaatan
hijauan yang ada melalui pengembangan hijauan unnggul, pengembangan usaha
integrasi antara ternak dan tanaman pakan atau perkebuanan serta penggalian
potensi pakan. Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan melalui perbaikan
mutu pakan dan pemulihan melalui seleksi dan persilangan. Perbaikan mutu pakan
dan manajemen dapat meningkatkan produktivitas tersebut sering kali bersifat
sementara dan tidak diwariskan pada turunannya (Nurfitri, 2008).
Sumber pakan di Indonesia cukup banyak tetapi sangat besar sehingga
pengangkutan pakan ketempat perlu memperhatikan nilai ekonomisnya. Pada
kawasan ternak, peternak menghadapi kesulitan dalam memperoleh pakan sehingga
dibutuhkan campur tangan pihak lain untuk membangun infrastruktur pakan yang
cukup ekonomis. Pada musim hujan reproduksi pakan serat melimpah, tetapi pada
musim kemarau peternak sulit memperoleh hijauan. Oleh karena itu, perlu sentuhan
teknologi untuk penanganan pakan yang berlebihan pada musim hujan agar dapat
dimanfaatkan pada musim kemarau (Bamualim, 2008).
11
Penyediaan pakan ternak segar terutama dalam memanfaatkan kekosongan
diantara akhir musim hujan hingga akhir musim kemarau dengan penanaman jagung
untuk memproduksi biomasa. Produksi biomasa jagung cacah, bahwa pertanaman
jagung dipanen semasa tongkolnya muda, umur 65-75 hari setelah tanam. Untuk
tujuan ini tanaman jagung dipanen dengan cara dipotong batangnya pada permukaan
tanah, kemudian seluruh bagian tanaman dicacah berukuran 5 cm kemudian diproses
hay atau silase. Perlunya penerapan teknologi pengawetan pakan berupa rumput
yang melimpah pada musim hujan atau jerami padi atau kacang tanah yang cukup
banyak (Suwandi dan Zubachtirodi, 2005).
3. Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan ternak sapi potong dikenal tiga sistem yaitu:
(1) Ekstentif adalah sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh orang yang sama dan
dilapangan pengembalaan yang sama dengan tidak dikandangkan yang meliputi
perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan pengemukan, (2) Antara ekstensif dan
intensif adalah pemeliharaan ternak yang tindakan spesialisasinya sudah ada misalnya
digemukan dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas bahan pakan yang
diberikan, (3) Intensif adalah pemeliharaan dalam tempat yang terkurung dan makan
dibawa kepada ternak, serta melakukan tindakan intensifikasi secara serius demi
pencapaian produksi yang efisien (Parakkasi, 1998).
Tatalaksana pemeliharaan dapat dibagi menjadi 3 dengan tujuan pemeliharaan
yaitu: (1) Tujuan untuk menghasilkan anak, induk dan anak dipelihara bersama
sampai anak disapih umur 6-8 bulan dan kemudian anak dijual, (2) Tujuan untuk
12
menambah dan memperbaiki kualitas daging, penggemukan dapat dilakukan
dikandang atau padang rumput, lama penggemukan tergantung umur sapi, (3) Tujuan
untuk bibit (Syukur, 2009).
Tatalaksana perkandangan sapi potong sesuai dengan tujuan dan
pola pemeliharaan meliputi kandang pembibitan, pembesaran dan penggemukan.
Sedangkan kandang pengdukungnya adalah kandang beranak atau kandang
laktasi, kandang pejantang, kandang perawan dan kandang paksa
(Tularji dan Sihombing, 2005).
Kandang berfungsi sebagai tempat naungan, produksi dan reproduksi, tempat
merawat ternak yang sakit dan mempermudah pengontrolan ternak. Secara umum
ada dua tipe sistem kandang ternak sapi yakni (1) Kandang individu, tipe kandang ini
dapat memacu pertumbuhan yang lebih cepat karena tidak terjadi kompetisi dalam
mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak yang tidak terbatas sehingga energi
yang diperoleh dari asupan pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging
tidak hilang, (2) Kadang kelompok, terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan
sehingga sapi yang kuat cenderung cepat tumbuh dari pada sapi yang lemah
(Djaafar, 2007).
4. Pencegahan dan Penanganan Penyakit
Kesehatan ternak menentukan berhasil tidaknya suatu usaha peternakan sebab
penyakit merupakan ancaman yang selalu muncul setiap saat sehingga dapat
menimbulkan terhambatnya pertumbuhan, menurunnya daya tahan tubuh bahkan
sampai menimbulkan kematian (Resang, 1998).
13
Melakukan pengendalian penyakit antara lain dengan menjaga kesehatan ternak
dan mencegah penularan penyakit diantara ternak maupun manusia. Termasuk
didalamnya produksi pangan asal ternak yang sehat dan aman. Pengendali penyakit
pada masa mendatang merupakan isu yang sangat penting dalam mendatangkan hasil
peternakan dipasar internasional (Yusdja et al., 2003).
Lebih lanjut Yusdja et al. (2003) menyatakan bahwa pengendali penyakit sapi
yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan
pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah: (1) Menjaga kebesihan kadang
beserta peralatan termasuk memandikan sapi, (2) Sapi yang sakit dipisahkan dengan
sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan, (3) Mengusahakan lantai kadang selalu
kering, (4) memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vakninasi sesuai
petunjuk. Lebih lanjut dikatakan bahwa melanjutkan pengawasan dan pencegaha
penyakit ternak yang didatangkan dari luar negeri untuk bibit dengan memperkuatk
karantina hewan (Talib, 2001).
Berkaitan masalah pemeliharaan masih banyak yang harus mendapatkan
perhatian agar angka kelahiran dapat ditingkatkan setinggi mungkin sedangkan angka
kematian dapat ditekan serendah munkin. Pengendali terhadap penyakit infeksius
maupun non-infeksius seperti parasit dianggap sepele dan kurang diperhatikan karena
serangan yang tidak berbahaya umumnya tidak jelas dan serangan parasit
kebanyakan bersifat subklinik (Soebroto, 2001).
Kejadian penyakit sangat tinggi pada pedet yaitu diare dapat disebabkan oleh
bakteri, virus dan protozoa. Anonimus (2006) menyatakan bahwa E. coli merupakan
14
salah satu penyebab diare pada sapi, yang menyebabkan jaringan epitel dalam usus
berubah fungsi dari metode penyerapan (nutrisi) menjadi metode pengeluaran. Lebih
lanjut dikatakan bahwa pengobatan penyakit diare berupa antibiotik (streptomicyn)
dapat mengurangi populasi bakteri sehingga proses pencernaan dapat berjalan dengan
normal kembali.
C. Dinamika Populasi Ternak
Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi suatu jenis ternak dalam
kurung waktu tertentu. Faktor yang dapat menyebabkan penurunan populasi ternak
adalah banyaknya petani ternak yang memotong ternak jantan yang masih produktif
sehingga ternak-ternak betina yang stress tidak dapat di kawinkan dan tidak dapat
menghasilkan keturunan (Tarefu, 2006).
Populasi ternak adalah sekelompok ternak yang dipelihara dan dibiakkan dalam
suatu kelompok berdasarkan jenisnya umumnya model pemeliharaan dengan populasi
ternak yang banyak dengan mengembangkan ternak-ternak dengan kualitas genetik
unggul sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki mutu keturunan ternak yang
dihasilkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua aktivitas yang berkaitan dengan
perkembangan populasi pada kelompok ternak bibit dapat dikelompokan menjadi
bagian yang luas yaitu menetapkan sasarannaya dan mengembangkan program
seleksi yang diarahkan untuk mengubah rata-rata populasi atau kearah sasaran yang
dikehendaki (Gunawan et al., 2004).
15
Ditinjau dari dinamika populasi ternak dipengaruhi oleh adanya kelahiran,
kematian, pemotongan ternak, ekspor/impor dan populasi awal disamping itu
pengembangan Sapi Bali pada suatu wilayah dari periode tertentu akan sangat
dipengaruhi oleh besarnya populasi daya dukung wilayah dan jumlah peternak
Sapi Bali. Jumlah anak yang lahir dalam satu kali melahirkan akan mempengaruhi
cepat atau lambatnya perkembangan populasi ternak yang dikembangkan. Lebih
lanjut dikatakan bahwa salah satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk
mendapatkan populasi yang tinggi adalah bibit disamping faktor lainnya laju
populasi ternak ruminansia seperti kerbau sapi potong, dan kambing di pengaruhi
oleh pakan, Penyakit, manajemen pemeliharaan serta aktifitas reproduksi
(Sarwono, 2003).
Angka kelahiran merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari satu kali
kawin. Oleh karena itu kesukaran penentuan kebuntingan muda dan banyak kematian
emrional atau abortus. Maka nilai nilai reproduksi yang mutlak dari seekor betina
baru dapat ditentukan setelah kelahiran anak yang hidup normal (Thoelihere, 1993).
Paling tidak ada tiga pemicu timbulnya pengurasan populasi sapi lokal sebagai
dampak dari tingginya permintaan daging sapi terutama pada periode 1997-1998 serta
tingginya import daging dan jeroan serta sapi bakalan yaitu: (1) produksi dalam
negeri tidak mengimbangi peningkatan permintaan, (2) permintaan meningkat
sedangkan produksi dalam negeri menurun, (3) permintaan tetap sedangkan
permintaan dalam negeri menurun (Bahri et al., 2004).
16
Peningkatan populasi sapi potong dalam upaya pencapaian swasembada daging
antara lain adalah: (1) subsektor peternakan berkompetisi sebagai sember
pertumbuhan baru pada sektor pertanian, (2) rumah tangga yang terlibat langsung
dalam usaha peternakan terus bertambah, (3) tersebarnya sentra produksi diberbagai
daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat diperkotaan sehingga mampu
menggerakan perekonomian regional, (4) mendukung upaya ketahanan pangan baik
sebagai penyedia bahan pangan maaupun sebagai sumber pendapatan yang kedua
berperan meningkatkan ketersediaan dan aksebilitas pangan (Suryana, 2007).
Hasil penelitian Amirudin (2006) menunjukan bahwa jumlah populasi ternak
sapi di wilayah Kecamatan Persiapan Iwoi Tombo mengalami peningkatan ditiap
tahunnya rata-rata 150,6 ekor. Kondisi ini dipengaruhi semakin bertambahnya
populasi ternak betina yang dimiliki peternak, sehingga memungkinkan adanya induk
yang baru ataupun induk penganti bagi induk yang sudah tua tiap tahunnya disamping
faktor sistem pemeliharaan dan pemberian pakan yang dilakukan oleh responden juga
cukup baik. Sementara rendahnya rata-rata jumlah ternak keluar dibanding dengan
ternak yang masuk di lokasi penelitian kemungkinan disebabkan oleh rendahnya
angka kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu.
Umumnya pengeluaran ternak sapi terjadi karena penjualan, pemotongan, kredit
(penggaduhan kepada orang lain), dan memberikan hadiah kepada anak/keluarga
dekat.
17
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan yaitu bulan Desember 2010 di
Kecamatan Lasolo, Molawe dan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara Provinsi
Sulawesi Tenggara.
B. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah peternak Sapi Bali di Kecamatan Lasolo,
Molawe dan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara. Lokasi penelitian ditentukan
secara stratified sampling yaitu melakukan stratifikasi 7 kecamatan menjadi tiga
strata kecamatan. Pada tiap-tiap kecamatan diambil 2 desa sampel yaitu desa
populasi terbanyak, sedang dan terkecil berdasarkan populasi ternak sapi. Strata
kecamatan tidak berdasarkan kriteria jumlah kepemilikan ternak sapi karena
di tingkat kabupaten tidak tersedia data jumlah peternak dan data pemilikan peternak
sapi disetiap kecamatan melainkan berdasarkan data populasi sapidari data BPS tahun
2009. Penentuan strata ini dilakukan dengan cara mencari kisaran populasi ternak
sapi menurut Sani (2008) yaitu populasi tertinggi (PT) dikurangi populasi rendah
(PR) = (K populasi). Selanjutnya populasi dibagi tiga sehingga dihasilkan interval
strata (1/3K).
Populasi tertinggi (PT) 2.746 ekor dikurangi populasi rendah (PR) 604 ekor
= 2142 ekor (K populasi). Populasi ternak sapi terendah yaitu di Kecamatan
18
Langgikima (1.003), Wiwirano (604 ekor). Populasi ternak sapi sedang yaitu
Kecamatan Sawa (1.904 ekor), Lembo (1.618 ekor), Molawe (1.438 ekor) dan
Kecamatan Asera (1.867 ekor). Dan Populasi ternak sapi tinggi yaitu Lasolo
(2.746 ekor) (BPS, 2009).
Penentuan kisaran strata sebagai sampel yaitu (1) rendah = 604 ekor sampai
1318 ekor (PR s.d PR + 1/3 K), yaitu Kecamatan Langgikima dan Wiwirano,
(2) sedang = 1319 ekor sampai 2032 ekor (PR+1/3K + 1 s.d PR + 2/3K) meliputi
Kecamatan Sawa, Lembo, Molawe dan Kecamatan Asera, (3) tinggi = 2033 ekor
sampai 2745 ekor (PR+2/3K+ s.d PR+K), meliputi Kecamatan Lasolo. Sampel
kecamatan dipilih secara random dari masing-masing strata dan terpilih Kecamatan
Lasolo, Molawe dan Kecamatan Wiwirano (strata tinggi, sedang dan rendah).
Selanjutnya tiap kecamatan dipilih 2 desa sampel yang memiliki populasi ternak sapi
terbanyak dan pengambilan sampel (responden) dilakukan sensus. Hal ini dilakukan
karena jumlah responden disetiap desa sangat sedikit yaitu berkisar 8 sampai dengan
15 responden. Jumlah responden secara keseluruhan berjumlah 67 responden dengan
rincian yaitu di Kecamatan Lasolo 25 responden, Kecamatan Molawe diambil
22 responden dan Kecamatan Wiwirano diambil 20 responden.
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) Data primer yaitu
data yang akan diperoleh dari peternak responden dengan cara wawancara langsung
dengan bantuan daftar pertanyaan (kuesioner) serta pengamatan langsung di
19
lapangan. (2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau instansi
terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
D. Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:
(1) Struktur Populasi meliputi induk betina dan jantan muda dewasa berumur
> 2 tahun, ternak muda baik jantan maupun betina berumur 1-2 tahun dan pedet
jantan maupun betina berumur 0-1 tahun.
(2) Dinamika populasi ternak Sapi Bali yaitu yang meliputi jumlah ternak,
perkembangan populasi (populasi awal, kelahiran, serta jumlah ternak sapi yang
masuk (beli dan hadiah) dan jumlah ternak keluar (dijual, potong dan mati) selama
3 tahun dapat dihitung dengan rumus:
Rumus Perkembangan Populasi: Y = Xo + (X1 - X2)
t
Keterangan:
Y : Jumlah ternak akhir saat penelitian
Xo : Jumlah ternak awal
X1 : Ternak masuk (jumlah ternak lahir, beli dan hadiah)
X2 : Ternak keluar (jumlah ternak dijual, mati dan potong)
t : Waktu (1 tahun)
E. Analisis Data
Data dinamika populasi dan struktur populasi akan ditabulasi dan dianalisis
secara deskriptif.
20
F. Konsep Operasional
Konsep operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi ternak sapi dalam
kurung waktu tertentu.
2. Jumlah ternak awal adalah jumlah keseluruhan ternak yang terdapat pada tiap
lokasi penilitian
3. Sumber bibit ternak adalah asal induk pertama kali beranak.
4. Jumlah ternak yang mati adalah banyaknya ternak yang mati dalam kurung
waktu tertentu di Kabupaten Konawe Utara.
5. Ternak yang dijual adalah banyaknya ternak yang dijual dalam kurung waktu
tertentu.
6. Jumlah ternak yang dikirim adalah banyaknya ternak yang dikeluarkan dari
daerah Kabupaten Konawe Utara.
7. Struktur populasi adalah hubungan kekerabatan ternak yang ada dalam suatu
populasi ternak tertentu yang meliputi hubungan tetua dan jumlah anak yang
dilahirkan pada waktu tertentu baik ternak jantan maupun betina.
8. Angka kelahiran merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari satu kali
kawin.
9. Angka kematian adalah persentase jumlah ternak yang mati dalam kurung
waktu tertentu.
21
10. Pemotongan adalah jumlah ternak tang dipotong dalam kurung waktu
tertentu.
11. Ternak masuk adalah jumlah ternak lahir, beli dan hadiah
12. Ternak keluar adalah jumlah ternak dijual, mati dan potong
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah
1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Konawe Utara
Kabupaten Konawe Utara dengan ibukota Wanggudu merupakan pemekaran
dari Kabupaten Konawe, yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Konawe Utara di Propinsi Sulawesi
Tenggara.
Kabupaten Konawe Utara terdiri dari atas 7 Kecamatan dan tiga diantaranya
adalah yaitu Lasolo, Molawe dan Wiwirano dengan luas wilayah masing-masing
adalah kecamatan lasolo, molawe dan wiwirano dari luas kabupaten konawe utara.
Secara administratif batas wilayah Kabupaten Konawe utara adalah: (1) Sebelah
Timur berbatasan dengan Kabupaten Morowali (Propinsi Sulawesi Tengah) dan Laut
Banda, (2) Sebelah Selatan berbatasan dengan beberapa kecamatan di Kabupaten
Konawe, (3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka.
2. Iklim Dan Topografi.
Secara umum Kabupaten Konawe Utara dikenal dua musim yaitu musim
kemarau dan musim penghujan. Keadaan musim banyak dipengaruhi oleh arus angin
yang bertiup diatas wilayahnya. Pada bulan Nopember sampai dengan Maret, angin
banyak mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan Samudera Pasifik,
setelah sebelumnya melewati beberapa lautan. Pada bulan-bulan tersebut terjadi
23
musim Penghujan. Sekitar bulan April, arus angin selalu tidak menentu dengan curah
hujan kadang-kadang kurang dan kadang-kadang lebih. Musim ini oleh para pelaut
setempat dikenal sebagai musim Pancaroba. Sedangkan pada bulan Mei sampai
dengan Agustus, angin bertiup dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia
kurang mengandung uap air. Hal tersebut mengakibatkan minimnya curah hujan di
daerah ini. Pada bulan Agustus sampai dengan Oktober terjadi musim Kemarau.
Kabupaten Konawe Utara memiliki topografi permukaan tanah yang pada
umumnya bergunung, bergelombang dan berbukit serta diapit oleh dataran rendah
yang sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Jenis tanah meliputi
Latosol 363.380 Ha atau 23,35%, Padzolik 438.110 Ha atau 28,15%, Organosol
73.316 Ha atau 4,71%, Mediteran 52.808 Ha atau 3,39%, Aluvial 74.708 Ha atau
4,80% dan tanah Campuran 553.838 Ha atau 35,59 %.
Sugeng (2001), menyatakan bahwa kondisi iklim pada daerah tropis
memungkinkan terjadinya hijauan pakan ternak dapat terpenenuhi sepanjang tahun.
Karena sesuai dengan tipe iklim pada daerah tropis dimana suhu udara sedang, hujan
sangat lebat dan kelembapan udara tinggi.
Lebih lanjut Sugeng (2001) menyatakann bahwa pada daerah yang beriklim
seperti ini jenis vegetasinya adalah hujan yang terdiri dari pepohonan tinggi dengan
dedaunan yang lebat sedangkan dibawahnya tumbuh semak- semak dengan
ketinggian sedang. Dalam kondisi yang demikian maka sangat memungkinkan suatu
wilayah dijadikan sebagai pengembangan usaha perternakan khususnya ternak sapi
potong.
24
B. Struktur Populasi Sapi Bali
Hasil penelitian terhadap struktur populasi Sapi Bali milik responden di lokasi
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Struktur Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara pada Tahun 2010
Struktur populasi Sapi Bali yang dimiliki oleh peternak di Kabupaten Konawe
Utara didominasi oleh induk betina (41,52%) dan betina muda (16,44%). Semakin
banyak persentase jumlah induk dan betina muda dalam suatu populasi maka jumlah
anak yang dilahirkan setiap tahunnya akan lebih banyak dan sebaliknya. Persentase
jumlah pejantan dalam populasi yaitu 11,24%. Kecenderungan peternak
mempertahankan keberadaan sapi betina dan mendatangkan ternak sapi muda dari
luar lokasi penelitian untuk dijadikan sebagai calon pengganti induk yang sudah
tidak produktif lagi.
Struktur Ternak
(ekor)
Kecamatan
Wiwirano
(ekor)
Kecamatan
Molawe
(ekor)
Kecamatan
Lasolo
(ekor)
Jumlah
(ekor)
Persentase
Jumlah
ternak
(%)
Induk Betina Umur > 2 Tahun 69 74 97 240 41,52
Jantan umur > 2 Tahun 17 13 35 65 11,24
Betina Muda Umur 1-2 Tahun 24 27 44 95 16,44
Jantan Muda Umur 1-2 Tahun 15 13 18 46 7,96
Pedet Betina Umur 0-1 Tahun 12 21 42 75 12,98
Pedet Jantan umur 0-1 Tahun 17 23 17 57 9,86
Jumlah
154 171 253 578 100
25
Hasil wawancara juga diketahui bahwa rendahnya populasi ternak induk jantan
maupun jantan muda tidak hanya dipengaruhi oleh rendahnya jumlah ternak jantan
yang lahir tiap tahunnya tetapi lebih disebabkan perilaku peternak yang cederung
menjual ternak jantan.
C. Dinamika Populasi Sapi Bali
Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi suatu jenis ternak dalam
kurung waktu tertentu. Keadaan populasi ternak sapi menjadi kurang berkembang
apabila terjadi ketidak seimbangan antara jumlah anak yang lahir dalam satu kali
melahirkan. Populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara sejak tahun 2008
sampai dengan 2010 mengalami peningkatan setiap tahun seperti terlihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara
Tahun
∑ Ternak Awal
(Xo)
(ekor)
∑ Ternak Masuk
(X1)
(ekor)
∑ Ternak Keluar
(X2)
(ekor)
∑ Ternak Akhir
(Y)
(ekor)
2008 290 117 21 386
2009 363 163 28 498
2010 471 155 48 578
Peningkatan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara cenderung
mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Hal ini
disebabkan petani cenderung mempertahankan induk betina dan jumlah ternak yang
masuk (ternak lahir, mendapat hadiah dan ternak beli) lebih besar dibanding dengan
jumlah ternak keluar (ternak jual, mati dan ternak dipotong).
26
Tanari (2001) menyatakan bahwa dalam melaksanakan pengembangan populasi
ternak Sapi Bali, penentuan pengeluaran ternak termasuk pengendalian pemotongan
ternak betina produktif perlu diperhatikan dan menghitung dengan tepat jumlah
ternak Sapi Bali yang dapat dikeluarkan agar tidak mengganggu keseimbangan
populasi pada suatu wilayah.
Tabel 3. Dinamika Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara
Tahun
Jumlah Populasi
Kabupaten Konawe Utara
Jumlah
Populasi
(Ekor)
Dinamika
Populasi
(%)
Kecamatan
Wiwirano
(Ekor)
Kecamatan
Molawe
(Ekor)
Kecamatan
Lasolo
(Ekor)
Naik
2008 112 109 165 386
2009 138 150 210 498 26,68
2010 154 171 253 578 16,06
Jumlah
Rata-rata
21,37
Data pada Tabel 3, menunjukan bahwa populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten
Konawe Utara sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan
rata-rata 21,37% per tahun. Peningkatan populasi ternak tersebut disebabkan oleh
jumlah ternak yang keluar tahun 2008 sampai dengan 2010 lebih rendah dibanding
dengan jumlah ternak yang masuk dapat dilihat pada Tabel 2. Rendahnya rata-rata
jumlah ternak keluar dibanding dengan ternak yang masuk di lokasi penelitian
disebabkan oleh rendahnya jumlah ternak yang dijual dan rendahnya jumlah angka
kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu dibanding
jumlah ternak yang lahir dan jumlah ternak yang dibeli.
27
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa umumnya pengeluaran ternak sapi
terjadi karena penjualan dan pemotongan. Selain itu, keadaan ini dipengaruhi oleh
rendahnya angka kematian, kesadaran peternak akan pemotongan ternak betina dan
tingginya angka kelahiran. Soehadji dalam Sumadi (2001) menyatakan bahwa
populasi ternak selalu mengalami perubahan dan perubahan ini dipengaruhi oleh
adanya kelahiran, kematian, pemotongan, ternak dijual dan populasi awal.
Lebih lanjut dikatakan oleh Endiuna (2006) bahwa dalam keadaan sebenarnya
peningkatan populasi disebabkan oleh kelahiran, masuknya beberapa individu sejenis,
penurunan angka kematian dan penurunan angka keluarnya beberapa individu ternak
sejenisnya merupakan kondisi yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi
di suatu wilayah.
Hasil penelitian Amirudin (2006) menyatakan bahwa jumlah populasi ternak
sapi di wilayah Kecamatan Persiapan Iwoi Tombo mengalami peningkatan ditiap
tahunnya rata-rata 150,6 ekor. Kondisi ini dipengaruhi semakin bertambahnya
populasi ternak betina yang dimiliki peternak, sehingga memungkinkan adanya induk
yang baru ataupun induk penganti bagi induk yang sudah tua tiap tahunnya disamping
faktor sistem pemeliharaan dan pemberian pakan yang dilakukan oleh responden juga
cukup baik. Sementara rendahnya rata-rata jumlah ternak keluar dibanding dengan
ternak yang masuk di lokasi penelitian kemungkinan disebabkan oleh rendahnya
angka kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu.
Umumnya pengeluaran ternak sapi terjadi karena penjualan, pemotongan, kredit
28
(penggaduhan kepada orang lain), dan memberikan hadiah kepada anak/keluarga
dekat.
Sarwono (2003) menyatakan bahwa jumlah anak yang lahir dalam satu kali
melahirkan akan mempengaruhi cepat atau lambatnya perkembangan populasi ternak
yang dikembangkan, lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu faktor penting yang
harus diperhatikan untuk mendapatkan populasi yang tinggi adalah bibit, disamping
faktor lainnya dan laju populasi ternak ruminansia seperti kerbau sapi potong dan
kambing dipengaruhi oleh pakan, penyakit dan manajemen pemeliharaan serta
aktifitas reproduksi.
Peningkatan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara populasi
dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan mutu genetik dan kawin IB,
kelahiran IB. Peningkatan populasi ternak Sapi Bali sebagai ternak lokal Indonesia
perlu diperhatikan karena merupakan plasma nutfah yang harus dipertahankan.
Program pemuliaan ternak Sapi Bali dapat dilakukan melalui seleksi persilangan
tetapi tetap mempertahankan kemurnian ternak Sapi Bali.
Dalam upaya mempertahankan ternak Sapi Bali di suatu wilayah tertentu perlu
dilengkapi dengan rancangan peningkatan mutu genetik ternak (Winter, 2003).
Salah satu cara untuk mempertahankan mutu genetik ternak Sapi Bali dan berbagai
bangsa sapi lain pada suatu daerah adalah menghitung dengan tepat jumlah ternak
sapi yang dikeluarkan seimbang dengan jumlah ternak yang masuk serta
mempertahankan mutu bibit sebagai ternak pengganti. Selain cara tersebut diatas
dapat pula dilakukan persilangan Sapi Bali dengan berbagai bangsa lain. Lebih lanjut
29
dinyatakan bahwa persilangan Sapi Bali dengan bangsa ternak sapi lain yang akan
menghasilkan sapi silangan yang memiliki mutu genetik yang baik serta
menunjukkan sifat pertumbuhan yang meningkat sebanyak 50–100%.
30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa struktur populasi
Sapi Bali yang dimiliki oleh responden didominasi induk betina 41,52% dan betina
muda 16,44%. Sedangkan dinamika populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara
maka populasi Sapi Bali dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 meningkat
sebesar 26,68% tetapi dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 meningkat hanya
16,06% tidak sebesar tahun sebelumnya.
B. Saran
Peneliti menyarankan perlu penelitian lanjutan dengan interval waktu diatas
2 (dua) tahun untuk melihat pola dinamika populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten
Konawe Utara.

Contenu connexe

Tendances

Kewirausahaan Peternakan ayam pedaging
Kewirausahaan Peternakan ayam pedagingKewirausahaan Peternakan ayam pedaging
Kewirausahaan Peternakan ayam pedagingSelvhiee Rd
 
AT Modul 6 kb 4
AT Modul 6   kb 4AT Modul 6   kb 4
AT Modul 6 kb 4PPGhybrid3
 
Proposal usaha peternak ayam kewirausahaan
Proposal usaha peternak ayam kewirausahaanProposal usaha peternak ayam kewirausahaan
Proposal usaha peternak ayam kewirausahaanlingga prasetyo
 
contoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilercontoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilerbiehanzie
 
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAANContoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAANKevin Meilina
 
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...Tri Sutopo
 
Usaha Penggemukan Sapai Potong
Usaha Penggemukan Sapai PotongUsaha Penggemukan Sapai Potong
Usaha Penggemukan Sapai Potongbambangpoenya
 
Pemetaan ternak kerbau ( M. Khairul Ihsan. Tan 1B
Pemetaan ternak kerbau ( M. Khairul Ihsan. Tan 1BPemetaan ternak kerbau ( M. Khairul Ihsan. Tan 1B
Pemetaan ternak kerbau ( M. Khairul Ihsan. Tan 1BMkhairulIhsan
 
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Iwan Tea
 
1.pendahuluan ptu 2014
1.pendahuluan ptu 20141.pendahuluan ptu 2014
1.pendahuluan ptu 2014Fajar_Nurani
 
AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3PPGhybrid3
 
Budidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurBudidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurDisty Ridha H
 
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingWirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingiman prasetyo
 

Tendances (20)

Kewirausahaan Peternakan ayam pedaging
Kewirausahaan Peternakan ayam pedagingKewirausahaan Peternakan ayam pedaging
Kewirausahaan Peternakan ayam pedaging
 
AT Modul 6 kb 4
AT Modul 6   kb 4AT Modul 6   kb 4
AT Modul 6 kb 4
 
Proposal bantuan ayam petelur
Proposal bantuan ayam petelurProposal bantuan ayam petelur
Proposal bantuan ayam petelur
 
Proposal ayam
Proposal ayamProposal ayam
Proposal ayam
 
Proposal usaha peternak ayam kewirausahaan
Proposal usaha peternak ayam kewirausahaanProposal usaha peternak ayam kewirausahaan
Proposal usaha peternak ayam kewirausahaan
 
Wirausaha ternak ayam
Wirausaha ternak ayamWirausaha ternak ayam
Wirausaha ternak ayam
 
contoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilercontoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broiler
 
Proposal bantuan ternak ayam
Proposal bantuan ternak ayamProposal bantuan ternak ayam
Proposal bantuan ternak ayam
 
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAANContoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
Contoh Proposal Usaha Budidaya Ayam Petelur | KEWIRAUSAHAAN
 
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
7, Wira Usaha, Tri Sutopo, Hapzi Ali, Kuliah Umum Studi Kasus, Universitas Me...
 
Rptp integrasi 2018
Rptp integrasi  2018Rptp integrasi  2018
Rptp integrasi 2018
 
Usaha Penggemukan Sapai Potong
Usaha Penggemukan Sapai PotongUsaha Penggemukan Sapai Potong
Usaha Penggemukan Sapai Potong
 
12353579
1235357912353579
12353579
 
Pemetaan ternak kerbau ( M. Khairul Ihsan. Tan 1B
Pemetaan ternak kerbau ( M. Khairul Ihsan. Tan 1BPemetaan ternak kerbau ( M. Khairul Ihsan. Tan 1B
Pemetaan ternak kerbau ( M. Khairul Ihsan. Tan 1B
 
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
 
1.pendahuluan ptu 2014
1.pendahuluan ptu 20141.pendahuluan ptu 2014
1.pendahuluan ptu 2014
 
AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6 kb 3
 
Budidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas PetelurBudidaya Unggas Petelur
Budidaya Unggas Petelur
 
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingWirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
 
Proposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten munaProposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten muna
 

Similaire à DINAMIKA POPULASI SAPI

Similaire à DINAMIKA POPULASI SAPI (20)

Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
 
834 852-1-pb
834 852-1-pb834 852-1-pb
834 852-1-pb
 
AT Modul 1 kb 2
AT Modul 1 kb 2AT Modul 1 kb 2
AT Modul 1 kb 2
 
Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1
 
Fadhly dzil ikram ( tan 1 b ) pemetaan potensi wilayah
Fadhly dzil ikram ( tan 1 b ) pemetaan potensi wilayahFadhly dzil ikram ( tan 1 b ) pemetaan potensi wilayah
Fadhly dzil ikram ( tan 1 b ) pemetaan potensi wilayah
 
Juk domba
Juk dombaJuk domba
Juk domba
 
BAB II.docx
BAB II.docxBAB II.docx
BAB II.docx
 
Saduran prospek pembibitan sapi
Saduran prospek pembibitan sapiSaduran prospek pembibitan sapi
Saduran prospek pembibitan sapi
 
PPT Webinar.pptx
PPT Webinar.pptxPPT Webinar.pptx
PPT Webinar.pptx
 
0812 2838-0678 budidaya beternak kambing
0812 2838-0678 budidaya  beternak kambing0812 2838-0678 budidaya  beternak kambing
0812 2838-0678 budidaya beternak kambing
 
AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1
 
Ternak Kambing
Ternak KambingTernak Kambing
Ternak Kambing
 
Potensi sapi di kabupaten muna
Potensi sapi di kabupaten munaPotensi sapi di kabupaten muna
Potensi sapi di kabupaten muna
 
Potensi sapi di kabupaten muna
Potensi sapi di kabupaten munaPotensi sapi di kabupaten muna
Potensi sapi di kabupaten muna
 
Pengabdian masyarakat 1 jadi
Pengabdian masyarakat 1 jadiPengabdian masyarakat 1 jadi
Pengabdian masyarakat 1 jadi
 
Makalah kesmavet
Makalah kesmavetMakalah kesmavet
Makalah kesmavet
 
Proposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten munaProposal ternak sapi kabupaten muna
Proposal ternak sapi kabupaten muna
 
AT Modul 2 kb 1
AT Modul 2 kb 1AT Modul 2 kb 1
AT Modul 2 kb 1
 
Proposal ternak sapi
Proposal ternak sapiProposal ternak sapi
Proposal ternak sapi
 

Dernier

Diagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
Diagram Fryer Pembelajaran BerdifferensiasiDiagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
Diagram Fryer Pembelajaran BerdifferensiasiOviLarassaty1
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptssuser940815
 
SANG BUAYA DI TIMPA POKOK CERITA KANAK-KANAK
SANG BUAYA DI TIMPA POKOK CERITA KANAK-KANAKSANG BUAYA DI TIMPA POKOK CERITA KANAK-KANAK
SANG BUAYA DI TIMPA POKOK CERITA KANAK-KANAKArifinAmin1
 
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docNurulAiniFirdasari1
 
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptxMata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptxoperatorsttmamasa
 
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdfPPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdfSBMNessyaPutriPaulan
 
Berikut adalah aksi nyata dalam merancang modul projek dengan tema kearifan l...
Berikut adalah aksi nyata dalam merancang modul projek dengan tema kearifan l...Berikut adalah aksi nyata dalam merancang modul projek dengan tema kearifan l...
Berikut adalah aksi nyata dalam merancang modul projek dengan tema kearifan l...YulfiaFia
 
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdfPerbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdfAgungNugroho932694
 
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfEstetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfHendroGunawan8
 
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran HaditsHakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran HaditsBismaAdinata
 
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfJaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfHendroGunawan8
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf
 
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024MALISAAININOORBINTIA
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptTaufikFadhilah
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
704747337-Ppt-materi-Presentasi-Program-Kerja-Organisasi-kangguru.pptx
704747337-Ppt-materi-Presentasi-Program-Kerja-Organisasi-kangguru.pptx704747337-Ppt-materi-Presentasi-Program-Kerja-Organisasi-kangguru.pptx
704747337-Ppt-materi-Presentasi-Program-Kerja-Organisasi-kangguru.pptxHalomoanHutajulu3
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaAbdiera
 

Dernier (20)

Diagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
Diagram Fryer Pembelajaran BerdifferensiasiDiagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
Diagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
 
SANG BUAYA DI TIMPA POKOK CERITA KANAK-KANAK
SANG BUAYA DI TIMPA POKOK CERITA KANAK-KANAKSANG BUAYA DI TIMPA POKOK CERITA KANAK-KANAK
SANG BUAYA DI TIMPA POKOK CERITA KANAK-KANAK
 
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
 
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptxMata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
 
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdfPPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
 
Berikut adalah aksi nyata dalam merancang modul projek dengan tema kearifan l...
Berikut adalah aksi nyata dalam merancang modul projek dengan tema kearifan l...Berikut adalah aksi nyata dalam merancang modul projek dengan tema kearifan l...
Berikut adalah aksi nyata dalam merancang modul projek dengan tema kearifan l...
 
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdfPerbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
 
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfEstetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
 
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran HaditsHakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
 
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfJaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
 
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
704747337-Ppt-materi-Presentasi-Program-Kerja-Organisasi-kangguru.pptx
704747337-Ppt-materi-Presentasi-Program-Kerja-Organisasi-kangguru.pptx704747337-Ppt-materi-Presentasi-Program-Kerja-Organisasi-kangguru.pptx
704747337-Ppt-materi-Presentasi-Program-Kerja-Organisasi-kangguru.pptx
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 

DINAMIKA POPULASI SAPI

  • 1. 1 I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi dan berkembang dengan baik di Indonesia. Disamping sebagai salah satu plasma nutfah, keberadaan Sapi Bali mampu menopang perekonomian masyarakat atau sebagai sumber penerimaan daerah. Keunggulan beternak Sapi Bali dapat digunakan oleh peternak sebagai tenaga kerja di usaha tani dan kotorannya dapat dijadikan sebagai pupuk kandang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Murtidjo (1994) bahwa ternak sapi berfungsi sebagai salah satu sumber pendapatan, modal, tabungan, tenaga kerja dan sumber pupuk kandang sehingga sampai saat ini terus dikembangkan oleh pemerintah baik daerah maupun pusat walaupun pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Umumnya jenis sapi yang dipelihara di Kabupaten Konawe Utara adalah Sapi Bali. Menurut data BPS (2009) populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara pada tahun 2007 sebanyak 10.500 ekor dan tahun 2008 sebanyak 11.180 ekor (mengalami peningkatan 6,48%). Populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya ternak yang lahir dan penurunan jumlah kematian ternak. Selain itu, peningkatan populasi ternak sapi di daerah ini juga didukung oleh lahan yang cukup luas dengan ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga akan mendukung pengembangan populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara.
  • 2. 2 Dinamika populasi adalah perubahan populasi ternak pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Dinamika populasi suatu wilayah dipengaruhi jumlah ternak lahir dan masuknya ternak di suatu wilayah. Selain itu, perubahan populasi ternak disuatu wilayah juga dipengaruhi oleh jumlah induk dan daya dukung lahan serta jumlah peternak Sapi Bali. Untuk mempertahankan peningkatan populasi ternak sapi di suatu wilayah maka jumlah ternak yang dikeluarkan setiap tahunnya harus lebih rendah dari jumlah ternak yang lahir. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pengurasan populasi ternak dalam suatu wilayah. Selain itu, untuk mempertahankan populasi ternak sapi maka perlunya pencegahan pemotongan betina produktif. Penelitian yang berhubungan dengan dinamika populasi ternak sapi sampai sekarang belum pernah dilakukan. Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian yang berhubungan dengan dinamika populasi khususnya di Kabupaten Konawe Utara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus permasalahan adalah “Bagaimana Dinamika Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara ?”. C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dinamika populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara, Selanjutnya dapat dijadikan acuan atau dasar dalam perencanaan
  • 3. 3 pembangunan peternakan khususnya peningkatan populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara.
  • 4. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Potensi Sapi Bali Sapi Bali merupakan salah satu bangsa Sapi Bali asli di Indonesia. Sapi Bali memiliki ciri genetik yang khas dan keunggulan yang tidak kalah jika dibanding dengan bangsa sapi lainnya. Sapi Bali mempunyai peranan terutama pada daerah transmigrasi dan daerah Indonesia Bagian Timur (Pane, 1985). Sapi Bali juga merupakan salah satu bangsa sapi potong penghasil daging di Indonesia yang mempunyai masa depan ekonomi cerah. Namun produksi daging dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas rendah (Rosida, 2006). Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan karena sebahagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005). Beberapa keunggulan Sapi Bali antara lain: tingkat kesuburannya tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan persentase beranak dapat mencapai 80%. Selain keunggulan terdapat juga kekurangan yakni Sapi Bali pertumbuhannya lambat, rentang terhadap penyakit tertentu misalnya penyakit ingusan (Wasti, 2008). Selanjutnya peranan Sapi Bali yaitu: (1) Sebagai ternak kerja, Beberapa daerah di Indonesia yang belum terlalu tersentuh oleh teknologi penggunaan ternak sapi sebagai tenaga kerja masih banyak dijumpai misalnya sapi digunakan untuk membajak sawah dan mengangkut hasil pertanian, (2) Ternak sapi sebagai
  • 5. 5 penghasil pupuk kandang, merupakan hasil sampingan dari usaha pemeliharaan ternak sapi. Secara umum sapi dewasa maupun menghasilkan kotoran sebanyak 7,5 ton pertahun yang setara dengan 5 ton pupuk setiap tahunnya, (3) Ternak sapi sebagai penentu status sosial. Pada daerah di Indonesia seperti Madura dan Nusa Tenggara, (4) Ternak sapi sebagai penghasil bahan baku industri seperti kulit, tanduk dan darah. Sapi yang diperoleh dari hasil pemotongan merupakan bahan sumber bahan baku industri yang menghasilkan nilai tambah cukup tinggi, (5) Sabagai penghasil daging, beberapa jenis sapi memang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristik yang dimilikinya. Sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan yang dipelihara intensif selama beberapa bulan sehingga diperoleh bobot badan yang ideal untuk dipotong (Abidin, 2006). Berdasarkan data sebaran populasi sapi potong di Indonesia tahun 2007 (Direktorat Jendral Peternakan, 2007), sentral sapi potong terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, NAD, NTT, Sumatra Selatan dan Sulawesi Selatan. Pola usaha sebahagian besar adalah pembibitan atau pembesaran anak dan hanya sebahagian kecil peternak yang mengusahakan usaha penggemukan ternak (Yusdja et al., 2003). Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sapi potong adalah dengan mendatangkan sapi dari Eropa (Bos Taurus) seperti Limousine dan Simmental. Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya mencapai swasembada daging tahun 2004 adalah (1) Sektor peternakan berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, rumah tangga yang terlibat
  • 6. 6 langsung dalam usaha peternakan terus bertambah dan tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah dan berfungsi sebagai ketahanan pangan baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai sumber pendapatan, (2) Berperan meningkatkan ketersediaan dan aksebilitas pangan (Kariyasa, 2005). B. Tatalaksana Pembudidayaan Ternak Sapi 1. Sumber Bibit dan Perkawinan Bibit ternak dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri tujuan ternak sapi potong dikenal dua alternatif yaitu (1) Untuk pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangan sapi potong dan (2) Usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa untuk selanjutnya digemukkan (Rosida, 2006). Pemilihan sapi sebagai calon bibit pengganti ataupun calon penggemukan sering mengalami kesulitan sebab pada saat peternak melakukan pemeliharaan diperlukan pengetahuan, pengalaman dan pencakapan yang cukup serta kriteria dasar yang meliputi bangsa sapi genetis dan bentuk luar serta kesehatan sehubungan dengan pemeliharaan ternak sapi dan pengukuran ternak sapi (Sugeng, 2006). Bibit mempengaruhi produktivitas ternak calon induk sebaiknya dipilih dari ternak yang muda memiliki bentuk tubuh bagus dan berasal dari induk yang sehat. Ciri-ciri induk yang bagus untuk dikembangkan yakni: bentuk kaki lurus, bulu halus dan tidak ada penyakit kulit, mata jernih, bentuk ambing seimbang dan jumlah puting
  • 7. 7 dua. Kondisi ternak sapi lokal saat ini telah mengalami degradasi produksi dan bentuk tubuhnya kecil. Hal ini karena mutu genetik sapi lokal makin menurun baik bibit yang digunakan maupun dari bibit lokal tetapi jika diseleksi produktivitas maka makin meningkat. Demikian halnya dengan pakan yang diberikan makin baik pakan, produktivitas ternak makin meningkat (Wijono et al., 2003). Sistem perkawinan ternak dibagi menjadi 2 yaitu: (1) kawin alam (Natural Service) adalah perkawinan jantan dan betina dikandang atau dilapangan (Pasture Matting), (2) inseminasi buatan (IB) adalah pemasukan semen kedalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia (Suwandi dan Zubachtirodin, 2005). Pada sistem perkawinan alam umumnya tidak ditemukan adanya campur tangan manusia sementara dengan metode IB campur tangan manusia semakin besar dengan mengharapkan adanya jumlah ternak yang lahir dan berkembang secara bersamaan. Siklus perkawinan atau siklus reproduksi merupakan rangkaian semua kejadian biologi kelamin yang berlangsung secara sambung-menyambung hingga terlahir generasi baru dari suatu makhluk hidup (Partodihardjo, 1992). Perkawinan silang dapat meningkatkan produktivitas dan mutu genetik. Namun membutukan biaya besar dan harus dilakukan secara bijak dan terarah, karena dapat mengancam kemurnian ternak asli (Rusfidra, 2006). Daerah-daerah pertanian ekstensif biasanya perkawinan alami pada ternak lebih dominan dari pada IB karena pejantan cukup tersedia dan terbatasnya pelayanan IB. Angka rasio pelayanan kawin per kebuntingan (service per conception ratio = S/C)
  • 8. 8 pada IB yang masih cukup tinggi yang menunjukkan kurang berhasilnya IB sehingga sebagian peternak belum pernah menggunakan IB dan jarak waktu beranak (calving interval) juga terlalu panjang. Idealnya jarak waktu beranak adalah 12 bulan, yaitu menyusui, dalam kenyataannya jarak waktu antara melahirkan dan kawin lagi (post partum mating) terlalu panjang 4,5 bulan dan tingkat kematian (mortality rate) pedet juga tinggi bahkan ada yang mencapai 50%. Masalah ini biasanya bersumber dari kualitas pakan induk yang kurang baik, terutama pada saat bunting tua dan menyusui, adanya serangan parasit dan manajemen perkawinan yang belum memadai (Hadi dan Ilham, 2002). 2. Pakan Pakan merupakan sarana produksi yang sangat penting bagi ternak karena berperan sebagai pemacu pertumbuhan. Sumber pengadaan pakan yang mengandalkan pakan penggembalaan umumnya hingga kini status hukumnya belum jelas. Hal ini dapat menyebabkan keraguan di kalangan investor untuk mengembangkan usaha di daerah-daerah yang memungkinkan pengembangan peternakan dengan pola pastur. Padahal pola pengembangan demikian dapat menghemat biaya dalam pengadaan pakan ternak. Selain pakan juga perlu diperhatikan dari segi aspek pemeliharaan, seperti perbaikan kandang dan pemanfaatan limbah untuk pakan (Hendayana dan Yusuf, 2003). Pakan merupakan zat gizi yang diperlukan untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Secara umum pakan ternak dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: (1) pakan serat, berupa hijauan pakan ternak (rumput-rumputan, kacang-kacangan
  • 9. 9 dan daunan lainnya) dan jerami (jerami padi, jagung, kacang tanah dan sebagainya), (2) pakan penguat atau konsentrat (Santosa, 2009). Lebih lanjut Santosa (2009) menyatakan pakan ternak sapi umumnya berupa hijauan dan konsentrat. Konsentrat adalah campuran dari beberapa bahan pakan untuk melengkapi kekurangan gizi dari hijauan makanan ternak. Konsentrat terdiri dari bahan pakan dengan kandungan serat kasar rendah dan mudah dicerna berasal dari biji-bijian, hasil ikutan/limbah pertanian dari pabrik pengolahan hasil pertanian dan bahan berasal dari hewan seperti tepung ikan dan tepung darah. Hijauan merupakan bahan pakan utama ternak sapi untuk penggemukan dapat berupa rumput baik untuk rumput unggul maupun rumput lapangan dan sebagian jenis leguminosa. Untuk pemberian hijauan makanan ternak dapat diberikan dengan memberikan rumput unggul seperti rumput raja, rumput gajah atau mengkombinasikan rumput lapangan dengan tanaman leguminosa seperti gamal, kaliandra dan turi yang memiliki gizi tinggi. Pakan tambahan merupakan pakan yang berguna untuk merangsang pertumbuhan, mencegah penyakit dan melengkapi ransum pakan ternak yang terdiri dari campuran vitamin dan mineral. Bahan pakan yang berasal dari hasil samping perkebunan dan pabrik mempunyai kandungan protein, kecernaan dan palatabilitas rendah serta kandungan serat kasar tinggi. Meskipun memiliki kualitas rendah tidak berarti produksi sapi yang tinggi tidak seimbang dilakukan. Sentuhan teknologi untuk mengeroksi nutrisi yang tidak seimbang dilakukan. Dapat berupa penambahan hidrolisat bulu ayam sebagai sumber asam amino rantai cabang yang berperan sebagai prekosor asam lemak rantai
  • 10. 10 cabang serta penahan langsung mineral defesien kedalam pakan. Lebih lanjut dikatakan bahwa, tersedianya pakan yang cukup baik jumlah maupun mutunya dan berkeseimbangan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan peternakan (Umiyasih, 2003). Peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong perlu diikuti dengan penyediaan pakan yang berkualitas sepanjang tahun. Upaya penyediaan pakan dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan perawatan dan pemanfaatan hijauan yang ada melalui pengembangan hijauan unnggul, pengembangan usaha integrasi antara ternak dan tanaman pakan atau perkebuanan serta penggalian potensi pakan. Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan melalui perbaikan mutu pakan dan pemulihan melalui seleksi dan persilangan. Perbaikan mutu pakan dan manajemen dapat meningkatkan produktivitas tersebut sering kali bersifat sementara dan tidak diwariskan pada turunannya (Nurfitri, 2008). Sumber pakan di Indonesia cukup banyak tetapi sangat besar sehingga pengangkutan pakan ketempat perlu memperhatikan nilai ekonomisnya. Pada kawasan ternak, peternak menghadapi kesulitan dalam memperoleh pakan sehingga dibutuhkan campur tangan pihak lain untuk membangun infrastruktur pakan yang cukup ekonomis. Pada musim hujan reproduksi pakan serat melimpah, tetapi pada musim kemarau peternak sulit memperoleh hijauan. Oleh karena itu, perlu sentuhan teknologi untuk penanganan pakan yang berlebihan pada musim hujan agar dapat dimanfaatkan pada musim kemarau (Bamualim, 2008).
  • 11. 11 Penyediaan pakan ternak segar terutama dalam memanfaatkan kekosongan diantara akhir musim hujan hingga akhir musim kemarau dengan penanaman jagung untuk memproduksi biomasa. Produksi biomasa jagung cacah, bahwa pertanaman jagung dipanen semasa tongkolnya muda, umur 65-75 hari setelah tanam. Untuk tujuan ini tanaman jagung dipanen dengan cara dipotong batangnya pada permukaan tanah, kemudian seluruh bagian tanaman dicacah berukuran 5 cm kemudian diproses hay atau silase. Perlunya penerapan teknologi pengawetan pakan berupa rumput yang melimpah pada musim hujan atau jerami padi atau kacang tanah yang cukup banyak (Suwandi dan Zubachtirodi, 2005). 3. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan ternak sapi potong dikenal tiga sistem yaitu: (1) Ekstentif adalah sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh orang yang sama dan dilapangan pengembalaan yang sama dengan tidak dikandangkan yang meliputi perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan pengemukan, (2) Antara ekstensif dan intensif adalah pemeliharaan ternak yang tindakan spesialisasinya sudah ada misalnya digemukan dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas bahan pakan yang diberikan, (3) Intensif adalah pemeliharaan dalam tempat yang terkurung dan makan dibawa kepada ternak, serta melakukan tindakan intensifikasi secara serius demi pencapaian produksi yang efisien (Parakkasi, 1998). Tatalaksana pemeliharaan dapat dibagi menjadi 3 dengan tujuan pemeliharaan yaitu: (1) Tujuan untuk menghasilkan anak, induk dan anak dipelihara bersama sampai anak disapih umur 6-8 bulan dan kemudian anak dijual, (2) Tujuan untuk
  • 12. 12 menambah dan memperbaiki kualitas daging, penggemukan dapat dilakukan dikandang atau padang rumput, lama penggemukan tergantung umur sapi, (3) Tujuan untuk bibit (Syukur, 2009). Tatalaksana perkandangan sapi potong sesuai dengan tujuan dan pola pemeliharaan meliputi kandang pembibitan, pembesaran dan penggemukan. Sedangkan kandang pengdukungnya adalah kandang beranak atau kandang laktasi, kandang pejantang, kandang perawan dan kandang paksa (Tularji dan Sihombing, 2005). Kandang berfungsi sebagai tempat naungan, produksi dan reproduksi, tempat merawat ternak yang sakit dan mempermudah pengontrolan ternak. Secara umum ada dua tipe sistem kandang ternak sapi yakni (1) Kandang individu, tipe kandang ini dapat memacu pertumbuhan yang lebih cepat karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak yang tidak terbatas sehingga energi yang diperoleh dari asupan pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang, (2) Kadang kelompok, terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang kuat cenderung cepat tumbuh dari pada sapi yang lemah (Djaafar, 2007). 4. Pencegahan dan Penanganan Penyakit Kesehatan ternak menentukan berhasil tidaknya suatu usaha peternakan sebab penyakit merupakan ancaman yang selalu muncul setiap saat sehingga dapat menimbulkan terhambatnya pertumbuhan, menurunnya daya tahan tubuh bahkan sampai menimbulkan kematian (Resang, 1998).
  • 13. 13 Melakukan pengendalian penyakit antara lain dengan menjaga kesehatan ternak dan mencegah penularan penyakit diantara ternak maupun manusia. Termasuk didalamnya produksi pangan asal ternak yang sehat dan aman. Pengendali penyakit pada masa mendatang merupakan isu yang sangat penting dalam mendatangkan hasil peternakan dipasar internasional (Yusdja et al., 2003). Lebih lanjut Yusdja et al. (2003) menyatakan bahwa pengendali penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah: (1) Menjaga kebesihan kadang beserta peralatan termasuk memandikan sapi, (2) Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan, (3) Mengusahakan lantai kadang selalu kering, (4) memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vakninasi sesuai petunjuk. Lebih lanjut dikatakan bahwa melanjutkan pengawasan dan pencegaha penyakit ternak yang didatangkan dari luar negeri untuk bibit dengan memperkuatk karantina hewan (Talib, 2001). Berkaitan masalah pemeliharaan masih banyak yang harus mendapatkan perhatian agar angka kelahiran dapat ditingkatkan setinggi mungkin sedangkan angka kematian dapat ditekan serendah munkin. Pengendali terhadap penyakit infeksius maupun non-infeksius seperti parasit dianggap sepele dan kurang diperhatikan karena serangan yang tidak berbahaya umumnya tidak jelas dan serangan parasit kebanyakan bersifat subklinik (Soebroto, 2001). Kejadian penyakit sangat tinggi pada pedet yaitu diare dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan protozoa. Anonimus (2006) menyatakan bahwa E. coli merupakan
  • 14. 14 salah satu penyebab diare pada sapi, yang menyebabkan jaringan epitel dalam usus berubah fungsi dari metode penyerapan (nutrisi) menjadi metode pengeluaran. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengobatan penyakit diare berupa antibiotik (streptomicyn) dapat mengurangi populasi bakteri sehingga proses pencernaan dapat berjalan dengan normal kembali. C. Dinamika Populasi Ternak Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi suatu jenis ternak dalam kurung waktu tertentu. Faktor yang dapat menyebabkan penurunan populasi ternak adalah banyaknya petani ternak yang memotong ternak jantan yang masih produktif sehingga ternak-ternak betina yang stress tidak dapat di kawinkan dan tidak dapat menghasilkan keturunan (Tarefu, 2006). Populasi ternak adalah sekelompok ternak yang dipelihara dan dibiakkan dalam suatu kelompok berdasarkan jenisnya umumnya model pemeliharaan dengan populasi ternak yang banyak dengan mengembangkan ternak-ternak dengan kualitas genetik unggul sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki mutu keturunan ternak yang dihasilkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua aktivitas yang berkaitan dengan perkembangan populasi pada kelompok ternak bibit dapat dikelompokan menjadi bagian yang luas yaitu menetapkan sasarannaya dan mengembangkan program seleksi yang diarahkan untuk mengubah rata-rata populasi atau kearah sasaran yang dikehendaki (Gunawan et al., 2004).
  • 15. 15 Ditinjau dari dinamika populasi ternak dipengaruhi oleh adanya kelahiran, kematian, pemotongan ternak, ekspor/impor dan populasi awal disamping itu pengembangan Sapi Bali pada suatu wilayah dari periode tertentu akan sangat dipengaruhi oleh besarnya populasi daya dukung wilayah dan jumlah peternak Sapi Bali. Jumlah anak yang lahir dalam satu kali melahirkan akan mempengaruhi cepat atau lambatnya perkembangan populasi ternak yang dikembangkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk mendapatkan populasi yang tinggi adalah bibit disamping faktor lainnya laju populasi ternak ruminansia seperti kerbau sapi potong, dan kambing di pengaruhi oleh pakan, Penyakit, manajemen pemeliharaan serta aktifitas reproduksi (Sarwono, 2003). Angka kelahiran merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari satu kali kawin. Oleh karena itu kesukaran penentuan kebuntingan muda dan banyak kematian emrional atau abortus. Maka nilai nilai reproduksi yang mutlak dari seekor betina baru dapat ditentukan setelah kelahiran anak yang hidup normal (Thoelihere, 1993). Paling tidak ada tiga pemicu timbulnya pengurasan populasi sapi lokal sebagai dampak dari tingginya permintaan daging sapi terutama pada periode 1997-1998 serta tingginya import daging dan jeroan serta sapi bakalan yaitu: (1) produksi dalam negeri tidak mengimbangi peningkatan permintaan, (2) permintaan meningkat sedangkan produksi dalam negeri menurun, (3) permintaan tetap sedangkan permintaan dalam negeri menurun (Bahri et al., 2004).
  • 16. 16 Peningkatan populasi sapi potong dalam upaya pencapaian swasembada daging antara lain adalah: (1) subsektor peternakan berkompetisi sebagai sember pertumbuhan baru pada sektor pertanian, (2) rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah, (3) tersebarnya sentra produksi diberbagai daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat diperkotaan sehingga mampu menggerakan perekonomian regional, (4) mendukung upaya ketahanan pangan baik sebagai penyedia bahan pangan maaupun sebagai sumber pendapatan yang kedua berperan meningkatkan ketersediaan dan aksebilitas pangan (Suryana, 2007). Hasil penelitian Amirudin (2006) menunjukan bahwa jumlah populasi ternak sapi di wilayah Kecamatan Persiapan Iwoi Tombo mengalami peningkatan ditiap tahunnya rata-rata 150,6 ekor. Kondisi ini dipengaruhi semakin bertambahnya populasi ternak betina yang dimiliki peternak, sehingga memungkinkan adanya induk yang baru ataupun induk penganti bagi induk yang sudah tua tiap tahunnya disamping faktor sistem pemeliharaan dan pemberian pakan yang dilakukan oleh responden juga cukup baik. Sementara rendahnya rata-rata jumlah ternak keluar dibanding dengan ternak yang masuk di lokasi penelitian kemungkinan disebabkan oleh rendahnya angka kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu. Umumnya pengeluaran ternak sapi terjadi karena penjualan, pemotongan, kredit (penggaduhan kepada orang lain), dan memberikan hadiah kepada anak/keluarga dekat.
  • 17. 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan yaitu bulan Desember 2010 di Kecamatan Lasolo, Molawe dan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. B. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah peternak Sapi Bali di Kecamatan Lasolo, Molawe dan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara. Lokasi penelitian ditentukan secara stratified sampling yaitu melakukan stratifikasi 7 kecamatan menjadi tiga strata kecamatan. Pada tiap-tiap kecamatan diambil 2 desa sampel yaitu desa populasi terbanyak, sedang dan terkecil berdasarkan populasi ternak sapi. Strata kecamatan tidak berdasarkan kriteria jumlah kepemilikan ternak sapi karena di tingkat kabupaten tidak tersedia data jumlah peternak dan data pemilikan peternak sapi disetiap kecamatan melainkan berdasarkan data populasi sapidari data BPS tahun 2009. Penentuan strata ini dilakukan dengan cara mencari kisaran populasi ternak sapi menurut Sani (2008) yaitu populasi tertinggi (PT) dikurangi populasi rendah (PR) = (K populasi). Selanjutnya populasi dibagi tiga sehingga dihasilkan interval strata (1/3K). Populasi tertinggi (PT) 2.746 ekor dikurangi populasi rendah (PR) 604 ekor = 2142 ekor (K populasi). Populasi ternak sapi terendah yaitu di Kecamatan
  • 18. 18 Langgikima (1.003), Wiwirano (604 ekor). Populasi ternak sapi sedang yaitu Kecamatan Sawa (1.904 ekor), Lembo (1.618 ekor), Molawe (1.438 ekor) dan Kecamatan Asera (1.867 ekor). Dan Populasi ternak sapi tinggi yaitu Lasolo (2.746 ekor) (BPS, 2009). Penentuan kisaran strata sebagai sampel yaitu (1) rendah = 604 ekor sampai 1318 ekor (PR s.d PR + 1/3 K), yaitu Kecamatan Langgikima dan Wiwirano, (2) sedang = 1319 ekor sampai 2032 ekor (PR+1/3K + 1 s.d PR + 2/3K) meliputi Kecamatan Sawa, Lembo, Molawe dan Kecamatan Asera, (3) tinggi = 2033 ekor sampai 2745 ekor (PR+2/3K+ s.d PR+K), meliputi Kecamatan Lasolo. Sampel kecamatan dipilih secara random dari masing-masing strata dan terpilih Kecamatan Lasolo, Molawe dan Kecamatan Wiwirano (strata tinggi, sedang dan rendah). Selanjutnya tiap kecamatan dipilih 2 desa sampel yang memiliki populasi ternak sapi terbanyak dan pengambilan sampel (responden) dilakukan sensus. Hal ini dilakukan karena jumlah responden disetiap desa sangat sedikit yaitu berkisar 8 sampai dengan 15 responden. Jumlah responden secara keseluruhan berjumlah 67 responden dengan rincian yaitu di Kecamatan Lasolo 25 responden, Kecamatan Molawe diambil 22 responden dan Kecamatan Wiwirano diambil 20 responden. C. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) Data primer yaitu data yang akan diperoleh dari peternak responden dengan cara wawancara langsung dengan bantuan daftar pertanyaan (kuesioner) serta pengamatan langsung di
  • 19. 19 lapangan. (2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini. D. Variabel yang Diamati Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu: (1) Struktur Populasi meliputi induk betina dan jantan muda dewasa berumur > 2 tahun, ternak muda baik jantan maupun betina berumur 1-2 tahun dan pedet jantan maupun betina berumur 0-1 tahun. (2) Dinamika populasi ternak Sapi Bali yaitu yang meliputi jumlah ternak, perkembangan populasi (populasi awal, kelahiran, serta jumlah ternak sapi yang masuk (beli dan hadiah) dan jumlah ternak keluar (dijual, potong dan mati) selama 3 tahun dapat dihitung dengan rumus: Rumus Perkembangan Populasi: Y = Xo + (X1 - X2) t Keterangan: Y : Jumlah ternak akhir saat penelitian Xo : Jumlah ternak awal X1 : Ternak masuk (jumlah ternak lahir, beli dan hadiah) X2 : Ternak keluar (jumlah ternak dijual, mati dan potong) t : Waktu (1 tahun) E. Analisis Data Data dinamika populasi dan struktur populasi akan ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.
  • 20. 20 F. Konsep Operasional Konsep operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi ternak sapi dalam kurung waktu tertentu. 2. Jumlah ternak awal adalah jumlah keseluruhan ternak yang terdapat pada tiap lokasi penilitian 3. Sumber bibit ternak adalah asal induk pertama kali beranak. 4. Jumlah ternak yang mati adalah banyaknya ternak yang mati dalam kurung waktu tertentu di Kabupaten Konawe Utara. 5. Ternak yang dijual adalah banyaknya ternak yang dijual dalam kurung waktu tertentu. 6. Jumlah ternak yang dikirim adalah banyaknya ternak yang dikeluarkan dari daerah Kabupaten Konawe Utara. 7. Struktur populasi adalah hubungan kekerabatan ternak yang ada dalam suatu populasi ternak tertentu yang meliputi hubungan tetua dan jumlah anak yang dilahirkan pada waktu tertentu baik ternak jantan maupun betina. 8. Angka kelahiran merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari satu kali kawin. 9. Angka kematian adalah persentase jumlah ternak yang mati dalam kurung waktu tertentu.
  • 21. 21 10. Pemotongan adalah jumlah ternak tang dipotong dalam kurung waktu tertentu. 11. Ternak masuk adalah jumlah ternak lahir, beli dan hadiah 12. Ternak keluar adalah jumlah ternak dijual, mati dan potong
  • 22. 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Konawe Utara Kabupaten Konawe Utara dengan ibukota Wanggudu merupakan pemekaran dari Kabupaten Konawe, yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Konawe Utara di Propinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Konawe Utara terdiri dari atas 7 Kecamatan dan tiga diantaranya adalah yaitu Lasolo, Molawe dan Wiwirano dengan luas wilayah masing-masing adalah kecamatan lasolo, molawe dan wiwirano dari luas kabupaten konawe utara. Secara administratif batas wilayah Kabupaten Konawe utara adalah: (1) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Morowali (Propinsi Sulawesi Tengah) dan Laut Banda, (2) Sebelah Selatan berbatasan dengan beberapa kecamatan di Kabupaten Konawe, (3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka. 2. Iklim Dan Topografi. Secara umum Kabupaten Konawe Utara dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Keadaan musim banyak dipengaruhi oleh arus angin yang bertiup diatas wilayahnya. Pada bulan Nopember sampai dengan Maret, angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan Samudera Pasifik, setelah sebelumnya melewati beberapa lautan. Pada bulan-bulan tersebut terjadi
  • 23. 23 musim Penghujan. Sekitar bulan April, arus angin selalu tidak menentu dengan curah hujan kadang-kadang kurang dan kadang-kadang lebih. Musim ini oleh para pelaut setempat dikenal sebagai musim Pancaroba. Sedangkan pada bulan Mei sampai dengan Agustus, angin bertiup dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia kurang mengandung uap air. Hal tersebut mengakibatkan minimnya curah hujan di daerah ini. Pada bulan Agustus sampai dengan Oktober terjadi musim Kemarau. Kabupaten Konawe Utara memiliki topografi permukaan tanah yang pada umumnya bergunung, bergelombang dan berbukit serta diapit oleh dataran rendah yang sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Jenis tanah meliputi Latosol 363.380 Ha atau 23,35%, Padzolik 438.110 Ha atau 28,15%, Organosol 73.316 Ha atau 4,71%, Mediteran 52.808 Ha atau 3,39%, Aluvial 74.708 Ha atau 4,80% dan tanah Campuran 553.838 Ha atau 35,59 %. Sugeng (2001), menyatakan bahwa kondisi iklim pada daerah tropis memungkinkan terjadinya hijauan pakan ternak dapat terpenenuhi sepanjang tahun. Karena sesuai dengan tipe iklim pada daerah tropis dimana suhu udara sedang, hujan sangat lebat dan kelembapan udara tinggi. Lebih lanjut Sugeng (2001) menyatakann bahwa pada daerah yang beriklim seperti ini jenis vegetasinya adalah hujan yang terdiri dari pepohonan tinggi dengan dedaunan yang lebat sedangkan dibawahnya tumbuh semak- semak dengan ketinggian sedang. Dalam kondisi yang demikian maka sangat memungkinkan suatu wilayah dijadikan sebagai pengembangan usaha perternakan khususnya ternak sapi potong.
  • 24. 24 B. Struktur Populasi Sapi Bali Hasil penelitian terhadap struktur populasi Sapi Bali milik responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Struktur Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara pada Tahun 2010 Struktur populasi Sapi Bali yang dimiliki oleh peternak di Kabupaten Konawe Utara didominasi oleh induk betina (41,52%) dan betina muda (16,44%). Semakin banyak persentase jumlah induk dan betina muda dalam suatu populasi maka jumlah anak yang dilahirkan setiap tahunnya akan lebih banyak dan sebaliknya. Persentase jumlah pejantan dalam populasi yaitu 11,24%. Kecenderungan peternak mempertahankan keberadaan sapi betina dan mendatangkan ternak sapi muda dari luar lokasi penelitian untuk dijadikan sebagai calon pengganti induk yang sudah tidak produktif lagi. Struktur Ternak (ekor) Kecamatan Wiwirano (ekor) Kecamatan Molawe (ekor) Kecamatan Lasolo (ekor) Jumlah (ekor) Persentase Jumlah ternak (%) Induk Betina Umur > 2 Tahun 69 74 97 240 41,52 Jantan umur > 2 Tahun 17 13 35 65 11,24 Betina Muda Umur 1-2 Tahun 24 27 44 95 16,44 Jantan Muda Umur 1-2 Tahun 15 13 18 46 7,96 Pedet Betina Umur 0-1 Tahun 12 21 42 75 12,98 Pedet Jantan umur 0-1 Tahun 17 23 17 57 9,86 Jumlah 154 171 253 578 100
  • 25. 25 Hasil wawancara juga diketahui bahwa rendahnya populasi ternak induk jantan maupun jantan muda tidak hanya dipengaruhi oleh rendahnya jumlah ternak jantan yang lahir tiap tahunnya tetapi lebih disebabkan perilaku peternak yang cederung menjual ternak jantan. C. Dinamika Populasi Sapi Bali Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi suatu jenis ternak dalam kurung waktu tertentu. Keadaan populasi ternak sapi menjadi kurang berkembang apabila terjadi ketidak seimbangan antara jumlah anak yang lahir dalam satu kali melahirkan. Populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara sejak tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami peningkatan setiap tahun seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara Tahun ∑ Ternak Awal (Xo) (ekor) ∑ Ternak Masuk (X1) (ekor) ∑ Ternak Keluar (X2) (ekor) ∑ Ternak Akhir (Y) (ekor) 2008 290 117 21 386 2009 363 163 28 498 2010 471 155 48 578 Peningkatan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Hal ini disebabkan petani cenderung mempertahankan induk betina dan jumlah ternak yang masuk (ternak lahir, mendapat hadiah dan ternak beli) lebih besar dibanding dengan jumlah ternak keluar (ternak jual, mati dan ternak dipotong).
  • 26. 26 Tanari (2001) menyatakan bahwa dalam melaksanakan pengembangan populasi ternak Sapi Bali, penentuan pengeluaran ternak termasuk pengendalian pemotongan ternak betina produktif perlu diperhatikan dan menghitung dengan tepat jumlah ternak Sapi Bali yang dapat dikeluarkan agar tidak mengganggu keseimbangan populasi pada suatu wilayah. Tabel 3. Dinamika Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara Tahun Jumlah Populasi Kabupaten Konawe Utara Jumlah Populasi (Ekor) Dinamika Populasi (%) Kecamatan Wiwirano (Ekor) Kecamatan Molawe (Ekor) Kecamatan Lasolo (Ekor) Naik 2008 112 109 165 386 2009 138 150 210 498 26,68 2010 154 171 253 578 16,06 Jumlah Rata-rata 21,37 Data pada Tabel 3, menunjukan bahwa populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan rata-rata 21,37% per tahun. Peningkatan populasi ternak tersebut disebabkan oleh jumlah ternak yang keluar tahun 2008 sampai dengan 2010 lebih rendah dibanding dengan jumlah ternak yang masuk dapat dilihat pada Tabel 2. Rendahnya rata-rata jumlah ternak keluar dibanding dengan ternak yang masuk di lokasi penelitian disebabkan oleh rendahnya jumlah ternak yang dijual dan rendahnya jumlah angka kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu dibanding jumlah ternak yang lahir dan jumlah ternak yang dibeli.
  • 27. 27 Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa umumnya pengeluaran ternak sapi terjadi karena penjualan dan pemotongan. Selain itu, keadaan ini dipengaruhi oleh rendahnya angka kematian, kesadaran peternak akan pemotongan ternak betina dan tingginya angka kelahiran. Soehadji dalam Sumadi (2001) menyatakan bahwa populasi ternak selalu mengalami perubahan dan perubahan ini dipengaruhi oleh adanya kelahiran, kematian, pemotongan, ternak dijual dan populasi awal. Lebih lanjut dikatakan oleh Endiuna (2006) bahwa dalam keadaan sebenarnya peningkatan populasi disebabkan oleh kelahiran, masuknya beberapa individu sejenis, penurunan angka kematian dan penurunan angka keluarnya beberapa individu ternak sejenisnya merupakan kondisi yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi di suatu wilayah. Hasil penelitian Amirudin (2006) menyatakan bahwa jumlah populasi ternak sapi di wilayah Kecamatan Persiapan Iwoi Tombo mengalami peningkatan ditiap tahunnya rata-rata 150,6 ekor. Kondisi ini dipengaruhi semakin bertambahnya populasi ternak betina yang dimiliki peternak, sehingga memungkinkan adanya induk yang baru ataupun induk penganti bagi induk yang sudah tua tiap tahunnya disamping faktor sistem pemeliharaan dan pemberian pakan yang dilakukan oleh responden juga cukup baik. Sementara rendahnya rata-rata jumlah ternak keluar dibanding dengan ternak yang masuk di lokasi penelitian kemungkinan disebabkan oleh rendahnya angka kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu. Umumnya pengeluaran ternak sapi terjadi karena penjualan, pemotongan, kredit
  • 28. 28 (penggaduhan kepada orang lain), dan memberikan hadiah kepada anak/keluarga dekat. Sarwono (2003) menyatakan bahwa jumlah anak yang lahir dalam satu kali melahirkan akan mempengaruhi cepat atau lambatnya perkembangan populasi ternak yang dikembangkan, lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk mendapatkan populasi yang tinggi adalah bibit, disamping faktor lainnya dan laju populasi ternak ruminansia seperti kerbau sapi potong dan kambing dipengaruhi oleh pakan, penyakit dan manajemen pemeliharaan serta aktifitas reproduksi. Peningkatan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara populasi dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan mutu genetik dan kawin IB, kelahiran IB. Peningkatan populasi ternak Sapi Bali sebagai ternak lokal Indonesia perlu diperhatikan karena merupakan plasma nutfah yang harus dipertahankan. Program pemuliaan ternak Sapi Bali dapat dilakukan melalui seleksi persilangan tetapi tetap mempertahankan kemurnian ternak Sapi Bali. Dalam upaya mempertahankan ternak Sapi Bali di suatu wilayah tertentu perlu dilengkapi dengan rancangan peningkatan mutu genetik ternak (Winter, 2003). Salah satu cara untuk mempertahankan mutu genetik ternak Sapi Bali dan berbagai bangsa sapi lain pada suatu daerah adalah menghitung dengan tepat jumlah ternak sapi yang dikeluarkan seimbang dengan jumlah ternak yang masuk serta mempertahankan mutu bibit sebagai ternak pengganti. Selain cara tersebut diatas dapat pula dilakukan persilangan Sapi Bali dengan berbagai bangsa lain. Lebih lanjut
  • 29. 29 dinyatakan bahwa persilangan Sapi Bali dengan bangsa ternak sapi lain yang akan menghasilkan sapi silangan yang memiliki mutu genetik yang baik serta menunjukkan sifat pertumbuhan yang meningkat sebanyak 50–100%.
  • 30. 30 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa struktur populasi Sapi Bali yang dimiliki oleh responden didominasi induk betina 41,52% dan betina muda 16,44%. Sedangkan dinamika populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara maka populasi Sapi Bali dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 meningkat sebesar 26,68% tetapi dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 meningkat hanya 16,06% tidak sebesar tahun sebelumnya. B. Saran Peneliti menyarankan perlu penelitian lanjutan dengan interval waktu diatas 2 (dua) tahun untuk melihat pola dinamika populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara.