SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  6
Télécharger pour lire hors ligne
Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan IPA 1

Iwan Pranoto 2

Di penghujung akhir tahun lalu, tepatnya tanggal 11 Desember 2012, Sekolah Pendidikan Lynch di
Boston College, sebagai pelaksana TIMSS 3 (Trends in International Mathematics and Science Study)
mengumumkan hasil tes yang dilakukan tahun2011. Tes yang mengukur pencapaian siswa kelas 4 dan 8
dalam matematika dan sains ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni di tahun 2011. Namun, untuk
tahun 2011 lalu, Indonesia hanya turut di kelas 8 saja.

Hasilnya secara umum memang sangat buruk, matematika maupun sains. Dari 42 negara peserta,
Indonesia di urutan ke-37 dalam matematika. Sedang dalam sains, lebih parah lagi, Indonesia di urutan
ke-39 dari 42 negara peserta. Lebih meresahkan pula adalah kenyataan bahwa beberapa negara yang
sedang dilanda peperangan saja performanya lebih baik. Memang ini meresahkan, namun bagi penentu
kebijakan pendidikan dan juga pihak eksekutif informasi rangking seperti di atas tak terlalu berguna.
Karena, pastilah pertanyaan logis setelah menyimak rangking itu adalah, “Apa yang salah dalam
pendidikan matematika dan sains di Indonesia?” Informasi tentang rangking itu tentunya tak dapat
menjawab. Serta selanjutnya adalah pertanyaan, “Lalu, bagaimana membenahinya?”

Mendiagnosa Kesehatan Pendidikan MIPA

Untuk mencari tahu masalahnya, pertama perlu dipahami kerangka tes TIMSS ini dahulu. Jika PISA
(Programme for International Student Assessment) menguji literasi matematika dan sains, tanpa peduli
kurikulumnya seperti apa, TIMSS justru menguji dua domain sekaligus. Domain yang dicakup adalah
domain konten dan kognitif. Untuk domain konten TIMSS Matematika terdiri dari Bilangan, Aljabar,
Geometri, dan Data & Peluang. Sedang domain konten TIMSS Sains terdiri dari Biologi, Kimia, Fisika, dan
Ilmu Kebumian. Kemudian, pada domain kognitif, TIMSS Matematika dan Sains sama, yakni terdiri dari
Mengetahui, Menerapkan, dan Bernalar. Untuk mengetahui porsi masing-masing domain, dapat dilihat
di Laporan TIMSS 2011.

Untuk mengenali masalahnya, perlu dikaji 4 soal-soal yang ditanyakan dalam TIMSS 2011 serta dikaitkan
dengan hasil pengerjaan siswa kita. Dari situ dapat ditafsirkan kekuatan dan kelemahan siswa kita.
Pertama, perlu ditinjau soal tentang Kimia dan domain kognitifnya Mengetahui. Soal berbentuk pilihan
ganda ini menanyakan rumus kimia untuk karbon dioksida (TIMSS 2011 Science: 121).


1
  Seminar “Pengembangan Budaya Ilmiah melalui Penyadaran Sains,” kerjasama Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar-
AIPI dan Universitas Negeri Malang, Malang, 9 Februari 2013.
2
  Inovasi dan Kebijakan Pembelajaran MIPA, FMIPA, ITB
3
  TIMSS 2011 Assessment. Copyright © 2012 International Association for the Evaluation of Educational
Achievement (IEA). Publisher: TIMSS & PIRLS International Study Center, Lynch School of Education, Boston
College, Chestnut Hill, MA and International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA), IEA
Secretariat, Amsterdam, the Netherlands. http://timss.bc.edu
4
  Untuk lengkapnya kajian TIMSS 2011 (Matematika dan Sains), dapat dilihat di Catatan Mendiagnosa Kesehatan
Pendidikan MIPA, pracetak.
Untuk soal ini, siswa kita performanya tinggi, mereka di atas rata-rata dunia. Bahkan siswa-siswa kita di
atas teman sebayanya di Amerika Serikat. Sebagai tambahan, Australia, Norwegia, dan Selandia Baru
bahkan di bawah rata-rata.

Namun demikian, pada soal sains lain yang juga dari domain Mengetahui, yakni soal berikut ini (TIMSS
2011 Science: 130) hasilnya sangat buruk.




Pada soal ini, siswa-siswa kita langsung merosot di urutan ke lima dari bawah, jauh di bawah rata-rata
dunia. Jadi, walaupun sama-sama tataran kognitif Mengetahui, pada dua soal itu ada perbedaan yang
sangat besar.

Pada soal pertama di atas, siswa sekedar menyampaikan ulang tentang informasi yang diserap. Namun,
pada soal ke-dua di atas, siswa juga dituntut untuk mengolah informasi. Kecuali itu, pada soal terakhir
ini, siswa dituntut untuk membuat keputusan, karena kemungkinan soal yang disajikan di atas tidak
sama persis dengan yang biasa ditemui di kelas. Tetapi pada soal pertama, penyajian soal kemungkinan
besar sama, rutin seperti itu.

Dari sisi kognitif, walau dua soal itu di tataran Mengetahui, namun sebenarnya dua soal itu di tataran
yang berbeda. Yang pertama di tataran Mengingat, sedang yang ke-dua di tataran Merangkum. Ini
berarti bahwa siswa kita di tataran kognitif paling rendah, yakni Mengetahui, pun belum sepenuhnya
menguasai. Ini dikuatkan juga oleh hasil keseluruhan siswa kita yang justru paling rendah di tataran
Mengetahui (TIMSS 2011 Science: 152), yakni Mengetahui : Menerapkan : Bernalar = 378 : 384 : 388.
Dari dua soal di atas, dapat ditafsirkan bahwa siswa kita cakap di tataran Mengingat, tapi lemah di
tataran Merangkum.

Untuk tataran Mengetahui di Matematika, hasilnya tidak se-ekstrem seperti sains. Untuk soal dari
domain kognitif Mengetahui yang tatarannya Mengikuti Prosedur, walau di bawah rata-rata, 57% siswa
kita menjawab benar (TIMSS 2011 Math: 122)
Hasil lebih baik lagi dalam soal Aljabar (TIMSS 2011 Math: 123) berikut




Siswa kita di soal ini walau masih di bawah rata-rata, tetapi tidak dalam kuartil terbawah. Siswa kita
malah lebih baik dari dua negara Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Thailand. Bahkan siswa kita lebih
baik daripada Selandia Baru untuk soal ini.

Untuk soal yang sifatnya Menerapkan dan Bernalar, siswa kita pencapaiannya rendah di Matematika
maupun Sains. Khususnya, satu soal yang siswa kita performanya terburuk di antara semua negara
peserta adalah soal di domain kognitif Menerapkan berikut (TIMSS 2011 Science: 137)
Pada soal yang menanyakan pada saat kapan seorang penerjun payung itu terkena gaya gravitasi,
tampaknya siwa kita masih salah mengerti.

Pseudo-mathematics dan Pseudo-science

Hasil pencapaian siswa kita di TIMSS 2011 Matematika dan Sains tentunya bukan sesuatu yang
mengejutkan. Pertama hasil ini konsisten dengan hasil TIMSS dan PISA (Programme for International
Student Assessment) di periode-periode sebelumnya. Kedua, hasil ini konsisten dengan pernyataan para
matematikawan dan saintis tentang keadaan pendidikan MIPA di Indonesia.

Hasil di atas sejalan dengan dugaan penulis melalui pengamatan kegiatan pembelajaran yang terjadi
secara aktual. Pengajaran matematika dan IPA yang menekankan pada penyerapan informasi dan
penghafalan rumus serta mengabaikan pemahaman merupakan sumber penyebabnya. Sebenarnya,
pelajaran di Indonesia umumnya belum membelajarkan Matematika dan Sains. Siswa masih diposisikan
sebagai spons penyerap fakta, tanpa perlu mengolahnya. Matematika dan sains hanya sekedar kata
benda, bukan sebuah kata kerja yang memiliki nuansa petualangan. Pelajaran “matematika” yang
mengabaikan langkah utama seperti meragukan, mempertanyakan, dan membuktikan itu diistilahkan
sebagai Matematika Semu atau Pseudo-mathematics. Secara sejajar, pelajaran sains yang mengabaikan
proses bersains, disebut Pseudo-science. Kerap, pada taraf parah, pseudo-science lebih menerapkan
pencocokan daripada pengujian dan argumentasi.

Paul Lockhart menunjuk pseudo-mathematics, dalam artikel A Mathematician’s Lament 5, bukan saja
diterapkan dalam praktik pengajaran matematika, tetapi sudah membangun sebuah budaya yang buruk.
Budaya buruk yang subur di kalangan siswa, dan juga guru matematika itu menomorsatukan manipulasi
lambang yang tampak akurat, walaupun nirnalar. Budaya buruk ini juga telah menciptakan nilai sendiri,
yakni penghargaan pada hasil serta mengabaikan argumentasinya. Secara persisnya, Lockhart
mengatakan:

           “… the perpetuation of this `pseudo-mathematics,’ this emphasis on the accurate yet
           mindless manipulation of symbols, creates its own culture and its own set of values.”

Karena Ujian Nasional (UN) sifatnya mengukur domain kognitif yang teramat rendah, yakni Mengingat
dan Mengikuti Prosedur, ini sangat cocok dengan budaya buruk tersebut. Bahkan, nilai “yang penting
dapat memilih jawab yang tepat, walaupun tak memahami pernalarannya” sangat diuntungkan atau
disuburkan dengan UN yang mutunya teramat jelek itu. UN ini menguatkan keyakinan keliru siswa,
bahwa “belajar sama dengan menghafal.”

Nilai-nilai buruk di atas ditambah dengan penerapan UN yang mengukur kognitif teramat rendah dan
bersifat high-stakes merusak budaya belajar dan bernalar siswa. Tentunya sangat berlebihan jika
menuntut tumbuhnya budaya ilmiah. Secara umum, kondisi pendidikan MIPA serta kebijakan
pendidikannya sekarang sangat tak menguntungkan perkembangan budaya ilmiah. Kebiasaan serta
sikap ilmiah mencakup mempertanyakan, meragukan, menyelidiki, membuktikan, menghargai hak


5
    Diunduh di www.maa.org/devlin/lockhartslament.pdf , hal. 6
pendapat orang lain, memahami bahwa kemungkinan ada kebenaran di pendapat orang lain, dsb benar-
benar tak dapat tumbuh di persekolahan kita.

Secara khusus, Pembuktian yang merupakan unsur utama dalam matematika telah diabaikan. Penelitian
yang dilakukan mahasiswa penulis terhadap proses pembuktian ini, ditemukan bahwa guru dan siswa
sudah mengabaikannya. Bahkan buku teks matematika yang resmi pun tak menyertakan pembuktian
lagi. “Mengapa perlu mengajar atau belajar pembuktian, jika UN tak pernah menanyakannya?”
demikianlah argumentasi guru dan siswa.

Pembudayaan ilmiah

Jika pengajaran Matematika dan Sains Semu diteruskan, bukan saja akan menggagalkan perkembangan
sains, teknologi, rekayasa, seni, dan matematika, tetapi akan berdampak langsung pada kehidupan
sosial di masyarakat 6. Oleh karenanya, harus dirancang secara seksama strategi guna menyebarkan dan
menyuburkan pembudayaan ilmiah.

Yang pertama harus dibenahi adalah program pendidikan penyiapan guru matematika dan IPA.
Programnya harus menekankan pada pemahaman konsep matematika dan sains, serta membuat calon
guru mengalami kegiatan bermatematika dan bersains secara sungguh-sungguh. Secara khusus, harus
ditekankan penguasaan domain kognitif Menerapkan dan Bernalar. Calon guru perlu mengalami
langsung kegiatan bertanya, bernalar, berkomunikasi kompleks, berdebat, sekaligus melakukan kegiatan
berpikir tingkat rendah. Kurikulum pendidikan calon guru MIPA harus secara eksplisit mengutamakan
proses berbudaya ilmiah itu. Ini syarat mutlak untuk menjadi guru matematika dan sains. Kemudian,
program pendidikan guru perlu dikembangkan guna meningkatkan gairah membelajarkan MIPA. Ini
terkait pula dengan pemberdayaan guru serta penyadaran atas perannya dalam pembangunan bangsa.

Juga yang tak kalah penting dalam program penyiapan guru MIPA itu adalah peningkatan kecakapan
pemanfaatan teknologi dalam membelajarkan matematika dan sains. Dengan semakin tersedianya
teknologi informasi yang handal dan terjangkau, pembelajaran MIPA dengan falsafah klasik seperti
konstruktivisme semakin relevan. Mewujudkan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran MIPA
dengan bantuan teknologi semakin mudah.

Untuk guru yang sudah bertugas, perlu dibuatkan program pelatihan yang terstruktur guna
mengembangkan dua unsur seperti di atas, yakni: Penguasaan konsep MIPA dan peningkatan gairah
membelajarkan. Termasuk di sini adalah kecakapan guru dalam menciptakan budaya ilmiah yang
mengundang setiap siswa mengembangkan serta merawat budaya ilmiah tersebut.

Namun, perlu dipahami pula, karena keadaan Republik Indonesia yang sangat luas dan banyak daerah
tempat guru bertugas sangat sulit dijangkau, perlu sebuah strategi cerdas guna program pelatihan bagi
guru itu mencapainya. Salah satu strategi yang sangat terjangkau saat sekarang adalah pemanfaatan
teknologi informasi bagi penyebaran pelatihan-pelatihan tersebut secara elektronik. Program
pendidikan atau pelatihan nirdinding ini saat sekarang satu-satunya cara yang masuk akal untuk

6
 Iwan Pranoto, Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah, Pertemuan AIPI, Jakarta, 7 November
2012.
membina para guru di pelosok. Dengan membuat program pelatihan yang menarik serta tepat pada
kebutuhan para guru, program pelatihan nirdinding melalui Internet ini akan efektif. Juga perlu
dibangun sebuah forum tempat guru dapat berbagi praktik terbaiknya (best practices) ke guru-guru
lainnya.

Saat sekarang guru tersandra dengan berbagai hal. Pertama, para guru terpasung pada sistem
kepegawaian yang sifatnya birokratis dan normanya adalah kepatuhan. Padahal guru yang mampu
membelajarkan bernalar haruslah guru yang merdeka dalam berpikir. Norma kepatuhan tersebut akan
membuat guru tak merdeka dan dampaknya siswa pun tak akan mampu merdeka dalam bernalar.
Kemudian, guru juga tersandra dengan sistem penilaian kinerja yang berdasar tradisi jalan pintas.
Misalnya, guru diukur performanya berdasarkan nilai UN siswanya. Ini akan merusak budaya
kepemimpinan melayani (service leadership) dari guru secara total, sungguh-sungguh. Untuk itu, harus
ada kemauan penentu kebijakan bukan untuk membuat aturan baru, tetapi justru meninjau aturan yang
ada serta menghapuskannya jika dipandang tak sesuai dengan penumbuhan budaya ilmiah.

Standar Isi yang ada sekarang perlu dievaluasi ulang. Khususnya, penggunaan kata kerja dalam dokumen
Standar Isi perlu ditinjau ulang. Kata-kata kerja yang digunakan haruslah yang operasional serta
mewujudkan tataran kognitif menerapkan dan bernalar, agar guru dapat menerjemahkannya menjadi
kegiatan pembelajaran di kelas yang secara langsung mengembangkan budaya ilmiah.

Sedang untuk AIPI, dapat menunjukkan kepeloporannya dalam menyadarkan masyarakat serta politisi
atas mendesaknya pengembangan budaya ilmiah. Melalui Internet, AIPI dapat berperan lebih banyak
lagi dalam advokasi masyarakat guna penguatan budaya ilmiah. Juga menghadapi suburnya
ketakpedulian kolektif seperti sekarang bagi pengembangan sains, AIPI perlu menunjukkan
kepeloporannya, seperti melakukan studi-studi terhadap kebijakan pendidikan sains.

Contenu connexe

Tendances

Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...Arvina Frida Karela
 
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya BernalarMenegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya BernalarIwan Pranoto
 
Jurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaJurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaNurmalianis Anis
 
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematikamatematikauntirta
 
Analisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limas
Analisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limasAnalisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limas
Analisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limasSulistiawati .
 
1757 3456-2-pb
1757 3456-2-pb1757 3456-2-pb
1757 3456-2-pbCha Aisyah
 
1763192.pdf.pdf
1763192.pdf.pdf1763192.pdf.pdf
1763192.pdf.pdfHeruMath
 
aplikom_UNSRI_2.Skripsi dan Bulkona_Restie Amelia
aplikom_UNSRI_2.Skripsi dan Bulkona_Restie Ameliaaplikom_UNSRI_2.Skripsi dan Bulkona_Restie Amelia
aplikom_UNSRI_2.Skripsi dan Bulkona_Restie AmeliaRestie Amelia
 
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167fArtikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167fCha Aisyah
 
Profil respon siswa dg metode solo
Profil respon siswa dg metode soloProfil respon siswa dg metode solo
Profil respon siswa dg metode soloDjoko hartono
 
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IXProblematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IXZuhdha Basofi Nugroho
 
2132 4233-1-pb
2132 4233-1-pb2132 4233-1-pb
2132 4233-1-pbFppi Unila
 

Tendances (20)

Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
 
pola argumentasi
pola argumentasipola argumentasi
pola argumentasi
 
Artikel ilmiah
Artikel ilmiah Artikel ilmiah
Artikel ilmiah
 
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya BernalarMenegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Bernalar
 
Analisis kemampuan penalaran mat pgsd
Analisis kemampuan penalaran mat pgsdAnalisis kemampuan penalaran mat pgsd
Analisis kemampuan penalaran mat pgsd
 
Pembelajaran Osborn
Pembelajaran OsbornPembelajaran Osborn
Pembelajaran Osborn
 
Jurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaJurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematika
 
Ba gabungan#1
Ba gabungan#1Ba gabungan#1
Ba gabungan#1
 
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
 
Analisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limas
Analisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limasAnalisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limas
Analisis kesulitan belajara kemampuan penalaran matematis siswa smp pada limas
 
Ipi288304
Ipi288304Ipi288304
Ipi288304
 
membuat skripsi
membuat skripsimembuat skripsi
membuat skripsi
 
1757 3456-2-pb
1757 3456-2-pb1757 3456-2-pb
1757 3456-2-pb
 
1763192.pdf.pdf
1763192.pdf.pdf1763192.pdf.pdf
1763192.pdf.pdf
 
Analisis skripsi
Analisis skripsiAnalisis skripsi
Analisis skripsi
 
aplikom_UNSRI_2.Skripsi dan Bulkona_Restie Amelia
aplikom_UNSRI_2.Skripsi dan Bulkona_Restie Ameliaaplikom_UNSRI_2.Skripsi dan Bulkona_Restie Amelia
aplikom_UNSRI_2.Skripsi dan Bulkona_Restie Amelia
 
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167fArtikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
Artikel1 b38e977f3512c05b4df6426cd3b167f
 
Profil respon siswa dg metode solo
Profil respon siswa dg metode soloProfil respon siswa dg metode solo
Profil respon siswa dg metode solo
 
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IXProblematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
Problematika Pembelajaran Statistika siswa SMP kelas IX
 
2132 4233-1-pb
2132 4233-1-pb2132 4233-1-pb
2132 4233-1-pb
 

En vedette

En vedette (20)

Kalkulus 2 minggu 11
Kalkulus 2   minggu 11Kalkulus 2   minggu 11
Kalkulus 2 minggu 11
 
การพัฒนาโปรแกรม
การพัฒนาโปรแกรมการพัฒนาโปรแกรม
การพัฒนาโปรแกรม
 
Kalkulus 2A – minggu 6A
Kalkulus 2A – minggu 6AKalkulus 2A – minggu 6A
Kalkulus 2A – minggu 6A
 
Homeschool magazine newest issue
Homeschool magazine newest issueHomeschool magazine newest issue
Homeschool magazine newest issue
 
Guru merdeka versi panjang
Guru merdeka   versi panjangGuru merdeka   versi panjang
Guru merdeka versi panjang
 
Australian Open / Optus Campaign Proposal
Australian Open / Optus Campaign Proposal Australian Open / Optus Campaign Proposal
Australian Open / Optus Campaign Proposal
 
Public Sector Supplement
Public Sector SupplementPublic Sector Supplement
Public Sector Supplement
 
gui
guigui
gui
 
Kalkulus 2A – minggu 10B
Kalkulus 2A – minggu 10BKalkulus 2A – minggu 10B
Kalkulus 2A – minggu 10B
 
Game theory
Game theoryGame theory
Game theory
 
Kalkulus 2A minggu 3 a
Kalkulus 2A   minggu 3 aKalkulus 2A   minggu 3 a
Kalkulus 2A minggu 3 a
 
Kantar consumer research, March 2012
Kantar consumer research, March 2012Kantar consumer research, March 2012
Kantar consumer research, March 2012
 
Communications & Branding - Outreach Commission
Communications & Branding - Outreach CommissionCommunications & Branding - Outreach Commission
Communications & Branding - Outreach Commission
 
Selling via a website
Selling via a websiteSelling via a website
Selling via a website
 
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
 
NCA market research on scams
NCA market research on scamsNCA market research on scams
NCA market research on scams
 
Matek 1 - Minggu 5
Matek 1 - Minggu 5Matek 1 - Minggu 5
Matek 1 - Minggu 5
 
Ireland Scam Survey Results
Ireland Scam Survey ResultsIreland Scam Survey Results
Ireland Scam Survey Results
 
Week 5
Week 5Week 5
Week 5
 
Kalkulus 2A – minggu 10A
Kalkulus 2A – minggu 10AKalkulus 2A – minggu 10A
Kalkulus 2A – minggu 10A
 

Similaire à Mengembangkan Budaya Ilmiah di Sekolah

Diagnosa Kesehatan Pendidikan Mat & IPA
Diagnosa Kesehatan Pendidikan Mat & IPADiagnosa Kesehatan Pendidikan Mat & IPA
Diagnosa Kesehatan Pendidikan Mat & IPAIwan Pranoto
 
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiahMenegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiahIwan Pranoto
 
Jurnal1 130117153631-phpapp01
Jurnal1 130117153631-phpapp01Jurnal1 130117153631-phpapp01
Jurnal1 130117153631-phpapp01fathinirin
 
Analisis kesulitan belajar biologi
Analisis kesulitan belajar biologiAnalisis kesulitan belajar biologi
Analisis kesulitan belajar biologiGun-gun Gunawan
 
Studi Literartur: Analisis Kesalahan Siswa dalam Memecahkan Soal HOTS Matematika
Studi Literartur: Analisis Kesalahan Siswa dalam Memecahkan Soal HOTS MatematikaStudi Literartur: Analisis Kesalahan Siswa dalam Memecahkan Soal HOTS Matematika
Studi Literartur: Analisis Kesalahan Siswa dalam Memecahkan Soal HOTS Matematikaliya luthfatun
 
ANALISIS KESULITAN BELAJAR MTK_2021.pdf
ANALISIS KESULITAN BELAJAR MTK_2021.pdfANALISIS KESULITAN BELAJAR MTK_2021.pdf
ANALISIS KESULITAN BELAJAR MTK_2021.pdfLIDYANATALIAPASORONG
 
JURNAL PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA
JURNAL PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREAJURNAL PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA
JURNAL PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREAmanginova
 
Mitha Amelia - Salindia proposal penelitian.pptx
Mitha Amelia - Salindia proposal penelitian.pptxMitha Amelia - Salindia proposal penelitian.pptx
Mitha Amelia - Salindia proposal penelitian.pptxMitakk
 
Rimbasadewo experience journal (re'j) vol.1 Mata Pelajaran Sains dalam Pandan...
Rimbasadewo experience journal (re'j) vol.1 Mata Pelajaran Sains dalam Pandan...Rimbasadewo experience journal (re'j) vol.1 Mata Pelajaran Sains dalam Pandan...
Rimbasadewo experience journal (re'j) vol.1 Mata Pelajaran Sains dalam Pandan...ZainulHasan13
 
Makalah seminar ispi
Makalah seminar ispiMakalah seminar ispi
Makalah seminar ispisrirejeki345
 
Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)
Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)
Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)vilda roswinda
 
Best practice matematika SMA
Best practice matematika SMABest practice matematika SMA
Best practice matematika SMAzaskya laksmitha
 
Bab I, II, III Poposal
Bab I, II, III PoposalBab I, II, III Poposal
Bab I, II, III Poposalmumukholisah
 
PBL-PjBL Pedagogik.pdf
PBL-PjBL Pedagogik.pdfPBL-PjBL Pedagogik.pdf
PBL-PjBL Pedagogik.pdfsirilusbangkar
 
Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah di tingkat seko...
Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah di tingkat seko...Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah di tingkat seko...
Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah di tingkat seko...AmalinaAzizah
 
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan Lusi Kurnia
 
Yamin_LK 2.1 Eksplore dan Analisis Masalah PPG Daljab 2022.docx.pdf
Yamin_LK 2.1 Eksplore dan Analisis Masalah PPG Daljab 2022.docx.pdfYamin_LK 2.1 Eksplore dan Analisis Masalah PPG Daljab 2022.docx.pdf
Yamin_LK 2.1 Eksplore dan Analisis Masalah PPG Daljab 2022.docx.pdfYamin S. Pd
 

Similaire à Mengembangkan Budaya Ilmiah di Sekolah (20)

Diagnosa Kesehatan Pendidikan Mat & IPA
Diagnosa Kesehatan Pendidikan Mat & IPADiagnosa Kesehatan Pendidikan Mat & IPA
Diagnosa Kesehatan Pendidikan Mat & IPA
 
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiahMenegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah
 
Jurnal1 130117153631-phpapp01
Jurnal1 130117153631-phpapp01Jurnal1 130117153631-phpapp01
Jurnal1 130117153631-phpapp01
 
Bab i dari nora
Bab i dari noraBab i dari nora
Bab i dari nora
 
Analisis kesulitan belajar biologi
Analisis kesulitan belajar biologiAnalisis kesulitan belajar biologi
Analisis kesulitan belajar biologi
 
Studi Literartur: Analisis Kesalahan Siswa dalam Memecahkan Soal HOTS Matematika
Studi Literartur: Analisis Kesalahan Siswa dalam Memecahkan Soal HOTS MatematikaStudi Literartur: Analisis Kesalahan Siswa dalam Memecahkan Soal HOTS Matematika
Studi Literartur: Analisis Kesalahan Siswa dalam Memecahkan Soal HOTS Matematika
 
ANALISIS KESULITAN BELAJAR MTK_2021.pdf
ANALISIS KESULITAN BELAJAR MTK_2021.pdfANALISIS KESULITAN BELAJAR MTK_2021.pdf
ANALISIS KESULITAN BELAJAR MTK_2021.pdf
 
JURNAL PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA
JURNAL PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREAJURNAL PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA
JURNAL PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA
 
Mitha Amelia - Salindia proposal penelitian.pptx
Mitha Amelia - Salindia proposal penelitian.pptxMitha Amelia - Salindia proposal penelitian.pptx
Mitha Amelia - Salindia proposal penelitian.pptx
 
Rimbasadewo experience journal (re'j) vol.1 Mata Pelajaran Sains dalam Pandan...
Rimbasadewo experience journal (re'j) vol.1 Mata Pelajaran Sains dalam Pandan...Rimbasadewo experience journal (re'j) vol.1 Mata Pelajaran Sains dalam Pandan...
Rimbasadewo experience journal (re'j) vol.1 Mata Pelajaran Sains dalam Pandan...
 
Makalah seminar ispi
Makalah seminar ispiMakalah seminar ispi
Makalah seminar ispi
 
Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)
Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)
Artikel Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika)
 
Laporan ptk
Laporan ptkLaporan ptk
Laporan ptk
 
Ao vs di
Ao vs diAo vs di
Ao vs di
 
Best practice matematika SMA
Best practice matematika SMABest practice matematika SMA
Best practice matematika SMA
 
Bab I, II, III Poposal
Bab I, II, III PoposalBab I, II, III Poposal
Bab I, II, III Poposal
 
PBL-PjBL Pedagogik.pdf
PBL-PjBL Pedagogik.pdfPBL-PjBL Pedagogik.pdf
PBL-PjBL Pedagogik.pdf
 
Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah di tingkat seko...
Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah di tingkat seko...Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah di tingkat seko...
Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah di tingkat seko...
 
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
 
Yamin_LK 2.1 Eksplore dan Analisis Masalah PPG Daljab 2022.docx.pdf
Yamin_LK 2.1 Eksplore dan Analisis Masalah PPG Daljab 2022.docx.pdfYamin_LK 2.1 Eksplore dan Analisis Masalah PPG Daljab 2022.docx.pdf
Yamin_LK 2.1 Eksplore dan Analisis Masalah PPG Daljab 2022.docx.pdf
 

Plus de Iwan Pranoto

Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003 Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003 Iwan Pranoto
 
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi PenyebarannyaKasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi PenyebarannyaIwan Pranoto
 
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...Iwan Pranoto
 
Passion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual MasteryPassion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual MasteryIwan Pranoto
 
Mengukur Pemahaman
Mengukur PemahamanMengukur Pemahaman
Mengukur PemahamanIwan Pranoto
 
Viewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math LensesViewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math LensesIwan Pranoto
 
Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja Iwan Pranoto
 
Mengintip Kompleksitas
Mengintip KompleksitasMengintip Kompleksitas
Mengintip KompleksitasIwan Pranoto
 
Kerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan MatematikaKerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan MatematikaIwan Pranoto
 
Developing Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science EducationDeveloping Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science EducationIwan Pranoto
 
Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar Iwan Pranoto
 
Karakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan KarakterKarakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan KarakterIwan Pranoto
 
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika MatematikaMempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika MatematikaIwan Pranoto
 
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   finalMenafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika finalIwan Pranoto
 
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika Iwan Pranoto
 
UN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas RusakUN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas RusakIwan Pranoto
 
Mengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan finalMengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan finalIwan Pranoto
 
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...Iwan Pranoto
 

Plus de Iwan Pranoto (20)

Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003 Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
 
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi PenyebarannyaKasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
 
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
 
Passion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual MasteryPassion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual Mastery
 
Mengukur Pemahaman
Mengukur PemahamanMengukur Pemahaman
Mengukur Pemahaman
 
Viewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math LensesViewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math Lenses
 
Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja
 
Mengintip Kompleksitas
Mengintip KompleksitasMengintip Kompleksitas
Mengintip Kompleksitas
 
Kerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan MatematikaKerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan Matematika
 
Developing Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science EducationDeveloping Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science Education
 
Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar
 
Karakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan KarakterKarakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan Karakter
 
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika MatematikaMempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
 
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   finalMenafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
 
Tan Malaka
Tan Malaka Tan Malaka
Tan Malaka
 
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
 
UN LOT VS HOT
UN   LOT VS HOTUN   LOT VS HOT
UN LOT VS HOT
 
UN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas RusakUN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas Rusak
 
Mengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan finalMengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan final
 
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
 

Mengembangkan Budaya Ilmiah di Sekolah

  • 1. Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan IPA 1 Iwan Pranoto 2 Di penghujung akhir tahun lalu, tepatnya tanggal 11 Desember 2012, Sekolah Pendidikan Lynch di Boston College, sebagai pelaksana TIMSS 3 (Trends in International Mathematics and Science Study) mengumumkan hasil tes yang dilakukan tahun2011. Tes yang mengukur pencapaian siswa kelas 4 dan 8 dalam matematika dan sains ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni di tahun 2011. Namun, untuk tahun 2011 lalu, Indonesia hanya turut di kelas 8 saja. Hasilnya secara umum memang sangat buruk, matematika maupun sains. Dari 42 negara peserta, Indonesia di urutan ke-37 dalam matematika. Sedang dalam sains, lebih parah lagi, Indonesia di urutan ke-39 dari 42 negara peserta. Lebih meresahkan pula adalah kenyataan bahwa beberapa negara yang sedang dilanda peperangan saja performanya lebih baik. Memang ini meresahkan, namun bagi penentu kebijakan pendidikan dan juga pihak eksekutif informasi rangking seperti di atas tak terlalu berguna. Karena, pastilah pertanyaan logis setelah menyimak rangking itu adalah, “Apa yang salah dalam pendidikan matematika dan sains di Indonesia?” Informasi tentang rangking itu tentunya tak dapat menjawab. Serta selanjutnya adalah pertanyaan, “Lalu, bagaimana membenahinya?” Mendiagnosa Kesehatan Pendidikan MIPA Untuk mencari tahu masalahnya, pertama perlu dipahami kerangka tes TIMSS ini dahulu. Jika PISA (Programme for International Student Assessment) menguji literasi matematika dan sains, tanpa peduli kurikulumnya seperti apa, TIMSS justru menguji dua domain sekaligus. Domain yang dicakup adalah domain konten dan kognitif. Untuk domain konten TIMSS Matematika terdiri dari Bilangan, Aljabar, Geometri, dan Data & Peluang. Sedang domain konten TIMSS Sains terdiri dari Biologi, Kimia, Fisika, dan Ilmu Kebumian. Kemudian, pada domain kognitif, TIMSS Matematika dan Sains sama, yakni terdiri dari Mengetahui, Menerapkan, dan Bernalar. Untuk mengetahui porsi masing-masing domain, dapat dilihat di Laporan TIMSS 2011. Untuk mengenali masalahnya, perlu dikaji 4 soal-soal yang ditanyakan dalam TIMSS 2011 serta dikaitkan dengan hasil pengerjaan siswa kita. Dari situ dapat ditafsirkan kekuatan dan kelemahan siswa kita. Pertama, perlu ditinjau soal tentang Kimia dan domain kognitifnya Mengetahui. Soal berbentuk pilihan ganda ini menanyakan rumus kimia untuk karbon dioksida (TIMSS 2011 Science: 121). 1 Seminar “Pengembangan Budaya Ilmiah melalui Penyadaran Sains,” kerjasama Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar- AIPI dan Universitas Negeri Malang, Malang, 9 Februari 2013. 2 Inovasi dan Kebijakan Pembelajaran MIPA, FMIPA, ITB 3 TIMSS 2011 Assessment. Copyright © 2012 International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA). Publisher: TIMSS & PIRLS International Study Center, Lynch School of Education, Boston College, Chestnut Hill, MA and International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA), IEA Secretariat, Amsterdam, the Netherlands. http://timss.bc.edu 4 Untuk lengkapnya kajian TIMSS 2011 (Matematika dan Sains), dapat dilihat di Catatan Mendiagnosa Kesehatan Pendidikan MIPA, pracetak.
  • 2. Untuk soal ini, siswa kita performanya tinggi, mereka di atas rata-rata dunia. Bahkan siswa-siswa kita di atas teman sebayanya di Amerika Serikat. Sebagai tambahan, Australia, Norwegia, dan Selandia Baru bahkan di bawah rata-rata. Namun demikian, pada soal sains lain yang juga dari domain Mengetahui, yakni soal berikut ini (TIMSS 2011 Science: 130) hasilnya sangat buruk. Pada soal ini, siswa-siswa kita langsung merosot di urutan ke lima dari bawah, jauh di bawah rata-rata dunia. Jadi, walaupun sama-sama tataran kognitif Mengetahui, pada dua soal itu ada perbedaan yang sangat besar. Pada soal pertama di atas, siswa sekedar menyampaikan ulang tentang informasi yang diserap. Namun, pada soal ke-dua di atas, siswa juga dituntut untuk mengolah informasi. Kecuali itu, pada soal terakhir ini, siswa dituntut untuk membuat keputusan, karena kemungkinan soal yang disajikan di atas tidak sama persis dengan yang biasa ditemui di kelas. Tetapi pada soal pertama, penyajian soal kemungkinan besar sama, rutin seperti itu. Dari sisi kognitif, walau dua soal itu di tataran Mengetahui, namun sebenarnya dua soal itu di tataran yang berbeda. Yang pertama di tataran Mengingat, sedang yang ke-dua di tataran Merangkum. Ini berarti bahwa siswa kita di tataran kognitif paling rendah, yakni Mengetahui, pun belum sepenuhnya menguasai. Ini dikuatkan juga oleh hasil keseluruhan siswa kita yang justru paling rendah di tataran Mengetahui (TIMSS 2011 Science: 152), yakni Mengetahui : Menerapkan : Bernalar = 378 : 384 : 388. Dari dua soal di atas, dapat ditafsirkan bahwa siswa kita cakap di tataran Mengingat, tapi lemah di tataran Merangkum. Untuk tataran Mengetahui di Matematika, hasilnya tidak se-ekstrem seperti sains. Untuk soal dari domain kognitif Mengetahui yang tatarannya Mengikuti Prosedur, walau di bawah rata-rata, 57% siswa kita menjawab benar (TIMSS 2011 Math: 122)
  • 3. Hasil lebih baik lagi dalam soal Aljabar (TIMSS 2011 Math: 123) berikut Siswa kita di soal ini walau masih di bawah rata-rata, tetapi tidak dalam kuartil terbawah. Siswa kita malah lebih baik dari dua negara Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Thailand. Bahkan siswa kita lebih baik daripada Selandia Baru untuk soal ini. Untuk soal yang sifatnya Menerapkan dan Bernalar, siswa kita pencapaiannya rendah di Matematika maupun Sains. Khususnya, satu soal yang siswa kita performanya terburuk di antara semua negara peserta adalah soal di domain kognitif Menerapkan berikut (TIMSS 2011 Science: 137)
  • 4. Pada soal yang menanyakan pada saat kapan seorang penerjun payung itu terkena gaya gravitasi, tampaknya siwa kita masih salah mengerti. Pseudo-mathematics dan Pseudo-science Hasil pencapaian siswa kita di TIMSS 2011 Matematika dan Sains tentunya bukan sesuatu yang mengejutkan. Pertama hasil ini konsisten dengan hasil TIMSS dan PISA (Programme for International Student Assessment) di periode-periode sebelumnya. Kedua, hasil ini konsisten dengan pernyataan para matematikawan dan saintis tentang keadaan pendidikan MIPA di Indonesia. Hasil di atas sejalan dengan dugaan penulis melalui pengamatan kegiatan pembelajaran yang terjadi secara aktual. Pengajaran matematika dan IPA yang menekankan pada penyerapan informasi dan penghafalan rumus serta mengabaikan pemahaman merupakan sumber penyebabnya. Sebenarnya, pelajaran di Indonesia umumnya belum membelajarkan Matematika dan Sains. Siswa masih diposisikan sebagai spons penyerap fakta, tanpa perlu mengolahnya. Matematika dan sains hanya sekedar kata benda, bukan sebuah kata kerja yang memiliki nuansa petualangan. Pelajaran “matematika” yang mengabaikan langkah utama seperti meragukan, mempertanyakan, dan membuktikan itu diistilahkan sebagai Matematika Semu atau Pseudo-mathematics. Secara sejajar, pelajaran sains yang mengabaikan proses bersains, disebut Pseudo-science. Kerap, pada taraf parah, pseudo-science lebih menerapkan pencocokan daripada pengujian dan argumentasi. Paul Lockhart menunjuk pseudo-mathematics, dalam artikel A Mathematician’s Lament 5, bukan saja diterapkan dalam praktik pengajaran matematika, tetapi sudah membangun sebuah budaya yang buruk. Budaya buruk yang subur di kalangan siswa, dan juga guru matematika itu menomorsatukan manipulasi lambang yang tampak akurat, walaupun nirnalar. Budaya buruk ini juga telah menciptakan nilai sendiri, yakni penghargaan pada hasil serta mengabaikan argumentasinya. Secara persisnya, Lockhart mengatakan: “… the perpetuation of this `pseudo-mathematics,’ this emphasis on the accurate yet mindless manipulation of symbols, creates its own culture and its own set of values.” Karena Ujian Nasional (UN) sifatnya mengukur domain kognitif yang teramat rendah, yakni Mengingat dan Mengikuti Prosedur, ini sangat cocok dengan budaya buruk tersebut. Bahkan, nilai “yang penting dapat memilih jawab yang tepat, walaupun tak memahami pernalarannya” sangat diuntungkan atau disuburkan dengan UN yang mutunya teramat jelek itu. UN ini menguatkan keyakinan keliru siswa, bahwa “belajar sama dengan menghafal.” Nilai-nilai buruk di atas ditambah dengan penerapan UN yang mengukur kognitif teramat rendah dan bersifat high-stakes merusak budaya belajar dan bernalar siswa. Tentunya sangat berlebihan jika menuntut tumbuhnya budaya ilmiah. Secara umum, kondisi pendidikan MIPA serta kebijakan pendidikannya sekarang sangat tak menguntungkan perkembangan budaya ilmiah. Kebiasaan serta sikap ilmiah mencakup mempertanyakan, meragukan, menyelidiki, membuktikan, menghargai hak 5 Diunduh di www.maa.org/devlin/lockhartslament.pdf , hal. 6
  • 5. pendapat orang lain, memahami bahwa kemungkinan ada kebenaran di pendapat orang lain, dsb benar- benar tak dapat tumbuh di persekolahan kita. Secara khusus, Pembuktian yang merupakan unsur utama dalam matematika telah diabaikan. Penelitian yang dilakukan mahasiswa penulis terhadap proses pembuktian ini, ditemukan bahwa guru dan siswa sudah mengabaikannya. Bahkan buku teks matematika yang resmi pun tak menyertakan pembuktian lagi. “Mengapa perlu mengajar atau belajar pembuktian, jika UN tak pernah menanyakannya?” demikianlah argumentasi guru dan siswa. Pembudayaan ilmiah Jika pengajaran Matematika dan Sains Semu diteruskan, bukan saja akan menggagalkan perkembangan sains, teknologi, rekayasa, seni, dan matematika, tetapi akan berdampak langsung pada kehidupan sosial di masyarakat 6. Oleh karenanya, harus dirancang secara seksama strategi guna menyebarkan dan menyuburkan pembudayaan ilmiah. Yang pertama harus dibenahi adalah program pendidikan penyiapan guru matematika dan IPA. Programnya harus menekankan pada pemahaman konsep matematika dan sains, serta membuat calon guru mengalami kegiatan bermatematika dan bersains secara sungguh-sungguh. Secara khusus, harus ditekankan penguasaan domain kognitif Menerapkan dan Bernalar. Calon guru perlu mengalami langsung kegiatan bertanya, bernalar, berkomunikasi kompleks, berdebat, sekaligus melakukan kegiatan berpikir tingkat rendah. Kurikulum pendidikan calon guru MIPA harus secara eksplisit mengutamakan proses berbudaya ilmiah itu. Ini syarat mutlak untuk menjadi guru matematika dan sains. Kemudian, program pendidikan guru perlu dikembangkan guna meningkatkan gairah membelajarkan MIPA. Ini terkait pula dengan pemberdayaan guru serta penyadaran atas perannya dalam pembangunan bangsa. Juga yang tak kalah penting dalam program penyiapan guru MIPA itu adalah peningkatan kecakapan pemanfaatan teknologi dalam membelajarkan matematika dan sains. Dengan semakin tersedianya teknologi informasi yang handal dan terjangkau, pembelajaran MIPA dengan falsafah klasik seperti konstruktivisme semakin relevan. Mewujudkan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran MIPA dengan bantuan teknologi semakin mudah. Untuk guru yang sudah bertugas, perlu dibuatkan program pelatihan yang terstruktur guna mengembangkan dua unsur seperti di atas, yakni: Penguasaan konsep MIPA dan peningkatan gairah membelajarkan. Termasuk di sini adalah kecakapan guru dalam menciptakan budaya ilmiah yang mengundang setiap siswa mengembangkan serta merawat budaya ilmiah tersebut. Namun, perlu dipahami pula, karena keadaan Republik Indonesia yang sangat luas dan banyak daerah tempat guru bertugas sangat sulit dijangkau, perlu sebuah strategi cerdas guna program pelatihan bagi guru itu mencapainya. Salah satu strategi yang sangat terjangkau saat sekarang adalah pemanfaatan teknologi informasi bagi penyebaran pelatihan-pelatihan tersebut secara elektronik. Program pendidikan atau pelatihan nirdinding ini saat sekarang satu-satunya cara yang masuk akal untuk 6 Iwan Pranoto, Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah, Pertemuan AIPI, Jakarta, 7 November 2012.
  • 6. membina para guru di pelosok. Dengan membuat program pelatihan yang menarik serta tepat pada kebutuhan para guru, program pelatihan nirdinding melalui Internet ini akan efektif. Juga perlu dibangun sebuah forum tempat guru dapat berbagi praktik terbaiknya (best practices) ke guru-guru lainnya. Saat sekarang guru tersandra dengan berbagai hal. Pertama, para guru terpasung pada sistem kepegawaian yang sifatnya birokratis dan normanya adalah kepatuhan. Padahal guru yang mampu membelajarkan bernalar haruslah guru yang merdeka dalam berpikir. Norma kepatuhan tersebut akan membuat guru tak merdeka dan dampaknya siswa pun tak akan mampu merdeka dalam bernalar. Kemudian, guru juga tersandra dengan sistem penilaian kinerja yang berdasar tradisi jalan pintas. Misalnya, guru diukur performanya berdasarkan nilai UN siswanya. Ini akan merusak budaya kepemimpinan melayani (service leadership) dari guru secara total, sungguh-sungguh. Untuk itu, harus ada kemauan penentu kebijakan bukan untuk membuat aturan baru, tetapi justru meninjau aturan yang ada serta menghapuskannya jika dipandang tak sesuai dengan penumbuhan budaya ilmiah. Standar Isi yang ada sekarang perlu dievaluasi ulang. Khususnya, penggunaan kata kerja dalam dokumen Standar Isi perlu ditinjau ulang. Kata-kata kerja yang digunakan haruslah yang operasional serta mewujudkan tataran kognitif menerapkan dan bernalar, agar guru dapat menerjemahkannya menjadi kegiatan pembelajaran di kelas yang secara langsung mengembangkan budaya ilmiah. Sedang untuk AIPI, dapat menunjukkan kepeloporannya dalam menyadarkan masyarakat serta politisi atas mendesaknya pengembangan budaya ilmiah. Melalui Internet, AIPI dapat berperan lebih banyak lagi dalam advokasi masyarakat guna penguatan budaya ilmiah. Juga menghadapi suburnya ketakpedulian kolektif seperti sekarang bagi pengembangan sains, AIPI perlu menunjukkan kepeloporannya, seperti melakukan studi-studi terhadap kebijakan pendidikan sains.