1. Kriptorkidisme
2.1 Definisi
Kriptorkidisme adalah kegagalan satu atau kedua testis untuk turun kedalam skotrum.
(Sylvia A. Price, 2005)
Kriptorkismus berarti skrotum dalam keadaan kosong artinya tidak terisi testis. (Arif
Mansjoer, 2000)
Kriptorkidisme adalah kegagalan satu atau kedua testis untuk turun kedalam skrotum.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)
2.1 Etiologi
Menurut Arif Mansjoer, 2000, kriptorkismus dapat disebabkan oleh:
1. Testis tersembunyi
a. Testis tidak turun (undescended testes)
Arested testes, testis berhenti pada suatu tempat di jalur penurunan testis menuju skrotum.
Testis dapat masih terletak di intra abdominal, dalam kanalis inguinalis atau di pintu masuk
skrotum.
Retractile testes, testis dapat berada di dalam skrotum, kadang-kadang tertarik ke atas akibat
kontraksi muskulus kremaster yang terlalu kuat. Pada pemeriksaan palpasi testis dapat
ditempatkan di dalam skrotum.
2. b. Testis ektopik, testis terletak abnormal yaitu di luar jalur penurunan testis menuju skrotum.
Testis sudah keluar melalui anulus inguinalis eksterna tetapi tidak menuju skrotum melainkan
tetap di inguinal, di atas fasia atau berada di perineal.
2. Testis tidak ada, karena tidak terbentuk (absent testes), atau testis disgenesis/atrofi.
2.1 Patofisiologi
Pada masa gestasi sekitar 32 minggu, testis turun ke dalam skrotum di bawah pengaruh
testosteron. Kriptorkidisme adalah kegagalan satu atau kedua testis untuk turun dari rongga
abdomen kedalam skrotum.
Suhu di dalam rongga abdomen ± 10oC lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum,
sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada testis normal;
hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak
1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3
tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin
progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil.
Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka
potensi seksual tidak mengalami gangguan.Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis
yang tidak berada di skrotum adalah mudah terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan
lebih mudah mengalami degenerasi maligna.
Kriptorkidisme unilateral adalah jenis yang paling sering, terjadi pada 30% bayi
praterm, 3% sampai 4% pada bayi aterm, dan 0,3% sampai 0,4% pada usia anak usia 1 tahun.
Penurunan spontan setelah usia 1 tahun jarang terjadi. Pada kebanyakan kasus di akibatkan
oleh hipogonadisme atau obstruksi mekanik. Kegagalan testis ektopik dalam mengikuti
penurunan jalur normal dan akan terletak pada tempat yang abnormal. Letak yang paling
sering untuk testis yang ektopik adalah kanalis inguinalis, perineum, paha, daerah femoral,
atau pada pakal penis.
Testis yang tidak turun biasanya lebih kecil dari pada normal, tidak menghasilkan
sperma dengan baik, dan rentan terhadap perubahan keganasaan.Pada sebagian kasus testis
terlihat yang tidak teraba terdapat agenesis testis.
Testis yang tidak turun pada bayi baru lahir dapat turun secara spontan menjelang usia
1 tahun di bawah pengaruh testosteron yang disekresi oleh tetes neonatus. Terapi yang
mungkin adalah pemberian HCG untuk merangsang produksi testosteron. Jika tidak terjadi
3. penurunan setelah pemberian hCG, testis diturunkan dengan pembedahan melalui kanalis
ingiunalis dan dilekatkan dengan skrotum (orkidopeksi). Intervensi, baik dengan obat-obatan
atau pembedahan, dilakukan sekitar usia hingga 2 tahun.
2.1 Manifestasi klinis
Pada saat lahir, satu atau kedua testis tidak teraba di dalam skrotum. (Elizabeth J.
Corwin, 2009)
2.2 Penatalaksanaan
Menurut Arif Mansjoer, 2000 penatalaksanaan dai kriptorkidisme adalah:
Bila testis tidak ditemukandengan pemeriksaan klinis, maka tidak adanya testis harus
dibuktikan dengan pembedahan eksplorasi luas pada rongga retroperitoneal dan
transperitoneal melalui insisi yang agak diperlebar di daerah inguinal (La Roque Manouver).
Bila lokasi testis telah di tentukan, maka lakukan:
1. Terapi hormonal dengan human chorionic gonadotropin (HCG) 2.500 unit per hari dibagi
dalam empat dosis secara intramuskular. Terapi ini dilakukan bila usia anak belum mnecapai
dua tahun.
2. Terapi pembedahan
Dilakukan orkidopeksi untuk:
a. Mencapai fertilitas.
b. Mencegah terjadinya torsio testis.
c. Memperbaiki hernia konkomitan.
d. Mempermudah pemeriksaan bila terjadi tumor testis.
e. Efek psikologis dan kosmetik.
Orkidopeksi dilakukan dengan meletakkan dan memfiksasi testis tanpa tegangan pada dasar
skrotum.Kantong hernia atau prosesus vaginalis dibebaskan dari arteri, funikulus
spermatikus, kemudian diligasi di bagian proksimalnya.
2.1 Pemeriksaan diagnostik
a. Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnostis gangguan. Dapat dilakukan
ultrasoundatau teknik pencitraan yang lain. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
b. USG dilakukan untuk untuk mencari lokasi testis, namun gambaran testis sukar dibedakan
limfadenopati intraabdomen. Dapat pula dilakukan MRI atau CT scan. (Arif Mansjoer, 2000)
2.1 Komplikasi
4. Dapat terjadi sterilitas dan torsio testis. (Arif Mansjoer, 2000)
Peningkatan resiko kanker testis pada pengidap kriptorkidisme, walaupun telah
diperbaiki secara bedah. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
http://ngedos.blogspot.com/2013/04/kriptorkidisme.html