2. Istilah Hukum Adat
Hukum Adat = hukum tidak tertulis yang
merupakan pedoman bagi sebagian besar orang-
orang Indonesia dan dipertahankan dalam pergaulan
hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa.
Istilah Hukum Adat (Adatrecht ) berasal dari Bahasa
Belanda = Snouck Hurgronje kemudian dilanjutkan
Cornelis van Vallenhoven (Bapak Hukum Adat
Indonesia) sebagai istilah teknis-juridis.
3. Unsur Hukum Adat
UNSUR ASLI pada umumnya tidak tertulis,
hanya sebagian kecil saja yang tertulis,
tidak berpengaruh dan sering dapat
diabaikan saja. UNSUR TIDAK ASLI yaitu
yang datang dari luar sebagai akibat
persentuhan dengan kebudayaan lain dan
pengaruh hukum agama yang dianut.
4. • Van den Berg (Teori Receptio in Complesen) = hukum
adat suatu golongan/masyarakat adalah hasil
penerimaan bulat-bulat/resepsi seluruhnya dari
hukum agama yang dianut oleh golongan
masyarakat itu.
• Snouck Hurgronje = tidak semua hukum bagian
hukum agama diterima, diresepsi dalam hukum adat.
Seperti hukum keluarga, hukum perkawinan dan
hukun waris.
• Ter Haar = hukum waris merupakan hukum adat asli
yang tidak dipengaruhi oleh hukum agama. Contoh
hukum waris di daerah Minangkabau.
• Van Vollen Hoven = hukum adat mempunyai unsur-
unsur asli maupun unsur-unsur keagamaan,
walaupun pengaruh agama itu tidak begitu besar dan
terbatas pada beberapa daerah saja.
5. Hukum Adat
•Hukum adat masih dalam
pertumbuhan
•Hukum adat selalu dihadapkan pada
dua keadaan yang sifatnya
bertentangan seperti: tertulis/tidak
tertulis; sanksinya pasti/tidak pasti;
sumber dari raja/dari rakyat, dsb.
6. Van Vollen Hoven
Hukum Adat ialah “keseluruhan aturan
tingkah laku positif yang disatu pihak
mempunyai sanksi (oleh karena itu
adalah hukum) dan dipihak lain tidak
dikodifikasikan, artinya tidak tertulis
dalam bentuk kitab Undang-undang
yang tertentu susunannya.
7. Dasar Hukum Berlakunya Hukum Adat
Hukum adat yang dilaksanakan pada saat ini
merupakan hukum positif di Indonesia.
Dasar hukum berlakunya hukum adat = Pasal II
Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945
juncto pasal 131 Indische Staats Regeling ayat 2
sub b.
Tidak satu pasalpun dalam UUD 1945 yang
menyebut-nyebut hukum adat atau hukum
tidak tertulis. Kalau dalam UUDS 1950 banyak
pasal-pasalnya menyebutkan tentang hukum
adat, misalnya pasal 32, pasal 104 ayat 1.
8. Manfaat Mempelajari Hukum Adat
• Ilmu untuk Ilmu (hukum adat dipelajari untuk
memenuhi dua tugas yaitu penyelidikan dan
pengajaran). Pandangan teoritis ini cenderung
menyimpan hukum adat dalam sifat dan corak aslinya.
• Untuk kepentingan masyarakat (ilmu yg dipelajari
untuk pembangunan dan kebesaran Nusa dan Bangsa.
• Manfaat mempelajari hukum adat itu haruslah bersifat
praktis dan nasional. Sifat praktis dan nasional terlihat
dari 3 sudut:
1. dari sudut pembinaan hukum nasional
2. dari sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian
bangsa Indonesia.
3. dalam praktek peradilan.
9. HUKUM ADAT MERUPAKAN SALAH
SATU ASPEK KEBUDAYAAN
“Ubi societas ibi ius” = dimana ada masyarakat di
situ ada hukum (adat). Hukum yang berlaku
dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan
sifat masyarakat yang bersangkutan (Cicero).
Hukum suatu masyarakat mengikuti Volksgeist
(jiwa/semangat rakyat) dari masyarakat tempat
hukum (adat) itu berlaku. Karena Vorkgeist
masing-masing masyarakat berbeda-beda.belum
tentu sama, maka hukumnya pun belum tentiu
sama atau berbeda-beda. (Von Savigny).
11. Masyarakat Hukum Adat
DIMANA ADA
MASYARAKAT, DI
SANA ADA HUKUM
(ADAT)
• DASAR PERSATUAN MANUSIA:
Geneologis, Teritorial, Geneologis-
Teritorial / Teritorial-Geneologis
• GENEOLOGIS (berdasarkan darah) =
bilateral (keibu-bapaan/parental);
Unilateral (sepihak; yang terbagi atas
bentuk Kebapaan/Patriachat dan
Keibuan/Matriachat.
• TERITORIAL (berdasarkan wilayah)=
masyarakat hukum desa; masyarakat
hukum wilayah (persekutuan desa);
dan masyarakat serikat hukum desa.
MANUSIA HIDUP BERKELOMPOK-KELOMPOK DAN BAGAIMANAPUN
KECILNYA KELOMPOK ITU, SUDAH TENTU ADA HUKUM YANG
MENGATUR KEHIDUPANNYA.
12. Masyarakat Hukum Adat
Kesatuan manusia yang teratur,
menetap di suatu daerah tertentu,
mempunyai penguasa, dan
mempunyai kekayaan yang berwujud
ataupun tidak berwujud, dimana para
anggota kesatuan masing-masing
mengalami kehidupan dalam
masyarakat sebagai hal yang wajar
menurut kodrat alam dan tidak
seorangpun diantara para anggota itu
mempunyai pikiran atau
kecenderungan untuk membubarkan
ikatan yang telah tumbuh itu atau
meninggalkannya dalam, arti
melepaskan diri dari ikatan untuk
selama-lamanya.
Contoh persekutuan hukum
(masyarakat hukum)
misalnya Desa di Jawa.
Famili di Minangkabau.