1. Oleh : Letjen TNI (Purn.) H. A. Roestandi, S.H.
Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan dan Penyelesaian Kasus-Kasus
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat
Hotel Karang Setra Bandung, 27 Juli 2011
1
2. Gagasan Pembentukan MK-RI
a. 1945 dalam BPUPKI
1) Yamin
2) Supomo
b. 1980 gagasan Yamin dimunculkan kembali, kembali
gagal
c. TAP VI/MPR/1973, TAP III/MPR/1978, UU
Kekuasaan Kehakiman (14/70, 004/2004) dan UU
MA (84/85, 005/2004). MA berwenang menguji
peraturan di bawah undang-undang.
d. Perubahan UUD 1945 1999, 2000, 2001 dan 2002.
2
3. Bertambahnya jumlah Lembaga Negara
Sengketa Lembaga Negara potensial lebih banyak
Negara Hukum yang Demokratis
Negara Demokratis berdasarkan Hukum
Perubahan UUD 1945
1999, 2000, 2001, 2002 :
Perubahan paradigma dari Supremasi MPR
Supremasi Konstitusi
Perlu koreksi atas UU
Pelengseran Gus Dur
Perlu impeachment
5. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945
• Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh :
Sebuah MA dan jajarannya
Vertikal (Tingkatan)
» Tingkat pertama
» Tingkat banding
» Tingkat kasasi
Horizontal (Lingkungan)
» Peradilan Umum
» Peradilan Agama
» Peradilan Militer
» Peradilan TUN
Sebuah Mahkamah Konstitusi
6. KONFLIK DAN PENYELESAIAN SECARA HUKUM
NEGARA
LEMBAGA x LEMBAGA
NEGARA NEGARA
Mahkamah Konstitusi
•Pengadilan Negeri
(Pidana)
•Pengadilan Militer ADMINISTRASI Mahkamah
x NEGARA x Konstitusi
x Pengadilan Pengadilan Negeri x
TUN (Perdata)
INDIVIDU x INDIVIDU
•Pengadilan Negeri (Perdata)
•Pengadilan Agama
RAKYAT
7. Mahkamah Konstitusi adalah
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
yang merupakan pengawal konstitusi
(the guardian of constitution), mempunyai :
4 (empat) KEWENANGAN :
Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Memutus pembubaran partai politik
Memutus perselisihan tentang hasil Pemilu
dan 1 (satu) KEWAJIBAN :
• Memberikan keputusan atas pendapat DPR tentang
impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden
9. UU merupakan bagian dari
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Pasal 7
merinci Peraturan Perundang-undangan sebagai
berikut:
1. UUD 1945, direview oleh MPR
2. UU dan Perppu, direview oleh pembentuk UU
atau oleh MK / direview oleh DPR
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden Direview oleh pembentuk
atau Mahkamah Agung
5. Peraturan Daerah
Mahkamah Konstitusi hanya berwenang melakukan
review, tidak melakukan preview
9
10. SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
YANG KEWENANGANNYA DIBERIKAN OLEH UUD 1945
Subjectum litis: yang berperkara adalah
lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945
Syarat yang
harus dipenuhi
Objectum litis: yang menjadi objek
perkara adalah kewenangan lembaga
yang diberikan oleh UUD 1945
Pemohon:
Lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945
Termohon:
Lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945
Pihak Terkait:
Lembaga negara lainnya yang
menganggap terkait kewenangannya
MA tidak dapat menjadi Pihak 10
11. PENYELESAIAN SENGKETA PEMILU
Dasar: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2004
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003
MUSYAWARAH
MUFAKAT
PENETAPAN DISELESAIKAN OLEH MK 129 (1) a dan
HASIL PEMILU PUTUSAN MK FINAL DAN 81 (1) a
104 dan 68 MENGIKAT
134 dan 85 DISELESAIKAN OLEH
PANWASLU DENGAN
CARA MENAWARKAN
SENGKETA BERSIFAT
128 (4) dan 80 ALTERNATIF
PEMILU SENGKETA DAN
(4) 129 (1) b dan
TIDAK ADA UNSUR
81 (1) a
PIDANA
PELANGGARAN 128 (4) dan
PERATURAN DILAPORKAN
80 (4) DITERUSKAN KE
PERUNDANG- KE PANWASLU MEMBUAT
PENYIDIK 128 (5)
UNDANGAN 127 dan PUTUSAN FINAL
dan
PEMILU 79 (1) DAN MENGIKAT
MENGANDUNG 80 (5)
122 (1) b dan 129 (1) c dan
77 (1) UNSUR PIDANA
81 (1) c
128 (5) dan
80 (5)
DITERUSKAN KE
PENUNTUT UMUM
Pemohon: 131 (3) dan 83 (3) 83
(3)
Perorangan calon anggota DPD
Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden
DITERUSKAN KE PENGADILAN
Parpol peserta Pemilu UMUM 131(4) dan 84 (1)
Termohon: Komisi Pemilu (KPU) 83(3)
Pihak Terkait:
Calon anggota DPD yang lain ANCAMAN < 18 bulan ANCAMAN >18 bulan
Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden PN: TINGKAT PERTAMA DAN PT: TINGKAT BANDING
TERAKHIR DAN TERAKHIR
yang lain 132 (2) dan 84 (2) 83(3) 132 (3) dan 85 (3)
Parpol peserta Pemilu yang lain 83(3) 11
12. JENIS SANKSI BAGI PARTAI POLITIK
• Tidak punya Akte Notaris tentang pendirian (AD/ART)
• Keanggotaan kurang dari 50 orang
• Tidak memenuhi jumlah kepengurusan
1.Penolakan
• Tidak memiliki tanda gambar yang dipersyaratkan
pendaftaran oleh
• Tidak mempunyai kantor tetap
Pemerintah
• Memiliki asas yang bertentangan dengan
Pancasila Menggunakan lambang tertentu
2. Teguran terbuka • Tidak membuat pembukuan
oleh KPU • Menerima sumbangan yang
tidak jelas
3. Diberhentikan • Tidak membuat laporan keuangan
bantuan dari secara berkala
anggaran • Tidak memiliki rekening khusus dana
Negara kekayaan
oleh pemerintah
12
13. JENIS SANKSI BAGI PARTAI POLITIK
(Lanjutan)
4. Pembekuan • Kegiatan bertentangan dengan UUD
sementara 1945/peraturan undang-undang
1 tahun oleh • Kegiatan membahayakan keutuhan Negara
Pengadilan Kesatuan Republik Indonesia
• Kegiatan bertentangan dengan kebijakan Luar
Negeri Republik Indonesia
5. Larangan
mengikuti
Pemilu •Mendirikan badan usaha
berikutnya oleh •Memiliki saham badan usaha
Pengadilan
6. Pembubaran oleh Mahkamah Konstitusi
a.Pemohon : Pemerintah Pusat
b.Termohon : Partai Politik
c.Alasan : Pemerintah menganggap ideologi, asas, tujuan dan kegiatan
partai politik yang bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 107 huruf c, d dan e
UU Nomor 27 Tahun 1999
d.Wujud pembubaran: Membatalkan pendaftaran pada pemerintah
13
14. PROSES IMPEACHMENT
Tidak
dapat Selesai Disetujui
Setuju diterima (Presiden
diberhentikan)
Mahkamah Membenarkan
DPR Konstitusi pendapat DPR MPR
DPR Ditolak
(Presiden tetap
menjabat)
Menolak Selesai
Menolak
Keterangan:
Impeach = “accuse”, “charge”, menuduh/mendakwa
Sarana yang memberikan kemungkinan Presiden/Wakil Presiden diberhentikan sebelum
masa jabatannya berakhir
Dalam sistem Presidentil masa jabatan tertentu, dalam sistem parlementer melalui mosi
tidak percaya
Alasan = pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, tidak lagi memenuhi syarat.
14
15. PROSES PENYELESAIAN PERKARA
PADA MAHKAMAH KONSTITUSI
PEMOHON
1
1A
KEPANITERAAN
2 2A
4A
KETUA
3
PANEL HAKIM
4
PEMERIKSAAN
5A
PENDAHULUAN
5
RPH
6
PERSIDANGAN
PLENO HAKIM
5B
7A
7
RPH
8
PERSIDANGAN
PLENO HAKIM
16. PENJELASAN BAGAN
LANGKAH-LANGKAH PROSES PEMERIKSAAN
DI MAHKAMAH KONSTITUSI
LANGKAH 1
a. Pemohon, dapat diwakili oleh Kuasa Hukum, dan/atau didampingi
oleh Pendamping mengajukan permohonan kepada Mahkamah
Konstitusi melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, dengan
ketentuan:
b. Isi permohonan:
1) Identitas Pemohon;
2) Posita memuat dalil-dalil tentang:
a) kedudukan hukum (Legal standing) Pemohon;
b) Kewenangan Mahkamah Konstitusi; dan
c) Pokok Perkara;
3) Petitum (hal-hal yang dimohonkan untuk diputus); serta
4) Alat-alat bukti.
LANGKAH 1 A
a. Petugas kepaniteraan memeriksa kelengkapan administrasi
permohonan.
b. Jika kelengkapan administrasi permohonan belum lengkap, harus
dilengkapi oleh Pemohon selambat-lambatnya dalam 7 hari kerja.
c. Jika tidak dilengkapi permohonan tidak diregistrasi.
17. LANGKAH 2
a. Jika permohonan lengkap, Panitera:
1) Memberi Nomor Perkara dan mencatatnya dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK).
2) Memberikan Akta Penerimaan Berkas Perkara kepada
Pemohon.
3) Meneruskan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi.
b. Ketua Mahkamah Konstitusi membentuk Panel Hakim, dan
menetapkan hari sidang pertama paling lambat 14 hari kerja
setelah permohonan dicatat dalam BRPK.
c. Panitera memberitahukan kepada Pemohon dan Para Pihak,
serta mengumumkannya kepada masyarakat.
d. Atas nama Panitera, Juru Panggil memberitahukan kepada
Pemohon dan Termohon serta para pihak untuk menghadiri
sidang pertama, selambat-lambatnya 3 hari sebelum hari
persidangan.
18. LANGKAH 3
Ketua Mahkamah Konstitusi menugaskan Panel Hakim untuk
melakukan Pemeriksaan Pendahuluan dalam sidang yang
terbuka untuk umum.
LANGKAH 4
Pemeriksaan Pendahuluan memeriksa kelengkapan dan
kejelasan materi muatan permohonan; dan Panel Hakim wajib
memberi nasihat kepada Pemohon, tentang kejelasan dan
kelengkapan uraian permohonan, yang meliputi :
a. Kedudukan Hukum (legal standing) Pemohon;
b. Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa,
mengadili dan memutus permohonan; serta
c. Substansi (Pokok) permohonan.
19. LANGKAH 4A
Jika permohonan belum lengkap, Pemohon dapat
memperbaikinya selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari
kerja.
LANGKAH 5
Panel Hakim melaporkan hasil pemeriksaan pendahuluan
kepada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
LANGKAH 5A
a. RPH dapat menugaskan kembali kepada Panel Hakim untuk
meneruskan pemeriksaan.
b. Hasil pemeriksaan Panel Hakim diserahkan kepada RPH
20. LANGKAH 5 B
a. Jika RPH menganggap bahwa hasil pemeriksaan
Panel Hakim telah cukup sebagai bahan untuk
memutus perkara, maka permohonan tidak
diperiksa lagi dalam Persidangan Pleno Hakim,
tetapi langsung di bawa ke Persidangan Pleno
Hakim untuk mengucapkan Putusan.
b. Dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu yang
lalu, langkah inilah yang digunakan.
21. LANGKAH 6
a. Jika RPH menganggap bahwa permohonan masih memerlukan
pemeriksaan yang lebih mendalam, RPH meneruskan hasil
pemeriksaan Panel Hakim ke Persidangan Pleno Hakim, dalam
sidang yang terbuka untuk umum.
b. Persidangan Pleno Hakim harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7
orang hakim.
c. Pemeriksaan dalam Persidangan Pleno Hakim, meliputi:
1) Pemeriksaan permohonan Pemohon;
2) Keterangan dari lembaga Negara yang terkait;
3) Pemeriksaan alat-alat bukti Surat atau tulisan;
4) Keterangan saksi;
5) Keterangan ahli;
6) Keterangan para pihak lisan dan/atau tertulis;
7) Petunjuk; dan
8) Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik
atau yang serupa dengan itu.
22. LANGKAH 7
Hasil pemeriksaan Persidangan Pleno Hakim diteruskan
kepada RPH.
RPH dapat memutuskan:
a. Mengembalikan ke Persidangan Pleno Hakim untuk:
1) Melanjutkan pemeriksaan
2) Dapat menjatuhkan putusan sela (khusus dalam
perkara sengketa kewenangan lembaga Negara)
3) Dapat melakukan pemeriksaan di tempat; atau
b. Memutus perkara, dengan:
1) Menyetujui amar putusan;
2) Menunjuk perancang (drafter) untuk menyusun
rancangan (draft) putusan; dan
3) Menentukan hari persidangan Pleno Hakim untuk
mengucapkan putusan.
23. LANGKAH 8
a. Persidangan Pleno Hakim untuk pengucapan putusan
b. Isi putusan:
1) Kepala Putusan berbunyi: Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa;
2) Identitas Pemohon dan Termohon (jika ada);
3) Ringkasan pemeriksaan Permohonan;
4) Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam
persidangan;
5) Pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan;
6) Amar Putusan, yang menyatakan permohonan:
a) Tidak dapat diterima (niet ontvankellijk verklaard)
b) Dikabulkan; atau
c) Ditolak;
7) Pendapat berbeda (dissenting opinion), atau alasan berbeda
(concurring opinion); dan
8) Hari, tanggal putusan, nama hakim, dan panitera pengganti.
c. Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap
sejak diucapkan.
d. Mahkamah Konstitusi wajib mengirimkan salinan Putusan kepada
para pihak selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 hari sejak
putusan diucapkan