Dokumen tersebut membahas tentang konflik yang sering terjadi antara orangtua baru (kita) dengan kakek/nenek (eyang) dalam merawat cucu. Konflik ini umumnya disebabkan oleh masalah komunikasi dan persepsi yang berbeda mengenai cara merawat anak. Untuk menghindari konflik, diperlukan kesepahaman antara orangtua dan eyang mengenai batasan peran masing-masing dalam merawat cucu.
3. Masa yang paling menjadi perhatian
memang saat anak berusia balita.
Saat itu, kita masih belajar menjadi orangtua
dan perlu panduan dari orangtua kita, eyang.
4. Sebagai orangtua baru, kita tidak terlihat
cukup kompeten atau merasa kurang mampu.
Sementara eyang, pada dasarnya,
sigap membantu dan mengarahkan.
5. Persoalan dengan eyang, biasanya,
hanya masalah komunikasi.
Jadi kita perlu menyamakan ekspektasi,
memberikan informasi, dan pemisahan peran dengan jelas.
6. Begitu anak sudah lebih besar
dan ada anak kedua, konflik berkurang.
Kita sudah lebih percaya diri sebagai orangtua
lebih berani untuk tidak setuju dengan eyang.
7. Konflik dengan eyang ini terjadi pada semua orang.
Kuncinya di komunikasi.
Memang klise, tapi justru karena klise
ini sebenarnya jadi tidak susah.
8. Jika kesal dengan eyang,
ingat saja bahwa tujuan eyang pasti baik.
Tindakannya didasari cinta pada cucu
dan niat membantu kita.
9. Karena ini masalah komunikasi,
penting untuk punya kesepakatan tentang
area mana yang murni teritori orangtua
dan mana yang bisa dicampuri eyang.
10. Misalnya, soal beli mainan itu murni hak kita
karena kita tidak mau mengajari anak
menjadi konsumtif dan ada batasan harga.
11. Tapi soal menyuapi anak,
mungkin eyang boleh menyuapi dengan gaya lama,
yaitu sambil keliling rumah, karena kita tidak ada di rumah
saat anak makan.
Padahal, kita minta eyang untuk memastikan anak kita makan.
12. Jika soal obat-obatan, itu hak orangtua
karena kita menjalankan Rational Use of Drug (RUD).
Tapi soal nonton TV, bolehlah diatur eyang
karena anak dijaga eyang.
13. Memang, harus dipikirkan cara untuk memberi informasi
atau pengetahuan kepada eyang.
Ajak ke seminar, berikan buku, atau browsing bareng.
14. Ini supaya,
walaupun ngomel dan merasa metodenya paling benar,
paling tidak eyang bisa melihat
bahwa ini bukan anak atau menantunya yang sok tahu.
15. Pick your battle wisely.
Tidak semua hal perlu dipermasalahkan.
Nanti, semua lelah, kesal, dan akhirnya lupa
bahwa tujuan bersamanya adalah yang terbaik untuk
cucu tersayang.
16. Sekali dua kali dibelikan es krim oleh eyang,
tidak apa-apa.
Eyang juga ingin menyenangkan cucunya
Kita boleh protes jika anak dibelikan mainan
yang harganya sejuta.
17. Cara protes kita juga harus smart.
Jangan langsung mengomel atau protes.
Biasanya yang diprotes langsung defensif
dan malah jadi adu debat.
18. Contohnya soal makan permen.
Jika sudah ada kesepakatannya,
sebaiknya kita tetap konsisten dengan itu.
19. Katakan, misalnya,
"Wah, adek gak boleh makan permen
sebelum abis makan siangnya, Eyang.
Disimpan dulu ya buat setelah makan."
20. Lalu fokuskan percakapan dengan anak,
"Mama tahu kamu pengen makan permen.
Eyang juga sudah siapkan untukmu.
Tapi makanannya dihabiskan dulu, ya."
21. Nanti di saat luang,
baru ingatkan soal kesepakatan makan permen
pada eyang.
22. Jangan khawatir anak jadi bingung.
Anak akan bingung jika tidak dijelaskan
soal perbedaan aturan antara orangtua
dengan eyang.
23. Jadi, sebaiknya jelaskan saja,
"Kalo sama Mama, aturannya begini.
Sama Eyang mungkin lain, tapi kamu sekarang
sedang sama Mama, jadi pakai aturan Mama, ya."
24. Jika kaitannya dengan mertua, hal yang mendasar
adalah kompak dengan pasangan.
Pasangan bisa jadi media untuk komunikasi
dengan orangtuanya.
25. Jangan ajak eyang bertengkar.
Mereka yang membesarkan kita
dengan penuh cinta dan bertujuan mulia.
Percaya deh, anak-anak kita akan belajar banyak
dari mereka.