SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  42
VISUM ET REPERTUM
PSYCHIATRICUM
dr. Kurniawan Sedjahtera Sp.KJ
Pasal 44 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya
karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit
berubah akal, tidak boleh dihukum”
Dalam kerangka menentukan pertanggungjawaban
(dlm konteks menentukan arti” kurang sempurna
akalnya atau karena sakit berubah akal) inilah
maka konstribusi ilmuwan di luar hukum,
khususnya dlm bidang forensik menjadi
sangat penting.
Banyak yg menganggap Psikiatri Forensik, cabang
ilmu Kedokteran Forensik.
Psikiatri Forensik mrpkan cabang dari psikiatri.
Forensik digambarkan sbg pemanfaatan atau
aplikasi cab ilmu kedokteran ini (psikiatri)untuk
keperluan hukum.
Psikiatri (kedokteran) forensik berfungsi sbg
pemberi bantuan dlm hukum bersifat aktif.
Ilmu hukum kedokteran, dokter dan ilmu
kedokteran berkedudukan sbg objek telaah yg
bersifat pasif.
Kedudukan Psikiater dalam
Psikiatri Forensik
Dalam bidang kedokteran maka fungsi
dokter adalah sebagai terapis, berfungsi
sbg medical agent, melakukan
pemeriksaan medis utk:
1.Mengumpulkan gejala-gejala penyakit
pada pasien
2.Mencari hal-hal yg dapat diduga sbg
penyebab/latar belakang
3.Mengusahakan upaya terapi utk
memperbaiki keadaan pasien dr gangguan
penyakitnya.
Dalam Psikiatri Forensik ia berfungsi sbg
saksi ahli, sbg pembantu ahli hukum utk
mengumpulkan data-data yg dapat dipakai
dlm mengambil keputusan hukum.
Psikiater berfungsi sbg pengumpul unsur
bagi kepentingan hukum (Legal agent)
Posisi dokter
 Posisi medis: hub. Dokter dgn orang yang
diperiksa merupakan hub. Dokter-pasien.
Pemeriksaan dilakukan dlm upaya menetukan
kondisi kesehatan pasien, kmd menentukan
berbagai macam terapi.
Pasien orang bebas, tidak mempunyai status
hukum tertentu, ikatan dgn dokter berdasarkan
saling percaya. Hubungan dokter-pasien ini
terikat oleh etika profesi.
Posisi legal
Dokter mendapatkan posisi legal melalui surat
dari lembaga hukum (legal institute) yi;
Pengadilan, kejaksaan, dan polisi untuk
memeriksa seseorang yg telah mempunyai status
hukum tertentu: terdakwa, saksi, penggugat.
Hub. Dokter dgn orang yang diperiksa bersifat
netral, dan tetap mempunyai ikatan kerahasiaan
kecuali thd lembaga hukum yang meminta.
Terhadap suatu perkara, di dalam sidang
pengadilan penghimpunan alat bukti merupakan
bagian penting utk memberikan keyakinan pd
hakim dlm pengambilan keputusan hukum.
Alat bukti yang sah, antara lain:
1. Pengakuan terdakwa
2. Keterangan saksi/saksi ahli
3. Alat bukti petunjuk
4. Alat bukti terdakwa
Model pengadilan :
-Eropah Kontinental ( model pengadilan di Indonesia)
-Anglo Axon ( di Inggris dan negara-negara bekas
jajahannya)
Di dalam tata laksana persidangan dapat kita lihat
beberapa fungsi, yaitu:
Hakim
Jaksa
Penggugat
Tergugat atau terdakwa
Saksi
Saksi ahli
Keterangan ahli ada dua:
1. Lisan, yang disampaikan saksi ahli dlm
kesaksiannya di dalam sidang pengadilan
2. Tertulis, yang dalam bid.kedokteran disebut
Visum et Repertum yaitu hasil pemeriksaan medis
yang dilakukan oleh seorang dokter atau sebuah
tim dokter dan ditujukan utk kepentingan
peradilan sebagai sarana pembuktian.
Visum et Repertum untuk bidang psikiatri disebut
Visum et Repertum Psychiatricum
Bentuk baku Visum et Repertum Psychiatricum
I. Identitas pemeriksa
II. Identitas peminta
II. Identitas terperiksa
Laporan hasil pemeriksaan
1.anamnesis
2.status internistik
3.status neurologik
4.status psikiatrik
5.pemeriksaan tambahan
6.diagnosis
IV. Kesimpulan
Kasus-kasus hukum yang sering dimintakan VetR.
Psychiatricum:
1.Kasus pidana
a.terperiksa sebagai pelaku
b.terperiksa sebagai korban
2.Kasus perdata
a.pembatalan kontrak
b.pengampuan atau curatelle
c.hibah
d.perceraian
e.adopsi
3.Kasus-kasus lain
a.kompentensi untuk diinterview
b.kelayakan utk diajukan di sidang pengadilan
Beberapa pemeriksaan yg lazim
dilaksanakan dlm psikiatri forensik:
1. Pemeriksaan Kemampuan Bertanggung Jawab.
Apakah terdakwa menderita ggn jiwa.
2. Pemeriksaan Kompetensi (cakap) dalam lalu lintas
hukum
3. Penentuan hubungan sebab akibat (kausaitas)
antara suatu kondisi dgn timbulnya suatu gangguan
jiwa.
4. Kompetensi untuk ditanya (competence to be
interviewed) dan kelayakan utk diajukan di sidang
pengadilan.
Ad.1. Ada bbrp tahap yg harus dilihat utk
menentukan kemampuan bertanggung
jawab
Tahap kemampuan menyadari tindakan
Tahap memahami tindakan
Tahap pemilihan dan pengarahan
tindakan
Dengan demikian dalam menentukan kemampuan
bertanggung jawab seseorang (menjawab
pertanyaan dalam surat pembuatan VetR.
Psychiatricum) kita harus menentukan hal-hal
berikut:
1. Diagnosis : adanya gangguan jiwa pada saat pemeriksaan.
2. Diagnosis : dugaan adanya ggn jiwa pada saat pelanggaran
hukum.
3. Dugaan bahwa tindakan pelanggaran hukum merupakan
bagian atau gejala dari ggn.jiwanya
4. Penentuan kemampuan bertanggung jawab:
Ad 4.Penentuan kemampuan bertanggung jawab………..
Tingkat kesadaran pada saat melakukan
pelanggaran hukum
Kemampuan memahami nilai perbuatannya
(discriminative insight)
Kemampuan memahami nilai risiko
perbuatannya (discriminative judgement), dan
Kemampuan menyadari kemauannya dan
mengarahkan kemauannya (DI dan DJ) maka
individu dianggap bertanggung jawab thd
perbuatannya.
Keempat hal tsb diatas merupakan hal-hal yg
secara ideal seharusnya didapatkan di dlm
pemeriksaan klinis, namun tdk selalu mungkin,
terutama butir 2. merupakan hal yg sdh lampau
dan merupakan hal yg sulit ditentukan.
Butir ke 4 , yg diharapkan adalah kemampuan
bertanggung jawab saat melakukan
pelanggaran hukum. Namun hal ini sulit sekali
utk dipastikan.
Tingkat-tingkat kemampuan bertanggung
jawab:
1.Yang tdk mampu bertanggung jawab:
a. yang tdk menyadari, tdk memahami, dan
tdk dapat memilih dan mengarahkan
kemauannya. Mis: pelaku yg menderita
epilepsi lobus temporalis.
b. yang menyadari, ttp tdk memahami dan
tidak mampu memilih dn mengarahkan
kemauannya, spt pada kasus-kasus psikosis.
2.Yang bertanggung jawab sebagian:
a. yang menyadari, memahami ttp tidak
mampu memilih dan mengarahkan
kemauannya, spt pd penderita kompulsi.
b. yang menyadari, memahami dan
sebenarnya mampu memilih dan
mengarahkan kemauannya ttp tidak
mendapat kesempatan utk berbuat seperti
itu karena adanya dorongan impuls yg
kuat spt yang terjadi pd tindakan-tindakan
yg impulsif atau “mata gelap”
3. Yang mampu bertanggung jawab penuh:
a, yang melakukan suatu pelanggaran hukum tanpa
merencanakan lebih dulu.
b. yang melakukan pelanggaran hukum dengan suatu
perencanaan terlebih dahulu.
Pemeriksaan kemamppuan bertanggung jawab ini
umumnya dilaksanakan utk kasus sbb:
1. Kasus pidana dimana terperiksa merupakan pelaku
2. Kasus perdata, misalnya utk pembatalan kontrak,
dlm hal ini salah satu penanda tangan kontrak diduga
menderita gangguan jiwa. Biasanya kasus ini
didahului kasus pidana spt: penipuan.
Beban yang diembankan pembuat VetRP
kurang lebih seragam:
1. Membantu menentukan apakah terperiksa menderita
ggn jiwa dengan upaya menegakkan diagnosis
2. Membantu menentukan kemungkinan adanya hub.
Antara ggn. jiwa pada terperiksa dengan peristiwa
hukumnya, hub. antara ggn jiwa terperiksa dengan
perilaku yang mengakibatkan peristiwa hukum.
3. Membantu menentukan kemampuan tanggung jawab
pada terperiksa.
4. Membantu menentukan cakap tidaknya terperiksa
bertindak dalam lalu lintas hukum
Yang berhak menjadi pemohon Visum et
Repertum Psychiatricum
 Penyidik
 Penuntut Umum
 Hakim Pengadilan
 Tersangka atau terdakwa, melalui pejabat sesuai
dengan tingkat proses pemeriksaan
 Korban, melalui pejabat sesuai dengan tingkat
proses pemeriksaan
 Penasehat hukum, melalui pejabat sesuai dengan
tingkat proses pemeriksaan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang dokter
untuk membuat VetRP sebagai berikut:
1. Bekerja pada fasilitas perawatan pasien ggn jiwa atau
bekerja pada lembaga khusus utk pemeriksaan
2. Tidak berkepentingan dlm perkara yang bersangkutan
3. Tidak ada hubungan keluarga atau terikat hubungan
kerja dgn tersangka atau korban
4. Tidak ada hubungan sengketa dalam perkara lain.
Dokter/psikiater akan berusaha menerbitkan VERP
dalam jangka waktu 14 hari kecuali diperlukan waktu
yang lebih panjang dan dengan izin instansi yang
meminta.
Pemeriksaan untuk pembutan VetRP
merupakan pemeriksaan Medis Umum yang
akan memeriksa seluruh keadaan fisik
terperiksa, dari penampilan umum sampai pada
pemeriksaan sistem organ seluruhnya yang
meliputi:
 Sistem anggota gerak
 Organ pernafasan
 Organ pencernaan
 Organ kelamin, dan peredaran darah
 Organ susunan saraf
Pemeriksaan fungsi psikomotor:
Sikap
Kesadaran tingkah laku
Kontak psikis dll
Pemeriksaan afektif
Alam perasaan dasar
Stabilitas emosi
Ekspresi dan emosional
Empati, dsb
Pemeriksaan kognitif antara lain tentang:
Persepsi dan gangguan persepsi
Daya ingat,
Dugaan taraf kecerdasan
Kemampuan membatasi dan membedakan
data, fakta, dan idea (discriminative judgment)
Kemampuan memilih diri sendiri (discriminative
insight)
Ada tidaknya kelainan isi pikiran, dan
Keadaan mutu pikiran
Pemeriksaan tambahan:
Evaluasi psikologis
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologi
EEG
CT Scan
Yang dapat disimpulkan pada Vet R
Psychiatricum
Diagnosis, yaitu ada tidaknya ggn jiwa
pada terperiksa
Kemampuan bertanggung jawab atau
kecakapan bertindak dalam lalu lintas
hukum, yg sebenarnya merupakan istilah
hukum, yg oleh pembuat VER dicoba utk
diterjemahkan dan ditetapkan dlm
pemeriksaan klinis.
Interplasi kemampuan bertanggung jawab dan
kecakapan bertindak dalam lalu lintas hukum
dapat diuraikan lebih lanjut dalam batas-batas
sbb:
Apakah perilaku terperiksa yg melanggar hukum
merupakan gejala atau bagian dari ggn jiwanya
Apakah terperiksa mampu memahami nilai
tindakannya serta memahami nilai risiko
perbuatannya
Apakah terperiksa mempunyai kebebasan utk
memaksudkan suatu tujuan serta mampu
mengarahkan kemauan.
Mengenai tata laksana atau permintaan
pembuatan keterangan medis ttg keadaan
jiwa/mental seseorang, atau yg dikenal dengan
Surat Keterangan Medis Psikiatrik, adalah sbb:
1. Pihak yang berhak meminta keterangan adalah
subyek yg bersangkutan sendiri, atau pihak
orangtua/walinya. Jika pihak lain yg akan
meminta keterangan maka harus ada izin
(sebaiknya tertulis) dari pihak subyek yg
bersangkutan atau walinya.
2. Keabsahan subyek yg akan diperiksa perlu
diperhatikan agar tidak terjadi error in persona.
3. Tatacara permintaan Surat Keterangan Medis
dapat dilakukan secara lisan bila yg meminta
adalah subyek terperiksa atau orangtua/walinya.
Namun bila yg meminta pihak lain, permohonan
sebaiknya dilakukan secara tertulis dan
disebutkan untuk keperluan apa.
4. Pihak yang berhak membuat Surat
keterangan Keterangan Medis ttg keadaan
jiwa adalah seorang psikiater yg selain
memiliki keahlian di bidang psikiatri,
juga memiliki kewenangan untuk
menjalankan pekerjaan sebagai dokter
ahli jiwa di Indonesia .
(dikeluarkan Depkes)
SAKSI AHLI
Saksi Ahli Di Pengadilan
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seseorang
ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan : Keterangan ahli ini dapat
diberikan kepada penyidik atau penuntut
umum dalam bentuk laporan dan dibuat
dengan mengingat sumpah pada saat
menerima jabatan atau pekerjaan.
Keterangan ahli dapat diberikan:
1. Di dalam persidangan : disampaikan
secara lisan langsung di depan
petugas hukum.
2. Sebelum persidangan : Berita Acara
Pemeriksaan (BAP).
Hak dan Kewajiban Saksi Ahli
1. Hak Saksi Ahli
Hak undur diri : ada hubungan keluarga,
suami/isteri, ada kepentingan dalam
perkara
Hak untuk mendapatkan
pengamanan/perlindungan diri.
Hak untukmendapatkan honorarium.
Hak dan Kewajiban Saksi Ahli
2. Kewajiban saksi ahli:
a. Menjaga rahasia jabatan.
Rahasia kedokteran adalah rahasia
jabatan.
b. Membuka rahasia jabatan (memberikan
keterangan ahli demi keadilan).  Pasal
179 KUHAP & Pasal 48 ayat (2) UU
Nomor 20 tahun 2004 ttg Praktik
Kedokteran.
Prosedur sebagai saksi ahli
Surat panggilan melalui sarana pelayanan
keswa.
Tiba di pengadilan menghadap petugas
hukum yang menandatangani surat
panggilan.
Siapkan surat jati diri/KTP, surat tugas.
Di persidangan
Pemanggilan untuk duduk di kursi saksi
oleh hakim ketua.
Jelaskan tentang data pribadi yang
diminta.
Sumpah/ janji diambil menurut
agama/kepercayaan masing-masing di
hadapan hakim, jaksa penuntut,
pengacara dan peserta sidang.
Menjawab pertanyaan sesuai yang tertulis
dalam VeRP.
Di persidangan.
Sebaiknya tidak mengemukakan
pendapat pribadi.
Prediksi obyektif berdasarkan data yang
ada.
Patuhi tata tertib sidang.
Keamanan saksi ahli
Pendampingan dalam perjalanan.
Untuk kasus-kasus tertentu perlu
pengawalan petugas
Setiap sarana pelayanan kesehatan jiwa
harus memiliki Prosedur Tetap
Pendampingan dan Pengamanan Saksi
Ahli.
Catatan
Sebagai saksi ahli bukan pembuat Vet R
Psychiatricum sering dimintakan
keterangan ahli tentang tersangka,
sebaiknya disarankan ke penyidik untuk
memintakan Vet R Psychiatricum ke
sarana/instansi pelayanan keswa.

Contenu connexe

Tendances

Kegawatdaruratan psikiatri
Kegawatdaruratan psikiatriKegawatdaruratan psikiatri
Kegawatdaruratan psikiatriYeni Anggraini
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
 
Visum Gantung Diri
Visum Gantung DiriVisum Gantung Diri
Visum Gantung DiriPhil Adit R
 
Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mentalPemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mentalPikaLubis
 
soal osce comprehensive
soal osce comprehensivesoal osce comprehensive
soal osce comprehensiveYoseph Buga
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratAris Rahmanda
 
Imobilisasi lama
Imobilisasi lamaImobilisasi lama
Imobilisasi lamajudinugroho
 
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikPerbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikLena Setianingsih
 
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan KesadaranRuang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan KesadaranAmelia Manatar
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisyudhasetya01
 
Stroke case Philjeuwbens
Stroke case Philjeuwbens Stroke case Philjeuwbens
Stroke case Philjeuwbens Phil Adit R
 
Visum et Repertum Luka Tembak RSUP Dr Kariadi Semarang
Visum et Repertum Luka Tembak RSUP Dr Kariadi SemarangVisum et Repertum Luka Tembak RSUP Dr Kariadi Semarang
Visum et Repertum Luka Tembak RSUP Dr Kariadi SemarangPhil Adit R
 

Tendances (20)

Wawancara psikiatri
Wawancara psikiatriWawancara psikiatri
Wawancara psikiatri
 
Kegawatdaruratan psikiatri
Kegawatdaruratan psikiatriKegawatdaruratan psikiatri
Kegawatdaruratan psikiatri
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
 
Visum Gantung Diri
Visum Gantung DiriVisum Gantung Diri
Visum Gantung Diri
 
Overdosis opiat
Overdosis opiatOverdosis opiat
Overdosis opiat
 
Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mentalPemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental
 
soal osce comprehensive
soal osce comprehensivesoal osce comprehensive
soal osce comprehensive
 
Gangguan mood
Gangguan moodGangguan mood
Gangguan mood
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
 
Critical appraisal
Critical appraisalCritical appraisal
Critical appraisal
 
Imobilisasi lama
Imobilisasi lamaImobilisasi lama
Imobilisasi lama
 
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikPerbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
 
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan KesadaranRuang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Etik medikolegal pain management
Etik medikolegal pain managementEtik medikolegal pain management
Etik medikolegal pain management
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
 
Assessment psikiatri
Assessment psikiatriAssessment psikiatri
Assessment psikiatri
 
Stroke case Philjeuwbens
Stroke case Philjeuwbens Stroke case Philjeuwbens
Stroke case Philjeuwbens
 
Visum et Repertum Luka Tembak RSUP Dr Kariadi Semarang
Visum et Repertum Luka Tembak RSUP Dr Kariadi SemarangVisum et Repertum Luka Tembak RSUP Dr Kariadi Semarang
Visum et Repertum Luka Tembak RSUP Dr Kariadi Semarang
 
Pengantar Fisioterapi
Pengantar FisioterapiPengantar Fisioterapi
Pengantar Fisioterapi
 

Similaire à 3.1.6.3 psikiatri forensik

Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikKp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikAhmad Muhtar
 
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfbuku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfMutiaraFadilah1
 
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.pptILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppteeeeee35
 
KULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.pptKULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.ppteeeeee35
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfpuskesmas74
 
4 ilmu bantu hapid
4  ilmu bantu hapid4  ilmu bantu hapid
4 ilmu bantu hapidGradeAlfonso
 
Saksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalSaksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalGalih Endradita M
 
LKK 1 Wawancara Psikotik BARU.docx
LKK 1 Wawancara Psikotik BARU.docxLKK 1 Wawancara Psikotik BARU.docx
LKK 1 Wawancara Psikotik BARU.docxOtchiPutri
 
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung JawabMateri Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung JawabTotok Priyo Husodo
 
1. pemeriksaan fisik.pdf
1. pemeriksaan fisik.pdf1. pemeriksaan fisik.pdf
1. pemeriksaan fisik.pdfNurainiyah12
 
POPO_Psikologi Forensik_David Canter_Chapter 2
POPO_Psikologi Forensik_David Canter_Chapter 2POPO_Psikologi Forensik_David Canter_Chapter 2
POPO_Psikologi Forensik_David Canter_Chapter 2Tania Sari
 
Pemeriksaan psikiatri
Pemeriksaan psikiatriPemeriksaan psikiatri
Pemeriksaan psikiatrifikri asyura
 
Urutan penulisan laporan pendahuluan
Urutan penulisan laporan pendahuluanUrutan penulisan laporan pendahuluan
Urutan penulisan laporan pendahuluanoenkimmy
 
LAPSUS-K1B123007-Novia Desi Deria.pptx
LAPSUS-K1B123007-Novia Desi Deria.pptxLAPSUS-K1B123007-Novia Desi Deria.pptx
LAPSUS-K1B123007-Novia Desi Deria.pptx19099NoviaDesiDeria
 
Teknik komunikasi
Teknik komunikasiTeknik komunikasi
Teknik komunikasiadityajtkln
 

Similaire à 3.1.6.3 psikiatri forensik (20)

Kp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensikKp 3.1.43 psikiatri forensik
Kp 3.1.43 psikiatri forensik
 
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdfbuku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
buku penerapan ilmu kedokteran forensik.pdf
 
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.pptILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.ppt
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
KULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.pptKULIAH FORENSIK ok.ppt
KULIAH FORENSIK ok.ppt
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
 
4 ilmu bantu hapid
4  ilmu bantu hapid4  ilmu bantu hapid
4 ilmu bantu hapid
 
Saksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik MedikolegalSaksi Ahli Forensik Medikolegal
Saksi Ahli Forensik Medikolegal
 
Modul 3 kdk 1
Modul 3 kdk 1Modul 3 kdk 1
Modul 3 kdk 1
 
LKK 1 Wawancara Psikotik BARU.docx
LKK 1 Wawancara Psikotik BARU.docxLKK 1 Wawancara Psikotik BARU.docx
LKK 1 Wawancara Psikotik BARU.docx
 
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung JawabMateri Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
 
1. pemeriksaan fisik.pdf
1. pemeriksaan fisik.pdf1. pemeriksaan fisik.pdf
1. pemeriksaan fisik.pdf
 
WAWANCARA DAN INTEROGASI, OPERASI PENYAMARAN DAN PENIUP PELUIT
WAWANCARA DAN INTEROGASI, OPERASI PENYAMARAN  DAN PENIUP PELUITWAWANCARA DAN INTEROGASI, OPERASI PENYAMARAN  DAN PENIUP PELUIT
WAWANCARA DAN INTEROGASI, OPERASI PENYAMARAN DAN PENIUP PELUIT
 
Modul sap
Modul sapModul sap
Modul sap
 
POPO_Psikologi Forensik_David Canter_Chapter 2
POPO_Psikologi Forensik_David Canter_Chapter 2POPO_Psikologi Forensik_David Canter_Chapter 2
POPO_Psikologi Forensik_David Canter_Chapter 2
 
Pemeriksaan psikiatri
Pemeriksaan psikiatriPemeriksaan psikiatri
Pemeriksaan psikiatri
 
Urutan penulisan laporan pendahuluan
Urutan penulisan laporan pendahuluanUrutan penulisan laporan pendahuluan
Urutan penulisan laporan pendahuluan
 
LAPSUS-K1B123007-Novia Desi Deria.pptx
LAPSUS-K1B123007-Novia Desi Deria.pptxLAPSUS-K1B123007-Novia Desi Deria.pptx
LAPSUS-K1B123007-Novia Desi Deria.pptx
 
Proses kep new
Proses kep newProses kep new
Proses kep new
 
Teknik komunikasi
Teknik komunikasiTeknik komunikasi
Teknik komunikasi
 

Plus de Ahmad Muhtar

3.1.5.3 ansietas agorafobia unand
3.1.5.3   ansietas agorafobia unand3.1.5.3   ansietas agorafobia unand
3.1.5.3 ansietas agorafobia unandAhmad Muhtar
 
3.1.5.2 penyalahgunaan napza
3.1.5.2   penyalahgunaan napza3.1.5.2   penyalahgunaan napza
3.1.5.2 penyalahgunaan napzaAhmad Muhtar
 
3.1.5.1 psikofarmakoterapi
3.1.5.1   psikofarmakoterapi3.1.5.1   psikofarmakoterapi
3.1.5.1 psikofarmakoterapiAhmad Muhtar
 
Kp 3-1-36-gangguan somatoform. silvi.final
Kp 3-1-36-gangguan somatoform. silvi.finalKp 3-1-36-gangguan somatoform. silvi.final
Kp 3-1-36-gangguan somatoform. silvi.finalAhmad Muhtar
 
3.1.6.5 family theraphy
3.1.6.5   family  theraphy3.1.6.5   family  theraphy
3.1.6.5 family theraphyAhmad Muhtar
 
Uu nomor 18 tahun 2014
Uu nomor 18 tahun 2014Uu nomor 18 tahun 2014
Uu nomor 18 tahun 2014Ahmad Muhtar
 
Pmk no. 001 th 2012 ttg sistem rujukan yankes perorangan 2
Pmk no. 001 th 2012 ttg sistem rujukan yankes perorangan 2Pmk no. 001 th 2012 ttg sistem rujukan yankes perorangan 2
Pmk no. 001 th 2012 ttg sistem rujukan yankes perorangan 2Ahmad Muhtar
 
Kp 3.1.44 psikiatri keswamas
Kp 3.1.44 psikiatri keswamasKp 3.1.44 psikiatri keswamas
Kp 3.1.44 psikiatri keswamasAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.42 efek samping psikotropika dan tata laksana
Kp 3.1.42 efek samping psikotropika dan tata laksanaKp 3.1.42 efek samping psikotropika dan tata laksana
Kp 3.1.42 efek samping psikotropika dan tata laksanaAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.41 gangguan mental organik
Kp 3.1.41 gangguan mental organikKp 3.1.41 gangguan mental organik
Kp 3.1.41 gangguan mental organikAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.39 psikoterapi keluarga
Kp 3.1.39 psikoterapi keluargaKp 3.1.39 psikoterapi keluarga
Kp 3.1.39 psikoterapi keluargaAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.38 gangguan psikotik
Kp 3.1.38 gangguan psikotikKp 3.1.38 gangguan psikotik
Kp 3.1.38 gangguan psikotikAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.37 gangguan afektif psikotik
Kp 3.1.37 gangguan afektif psikotikKp 3.1.37 gangguan afektif psikotik
Kp 3.1.37 gangguan afektif psikotikAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.40 consultation liaison psychiatry
Kp 3.1.40 consultation liaison psychiatryKp 3.1.40 consultation liaison psychiatry
Kp 3.1.40 consultation liaison psychiatryAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.36 gangguan somatoform
Kp 3.1.36 gangguan somatoformKp 3.1.36 gangguan somatoform
Kp 3.1.36 gangguan somatoformAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.35 psikofarmaka
Kp 3.1.35 psikofarmakaKp 3.1.35 psikofarmaka
Kp 3.1.35 psikofarmakaAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.34 gangguan manik dan afektif lainnya
Kp 3.1.34 gangguan manik dan afektif lainnyaKp 3.1.34 gangguan manik dan afektif lainnya
Kp 3.1.34 gangguan manik dan afektif lainnyaAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.33 gangguan panik dan fobia
Kp 3.1.33 gangguan panik dan fobiaKp 3.1.33 gangguan panik dan fobia
Kp 3.1.33 gangguan panik dan fobiaAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.32 penyalahgunaan napza
Kp 3.1.32 penyalahgunaan napzaKp 3.1.32 penyalahgunaan napza
Kp 3.1.32 penyalahgunaan napzaAhmad Muhtar
 
Kp 3.1.31 post traumatic stress disorder
Kp 3.1.31 post traumatic stress disorderKp 3.1.31 post traumatic stress disorder
Kp 3.1.31 post traumatic stress disorderAhmad Muhtar
 

Plus de Ahmad Muhtar (20)

3.1.5.3 ansietas agorafobia unand
3.1.5.3   ansietas agorafobia unand3.1.5.3   ansietas agorafobia unand
3.1.5.3 ansietas agorafobia unand
 
3.1.5.2 penyalahgunaan napza
3.1.5.2   penyalahgunaan napza3.1.5.2   penyalahgunaan napza
3.1.5.2 penyalahgunaan napza
 
3.1.5.1 psikofarmakoterapi
3.1.5.1   psikofarmakoterapi3.1.5.1   psikofarmakoterapi
3.1.5.1 psikofarmakoterapi
 
Kp 3-1-36-gangguan somatoform. silvi.final
Kp 3-1-36-gangguan somatoform. silvi.finalKp 3-1-36-gangguan somatoform. silvi.final
Kp 3-1-36-gangguan somatoform. silvi.final
 
3.1.6.5 family theraphy
3.1.6.5   family  theraphy3.1.6.5   family  theraphy
3.1.6.5 family theraphy
 
Uu nomor 18 tahun 2014
Uu nomor 18 tahun 2014Uu nomor 18 tahun 2014
Uu nomor 18 tahun 2014
 
Pmk no. 001 th 2012 ttg sistem rujukan yankes perorangan 2
Pmk no. 001 th 2012 ttg sistem rujukan yankes perorangan 2Pmk no. 001 th 2012 ttg sistem rujukan yankes perorangan 2
Pmk no. 001 th 2012 ttg sistem rujukan yankes perorangan 2
 
Kp 3.1.44 psikiatri keswamas
Kp 3.1.44 psikiatri keswamasKp 3.1.44 psikiatri keswamas
Kp 3.1.44 psikiatri keswamas
 
Kp 3.1.42 efek samping psikotropika dan tata laksana
Kp 3.1.42 efek samping psikotropika dan tata laksanaKp 3.1.42 efek samping psikotropika dan tata laksana
Kp 3.1.42 efek samping psikotropika dan tata laksana
 
Kp 3.1.41 gangguan mental organik
Kp 3.1.41 gangguan mental organikKp 3.1.41 gangguan mental organik
Kp 3.1.41 gangguan mental organik
 
Kp 3.1.39 psikoterapi keluarga
Kp 3.1.39 psikoterapi keluargaKp 3.1.39 psikoterapi keluarga
Kp 3.1.39 psikoterapi keluarga
 
Kp 3.1.38 gangguan psikotik
Kp 3.1.38 gangguan psikotikKp 3.1.38 gangguan psikotik
Kp 3.1.38 gangguan psikotik
 
Kp 3.1.37 gangguan afektif psikotik
Kp 3.1.37 gangguan afektif psikotikKp 3.1.37 gangguan afektif psikotik
Kp 3.1.37 gangguan afektif psikotik
 
Kp 3.1.40 consultation liaison psychiatry
Kp 3.1.40 consultation liaison psychiatryKp 3.1.40 consultation liaison psychiatry
Kp 3.1.40 consultation liaison psychiatry
 
Kp 3.1.36 gangguan somatoform
Kp 3.1.36 gangguan somatoformKp 3.1.36 gangguan somatoform
Kp 3.1.36 gangguan somatoform
 
Kp 3.1.35 psikofarmaka
Kp 3.1.35 psikofarmakaKp 3.1.35 psikofarmaka
Kp 3.1.35 psikofarmaka
 
Kp 3.1.34 gangguan manik dan afektif lainnya
Kp 3.1.34 gangguan manik dan afektif lainnyaKp 3.1.34 gangguan manik dan afektif lainnya
Kp 3.1.34 gangguan manik dan afektif lainnya
 
Kp 3.1.33 gangguan panik dan fobia
Kp 3.1.33 gangguan panik dan fobiaKp 3.1.33 gangguan panik dan fobia
Kp 3.1.33 gangguan panik dan fobia
 
Kp 3.1.32 penyalahgunaan napza
Kp 3.1.32 penyalahgunaan napzaKp 3.1.32 penyalahgunaan napza
Kp 3.1.32 penyalahgunaan napza
 
Kp 3.1.31 post traumatic stress disorder
Kp 3.1.31 post traumatic stress disorderKp 3.1.31 post traumatic stress disorder
Kp 3.1.31 post traumatic stress disorder
 

Dernier

Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfsrirezeki99
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxindah849420
 
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdfnoviarani6
 
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...IdjaMarasabessy
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptxNezaPurna
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxDianaayulestari2
 
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdnkel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdncindyrenatasaleleuba
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUNYhoGa3
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfPpt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfssuser1cc42a
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxAcephasan2
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALBagasTriNugroho5
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxYudiatma1
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptssuser551745
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxZuheri
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxStatistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxfachrulshidiq3
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxkemenaghajids83
 

Dernier (20)

Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
 
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdnkel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfPpt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxStatistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
 

3.1.6.3 psikiatri forensik

  • 1. VISUM ET REPERTUM PSYCHIATRICUM dr. Kurniawan Sedjahtera Sp.KJ
  • 2. Pasal 44 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal, tidak boleh dihukum” Dalam kerangka menentukan pertanggungjawaban (dlm konteks menentukan arti” kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal) inilah maka konstribusi ilmuwan di luar hukum, khususnya dlm bidang forensik menjadi sangat penting.
  • 3. Banyak yg menganggap Psikiatri Forensik, cabang ilmu Kedokteran Forensik. Psikiatri Forensik mrpkan cabang dari psikiatri. Forensik digambarkan sbg pemanfaatan atau aplikasi cab ilmu kedokteran ini (psikiatri)untuk keperluan hukum. Psikiatri (kedokteran) forensik berfungsi sbg pemberi bantuan dlm hukum bersifat aktif. Ilmu hukum kedokteran, dokter dan ilmu kedokteran berkedudukan sbg objek telaah yg bersifat pasif.
  • 4. Kedudukan Psikiater dalam Psikiatri Forensik Dalam bidang kedokteran maka fungsi dokter adalah sebagai terapis, berfungsi sbg medical agent, melakukan pemeriksaan medis utk: 1.Mengumpulkan gejala-gejala penyakit pada pasien 2.Mencari hal-hal yg dapat diduga sbg penyebab/latar belakang 3.Mengusahakan upaya terapi utk memperbaiki keadaan pasien dr gangguan penyakitnya.
  • 5. Dalam Psikiatri Forensik ia berfungsi sbg saksi ahli, sbg pembantu ahli hukum utk mengumpulkan data-data yg dapat dipakai dlm mengambil keputusan hukum. Psikiater berfungsi sbg pengumpul unsur bagi kepentingan hukum (Legal agent)
  • 6. Posisi dokter  Posisi medis: hub. Dokter dgn orang yang diperiksa merupakan hub. Dokter-pasien. Pemeriksaan dilakukan dlm upaya menetukan kondisi kesehatan pasien, kmd menentukan berbagai macam terapi. Pasien orang bebas, tidak mempunyai status hukum tertentu, ikatan dgn dokter berdasarkan saling percaya. Hubungan dokter-pasien ini terikat oleh etika profesi.
  • 7. Posisi legal Dokter mendapatkan posisi legal melalui surat dari lembaga hukum (legal institute) yi; Pengadilan, kejaksaan, dan polisi untuk memeriksa seseorang yg telah mempunyai status hukum tertentu: terdakwa, saksi, penggugat. Hub. Dokter dgn orang yang diperiksa bersifat netral, dan tetap mempunyai ikatan kerahasiaan kecuali thd lembaga hukum yang meminta.
  • 8. Terhadap suatu perkara, di dalam sidang pengadilan penghimpunan alat bukti merupakan bagian penting utk memberikan keyakinan pd hakim dlm pengambilan keputusan hukum. Alat bukti yang sah, antara lain: 1. Pengakuan terdakwa 2. Keterangan saksi/saksi ahli 3. Alat bukti petunjuk 4. Alat bukti terdakwa
  • 9. Model pengadilan : -Eropah Kontinental ( model pengadilan di Indonesia) -Anglo Axon ( di Inggris dan negara-negara bekas jajahannya) Di dalam tata laksana persidangan dapat kita lihat beberapa fungsi, yaitu: Hakim Jaksa Penggugat Tergugat atau terdakwa Saksi Saksi ahli
  • 10. Keterangan ahli ada dua: 1. Lisan, yang disampaikan saksi ahli dlm kesaksiannya di dalam sidang pengadilan 2. Tertulis, yang dalam bid.kedokteran disebut Visum et Repertum yaitu hasil pemeriksaan medis yang dilakukan oleh seorang dokter atau sebuah tim dokter dan ditujukan utk kepentingan peradilan sebagai sarana pembuktian. Visum et Repertum untuk bidang psikiatri disebut Visum et Repertum Psychiatricum
  • 11. Bentuk baku Visum et Repertum Psychiatricum I. Identitas pemeriksa II. Identitas peminta II. Identitas terperiksa Laporan hasil pemeriksaan 1.anamnesis 2.status internistik 3.status neurologik 4.status psikiatrik 5.pemeriksaan tambahan 6.diagnosis IV. Kesimpulan
  • 12. Kasus-kasus hukum yang sering dimintakan VetR. Psychiatricum: 1.Kasus pidana a.terperiksa sebagai pelaku b.terperiksa sebagai korban 2.Kasus perdata a.pembatalan kontrak b.pengampuan atau curatelle c.hibah d.perceraian e.adopsi 3.Kasus-kasus lain a.kompentensi untuk diinterview b.kelayakan utk diajukan di sidang pengadilan
  • 13. Beberapa pemeriksaan yg lazim dilaksanakan dlm psikiatri forensik: 1. Pemeriksaan Kemampuan Bertanggung Jawab. Apakah terdakwa menderita ggn jiwa. 2. Pemeriksaan Kompetensi (cakap) dalam lalu lintas hukum 3. Penentuan hubungan sebab akibat (kausaitas) antara suatu kondisi dgn timbulnya suatu gangguan jiwa. 4. Kompetensi untuk ditanya (competence to be interviewed) dan kelayakan utk diajukan di sidang pengadilan.
  • 14. Ad.1. Ada bbrp tahap yg harus dilihat utk menentukan kemampuan bertanggung jawab Tahap kemampuan menyadari tindakan Tahap memahami tindakan Tahap pemilihan dan pengarahan tindakan
  • 15. Dengan demikian dalam menentukan kemampuan bertanggung jawab seseorang (menjawab pertanyaan dalam surat pembuatan VetR. Psychiatricum) kita harus menentukan hal-hal berikut: 1. Diagnosis : adanya gangguan jiwa pada saat pemeriksaan. 2. Diagnosis : dugaan adanya ggn jiwa pada saat pelanggaran hukum. 3. Dugaan bahwa tindakan pelanggaran hukum merupakan bagian atau gejala dari ggn.jiwanya 4. Penentuan kemampuan bertanggung jawab:
  • 16. Ad 4.Penentuan kemampuan bertanggung jawab……….. Tingkat kesadaran pada saat melakukan pelanggaran hukum Kemampuan memahami nilai perbuatannya (discriminative insight) Kemampuan memahami nilai risiko perbuatannya (discriminative judgement), dan Kemampuan menyadari kemauannya dan mengarahkan kemauannya (DI dan DJ) maka individu dianggap bertanggung jawab thd perbuatannya.
  • 17. Keempat hal tsb diatas merupakan hal-hal yg secara ideal seharusnya didapatkan di dlm pemeriksaan klinis, namun tdk selalu mungkin, terutama butir 2. merupakan hal yg sdh lampau dan merupakan hal yg sulit ditentukan. Butir ke 4 , yg diharapkan adalah kemampuan bertanggung jawab saat melakukan pelanggaran hukum. Namun hal ini sulit sekali utk dipastikan.
  • 18. Tingkat-tingkat kemampuan bertanggung jawab: 1.Yang tdk mampu bertanggung jawab: a. yang tdk menyadari, tdk memahami, dan tdk dapat memilih dan mengarahkan kemauannya. Mis: pelaku yg menderita epilepsi lobus temporalis. b. yang menyadari, ttp tdk memahami dan tidak mampu memilih dn mengarahkan kemauannya, spt pada kasus-kasus psikosis.
  • 19. 2.Yang bertanggung jawab sebagian: a. yang menyadari, memahami ttp tidak mampu memilih dan mengarahkan kemauannya, spt pd penderita kompulsi. b. yang menyadari, memahami dan sebenarnya mampu memilih dan mengarahkan kemauannya ttp tidak mendapat kesempatan utk berbuat seperti itu karena adanya dorongan impuls yg kuat spt yang terjadi pd tindakan-tindakan yg impulsif atau “mata gelap”
  • 20. 3. Yang mampu bertanggung jawab penuh: a, yang melakukan suatu pelanggaran hukum tanpa merencanakan lebih dulu. b. yang melakukan pelanggaran hukum dengan suatu perencanaan terlebih dahulu. Pemeriksaan kemamppuan bertanggung jawab ini umumnya dilaksanakan utk kasus sbb: 1. Kasus pidana dimana terperiksa merupakan pelaku 2. Kasus perdata, misalnya utk pembatalan kontrak, dlm hal ini salah satu penanda tangan kontrak diduga menderita gangguan jiwa. Biasanya kasus ini didahului kasus pidana spt: penipuan.
  • 21. Beban yang diembankan pembuat VetRP kurang lebih seragam: 1. Membantu menentukan apakah terperiksa menderita ggn jiwa dengan upaya menegakkan diagnosis 2. Membantu menentukan kemungkinan adanya hub. Antara ggn. jiwa pada terperiksa dengan peristiwa hukumnya, hub. antara ggn jiwa terperiksa dengan perilaku yang mengakibatkan peristiwa hukum. 3. Membantu menentukan kemampuan tanggung jawab pada terperiksa. 4. Membantu menentukan cakap tidaknya terperiksa bertindak dalam lalu lintas hukum
  • 22. Yang berhak menjadi pemohon Visum et Repertum Psychiatricum  Penyidik  Penuntut Umum  Hakim Pengadilan  Tersangka atau terdakwa, melalui pejabat sesuai dengan tingkat proses pemeriksaan  Korban, melalui pejabat sesuai dengan tingkat proses pemeriksaan  Penasehat hukum, melalui pejabat sesuai dengan tingkat proses pemeriksaan
  • 23. Syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang dokter untuk membuat VetRP sebagai berikut: 1. Bekerja pada fasilitas perawatan pasien ggn jiwa atau bekerja pada lembaga khusus utk pemeriksaan 2. Tidak berkepentingan dlm perkara yang bersangkutan 3. Tidak ada hubungan keluarga atau terikat hubungan kerja dgn tersangka atau korban 4. Tidak ada hubungan sengketa dalam perkara lain. Dokter/psikiater akan berusaha menerbitkan VERP dalam jangka waktu 14 hari kecuali diperlukan waktu yang lebih panjang dan dengan izin instansi yang meminta.
  • 24. Pemeriksaan untuk pembutan VetRP merupakan pemeriksaan Medis Umum yang akan memeriksa seluruh keadaan fisik terperiksa, dari penampilan umum sampai pada pemeriksaan sistem organ seluruhnya yang meliputi:  Sistem anggota gerak  Organ pernafasan  Organ pencernaan  Organ kelamin, dan peredaran darah  Organ susunan saraf
  • 25. Pemeriksaan fungsi psikomotor: Sikap Kesadaran tingkah laku Kontak psikis dll Pemeriksaan afektif Alam perasaan dasar Stabilitas emosi Ekspresi dan emosional Empati, dsb
  • 26. Pemeriksaan kognitif antara lain tentang: Persepsi dan gangguan persepsi Daya ingat, Dugaan taraf kecerdasan Kemampuan membatasi dan membedakan data, fakta, dan idea (discriminative judgment) Kemampuan memilih diri sendiri (discriminative insight) Ada tidaknya kelainan isi pikiran, dan Keadaan mutu pikiran
  • 27. Pemeriksaan tambahan: Evaluasi psikologis Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan radiologi EEG CT Scan
  • 28. Yang dapat disimpulkan pada Vet R Psychiatricum Diagnosis, yaitu ada tidaknya ggn jiwa pada terperiksa Kemampuan bertanggung jawab atau kecakapan bertindak dalam lalu lintas hukum, yg sebenarnya merupakan istilah hukum, yg oleh pembuat VER dicoba utk diterjemahkan dan ditetapkan dlm pemeriksaan klinis.
  • 29. Interplasi kemampuan bertanggung jawab dan kecakapan bertindak dalam lalu lintas hukum dapat diuraikan lebih lanjut dalam batas-batas sbb: Apakah perilaku terperiksa yg melanggar hukum merupakan gejala atau bagian dari ggn jiwanya Apakah terperiksa mampu memahami nilai tindakannya serta memahami nilai risiko perbuatannya Apakah terperiksa mempunyai kebebasan utk memaksudkan suatu tujuan serta mampu mengarahkan kemauan.
  • 30. Mengenai tata laksana atau permintaan pembuatan keterangan medis ttg keadaan jiwa/mental seseorang, atau yg dikenal dengan Surat Keterangan Medis Psikiatrik, adalah sbb: 1. Pihak yang berhak meminta keterangan adalah subyek yg bersangkutan sendiri, atau pihak orangtua/walinya. Jika pihak lain yg akan meminta keterangan maka harus ada izin (sebaiknya tertulis) dari pihak subyek yg bersangkutan atau walinya.
  • 31. 2. Keabsahan subyek yg akan diperiksa perlu diperhatikan agar tidak terjadi error in persona. 3. Tatacara permintaan Surat Keterangan Medis dapat dilakukan secara lisan bila yg meminta adalah subyek terperiksa atau orangtua/walinya. Namun bila yg meminta pihak lain, permohonan sebaiknya dilakukan secara tertulis dan disebutkan untuk keperluan apa.
  • 32. 4. Pihak yang berhak membuat Surat keterangan Keterangan Medis ttg keadaan jiwa adalah seorang psikiater yg selain memiliki keahlian di bidang psikiatri, juga memiliki kewenangan untuk menjalankan pekerjaan sebagai dokter ahli jiwa di Indonesia . (dikeluarkan Depkes)
  • 34. Saksi Ahli Di Pengadilan Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli ialah apa yang seseorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Penjelasan : Keterangan ahli ini dapat diberikan kepada penyidik atau penuntut umum dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah pada saat menerima jabatan atau pekerjaan.
  • 35. Keterangan ahli dapat diberikan: 1. Di dalam persidangan : disampaikan secara lisan langsung di depan petugas hukum. 2. Sebelum persidangan : Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
  • 36. Hak dan Kewajiban Saksi Ahli 1. Hak Saksi Ahli Hak undur diri : ada hubungan keluarga, suami/isteri, ada kepentingan dalam perkara Hak untuk mendapatkan pengamanan/perlindungan diri. Hak untukmendapatkan honorarium.
  • 37. Hak dan Kewajiban Saksi Ahli 2. Kewajiban saksi ahli: a. Menjaga rahasia jabatan. Rahasia kedokteran adalah rahasia jabatan. b. Membuka rahasia jabatan (memberikan keterangan ahli demi keadilan).  Pasal 179 KUHAP & Pasal 48 ayat (2) UU Nomor 20 tahun 2004 ttg Praktik Kedokteran.
  • 38. Prosedur sebagai saksi ahli Surat panggilan melalui sarana pelayanan keswa. Tiba di pengadilan menghadap petugas hukum yang menandatangani surat panggilan. Siapkan surat jati diri/KTP, surat tugas.
  • 39. Di persidangan Pemanggilan untuk duduk di kursi saksi oleh hakim ketua. Jelaskan tentang data pribadi yang diminta. Sumpah/ janji diambil menurut agama/kepercayaan masing-masing di hadapan hakim, jaksa penuntut, pengacara dan peserta sidang. Menjawab pertanyaan sesuai yang tertulis dalam VeRP.
  • 40. Di persidangan. Sebaiknya tidak mengemukakan pendapat pribadi. Prediksi obyektif berdasarkan data yang ada. Patuhi tata tertib sidang.
  • 41. Keamanan saksi ahli Pendampingan dalam perjalanan. Untuk kasus-kasus tertentu perlu pengawalan petugas Setiap sarana pelayanan kesehatan jiwa harus memiliki Prosedur Tetap Pendampingan dan Pengamanan Saksi Ahli.
  • 42. Catatan Sebagai saksi ahli bukan pembuat Vet R Psychiatricum sering dimintakan keterangan ahli tentang tersangka, sebaiknya disarankan ke penyidik untuk memintakan Vet R Psychiatricum ke sarana/instansi pelayanan keswa.