Dokumen tersebut membahas tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan implementasinya di Indonesia. UNCLOS mengatur batas-batas hak dan kewajiban negara pantai dan tidak pantai, termasuk zona maritim seperti laut teritorial, ZEE, dan konsep negara kepulauan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia berdasarkan ketentuan UNCLOS.
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
KONVENSI PBB TENTANG HUKUM LAUT (UNCLOS)
1. MANIFESTASI
KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
TENTANG HUKUM LAUT
(UNCLOS)
Akbar Yahya Yogerasi
Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Research
e-mail: assessor.imo312@gmail.com
A. Pendahuluan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations
Convention on the Law of the Sea - UNCLOS) ditetapkan di Montego Bay
(Jamaica) pada tanggal 10 Desember 1982 dan efektif berlaku pada tanggal 16
November 1994. Konvensi tersebut diikuti oleh 157 negara yang menjadi anggota
PBB.
Dengan ditetapkannya UNCLOS yang ke-3 pada tahun 1982 telah menetapkan
keputusan-keputusan tentang segala bentuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
di laut dan di atasnya (ruang udara), sehingga menjadikan setiap Negara di dunia
mempunyai hak dan kewajiban menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara
melalui laut dan ruang udara, dan juga mengatur tentang perairan pedalaman yang
ada sehingga juga menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi
Negara yang berdaulat secara utuh.
Konvensi-konvensi tentang Hukum Laut telah ditetapkan, sehingga menjadi wajib
bagi setiap Negara anggota perserikatan bangsa-bangsa untuk mentaati dan
memenuhi semua unsur-unsur kewajiban yang menjadi kedaulatan sebuah Negara
yang ada.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut telah menyepakati
bersama tentang aturan-aturan dan dibuat menjadi suatu ketetapan didalam Hukum
laut tersebut. Pengaturan-pengaturan yang ditetapkan di dalam Hukum Laut
tersebut adalah :
1. Laut Teritorial dan Zona Tambahan;
2. Selat yang digunakan untuk pelayaran;
3. Negara-negara kepulauan (Archipelagic states);
4. Zona Ekonomi Eksklusif;
5. Landas Kontinen (Continental shelf);
6. Laut Lepas (High seas);
7. Rezim Pulau (Regime of islands);
8. Laut Tertutup atau setengah tertutup (Enclosed or semi-enclosed);
9. Hak Negara tak berpantai untuk akses ke dan dari laut serta kebebasan transit;
10.Kawasan (The area);
11.Perlindungan dan Pelestraian Lingkungan Laut;
12.Riset Ilmiah Kelautan;
13.Pengembangan dan alih teknologi kelautan;
14.Penyelesaian Sengketa (Settlement of Disputes).
2. 2
Ketentuan-ketentuan Konvensi 1982 yang mengatur tentang berbagai zona maritim
serta kemungkinan bagi Negara-negara Kepulauan untuk menarik garis-garis
pangkal lurus kepulauan telah meningkatkan pentingnya garis-garis pangkal,
karena peranannya yang sangat menentukan untuk pengukuran batas terluar laut
teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen.
Hukum Laut Internasional mengatur tentang berbagai konsepsi yang kemudian
diadopsi dan diratifikasi oleh Negara-negara pantai termasuk didalamnya adalah
konsepsi tentang Negara kepulauan yang ada di dunia. Bahwa Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut telah menetapkan batas-batas
hak dan kewajiban bagi Negara pantai maupun Negara yang tidak memiliki pantai.
Oleh karena berdasarkan ketetapan dari konvensi tersebut, maka semua Negara
anggota wajib mengikutinya sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang di dalamnya juga
mengatur tentang kepulauan-kepulauan yang dimiliki oleh suatu Negara
menjadikan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai Negara
Kepulauan terbesar nomor 1 di dunia.
B. SEJARAH KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM
LAUT
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut pertama kali
diselenggarakan (pertemuan) pada tanggal 24 Februari sampai dengan 29 April
1958, yang diikuti oleh Negara peserta sebanyak 86 negara.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut diselenggarakan
untuk yang ke-2 kalinya, yang mana sebelumnya telah dilakukan perbaikan-
perbaikan/ penyempurnaan-penyempurnaan diselenggarakan pada tanggal 17
sampai dengan 26 April 1960.
Penyelenggaraan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
yang ke-2 tidak menghasilkan perjanjian Internasional, sehingga konvensi ini
dianggap gagal memperbaiki luasnya (keseragaman) wilayah untuk membangun
konsensus tentang hak-hak nelayan berdaulat.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ke-3 yaitu
membahas terkait isu-isu di konvensi sebelumnya. UNCLOS III yang kita kenal saat
ini diselenggarakan mulai dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982 dan dihadiri
oleh peserta sebanyak 160 negara.
C. NEGARA KEPULAUAN
Konsepsi Negara kepulauan sebagaimana yang telah diatur didalam Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut menjadikan Negara Kesatuan
Republik Indonesia menjadi Negara kepulauan terbesar di dunia.
Keberadaan NKRI yang terdiri dari puluhan ribu pulau-pulau (Pulau Besar dan
Pulau Kecil) yang berjejer dari Timur ke Barat menjadikan sebagai Negara yang
kaya akan sumber daya alam hayati yang memiliki potensi untuk dikelola dengan
baik sehingga meningkatkan perokonomian banga Indonesia.
3. 3
Penentuan garis-garis batas keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjadikan sebagai Negara berdaulat penuh atas untuk seluruh kawasan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu ciri khas Indonesia kontemporer adalah bahwa ia adalah negara
kepulauan di mana pemerintah menjalankan kedaulatan atas perairan di antara
pulau-pulau yang membentuk wilayah daratan negara dan juga pulau-pulau itu
sendiri.
Tetapi bangsa yang sekarang kita sebut Indonesia tidak dilahirkan sebagai negara
kepulauan. Sampai pertengahan tahun 1950-an hampir semua perairan yang
terletak di antara pulau-pulau di Indonesia sama terbuka bagi kapal-kapal semua
bangsa, sama seperti perairan di tengah samudera-samudera raya. Perairan ini
bukan milik negara atau pun negara mengklaim bentuk yurisdiksi atas mereka.
Sebagai akibatnya, Indonesia terdiri dari ratusan keping wilayah yang dipisahkan
satu sama lain oleh laut lepas.
Kemudian, tiba-tiba, pada 13 Desember 1957, kabinet Perdana Menteri
Djuanda Kartawidjaja menyatakan bahwa pemerintah Indonesia memiliki
'kedaulatan absolut' atas semua perairan yang berada di garis dasar lurus yang
ditarik di antara pulau-pulau terluar Indonesia. Garis pangkal ini, yang mencakup
semua pulau yang membentuk negara, membentuk Indonesia - tanahnya dan laut
tempat pemerintah sekarang menegaskan kedaulatannya - menjadi satu kesatuan
wilayah untuk pertama kalinya.
Deklarasi tersebut sangat mengkhawatirkan Negara-negara tetangga terkait
dengan alur pelayaran atau wilayah batas perairan penangkapan ikan, hal ini juga
menjadi kekhawatiran Negara-negara barat terutama untuk mobilisasi kapal-kapal/
armada kapal perang mereka untuk pengangkutan pasukan, hal ini bagi mereka
akan mengabaikan hal tersebut. Pemerintah Indonesia tampaknya tidak dalam
posisi untuk mengatasi tantangan terhadap klaimnya. Namun pada tahun 1960,
Deklarasi Djuanda diberlakukan menjadi legislasi nasional (UU No. 4 tahun
1960).
Tanpa gentar oleh badai kritik dan penolakan, Indonesia mengejar dan dengan
giat mengkampanyekan klaim mereka melalui serangkaian konferensi dan
pertemuan PBB dalam beberapa dekade berikutnya, dan melalui serangkaian
diskusi dan perjanjian yang sama-sama kuat dengan tetangga dekat mereka,
terutama Malaysia, Singapura dan Australia. Prof. Mochtar Kusumaatmadja
menjadi orang yang memainkan dan memiliki peran penting dalam diskusi-diskusi
tersebut di tingkat internasional bersama Hasjim Djalal, dan menjadi Tim yang
tangguh.
Akhirnya, pada tahun 1982, Indonesia memperoleh pengakuan internasional
atas klaimnya ketika Konvensi PBB tentang Hukum Laut secara resmi
mengakui keberadaan kategori baru negara-negara yang dikenal sebagai negara
kepulauan dan menyatakan bahwa negara-negara ini memiliki kedaulatan atas
'perairan kepulauan' mereka. Pada akhirnya, bahkan Amerika Serikat, yang
menolak menandatangani Konvensi 1982, secara resmi mengakui pada tahun
1988 'prinsip-prinsip Negara kepulauan yang diterapkan oleh Indonesia'.
4. 4
D. LAUT TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN
Didalam UNCLOS III telah mengatur secara khusus terkait dengan laut Teritorial
dan Zona Tambahan, aturan tersebut diatur dalam Bab II Laut Teritorial dan Zona
Tambahan dan pasal tersendiri yang telah melengkapi hak dan kewajiban suatu
Negara yang memiliki laut dan pantai.
Status hukum laut teritorial, ruang udara di atas laut teritorial, serta dasar laut dan
lapisan tanah dibawahnya adalah menjadi kedaulatan suatu Negara pantai, selain
wilayah daratan dan perairan pedalamannya, dan dalam hal suatu Negara
kepulauan dengan perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang
berbatasan dengannya yang dinamakan laut terotgirial, dan Kedaulatan ini
meliputi ruang udara di atas laut serta dasar laut dan lapisan tanah dibawahnya,
serta Kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan tunduk pada Konvensi ini
dan peraturan-peraturan lainnya dari hukum internasional.
Setiap Negara mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya sampai
suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang
ditentukan sesuai dengan konvensi yang telah diselenggarakan atau yang telah
ditetapkan di dalam UNCLOS tahun 1982.
Pengaturan batas terluar laut teritorial yaitu adalah garis yang jarak setiap
titiknya dari titik yang terdekat garis pangkal, sama dengan lebar laut teritorial,
termasuk didalamnya pengaturan tentang Garis pangkal biasa (normal
baseline) adalah garis pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah
garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana yang ditandai pada peta skala
besar yang secara resmi diakui oleh Negara pantai tersebut. Hal-hal lain yang ada
termasuk Karang dalam hal pulau yang terletak pada atol atau pulau yang
mempunyai karang-karang di sekitarnya, maka garis pangkal untuk mengukur lebar
laut teritorial adalah garis air rendah pada sisi karang ke arah laut sebagaimana
ditunjukkan oleh tanda yang jelas untuk itu pada peta yang diakui resmi oleh
Negara pantai yang bersangkutan.
Garis pangkal lurus (straight baselines) adalah tempat-tempat dimana garis
pantai menjorok jauh ke dalam dan menikung ke dalam atau jika terdapat suatu
deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya, cara penarikan garis pangkal lurus
yang menghubungkan titik-titik yang tepat dapat digunakan dalam menarik garis
pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, dimana karena adanya suatu delta
dan kondisi alam lainnya garis pantai sangat tidak tetap, maka titik-titik yang tepat
dapat dipilih pada garis air rendah yang paling jauh menjorok ke laut dan sekalipun
garis air rendah kemudian mundur, garis-garis pangkal lurus tersebut akan tetap
berlaku sampai dirubah oleh Negara pantai sesuai dengan UNCLOS , dan
Dimana karena adanya suatu delta dan kondisi alam lainnya garis pantai sangat
tidak tetap, maka titik-titik yang tepat dapat dipilih pada garis air rendah yang
paling jauh menjorok ke laut dan sekalipun garis air rendah kemudian mundur,
garis-garis pangkal lurus tersebut akan tetap berlaku sampai dirubah oleh Negara
pantai sesuai dengan UNCLOS . Penarikan garis pangkal lurus tersebut tidak
boleh menyimpang terlalu jauh dari arah umum dari pada pantai dan bagian-
bagian laut yang terletak di dalam garis pangkal demikian harus cukup dekat
ikatannya dengan daratan untuk dapat tunduk pada rezim perairan pedalaman.
Garis pangkal lurus tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut kecuali jika di
atasnya didirikan mercusuar atau instalasi serupa yang secara permanen ada di
5. 5
atas permukaan laut atau kecuali dalam hal penarikan garis pangkal lurus ke dan
dari elevasi demikian telah memperoleh pengakuan umum internasional.
Dalam hal cara penarikan garis pangkal lurus dapat diterapkan, maka di dalam
menetapkan garis pangkal tertentu, dapat ikut diperhitungkan kepentingan
ekonomi yang khusus bagi daerah yang bersangkutan, yang kenyataan dan
pentingnya secara jelas dibuktikan oleh praktek yang telah berlangsung lama.
Sistem penarikan garis pangkal lurus tidak boleh diterapkan oleh suatu
Negara dengan cara yang demikian rupa sehingga memotong laut teritorial
Negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.
Penetapan batas pelabuhan (Ports) dalam hal terkait dengan batas laut territorial,
instalasi pelabuhan permanen yang terluar yang merupakan bagian integral dari
sistem pelabuhan dianggap sebagai bagian dari pada pantai. Instalasi lepas pantai
dan pulau buatan tidak akan dianggap sebagai instalasi pelabuhan yang permanen.
Penetapan garis batas laut territorial antara Negara-negara yang pantainya
behadapan atau berdampingan Dalam hal pantai dua Negara yang letaknya
berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun di antaranya
berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk
menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama
jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial masing-masing Negara diukur. Tetapi ketentuan tersebut tidak berlaku,
apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan
perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua Negara menurut suatu cara
yang berlainan dengan ketentuan di atas.
Hal lain yang berhubungan dengan laut territorial dan zona tambahan ini juga
mengatur tentang hak dan kewajiban Negara pantai adalah Negara pantai tidak
boleh menghalangi lintas damai kapal asing melalui laut teritorial kecuali sesuai
dengan ketentuan Konvensi ini. Dalam penerapan Konvensi ini atau setiap
peraturan perundang-undangan yang dibuat sesuai Konvensi ini, Negara pantai
khususnya tidak akan menetapkan persyaratan atas kapal asing yang secara
praktis berakibat penolakan atau pengurangan hak litas damai, atau mengadakan
diskriminasi formal atau diskriminasi nyata terhadap kapal Negara manapun
atau terhadap kapal yang mengangkut muatan ke, dari atau atas nama Negara
manapun dan Negara pantai harus mengumumkan secara tepat bahaya apapun
bagi navigasi dalam laut teritorialnya yang diketahuinya.
Kemudian dari pada itu Hak dan perlindungan Negara pantai adalah Negara
pantai dapat mengambil langkah yang diperlukan dalam laut teritorialnya
untuk mencegah lintas yang tidak damai. Dalam hal kapal menuju perairan
pedalaman atau singgah di suatu fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman,
Negara pantai juga mempunyai hak untuk mengambil langkah yang
diperlukan untuk mencegah pelanggaran apapun terhadap persyaratan yang
ditentukan bagi masuknya kapal tersebut ke perairan pedalaman atau
persinggahan demikian. Negara pantai, tanpa diskriminasi formil atau diskriminasi
nyata di antara kapal asing, dapat menangguhkan sementara dalam daerah
tertentu laut teritorialnya lintas damai kapal asing apabila penangguhan demikian
sangat diperlukan untuk perlindungan keamanannya, termasuk keperluan latihan
senjata. Penangguhan demikian berlaku hanya setelah diumumkan
sebagaimana mestinya.
6. 6
Termasuk didalamnya yang dibebankan pada kapal asing juga telah diatur
sehingga tidak mudah untuk membuat aturan tentang pungutan-pungutan terhadap
kapal asing yang melintas sebagaimana yang telah diatur bahwa Tidak ada
pungutan yang dapat dibebankan pada kapal asing hanya karena melintasi laut
teritorial. Pungutan dapat dibebankan pada kapal asing yang melintasi laut teritorial
hanya sebagai pembayaran bagi pelayanan khusus yang diberikan kepada kanal
tersebut. Pungutan ini harus dibebankan tanpa diskriminasi.
Didalam Laut territorial juga mengatur tentang yurisdiksi kriminal di atas kapal
asing, yang mana dimaksud adalah Yurisdiksi kriminal Negara pantai tidak dapat
dilaksanakan di atas kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial untuk
menangkap siapapun atau untuk mengadakan penyidikan yang bertalian dengan
kejahatan apapun yang dilakukan di atas kapal selama lintas demikian, kecuali
dalam hal yang berikut adalah apabila akibat kejahatan itu dirasakan di Negara
pantai; apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu kedamaian Negara
tersebut atau ketertiban laut wilayah; apabila telah diminta bantuan penguasa
setempat oleh nakhoda kapal oleh wakil diplomatik atau pejabat konsuler Negara
bendera; atau apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas perdagangan
gelap narkotika atau bahan psychotropis.
Ketentuan tersebut tidak mempengaruhi hak Negara pantai untuk mengambil
langkah apapun berdasarkan undang-undangnya untuk tujuan penangkapan atau
penyidikan di atas kapal asing yang melintasi laut teritorialnya setelah
meninggalkan perairan Pedalaman. Dalam hal sebagaimana telah ditentukan,
Negara pantai, apabila nakhoda memintanya, harus memberitahu wakil
diplomatik atau pejabat konsuler Negara bendera sebelum melakukan tindakan
apapun dan harus membantu hubungan antara wakil atau pejabat demikian dengan
awak kapal. Dalam keadaan darurat pemberitahuan ini dapat disampaikan sewaktu
tindakan tersebut dilakukan.
Dalam mempertimbangkan apakah atau dengan cara bagaimanakah suatu
penangkapan akan dilakukan, penguasa setempat harus memperhatikan
sebagaimana mestinya kepentingan navigasi. kecuali dalam hal sebagaimana
ditentukan yang bertalian dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan, Negara pantai tidak dibenarkan untuk mengambil
langkah apapun di atas kapal asing yang melintasi laut teritorial untuk melakukan
penangkapan seseorang atau melakukan penyidikan apapun yang bertalian dengan
kejahatan apapun yang dilakukan sebelum kapal itu memasuki laut teritorial,
apabila kapal tersebut dalam perjalanannya dari suatu pelabuhan asing, hanya
melintasi laut teritorial tanpa memasuki perairan pedalaman.
Selain mengatur tentang yurisdiksi criminal di atas kapal asing, juga
mengatur ketentuan terkait yurisdiksi perdata Negara pantai seharusnya tidak
menghentikan atau merubah haluan kapal asing yang melintasi laut teritorialnya
untuk tujuan melaksanakan yurisdiksi perdata bertalian dengan seseorang yang
berada di atas kapal itu, kemudian Negara pantai tidak dapat melaksanakan
eksekusi terhadap atau menahan kapal untuk keperluan proses perdata apapun,
kecuali hanya apabila berkenaan dengan kewajiban atau tanggung jawab ganti rugi
yang diterima atau yang dipikul oleh kapal itu sendiri dalam melakukan atau untuk
maksud perjalannya melalui perairan Negara pantai, serta tidak mengurangi hak
Negara pantai untuk melaksanakan eksekusi atau penangkapan sesuai dengan
undang-undangnya dengan tujuan atau guna keperluan proses perdata terhadap
7. 7
suatu kapal asing yang berada di laut teritorial atau melintasi laut teritorial setelah
meninggalkan perairan pedalaman.
Kemudian pengaturan batasan kapal perang adalah yang dimaksud berarti suatu
kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu Negara yang memakai tanda
luar yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut, di bawah komando
seorang perwira yang diangkat untuk itu oleh Pemerintah Negaranya dan yang
namanya terdapat di dalam daftar dinas militer yang tepat atau daftar serupa, dan
yang diawaki oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata
reguler.
Ketika tidak ditaatinya peraturan perundang-undangan, Negara pantai oleh
kapal perang asing apabila sesuatu kapal perang tidak mentaati peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Negara pantai mengenai lintas
melalui laut teritorial dan tidak mengindahkan permintaan untuk mentaati
peraturan perundang-undangan tersebut yang disampaikan kepadanya, maka
Negara pantai dapat menuntut kapal perang itu segera meninggalkan laut
teritorialnya.
Tidak ada satupun ketentuan yang mengurangi kekebalan kapal perang dan
pemerintah lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial, dengan
pengecualian yang sebagaimana telah diatur dalam ketentuan tentang kerusakan
yang timbul diakibatkan oleh kapal perang atau memasuki wilayah kedaulatan laut
territorial.
Didalam Zona Tambahan atau dalam suatu zona yang berbatasan dengan laut
teritorialnya, yang dinamakan zona tambahan, Negara pantai dapat melaksanakan
pengawasan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran peraturan
perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau
laut teritorialnya dan menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan
tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya. Zona
tambahan tidak dapat melebihi lebih 24 mil laut dari garis pangkal dari mana
lebar laut teritorial diukur.
E. ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan
laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang telah ditetapkan
berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi Negara pantai dan hak-hak serta
kebebasan-kebebasan Negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan
sebagaimana telah diatur dalam UNCLOS III.
Hak-hak, yurisdiksi dan kewajiban Negara pantai dalam zona ekonomi
eksklusif Dalam zona ekonomi eksklusif, Negara pantai mempunyai hak-hak
berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar
laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan
lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti
produksi energi dari air, arus dan angin, dan Yurisdiksi sebagaimana ditentukan
dalam ketentuan yang relevan dan berkenaan dengan :
1. pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan;
8. 8
2. riset ilmiah kelautan;
3. perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;
Hak dan kewajiban lain sebagaimana ditentukan dalam Konvensi
melaksanakan hak-hak dan memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi dalam
zona ekonomi eksklusif, Negara Pantai harus memperhatikan sebagaimana
mestinya hak-hak dan kewajiban Negara lain dan harus bertindak dengan suatu
cara sesuai dengan ketentuan yang telah diatur. Zona ekonomi eksklusif tidak
boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur.
Zona Ekonomi Eksklusif juga mengatur tentang Hak-hak dan kewajiban
Negara lain, di zona ekonomi eksklusif, semua Negara, baik Negara berpantai
atau tak berpantai, menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan
sesuai dengan yang telah diatur dalam UNCLOS III, kebebasan kebebasan
pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan meletakkan kabel dan pipa bawah
laut yang dan penggunaan laut lain yang sah menurut hukum internasional
yang bertalian dengan kebebasan-kebebasan ini, seperti penggunaan laut yang
berkaitan dengan pengoperasian kapal, pesawat udara, dan kabel serta pipa di
bawah laut, dan sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Hal-hal dan
ketentuan hukum internasional lainnya yang berlaku diterapkan bagi Zona
Ekonomi Eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan aturan UNCLOS.
Termasuk dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajibannya
berdasarkan zona ekonomi eksklusif, Negara-negara harus memperhatikan
sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban Negara pantai dan harus
mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Negara pantai
sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan hukum internsional lainnya
sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan aturan yang telah
ditetapkan dalam UNCLOS.
Dasar untuk penyelesaian sengketa mengenai pemberian hak-hak dan
yurisdiksi di zona ekonomi eksklusif dalam hal dimana Konvensi ini tidak
memberikan hak-hak atau yurisdiksi kepada Negara pantai atau kepada
Negara lain di zona ekonomi eksklusif, dan timbul sengketa antara
kepentinganan-kepentingan Negara pantai dan Negara lain atau Negara-
negara lain manapun, maka sengketa itu harus diselesaikan berdasarkan
keadilan dan dengan pertimbangan segala keadaan yang relevan, dengan
memperhatikan masing-masing keutamaan kepentingan yang terlibat bagi para
pihak maupun bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.
Kemudian didalam Zona Ekonomi Eksklusif terdapat penegakan peraturan
perundang-undangan Negara pantai bahwa Negara pantai dapat, dalam
melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi,
konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi
eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal, memeriksa,
menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk
menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya
sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS, termasuk didalamnya
kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan
setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya, dan
Hukuman Negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan perikanan di zona ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup
pengurungan, jika tidak ada perjanjian sebaliknya antara Negara-negara yang
9. 9
bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan lainnya, serta dalam hal
penangkapan atau penahanan kapal asing Negara pantai harus segera
memberitahukan kepada Negara bendera, melalui saluran yang tepat, mengenai
tindakan yang diambil dan mengenai setiap hukuman yang kemudian dijatuhkan.
F. PERWUJUDAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG
HUKUM LAUT
Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan
Negara kepulauan dengan ditetapkannya Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200
NM (Nautical Mile) menjadi suatu keberkahan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang
mana sumber daya alam yang berasal dari kemaritiman melimpah ruah sehingga
dapat dijadikan sumber kehidupan dalam meningkatkan perekonomian dari
sektor kemaritiman.
Dengan memanfaatkan kandungan sumber daya alam yang terdapat didalam Zona
Ekonomi Eksklusif bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah
menjadi asset Negara yang harus dipertahankan, bahwa Yurisdiksi Negara pantai
telah memiliki dasar hukum yang kuat berdasarkan Konvensi Persatuan Bangsa-
Bangsa tentang Hukum Laut, sehingga menjadi wajib bagi seluruh tumpah darah
Indonesia untuk dipertahankan dari ganguan-gangguan atau ancaman dari Negara
lain.
Bahwa secara geografis Indonesia berada pada posisi antara Benua Asia dan
Benua Australia dan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik menjadi Indonesia
sebagai Poros Maritim Dunia yang mana tidak pernah terlepas dari Ancaman,
Gangguan, Hambatan, dan Tantangan (AGHT), dan menjadi MUTLAK serta
WAJIB untuk tetap mempertahankan KEDAULATAN NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA.
Secara Politik yang menjadi Ancaman bagi Indonesia saat ini adalah adanya
gangguan-gangguan yang terjadi/ berasal dari laut dan ini menjadi ancaman
yang bersifat dari luar sehingga pertahanan dan keamanan Negara sangat
banyak berasal dari wilayah-wilayah perbatasan dengan Negara lainnya.
Bahwa gangguan yang menjadi ancaman bagi kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sangat mengganggu ketenteraman hidup masyarakat dan
berbangsa dan bernegara. Luas laut Indonesia yang berada pada perbatasan-
perbatasan sangat memungkinkan untuk terjadinya ancaman yang kemudian
dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, ancaman
dan gangguan tersebut sebagai contoh dapat berasal dari penyelundupan di
wilayah perbatasan perairan atau pencurian-pencurian sumber daya alam hayati
yang berada di perairan Indonesia.
Dengan memanfaatkan Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia dapat mensejahterakan
dan meningkatkan perekonomian rakyat dan tentunya Bangsa Indonesia dalam
sebuah Negara yang berdaulat.
Berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
dan penetapan Zona Ekonomi Eksklusif yang telah diatur didalamnya hak-hak
dan kewajiban Negara pantai yang mempunyai Zona Ekonomi Eksklusif. Tindakan-
tindakan yang bersifat persuasif dan memaksa dapat dilakukan oleh Negara pantai
ketika wilayah perairannya mendapati kapal-kapal asing yang sedang beroperasi
10. 10
untuk mengambil keuntungan didalam Zona Ekonomi tersebut, tentunya dengan
meminta agar segera meninggalkan wilayah yurisdiksi Negara pantai. Hal ini
memang tidaklah mudah untuk melaksanakan hal-hal yang telah diatur dengan
meningkatkan penjagaan dan pengawasan pada wilayah-wilayah tertentu didalam
Zona Ekonomi Eksklusif.
Untuk itu apapun cara yang ditempuh, bahwa mempertahankan kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia tentunya bukan sesuatu yang mudah
dipertahankan, akan tetapi bahwa semangat kebersamaan tumpah darah
Indonesia telah membuktikan bahwa perjuangan para pendahulu tidaklah sia-sia
didalam kebersamaan tersebut.
Terkait dengan “Nine dash line” (Sembilan garis putus-putus) bahwa China
mengklaim sesuai dengan catatan sejarah menunjukkan para pelaut Cina
menemukan Pulau Huangyan 2.000 tahun yang lalu dan mengutip catatan
kunjungan yang luas, memetakan ekspedisi dan tempat tinggal kawanan dari
Dinasti Song (960-1279 M) hingga zaman modern. Untuk mendukung argumen
ini, Cina juga telah mengerahkan beberapa kapal patroli paramiliter paling canggih
ke wilayah yang diklaim tersebut. Kementerian Luar Negeri China menanggapi
pada hari Rabu bahwa hanya 20 kapal penangkap ikan Tiongkok berada di daerah
itu, jumlah yang normal untuk tahun ini, dan mereka beroperasi sesuai dengan
hukum Tiongkok.
Pengacara maritim mencatat Beijing secara rutin menjabarkan ruang lingkup
klaimnya dengan merujuk pada apa yang disebut garis sembilan putus-putus
yang mencakup sekitar 90 persen dari Laut Cina Selatan 3,5 juta kilometer
persegi di peta Tiongkok. Batas yang tidak jelas ini pertama kali secara resmi
diterbitkan pada peta oleh pemerintah Nasionalis China pada tahun 1947 dan
telah dimasukkan dalam peta berikutnya yang dikeluarkan di bawah pemerintahan
Komunis.
G. PENUTUP
Bahwa sangat jelas pengaturan hak dan kewajiban Negara pantai dalam Zona
Ekonomi Eksklusif yang telah ditetapkan di Montego Bay (Jamaica) Tahun 1982
pada saat Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut ditetapkan.
Sehingga tidak ada lagi Negara-negara lain yang dapat mengklaim kepemilikan ha
katas wilayah perairan Zona Eksklusif tersebut dan Konvensi ini adalah keputusan
akhir dari semua Negara-negara pantai di dunia. Bahwa konvensi tersebut telah
memberikan jaminan kedaulatan atas Negara-negara pantai yang mempunyai
Zona Ekonomi Eksklusif.
Saat ini pemerintah Indonesia seyogianya berhati-hati terhadap gangguan yang
berakibat ancaman bagi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sehingga pertahanan dan keamanan Negara lebih ditingkatkan untuk pencapaian
mempertahankan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kenyataan yang pernah ada tentang kasus Sipadan dan Ligitan yang lepas dari
Indonesia dapat menjadi contoh nyata bagi Indonesia dalam menghadapi kasus
yang terjadi wilayah perairan Natuna.
Dengan pendekatan-pendekatan secara politis dan diplomasi dibutuhkan untuk
tetap dapat mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
atas gangguan yang terjadi didalam wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif yang
11. 11
pada akhirnya akan digunakan sebagai perkuatan ekonomi Indonesia dari sector
sumber daya alam hayati yang terdapat didalam Zona Ekonomi Eksklusif tersebut.
H. …
Sumber-sumber:
1. UNCLOS 1982
2. Reuters - David Lague - May 2012
3. Australian strategic policy institute - Jhon G Butcher and R E Elson - May 2017