Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang sholat istisqa (shalat minta hujan) dan sholat tasbih, termasuk hadis-hadis yang menjelaskan keduanya.
2. Sholat istisqa dilakukan untuk meminta hujan ketika musim kemarau, sedangkan sholat tasbih dilakukan untuk mendapatkan ampunan dosa dengan membaca kalimat tasbih sejumlah tertentu di setiap gerakann
2. “Orang-orang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
tentang musim kemarau yang panjang. Lalu beliau memerintahkan untuk
meletakkan mimbar di tempat tanah lapang, lalu beliau membuat
kesepakatan dengan orang-orang untuk berkumpul pada suatu hari yang
telah ditentukan”. Aisyah lalu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam keluar ketika matahari mulai terlihat, lalu beliau duduk di
mimbar. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir dan memuji Allah
Azza wa Jalla, lalu bersabda, “Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku
tentang kegersangan negeri kalian dan hujan yang tidak kunjung turun,
padahal Allah Azza Wa Jalla telah memerintahkan kalian untuk berdoa
kepada-Nya dan Ia berjanji akan mengabulkan doa kalian”
DALIL SHALAT ISTISQO
3. Kemudian beliau mengucapkan: “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta
alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari
Pembalasan. (QS. Al-Fatihah: 2-4). laa ilaha illallahu yaf’alu maa yuriid.
allahumma antallahu laa ilaha illa antal ghaniyyu wa nahnul fuqara`. anzil
alainal ghaitsa waj’al maa anzalta lanaa quwwatan wa balaghan ilaa hiin
(Tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Dia, Dia melakukan
apa saja yang dikehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah, tidak ada
sembahan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Maha kaya
sementara kami yang membutuhkan. Maka turunkanlah hujan kepada kami
dan jadikanlah apa yang telah Engkau turunkan sebagai kekuatan bagi kami
dan sebagai bekal di hari yang di tetapkan).”
4. Kemudian beliau terus mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak
beliau. Kemudian beliau membalikkan punggungnya, membelakangi orang-orang
dan membalik posisi selendangnya, ketika itu beliau masih mengangkat kedua
tangannya. Kemudian beliau menghadap ke orang-orang, lalu beliau turun dari
mimbar dan shalat dua raka’at. Lalu Allah mendatangkan awan yang disertai guruh
dan petir. Turunlah hujan dengan izin Allah. Beliau tidak kembali menuju masjid
sampai air bah mengalir di sekitarnya. Ketika beliau melihat orang-orang berdesak-
desakan mencari tempat berteduh, beliau tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya,
lalu bersabda: “Aku bersaksi bahwa Allah adalah Maha kuasa atas segala sesuatu
dan aku adalah hamba dan Rasul-Nya” (HR. Abu Daud no.1173, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Abi Daud)
5. JENIS ISTISQO
Pertama, shalat istisqa secara berjama’ah ataupun sendirian.
Kedua, imam shalat Jum’at memohon kepada Allah agar
diturunkan hujan dalam khutbahnya. Para ulama ber-ijma’ bahwa
hal ini disunnahkan senantiasa diamalkan oleh kaum muslimin
sejak dahulu6. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, sebagaimana diceritakan sahabat Anas Bin Malik
Radhiallahu’anhu:
6. “Seorang lelaki memasuki masjid pada hari jum’at melalui pintu yang searah
dengan daarul qadha. Ketika itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sedang
berkhutbah dengan posisi berdiri. Lelaki tadi berkata: ‘Wahai Rasulullah, harta-harta
telah binasa dan jalan-jalan terputus (banyak orang kelaparan dan kehausan).
Mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan!’. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam lalu mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan: Allahumma
aghitsna (3x). Anas berkata: ‘Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikitpun
awan tebal maupun yang tipis. Awan-awan juga tidak ada di antara tempat kami, di
bukit, rumah-rumah atau satu bangunan pun”. Anas berkata, “Tapi tiba-tiba dari
bukit tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke
tengah langit, awan pun menyebar dan hujan pun turun”. Anas melanjutkan, “Demi
Allah, sungguh kami tidak melihat matahari selama enam hari’” (HR. Bukhari
no.1014, Muslim no.897)
7. TEMPAT SHALAT ISTISQO
Shalat istisqa lebih utama dilakukan di lapangan, sebagaimana dalam hadits
‘Aisyah Radhiallahu’anha disebutkan:
“Lalu beliau memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat tanah
lapang”
Juga dalam hadits Abdullah bin Zaid Al Mazini:
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta
hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi
selendangnya, lalu shalat 2 rakaat” (HR. Bukhari no. 1024)
8. WAKTU SHOLAT ISTISQO
Shalat istisqa tidak memiliki waktu khusus namun terlarang dikerjakan
di waktu-waktu terlarang untuk shalat9. Akan tetapi yang lebih utama
adalah sebagaimana waktu pelaksanaan shalat ‘Id, yaitu ketika
matahari mulai terlihat. Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah
Radhiallahu’anha disebutkan:
فخرجرسولهللاصلىهللاعليهوسلمحينبداحاجبالشمس
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketika matahari mulai
terlihat”
9. KAIFIYAH
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam berjalan menuju tempat shalat dengan penuh
ketundukan, tawadhu’, dan kerendahan hati hingga tiba di tempat shalat. Lalu beliau
berkhutbah tidak sebagaimana biasanya, melainkan beliau tidak henti-hentinya berdoa,
merendah, bertakbir dan melaksanakan shalat dua raka’at sebagaimana beliau melakukan
shalat ‘Id” (HR. Tirmidzi no.558, ia berkata: “Hadits hasan shahih”)
Tata caranya sama dengan shalat ‘Id dalam jumlah rakaat, tempat pelaksanaan, jumlah
takbir, jahr dalam bacaan dan bolehnya khutbah setelah shalat10. Ini adalah pendapat
mayoritas ulama diantaranya Sa’id bin Musayyab, ‘Umar bin Abdil Aziz, Ibnu Hazm, dan Imam
Asy Syafi’i.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Namun shalat istisqa
berbeda dengan shalat ‘Id dalam hal hukum shalat Istisqa adalah sunnah, sedangkan shalat
‘Id adalah fardhu kifayah”. Sebagian ulama muhaqqiqin juga menguatkan hukum shalat ‘Id
adalah fardhu ‘ain11.
10. KAIFIYAH 2
Hadits dari Abdullah bin Zaid:
خرجالنبي – صلىهللاعليهوسلم – إلىالمصلىفاستقبلالقبلةوحولرداءه،وصلىركعتين
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada
Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya, lalu shalat 2
rakaat” (HR. Bukhari no.1024, Muslim no.894).
Zhahir hadits ini menunjukkan shalat istisqa sebagaimana shalat sunnah biasa, tidak adanya
takbir tambahan. Ini adalah pendapat Imam Malik, Al Auza’i, Abu Tsaur, dan Ishaq bin
Rahawaih.
Ibnu Qudamah Al Maqdisi setelah menjelaskan dua tata cara ini beliau mengatakan12 :
“Mengerjakan yang mana saja dari dua cara ini adalah boleh dan baik”.
13. “Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman, aku beri, aku karuniai, aku beri hadiah
istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan yang dapat menghapus sepuluh macam
dosa? Jika paman mengerjakan ha itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman,
baik yang awal dan yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja
ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samar-samar maupun yang terang-
terangan. 10 macam kebaikan itu ialah; “Paman mengerjakan shalat 4 raka’at, dan setiap
raka’at membaca Al Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam raka’at 1 dan
masih berdiri, bacalah; “Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar
(Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah selain Allah dan Allah Maha besar) ”
sebanyak 15 kali, lalu ruku’, dan dalam ruku’ membaca bacaan seperti itu sebanyak 10 kali,
kemudian mengangkat kepala dari ruku’ (i’tidal) juga membaca seperti itu sebanyak 10 kali,
lalu sujud juga membaca 10 kali, setelah itu mengangkat kepala dari sujud (duduk di antara
dua sujud) juga membaca 10 kali, lalu sujud juga membaca 10 kali, kemudian mengangkat
kepala dan membaca 10 kali, Salim bin Abul Ja’d jumlahnya ada 75 dalam setiap raka’at,
paman dapat melakukannya dalam 4 raka’at. Jika paman sanggup mengerjakannya sekali
dalam sehari, kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah setiap jum’at, jika tidak mampu,
kerjakanlah setiap bulan, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap tahun sekali. Dan jika masih
tidak mampu, kerjakanlah sekali dalam seumur hidup.” (HR. Abu Daud no. 1297)
15. “Bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali, bertasbihlah kepada Allah sepuluh kali
dan bertahmidlah (mengucapkan alhamdulillah) sepuluh kali, kemudian memohonlah
(kepada Allah) apa yang kamu kehendaki, niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku
kabulkan permintaanmu).” (perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu
Abbas, Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas dan Abu Rafi’. Abu Isa berkata, hadits anas
adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam selain
hadits ini mengenai shalat tasbih, yang kebanyakan (riwayatnya) tidak shahih. Ibnu Mubarrak
dan beberapa ulama lainnya berpendapat akan adanya shalat tasbih, mereka juga
menyebutkan keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Abdah
Telah mengabarkan kepada kami Abu Wahb dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin
Al Mubarak tentang shalat tasbih yang didalamnya terdapat bacaan tasbihnya, dia
menjawab, ia bertakbir kemudian membaca SUBHAANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA
WA TABAARAKASMUKA WA TA’ALA JADDUKA WALAA ILAAHA GHAIRUKA kemudian dia
membaca SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU
AKBAR sebanyak 15 kali, kemudian ia berta’awudz dan membaca bismillah dilanjutkan
dengan membaca surat Al fatihah dan surat yang lain, kemudian ia membaca
SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR
sebanyak 10 kali,
16. kemudian ruku’ dan membaca kalimat itu 10 kali, lalu mengangkat kepala dari ruku’ dengan
membaca kalimat tersebut 10 kali, kemudian sujud dengan membaca kalimat tersebut 10
kali, lalu mengangkat kepalanya dengan membaca kalimat tersebut 10 kali, kemudian sujud
yang kedua kali dengan membaca kalimat tersebut 10 kali, ia melakukan seperti itu
sebanyak 4 raka’at, yang setiap satu raka’atnya membaca tasbih sebanyak 75 kali, disetiap
raka’atnnya membaca 15 kali tasbih, kemudian membaca Al Fatehah dan surat sesudahnya
serta membaca tasbih 10 kali-10 kali, jika ia shalat malam, maka yang lebih disenangi
adalah salam pada setiap 2 raka’atnya. Jika ia shalat disiang hari, maka ia boleh salam (di
raka’at kedua) atau tidak. Abu Wahb berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Abdul ‘Aziz bin
Abu Rizmah dari Abdullah bahwa dia berkata, sewaktu ruku’ hendaknya dimulai dengan
bacaan SUBHAANA RABBIYAL ‘ADZIIMI, begitu juga waktu sujud hendaknya dimulai
dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL A’LA sebanyak tiga kali, kemudian membaca
tasbih beberapa kali bacaan. Ahmad bin ‘Abdah berkata, Telah mengabarkan kepada kami
Wahb bin Zam’ah dia berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Abdul ‘Aziz dia adalah Ibnu
Abu Zirmah, dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak, jika seseorang lupa
(waktu mengerjakan shalat tasbih) apakah ia harus membaca tasbih pada dua sujud sahwi
sebanyak sepuluh kali-sepuluh kali? Dia menjawab, tidak, hanya saja (semua bacaan tasbih
pada shalat tasbih) ada 300 kali. (HR. Tirmidzi no. 481)
17. KHILAF ULAMA
Pendapat pertama: Shalat tasbih disunnahkan. Pendapat ini adalah
pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. An Nawawi dalam sebagian
kitabnya menyatakan bahwa shalat tasbih adalah sunnah hasanah.
Lalu beliau berdalil dengan hadits yang membicarakan tentang shalat
tasbih.
Pendapat kedua: Shalat tasbih tidak mengapa dilakukan, artinya
dibolehkan. Ulama yang berpendapat seperti ini mengatakan,
“Seandainya hadits tentang shalat tasbih tidaklah shahih, maka ini
adalah bagian dari hadits yang membicarakan tentang fadhilah amal
(keutamaan amalan), maka tidak mengapa jika menggunakan hadits
dho’if.”
18. PENDAPAT KETIGA
Pendapat ketiga: Shalat tasbih tidak disyariatkan. An Nawawi
dalam Al Majmu’ mengatakan, “Tentang disunnahkannya shalat
tasbih, maka itu adalah pendapat yang kurang tepat karena
haditsnya adalah hadits yang dho’if. Shalat tasbih pun adalah
shalat yang berbeda dengan shalat biasanya karena tata
caranya yang berbeda. Oleh karena itu, tepatnya shalat tersebut
tidak berdasar dari hadits dan tidak satu pun hadits shahih yang
membicarakannya.” [2]
19. IMAM AHMAD
Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni,
Imam Ahmad pernah berkata, “Tidak ada yang mengagumkanku
(pada shalat tasbih).” Ada yang bertanya, “Mengapa engkau
tidak menyukai shalat tasbih?” Beliau mengatakan, “Tidak ada
satu pun hadits shahih yang benar membicarakan tentang shalat
itu.” Lalu beliau berisyarat dengan tangannya, tanda mengingkari
shalat tersebut.[3] [4]
20. SYEIKH AL ALBANI
Sedangkan ada pendapat yang berbeda dalam menilai status
hadits shalat tasbih yang dipilih oleh ahli hadits abad ini, Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah. Dalam
beberapa tempat, beliau rahimahullah menshahihkan hadits
tentang shalat tasbih. Beliau juga memiliki kitab tersendiri yang
menjelaskan status hadits tentang shalat tasbih, yaitu kitab “At
Tawshih li Bayani Sholatit Tasbih”.
21. Khotimah
Do your best, Be the best,
Allah will take care of the rest
Doddy Al Jambary 0816 884 844
jambary67@gmail.com
slideshare.net/Aljambary
jambary.com
ََكَناَحْبُسََّمُهَّلالََكِدْمَحِب َو
َُدَهْشَأَْنَأََلََهلِإََّلِإََتْنَأ
ََكُرِفْغَتْسَأََأ َوَُب ْوُتََكْيَلِإ
Notes de l'éditeur
istisqo, tasbih.
5&6 Al Ihkam Syarh Ushulil Ahkam, Ibnul Qasim, 1/504
Ketiga, berdoa setelah shalat atau berdoa sendirian tanpa didahului shalat. Para ulama ber-‘ijma akan bolehnya hal ini Lihat Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi 6/439, Al Inshaf 5/436, Al Mughni 3/348.
Namun boleh melakukannya di masjid, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani8 :
قوله : ( باب الاستسقاء في المسجد الجامع ) أشار بهذه الترجمة إلى أن الخروج إلى المصلى ليس بشرط في الاستسقاء
“Perkataan Imam Al Bukhari: ‘Bab Shalat Istisqa di Masjid Jami‘, menunjukkan tafsiran beliau bahwa keluar menuju lapangan bukanlah syarat sah shalat istisqa”
11Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 24/183
2. Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, 4/54, Mawqi’ Ya’sub.
3. Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, 3/324, Mawqi’ Al Islam.
4. Lihat perselisihan ulama ini dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9645-9646.