SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  8
Télécharger pour lire hors ligne
Ilmu Pertanian Vol. 18 No.2, 2015 : 84-91
Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan
Dan Kesehatan Bibit Tebu (Saccharum officinarum L.)
Arbuscular Mycorrhizal Fungi Potential In Improving Growth and Health of
Sugarcane Seed
Citra Mayang Wardhika1
, Bambang Hadisutrisno2
, dan Jaka Widada2
1
Mahasiswa Program Pascasarjana, Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada.
2
Staff Pengajar Program Pascasarjana, Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Jalan Flora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Indonesia
ABSTRACT
Sugar cane is one of the important commodities to the national economy and plays a major role in
promoting regional development and agro-industries. Indonesia has projected to increase self-sufficiency in
sugar cane production, so it must be done. Mycorrhizae which is a form of a mutualistic symbiotic
relationship between fungi and plant roots have a high level of ability to improve absorption of nutrients and
water that is not available to plants, as well as serve to enhance the resilience of crops against drought,
Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) can accelerate growth rate, improve the quality and seed power life
and can be utilized to increase productivity growth critical land. The research was conducted with
observation and identification of AMF types is the most dominant on all isolates were obtained, the
multiplication of starter inokulum VAM, and inoculation on the seedling of sugarcane. The results showed
that AMF were collected from various locations, retrieved 6 genus VAM, namely: Glomus, Scutellospora,
Acaulospora, Gigaspora, Entrophospora, and Sclerocystis. Infectivity test resulted using PS 862 sugarcane
clones showed that isolates PKP, MS, KLT, and BTG have the highest infectivity and can be used as a
biofertilizer. AMF to sugarcane seedlings reduced the intensity of orange rust disease; main diseases in
sugar cane seedlings, it means AMF is potential as biological control.
Keywords: VAM, Biofertilizer, Biological Control, Sugarcane
INTISARI
Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan penting bagi perekonomian nasional dan berperan
dalam mendorong pengembangan wilayah dan agroindustri. Indonesia telah mencanangkan untuk
swasembada gula, sehingga peningkatan produksi tebu yang merupakan salah satu bahan pokok gula, harus
dilakukan. Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara jamur dan perakaran
tumbuhan tingkat tinggi. Jamur Mikoriza Arbuskular (JMA) dapat mempercepat laju pertumbuhan,
meningkatkan kualitas dan daya hidup bibit tanaman dan meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas
tanaman lahan kritis. Penelitian ini meliputi identifikasi jenis JMA yang paling dominan pada semua isolat
yang diperoleh dari rizosfer tebu, perbanyakan starter inokulum JMA, dan inokulasi pada bibit tebu. Hasil
isolasi JMA dari berbagai lokasi, diperoleh 6 genus JMA, yaitu: Glomus, Gigaspora, Acaulospora,
Scutellospora, Entrophospora, dan Sclerocystis. Genus Glomus merupakan genus yang dominan dan
digunakan dalam pengujian selanjutnya. Hasil uji infektivitas dengan menggunakan klon tebu PS 862
menunjukkan bahwa isolat PKP, MS, KLT, dan BTG yang masing-masing berasal dari Kulon Progo,
Sleman, Klaten, dan Batang menunjukkan infektivitas yang paling tinggi dan dapat dijadikan kandidat bahan
pupuk hayati. Penambahan JMA pada bibit tebu dapat mengurangi intensitas penyakit karat jingga; penyakit
utama pada bibit tebu, yang berarti JMA berpotensi sebagai agens pengendali hayati.
Kata kunci : JMA, Pupuk Hayati, Agen Pengendali Hayati, Tebu
85 Wardhika et al. : Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan
PENDAHULUAN
Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu
anggota familia rumput-rumputan (Graminae)
yang merupakan tanaman asli tropika basah,
namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang
di daerah subtropika, pada berbagai jenis tanah
dari dataran rendah hingga ketinggian 1.400 m di
atas permukaan laut (dpl) (Anonim, 2012).
Tebu merupakan salah satu bahan pokok
industri gula. Permasalahan industri gula
berpangkal pada empat hal utama yaitu: (1)
inefisiensi di tingkat usaha tani; (2) inefisiensi di
tingkat pabrik gula; (3) belum efektifnya
kebijakan pemerintah guna mendorong
perkembangan industri gula Indonesia; dan (4)
industri dan perdagangan gula di pasar
internasional yang sangat distortif. Masalah klasik
pada tingkat usaha tani adalah rendahnya
produktivitas dan rendemen. Produktivitas tebu
pada perkebunan rakyat yang pangsa produksinya
sekitar 68% hanya sekitar 4-5 ton gula/ha, jauh di
bawah produktivitas beberapa negara seperti
Australia yang mencapai 97 ton tebu/ha dengan
rata-rata rendemen 13,72% atau setara dengan 13
ton gula/ha. Rendahnya produktivitas tersebut
disebabkan oleh ketidaksesuaian lahan, teknik
budi daya yang belum optimal, kesulitan kredit
atau modal, bias kebijakan pemerintah, dan
instabilitas harga (Susila, 2013).
Pemerintah RI mencanangkan pada tahun
2014 dapat swasembada gula, untuk itu
diperlukan peningkatan produksi tebu. Mengingat
kendala industri gula untuk mendapatkan areal
penanaman tebu, karena berebut dengan lahan
sawah maka perlu langkah terobosan untuk dapat
menanam tebu di lahan-lahan marginal. Untuk
keperluan tersebut diperlukan jamur mikoriza
untuk meningkatkan pertumbuhan tebu di lahan-
lahan marginal.
Jamur Mikoriza Vesikula-Arbuskular (JMA)
pertama kali dilaporkan oleh Peyronel (1923)
dalam Trappe dan Schenk (1982). Hal ini
disebabkan karena adanya vesikel dan arbuskular
pada akar tanaman yang terinfeksi dan
terkolonisasi. Jamur ini menginfeksi tanaman
melalui spora, tumbuh dan berkembang dalam
jaringan korteks, morfologi jamur ini terdiri dari
arbuskula, vesikel, hifa internal dan eksternal.
Tanaman yang bermikoriza cenderung lebih
tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan
tanaman yang tidak bermikoriza. Setelah periode
kekurangan air, akar yang bermikoriza akan cepat
kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa
jamur mampu menyerap air yang ada pada pori –
pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi
menyerap air. Penyerapan hifa yang sangat luas di
dalam tanah menyebabkan jumlah air yang
diambil akan meningkat (Setiadi, 2000).
Peningkatan pertumbuhan tanaman
bermikoriza lebih nyata pada tanah dengan tingkat
kesuburan rendah atau moderat. Selain
meningkatkan P, pengambilan Zn, Cu, S dan
unsur-unsur lainnya juga meningkat. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit
tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih cepat,
tahan kekeringan, tumbuh lebih baik pada tanah
miskin hara dan ber-pH rendah (Sharma dan
Johri, 2002).
BAHAN DAN METODE
Pengambilan sampel tanah dan akar dari
perakaran tanaman tebu dilakukan di 8 daerah,
yaitu: Tegal, Klaten Utara, Batang, Bantul, Kulon
Progo, Sleman, Purworejo, dan PT Perkebunan
Nusantara X (Persero), Penelitian Jengkol, Kediri.
Penelitian dilakukan di laboratorium Mikologi
Pertanian Fakultas Pertanian UGM, di rumah kaca
Fakultas Pertanian UGM, dan di rumah kasa di
Condong Catur dari bulan April 2012 sampai
dengan Februari 2013.
Pengamatan dan identifikasi jenis JMA
Spora hasil ekstraksi yang diperoleh dari 8
daerah diamati di bawah mikroskop dan
diidentifikasi genusnya dengan mengacu pada
buku Manual for the Indentification of VA
Mychorhizal Fungi (Schenk & Perez, 1988). Jenis
jamur mikoriza yang paling sering dijumpai
dicatat sebagai jenis yang dominan.
Perbanyakan starter inokulum JMA
Masing-masing isolat JMA diinokulasikan
pada kecambah jagung berumur 3-4 hari dengan
10 spora JMA setiap kecambah jagung
menggunakan medium zeolit. Selama 12 minggu
dilakukan penyiraman setiap 2 hari disesuaikan
dengan kebutuhan. Pengecekan infeksi mikoriza
pada akar dimulai setelah tanaman berumur 8
minggu (Hartini, 2011). Pengamatan dilakukan
mengikuti metode Kormanik & McGraw (1982),
dan penghitungan populasi spora mengacu pada
metode ekstraksi spora (Daniels & Skipper,
1982).
Vol 18 No.2 Ilmu Pertanian 86
Inokulasi pada bibit tebu
Masing-masing hasil perbanyakan mikoriza
diinokulasikan pada bibit tebu yang berumur 1
bulan sebanyak 20 spora JMA tiap polibag yang
berisi 1 kg tanah. Setelah 1 bulan, bibit tebu
dipindah tanam ke polibag yang berisi 10 kg tanah
yang telah diberi pupuk SP-36, KCl, dan batuan
fosfat alam. Pemberian dosis pupuk mengacu
pada penelitian Purnomo & Suriadikarta (2008),
yaitu 373-436 kg urea/ha, 366-392 kg Kcl/ha, dan
SP 36 yang diganti dengan batuan fosfat alam
(BFA) sebanyak 816 kg/ha. Penggunaan dosis
pupuk pada penanaman tebu menggunakan pupuk
setengah dosis. Pengamatan dilakukan setiap
minggu sekali terhadap pertumbuhan bibit dengan
mengamati tinggi tanaman dan jumlah daun. Pada
akhir pengamatan dilakukan pengamatan berat
segar dan berat kering tanaman. Kesehatan
tanaman diukur dengan mengamati gejala
kelainan yang muncul. Kesehatan lebih
difokuskan pada penyakit tanaman tebu, karena
yang lebih dominan adalah gangguan penyakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Isolasi jamur Mikoriza dan Genus
jamur Mikoriza
Hasil isolasi JMA dari tanah yang diambil
dari berbagai lokasi, diperoleh 6 genus JMA,
yaitu: Glomus, Gigaspora, Acaulospora,
Scutellospora, Entrophospora, dan Sclerocystis
(Tabel 1).
Tabel 1. Populasi jenis JMA perakaran tebu dari berbagai lokasi
Sampel
Populasi JMA di perakaran (spora/g tanah)
Glomus
spp.
Gigaspora
spp.
Acaulospora
spp.
Scutellospora
spp.
Entrophospora
spp.
Sclerocystis
spp.
Total
BTG 2,29 0,00 0,10 0,00 0,00 0,14 2,53
MS 2,59 0,03 0,06 0,09 0,00 0,01 2,78
PWNG 1,79 0,05 0,02 0,02 0,00 0,05 1,93
SB 7,70 0,07 0,05 9,95 0,04 0,01 17,82
TGL 2,66 0,07 0,04 0,10 0,00 0,02 2,89
KLT 4,51 0,02 0,01 0,02 0,00 0,85 5,41
C4 3,27 0,00 0,00 0,00 0,02 0,05 3,34
PKP 8,37 0,00 0,00 0,02 0,00 0,02 8,41
Keterangan :BTG: Batang; MS: Moyudan, Sleman; PWNG: Ngombol, Purworejo; SB: Sedayu, Bantul; TGL: Tegal;
KLT: Klaten; C4: Jengkol, Kediri C4; PKP: Palihan
Dari Tabel 1, dapat diketahui bahwa genus-
genus yang sering ditemukan di semua lokasi dan
mempunyai populasi paling tinggi adalah genus
Glomus, dan genus ini yang digunakan untuk
pengujian selanjutnya.
Tahapan identifikasi dilakukan dengan
menggunakan Manual for the Identification of VA
Mychorrhizal Fungi (Schenk, & Perez, 1988). Ciri
masing-masing spora yang didapatkan, diuraikan
sebagai berikut.
1. Glomus spp.
Spora berwarna cokelat kemerahan, bentuk
spora agak membulat. Dinding spora terdiri dari 2
lapisan yaitu lapisan A dan lapisan B. Lapisan A
merupakan lapisan pertama yang berupa membran
tipis. Lapisan B merupakan lapisan yang kedua.
Morfologi mikroskopi Glomus spp. ditunjukkan
dalam Gambar 1a.
2. Gigaspora spp.
Tabung kecambah dihasilkan dari dinding
spora, mempunyai hiasan spora seperti duri dan
mempunyai spora tunggal, spora berbentuk
globus, ovoid atau tidak teratur, dan dinding
berwarna kekuningan. Morfologi mikroskopinya
dapat dilihat dalam Gambar 1b.
3. Acaulospora spp.
Spora berwarna kuning kecoklatan. Proses
perkembangan spora ini seolah-olah dari hifa
namun sebenarnya tidaklah demikian. Pertama-
tama ada hifa yang ujungnya membesar seperti
spora yang disebut hifa terminus. Morfologi
mikroskopinya disajikan dalam Gambar 1c.
87 Wardhika et al. : Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan
Gambar 1. Spora Mikoriza hasil dari ekstraksi spora dari lokasi pertanaman tebu yaitu: (a) Glomus spp.; (b) Gigaspora
spp.; (c) Acaulospora spp.; (d) Scutellospora spp.; (e) Entrophospora spp.; (f) Sclerocystis spp.
4. Scutellospora spp.
Spora berwarna kuning kecoklatan, bentuk
agak membulat, dibelakang spora terdapat sel
suspensor dengan diameter 5mm. Morfologi
mikroskopi Scutellospora spp. ditunjukkan dalam
Gambar 1d.
5. Entrophospora spp.
Spora berwarna kuning dan bentuknya agak
membulat. Dinding spora secara umum
mempunyai 2 lapisan, Lapisan A terdiri dari
lapisan tipis dan erletak di bagian dalam berupa
membran, dan lapisan B merupakan lapisan
kedua. Morfologi mikroskopinya disajikan dalam
Gambar 1e.
6. Sclerocystis spp.
Spora tersusun satu persatu, spora berwarna
cokelat kemerahan. Dinding spora terdiri atas 1
lapisan yang mengelilingi pusat fleksus.
Morfologi mikroskopi Sclerocystis spp.
ditunjukkan dalam Gambar 1f.
2. Kerapatan Spora dan Infeksi Akar Jagung
Hasil pengamatan populasi spora JMA dan
infeksi akar jagung pada medium zeolit dari 8
sampel disajikan dalam Tabel 2.
Hasil perbanyakan inolukum JMA, akan
digunakan untuk inokulasi pada tanaman tebu.
Masing-masing tanaman tebu akan diinokulasikan
sebanyak 20 spora JMA.
3. Pengujian Infektivitas Inokulum pada
Bibit Tebu
Inokulum yang diperoleh dari hasil
perbanyakan di medium zeolit diinokulasikan
pada bibit tebu yang berumur 1 bulan sebanyak 20
spora per polibag. Pengaruh inokulum hasil teknik
perbanyakan terhadap beberapa parameter sifat
agronomis bibit tebu yang diamati seperti tinggi
tanaman dan jumlah daun disajikan dalam
Gambar 2.
Tabel 2. Populasi spora JMA dan infeksi akar
pada jagung
No Lokasi
Populasi Spora
(spora/g)
Infeksi
Akar
(%)
1 TGL 15,20 100,00
2 MS 7,20 72,00
3 BTG 8,80 92,00
4 KLT 2,80 100,00
5 PWNG 10,40 92,00
6 SB 17,00 94,00
7 C4 13,20 80,00
8 PKP 4,00 100,00
a cb
d e f
Vol 18 No.2 Ilmu Pertanian 88
Gambar 2. Pengaruh inokulum terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tebu yang berumur 12 minggu
setelah tanam (MST).
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa isolat
PKP, KLT, MS, BTG, menunjukkan pertumbuhan
yang didasarkan pada parameter tinggi tanaman
dan jumlah daun yang lebih tinggi daripada yang
lain.
Meningkatnya tinggi tanaman akibat pemberi-
an mikoriza diduga karena bertambah baiknya
kondisi perakaran tanaman. Kondisi perakaran
yang lebih baik tentunya menyebabkan unsur hara
yang tersedia dalam tanah mudah diserap oleh
tanaman dengan bantuan JMA. Menurut Husin
(1994; cit Maryeni & Hervani, 2008) hifa JMA
merupakan bagian terpenting dari mikoriza,
karena hifa ini akan membantu penyerapan unsur
hara dari tanah. Dengan adanya hifa ini,
penyerapan hara terutama fosfor menjadi lebih
besar dibanding dengan tanaman yang tidak
terinfeksi dengan JMA. Fungsi utama dari hifa
adalah untuk menyerap fosfor dari dalam tanah.
Kondisi yang cocok untuk perkecambahan
dan perkambangan JMA juga sesuai untuk
perkembangan akar stek tebu. Kondisi yang
mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk
perkembangan hifa JMA. Pertumbuhan hifa pada
tanaman yang lebih baik dipengaruhi oleh kadar
P dalam jaringan tanaman inang, eksudat akar dan
CO2, dan bukan dipengaruhi oleh kadar P dalam
larutan (Jarstfei dan Sylvia, 1993). Selain itu
faktor lain yang juga mempengaruhi infeksi JMA
antara lain kepekaan inang, faktor iklim, dan
faktor tanah. Tanaman dengan ketergantungan
fosfat yang tinggi seperti tebu cenderung
berasosiasi dengan mikoriza (Setiadi, 1999).
Lozano & Azcon (2000) menyatakan bahwa
JMA dapat meningkatkan ketahanan tanaman
pada kondisi kekurangan air melalui peningkatan
penyerapan hara, transpirasi daun, dan efisiensi
penguunaan air sehingaa terjadi penurunan nisbah
akar terhadap tajuk tanaman. Keadaan itu
menunjukkan bahwa fotosintesis tanaman
meningkat dan fotosintat lebih banyak digunakan
untuk pertumbuhan tajuk.
Pada pengamatan berat segar dan berat kering
tebu disajikan di dalam Gambar 3.
Hasil sidik ragam menunjukkan angka yang
berbeda nyata pada masing-masing perlakuan dan
berbeda nyata dengan kontrol. Sampel MS
menunjukkan hasil terbaik berat segar dan berat
kering dan diikuti pada sampel PKP, BTG, dan
KLT. Hasil berat kering antara MS, PKP, BTG,
dan KLT menunjukkan berbeda nyata berdasarkan
analasis sidik ragam. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan adanya penambahan JMA pada bibit tebu
dapat memperbaiki dan membantu tanaman untuk
menyerap air dan unsur hara.
Menurut Smith & Read (1997) bahwa
keberadaan JMA sangat bermanfaat dalam
penyerapan air dan unsur hara terutama fosfor.
Keadaan yang sama ditunjukkan para parameter
berat kering tanaman. pengaruh JMA sangat nyata
64.33abc
55.56bc
66.33ab
70.28a
75.61a
63.44a
61.75abc
50.61c
76.06a
11.78b
14.22a
14.33a
12.78ab
13.56a
13.33ab
12.88ab
12.56ab
13.78a
0
10
20
30
40
50
60
70
80
K TGL MS BTG KLT PWNG SB C4 PKP
Tinggi Tanaman Jumlah Daun
89 Wardhika et al. : Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan
dalam bobot akar tanaman, hal ini sesuai dengan
pernyataan Foth (1994; cit Rahmadhani, 2007)
bahwa hifa JMA pada bagian luar akan berperan
bagi tanaman pada perluasan penetrasi akar.
Gambar 3. Pengaruh inokulum terhadap berat segar dan berat kering tebu umur 12 minggu setelah tanam
(MST)
Menurut Taufiq (2000) bobot kering tanaman
(akar dan tajuk) menunjukkan tingkat efesiensi
metabolisme dari tanaman tersebut. Berat kering
total hasil panen tanaman merupakan penimbunan
hasil bersih asimilasi CO2 selama pertumbuhan
(Gardner et al., 1991). Semakin tinggi bobot
kering maka reaksi metabolisme semakin baik
karena tanaman memiliki daun yang kokoh
sehingga proses fotosintesis berjalan lancar.
Berat kering tanaman memperlihatkan pola
tanaman mengakumulasikan produk dari
fotosintesis. Pemakaian batuan fosfat pada tanah-
tanah masam mempunyai prospek untuk
meningkatkan hasil dan memperbaiki kesuburan
tanah. Penambahan batuan fosfat dapat
meningkatkan derajat infeksi oleh JMA dan
meningkatkan bobot kering tanaman (Asmah,
1995; cit Rahmadhani; 2007). Aktifitas hifa dalam
penyerapan hara terutama P juga terjadi melalui
enzim fosfatase yang dikeluarkan oleh hifa jamur,
dengan adanya enzim tersebut ion-ion P yang
terikat kuat pada tanah dapat diuraikan menjadi
tersedia di tanah dan dapat diserap oleh tanaman
(Hartini, 2011).
Dari hasil pengamatan pada tanaman tebu
yang telah diinokulasi JMA, terdapat beberapa
penyakit tanaman yang muncul. Hasil pengamatan
macam penyakit pada tanaman tebu disajikan di
dalam Gambar 4.
Hasil pengamatan inokulasi JMA terhadap
pustul karat (Tabel 3) adalah terjadi beda nyata
antara kontrol dengan semua perlakuan yang diuji.
Jumlah pustul karat tertinggi dijumpai pada
kontrol yaitu sebesar 21,85 pustul, dan jumlah
pustul terendah adalah pada bibit tebu yang
diinokulasi dengan JMA berasal dari Mlese,
Klaten (KLT) yaitu 1,74 pustul. Adanya JMA
pada bibit tebu dapat menekan atau
meminimalkan terjadinya penyakit, karena bibit
bermikoriza menjadi lebih sehat, nutrisi, dan hara
tercukupi. Intensitas penyakit karat jingga dapat
ditekan karena tebu memiliki pertumbuhan yang
baik. JMA mampu menyerap unsur hara lebih
baik dibandingkan dengan tebu yang tanpa diberi
JMA. Terpenuhinya unsur hara dan pertumbuhan
yang baik diduga dapat meningkatkan ketahanan
tebu terhadap penyakit karat jingga.
258.33c
320.00bc
509.33a
457.33ab
413.67ab
335.00bc
360.67bc
236.00c
548.33a
57.41de
74.42cde
111.41a
97.67abc
82.04bcd
71.98cde
78.40cd
47.62e
107.13ab
0
100
200
300
400
500
600
K TGL MS BTG KLT PWNG SB C4 PKP
Berat Segar Berat Kering
Vol 18 No.2 Ilmu Pertanian 90
Gambar 4. Penyakit tebu yang ditemukan, yaitu: (a) Karat jingga; (b) Virus garis; (c) Bercak daun; (d)
Blendok palsu (bakteri)
Tabel 3. Penyakit karat jingga pada tebu yang diinokulasi JMA
Keterangan: angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α
5%
KESIMPULAN
1. Hasil eksplorasi pertanaman tebu di
berbagai lokasi, diperoleh jamur mikoriza
Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora
sp., Entrophospora sp., Sclerocystis sp.,
dan Sculetolspora sp. Dari keenam genus
tersebut, genus Glomus yang dominan.
2. Hasil uji infektivitas dengan
menggunakan klon tebu PS 862
menunjukkan bahwa isolat MS, PKP,
KLT, dan BTG menunjukkan infektivitas
yang paling tinggi dan dapat dijadikan
kandidat bahan dalam pupuk hayati.
3. Penambahan Jamur Mikoriza Arbuskular
(JMA) pada bibit tebu menyebabkan
pertumbuhan bibit tebu menjadi lebih
baik yang ditandai dengan nilai berat
segar dan berat kering tebu yang lebih
tinggi.
4. Penyakit tanaman yang diperoleh dari
tebu yang diinokulasi JMA adalah
penyakit karat jingga, virus garis, bercak
daun, dan blendok palsu (bakteri).
No Perlakuan Jumlah pustul karat
1 K 21,85 a
2 BTG 4,44 b
3 TGL 5,55 b
4 PWNG 6,92 b
5 KLT 1,74 b
6 MS 3,62 b
7 SB 2,51 b
8 PKP 5,74 b
9 C4 7,85 b
a b
d
91 Wardhika et al. : Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan
5. Penyakit karat jingga merupakan penyakit
yang paling dominan pada bibit tebu
mempunyai intensitas yang lebih rendah
pada bibit tebu yang diinokulasi dengan
JMA dibandingkan kontrol.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu terutama
kepada Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan Surabaya dan PT
Perkebunan Nusantara X Penelitian Jengkol,
Kediri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Komoditas Tanaman Tebu.
<http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/ima
ges/pdf/tebu.pdf>. Diakses pada 22
September 2012.
A.K., Sharma, & B.N., Johri. 2002. Arbuskular
Michorrhizae Interaction in Plants
Rhizosphere and Soils. Science Publishers,
Inc. United States of America.
Gardner, F.P., P.R., Brent, & L.M., Roger. 1991.
Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati
Susilo, penerjemah. Jakarta : Universitas
Indonesia Press. Terjemahan dari Physiology
of Crop Plants.
Hartini. 2011. Kajian Pemanfaatan Inokulum
Jamur Mikoriza Arbuskula untuk Memacu
Pertumbuhan dan Kesehatan Bibit Kakao.
Tesis.
Jarstfer, W.R. & D. M. Sylvia, 1993. Inokulum
Production and Inoculation Strategies for
Vasicular Arbuskular Mycorrhyzae Fungi. P.
349-378. in F.B. Metting Jr. (eds) Soil
Mycrobial Ecology. Application in
Agriculture and Environmental Management.
Marcel Decker Inc. New York-Basel-
Hongkong.
Kuc, J. 2001. Concept and Direction of Indused
Systemic Resistence in the Plant and Its
Application. European Jurnal of Plant
Pathology 107: 7-12.
Kormanik, P.P & A.C. Mc Graw, 1982.
Quantitative ofe Vesikular-Arbuscular
Mycorrhizae in Plant Roots. In Schenk, N.C.
Methods and Principles of Mycorrhizal
Research. The APS. St. Paul, Minnesota.
Lozano, JMR., & R. Azcon. 2000. Symbiotic
Efficiency anf Effectivity of an
Autochthonous Arbuscular Mycorrhizal
Glomus sp. from Saline Soils and Glomus
Deserticola Under Salinity. Mycorrhiza 10(3)
:137-143.
Maryeni, R & D. Hervani. 2008. Pengaruh Jamur
Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan
Tanaman Selasih (Ocimum sanctum L.). J.
Akta Agrosia 11 (1) : 7-12.
N.C., Schenk, & Y., Perez. 1988. Manual for the
Identification of VA Mycorrhizal Fungi 2nd
Edition. By INVAM. University of Florida.
Newsham. K. K., A.H. Fitter, & A.R. Watterson.
1995. Arbuscular Mycorriza Protect an
Annual Grass from Root Pathogen Fungi in
Field. Journal of Ecology, 83:991-1000.
Rahmadhani, F. 2007. Pemberian Pupuk Rock
Fosfat dan berbagai Jenis Isolat mikoriza
Vesikular Arbuskula terhadap Produksi
Tanaman Kedelai (Glycine max, L. Merill)
pada Tanah Gambut Ajamu, Labuhan Batu.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Skripsi.
Setiadi, Y. 2000. Pengembangan Cendawan
Mikoriza Arbuskula sebagai Alat Biologis
untuk Merehabilitasi Lahan Kritis di
Indonesia.
Prosiding Seminar Peranan Mikoriza dalam
Pertanian yang Berkelanjutan. 28 September
2000, Universitas Padjadjaran Bandung.
Setiadi, Y. 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula
dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia.
Disampaikan dalam Rangka Seminar
Penggunaan Cendawan Mikoriza dalam
Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi
Lahan Kritis. Bandung 23 April 2001.
S.E., Smith, & D.J., Read. 1997. Vesicular
Arbuscular Mycorrhizae : growth and Carbon
Economy of VA Mycorrhizal Plants. In
Mycorrhizal Symbiosis. 2nd ed. New York,
Acad, Press
Sieverding, E., 1991. Vesicular-Arbuskular
Mycorrhiza Management in Tropical
Indegenous Glomales. Deutsche . Jerman.
Talanca, A.H & A.M.,Adnan. 2005. Mikoriza dan
Manfaatnya pada Tanaman. Prosiding
Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI
dan PFI XVI Komda Sul-Sel : 311-315.
Taufiq I.S. 2000. Tingkat Pemberian Fosfor dalam
Media Tanaman Campuran Ampas KECAP
bagi Pertumbuhan Tanaman Jagung. Skripsi.
Bogor.
Trappe, J.M & N.C. Schenck. 1982. Taxonomy of
Fungi Forming Endomycorrhizal. In N.C.
Schenck (eds.) Phytopat. Soc. St. Paul.
Minnesota. Pp1-9.

Contenu connexe

Tendances

Makalah_32 Makalah diskusi 2 perspektif tanaman obat di indonesia
Makalah_32 Makalah diskusi 2 perspektif tanaman obat di indonesiaMakalah_32 Makalah diskusi 2 perspektif tanaman obat di indonesia
Makalah_32 Makalah diskusi 2 perspektif tanaman obat di indonesia
Bondan the Planter of Palm Oil
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
AGROTEKNOLOGI
 
penanaman sorgum pada ber
penanaman sorgum pada berpenanaman sorgum pada ber
penanaman sorgum pada ber
marhenharjono
 
6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh
xie_yeuw_jack
 
Laporan Akhir Dasar-dasar Agronomi
Laporan Akhir Dasar-dasar AgronomiLaporan Akhir Dasar-dasar Agronomi
Laporan Akhir Dasar-dasar Agronomi
Putrimian Hairani
 

Tendances (18)

Makalah ubi jalar
Makalah ubi jalarMakalah ubi jalar
Makalah ubi jalar
 
Makalah_32 Makalah diskusi 2 perspektif tanaman obat di indonesia
Makalah_32 Makalah diskusi 2 perspektif tanaman obat di indonesiaMakalah_32 Makalah diskusi 2 perspektif tanaman obat di indonesia
Makalah_32 Makalah diskusi 2 perspektif tanaman obat di indonesia
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
 
penanaman sorgum pada ber
penanaman sorgum pada berpenanaman sorgum pada ber
penanaman sorgum pada ber
 
Teknik budidaya tanaman pangan
Teknik budidaya tanaman panganTeknik budidaya tanaman pangan
Teknik budidaya tanaman pangan
 
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...
 
Makalah sorgum
Makalah sorgumMakalah sorgum
Makalah sorgum
 
6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh
 
630 1400-1-sm
630 1400-1-sm630 1400-1-sm
630 1400-1-sm
 
Laporan laporan kel 1 - copy
Laporan laporan kel 1 - copyLaporan laporan kel 1 - copy
Laporan laporan kel 1 - copy
 
Makalah tbt rempah dan khasiat obat (beluntas)
Makalah tbt rempah dan khasiat obat (beluntas)Makalah tbt rempah dan khasiat obat (beluntas)
Makalah tbt rempah dan khasiat obat (beluntas)
 
Fix selesai
Fix selesaiFix selesai
Fix selesai
 
290158421 budidaya-tanaman-hortikultura
290158421 budidaya-tanaman-hortikultura290158421 budidaya-tanaman-hortikultura
290158421 budidaya-tanaman-hortikultura
 
Mengapa ubi jalar berwarna ungu, orange, kuning
Mengapa ubi jalar berwarna ungu, orange, kuningMengapa ubi jalar berwarna ungu, orange, kuning
Mengapa ubi jalar berwarna ungu, orange, kuning
 
Laporan praktikum produksi benih
Laporan praktikum produksi benihLaporan praktikum produksi benih
Laporan praktikum produksi benih
 
Laporan Akhir Dasar-dasar Agronomi
Laporan Akhir Dasar-dasar AgronomiLaporan Akhir Dasar-dasar Agronomi
Laporan Akhir Dasar-dasar Agronomi
 
Penelitian tanaman cacao
Penelitian tanaman cacaoPenelitian tanaman cacao
Penelitian tanaman cacao
 
Pengkajian sistem usahatani berbasis pisang
Pengkajian sistem usahatani berbasis pisangPengkajian sistem usahatani berbasis pisang
Pengkajian sistem usahatani berbasis pisang
 

Similaire à 9088 16554-2-pb

ABU SEKAM PADI.pdf
ABU SEKAM PADI.pdfABU SEKAM PADI.pdf
ABU SEKAM PADI.pdf
RisWandi38
 
Laporan Biogul
Laporan Biogul Laporan Biogul
Laporan Biogul
Ardianti
 
UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA S...
UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA S...UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA S...
UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA S...
Repository Ipb
 
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
Repository Ipb
 
Makalah kacang hijau1
Makalah kacang hijau1Makalah kacang hijau1
Makalah kacang hijau1
Yadhi Muqsith
 
Pengaruh pukan dan jarak tanam jg mns
Pengaruh pukan dan jarak tanam jg mnsPengaruh pukan dan jarak tanam jg mns
Pengaruh pukan dan jarak tanam jg mns
Ir. Zakaria, M.M
 
Tepung sukun
Tepung sukunTepung sukun
Tepung sukun
BP4K
 
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
kaekae27
 
Informasi Paket TEKNOLOGI-BUDIDAYA-KEDELAI.pdf
Informasi Paket TEKNOLOGI-BUDIDAYA-KEDELAI.pdfInformasi Paket TEKNOLOGI-BUDIDAYA-KEDELAI.pdf
Informasi Paket TEKNOLOGI-BUDIDAYA-KEDELAI.pdf
Danar72
 

Similaire à 9088 16554-2-pb (20)

Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
 
ABU SEKAM PADI.pdf
ABU SEKAM PADI.pdfABU SEKAM PADI.pdf
ABU SEKAM PADI.pdf
 
Tugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhanTugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhan
 
siti maemuna Budidaya tanaman Serealia.pptx
siti maemuna Budidaya tanaman Serealia.pptxsiti maemuna Budidaya tanaman Serealia.pptx
siti maemuna Budidaya tanaman Serealia.pptx
 
Laporan Biogul
Laporan Biogul Laporan Biogul
Laporan Biogul
 
UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA S...
UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA S...UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA S...
UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA S...
 
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
 
Laporan Mini riset
Laporan Mini risetLaporan Mini riset
Laporan Mini riset
 
1. defenisi
1. defenisi1. defenisi
1. defenisi
 
Makalah kacang hijau1
Makalah kacang hijau1Makalah kacang hijau1
Makalah kacang hijau1
 
Jurnal kultur jaringan
Jurnal kultur jaringanJurnal kultur jaringan
Jurnal kultur jaringan
 
Pengaruh pukan dan jarak tanam jg mns
Pengaruh pukan dan jarak tanam jg mnsPengaruh pukan dan jarak tanam jg mns
Pengaruh pukan dan jarak tanam jg mns
 
Proposal jagung di kabupaten muna
Proposal jagung di kabupaten munaProposal jagung di kabupaten muna
Proposal jagung di kabupaten muna
 
Proposal jagung di kabupaten muna
Proposal jagung di kabupaten munaProposal jagung di kabupaten muna
Proposal jagung di kabupaten muna
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
Tepung sukun
Tepung sukunTepung sukun
Tepung sukun
 
Brosur Alamag33
Brosur Alamag33Brosur Alamag33
Brosur Alamag33
 
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
 
Informasi Paket TEKNOLOGI-BUDIDAYA-KEDELAI.pdf
Informasi Paket TEKNOLOGI-BUDIDAYA-KEDELAI.pdfInformasi Paket TEKNOLOGI-BUDIDAYA-KEDELAI.pdf
Informasi Paket TEKNOLOGI-BUDIDAYA-KEDELAI.pdf
 
85162 tugas buku iot vi fix
85162 tugas buku iot vi fix85162 tugas buku iot vi fix
85162 tugas buku iot vi fix
 

Plus de Andrew Hutabarat

Plus de Andrew Hutabarat (20)

Jabs 0910 213
Jabs 0910 213Jabs 0910 213
Jabs 0910 213
 
Format proposal 2
Format proposal 2Format proposal 2
Format proposal 2
 
Format laporan acara 1
Format laporan acara 1Format laporan acara 1
Format laporan acara 1
 
Sistem Komputer
Sistem KomputerSistem Komputer
Sistem Komputer
 
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada TanamanKonsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
 
Contoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiahContoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiah
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 indKuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
 
Integrated weed
Integrated weedIntegrated weed
Integrated weed
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
 
The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014
 
Site dan mode of action
Site dan mode of actionSite dan mode of action
Site dan mode of action
 
Seed bank
Seed bankSeed bank
Seed bank
 
Managemen gulma
Managemen gulmaManagemen gulma
Managemen gulma
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
 
I gulma l2
I gulma l2I gulma l2
I gulma l2
 
Ecologi gulma
Ecologi gulmaEcologi gulma
Ecologi gulma
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
 
Ekotanjut1
Ekotanjut1Ekotanjut1
Ekotanjut1
 
The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015
 

Dernier

Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
RIMA685626
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 

Dernier (20)

Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptxModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya - Damai Belajar Bersama - Fase C.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 

9088 16554-2-pb

  • 1. Ilmu Pertanian Vol. 18 No.2, 2015 : 84-91 Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan Dan Kesehatan Bibit Tebu (Saccharum officinarum L.) Arbuscular Mycorrhizal Fungi Potential In Improving Growth and Health of Sugarcane Seed Citra Mayang Wardhika1 , Bambang Hadisutrisno2 , dan Jaka Widada2 1 Mahasiswa Program Pascasarjana, Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2 Staff Pengajar Program Pascasarjana, Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jalan Flora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Indonesia ABSTRACT Sugar cane is one of the important commodities to the national economy and plays a major role in promoting regional development and agro-industries. Indonesia has projected to increase self-sufficiency in sugar cane production, so it must be done. Mycorrhizae which is a form of a mutualistic symbiotic relationship between fungi and plant roots have a high level of ability to improve absorption of nutrients and water that is not available to plants, as well as serve to enhance the resilience of crops against drought, Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) can accelerate growth rate, improve the quality and seed power life and can be utilized to increase productivity growth critical land. The research was conducted with observation and identification of AMF types is the most dominant on all isolates were obtained, the multiplication of starter inokulum VAM, and inoculation on the seedling of sugarcane. The results showed that AMF were collected from various locations, retrieved 6 genus VAM, namely: Glomus, Scutellospora, Acaulospora, Gigaspora, Entrophospora, and Sclerocystis. Infectivity test resulted using PS 862 sugarcane clones showed that isolates PKP, MS, KLT, and BTG have the highest infectivity and can be used as a biofertilizer. AMF to sugarcane seedlings reduced the intensity of orange rust disease; main diseases in sugar cane seedlings, it means AMF is potential as biological control. Keywords: VAM, Biofertilizer, Biological Control, Sugarcane INTISARI Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan penting bagi perekonomian nasional dan berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan agroindustri. Indonesia telah mencanangkan untuk swasembada gula, sehingga peningkatan produksi tebu yang merupakan salah satu bahan pokok gula, harus dilakukan. Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara jamur dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Jamur Mikoriza Arbuskular (JMA) dapat mempercepat laju pertumbuhan, meningkatkan kualitas dan daya hidup bibit tanaman dan meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman lahan kritis. Penelitian ini meliputi identifikasi jenis JMA yang paling dominan pada semua isolat yang diperoleh dari rizosfer tebu, perbanyakan starter inokulum JMA, dan inokulasi pada bibit tebu. Hasil isolasi JMA dari berbagai lokasi, diperoleh 6 genus JMA, yaitu: Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Scutellospora, Entrophospora, dan Sclerocystis. Genus Glomus merupakan genus yang dominan dan digunakan dalam pengujian selanjutnya. Hasil uji infektivitas dengan menggunakan klon tebu PS 862 menunjukkan bahwa isolat PKP, MS, KLT, dan BTG yang masing-masing berasal dari Kulon Progo, Sleman, Klaten, dan Batang menunjukkan infektivitas yang paling tinggi dan dapat dijadikan kandidat bahan pupuk hayati. Penambahan JMA pada bibit tebu dapat mengurangi intensitas penyakit karat jingga; penyakit utama pada bibit tebu, yang berarti JMA berpotensi sebagai agens pengendali hayati. Kata kunci : JMA, Pupuk Hayati, Agen Pengendali Hayati, Tebu
  • 2. 85 Wardhika et al. : Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan PENDAHULUAN Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota familia rumput-rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika, pada berbagai jenis tanah dari dataran rendah hingga ketinggian 1.400 m di atas permukaan laut (dpl) (Anonim, 2012). Tebu merupakan salah satu bahan pokok industri gula. Permasalahan industri gula berpangkal pada empat hal utama yaitu: (1) inefisiensi di tingkat usaha tani; (2) inefisiensi di tingkat pabrik gula; (3) belum efektifnya kebijakan pemerintah guna mendorong perkembangan industri gula Indonesia; dan (4) industri dan perdagangan gula di pasar internasional yang sangat distortif. Masalah klasik pada tingkat usaha tani adalah rendahnya produktivitas dan rendemen. Produktivitas tebu pada perkebunan rakyat yang pangsa produksinya sekitar 68% hanya sekitar 4-5 ton gula/ha, jauh di bawah produktivitas beberapa negara seperti Australia yang mencapai 97 ton tebu/ha dengan rata-rata rendemen 13,72% atau setara dengan 13 ton gula/ha. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian lahan, teknik budi daya yang belum optimal, kesulitan kredit atau modal, bias kebijakan pemerintah, dan instabilitas harga (Susila, 2013). Pemerintah RI mencanangkan pada tahun 2014 dapat swasembada gula, untuk itu diperlukan peningkatan produksi tebu. Mengingat kendala industri gula untuk mendapatkan areal penanaman tebu, karena berebut dengan lahan sawah maka perlu langkah terobosan untuk dapat menanam tebu di lahan-lahan marginal. Untuk keperluan tersebut diperlukan jamur mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan tebu di lahan- lahan marginal. Jamur Mikoriza Vesikula-Arbuskular (JMA) pertama kali dilaporkan oleh Peyronel (1923) dalam Trappe dan Schenk (1982). Hal ini disebabkan karena adanya vesikel dan arbuskular pada akar tanaman yang terinfeksi dan terkolonisasi. Jamur ini menginfeksi tanaman melalui spora, tumbuh dan berkembang dalam jaringan korteks, morfologi jamur ini terdiri dari arbuskula, vesikel, hifa internal dan eksternal. Tanaman yang bermikoriza cenderung lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza. Setelah periode kekurangan air, akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa jamur mampu menyerap air yang ada pada pori – pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyerapan hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil akan meningkat (Setiadi, 2000). Peningkatan pertumbuhan tanaman bermikoriza lebih nyata pada tanah dengan tingkat kesuburan rendah atau moderat. Selain meningkatkan P, pengambilan Zn, Cu, S dan unsur-unsur lainnya juga meningkat. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih cepat, tahan kekeringan, tumbuh lebih baik pada tanah miskin hara dan ber-pH rendah (Sharma dan Johri, 2002). BAHAN DAN METODE Pengambilan sampel tanah dan akar dari perakaran tanaman tebu dilakukan di 8 daerah, yaitu: Tegal, Klaten Utara, Batang, Bantul, Kulon Progo, Sleman, Purworejo, dan PT Perkebunan Nusantara X (Persero), Penelitian Jengkol, Kediri. Penelitian dilakukan di laboratorium Mikologi Pertanian Fakultas Pertanian UGM, di rumah kaca Fakultas Pertanian UGM, dan di rumah kasa di Condong Catur dari bulan April 2012 sampai dengan Februari 2013. Pengamatan dan identifikasi jenis JMA Spora hasil ekstraksi yang diperoleh dari 8 daerah diamati di bawah mikroskop dan diidentifikasi genusnya dengan mengacu pada buku Manual for the Indentification of VA Mychorhizal Fungi (Schenk & Perez, 1988). Jenis jamur mikoriza yang paling sering dijumpai dicatat sebagai jenis yang dominan. Perbanyakan starter inokulum JMA Masing-masing isolat JMA diinokulasikan pada kecambah jagung berumur 3-4 hari dengan 10 spora JMA setiap kecambah jagung menggunakan medium zeolit. Selama 12 minggu dilakukan penyiraman setiap 2 hari disesuaikan dengan kebutuhan. Pengecekan infeksi mikoriza pada akar dimulai setelah tanaman berumur 8 minggu (Hartini, 2011). Pengamatan dilakukan mengikuti metode Kormanik & McGraw (1982), dan penghitungan populasi spora mengacu pada metode ekstraksi spora (Daniels & Skipper, 1982).
  • 3. Vol 18 No.2 Ilmu Pertanian 86 Inokulasi pada bibit tebu Masing-masing hasil perbanyakan mikoriza diinokulasikan pada bibit tebu yang berumur 1 bulan sebanyak 20 spora JMA tiap polibag yang berisi 1 kg tanah. Setelah 1 bulan, bibit tebu dipindah tanam ke polibag yang berisi 10 kg tanah yang telah diberi pupuk SP-36, KCl, dan batuan fosfat alam. Pemberian dosis pupuk mengacu pada penelitian Purnomo & Suriadikarta (2008), yaitu 373-436 kg urea/ha, 366-392 kg Kcl/ha, dan SP 36 yang diganti dengan batuan fosfat alam (BFA) sebanyak 816 kg/ha. Penggunaan dosis pupuk pada penanaman tebu menggunakan pupuk setengah dosis. Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali terhadap pertumbuhan bibit dengan mengamati tinggi tanaman dan jumlah daun. Pada akhir pengamatan dilakukan pengamatan berat segar dan berat kering tanaman. Kesehatan tanaman diukur dengan mengamati gejala kelainan yang muncul. Kesehatan lebih difokuskan pada penyakit tanaman tebu, karena yang lebih dominan adalah gangguan penyakit. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Isolasi jamur Mikoriza dan Genus jamur Mikoriza Hasil isolasi JMA dari tanah yang diambil dari berbagai lokasi, diperoleh 6 genus JMA, yaitu: Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Scutellospora, Entrophospora, dan Sclerocystis (Tabel 1). Tabel 1. Populasi jenis JMA perakaran tebu dari berbagai lokasi Sampel Populasi JMA di perakaran (spora/g tanah) Glomus spp. Gigaspora spp. Acaulospora spp. Scutellospora spp. Entrophospora spp. Sclerocystis spp. Total BTG 2,29 0,00 0,10 0,00 0,00 0,14 2,53 MS 2,59 0,03 0,06 0,09 0,00 0,01 2,78 PWNG 1,79 0,05 0,02 0,02 0,00 0,05 1,93 SB 7,70 0,07 0,05 9,95 0,04 0,01 17,82 TGL 2,66 0,07 0,04 0,10 0,00 0,02 2,89 KLT 4,51 0,02 0,01 0,02 0,00 0,85 5,41 C4 3,27 0,00 0,00 0,00 0,02 0,05 3,34 PKP 8,37 0,00 0,00 0,02 0,00 0,02 8,41 Keterangan :BTG: Batang; MS: Moyudan, Sleman; PWNG: Ngombol, Purworejo; SB: Sedayu, Bantul; TGL: Tegal; KLT: Klaten; C4: Jengkol, Kediri C4; PKP: Palihan Dari Tabel 1, dapat diketahui bahwa genus- genus yang sering ditemukan di semua lokasi dan mempunyai populasi paling tinggi adalah genus Glomus, dan genus ini yang digunakan untuk pengujian selanjutnya. Tahapan identifikasi dilakukan dengan menggunakan Manual for the Identification of VA Mychorrhizal Fungi (Schenk, & Perez, 1988). Ciri masing-masing spora yang didapatkan, diuraikan sebagai berikut. 1. Glomus spp. Spora berwarna cokelat kemerahan, bentuk spora agak membulat. Dinding spora terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan A dan lapisan B. Lapisan A merupakan lapisan pertama yang berupa membran tipis. Lapisan B merupakan lapisan yang kedua. Morfologi mikroskopi Glomus spp. ditunjukkan dalam Gambar 1a. 2. Gigaspora spp. Tabung kecambah dihasilkan dari dinding spora, mempunyai hiasan spora seperti duri dan mempunyai spora tunggal, spora berbentuk globus, ovoid atau tidak teratur, dan dinding berwarna kekuningan. Morfologi mikroskopinya dapat dilihat dalam Gambar 1b. 3. Acaulospora spp. Spora berwarna kuning kecoklatan. Proses perkembangan spora ini seolah-olah dari hifa namun sebenarnya tidaklah demikian. Pertama- tama ada hifa yang ujungnya membesar seperti spora yang disebut hifa terminus. Morfologi mikroskopinya disajikan dalam Gambar 1c.
  • 4. 87 Wardhika et al. : Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan Gambar 1. Spora Mikoriza hasil dari ekstraksi spora dari lokasi pertanaman tebu yaitu: (a) Glomus spp.; (b) Gigaspora spp.; (c) Acaulospora spp.; (d) Scutellospora spp.; (e) Entrophospora spp.; (f) Sclerocystis spp. 4. Scutellospora spp. Spora berwarna kuning kecoklatan, bentuk agak membulat, dibelakang spora terdapat sel suspensor dengan diameter 5mm. Morfologi mikroskopi Scutellospora spp. ditunjukkan dalam Gambar 1d. 5. Entrophospora spp. Spora berwarna kuning dan bentuknya agak membulat. Dinding spora secara umum mempunyai 2 lapisan, Lapisan A terdiri dari lapisan tipis dan erletak di bagian dalam berupa membran, dan lapisan B merupakan lapisan kedua. Morfologi mikroskopinya disajikan dalam Gambar 1e. 6. Sclerocystis spp. Spora tersusun satu persatu, spora berwarna cokelat kemerahan. Dinding spora terdiri atas 1 lapisan yang mengelilingi pusat fleksus. Morfologi mikroskopi Sclerocystis spp. ditunjukkan dalam Gambar 1f. 2. Kerapatan Spora dan Infeksi Akar Jagung Hasil pengamatan populasi spora JMA dan infeksi akar jagung pada medium zeolit dari 8 sampel disajikan dalam Tabel 2. Hasil perbanyakan inolukum JMA, akan digunakan untuk inokulasi pada tanaman tebu. Masing-masing tanaman tebu akan diinokulasikan sebanyak 20 spora JMA. 3. Pengujian Infektivitas Inokulum pada Bibit Tebu Inokulum yang diperoleh dari hasil perbanyakan di medium zeolit diinokulasikan pada bibit tebu yang berumur 1 bulan sebanyak 20 spora per polibag. Pengaruh inokulum hasil teknik perbanyakan terhadap beberapa parameter sifat agronomis bibit tebu yang diamati seperti tinggi tanaman dan jumlah daun disajikan dalam Gambar 2. Tabel 2. Populasi spora JMA dan infeksi akar pada jagung No Lokasi Populasi Spora (spora/g) Infeksi Akar (%) 1 TGL 15,20 100,00 2 MS 7,20 72,00 3 BTG 8,80 92,00 4 KLT 2,80 100,00 5 PWNG 10,40 92,00 6 SB 17,00 94,00 7 C4 13,20 80,00 8 PKP 4,00 100,00 a cb d e f
  • 5. Vol 18 No.2 Ilmu Pertanian 88 Gambar 2. Pengaruh inokulum terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tebu yang berumur 12 minggu setelah tanam (MST). Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa isolat PKP, KLT, MS, BTG, menunjukkan pertumbuhan yang didasarkan pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih tinggi daripada yang lain. Meningkatnya tinggi tanaman akibat pemberi- an mikoriza diduga karena bertambah baiknya kondisi perakaran tanaman. Kondisi perakaran yang lebih baik tentunya menyebabkan unsur hara yang tersedia dalam tanah mudah diserap oleh tanaman dengan bantuan JMA. Menurut Husin (1994; cit Maryeni & Hervani, 2008) hifa JMA merupakan bagian terpenting dari mikoriza, karena hifa ini akan membantu penyerapan unsur hara dari tanah. Dengan adanya hifa ini, penyerapan hara terutama fosfor menjadi lebih besar dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan JMA. Fungsi utama dari hifa adalah untuk menyerap fosfor dari dalam tanah. Kondisi yang cocok untuk perkecambahan dan perkambangan JMA juga sesuai untuk perkembangan akar stek tebu. Kondisi yang mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa JMA. Pertumbuhan hifa pada tanaman yang lebih baik dipengaruhi oleh kadar P dalam jaringan tanaman inang, eksudat akar dan CO2, dan bukan dipengaruhi oleh kadar P dalam larutan (Jarstfei dan Sylvia, 1993). Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi infeksi JMA antara lain kepekaan inang, faktor iklim, dan faktor tanah. Tanaman dengan ketergantungan fosfat yang tinggi seperti tebu cenderung berasosiasi dengan mikoriza (Setiadi, 1999). Lozano & Azcon (2000) menyatakan bahwa JMA dapat meningkatkan ketahanan tanaman pada kondisi kekurangan air melalui peningkatan penyerapan hara, transpirasi daun, dan efisiensi penguunaan air sehingaa terjadi penurunan nisbah akar terhadap tajuk tanaman. Keadaan itu menunjukkan bahwa fotosintesis tanaman meningkat dan fotosintat lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tajuk. Pada pengamatan berat segar dan berat kering tebu disajikan di dalam Gambar 3. Hasil sidik ragam menunjukkan angka yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan dan berbeda nyata dengan kontrol. Sampel MS menunjukkan hasil terbaik berat segar dan berat kering dan diikuti pada sampel PKP, BTG, dan KLT. Hasil berat kering antara MS, PKP, BTG, dan KLT menunjukkan berbeda nyata berdasarkan analasis sidik ragam. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan JMA pada bibit tebu dapat memperbaiki dan membantu tanaman untuk menyerap air dan unsur hara. Menurut Smith & Read (1997) bahwa keberadaan JMA sangat bermanfaat dalam penyerapan air dan unsur hara terutama fosfor. Keadaan yang sama ditunjukkan para parameter berat kering tanaman. pengaruh JMA sangat nyata 64.33abc 55.56bc 66.33ab 70.28a 75.61a 63.44a 61.75abc 50.61c 76.06a 11.78b 14.22a 14.33a 12.78ab 13.56a 13.33ab 12.88ab 12.56ab 13.78a 0 10 20 30 40 50 60 70 80 K TGL MS BTG KLT PWNG SB C4 PKP Tinggi Tanaman Jumlah Daun
  • 6. 89 Wardhika et al. : Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan dalam bobot akar tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Foth (1994; cit Rahmadhani, 2007) bahwa hifa JMA pada bagian luar akan berperan bagi tanaman pada perluasan penetrasi akar. Gambar 3. Pengaruh inokulum terhadap berat segar dan berat kering tebu umur 12 minggu setelah tanam (MST) Menurut Taufiq (2000) bobot kering tanaman (akar dan tajuk) menunjukkan tingkat efesiensi metabolisme dari tanaman tersebut. Berat kering total hasil panen tanaman merupakan penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 selama pertumbuhan (Gardner et al., 1991). Semakin tinggi bobot kering maka reaksi metabolisme semakin baik karena tanaman memiliki daun yang kokoh sehingga proses fotosintesis berjalan lancar. Berat kering tanaman memperlihatkan pola tanaman mengakumulasikan produk dari fotosintesis. Pemakaian batuan fosfat pada tanah- tanah masam mempunyai prospek untuk meningkatkan hasil dan memperbaiki kesuburan tanah. Penambahan batuan fosfat dapat meningkatkan derajat infeksi oleh JMA dan meningkatkan bobot kering tanaman (Asmah, 1995; cit Rahmadhani; 2007). Aktifitas hifa dalam penyerapan hara terutama P juga terjadi melalui enzim fosfatase yang dikeluarkan oleh hifa jamur, dengan adanya enzim tersebut ion-ion P yang terikat kuat pada tanah dapat diuraikan menjadi tersedia di tanah dan dapat diserap oleh tanaman (Hartini, 2011). Dari hasil pengamatan pada tanaman tebu yang telah diinokulasi JMA, terdapat beberapa penyakit tanaman yang muncul. Hasil pengamatan macam penyakit pada tanaman tebu disajikan di dalam Gambar 4. Hasil pengamatan inokulasi JMA terhadap pustul karat (Tabel 3) adalah terjadi beda nyata antara kontrol dengan semua perlakuan yang diuji. Jumlah pustul karat tertinggi dijumpai pada kontrol yaitu sebesar 21,85 pustul, dan jumlah pustul terendah adalah pada bibit tebu yang diinokulasi dengan JMA berasal dari Mlese, Klaten (KLT) yaitu 1,74 pustul. Adanya JMA pada bibit tebu dapat menekan atau meminimalkan terjadinya penyakit, karena bibit bermikoriza menjadi lebih sehat, nutrisi, dan hara tercukupi. Intensitas penyakit karat jingga dapat ditekan karena tebu memiliki pertumbuhan yang baik. JMA mampu menyerap unsur hara lebih baik dibandingkan dengan tebu yang tanpa diberi JMA. Terpenuhinya unsur hara dan pertumbuhan yang baik diduga dapat meningkatkan ketahanan tebu terhadap penyakit karat jingga. 258.33c 320.00bc 509.33a 457.33ab 413.67ab 335.00bc 360.67bc 236.00c 548.33a 57.41de 74.42cde 111.41a 97.67abc 82.04bcd 71.98cde 78.40cd 47.62e 107.13ab 0 100 200 300 400 500 600 K TGL MS BTG KLT PWNG SB C4 PKP Berat Segar Berat Kering
  • 7. Vol 18 No.2 Ilmu Pertanian 90 Gambar 4. Penyakit tebu yang ditemukan, yaitu: (a) Karat jingga; (b) Virus garis; (c) Bercak daun; (d) Blendok palsu (bakteri) Tabel 3. Penyakit karat jingga pada tebu yang diinokulasi JMA Keterangan: angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α 5% KESIMPULAN 1. Hasil eksplorasi pertanaman tebu di berbagai lokasi, diperoleh jamur mikoriza Glomus sp., Gigaspora sp., Acaulospora sp., Entrophospora sp., Sclerocystis sp., dan Sculetolspora sp. Dari keenam genus tersebut, genus Glomus yang dominan. 2. Hasil uji infektivitas dengan menggunakan klon tebu PS 862 menunjukkan bahwa isolat MS, PKP, KLT, dan BTG menunjukkan infektivitas yang paling tinggi dan dapat dijadikan kandidat bahan dalam pupuk hayati. 3. Penambahan Jamur Mikoriza Arbuskular (JMA) pada bibit tebu menyebabkan pertumbuhan bibit tebu menjadi lebih baik yang ditandai dengan nilai berat segar dan berat kering tebu yang lebih tinggi. 4. Penyakit tanaman yang diperoleh dari tebu yang diinokulasi JMA adalah penyakit karat jingga, virus garis, bercak daun, dan blendok palsu (bakteri). No Perlakuan Jumlah pustul karat 1 K 21,85 a 2 BTG 4,44 b 3 TGL 5,55 b 4 PWNG 6,92 b 5 KLT 1,74 b 6 MS 3,62 b 7 SB 2,51 b 8 PKP 5,74 b 9 C4 7,85 b a b d
  • 8. 91 Wardhika et al. : Potensi Jamur Mikoriza Arbuskular Unggul Dalam Peningkatan Pertumbuhan 5. Penyakit karat jingga merupakan penyakit yang paling dominan pada bibit tebu mempunyai intensitas yang lebih rendah pada bibit tebu yang diinokulasi dengan JMA dibandingkan kontrol. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terutama kepada Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya dan PT Perkebunan Nusantara X Penelitian Jengkol, Kediri. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Komoditas Tanaman Tebu. <http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/ima ges/pdf/tebu.pdf>. Diakses pada 22 September 2012. A.K., Sharma, & B.N., Johri. 2002. Arbuskular Michorrhizae Interaction in Plants Rhizosphere and Soils. Science Publishers, Inc. United States of America. Gardner, F.P., P.R., Brent, & L.M., Roger. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati Susilo, penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari Physiology of Crop Plants. Hartini. 2011. Kajian Pemanfaatan Inokulum Jamur Mikoriza Arbuskula untuk Memacu Pertumbuhan dan Kesehatan Bibit Kakao. Tesis. Jarstfer, W.R. & D. M. Sylvia, 1993. Inokulum Production and Inoculation Strategies for Vasicular Arbuskular Mycorrhyzae Fungi. P. 349-378. in F.B. Metting Jr. (eds) Soil Mycrobial Ecology. Application in Agriculture and Environmental Management. Marcel Decker Inc. New York-Basel- Hongkong. Kuc, J. 2001. Concept and Direction of Indused Systemic Resistence in the Plant and Its Application. European Jurnal of Plant Pathology 107: 7-12. Kormanik, P.P & A.C. Mc Graw, 1982. Quantitative ofe Vesikular-Arbuscular Mycorrhizae in Plant Roots. In Schenk, N.C. Methods and Principles of Mycorrhizal Research. The APS. St. Paul, Minnesota. Lozano, JMR., & R. Azcon. 2000. Symbiotic Efficiency anf Effectivity of an Autochthonous Arbuscular Mycorrhizal Glomus sp. from Saline Soils and Glomus Deserticola Under Salinity. Mycorrhiza 10(3) :137-143. Maryeni, R & D. Hervani. 2008. Pengaruh Jamur Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan Tanaman Selasih (Ocimum sanctum L.). J. Akta Agrosia 11 (1) : 7-12. N.C., Schenk, & Y., Perez. 1988. Manual for the Identification of VA Mycorrhizal Fungi 2nd Edition. By INVAM. University of Florida. Newsham. K. K., A.H. Fitter, & A.R. Watterson. 1995. Arbuscular Mycorriza Protect an Annual Grass from Root Pathogen Fungi in Field. Journal of Ecology, 83:991-1000. Rahmadhani, F. 2007. Pemberian Pupuk Rock Fosfat dan berbagai Jenis Isolat mikoriza Vesikular Arbuskula terhadap Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max, L. Merill) pada Tanah Gambut Ajamu, Labuhan Batu. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Skripsi. Setiadi, Y. 2000. Pengembangan Cendawan Mikoriza Arbuskula sebagai Alat Biologis untuk Merehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia. Prosiding Seminar Peranan Mikoriza dalam Pertanian yang Berkelanjutan. 28 September 2000, Universitas Padjadjaran Bandung. Setiadi, Y. 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia. Disampaikan dalam Rangka Seminar Penggunaan Cendawan Mikoriza dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis. Bandung 23 April 2001. S.E., Smith, & D.J., Read. 1997. Vesicular Arbuscular Mycorrhizae : growth and Carbon Economy of VA Mycorrhizal Plants. In Mycorrhizal Symbiosis. 2nd ed. New York, Acad, Press Sieverding, E., 1991. Vesicular-Arbuskular Mycorrhiza Management in Tropical Indegenous Glomales. Deutsche . Jerman. Talanca, A.H & A.M.,Adnan. 2005. Mikoriza dan Manfaatnya pada Tanaman. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel : 311-315. Taufiq I.S. 2000. Tingkat Pemberian Fosfor dalam Media Tanaman Campuran Ampas KECAP bagi Pertumbuhan Tanaman Jagung. Skripsi. Bogor. Trappe, J.M & N.C. Schenck. 1982. Taxonomy of Fungi Forming Endomycorrhizal. In N.C. Schenck (eds.) Phytopat. Soc. St. Paul. Minnesota. Pp1-9.