1. Petrologi batubara memberikan dasar untuk pemahaman
genesa sifat-sifat dan arti penting unsur organik di dalam
batubara
Cook (1982) menjelaskan bahwa jenis
batubaraberhubungan dengan jenis tumbuhan
pembentuk batubara dimana dalam pertumbuhannya
dipengaruhi oleh diagenesa tingkat awal.
Shierly dalam (Cook 1982) menjelaskan bahwa jenis
batubara merupakan dasar klasifikasi petrografi batubara
yang terdiri dari berbagai macam unsur tumbuhan sebagai
penyusun batubara dengan kejadian yang berbeda-beda.
2. secara mikroskopis bahan-bahan organik
pembentuk batubara disebut maseral
(maceral) analog dengan mineral dalam batuan.
Istilah ini pada awalnya diperkenalkan oleh
Topes (1935) dalam buku Stach, dkk. (1982)
untuk menunjukkan material terkecil
penyusun batubara yang hanya dapat diamati
di bawah mikroskop sinar pantul
3. Maseral dalam batubara dapat dikelompokkan
dalam 3grup (kelompok) utama yaitu grup
(kelompok) vitrinite (Huminite), liptinit dan
inertinit
Pengelompokan ini didasarkan pada bentuk
morfologi, ukuran, relief, struktur dalam,
komposisi kimia, warna pantulan, intensitas
refleksi dan tingkat pembatubaraannya dalam
“Coal Petrologi” oleh Stach, dkk. (1982).
4. Pembagiannya maseral mulai dari grup (kelompok)
maseral, subgrup maseral dan jenis maseral yang mengacu
pada Australian Standard: AS2856 (1985)
a. Grup vitrinit berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
mengandung serat kayu,seperti batang, akar, dahan dan
serat daun. vitrinite umumnya merupakan bahan penyusun
utama batubara (>50%) melalui pengamatan mikroskop
refraksi, grup Vitrinit memperlihatkan warna coklat
kemerahan sampai gelap, semakin tinggi peringkat
batubara semakin gelap warna maseralnya, demikian pula
sebaliknya. Melalui pengamatan miskroskop refleksi, grup
vitrinit memperlihatkan warna pantul lebih terang, mulai
dari abu-abu tua sampai abu-abu terang, semakin tinggi
peringkat batubara semakin terang warna pantul yang
dihasilkan
5. b. Grup liptinit
berasal dari organ tumbuhan (ganggang/algae
spora, kotak spora, kulit luar (kutikula), getah
tanaman (resin) dan serbuk sari/pollen), Grup
liptinit memiliki kandungan hidrogen paling
banyak dan kandungan karbon paling sedikit
bila dibandingkan dengan grup maseral
lainnya, di bawah miskroskop refleksi
menunjukkan pantulan berwarna abu-abu
sampai gelap, mempunyai reflekti1itas rendah
dan flouresens tinggi (Teichmueller, 1989).
6. c. Grup inertinit
diperkirakan berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar
(charcoal) dan sebagian lagi diperkirakan akibat proses
oksidasi dari maseral lainnya atau proses yang
disebabkan oleh jamur atau bakteri (proses biokimia).
dengan adanya proses tersebut kelompok inertinit
memiliki kandungan oksigen relatif tinggi, kandungan
hidrogen rendah, dan ratio O/C lebih tinggi dari
pada grup vitrinit dan liptinit. Grup inertinit memiliki
nilai reflektensi tertinggi diantara grup maseral
lainnya. dibawah miskroskop refleksi, inertinit
memperlihatkan warna abu-abu hingga abu-abu
kehijauan, tetapi pada sinar ultra violet tidak
menunjukkan flouresens.
9. Batuan induk hidrokarbon adalah batuan yang mengandung unsur-
unsur atau sisasisa jasad renik binatang laut atau air tawar maupun
tumbuh-tumbuhan.
Penemuan minyak di beberapa cekungan di dunia menunjukkan
adanya asosiasi dengan lapisan-lapisan batubara seperti halnya
penemuan minyak di beberapa negara antara lain:
Nigeria (Aprika),
Cekungan Gippsland, Caoper dan Eromanga (Australia)
Cekungan Mahakam dan Sumatra di Indonesia.
Pada Umumnya minyak bumi yang berasal dari sisa tumbuhan darat
mempunyai kandungan lilin yang cukup besar, hal ini telah di teliti
oleh Hedberg (1968) dan Powel & Mc Kindy (1975) dimana telah
diyakinkan bahwa kandungan lilin tersebut berasal dari unsur-nsur
organik/tumbuhan yang mempunyai kandungan maceral eksinit.
10. Beberapa peniliti antara lain Smith & Cook (1980),
Smyth (1983), Tissot & Welte (1984) dan Cook
(1987), berpendapat bahwa maceral dari group
liptinite merupakan unsur yang penting dalam
pembentukan hidrokarbon dan minyak bumi.
Menurut Smyth et.al (1985) maceral-maceral dari
group vitrinite dan intertinite mempunyai potensi
1: 10 di banding maceral eksinite untuk membentuk
hidrokarbon, sedang maceral intertinite berpotensi 1
: 20 dibanding dengan maceral eksinite
11. Kematangan maceral ini adalah suatu perwujudan dari derajat
pembatubaraan (level of coalification) yang telah dicapai oleh
pembatubaraan dan dapat di definisikan sebagai proses perubahan
lebih tinggi seperti batubara muda (brown coal), subbituninous,
antrasit dan meta antrasit (Stach, 1982).
Proses perubahan disebabkan oleh faktor waktu geologi, suhu dan
tekanan (Teichmuller 1982, Waples 1980, 1985), metode pengukuran
reflektan dari vitrinite adalah salah satu metode yang umumnya
dipergunakan saat ini untuk mengukur derajat keatangan dari bahan
organik/ maceral.
Menurut Heroux et.al (1979), Cook (1982), Smith & Cook (1987) dan
Cook (1986) minyak bumi akan terbentuk pada reflektan vitrinite antara
0,5 % sampai 1,35 %. Snowdor & Powel (1982) menyatakan bahwa
batuan induk yang kaya akan maceral eksinite cenderung akan
menghasilkan minyak bumi pada reflektan vitrinite 0,4 %. Di daerah
sub cekungan Arjuna (Jawa Barat) pembentukan minyak bumi dari
batubara terjadi pada sreflektan vitrinite 0,45 % (Gordon, 1985).