Lembar Informasi 092003 Di Balik Isu Tenggelamnya Pulau Nipa
1. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU 09/2003
Di Balik Isu Tenggelamnya Pulau Nipah
HARI-hari ini media massa terus menyoroti pro-kontra penambangan pasir laut. Kalau
pertengahan tahun ini ramai disoroti hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan, sebenarnya
diam-diam pengerukan pasir yang berdalih devi a sudah menghilangkan beberapa pulau
s
kecil di Indonesia.
SATU di antaranya yang sudah nyaris hilang adalah Pulau Nipah, salah satu pulau kecil
yang terletak di Selat Philip, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini merupakan batas laut
antara Indonesia dan Singapura sejak tahun 1973. Di Pulau Nipah ada suatu titik acuan
yang menjadi dasar pengukuran dan penetapan median line Indonesia-Singapura. Maka,
bila Pulau Nipah tenggelam, titik acuan itu akan hilang. Dampaknya adalah bergesernya
median line tersebut sehingga akan mempengaruhi batas wilayah NKRI. Secara spesifik
lagi, mempengaruhi pula Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) mengirim timnya untuk menyurvei kondisi
geologi dan geofisika kelautan di sekitar perairan Pulau Nipah akhir April 2003. Kegiatan
survei lapangan ini untuk mendapatkan data geologi kelautan dan oseanografi di sekitar
perairan Pulau Nipah. Sasaran akhirnya adalah data dan kajian geologi kelautan serta
oseanografi di kawasan itu seh ingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan
kebijakan, terutama menghadapi berbagai isu perbatasan. Kegiatan survei lapangan
dilakukan secara umum dengan beberapa metode. Pertama, metode pemetaan situasi
dengan pengamatan secara langsung daratan Pulau Nipah, kemudian pengukuran sou nding,
seismik, pengambilan contoh sed imen permukaan dasar laut, pengamatan pasang surut, dan
pengukuran arus. Penentuan posisi pada semua kegiatan tersebut menggunakan peralatan
DGPS (differential global positioning system) Trimble yang memanfaatkan fasilitas Radio
Beacon Singapura sehingga kesalahan kurang dari 1meter.
Kondisi laut
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulau yang terletak pada koordinat 103°39'04,68quot;-
103°39'39,38quot; BT dan 1°8'26,88quot;-1°9'12,21quot; LU ini kondisinya stabil. Secara administratif
termasuk Desa Pemping, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam.
Perairan Pulau Nipah bertipe pasang surut campuran dominan ganda. Artinya, terjadi dua
kali pasang dan dua kali surut dalam waktu 24 jam dengan intertidal air maksimum 2,560
meter. Mean sea level (MSL) dari hasil perhitungan sementara adalah 2,525 meter.
Penelitian pada arus menggunakan current- meter selama 7 jam pada satu lokasi di sebelah
barat Pulau Nipah menunjukkan arah umum ke utara. Adapun pengamatan arus dinamis
menggunakan trayektori menunjukkan pola yang tidak beraturan. Arus di sekitar Pulau
Nipah mengalami turbulensi akibat arus kuat dengan massa air besar dari barat-utara dan
timur-selatan membentur Pulau Nipah.
Gelombang relatif tenang dengan tinggi gelombang kurang dari 0,5 meter. Lalu lintas kapal
internasional di kawasan tersebut terh
itung padat. Karena perairan bebas antara Pulau
Nipah dan Singapura sempit, lalu lintas kapal dibagi dalam dua jalur.
Jalur kapal yang menuju ke Selat Malaka (arah barat laut) berada di perairan bebas sebelah
utara Pulau Nipah, sedangkan jalur kapal yang menuju Singapura(arah tenggara)
2. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU 09/2003
dibelokkan ke selatan Pulau Nipah memasuki wilayah perairan dalam Indonesia. Walaupun
jarak lalu lintas kapal-kapal tersebut relatif cukup jauh dari PulauNipah, gelombang yang
dihasilkan relatif signifikan, tercatat tinggi gelombang mencapai 0,6 m dengan 7-10
periode selama 15-20 detik.
Peta kontur batimetri di perairan Pulau Nipah menunjukkan morfologi bergelombang
dengan beberapa tonjolan dasar laut. Di bagian timur pulau relatif terjal, sedangkan di
bagian barat relatif lebih landai dengan kedalamanlaut yang terukur mencapai 25 meter.
Kondisi geologis
Kondisi geologis Pulau Nipah pada Peta Geologi Lembar Tanjungpinang (Kusnama, 1994)
tidak terpetakan. Namun, dipercayai pulau ini merupakan kelanjutan dari gugusan
Barelang, khususnya Pulau Bulan, Kepala Jerih, dan Pemping. Kelurusan struktur geologi
berarah barat laut-tenggara pada gugusan pulau-pulau tersebut sesuai dengan arah sumbu
Pulau Nipah. Jenis batuan (litologi) yang muncul saat Pulau Nipah surut ada beberapa
jenis. Batuan sedimen yang tersingkap di beberapa tempat di sumbu sepanjang daratan
Pulau Nipah yang diyakini sebagai batuan dasar. Singkapan batuan sedimen ini relatif telah
berubah menjadi metasedimen dan mengalami pelapukan berat sehingga berwarna
kecoklatan.
Di beberapa tempat terlihat pelapukan mengulit bawang (speroidal weatherin namun
g),
masih masih tampak sifat keras atau kompak, khususnya pada kekar-kekar yang terisi
kuarsa. Tidak dapat dibedakan lebih detail lagi jenis sedimennya dan diduga tersusun dari
jenis konglomerat, batu pasir, dan lanau yang mengalami kekar-kekar. Jika disepadankan
dengan formasi pada geologi regionalnya, maka satuan batuan sedimen ini diduga
merupakan Formasi Pancur (Ksp) berumur Kapur Awal.
Batuan lainnya adalah terumbu karang yang berada di atas batuan sedimen.Terumbu
karang ini merupakan terumbu masa lampau, sudah mati, bersifat masif, dan bermorfologi
datar.
Terdapat pula sedimen tak terkonsolidasi berupa pasir-kerakal yang merupakan pecahan
dari batuan sedimen dan terumbu, terhampar di sela-sela dua satuan batuan di atas.
Pada penelitian sedimen permukaan laut, berdasarkan pengamatan megaskopis, jenis
sedimen permukaan dasar laut perairan sekitar Pulau Nipah dapat dibedakan menjadi tiga
satuan, yaitu kerikil pasiran, pasir lanauan, dan boulder karang yang sudah mati.
Adapun hasil interpretasi penampang seismik pantul dangkal dapat menggambarkan satuan
batuan yang mendasari laut di sekitar Pulau Nipah. Satuan A merupakan seismic basement
dengan ciri reflektor chaotic. Makin mendekati arah pulau, gelombang seismik tak mampu
menembus satuan ini. Pada beberapa tempat, satuan ini membentuk tinggian dasar laut.
Dengan alasan tersebut diperkirakan satuan ini sebagai batuan dasar, bukan tubuh granit,
tetapi batuan metasedimen di daratan Pulau Nipah.
Satuan B dengan posisi stratigrafi di atas satuan A memperlihatkanadanya pelapisan
dengan ciri reflektor semiparalel. Hal ini menunjukkan adanya batuan sedimentak
terkonsolidasi yang diperkirakan sebagai sedimen Kuarter. Satuan ini umumnya tipis
3. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU 09/2003
menempati morfologi lembah satuan A, namun terdapat di bagian utara Pulau Nipah, yakni
pada alur selat mencapai 20 m.
Satuan C mencirikan pinnacle reef dengan bentuk runcing dan reflektor di bawahnya
buram, satuan ini di atas satuan A ataupun B.Dari kenampakan rekaman penampang
seismik menunjukkan, kondisi permukaan dasar laut sekitar Pulau Nipah masih alami,
tidak ada indikasi adanya bekas pengerukan (penambangan) pasir laut.
Kondisi daratan
Daratan Pulau Nipah datar dan berbentuk lonjong berarah barat laut-tenggara. Pada kondisi
air surut, daratan pulau ini muncul dengan luas 62,83 hektar, panjang garis pantai 3,96 km,
sumbu panjang 1,6 km, dan sumbu lebar sekitar 0,4 km. Pada kondisi pasang, pulau ini
sebagian besar tergenang, yang terlihat hanya beberapa tonjolan singkapan batuan
metasedimen, kolam, beberapa pohon bakau, dan mercu suar. Biota di Pulau Nipah terdiri
atas tumbuhan mangrove yang secara alami tumbuh pada substrat batuan dan pasir. Biota
lain yang hidup pada zona pasang surut di daratan pulau adalah rumputlaut, hard-soft
coral, sejenis tripang, dan berbagai jenis ikan karang.
Sampai saat ini Pulau Nipah adalah pulau kosong dan tak berpenghuni. Tidak ada
pemanfaatan lahan di pulau tersebut. Meski demikian, di bagian tengah Pulau Nipah
terdapat kolam yang terlihat jelas jika pulau didekati. Mengingat batuan di pulau ini keras
dan pejal, maka diperkirakan pembuatan kolam menggunakan peralatan berat dengan cara
mengeruk batuan dasar atau bahkan dengan peledakan kecil. Kekuatan demikianlah yang
mampu membentuk kolam sedemikian rupa.
Di pinggirannya tampak timbunan material batuan dan pasir yangdiambil dari sekitar
pulau. Pada kondisi surut, panjang kolam 100 m, lebar 45 m, dan kedalaman tengah kolam
mencapai 3,5 m. Tidak didapatkan keterangan lebih lan mengenai kegunaan kolam ini.
jut
Namun, di kalangan penduduk sekitar berkembang isu bahwa Pulau Nipah akan
dipergunakan untuk keperluan tempat pariwisata, perikanan, sampai pembuangan limbah
B3 dari Singapura. Penduduk juga memberi keterangan bahwa kondisi Pulau Nipah dari
dulu sampai sekarang-untuk batuan dasarnya-adalah tetap (tidak mengalami perubahan).
Adapun sedimen pasir telah banyak berubah,terutama setelah pembuatan kolam.
Tumbuhan pun kini sudah banyak berkurang.
Pulau yang stabil
Fakta lapangan menunjukkan, proses dominan yang mempengaruhikondisi pulau adalah
proses marine, khususnya gelombang laut musiman. Selain itu, pulau ini mendapat beban
gelombang laut yang ditimbulkan oleh lalu lintas kapal. Karena morfologi daratan pulau ini
datar dan tergenang di saat pasang,proses abrasi tidak terlihat jelas. Bukti abrasi hanya
dapat dilihat pada bagian yang menonjol di permukaan kolam dan mercu suar.
Mengingat Pulau Nipah tersusun oleh batuan metasedimen dan terumbu karang yang
mempunyai sifat relatif keras atau kompak, secara alami proses abrasi yang terjadi ti ak
d
begitu signifikan. Batuan penyusun pulau yang bermorfologi datar cukup mampu menahan
gempuran gelombang laut, khususnya saat surut.
4. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU 09/2003
Kondisi batuan penyusun di daratan Pulau Nipah dan data rekamanseismik menunjukkan
bahwa Pulau Nipah tersusun oleh batuan dasar yang kuat, resisten, dan masif. Dengan
demikian dapat disimpulkan, Pulau Nipah tidaklah tenggelam.
Fakta lapangan menunjukkan bahwa pulau ini telah direkayasa. Pembuatan kolam yang
materialnya diambil dari batuan setempat merupakan bentuk rekayasa yang bisa diduga
justru mempercepat proses abrasi Pulau Nipah. Siapa pelaku rekayasa dan apa maksud
serta tujuannya adalah hal lain yang harus di indaklanjuti oleh lembaga yang kompeten.
t
Satu hal yang pasti adalah, Pulau Nipah hendaklah di aga keberadaannya agar tetap lestari.
j
Salah satu pulau terluar di Indonesia ini juga harus dipertahankan sebagai monumen
historis kewilayahan perjanjian perbatasan Indonesia-Singap tahun 1973. Pulau ini pun
ura
dapat difungsikan sebagai lahan peruntu wisata atau dibiarkan alami sebagai cagar
kan
alam. NA Kristanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung