3. UNIVERSAL HEALTH COVERAGE
4 DIMENSI UHC:
1.SEBERAPA BESAR PROSENTASE PENDUDUK YANG DIJAMIN
2.SEBERAPA LENGKAP PELAYANAN YANG DIJAMIN
3.SEBERAPA BESAR PROPORSI COST SHARING OLEH PENDUDUK
4.MUTU : MUTU PELAYANAN KESEHATAN
UNIVERSAL HEALTH COVERAGE MERUPAKAN SISTEM KESEHATAN YANG MEMASTIKAN SETIAP WARGA DALAM POPULASI MEMILIKI AKSES YANG ADIL
TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PROMOTIF, PREVENTIF, KURATIF, DAN REHABILITATIF BERMUTU DENGAN BIAYA TERJANGKAU. ( WHO)
PENTAHAPAN CAKUPAN UNIVERSAL SANGAT DIPENGARUHI OLEH DUKUNGAN POLITIK KONSENSUS PENDUDUK,
DAN KEMAMPUAN KEUANGAN SUATU NEGARA.
3 DIMENSI UHC:
1. SEBERAPA BESAR PROSENTASE PENDUDUK YANG DIJAMIN
2. SEBERAPA LENGKAP PELAYANAN YANG DIJAMIN
3. SEBERAPA BESAR PROPORSI COST SHARING OLEH PENDUDUK
TAHUN 2015 TAHUN 2018 QUALITY
4. “ Without quality,
Universal Health Coverage
(UHC) remains an empty
promise.”
Pelayanan kesehatan yang bermutu rendah
berbahaya bagi pasien, membuang uang danhttps://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S2214-109X%2818%2930394-2
QUALITY AS A FUNDAMENTAL FEATURE
OF UNIVERSAL HEALTH COVERAGE
Utilization x Quality = Health
5. TINGKAT KELULUSAN :
• Paripurna : 239 (3%)
• Utama : 1669 (18
%)
• Madya : 5068 (55
%)
• Dasar : 2177 (24
%)
TREND PUSKESMAS TERAKREDITASI
9754 9767 9825 9993 10137
100
1484
4223
7518
9153
2015 2016 2017 2018 2019
JUMLAH PUSKESMAS JUMLAH PUSKESMAS YANG TERAKREDITASI
1,03%
15,19%
42,98%
75,23%
90,29%
6. KEBIJAKAN AKREDITASI FKTP
Permenkes 46 Tahun 2015
PUSKESMAS KLINIK TPM Dr/Drg
Jangka Waktu Akreditasi : 3 Tahun
Ruang Lingkup Akreditasi :
- Administrasi Manajemen
- UKM
- UKP
Jangka Waktu Akreditasi : 3 Tahun
Ruang Lingkup Akreditasi :
- Administrasi Manajemen
- UKP
Jangka Waktu Akreditasi : 5 Tahun
Ruang Lingkup Akreditasi :
- Administrasi Manajemen
- UKP
7. KEBIJAKAN MUTU, KESELAMATAN PASIEN, PPI
UU 36 /2009 TENTANG KESEHATAN
PASAL 19
PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DILAKSANAKAN SECARA BERTANGGUNG JAWAB, AMAN, BERMUTU, SERTA
MERATA & NONDISKRIMINATIF
PASAL 55
(1) PEMERINTAH WAJIB MENETAPKAN STANDAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN
(2) STANDAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT DIATUR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH
PMK 75/2014
PASAL 39
(1) Dalam Upaya Peningkatan
Mutu Pelayanan,
Puskesmas Wajib
Diakreditasi Secara
Berkala Paling Sedikit 3
(Tiga) Tahun Sekali.
PMK 11/2017
PASAL 5
(1) Setiap Faskes Wajib Menyelenggarakan
Keselamatan Pasien
(2) Pembentukan sistem pelayanan yang
menerapkan:
a. Standar keselamatan pasien
b. Sasaran keselamatan pasien
c. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien
MUTU KESELAMATAN PASIEN
PMK 27/2017
PASAL 3
(1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus
melaksanakan PPI.
(2) PPI sebagaimana dilaksanakan melalui
penerapan:
• prinsip kewaspadaan isolasi
(kewaspadaan standar dan berdasarkan
transmisi);
• penggunaan antimikroba secara bijak; dan
• bundles
PPI
8. SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN
KESEHATAN MENGENAI PEMBINAAN MUTU DAN AKREDITASI
PUSKESMAS, MEMINTA GUBERNUR DAN BUPATI/WALIKOTA
MENUGASKAN DINKES PROPINSI DAN KAB/KOTA
MEMFASILITASI DAN MEMBINA PUSKESMAS YANG TELAH
LULUS TERSERTIFIKASI AKREDITASI MINIMAL SETIAP 6
BULAN SEKALI, MELALUI KEGIATAN :
1. BIMBINGAN TEKNIS
2. SUPERVISI
3. PEMANTAUAN KEPUASAN MASYARAKAT PENGGUNA
PELAYANAN PUSKESMAS
10. FASYANKES
Pembinaan pra survei Verifikasi
Tim PMI-P
Tim
Validator &
Pengemban
gan
Standar
• Dinas Kesehatan
• Surveior
• Puskesmas sebagai
Percontohan
Koordinasi
Surveior Yang Berdomisili
di Propinsi
Tim PME-P
Self Assesment
Validasi
1 3
2
4
5
6
Rekomendasi : Peningkatan Mutu Internal
(PPMI)
: Peningkatan Mutu Eksternal
(PPME)
7
: Koordinasi
Pelaksanaan Survei
Dinkes Provinsi
Dinkes Kab/Kota
MEKANISME PENYELENGGARAAN
SURVEI AKREDITASI (USULAN)
Penetapan
Status Akreditasi
8
11.
12. SISTEM PENINGKATAN MUTU PUSKESMAS
Konsep Pelaksanaan Akreditasi Puskesmas menggambarkan tentang
Peningkatan mutu Puskesmas sebagai sebuah system yang disebut Peningkat
an dan Penilaian Mutu Puskesmas (PPM), yang terdiri dari 2 sub yaitu:
1. Peningkatan dan Penilaian Mutu Internal (PPMI)
2. Peningkatan dan Penilaian Mutu Eksternal (PPME)
Peningkatan dan Penilaian Mutu Internal (PPMI) merupakan kegiatan
sistemik dalam membangun budaya mutu yang difasilitasi oleh Tim Pem
bina Mutu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (TPMDK) yang berkoordinasi
dengan Tim Pembina Mutu Dinas Kesehatan Provinsi (TPMDP)
Peningkatan dan Penilaian Mutu Eksternal (PPME) merupakan
kegiatan penilaian mutu melalui akreditasi oleh Tim Peningkatan dan
Penilaian Mutu Eksternal (TPPME)
13. COMPUTER REPAIR & SUPPORT
1. Akses dan mutu pelayanan kesehatan
2. Ketersediaan & kepatuhan terhadap
standar mutu klinis & Keselamatan Pasien
ISU STRATEGIS MUTU
PELAYANAN
KESEHATAN
- Jumlah & distribusi fasilitas kesehatan & SDM
- Ketersediaan sarpras, alkes & SDM
- Definisi & dimensi mutu pelayanan belum seragam
- Tata kelola klinis, akses PNPK
- KP & pelayanan kesehatan masyarakat (terkait konteks UKM
& UKP)
3. Budaya mutu di Faskes & Program
- Belum ada Upaya peningkatan mutu di Faskes
- Seluruh Faskes belum terakreditasi
- Akreditasi blm sepenuhnya mendorong budaya mutu
- Pemahaman standar akreditasi
- Budaya peningkatan mutu Program
4. Peran dan pemberdayaan pasien, keluarga
dan masyarakat
- Masyarakat yang pasif
- Pemahaman & literasi masy. tentang mutu & KP
- Ketersediaan informasi & akses
5. Penguatan tata kelola, struktur organisasi
mutu & sistem kesehatan lainnya
- Tata kelola & regulasi terfragmentasi blm spesifik
- Peran & tanggung jawab di Pusat & Daerah
- Keterkaitan JKN
6. Komitmen Pemerintah Pusat, Daerah &
Pemangku Kebijakan
- Komitmen Pemerintah Pusat & Daerah terkait anggaran mutu
- Peran pemangku kepentingan
- Advokasi
7. Data, Indikator, Sistem Informasi &
pengembangan pemanfaatannya
- Berbagai Lembaga mengembangkan indikator mutu &
tdk terintegrasi
- Sistem informasi yg beragam & tdk terintegrasi
- Penelitian yg berbasis Lembaga
- Pemanfaatan untuk pengambil keputusan
- Sistem monev & efektivitas peningkatan mutu
14. •Pemerataan Fasyankes dasar dan
rujukan yang bermutu melalui
intervensi peningkatan mutu
Terlaksananya akreditasi
fasyankes yang merata
•Penyempurnaan sistem akreditasi
(Standar dan Instrumen
Akreditasi, Sistem Informasi,
Penyelenggaraan Survei)
Logframe Ditjen Yankes
SASARANSTRATEGI
•Mengkorelasikan antara insentif
dengan mutu
•Penguatan Sistem Manajemen
Mutu (registrasi, lisensi,
sertifikasi)
Meningkatkan
pemerataan
pelayanan
kesehatan dasar
dan rujukan yang
bermutu bagi
masyarakat
STRATEGI PENINGKATAN MUTU 2020 - 2024
Terlaksananya
pengukuran mutu
pelayanan kesehatan di
fasyankes
15. Pedoman, SOP, Clinical Pathways
Peraturan Internal Puskesmas
Peraturan
Perundangan
Pedoman Pemerintah
dan/atau OP
Proses
Pelayanan
di FKTP
AKREDITASI FKTP
PELAYANAN
SESUAI STANDAR
Bapak dan Ibu,
WHO mendefinisikan, Universal health coverage sebagai sistem kesehatan yang bertujuan memastikan setiap warga memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bermutu dengan biaya terjangkau
World Health Organization (WHO) menambahkan bahwa 4 dimensi dalam pencapaian Universal Health Coverage yang digambarkan melalui kubus/gambar di atas. Ketiga dimensi Universal Health Coverage dapat diterjemahkan sebagai berikut yaitu:
1.seberapa besar jumlah penduduk yang dijamin,
2.seberapa lengkap pelayanan kesehatan yang dijamin
3.seberapa besar proporsi biaya langsung yang masih ditanggung oleh penduduk maksudnya semakin banyak dana yang disediakan, maka semakin banyak pula penduduk yang terlayani, sehingga semakin komprehensif paket pelayanannya serta semakin kecil proporsi biaya yang harus ditanggung oleh penduduk
4. Bagimana mutu pelayanan kesehatan (what is the quality of services delivered)
Sistem pembiayaan kesehatan yang tepat untuk suatu negara adalah sistem yang mampu mendukung tercapainya UHC
UHC dapat di capai secara bertahap, dimana pentahapan cakupan universal sangat dipengaruhi oleh dukungan politik konsensus penduduk, dan kemampuan keuangan suatu negara.
Dan di Indonesia mengembangkan UHC melalui mekanisme
asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang yang berkelanjutan.
Tugas Dinas Kesehatan Kab/Kota:
Sebagai PMI
Di batang tubuh Jaminana
Akses dan mutu pelayanan kesehatan
Selama dekade terakhir, jumlah fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia tenaga kesehatan telah menunjukkan peningkatan yang berarti. Namun demikian, terdapat tantangan terutama untuk distribusi fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia sehingga menimbulkan kesenjangan antar wilayah di Indonesia. Demikian pula dalam ketersediaan sarana dan prasarananya, input fasilitas pelayanan kesehatan masih bervariasi. Mutu pelayanan kesehatan telah menjadi agenda penting di bidang pelayanan kesehatan. Terlepas dari jumlah regulasi yang cukup banyak yang mengatur mengenai mutu pelayanan kesehatan, belum tersedia definisi mutu pelayanan kesehatan yang seragam serta dimensi mutunya. Hal ini dapat berimplikasi pada pengukuran mutu yang belum mengarah pada dimensi mutu yang menjadi komitmen program.Berbagai program kesehatan menggunakan indikator berbasis cakupan, namun belum menetapkan mutu dari cakupan tersebut.
2. Ketersediaan dan kepatuhan terhadap standar mutu klinis dan keselamatan pasien
Kebutuhan masyarakat akan pelayanan klinis yang terstandar dan keselamatan pasien telah semakin nyata, didukung pula oleh pembiayaan dengan sistem jaminan kesehatan nasional. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer maupun rujukan tingkat lanjutan dituntut untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar mutu klinis dan mengutamakan keselamatan pasien. Untuk itu, ketersediaan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran dan Panduan Praktek Klinis yang dapat diakses dengan mudah sangat dibutuhkan untuk implementasinya, agar dapat meminimalkan variasi dalam pemberian layanan ke masyarakat. Implementasi keselamatan pasien-masyarakat telah menjadi dorongan kuat dalam pelayanan di rumah sakit, akan tetapi implementasi di pelayanan kesehatan primer dalam layanan promotif hingga rehabilitatif serta integrasinya dalam melaksanakan program-program kesehatan masih terbatas. Selain itu, belum tersedia sistem pemantauan, evaluasi dan umpan balik kepatuhan penyedia layanan kesehatan dalam melaksanakan upaya pelayanan kesehatan sesuai standar minimal yang telah ditetapkan.
20
3. Budaya mutu di fasilitas kesehatan dan program kesehatan
Berbagai upaya peningkatan mutu telah diterapkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan pendekatan yang berbeda dari waktu ke waktu serta belum digerakkan pada seluruh jenis fasilitas pelayanan kesehatan. Meskipun akreditasi diwajibkan dalam regulasi, akan tetapi belum seluruh fasilitas pelayanan kesehatan terakreditasi. Pemahaman akan standar akreditasi masih bervariasi di antara pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, serta akreditasi belum sepenuhnya mendorong budaya mutu di fasilitas pelayanan kesehatan. Tantangan dalam budaya mutu juga terdapat pada implementasi berbagai program-program kesehatan serta perlu adanya ukuran untuk budaya mutu.
4. Peran dan pemberdayaan pasien, keluarga dan masyarakat
Pasien, keluarga dan masyarakat merupakan mitra yang perlu dilibatkan dan diberdayakan dalam pelayanan dan program kesehatan. Selain pemberian pelayanan dan pelaksanaan program kesehatan yang telah didorong agar berfokus pada manusia (people-centered), pemahaman dan sikap pasien, keluarga dan masyarakat terhadap pelayanan dan program kesehatan yang diberikan menjadi esensial untuk keterlibatan dan perannya dalam pengambil keputusan bersama. Namun literasi pasien, keluarga dan masyarakat terhadap kesehatan secara umum dan mutu pelayanan-keselamatan pasien secara spesifik serta keinginan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan akan pelayanan yang diterima masih belum memadai. Tantangan ini diperbesar dengan sikap dan perilaku tenaga kesehatan yang secara umum belum memberikan informasi secara efektif serta ketersediaan informasi yang terbatas.
5. Penguatan tata kelola, struktur organisasi mutu dan sistem kesehatan lainnya
Implementasi sistem jaminan kesehatan nasional di Indonesia sejak tahun 2014 telah membuka akses pelayanan kesehatan secara luas kepada masyarakat dengan target seluruh masyarakat tercakup pada tahun 2019. Intervensi ini telah meminimalkan hambatan finansial masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan, yang perlu diikuti dengan upaya agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan yang bermutu. Peran dan tanggung jawab organisasi di pusat dan daerah terkait mutu dan mutu klinis serta antar para pemangku kepentingan (misalnya Kementerian Kesehatan dan jajarannya, BPJS dan lembaga regulasi independen) perlu dipertegas. Selain itu regulasi umum yang mengatur mengenai definisi dan dimensi mutu pelayanan kesehatan (di berbagai jenis fasilitas pelayanan kesehatan dengan berbagai status kepemilikan) yang spesifik
21
belum tersedia. Konsekuensinya definisi dan dimensi mutu tidak seragam di berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Komitmen pemerintah pusat, daerah dan pemangku kepentingan
Dalam era desentralisasi, pembiayaan upaya peningkatan mutu sangat bergantung pada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah, serta penganggaran di fasilitas pelayanan kesehatan. Pendanaan untuk upaya peningkatan mutu yang memadai dapat mencegah biaya mutu yang tidak perlu akibat mutu yang rendah atau insiden keselamatan pasien. Akreditasi pelayanan kesehatan yang bersifat wajib belum diikuti dengan komitmen pemerintah daerah yang tinggi. Hal ini dapat menjadi ancaman dalam keberlangsungan pembiayaan pelayanan kesehatan di era sistem jaminan kesehatan nasional. Pada daerah yang mempunyai kapasitas pembiayaan kesehatan yang terbatas, maka alokasi pemerintah pusat menjadi penentu keberlangsungan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Advokasi upaya peningkatan mutu perlu digerakkan oleh berbagai pemangku kepentingan yang terkait termasuk lembaga swadaya masyarakat.
7. Data, indikator, sistem informasi dan pengembangan-pemanfaatannya
Saat ini berbagai lembaga mengembangkan indikator mutu yang berbeda dan tidak saling terintegrasi. Situasi ini menimbulkan beban yang cukup tinggi pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, dengan kapasitas sistem informasi yang bervariasi pula. Selain dari indikator mutu, data mengenai mutu pelayanan juga diperoleh dari berbagai survei rutin yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan, lembaga perguruan tinggi dan peneliti, serta pihak penjamin pembiayaan kesehatan. Namun data tersebut belum optimal pemanfaatannya untuk pengambilan keputusan ataupun menunjukkan perkembangan upaya peningkatan mutu secara nasional yang dapat diakses oleh publik. Belum tersedia sistem monitoring evaluasi mutu secara sistematik untuk menunjukkan efektivitas peningkatan mutu.
Perlu ada ukuran untuk budaya mutu
Komitmen PEMDA pada point nomor 6, juga NGO yang intrevensi di RS dalam hal manjemen RS masih sangat minim.
Kedepan, ada Sistem informasi bisa dibuka diseluruh level dan semua bisa melihat dan akses bagaimana sih budaya mutu kita.