1. EKONOMI KERAKYATAN
A. Ekonomi Kerakyatan dan Globalisasi
Pada era globalisasi seperti saat ini ternyata semakin tidak mudah untuk memberikan
pemahaman mengenai adanya sistem ekonomi Indonesia. Masyarakat masa kini begitu lebih menikmati
dan mengagumi era globalisasi ketimbang sistem ekonomi kerakyatan yang telah ada sejak lama
sebelum datangnya masa globalisasi yang membawa dampak begitu besar terhadap sikap dan pola
kehidupan masyarakat di Indonesia. Dengan dampak yang berkepanjangan seperti ini semakin
mempengaruhi sistem perekonomian kerakyatan Indonesia serta ideologi kerakyatan yang telah
menjadi dasar landasannya.
Jika Negara kita akan “selamat” dalam kancah persaingan global yang makin kompetitif maka
peningkatan daya saing ekonomi nasional mutlak dibutuhkan dan tak mungkin ditawar – tawar lagi.
Yang terasa aneh adalah ungkapan yang muncul dalam sidang APEC di Bogor Nopember 1994 yaitu “
siap tidak siap,suka tidak suka”,kita harus ikut globalisasi karena kita sudah berada di
dalamnya,meskipun jelas ungkapan ini bias diartikan adanya rasa percaya diri dan optimism Indonesia
bakal mampu bersaing dalam kancah perekonomian global,namun yang juga tak dapat dibantah adalah
bahwa bangsa Indonesia “dipaksa” melaksanakan tindakan – tindakan ekonnomi yang mungkin tidak
kita sukai dan kita belum siap melakukannya.Tidak mungkinkah kita bekerja keras menyiapkan diri
terlebih dahulu sebelum ikut bersaing dalam kancah persaingan global, dan tidak mungkinkah kita
menolak aturan – aturan main yang tidak kita sukai karena jelas – jelas merugikan ekonomi nasional,
atau melemahkan ketahanan nasional. Sudah diperingatkan oleh Hadi SOesastro bahwa globalisasi
berbahaya,mahal,dan resikonya besar bagi Negara – Negara berkembang seperti Indonesia1.
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya,
sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung
menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan”2
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka
memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata
1
Hadi Soesastro dalam Ross Mc Leod & Ross Garnaut (1998),East Asia in Crisis: From being a Miracle to needing
me?hlm 135
2
Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31
1
2. kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah
demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian
demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33
UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab
itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan
yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang.Sebab itu
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus
dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan
rakyat yang banyak ditindasinya.Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak
boleh ada di tangan orang-seorang.
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok
kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.”3
Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak
ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif,
yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai
penjelasan.
Ekonomi kerakyatan adalah sistem perekonomian yang dibangun pada kekuatan ekonomi rakyat.
Ekonomi kerakyatan adalah kegiatan ekonomi yang memberikan kesempatan luas bagi masyarakat untuk
turut berpartisipasi sehingga dapat terlaksana dan berkembang dengan baik.
Menurut Sarbini Sumawinata dalam bukunya Politik Ekonomi Kerakyatan mendefinisikan
Ekonomi kerakyatan adalah gagasan tentang cara ,sifat dan tujuan pembangunan dengan sasaran utama
perbaikan nasib rakyat yang pada umumnya bermukim dipedesaan.4
Sedangkan Menurut Prof. Dr. Mubyarto sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang
berazazkan kekeluargaan, kedaulatan rakyat dan menunjukkan pemihakan sunguh-sungguh pada ekonomi
rakyat. Dalam prakteknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebai ekonomi jejaring (network)
yang menghubungkan sentra-sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu
3
UUD 1945 Pasal 33(3)
4
Politik Ekonomi Kerakyatan ,Sarbini Sumawinata (2004:161)
2
3. jaringan berbasis teknologi informasi untuk terbentuknya jejaring pasar domestik dan pelaku usaha
masyarakat.
Sistem perekonomian nasional Indonesia saat ini adalah perekonomian nasional kerakyatan yang
mulai berlaku sejak terjadinya reformasi 1998, yang ditetapkan MPR Nomor /IV/MPR/1999 yang
mengatur Garis-Garis Besar Haluan Negara (GGBHN). Dalam sistem ini pemerintah berperan sebagai
pencipta iklim sehat yang memungkinkan tumbuh kembangnya dunia usaha di Indonesia.
B. Ciri Khusus Sistem Ekonomi Kerakyatan
Berbicara masalah sistem ekonomi kerakyatan, ada beberapa hal yang menjadi ciri utamanya antara lain :
Sistem perekonomian nasional Indonesia memiliki tumpuan mekanisme pasar yang berpegang
teguh pada keadilan dengan prinsip adanya persaingan yang sehat. Dengan begitu, seluruh
masyarakat Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam melakukan usaha untuk
memperoleh pendapatan. Hal ini secara tegas menyiratkan bahwa di dalam sistem perekonomian
nasional Indonesia tidak dikenal sistem monopoli dalam bentuk apapun, karena yang menjadi
tujuan adalah menciptakan keadilan. Namun dalam prakteknya hal ini belum benar-benar bisa
terlaksana. Munculnya perusahaan-perusahaan multinasional sebenarnya tak lain adalah
perpajangan tangan monopoli kapitalis yang semata-mata berorientasi menciptakan keuntungan
secara sepihak melalui praktek monopoli dalam berbagai hal. Tentu saja bila sistem pereknomian
nasional menginginkan terciptanya keadilan sebagai salah satu pilar utama dari sistem ekonomi
kerayakatan ini, harus memiliki keberanian menghentikan praktek monopoli dalam berbagai
eksesnya. Bila tidak, maka azas keadilan tidak akan pernah bisa tercapai.
Poin-poin yang menjadi perhatian pada sistem perekonomian nasional kerakyatan adalah
pertumbuhan ekonomi, kepentingan sosial, nilai keadilan, dan kualitas hidup masyarakat
Indonesia. Poin-poin inilah yang harus dijadikan pedoman ketika menentukan kebijakan dalam
bidang perekonomian nasional. Sebuah konsep yang menarik dan benar-benar akan mendorong
masyarakat Indonesia untuk maju dan sejajar dalam hal mencapai kesejahteraan. Namun apabila
konsep ini baru bagus sebatas konsep alias tidak bisa terimplementasikan di dalam pasar itu
sendiri, tentu saja akan menjadi konsep yang sia-sia. Dan dalam banyak hal di negara Indonesia
ini terlalu banyak yang dalam tataran konsep baik tapi tidak bisa diimplementasikan secara
optimal di lapangan.
3
4. Sistem perekonomian nasional Indonesia ditandai pula dengan adanya kemampuan untuk
mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan serta berkesinambungan. Kemampuan
ini dapat membantu pencapaian perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian tidak akan
muncul lagi stigma kota maju dan daerah tertinggal. Tentu saja hal ini akan terwujud manakala
pemerataan itu benar-benar dilaksanakan dengan tujuan utama memberi kesempatan yang sama
luasnya dan sama besarnya.
Sistem perekonomian nasional Indonesia mampu memberikan jaminan bahwa masyarakat
Indonesia akan mendapatkan kesempatan yang sama, baik untuk melakukan usaha tertentu
maupun untuk bekerja. Kesempatan yang ada dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
meningkatkan perekonomian seluruh rakyat Indonesia. Jadi, semuanya bergantung pada
individunya sendiri, mampu atau tidak untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Bila ternyata
kesempatan itu benar-benar telah dibuka, kesempatan telah diberikan tapi pada akhirnya
kesejahteraan tidak juga bisa tercapai, tentu saja boleh menyalahkan masing-masing individu
sekalipun pada kenyataannya hal itu tidak sepenuhnya benar.
Adanya perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh konsumen serta adanya perlakuan
yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini diperlukan untuk menjamin iklim perekonomian yang
sehat, dalam arti tidak ada pihak yang dirugikan dalam menjalankan kegiatan perekonomian
nasional. Semua pihak saling diuntungkan dalam kegiatan ekonomi yang dilakukannya. Sebuah
tujuan yang sebenarnya sangat baik dengan selalu mempertimbangkan kemajuan bersama dan
kesejahteraan masyarakat. Tentu saja tujuan yang baik ini akan menjadi baik apabila bisa
direalisasikan di dalam kehidupan nyata.
C. Tujuan Ekonomi Kerakyatan
Sama dengan sistem perekonomian yang lain. Sistem perekonomian kerakyatan ini memiliki tujuan
yang akan dicapai dari ekonomi ini adalah untuk melaksanakan kontitusi suatu negara yang menganut
sistem ini, khususnya mengenai:
Perwujudan tata ekonomi uang disusun sebagai usaha bersama yang berazazkan kekeluargaan
yang menjamin keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat indonesia. Hal ini sudah tertuang
pada undang undang dasar pasal 33 ayat 1.
Perwujudan konsep Trisakti “berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik dan
berkepribadian di bidang kebudayaan”
4
5. Untuk cabang-cabang produksi dan sangat vital akan dikelola dan ditangani oleh negara demi
tujuan bersama untuk menunjang ekonomi kerakyatan yang baik. Hal ini sesuai pasal 33 ayat 2
UUD 45
Mewujudkan perekonomian yang kuat berbasis kerakyatan sebagai penunjang roda ekonomi
nasional.
Menekan jumlah pencari kerja dan membuat lapangan kerja dengan usaha kecil dan menengah.
Menguatkan pemerataan pendapatan negara dengan mengembangkan ekonomi usaha kecil dan
menengah sebagai pemerataan ekonomi
Membuat sentra-sentra usaha pada berbagai daerah sebagai pengerak jaringan-jaringan ekonomi
kecil yang mampu bersaing dengan negara-negara lain yang tak mengunakan ekonomi
kerakyatan.
D. Ekonomi Kerakyatan Dewasa Ini
Ekonomi kerakyatan biasanya diperlawankan dengan ekonomi neoliberal atau neoliberalisme.
Berbagai definisi pun dilontarkan untuk menjelaskan dua konsep ekonomi tersebut. Beragam perdebatan
akademis ini memang perlu, tapi tidak untuk masyarakat awam (rakyat). Bahasa rakyat adalah bahasa
realitas atau bahasa sehari-hari.
Bagi rakyat, tidak penting mengetahui ekonomi kerakyatan atau sistem ekonomi yang
menekankan pada dimensi keadilan dalam penguasaan sumber daya ekonomi, proses produksi, dan
konsumsi. Atau sistem yang membawa kemakmuran pada banyak orang (rakyat) daripada kemakmuran
orang per orang, sebagaimana sistem ekonomi neoliberal.
Yang paling penting adalah memahami dengan gamblang apa keuntungan rakyat ketika ekonomi
kerakyatan diterapkan atau sebaiknya, apa kerugian rakyat saat ekonomi neoliberal dijalankan. Dengan
begitu, dilihat dari sisi pragmatisnya (untung-rugi) akan jauh lebih bermanfaat daripada menyoalkan
definisi ekonomi kerakyatan ataupun ekonomi liberal.
Oleh karena itu, ketika suatu sistem itu bersinggungan langsung dengan kebutuhan hidup rakyat
sehari-hari (basic needs), seperti tersedianya lapangan pekerjaan, penghasilan memadai, pendidikan dan
kesehatan yang murah, itulah ekonomi yang memihak rakyat. Terlepas apakah itu sistem ekonomi
kerakyatan atau ekonomi neoliberal. Penerapan bagaimana sistem ekonomi itu membawa kemakmuran
bagi banyak orang (sistem yang merakyat), lebih utama untuk diperhatikan.
Jadi, lebih penting meyakini bahwa yang harus diberdayakan adalah ekonomi rakyat, bukan
ekonomi kerakyatan. Maka, pertanyaan lugas yang dapat diajukan adalah bagaimana (cara)
memberdayakan ekonomi rakyat. Bukan ekonomi yang dipihak atau memberi keuntungan segelitir orang
atau kelompok (kapitalis) seperti yang saat ini terjadi di Indonesia.
5