1. TEORI MOTIVASI
ABRAHAM MASLOW
PENGANTAR EKONOMI DAN BISNIS
MANAJEMEN – 1B1
AGUNG PUTRA LAKSANA : 201710325144
ASEP DYKA : 201710325025
ARI YUDHA : 201710325056
2. 1
Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata lain “MOVERE” yang berarti dorongan atau bahasa
Inggrisnya to move. Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme
yang mendorong untuk berbuat (driving force). Motif tidak berdiri sendiri, tetapi saling
berkaitan dengan faktor-faktor lain, baik faktor eksternal, maupun faktor internal. Hal-hal
yang mempengaruhi motif disebut motivasi. Michel J. Jucius menyebutkan motivasi sebagai
kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu
tindakan yang dikehendaki. Menurut Dadi Permadi, motivasi adalah dorongan dari dalam
untuk berbuat sesuatu, baik yang positif maupun yang negatif.
Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi
juga bisa dalam bentuk usaha - usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok
orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Konsep Motivasi
Konsep motivasi yang dijelaskan oleh Suwanto adalah sebagai berikut :
a. Model Tradisional
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerja meningkat perlu diterapkan sistem insentif
dalam bentuk uang atau barang kepada pegawai yang berprestasi
b. Model Hubungan Manusia
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerjanya meningkat adalah dengan mengakui
kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
c. Model Sumber Daya Manusia
Pegawai dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang atau barang tetapi juga
kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti.
3. 2
TEORI MOTIVASI ABRAHAMMASLOW(1943-1970)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk
piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Hirarki Kebutuhan Maslow,
dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang
hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat
paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya
menjadi penentu tindakan yang penting.
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia
menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang
berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi
mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi
kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai
berikut:
1. Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan yang dasar, misalnya rasa lapar, haus, tempat
berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
2. Kebutuhan akan rasa aman, mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan
terhadap kerugian fisik dan emosional.
4. 3
3. Kebutuhan sosial, mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang,
diterima-baik lingkungan sekitar, dan persahabatan.
4. Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga
diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan
perhatian.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Bagaimana identifikasi atas tiap kebutuhan di atas dan dampaknya terhadap motivasi
yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi akan dijelaskan ssebagai berikut :
IDENTIFIKASI HIRARKI KEBUTUHAN DAN APLIKASI MANAJEMEN
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat
tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan,
harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang
berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan.
Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika
kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi
tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Tak teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan
mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-
galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar
ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu
yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-
kebutuhan ini.
Aplikasi dalam Manajemen :
Pertama-tama harus selalu diingat bahwa bagi orang yang sangat kelaparan, tidak ada
perhatian lain kecuali makanan. Seorang pemimpin atau manajer jangan berharap terlalu
banyak dari karyawan yang kelaparan. Berbeda dari kebutuhan-kebutuhan tingkat
5. 4
berikutnya, kebutuhan pokok ini hanya bisa dipenuhi oleh pemicu kekurangannya. Rasa lapar
hanya dapat dipuaskan dengan makanan. Jangan berharap bahwa nasihat dan petuah saleh
dapat memuaskannya. Maslow menggambarkan bahwa bagi manusia yang selalu dan sangat
kelaparan atau kehausan, utopia dapat dirumuskan sebagai suatu tempat yang penuh
makanan dan minuman. Ia cenderung berpikir bahwa seandainya makanannya terjamin
sepanjang hidupnya, maka sempurnalah kebahagiaannya. Orang seperti itu hanya hidup
untuk makan saja. Untuk memotivasi kinerja karyawan seperti ini, tentu saja makanan
solusinya. Tunjangan ekstra untuk konsumsi akan lebih menggerakkan semangat kerja orang
seperti ini dibandingkan dengan nasehat tentang integritas individu dalam organisasi.
Elton Mayo dari Harvard Graduate School of Business Administration pada tahun 1923
melakukan penelitian di sebuah pabrik tekstil di Philadelphia. Ia ingin menemukan penyebab
terjadinya pergantian tenaga kerja yang terlalu sering di salah satu bagian produksi di mana
pekerjaan yang dilakukan lumayan sukar dan monoton. Ia bertolak dari asumsi kelelahan
tenaga kerja dan kebutuhan akan waktu istirahat. Maka ia menjadwalkan serangkaian waktu
istirahat. Para karyawan diminta bekerja sama dalam menetapkan jadwal. Hasil yang
diperoleh cukup fantastis. Pergantian karyawan menurun drastis, produktivitas meningkat,
dan semangat kerja menjadi lebih baik. Mayo secara tepat menemukan apa yang dibutuhkan
karyawan, yakni waktu istirahat dan penghargaan diri karena memberikan kesempatan
kepada mereka untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang biasanya menjadi
monopoli pimpinan perusahaan. Dengan satu panah, Mayo membidik dua burung; dua
kebutuhan terpenuhi dalam waktu yang sama.
Kebutuhan Rasa Aman
Segera setelah kebutuhan dasar terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan
Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan
diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut,
cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan
sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak
membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai
konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka
ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki
6. 5
kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal
yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
Aplikasi dalam Manajemen :
Dalamkonteks perilaku kinerja individu dalam organisasi, kebutuhan akan rasa aman
menampilkan diri dalam perilaku preferensi individu akan dunia kerja yang adem-ayem,
aman, tertib, teramalkan, taat-hukum, teratur, dapat diandalkan, dan di mana tidak terjadi
hal-hal yang tak disangka-sangka, kacau, kalut, atau berbahaya. Untuk dapat memotivasi
karyawannya, seorang manajer harus memahami apayang menjadi kebutuhan karyawannya.
Bila yang mereka butuhkan adalah rasa aman dalam kerja, kinerja mereka akan termotivasi
oleh tawaran keamanan. Pemahaman akan tingkat kebutuhan ini juga dapat dipakai untuk
menjelaskan mengapa karyawan tertentu tidak suka inovasibaru dan cenderung meneruskan
apa yang telah berjalan. Atau dipakai untuk memahami mengapa orang tertentu lebih berani
menempuh resiko, sedangkan yang lain tidak.
Dalam organisasi, kita seringkali mendapati perilaku individu yang berusaha mencari
batas-batas perilaku yang diperkenankan (permisible behavior). Ia menginginkan kebebasan
dalam batas tertentu daripada kebebasan yang tanpa batas. Seseorang yang tidak memiliki
pengetahuan yang cukup tentang batas-batas perilaku yang diterima bagi dirinya sendiri
dapat mempunyai perasaan terancam. Agaknya ia akan berupaya untuk menemukan batas-
batas seperti itu, sekalipun pada saat-saat tertentu, ia harus berperilaku dengan cara-cara
yang tidak dapat diterima. Para manajer dapat mengakomodasi kebutuhan akan rasa aman
dalam organisasi dengan jalan membentuk dan memaksakan standar-standar perilaku yang
jelas.Penting dicatat jugabahwa perasaan manusia tentang keamanan juga terancam apabila
ia merasa tergantung pada pihak lain. Ia merasa bahwa ia akan kehilangan kepastian bila
tanpa sengaja melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki. Individu yang berada dalam
hubungan dependen seperti itu akan merasa bahwa kebutuhan terbesarnya adalah jaminan
dan proteksi. Hampir setiap individu dalam tingkat kebutuhan ini akan menginginkan
ketenteraman, supervisi, dan peluang kerja yang bersinambung.
Dewasa ini marak wacana adanya kemungkinan para karyawan di-PHK karena faktor
teknologi yang berkembang. Dalam situasi ini, manajer dapat memotivasi karyawan dengan
jalan memberikan suatu jaminan kepastian jabatan (job-security-pledge).
7. 6
Kebutuhan Sosial
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup
kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi
motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya,
orang akan sangatmerasakan tiadanya sahabat,kekasih,isteri, suami,atau anak-anak. Iahaus
akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia
membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan
berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini
bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia
pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting.
Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan,
tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Aplikasi dalam Manajemen :
Individu dalamorganisasi menginginkan dirinya tergolong pada kelompok tertentu. Ia
ingin berasosiasi dengan rekan lain, diterima, berbagi, dan menerima sikap persahabatan dan
afeksi. Walaupun banyak manajer dewasa ini memahami adanya kebutuhan demikian,
kadang mereka secara keliru menganggapnya sebagai ancaman bagi organisasi mereka
sehingga tindakan-tindakan mereka disesuaikan dengan pandangan demikian. Organisasi
atau perusahaan yang terlalu tajam dan jelas membedakan posisi pimpinan dan bawahan
seringkali mengabaikan kebutuhan karyawan akan rasa memiliki (sense of belonging).
Seharusnya karyawan pada level kebutuhan ini dimotivasi untuk memiliki rasa memiliki atas
misi dan visi organisasi dan menyatukan ambisi personal dengan ambisi organisasi. Antara
pengembangan pribadi dan organisasi mempunyai hubungan resiprok yang hasilnya
dirasakan secara timbal balik. Dalam ranah Perilaku Organisasi, kita kenal apa yang disebut
manajemen konflik. Berbeda dari pandangan tradisional yang melihat konflik secara negatif,
terdapat pandangan interaksionis yang melihat konflik tidak hanya sebagai kekuatan positif
dalamkelompok namun juga sangat diperlukan agar kelompok berkinerja efektif. Konflik bisa
baik atau buruk tergantung pada tipenya. Tanpa bermaksud menolak atau mendukung salah
satu pandangan, dapat dikatakan bahwa potensi konflik dalam organisasi selain mengganggu
8. 7
rasa aman juga dapat menciptakan alienasi yang mengakibatkan disorientasi. Potensi
mobilitas yang berlebihan yang umumnya dipaksakan oleh industrialisasi mengancam
tercabutnya rasa kerasan dalam kelompok kerja, tantangan untuk adaptasi dalam kelompok
baru dan asing, dan akhirnya menimbulkan kebutuhan akan rasa memiliki dan aneka
kebutuhan yang masuk dalam hirarki tahap ini.
Kebutuhan akan Penghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang
patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang
mantap, mempunyai dasaryang kuat, dan biasanyabermutu tinggi,akan rasahormat diri atau
harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan
penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan
akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi,
ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut
penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat,
perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan
lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga
diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus
asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini
adalahkebutuhan akanrasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri.
Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena
kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan
Aplikasi dalam Manajemen :
Tidak jarang ditemukan pekerja di levelmanajerial memutuskan untuk mengundurkan
diri dari pekerjaannya. Ada apa gerangan? Apakah kompensasi gajinya tidak memuaskannya?
Ternyata tidak selamanya uang dapat memotivasi perilaku individu dalam organisasi. Dari
semua indikasi yang terdata, tampaknya organisasi yang menyandarkan peningkatan kinerja
karyawan mereka pada aspek finansial, tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Benar
bahwa uang adalah salah satu alat motivasi yang kuat, tetapi penggunaannya harus
disesuaikan dengan persepsi nilai setiap karyawan. Individu tertentu pada saat dan kondisi
9. 8
tertentu barangkali tidak lagi merasakan uang sebagai penggerak kinerja.
Ketimbang uang, individu pada level ini lebih membutuhkan tantangan yang dapat
mengeksplorasi potensi dan bakat yang dimilikinya. Tidak mengherankan bahwa sejumlah top
manajer tiba-tiba mengundurkan diri ketika merasa tidak ada lagi tantangan dalam
perusahaan tempat mereka bekerja. Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol atau
melampaui orang lain boleh dikatakan sebagai sifat universal manusia. Kebutuhan akan
penghargaan ini jika dikelola dengan tepat dapat menimbulkan kinerja organisasi yang luar
biasa. Tidak seperti halnya kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih rendah, kebutuhan akan
penghargaan ini jarang sekali terpenuhi secara sempurna.
Sebagai bagian dari sebuah pendekatan yang lebih konstruktif, manajemen
partisipatif dan program-program umpan balik positif (positive feedback programs) dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Pendelegasian
otonomi dan tanggung jawab yang lebih luas kepada karyawan telah terbukti efektif untuk
memotivasi kinerja dan performa yang lebih baik. Keberhasilan eksperimen Mayo seperti
telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa penghargaan finansial terbukti tidak
selamanya seefektif penghargaan psikis. Masalahnya, banyak manajer seringkali lupa atau
berpikir banyak kali untuk memberikan pujian dan pengakuan tulus bagi prestasi karyawan,
dan sebaliknya tanpa pikir dua kali untuk melemparkan kritik atas pekerjaan buruk
bawahannya.
Pakar kepemimpinan, William Cohen, mengatakan bahwa jangan pernah menyia-nyiakan
kesempatan yang baik untuk memberikan pengakuan kepada prestasi kerja dalamorganisasi.
Pengakuan merupakan salah satu motivator manusia yang paling kuat. Psikolog terkenal, B.F.
Skinner menambahkan bahwa untuk mendapat motivasi maksimum, orang harus memuji
secepat mungkin setelah tampak perilaku yang pantas mendapat pujian. Bahkan Napoleon
Bonaparte terkejut menyaksikan kekuatan pengakuan sebagaimotivator. Setelah tahu bahwa
para prajuritnya bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan medali yang diberikannya,
Napoleon berseru: “Sungguh menakjubkan apa yang akan dilakukan orang untuk barang
sepele seperti itu.
10. 9
Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya.
Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya
disebut Maslow sebagai aktualisasidiri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat
untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan
yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan
cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi
Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak
prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan
tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan
kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa
melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat
dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian
perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus
mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada
dipahami, memberi daripada menerima. Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan
mendapat sorotan lebih luas dan dalamsebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.
Ciri-ciri Pribadi Aktualisasi Diri
Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya
mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi
kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam,
mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka
lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka
peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari pelbagai masalah.
2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka.
Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan
11. 10
membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan
mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang
ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.
3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi.Mereka lebih peka terhadap inner lifeyang kaya
dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut
pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka
tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku
yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan
masalah-masalah politik dan filsafat.
4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada
pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga
menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai
komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri
sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang
mereka anggap penting.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman
batin, mereka juga dapat menikmatinya.
6. Mereka sangatmandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain.Mereka punya
keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik
(yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom,
karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah
paradoksnya: mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam
masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada
pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang
bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.
7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak
experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi
perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-
kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka
mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.
12. 11
8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus
untuk membantu sesama.
9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin
bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka
mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini
lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak,
mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya.
Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”;
pengamatan yang pasif dan reseptif.
10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi
mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara
konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.
11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau
menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih
menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam
logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-
kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran,
penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.
12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan
dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah
kesalahan,dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi
karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar
tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak,
tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh
maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang
teraktualisasi diri.
13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan
potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak
sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak
mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.
14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah,
iri dan lain-lain.Namun perasaan itu tidak seperti yang dialamiorang-orang yang neurotis.
13. 12
Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang
bisa meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan
hiruk-pikuk suasana pesta.
15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan
mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik
dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif
daripada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka,
pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara
konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan
dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa
yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai
mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan
orang lain kepada mereka.
16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan
kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut
“kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang
terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak
kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil
seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak
dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip
dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.
17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang
sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri
superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini
mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang
kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan
montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan,
kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.
18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina
hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi
yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling
meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.
14. 13
19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang
perlu secara tertib. Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap
sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap
praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha
mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada
seraya berupaya memperbaikinya
Aplikasi dalam Manajemen :
Pada tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang
bagaimana cara memotivasi individu pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah
mencapai kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka
lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka
didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain
kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya, individu biasa dimotivasi oleh
kekurangan, orang yang matang ini terutama dimotivasi oleh kebutuhannya untuk
mengembangkan serta mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan dan kapasitas-
kapasitasnya secara penuh. Bahkan menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk
diterapkan pada kebanyakan orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat
spontan, bersikap wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan
diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia. Seperti kata Luijpen. Being man is having to
be man.