SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  29
REFERAT
HEPATITIS
Disusun oleh :
Abdul Wahid Adnan 2210221055
Pembimbing: dr. Wisvici Yosua S, M. Sc, Sp.A
Moderator: dr. Irena Rosdiana, Sp.A
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Periode 17 Oktober – 23 Desember 2022
ii
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT HEPATITIS
Disusun oleh:
Abdul Wahid Adnan 2210221055
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto
Telah disetujui dan dipresentasikan pada
Kamis, 17 November 2022
Jakarta, 17 November 2022
Pembimbing
dr. Wisvici Yosua S, M.Sc, Sp.A
Moderator
dr. Irena Rosdiana, Sp.A
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah referat yang berjudul “Hepatitis”, sebagai salah satu syarat mengikuti
kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Wisvici Yosua S, M.Sc, Sp.A selaku pembimbing
serta dr. Irena Rosdiana, Sp.A selaku moderator yang senantiasa mencurahkan
waktu dan tenaga untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Terima
kasih juga kepada keluarga dan teman-teman yang sudah memberikan dukungan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan sehingga penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah
presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang
berkepentingan, untuk pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya.
Jakarta, 9 November 2022
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
BAB III KESIMPULAN........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................20
v
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Angka Kematian Komplikasi Hepatitis di Asia Tenggara......................………… 3
Gambar 2 Anatomi Hati...........................................................................................………….5
Gambar 3 Prevalensi Terjadi nya Hepatitis di Indonesia……………………………………...6
Gambar 4 Skema Gambaran Hepatitis A Akut………………………………………………..8
Gambar 5 Partikel Virus Hepatitis B ……………………………………………………….... 9
Gambar 6 Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B kronik……………….… 10
Gambar 7 Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B akut……………………. 14
Gambar 8 Kriteria Klinis Hepatitis B menurut PPHI…………………………………… 16
Gambar 9 Interpretasi Pemeriksaan Serologi pada Hepatitis C………………………… 16
Gambar 10 Algoritma terapi hepatitis B kronik pada kadar HBeAg positif……. ……... 18
Gambar 11. Algoritma terapi hepatitis B kronik pada kadar HBeAg negatif…………. 19
v
v
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Penyakit infeksi merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
mikroba patogen seperti bakteri, virus,jamur maupun parasit. Penyakit infeks i dianggap
sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka
kematian (mortality) pada negara berkembang seperti Indonesia.1 Salah satu penyakit
yang disebabkan oleh infeksi yaitu penyakit hepatitis. Hepatitis merupakan penyakit
infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis. A, B, C, D atau E berifat akut
maupun kronik. Hepatitis termasuk dalam golonga n penyakit infeksi menular, yang
penyebarannya dapat melalui makanan, air atau cairan tubuh.2
Penyakit infeksi hepatitis menurut World Health Organization (WHO) 2017
menempati urutan ketujuh penyakit penyebab kematian di seluruh dunia. Hal ini
mengalami peningkatan dari tahun 1990 – 2013. Pada tahun 2015, dilaporkan bahwa
90% pasien hepatitis terdiagnosahepatitis B dan C kronik sisanya terdiagnosa hepatitis
A atau E akut didunia.3
Pada daerah Asia Tenggara, dilaporkan bahwa hepatitis B kronik mengala mi
peningkatan kejadian dari tahun – tahun sebelumya. Pada tahun 2015 diperkirakan
sekitar 39,4 (28,8 – 76,5) juta orang didunia terdiagnosa penyakit hepatitis B kronik.
Berbeda dari hepatitis B kronik, hepatitis C kronik juga diperkirakan terjadi pada 10,3
(7,0 – 17,8) juta orang pada daerah ini. Kedua penyakit ini bertanggungjawab atas
terjadinya 410.000 kematian per tahunnya, 78% diantara kematian tersebut disebabkan
oleh komplikasi yang terjadi yaitu penyakit sirosis hepatik dan kanker hati akibat
hepatitis B dan C kronik.3
Berdasarkan data WHO 2017, Indonesia termasuk dalam negara yang
memiliki tingkat endemisitas intermediate terhadap penyakit hepatitis di wilaya h Asia
Tenggara. Prevalensi ditemukannya HBsAg untuk negara dengan tingkat tersebut
adalah berkisar 2 – 7 %. Angka komplikasi yang ditimbulkan oleh infeks i hepatitis juga
cukup tinggi. Data WHO 2017 menjelaskan bahwa angka kejadian hepatitis di daerah
Asia Tenggara pada tahun 2015 yang menyebabkan kematian berupa hepatitis akut
v
v
yang mencapai 22%, sedangkan hepatitis kronik mencapai 78% dengan komplikasi
sirosis yangditimbulkan hampirmencapai 83% dan kanker hati 17%.4 Pada tahun2013,
riset kesehatan dasar (Riskesdas) telah melakukan pendataan terbaru mengenai angka
kejadian hepatitis di Indonesia dan didapatkan prevalensi hepatitis 2013 adalah 1,2
persen, dua kali lebih tinggi dibandingkan 2007.2
Gambar 1. Angka kematian akibat komplikasi hepatitis di wilayah Asia Tenggara
tahun 2015 .4
Tingginya angka kejadian hepatitis serta tingginya komplikasi yang ditimbulkan
membuatpentingnyapemahaman yangbaik terhadap hepatitis. Bila kejadian ini semakin
meningkat, dapat memberikan dampak buruk terhadap kualitashidupmasyarakat serta
mempengaruhi biaya kesehatan yangharus ditanggung menjadi besar. Kesinambungan
antara petugas kesehatan dan masyarakat dalam upaya pencegahan dini serta
pengendalian hepatitis sangat diperlukan agar tidak terjadinya peningkatan angka
kejadian.
I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini yaitu:
1. Menambah ilmu dan wawasan tentang Ilmu Kesehatan Anak khususnya di
bidang hepatologi tentang prinsipdiagnosis dan tatalaksana penyakit hepatitis
akut dan kronik.
2. Dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lanjutan mengenai
v
v
Hepatitis
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan fisiologi hati
Hati merupakan organ instestinal terbesar dengan berat mencapai 1,2 – 1,8 kg
dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa. Hati
termasuk organ lunak yang lentur dan memiliki permukaan superior cembung yang
terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati
berbentuk cekung. Hati memiliki 2 lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan
terbagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh visura segmentalis kanan yang tidak
terlihatdari luar.Lobuskiri terbagi menjadi segmen medial dan lateral olehligamentum
falsiformis yang terlihat dari luar5,6.
Gambar 2. Anatomi hati.5
Secara fisiologis, hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh,
merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen
darah. Beberapa fungsi yang dimiliki hati yaitu,5
a. Sebagai yang memetabolisme karbohidrat.
b. Sebagai yang memetabolisme lemak.
c. Sebagai yang memetabolisme protein.
d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah.
e. Fungsi hati sebagai memetabolisme vitamin.
f. Fungsi hati sebagai detoksikasi.
g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas.
6
h. Fungsi hemodinamik.
II.2 Definisi hepatitis
Hepatitis virusakut adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang mengena i hati.
Hepatitis virusakut dapat disebabkan oleh satu dari lima jenis virus hepatitis yaitu virus
hepatitis A (HAC), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis
D (HDV), atau virus hepatitis E (HEV). Berbeda dengan hepatitis virus akut, hepatitis
kronik memiliki pengertian yaitu serangkaian gangguan hati dengan penyebab dan
derajat keparahan beragam yang disertai keadaan adanya peradangan serta terjadinya
nekrosis hati berlanjut selama minimal 6 bulan.7
II.3 Prevalensi dan faktor resikohepatitis
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015
penyakit virushepatitis menyebabkan terjadinya kematian pada 1,34 juta orang didunia.
Diperkirakan pada tahun2017, terdapat 325 juta orang diduniayang terdiagnosa dengan
penyakit hepatitis B kronik maupun hepatitis C kronik.8 Hasil data riskesdas Indonesia
tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi penyakit hepatitis didapatkan sebanyak
1,2%. Hasil ini dinyatakan meningkat dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007. Lima
provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%),
Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%).
Provinsi Nusa Tenggara Timur masih menjadi provinsi dengan prevalensi hepatitis
tertinggi di Indonesia sejak tahun 2007.2
Gambar 3. Prevalensi kejadian hepatitis Indonesia tahun 2007 & 2013.2
7
FAKTOR RESIKO
 Hepatitis A & E: Transmisi enterik(fekal oral)predominan diantara
anggota keluarga. Dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan
bersama, makanan terkontaminasi dan air.
 Hepatitis B : infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis
dan kanker hati. HBV ditemukan di darah,semen,sekret
servikovaginal,saliva,cairan tubuh lainnya.
 Hepatitis C : Cara transmisi: darah (predominan) IVDU dan penetrasi
jaringan dan resepien produk darah, transmisi seksual,maternal-neonatal,
tak terdapat transmisi fekal oral.
 Hepatitis D :Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko
infeksi HBV ( koinfeksi atau superinfeksi: IVDU, homoseksual atau
biseksual, resipien donor darah, pasangan seksual . Cara penularan:
melalui darah, transmisi seksual, penyebaran maternal-neonatal.
II.4 Klasifikasi
Klasifikasi hepatitis dapat terbagi berdasarkan lama penyakit berupa akut atau
kronik, yaitu:7
a. Akut
Kasus hepatitis virus umumnya disebabkan satu dari lima jenis virus,
yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C
(HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV).7
i. Virus hepatitis A
Virus hepatitis A termasuk virus RNA tidak berselubung,
memiliki ukuran 27 – 32 nm, resisten panas, asam, dan eter yang
berasal dari genus hepatovirus famili picornavirus. Virus ini menular
melalui jalur fekal – oral terutama minuman dan makanan yang
terkontaminasi. Virus ini sangat stabil pada lingkungan dengan suhu
60°C selama 60 menit, namun dapat menjadi tidak aktif pada suhu
81°C selama 1 menit. Cara inaktivasi lainnya yaitu kontak dengan
formaldehida dan klorin atau iraidasi ultraviolet. Virus hepatitis A
resisten terhadap detergen dan pH rendah, sehingga virus ini dapat
berpenetrasi ke saluran pencernaan mukosa lambung6,7,9.
8
Virus ini memiliki masa tunas sekitar empat minggu dan
replikasinya terbatas pada hati, namun dapat ditemukan pada hati,
darah, empedu dan juga tinja. Antibodi terhadap HAV (anti-HAV)
dapat terdeteksi selama fase akut, ketika aktivitas aminotransferase
meningkat dan pengeluaran HAV melalui tinja masih berlangsung.
Respon antibodi tubuh awal berasal dari IgM anti - HAVmenetap
selama beberapa bulan dan pada masa konvalesens IgG anti – HAV
menjadi antibodi predominan. Hal inilah yang menjadi dasar
penilaian penyakit dalam masa akut bila ditemukan adanya IgM
anti – HAV. Keberadaan Ig-Ganti
– HAV sebagai perlindungan terhadap infeksi HAV berulang.6,7,9
Gambar 4. Skema gambaran khas dan laboratorium hepatitis A akut.7
ii.Virus hepatitis B
VirushepatitisB termasukdalam virusdengan jenisDNA dengan
ukuran yang sangat kecil sekitar 3200 bp dan termasuk golongan
Hepadnaviridae. HBV memiliki beberapa bentuk partikel virion
masing– masing ukuran partikel tersebut berbeda
– beda. Partikel yangmemiliki ukuran 22 nm berbentuk bulat atau
filament panjang, partikel ini yang paling banyak ditemukan dan
tidak dapat dibedakan dengan protein selubung luarnya. Partikel
lainnyaberukuran besar kuranglebih42 nm dengan dindingrangkap,
berbentuk tubulusberupa virionutuh. Pada selubungpermukaan luar
virion yang berbentuk tubulus biasa ditemukan antigen permukaan
hepatitis B atau HBsAg. Partikel berukuran 42 nm jugamemiliki inti
nukleokapsid yang disandi oleh gen C. Antigen yang diekspreskan
di permukaan inti nukleokapsid disebut antigen inti hepatitis B
9
atau Hepatitis B core antigen (HBcAg). Suatu protein
nukleokapisd non partikel yang larut dan juga merupakan produk
gen C adalah antigen e hepatitis B atau HBeAg, namun secara
imumolo gis HBeAg berbeda dengan HBcAg.7,9
Gambar 5. Bagian partikel virus hepatitis B.7
iii. Virus Hepatitis C
Virus hepatitis C sebelumnya dinamai dengan hepatitis non
– A non – B. Virusinitermasuk RNA linier dengan rantai tunggal
yang berasal dari genom flavivirus dan pestivirus, genus
Hepacivirus dalam family Flaviviridae. RNA - HCV dapat
terdeteksi sebelum kemunculan anti – HCV beberapa hari setelah
terpajan dan selama berlangsung pajanan, namunpada infeksi kronis
RNA - HCV terkadang hanya terdeteksi secara intermiten.
Transmisi virus ini umumnya melalui darah seperti pada kegiatan
transfuse.6,7,9
iv. Virus Hepatitis D
Virus Hepatitis D merupakan virus golongan RNA yang
fungsinya bergantung pada bantuan yang disediakan oleh virus
hepatitis B dalam replikasinya. HDV dapat menginfeks i seseorang
bersamaan dengan HBV (ko-infeksi) atau menginfeks i seseorang
yang sudah terinfeksi HBV (superinfeksi). Pada saat infeksi HDV
akut, penanda yang mendominasi adalah anti –HDV kelas IgM.7
10
V. Virus Hepatitis E
Virus Hepatitis E termasuk dalam golongan Hepaviridae. Virus
RNA ini berbentuk sferis, tidak memiliki selubung,memiliki
diameter 27 -34 nm dan memiliki bentuk simetr i iksohedral. Virus
inistabil terhadap keadaan lingkungan dan bahan kimia,namunbila
dibandingkan virushepatitis A virusini tidak lebih stabil. Infeksi virus
hepatitis E dapat ditularka n melalui empat jalur yaitu melalui air,
makanan seperti konsumsi daging merah yang kurang matang,
transmisi melalui darah atau parenteral serta melalui transmisi
vertikal antara ibu dengan janin. Virus ini dapat terdeteksi di tinja,
empedu dan hati. Penanda IgM anti – HEV dan IgG anti – HEV
dapat dideteksi namunkeduanyacepat turunsetelahinfeksiakut dan
mencapai kadar rendah dalam 9 – 12 bulan.6
b. Kronik
Hepatitis Bkronik
Pada pasien hepatitis B kronik, gambaran histologik
memiliki makna terhadap prognostik. Selain gambaran
histologik, derajat replikasi HBV juga perlu diperhatikan.
Pada infeksi kronik, dapat ditemukan hepatitis B e serum
(HBeAg) baik yang reaktif maupun non-reaktif. Tingkat
DNA - HBVjugamemilikiketerkaitan dengancedera hati
dan resiko perkembangan penyakit.
Gambar 6. Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B kronik.7
11
II.5 Manifestasi klinis
Hepatitis virusakut akan terjadi setelah masa tunas yang bervariasi sesuai dengan
viruspenyebab. Gejala pada pasien hepatitis terbagi atas 3 fase yaitu fase pre – ikterik,
fase ikterik dan fase perbaikan / konvalesens. Hampir semua fase antar virus sama
gejalanya, namun ada beberapa ciri khas antar jenis infeksi7,9.
c. Fase pre-ikterik
Fase ini terjadi 1 – 2 minggu sebelum fase ikterik. Biasa ditemukan gejala
kontituasional seperti mual, muntah, anoreksia, mialgia, nyeri kepala,
fotofobia, faringitis atau dapat jugabatuk. Perubahan warna urinmenjadi lebih
gelap dan feses menjadi lebih pucat / dempul biasa ditemukan 1 – 5 hari
sebelum fase ikterik. Pada infeksi hepatitis B juga biasa disertai dengan
demam yang tidak terlalu tinggi 9.
d. Fase ikterik
Pada fase inigejala konstitusional umumnya sudah membaik, namun timbul
gambaran jaundice pada pasien. Umumnya terdapat nyeri perut kuadran
kanan atas yang dapat terjadi akibat hepatomegali disertai penurunan berat
badan ringan. Fase ini berlangsung 2 – 12 minggu. Pada infeksi hepatitis B
juga dapat ditemukan splenomegali, gambaran kolestatik hingga adenopati
servikal. Pada hepatitis C akut ditemukan gejalaikterik yangmenyertai lebih
lama durasinya.9.
II.6 Pemeriksaan penunjang
a. Hepatitis A
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu,
i. Serologi hepatitis A
 IgM anti – HVA positif menandakan fase hepatitis Aakut.
 IgG anti – HVA positif menandakan pasien memiliki riwayat
hepatitis A.9
ii. Biokimia hati
 Pada fase ikterik ditemukan kadar SGPT lebih tinggi
dibanding kadar SGOT.
 Pada pasien yang ditemukan keadaan klinis ikterik pada sklera
maupun kulit, kadar bilirubin yang ditemukan >2,5mg/dL.
12
 Alkalin fosfatse umumyanormal atau meningkat sedikit.
 Waktu protombin (PT) umumnya normal atau memanjang 1 – 3
detik. Peningkatan yang signifikan menunjukkan nekrosis
hepatoselular yang ekstensif dan memiliki prognosis buruk.
 Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis
virus akut tanpa komplikasi.9
iii. USG abdomen
Biasa dilakukan untuk mengetahui adakah penyait penyerta batu empedu.9
b. Hepatitis B
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu,
i. Serologis hepatitis B
 Pemeriksaan HBsAg dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya HBV dalam darah. Penanda ini merupakan
penanda virologik pertama yang dapat dideteksi dalam serum
antara minggu ke 8 - 12. HBsAg menjadi tidak terdeteksi
setelah fase ikterus dan jarang menetap hingga lebih dari 6
bulan. Hasil positif menandakan infeksi virus hepatitis B, hasil
negatif menandakan hal sebaliknya.
9,10
 Pemeriksaan anti-HBs dilakukan untuk mendeteksi antibodi
yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen
pada virus hepatitis B. biasa muncul setelah HBsAg sudah
tidak ada dalam serum.7
 Pemeriksaan anti-HBc terkadang dipengaruhi dari hasil dua
pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg.
Penemuan anti-HBc dapat menjadi bukti serologik infeksi
HBV yang baru atau sedang berlangsung. Penemuan anti-
HBc tanpa HBsAg dan anti-HBs dapat memiliki arti adanya
kemungkinan penyebab infeksi berasal dari transfusi.7,11
 Pemeriksaan IgM/IgG anti-HBc dilakukan untuk mengetahui
lama seseorang telah terinfeksi HBV. Hasil IgM anti-HBc
positif menandakan infeksi bersifat akut < 6 bulan, sedangkan
IgG anti-HBc negatif menandakan infeksi bersifat kronik.7,11
13
 Pemeriksaan HBeAg dapat dilakukan sejak awal atau
berbarengan dengan HBsAg. Hal ini dikarenakan
kemunculannya yang dapat berbarengan atau segera setelah
HBsAg.7
 Pemeriksaan HBV-DNA, bertujuan untuk mendeteksi
seberapa besar HBV-DNA dalam darah dan hasil
replikasinya pada urin seseorang. Pemeriksaan positif
memiliki arti bahwa virusiniberkembang biak di dalam tubuh
seseorang dan dapat menularkan virus kepada orang lain.Jika
seseorang memiliki Hepatitis B infeksi virus kronis,
kehadiran DNA virus berarti bahwa seseorang mengalami
peningkatan risiko untuk kerusakan hati. Pemeriksaan ini juga
digunakan untuk memanta u efektivitas terapi obat untuk
infeksi Virus Hepatitis B kronis serta dapat menjadi dasar
perhitungan dimulainya pengobatan.
11
Gambar 7. Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B akut.7
ii. Biokimia hati
Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT, SGOT, gamma –
glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase, bilirub in, albumin,
globulin, darah perifer lengkap dan waktu protrombin. Umumya
ditemukan kadar SGPT lebih tinggi dibanding SGOT, namun bila
perjalanan penyakit sudah menuju sirosis maka rasio tersebut dapat
menjadi terbalik. Untuk pemeriksaan komplikas i berupa karsinoma
hepatoseluler perlu dilakukan pemeriksaan α- fetoprotein.9
14
iii. USG dan biopsi hati
Pemeriksaan inibiasa dilakukan untuk memilai derajat nekroinflamasi
dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dan sirsosis hati.9
iv. Pemeriksaan lain
Perlu dilakukan untuk mencari penyebab hati lain termasuk
kemungkinan HIV.9
c. Hepatitis C
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, Serologis hepatitis CDilakukan
dengan metode ELISA atau chemiluminescent immunoassay (CLIA).
Dilakukan pemeriksaan titer anti – HCV dan RNA – HCV. Hasil anti – HCV
dapat ditemukan negatif palsu pada pasien HIV, hemodialisa, dan pengguna
immunosupresan.9
ii. Biokimia hati
Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT, SGOT, gamma –
glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase, bilirub in, albumin,
globulin, darah perifer lengkap dan waktu protrombin.9
iii.USG dan biopsi hati
Pemeriksaan inibiasa dilakukan untuk memilai derajat nekroinflamasi
dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dan sirsosis hati.9
iv. Pemeriksaan lain
Perlu dilakukan untuk mencari penyebab hati lain termasuk
kemungkinan HIV atau ko – infeksi hepatitis B.9
15
II.7 PATOGENESIS
a.Hepatitis A & E
Secara umum hepatitis diakibatkan karena adanya reaksi imun dari
tubuh terhadap virus yang dipacu oleh replikasi virus di hati. Replikasi virus
hepatitis A termasuk ke dalam jalur lisis. Pertama-tama virus akan menempel
di reseptor permukaan sitoplasma, RNA virus masuk, pada saat yang sama
kapsid yang tertinggal di luar sel akan hilang, di dalam sel RNA virus akan
melakukan translasi, hasil dari translasi terbagi dua yaitu kapsid baru dan
protein prekusor untuk replikasi DNA inang, DNA sel inang yang sudah
dilekati oleh protein prekusor virus melakukan replikasi membentuk DNA
sesuai dengan keinginan virus, DNA virus baru terbentuk, kapsid yang sudah
terbentuk dirakit dengan DNA virus menjadi sebuah virion baru, virus baru
yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel-sel fagosit.
b. Hepatitis B
HBV masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah
partikel Dane (virion HBV) masuk ke dalam hati dan kemudian terjadi proses
replikasi di sana. Hepatosit kemudian akan memproduksi dan mensekresi
virion (partikel Dane), partikel HBsAg, serta HBeAg (yang tidak membentuk
partikel virus). Respon imun non-spesifik pertama kali dirangsang dengan
memanfaatkan sel-sel natural killer. Respon imun ini tidaklah cukup untuk
mengeradikasi HBV lebih lanjut. Oleh karena itu respon imun spesifik
kemudian direkrut untuk mengaktivasi sel limfosit T dan B. sel T-sitotoksik
(CD8+) teraktivasi setelah melakukan kontak dengan peptide HBV yang
dipasang di MHC kelas I antigen presenting cell (APC). Peptida yang dipasang
di MHC ini berupa HBcAg serta HBeAg. Proses eliminasi ini berhubungan
dengan peningkatan ALT.
Namun demikian terdapat pula proses eliminasi yang tidak
menimbulkan kerusakan hepatosit melalui TNF-alfa serta interferon gamma.
Sel limfosit B akan membentuk sel plasma melalui aktivasi sel CD4+ (T-
helper) sehingga menghasilkan antibody anti-HBs, anti-HBc, serta anti-HBe.
Anti-HBs berfungsi untuk menetralisasi partikel HBV dan mencegah
masuknya virus kedalam sel. Oleh karena itu anti-HBs mencegah penyebaran
16
virus dari sel ke sel. Apabila terjadi persistensi viremia, hal ini tidak
disebabkan oleh ketidakmampuan atau definisi anti-HBs, yang dibuktikan
dengan tetap ditemukannnya anti-HBs walaupun bersembunyi dengan
kompleks HBsAg.
Proses eliminasi viremia melibatkan factor virus maupun factor
penjamu. Salah satu mekanisme yang menjelaskan terjadinya persisten infeksi
HBV adalah adanya mutasi di daerah precore sehingga menyebabkan tidak
dihasilkannya HBeAg. Eliminasi sel akibat infeksi mutan ini menjadi
terhambat. Sementara itu pada anak-anak yang terinfeksi HBV mulai dari
neonatus akan cenderung terjadipersistensi akibat imunotoleransi terhadap
HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi HBV. Dalam
keadaan normal, saat fase replikatif tengah berlangsung, titer HBsAg ditemui
sangat tinggi, HbeAg positif, serta anti-HBe yang negative. Konsentrasi DNA
HBV juga tinggi. Mutasi di gen P bermanifestasi kepada tingginya kadar DNA
namun tidak ditemui nilai HBeAg akibat dari tidak dapat diproduksinya
antigen tersebut.
c. Hepatitis C
Virus ini biasanya ditularkan melalui pajanan berulang secara
perkutan, seperti darah dari transfuse, transplantasi organ terinfeksi, serta
penggunaan suntikan intervena. Virus ini memasuki hepatosit karena memiliki
reseptor yang kompatibel dengan stuktur virus hepatitis C. mekanisme
imunologis kemudian menyebabkan kerusakan hepatosit. Diketahui bahwa sel
CD4+ , T dan yang dihasilkannya berperan dalam pathogenesis kekronikan
infeksi ini. Reaksi inflamasi akibat kerusakan hepatosit dapat membuat sel
stelata di celah disse hepatosit menjadi aktif, bertransformasi menjadi
miofibroblas yang menghasilkan matriks kolagen dan mendukung terjadinya
fibrosis dan apabila berlanjut akan menimbulkan kerusakan hati dan sirosis
hati.
17
II.8 Diagnosis
Diagnosis penyakit hepatitis dapat dilihat dari gejala, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
d. Hepatitis A
Diagnosa Hepatitis A akut dapat ditegakkan bila ditemukannya IgM anti
– HAV positif tanpa ditemukannya IgG anti – HAV.9
e. Hepatitis B
Infeksi hepatitis B akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan temuan serologis HBsAg positif dan IgM anti – HBs positif.9 Penentuan
diagnosis infeksi hepatitis B kronis berdasarkan konsensus perhimpunan
penelitian hati Indonesia (PPHI) 201211, yaitu :
Gambar 8. Kriteria diagnosis hepatitis B menurut PPHI 2012.11
f. Hepatitis C
Infeksi hepatitis C akut ditegakkan bila,
 Ditemukan serokonversi anti – HCV yang diketahui sebelumnya
anti – HCV nya negatif.
 Pasien ikterik dan ditemukan serum SGPT nya> 10 x nilai batas
normal, tanpa ada riwayat penyakit hati kronis atau penyebab
hepatitis akut lainnya dan atau dapat diindentifika s i sumber
18
penularannya.9
Infeksi hepatitis C kronik ditegakkan bilaanti - HCV dan RNA - HCV tetap
terdeteksi lebih dari 6 bulan sejak terinfeksi dengan gejala penyakit hati
kronis.9
Gambar 9. Interpretasi pemeriksaan serologis infeksi virus hepatitis C.7
II.9 Tatalaksana
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus akut pada anak. Tirah baring
selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian
makanan intravena mungkin penting selama fase akut bila pasien terus-menerus muntah.
Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati
kembali normal.Yang terpenting adalah istirahat mutlak kepada penderita. Bahkan cara ini
merupakan perawatan yang sudah lama dianjurkan kepada penderita dengan hepatitis virus
akut. Lama istirahat mutlak tergantung keadaan umum penderita dan hasil tes faal hati
terutama terhadap kadar bilirubin serum. Sebaiknya pendetita dipulangkan, setelah kadar
bilirubin serum kurang dari 1,5 mg%. Pada umumnya, penderita yang ringan akan memakan
waktu istirahat mutlak 3 minggu, sedangkan penderita berat memakan waktu 6 minggu.10
Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Bila diperlukan
dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena. Sebaiknya penderita menghindari obat-
obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi alkohol, makan-makanan yang dapat
menimbulkan gangguan pencernaan, seperti makanan yang berlemak. Obat-obatan diberikan
hanya untuk mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan, yaitu bila diperlukan diberikan
obat-obatan yang bersifat melindungi hati, antiemetik golongan fenotiazin pada mual dan
muntah yang berat, serta vitamin K pada kasus yang kecenderungan untuk perdarahan.
Pemberian obat-obatan terutama untuk mengurangi keluhan misalnya tablet antipiretik
parasetamol untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi. 11
Pengobatan hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh telah
melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 20% yang berhasil, pengobatan tetap
19
diperlukan untuk mencegah hepatitis C kronis dan membantu mengurangi kemungkinan hati
menjadi rusak. Indikasi terapi jika didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas
nilai normal.
Pada pasien yang tidak perlu diberikan terapi karena mereka biasanya tidak
berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita infeksi VHC. Pengobatan pada
hepatitis C akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik dari pada pasien Hepatitis
C kronik hingga mencapai 100%. Interferon dapat digunakan secara monoterepi tanpa
ribavirin dan lama terapi hanya 3 bulan. Namun sulit untuk menentukan menentukan infeksi
akut VHC karena tidak adanya gejala akibat virus ini sehingga umumnya tidak diketahui
waktu yang pasti adanya infeksi.12
II.10 Pencegahan
Upaya pencegahan ini mencakup upaya perbaikan sanitasi yang tampak sederhana,
tetapi sering terlupakan. Namun demikian, upaya ini memberikan dampak epidemiologis
yang positif karena terbukti sangat efektif dalam memotong rantai penularan hepatitis.13
1. Perbaikan hygiene makanan-minuman. Upaya ini mencakup memasak air dan
makanan sampai mendidih selama minimal 10 menit, mencuci dan mengupas kulit
makanan terutama yang tidak dimasak, serta meminum air dalam kemasan (kaleng /
botol) bila kualitas air minum non kemasan tidak meyakinkan.
2. Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan-pribadi. Berlandaskan pada peran transmisi
fekal-oral HAV. Faktor hygiene-sanitasi lingkungan yang berperan adalah
perumahan, kepadatan, kualitas air minum, sistem limbah tinja, dan semua aspek
higien lingkungan secara keseluruhan. Mencuci tangan dengan bersih (sesudah
defekasi, sebelum makan, sesudah memegang popok-celana), ini semua sangat
berperan dalam mencegah transmisi HAV.
3. Isolasi pasien. Mengacu pada peran transmisi kontrak antar individu. Pasien diisolasi
segera setelah dinyatakan terinfeksi HAV. Anak dilarang datang ke sekolah atau ke
tempat penitipan anak, sampai dengan dua minggu sesudah timbul gejala. Namun
demikian, upaya ini sering tidak banyak menolong karena virus sudah menyebar jauh
sebelum yang bersangkutan jatuh sakit
4. Hepatitis B dapat ditularkan melalui darah dan produk darah. Darah tidak dapat
disterilkan dari virus hepatitis. Pasien hepatitis sebaiknya tidak menjadi donor darah.
20
Uji tapis donor darah dengan uji diagnosis yang sensitif, sterilisasi instrumen secara
adekuat-akurat. Alat dialisis digunakan secara individual, dan untuk pasien dengan
HVB disediakan mesin tersendiri. Jarum disposable dibuang ke tempat khusus yang
tidak tembus jarum. Pencegahan untuk tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan
sarung tangan. Dilakukan penyuluhan agar para penyalah guna obat tidak memakai
jarum secara bergantian, perilaku seksual yang aman.
5. Mencegah kontak mikrolesi, menghindari pemakaian alat yang dapat menularkan
HVB (sikat gigi, sisir), dan berhati-hati dalam menangani luka terbuka.
6. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ketiga kehamilan,
terutama ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HVB. Ibu hamil dengan HVB (+)
ditangani terpadu. Segera setelah lahir, bayi diimunisasi aktif dan pasif terhada HVB.
7. Melakukan skrining pada populasi risiko tinggi tertular HVB (lahir di daerah
hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti-ganti, tenaga
medis, pasien dialisis, keluarga dari pasien HVB kronis, dan yang berkontak seksual
dengan pasien HVB).11
Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Cara pemberian
imunisasi yaitu secara pasif dan aktif. Imunitas secara pasif diperoleh dengan
memberikan imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah
sembuh atau baru saja mendapat vaksin. Kekebalan ini tidak akan berlangsung lama
karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Pencegahan ini dapat digunakan segera pada
mereka yang telah terpapar kontak atau sebelum kontak (pada wisatawan yang ingin
pergi ke daerah endemis). 14
Pemberian dengan menggunakan HB-Ig (Human Normal Imunoglobulin),
dosis yang dianjurkan adalah 0,02 mL/kg BB, diberikan dalam kurun waktu tidak
lebih dari satu minggu setelah kontak, dan berlaku untuk 2 bulan. United States
Public Health Advisory Committee menganjurkan bagi mereka yang melakukan
kunjungan singkat kurang dari 2 bulan, dosis HB-Ig 0,02 mL/kg BB, sedangkan bagi
mereka yang berpergian lebih lama dari 4 bulan, diberikan dosis 0,08 mL/kg BB Bagi
mereka yang sering berpegian ke daerah endemis, dianjurkan untuk memeriksakan
total anti-HAV. Jika hasil laboratorium yang didapat positif, tidak perlu lagi
pemberian imunoglobulin, dan tentu saja bila hasil laboratorium negatif sebaiknya
21
diberikan imunisasi aktif sehingga kekebalan yang akan didapat tentu akan lebih
bertahan lama. 12,14
Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini adalah vaksin hidup yang
dilemahkan (live attenuated). Perkembangan pembuatan vaksin tergantung kepada
strain virus yang diisolasi yang harus tumbuh dengan baik dan dapat memberikan
antigen yang cukup. Sejak tahun 1993 Report of the committee on Infectious Disease
mengizinkan penggunaan beberapa vaksin yaitu Havrix, Avaxim, dan Vaqta. Di
Indonesia telah dipasarkan sejak tahun 1993 oleh Smith Kline Beecham, dengan
nama dagang HAVRIX, tiap kemasan satu flacon berisi standar dosis satu ml (720
Elisa Unit) dengan pemakaian pada orang dewasa satu flacon dan pada anak kurang
dari 10 tahun cukup setengah dosis. Jadwal yang dianjurkan adalah sebanyak 3 kali
pemberian yaitu 0,1,6 bulan. Imunisasi hepatitis B dilakukan terhadap bayi-bayi
setelah dilakukan penyaring HBsAg pada ibu-ibu hamil. Pemberian immunoglobulin
(HBIg) dalam pencegahan hepatitis infeksiosa memberi pengaruh yang baik,
sedangkan pada hepatitis serum masih diragukan kegunaannya. Diberikan dalam
dosis 0,02 ml/kg BB im dan ini dapat mencengah timbulya gejala pada 80-90 %.
Diberikan pada mereka yang dicurigai ada kontak dengan pasien.18
Pengobatan lebih
ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi, dikarenakan keterbatasan
pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk HAV
maupun HBV. CDC (2000) telah menerbitkan rekomendasi untuk praktik penberian
imunisasi sebelum dan sesudah pejanan virus. Imunoglobulin (IG) dahulu disebut
globulin serum imun, diberikan sebagai perlindungan sebelum terpajan HAV. Semua
sediaan IG mengandung anti HAV. Profilaksis sebelum pejanan dianjurkan untuk
wisatawan manca negara yang akan berkunjung ke negara-negara endemis HAV.
Pemberian IG pasca pajanan bersifat efektif dalam mencegah atau mengurangi
keparahan infeksi HAV. Dosis 0,02 ml/kg diberikan sesegara mungkin atau dalam
waktu dua minggu setelah perjalanan. Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi
anggota keluarga yang tinggal serumah, sftaf pusat penitipan anak, pekerja di panti
asuhan, dan wisatawan ke negara berkembang dan tropis.14
HBIG merupakan obat terpilih untuk profilaksis pasca pajanan jangka
pendek. Pemberian vaksin HBV dapat dilakukan bersamaan untuk mendapatkan
imunitas jangka panjang, bergantung pada situasi pajanan. HBIG (0.06 ml/kg) adalah
22
pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah suntikan perkutan (jarum
suntik) atau mukosa terpajan darah HbsAg posotif. Vaksin HBV harus segera
diberikan dalam waktiu 7 sampai 14 hari bila individu yang terpajan belum
divaksinasi.14
Tidak ada vaksin yang dapat melawan infeksi HVC. Petugas yang terlibat
dalam kontak risiko tinggi (misal pada hemodialisis, transfusi tukarm dan terapi
parental) perlu sangat berhati-hati dalam menangani peralatan dan menghindari
tusukan jarum. Tindakan dalam masyarakat yang penting untuk mencegah hepatitis
mencakup penyediaan makanan, dan air bersih yang amam serta sistem pembuangan
sampah yang efektif. Penting untuk memperhatikan higiene umum, mencuci tangan,
membuang urin dan feses pasien yang terinfeksi secara aman. Pemakaian kateter,
jarum suntik, dan spuit sekali pakai akan menghilangkan sumber infeksi yang
penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum
diterima menjadi panel donor.14
23
BAB III
KESIMPULAN
Hepatitis virus akut adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang mengenai hati
yang disebabkan oleh satu dari lima jenis virus hepatitis yaitu virus hepatitis A (HAC),
virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), atau virus
hepatitis E (HEV). Hepatitis kronik yaitu serangkaian gangguan hati dengan penyebab
dan derajat keparahan beragam yang disertai keadaan adanya peradangan serta
terjadinya nekrosis hati berlanjut selama minimal 6 bulan.7 World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015 penyakit virus hepatitis menyebabkan
terjadinya kematian pada 1,34 juta orang didunia. Riskesdas Indonesia tahun 2013
menyatakan bahwa prevalensi penyakit hepatitis didapatkan sebanyak 1,2%. Hasil ini
dinyatakan meningkat dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007.
Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam mendiagnosa pasien hepatitis
adalah dengan melakukan pemeriksaan serologi hepatitis, biokimia hati dan pemeriksaan
penunjang seperti USG abdomen. Tatalaksana yang dibutuhkan bagi infeksi hepatitis
virus akut berupa terapi suportif dan tirah baring. Pentingnya ketepatan diagnosa dan
penatalaksanaan yangtepat pada pasien yangterinfeksi hepatitisvirus,dapat mengurangi
tingginya kerugian yang dirasakan masyarakat akibat penyakit infeksi ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Chivero ET, Stapleton JT. Tropism of human pegivirus (formerly known as
GB virus C/hepatitis G virus) and host immunomodulation: insights into a
highly successful viral infection. J Gen Virol. 2015 Jul. 96 (pt 7):1521-32
2. Stanaway JD, Flaxman AD, Naghavi M, et al. The global burden of viral
hepatitis from 1990 to 2013: findings from the Global Burden of Disease
Study 2013. Lancet. 2016 Sep 10. 388 (10049):1081-8.
3. Noureddin M, Gish R. Hepatitis delta: epidemiology, diagnosis and
management 36 years after discovery. Curr Gastroenterol Rep. 2014 Jan. 16
(1):365.
4. World Health Organization. World hepatitis day: 28 July. Hepatitis A & E.
Available at http://www.who.int/campaigns/hepatitis-day/2014/hepatitis-a-
e.pdf?ua=1. 2014;
5. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH,
et al. AASLD guidelines for treatment of chronic hepatitis B. Hepatology.
2016 Jan. 63 (1):261-83
6. AASLD/IDSA HCV Guidance Panel. Hepatitis C guidance: AASLD-IDSA
recommendations for testing, managing, and treating adults infected with
hepatitis C virus (updated: April 12, 2017). Hepatology. 2015 Sep. 62
(3):932-54
7. Centers for Disease Control and Prevention. Viral Hepatitis Surveillance
United States, 2014 (revised: 9/26/16).
8. Kushner T, Serper M, Kaplan DE. Delta hepatitis within the Veterans
Affairs medical system in the United States: Prevalence, risk factors, and
outcomes. J Hepatol. 2015 Sep. 63 (3):586-92
9. Sultanik P, Pol S. Hepatitis delta virus: epidemiology, natural course and
treatment. J Infect Dis Ther. 2016 Mar 3.
10. Tapper EB, Castera L, Afdhal NH. FibroScan (vibration-controlled transient
elastography): where does it stand in the United States practice. Clin
Gastroenterol Hepatol. 2015 Jan. 13 (1):27-36.
11. AASLD/IDSA HCV Guidance Panel. Hepatitis C guidance: AASLD-IDSA
recommendations for testing, managing, and treating adults infected with
25
hepatitis C virus (updated: April 12, 2017). Hepatology. 2015 Sep. 62
(3):932-54.
12. World Health Organization. Hepatitis E. Fact sheet no 280. Available
at http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs280/en/. Updated: July
2016;
13. Centers for Disease Control and Prevention. Hepatitis A questions and
answers for health professionals. Available
at https://www.cdc.gov/hepatitis/hav/havfaq.htm.
14. Lavanchy D. Hepatitis B virus epidemiology, disease burden, treatment, and
current and emerging prevention and control measures. J Viral Hepat. 2004
Mar. 11 (2):97-107



Contenu connexe

Similaire à Referat_Hepatitis.docx

Makalah man it (ajij)
Makalah man it (ajij)Makalah man it (ajij)
Makalah man it (ajij)AJIJ10
 
Pembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasPembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasShintahamidah05
 
Pembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasPembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasSitiDhiniFatonah01
 
Pembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasPembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasAngeladp12
 
1. BAB I,BAB II OK.docx
1. BAB I,BAB II OK.docx1. BAB I,BAB II OK.docx
1. BAB I,BAB II OK.docxNasrunGayo2
 
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIAPETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIADeif Tunggal
 
2. BAB I,BAB II REVISI.docx
2. BAB I,BAB II REVISI.docx2. BAB I,BAB II REVISI.docx
2. BAB I,BAB II REVISI.docxNasrunGayo2
 
KEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT LEGIONELLOSIS DI INDONESIA.pdf
KEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT LEGIONELLOSIS DI INDONESIA.pdfKEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT LEGIONELLOSIS DI INDONESIA.pdf
KEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT LEGIONELLOSIS DI INDONESIA.pdfWildanTOYIB
 
1.11. Buku Protokol Tatalaksana COVID Edisi 2.pdf
1.11. Buku Protokol Tatalaksana COVID Edisi 2.pdf1.11. Buku Protokol Tatalaksana COVID Edisi 2.pdf
1.11. Buku Protokol Tatalaksana COVID Edisi 2.pdfMikaria Gultom
 
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)Sulistia Rini
 
Pedoman Pencegahan Corona Virus Disease 19 Covid-19
Pedoman Pencegahan Corona Virus Disease 19 Covid-19Pedoman Pencegahan Corona Virus Disease 19 Covid-19
Pedoman Pencegahan Corona Virus Disease 19 Covid-19Sendy Halim Toana
 
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19)
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19)Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19)
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19)JalinKrakatau
 

Similaire à Referat_Hepatitis.docx (20)

Makalah man it (ajij)
Makalah man it (ajij)Makalah man it (ajij)
Makalah man it (ajij)
 
Pembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasPembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmas
 
Pembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasPembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmas
 
Pembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmasPembahsan analisa data puskesmas
Pembahsan analisa data puskesmas
 
1. BAB I,BAB II OK.docx
1. BAB I,BAB II OK.docx1. BAB I,BAB II OK.docx
1. BAB I,BAB II OK.docx
 
Hepatitis virus
Hepatitis virusHepatitis virus
Hepatitis virus
 
Kelainan pada hati
Kelainan pada hatiKelainan pada hati
Kelainan pada hati
 
Buku_Pedoman_Manajemen_PTM.pdf
Buku_Pedoman_Manajemen_PTM.pdfBuku_Pedoman_Manajemen_PTM.pdf
Buku_Pedoman_Manajemen_PTM.pdf
 
8.pdf
8.pdf8.pdf
8.pdf
 
Laporan akhir pkm lahat
Laporan akhir pkm lahatLaporan akhir pkm lahat
Laporan akhir pkm lahat
 
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIAPETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
 
2. BAB I,BAB II REVISI.docx
2. BAB I,BAB II REVISI.docx2. BAB I,BAB II REVISI.docx
2. BAB I,BAB II REVISI.docx
 
Kti sobri musabawah (1)
Kti sobri musabawah (1)Kti sobri musabawah (1)
Kti sobri musabawah (1)
 
Perencanaan program tbc akper pemkab muna
Perencanaan program tbc akper pemkab munaPerencanaan program tbc akper pemkab muna
Perencanaan program tbc akper pemkab muna
 
KEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT LEGIONELLOSIS DI INDONESIA.pdf
KEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT LEGIONELLOSIS DI INDONESIA.pdfKEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT LEGIONELLOSIS DI INDONESIA.pdf
KEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT LEGIONELLOSIS DI INDONESIA.pdf
 
1.11. Buku Protokol Tatalaksana COVID Edisi 2.pdf
1.11. Buku Protokol Tatalaksana COVID Edisi 2.pdf1.11. Buku Protokol Tatalaksana COVID Edisi 2.pdf
1.11. Buku Protokol Tatalaksana COVID Edisi 2.pdf
 
4 160412001937 (1)
4 160412001937 (1)4 160412001937 (1)
4 160412001937 (1)
 
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
 
Pedoman Pencegahan Corona Virus Disease 19 Covid-19
Pedoman Pencegahan Corona Virus Disease 19 Covid-19Pedoman Pencegahan Corona Virus Disease 19 Covid-19
Pedoman Pencegahan Corona Virus Disease 19 Covid-19
 
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19)
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19)Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19)
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19)
 

Referat_Hepatitis.docx

  • 1. REFERAT HEPATITIS Disusun oleh : Abdul Wahid Adnan 2210221055 Pembimbing: dr. Wisvici Yosua S, M. Sc, Sp.A Moderator: dr. Irena Rosdiana, Sp.A Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta Periode 17 Oktober – 23 Desember 2022
  • 2. ii LEMBAR PENGESAHAN REFERAT HEPATITIS Disusun oleh: Abdul Wahid Adnan 2210221055 Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto Telah disetujui dan dipresentasikan pada Kamis, 17 November 2022 Jakarta, 17 November 2022 Pembimbing dr. Wisvici Yosua S, M.Sc, Sp.A Moderator dr. Irena Rosdiana, Sp.A
  • 3. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah referat yang berjudul “Hepatitis”, sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Wisvici Yosua S, M.Sc, Sp.A selaku pembimbing serta dr. Irena Rosdiana, Sp.A selaku moderator yang senantiasa mencurahkan waktu dan tenaga untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Terima kasih juga kepada keluarga dan teman-teman yang sudah memberikan dukungan sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan, untuk pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya. Jakarta, 9 November 2022 Penulis
  • 4. iv DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI...........................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2 BAB III KESIMPULAN........................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................20
  • 5. v v DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Angka Kematian Komplikasi Hepatitis di Asia Tenggara......................………… 3 Gambar 2 Anatomi Hati...........................................................................................………….5 Gambar 3 Prevalensi Terjadi nya Hepatitis di Indonesia……………………………………...6 Gambar 4 Skema Gambaran Hepatitis A Akut………………………………………………..8 Gambar 5 Partikel Virus Hepatitis B ……………………………………………………….... 9 Gambar 6 Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B kronik……………….… 10 Gambar 7 Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B akut……………………. 14 Gambar 8 Kriteria Klinis Hepatitis B menurut PPHI…………………………………… 16 Gambar 9 Interpretasi Pemeriksaan Serologi pada Hepatitis C………………………… 16 Gambar 10 Algoritma terapi hepatitis B kronik pada kadar HBeAg positif……. ……... 18 Gambar 11. Algoritma terapi hepatitis B kronik pada kadar HBeAg negatif…………. 19
  • 6. v v BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya mikroba patogen seperti bakteri, virus,jamur maupun parasit. Penyakit infeks i dianggap sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality) pada negara berkembang seperti Indonesia.1 Salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi yaitu penyakit hepatitis. Hepatitis merupakan penyakit infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis. A, B, C, D atau E berifat akut maupun kronik. Hepatitis termasuk dalam golonga n penyakit infeksi menular, yang penyebarannya dapat melalui makanan, air atau cairan tubuh.2 Penyakit infeksi hepatitis menurut World Health Organization (WHO) 2017 menempati urutan ketujuh penyakit penyebab kematian di seluruh dunia. Hal ini mengalami peningkatan dari tahun 1990 – 2013. Pada tahun 2015, dilaporkan bahwa 90% pasien hepatitis terdiagnosahepatitis B dan C kronik sisanya terdiagnosa hepatitis A atau E akut didunia.3 Pada daerah Asia Tenggara, dilaporkan bahwa hepatitis B kronik mengala mi peningkatan kejadian dari tahun – tahun sebelumya. Pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 39,4 (28,8 – 76,5) juta orang didunia terdiagnosa penyakit hepatitis B kronik. Berbeda dari hepatitis B kronik, hepatitis C kronik juga diperkirakan terjadi pada 10,3 (7,0 – 17,8) juta orang pada daerah ini. Kedua penyakit ini bertanggungjawab atas terjadinya 410.000 kematian per tahunnya, 78% diantara kematian tersebut disebabkan oleh komplikasi yang terjadi yaitu penyakit sirosis hepatik dan kanker hati akibat hepatitis B dan C kronik.3 Berdasarkan data WHO 2017, Indonesia termasuk dalam negara yang memiliki tingkat endemisitas intermediate terhadap penyakit hepatitis di wilaya h Asia Tenggara. Prevalensi ditemukannya HBsAg untuk negara dengan tingkat tersebut adalah berkisar 2 – 7 %. Angka komplikasi yang ditimbulkan oleh infeks i hepatitis juga cukup tinggi. Data WHO 2017 menjelaskan bahwa angka kejadian hepatitis di daerah Asia Tenggara pada tahun 2015 yang menyebabkan kematian berupa hepatitis akut
  • 7. v v yang mencapai 22%, sedangkan hepatitis kronik mencapai 78% dengan komplikasi sirosis yangditimbulkan hampirmencapai 83% dan kanker hati 17%.4 Pada tahun2013, riset kesehatan dasar (Riskesdas) telah melakukan pendataan terbaru mengenai angka kejadian hepatitis di Indonesia dan didapatkan prevalensi hepatitis 2013 adalah 1,2 persen, dua kali lebih tinggi dibandingkan 2007.2 Gambar 1. Angka kematian akibat komplikasi hepatitis di wilayah Asia Tenggara tahun 2015 .4 Tingginya angka kejadian hepatitis serta tingginya komplikasi yang ditimbulkan membuatpentingnyapemahaman yangbaik terhadap hepatitis. Bila kejadian ini semakin meningkat, dapat memberikan dampak buruk terhadap kualitashidupmasyarakat serta mempengaruhi biaya kesehatan yangharus ditanggung menjadi besar. Kesinambungan antara petugas kesehatan dan masyarakat dalam upaya pencegahan dini serta pengendalian hepatitis sangat diperlukan agar tidak terjadinya peningkatan angka kejadian. I.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini yaitu: 1. Menambah ilmu dan wawasan tentang Ilmu Kesehatan Anak khususnya di bidang hepatologi tentang prinsipdiagnosis dan tatalaksana penyakit hepatitis akut dan kronik. 2. Dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lanjutan mengenai
  • 9. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi dan fisiologi hati Hati merupakan organ instestinal terbesar dengan berat mencapai 1,2 – 1,8 kg dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa. Hati termasuk organ lunak yang lentur dan memiliki permukaan superior cembung yang terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung. Hati memiliki 2 lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan terbagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh visura segmentalis kanan yang tidak terlihatdari luar.Lobuskiri terbagi menjadi segmen medial dan lateral olehligamentum falsiformis yang terlihat dari luar5,6. Gambar 2. Anatomi hati.5 Secara fisiologis, hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Beberapa fungsi yang dimiliki hati yaitu,5 a. Sebagai yang memetabolisme karbohidrat. b. Sebagai yang memetabolisme lemak. c. Sebagai yang memetabolisme protein. d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah. e. Fungsi hati sebagai memetabolisme vitamin. f. Fungsi hati sebagai detoksikasi. g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas.
  • 10. 6 h. Fungsi hemodinamik. II.2 Definisi hepatitis Hepatitis virusakut adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang mengena i hati. Hepatitis virusakut dapat disebabkan oleh satu dari lima jenis virus hepatitis yaitu virus hepatitis A (HAC), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), atau virus hepatitis E (HEV). Berbeda dengan hepatitis virus akut, hepatitis kronik memiliki pengertian yaitu serangkaian gangguan hati dengan penyebab dan derajat keparahan beragam yang disertai keadaan adanya peradangan serta terjadinya nekrosis hati berlanjut selama minimal 6 bulan.7 II.3 Prevalensi dan faktor resikohepatitis World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015 penyakit virushepatitis menyebabkan terjadinya kematian pada 1,34 juta orang didunia. Diperkirakan pada tahun2017, terdapat 325 juta orang diduniayang terdiagnosa dengan penyakit hepatitis B kronik maupun hepatitis C kronik.8 Hasil data riskesdas Indonesia tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi penyakit hepatitis didapatkan sebanyak 1,2%. Hasil ini dinyatakan meningkat dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007. Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Provinsi Nusa Tenggara Timur masih menjadi provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi di Indonesia sejak tahun 2007.2 Gambar 3. Prevalensi kejadian hepatitis Indonesia tahun 2007 & 2013.2
  • 11. 7 FAKTOR RESIKO  Hepatitis A & E: Transmisi enterik(fekal oral)predominan diantara anggota keluarga. Dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama, makanan terkontaminasi dan air.  Hepatitis B : infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati. HBV ditemukan di darah,semen,sekret servikovaginal,saliva,cairan tubuh lainnya.  Hepatitis C : Cara transmisi: darah (predominan) IVDU dan penetrasi jaringan dan resepien produk darah, transmisi seksual,maternal-neonatal, tak terdapat transmisi fekal oral.  Hepatitis D :Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV ( koinfeksi atau superinfeksi: IVDU, homoseksual atau biseksual, resipien donor darah, pasangan seksual . Cara penularan: melalui darah, transmisi seksual, penyebaran maternal-neonatal. II.4 Klasifikasi Klasifikasi hepatitis dapat terbagi berdasarkan lama penyakit berupa akut atau kronik, yaitu:7 a. Akut Kasus hepatitis virus umumnya disebabkan satu dari lima jenis virus, yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV).7 i. Virus hepatitis A Virus hepatitis A termasuk virus RNA tidak berselubung, memiliki ukuran 27 – 32 nm, resisten panas, asam, dan eter yang berasal dari genus hepatovirus famili picornavirus. Virus ini menular melalui jalur fekal – oral terutama minuman dan makanan yang terkontaminasi. Virus ini sangat stabil pada lingkungan dengan suhu 60°C selama 60 menit, namun dapat menjadi tidak aktif pada suhu 81°C selama 1 menit. Cara inaktivasi lainnya yaitu kontak dengan formaldehida dan klorin atau iraidasi ultraviolet. Virus hepatitis A resisten terhadap detergen dan pH rendah, sehingga virus ini dapat berpenetrasi ke saluran pencernaan mukosa lambung6,7,9.
  • 12. 8 Virus ini memiliki masa tunas sekitar empat minggu dan replikasinya terbatas pada hati, namun dapat ditemukan pada hati, darah, empedu dan juga tinja. Antibodi terhadap HAV (anti-HAV) dapat terdeteksi selama fase akut, ketika aktivitas aminotransferase meningkat dan pengeluaran HAV melalui tinja masih berlangsung. Respon antibodi tubuh awal berasal dari IgM anti - HAVmenetap selama beberapa bulan dan pada masa konvalesens IgG anti – HAV menjadi antibodi predominan. Hal inilah yang menjadi dasar penilaian penyakit dalam masa akut bila ditemukan adanya IgM anti – HAV. Keberadaan Ig-Ganti – HAV sebagai perlindungan terhadap infeksi HAV berulang.6,7,9 Gambar 4. Skema gambaran khas dan laboratorium hepatitis A akut.7 ii.Virus hepatitis B VirushepatitisB termasukdalam virusdengan jenisDNA dengan ukuran yang sangat kecil sekitar 3200 bp dan termasuk golongan Hepadnaviridae. HBV memiliki beberapa bentuk partikel virion masing– masing ukuran partikel tersebut berbeda – beda. Partikel yangmemiliki ukuran 22 nm berbentuk bulat atau filament panjang, partikel ini yang paling banyak ditemukan dan tidak dapat dibedakan dengan protein selubung luarnya. Partikel lainnyaberukuran besar kuranglebih42 nm dengan dindingrangkap, berbentuk tubulusberupa virionutuh. Pada selubungpermukaan luar virion yang berbentuk tubulus biasa ditemukan antigen permukaan hepatitis B atau HBsAg. Partikel berukuran 42 nm jugamemiliki inti nukleokapsid yang disandi oleh gen C. Antigen yang diekspreskan di permukaan inti nukleokapsid disebut antigen inti hepatitis B
  • 13. 9 atau Hepatitis B core antigen (HBcAg). Suatu protein nukleokapisd non partikel yang larut dan juga merupakan produk gen C adalah antigen e hepatitis B atau HBeAg, namun secara imumolo gis HBeAg berbeda dengan HBcAg.7,9 Gambar 5. Bagian partikel virus hepatitis B.7 iii. Virus Hepatitis C Virus hepatitis C sebelumnya dinamai dengan hepatitis non – A non – B. Virusinitermasuk RNA linier dengan rantai tunggal yang berasal dari genom flavivirus dan pestivirus, genus Hepacivirus dalam family Flaviviridae. RNA - HCV dapat terdeteksi sebelum kemunculan anti – HCV beberapa hari setelah terpajan dan selama berlangsung pajanan, namunpada infeksi kronis RNA - HCV terkadang hanya terdeteksi secara intermiten. Transmisi virus ini umumnya melalui darah seperti pada kegiatan transfuse.6,7,9 iv. Virus Hepatitis D Virus Hepatitis D merupakan virus golongan RNA yang fungsinya bergantung pada bantuan yang disediakan oleh virus hepatitis B dalam replikasinya. HDV dapat menginfeks i seseorang bersamaan dengan HBV (ko-infeksi) atau menginfeks i seseorang yang sudah terinfeksi HBV (superinfeksi). Pada saat infeksi HDV akut, penanda yang mendominasi adalah anti –HDV kelas IgM.7
  • 14. 10 V. Virus Hepatitis E Virus Hepatitis E termasuk dalam golongan Hepaviridae. Virus RNA ini berbentuk sferis, tidak memiliki selubung,memiliki diameter 27 -34 nm dan memiliki bentuk simetr i iksohedral. Virus inistabil terhadap keadaan lingkungan dan bahan kimia,namunbila dibandingkan virushepatitis A virusini tidak lebih stabil. Infeksi virus hepatitis E dapat ditularka n melalui empat jalur yaitu melalui air, makanan seperti konsumsi daging merah yang kurang matang, transmisi melalui darah atau parenteral serta melalui transmisi vertikal antara ibu dengan janin. Virus ini dapat terdeteksi di tinja, empedu dan hati. Penanda IgM anti – HEV dan IgG anti – HEV dapat dideteksi namunkeduanyacepat turunsetelahinfeksiakut dan mencapai kadar rendah dalam 9 – 12 bulan.6 b. Kronik Hepatitis Bkronik Pada pasien hepatitis B kronik, gambaran histologik memiliki makna terhadap prognostik. Selain gambaran histologik, derajat replikasi HBV juga perlu diperhatikan. Pada infeksi kronik, dapat ditemukan hepatitis B e serum (HBeAg) baik yang reaktif maupun non-reaktif. Tingkat DNA - HBVjugamemilikiketerkaitan dengancedera hati dan resiko perkembangan penyakit. Gambar 6. Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B kronik.7
  • 15. 11 II.5 Manifestasi klinis Hepatitis virusakut akan terjadi setelah masa tunas yang bervariasi sesuai dengan viruspenyebab. Gejala pada pasien hepatitis terbagi atas 3 fase yaitu fase pre – ikterik, fase ikterik dan fase perbaikan / konvalesens. Hampir semua fase antar virus sama gejalanya, namun ada beberapa ciri khas antar jenis infeksi7,9. c. Fase pre-ikterik Fase ini terjadi 1 – 2 minggu sebelum fase ikterik. Biasa ditemukan gejala kontituasional seperti mual, muntah, anoreksia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia, faringitis atau dapat jugabatuk. Perubahan warna urinmenjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat / dempul biasa ditemukan 1 – 5 hari sebelum fase ikterik. Pada infeksi hepatitis B juga biasa disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi 9. d. Fase ikterik Pada fase inigejala konstitusional umumnya sudah membaik, namun timbul gambaran jaundice pada pasien. Umumnya terdapat nyeri perut kuadran kanan atas yang dapat terjadi akibat hepatomegali disertai penurunan berat badan ringan. Fase ini berlangsung 2 – 12 minggu. Pada infeksi hepatitis B juga dapat ditemukan splenomegali, gambaran kolestatik hingga adenopati servikal. Pada hepatitis C akut ditemukan gejalaikterik yangmenyertai lebih lama durasinya.9. II.6 Pemeriksaan penunjang a. Hepatitis A Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, i. Serologi hepatitis A  IgM anti – HVA positif menandakan fase hepatitis Aakut.  IgG anti – HVA positif menandakan pasien memiliki riwayat hepatitis A.9 ii. Biokimia hati  Pada fase ikterik ditemukan kadar SGPT lebih tinggi dibanding kadar SGOT.  Pada pasien yang ditemukan keadaan klinis ikterik pada sklera maupun kulit, kadar bilirubin yang ditemukan >2,5mg/dL.
  • 16. 12  Alkalin fosfatse umumyanormal atau meningkat sedikit.  Waktu protombin (PT) umumnya normal atau memanjang 1 – 3 detik. Peningkatan yang signifikan menunjukkan nekrosis hepatoselular yang ekstensif dan memiliki prognosis buruk.  Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis virus akut tanpa komplikasi.9 iii. USG abdomen Biasa dilakukan untuk mengetahui adakah penyait penyerta batu empedu.9 b. Hepatitis B Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, i. Serologis hepatitis B  Pemeriksaan HBsAg dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya HBV dalam darah. Penanda ini merupakan penanda virologik pertama yang dapat dideteksi dalam serum antara minggu ke 8 - 12. HBsAg menjadi tidak terdeteksi setelah fase ikterus dan jarang menetap hingga lebih dari 6 bulan. Hasil positif menandakan infeksi virus hepatitis B, hasil negatif menandakan hal sebaliknya. 9,10  Pemeriksaan anti-HBs dilakukan untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen pada virus hepatitis B. biasa muncul setelah HBsAg sudah tidak ada dalam serum.7  Pemeriksaan anti-HBc terkadang dipengaruhi dari hasil dua pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg. Penemuan anti-HBc dapat menjadi bukti serologik infeksi HBV yang baru atau sedang berlangsung. Penemuan anti- HBc tanpa HBsAg dan anti-HBs dapat memiliki arti adanya kemungkinan penyebab infeksi berasal dari transfusi.7,11  Pemeriksaan IgM/IgG anti-HBc dilakukan untuk mengetahui lama seseorang telah terinfeksi HBV. Hasil IgM anti-HBc positif menandakan infeksi bersifat akut < 6 bulan, sedangkan IgG anti-HBc negatif menandakan infeksi bersifat kronik.7,11
  • 17. 13  Pemeriksaan HBeAg dapat dilakukan sejak awal atau berbarengan dengan HBsAg. Hal ini dikarenakan kemunculannya yang dapat berbarengan atau segera setelah HBsAg.7  Pemeriksaan HBV-DNA, bertujuan untuk mendeteksi seberapa besar HBV-DNA dalam darah dan hasil replikasinya pada urin seseorang. Pemeriksaan positif memiliki arti bahwa virusiniberkembang biak di dalam tubuh seseorang dan dapat menularkan virus kepada orang lain.Jika seseorang memiliki Hepatitis B infeksi virus kronis, kehadiran DNA virus berarti bahwa seseorang mengalami peningkatan risiko untuk kerusakan hati. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memanta u efektivitas terapi obat untuk infeksi Virus Hepatitis B kronis serta dapat menjadi dasar perhitungan dimulainya pengobatan. 11 Gambar 7. Gambaran serologis pada infeksi virus hepatitis B akut.7 ii. Biokimia hati Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT, SGOT, gamma – glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase, bilirub in, albumin, globulin, darah perifer lengkap dan waktu protrombin. Umumya ditemukan kadar SGPT lebih tinggi dibanding SGOT, namun bila perjalanan penyakit sudah menuju sirosis maka rasio tersebut dapat menjadi terbalik. Untuk pemeriksaan komplikas i berupa karsinoma hepatoseluler perlu dilakukan pemeriksaan α- fetoprotein.9
  • 18. 14 iii. USG dan biopsi hati Pemeriksaan inibiasa dilakukan untuk memilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dan sirsosis hati.9 iv. Pemeriksaan lain Perlu dilakukan untuk mencari penyebab hati lain termasuk kemungkinan HIV.9 c. Hepatitis C Pemeriksaan yang dilakukan yaitu, Serologis hepatitis CDilakukan dengan metode ELISA atau chemiluminescent immunoassay (CLIA). Dilakukan pemeriksaan titer anti – HCV dan RNA – HCV. Hasil anti – HCV dapat ditemukan negatif palsu pada pasien HIV, hemodialisa, dan pengguna immunosupresan.9 ii. Biokimia hati Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT, SGOT, gamma – glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase, bilirub in, albumin, globulin, darah perifer lengkap dan waktu protrombin.9 iii.USG dan biopsi hati Pemeriksaan inibiasa dilakukan untuk memilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dan sirsosis hati.9 iv. Pemeriksaan lain Perlu dilakukan untuk mencari penyebab hati lain termasuk kemungkinan HIV atau ko – infeksi hepatitis B.9
  • 19. 15 II.7 PATOGENESIS a.Hepatitis A & E Secara umum hepatitis diakibatkan karena adanya reaksi imun dari tubuh terhadap virus yang dipacu oleh replikasi virus di hati. Replikasi virus hepatitis A termasuk ke dalam jalur lisis. Pertama-tama virus akan menempel di reseptor permukaan sitoplasma, RNA virus masuk, pada saat yang sama kapsid yang tertinggal di luar sel akan hilang, di dalam sel RNA virus akan melakukan translasi, hasil dari translasi terbagi dua yaitu kapsid baru dan protein prekusor untuk replikasi DNA inang, DNA sel inang yang sudah dilekati oleh protein prekusor virus melakukan replikasi membentuk DNA sesuai dengan keinginan virus, DNA virus baru terbentuk, kapsid yang sudah terbentuk dirakit dengan DNA virus menjadi sebuah virion baru, virus baru yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel-sel fagosit. b. Hepatitis B HBV masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane (virion HBV) masuk ke dalam hati dan kemudian terjadi proses replikasi di sana. Hepatosit kemudian akan memproduksi dan mensekresi virion (partikel Dane), partikel HBsAg, serta HBeAg (yang tidak membentuk partikel virus). Respon imun non-spesifik pertama kali dirangsang dengan memanfaatkan sel-sel natural killer. Respon imun ini tidaklah cukup untuk mengeradikasi HBV lebih lanjut. Oleh karena itu respon imun spesifik kemudian direkrut untuk mengaktivasi sel limfosit T dan B. sel T-sitotoksik (CD8+) teraktivasi setelah melakukan kontak dengan peptide HBV yang dipasang di MHC kelas I antigen presenting cell (APC). Peptida yang dipasang di MHC ini berupa HBcAg serta HBeAg. Proses eliminasi ini berhubungan dengan peningkatan ALT. Namun demikian terdapat pula proses eliminasi yang tidak menimbulkan kerusakan hepatosit melalui TNF-alfa serta interferon gamma. Sel limfosit B akan membentuk sel plasma melalui aktivasi sel CD4+ (T- helper) sehingga menghasilkan antibody anti-HBs, anti-HBc, serta anti-HBe. Anti-HBs berfungsi untuk menetralisasi partikel HBV dan mencegah masuknya virus kedalam sel. Oleh karena itu anti-HBs mencegah penyebaran
  • 20. 16 virus dari sel ke sel. Apabila terjadi persistensi viremia, hal ini tidak disebabkan oleh ketidakmampuan atau definisi anti-HBs, yang dibuktikan dengan tetap ditemukannnya anti-HBs walaupun bersembunyi dengan kompleks HBsAg. Proses eliminasi viremia melibatkan factor virus maupun factor penjamu. Salah satu mekanisme yang menjelaskan terjadinya persisten infeksi HBV adalah adanya mutasi di daerah precore sehingga menyebabkan tidak dihasilkannya HBeAg. Eliminasi sel akibat infeksi mutan ini menjadi terhambat. Sementara itu pada anak-anak yang terinfeksi HBV mulai dari neonatus akan cenderung terjadipersistensi akibat imunotoleransi terhadap HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi HBV. Dalam keadaan normal, saat fase replikatif tengah berlangsung, titer HBsAg ditemui sangat tinggi, HbeAg positif, serta anti-HBe yang negative. Konsentrasi DNA HBV juga tinggi. Mutasi di gen P bermanifestasi kepada tingginya kadar DNA namun tidak ditemui nilai HBeAg akibat dari tidak dapat diproduksinya antigen tersebut. c. Hepatitis C Virus ini biasanya ditularkan melalui pajanan berulang secara perkutan, seperti darah dari transfuse, transplantasi organ terinfeksi, serta penggunaan suntikan intervena. Virus ini memasuki hepatosit karena memiliki reseptor yang kompatibel dengan stuktur virus hepatitis C. mekanisme imunologis kemudian menyebabkan kerusakan hepatosit. Diketahui bahwa sel CD4+ , T dan yang dihasilkannya berperan dalam pathogenesis kekronikan infeksi ini. Reaksi inflamasi akibat kerusakan hepatosit dapat membuat sel stelata di celah disse hepatosit menjadi aktif, bertransformasi menjadi miofibroblas yang menghasilkan matriks kolagen dan mendukung terjadinya fibrosis dan apabila berlanjut akan menimbulkan kerusakan hati dan sirosis hati.
  • 21. 17 II.8 Diagnosis Diagnosis penyakit hepatitis dapat dilihat dari gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. d. Hepatitis A Diagnosa Hepatitis A akut dapat ditegakkan bila ditemukannya IgM anti – HAV positif tanpa ditemukannya IgG anti – HAV.9 e. Hepatitis B Infeksi hepatitis B akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan temuan serologis HBsAg positif dan IgM anti – HBs positif.9 Penentuan diagnosis infeksi hepatitis B kronis berdasarkan konsensus perhimpunan penelitian hati Indonesia (PPHI) 201211, yaitu : Gambar 8. Kriteria diagnosis hepatitis B menurut PPHI 2012.11 f. Hepatitis C Infeksi hepatitis C akut ditegakkan bila,  Ditemukan serokonversi anti – HCV yang diketahui sebelumnya anti – HCV nya negatif.  Pasien ikterik dan ditemukan serum SGPT nya> 10 x nilai batas normal, tanpa ada riwayat penyakit hati kronis atau penyebab hepatitis akut lainnya dan atau dapat diindentifika s i sumber
  • 22. 18 penularannya.9 Infeksi hepatitis C kronik ditegakkan bilaanti - HCV dan RNA - HCV tetap terdeteksi lebih dari 6 bulan sejak terinfeksi dengan gejala penyakit hati kronis.9 Gambar 9. Interpretasi pemeriksaan serologis infeksi virus hepatitis C.7 II.9 Tatalaksana Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus akut pada anak. Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan intravena mungkin penting selama fase akut bila pasien terus-menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.Yang terpenting adalah istirahat mutlak kepada penderita. Bahkan cara ini merupakan perawatan yang sudah lama dianjurkan kepada penderita dengan hepatitis virus akut. Lama istirahat mutlak tergantung keadaan umum penderita dan hasil tes faal hati terutama terhadap kadar bilirubin serum. Sebaiknya pendetita dipulangkan, setelah kadar bilirubin serum kurang dari 1,5 mg%. Pada umumnya, penderita yang ringan akan memakan waktu istirahat mutlak 3 minggu, sedangkan penderita berat memakan waktu 6 minggu.10 Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena. Sebaiknya penderita menghindari obat- obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi alkohol, makan-makanan yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan, seperti makanan yang berlemak. Obat-obatan diberikan hanya untuk mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan, yaitu bila diperlukan diberikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati, antiemetik golongan fenotiazin pada mual dan muntah yang berat, serta vitamin K pada kasus yang kecenderungan untuk perdarahan. Pemberian obat-obatan terutama untuk mengurangi keluhan misalnya tablet antipiretik parasetamol untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi. 11 Pengobatan hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh telah melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 20% yang berhasil, pengobatan tetap
  • 23. 19 diperlukan untuk mencegah hepatitis C kronis dan membantu mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak. Indikasi terapi jika didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas nilai normal. Pada pasien yang tidak perlu diberikan terapi karena mereka biasanya tidak berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita infeksi VHC. Pengobatan pada hepatitis C akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik dari pada pasien Hepatitis C kronik hingga mencapai 100%. Interferon dapat digunakan secara monoterepi tanpa ribavirin dan lama terapi hanya 3 bulan. Namun sulit untuk menentukan menentukan infeksi akut VHC karena tidak adanya gejala akibat virus ini sehingga umumnya tidak diketahui waktu yang pasti adanya infeksi.12 II.10 Pencegahan Upaya pencegahan ini mencakup upaya perbaikan sanitasi yang tampak sederhana, tetapi sering terlupakan. Namun demikian, upaya ini memberikan dampak epidemiologis yang positif karena terbukti sangat efektif dalam memotong rantai penularan hepatitis.13 1. Perbaikan hygiene makanan-minuman. Upaya ini mencakup memasak air dan makanan sampai mendidih selama minimal 10 menit, mencuci dan mengupas kulit makanan terutama yang tidak dimasak, serta meminum air dalam kemasan (kaleng / botol) bila kualitas air minum non kemasan tidak meyakinkan. 2. Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan-pribadi. Berlandaskan pada peran transmisi fekal-oral HAV. Faktor hygiene-sanitasi lingkungan yang berperan adalah perumahan, kepadatan, kualitas air minum, sistem limbah tinja, dan semua aspek higien lingkungan secara keseluruhan. Mencuci tangan dengan bersih (sesudah defekasi, sebelum makan, sesudah memegang popok-celana), ini semua sangat berperan dalam mencegah transmisi HAV. 3. Isolasi pasien. Mengacu pada peran transmisi kontrak antar individu. Pasien diisolasi segera setelah dinyatakan terinfeksi HAV. Anak dilarang datang ke sekolah atau ke tempat penitipan anak, sampai dengan dua minggu sesudah timbul gejala. Namun demikian, upaya ini sering tidak banyak menolong karena virus sudah menyebar jauh sebelum yang bersangkutan jatuh sakit 4. Hepatitis B dapat ditularkan melalui darah dan produk darah. Darah tidak dapat disterilkan dari virus hepatitis. Pasien hepatitis sebaiknya tidak menjadi donor darah.
  • 24. 20 Uji tapis donor darah dengan uji diagnosis yang sensitif, sterilisasi instrumen secara adekuat-akurat. Alat dialisis digunakan secara individual, dan untuk pasien dengan HVB disediakan mesin tersendiri. Jarum disposable dibuang ke tempat khusus yang tidak tembus jarum. Pencegahan untuk tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan sarung tangan. Dilakukan penyuluhan agar para penyalah guna obat tidak memakai jarum secara bergantian, perilaku seksual yang aman. 5. Mencegah kontak mikrolesi, menghindari pemakaian alat yang dapat menularkan HVB (sikat gigi, sisir), dan berhati-hati dalam menangani luka terbuka. 6. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ketiga kehamilan, terutama ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HVB. Ibu hamil dengan HVB (+) ditangani terpadu. Segera setelah lahir, bayi diimunisasi aktif dan pasif terhada HVB. 7. Melakukan skrining pada populasi risiko tinggi tertular HVB (lahir di daerah hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti-ganti, tenaga medis, pasien dialisis, keluarga dari pasien HVB kronis, dan yang berkontak seksual dengan pasien HVB).11 Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Cara pemberian imunisasi yaitu secara pasif dan aktif. Imunitas secara pasif diperoleh dengan memberikan imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja mendapat vaksin. Kekebalan ini tidak akan berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Pencegahan ini dapat digunakan segera pada mereka yang telah terpapar kontak atau sebelum kontak (pada wisatawan yang ingin pergi ke daerah endemis). 14 Pemberian dengan menggunakan HB-Ig (Human Normal Imunoglobulin), dosis yang dianjurkan adalah 0,02 mL/kg BB, diberikan dalam kurun waktu tidak lebih dari satu minggu setelah kontak, dan berlaku untuk 2 bulan. United States Public Health Advisory Committee menganjurkan bagi mereka yang melakukan kunjungan singkat kurang dari 2 bulan, dosis HB-Ig 0,02 mL/kg BB, sedangkan bagi mereka yang berpergian lebih lama dari 4 bulan, diberikan dosis 0,08 mL/kg BB Bagi mereka yang sering berpegian ke daerah endemis, dianjurkan untuk memeriksakan total anti-HAV. Jika hasil laboratorium yang didapat positif, tidak perlu lagi pemberian imunoglobulin, dan tentu saja bila hasil laboratorium negatif sebaiknya
  • 25. 21 diberikan imunisasi aktif sehingga kekebalan yang akan didapat tentu akan lebih bertahan lama. 12,14 Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated). Perkembangan pembuatan vaksin tergantung kepada strain virus yang diisolasi yang harus tumbuh dengan baik dan dapat memberikan antigen yang cukup. Sejak tahun 1993 Report of the committee on Infectious Disease mengizinkan penggunaan beberapa vaksin yaitu Havrix, Avaxim, dan Vaqta. Di Indonesia telah dipasarkan sejak tahun 1993 oleh Smith Kline Beecham, dengan nama dagang HAVRIX, tiap kemasan satu flacon berisi standar dosis satu ml (720 Elisa Unit) dengan pemakaian pada orang dewasa satu flacon dan pada anak kurang dari 10 tahun cukup setengah dosis. Jadwal yang dianjurkan adalah sebanyak 3 kali pemberian yaitu 0,1,6 bulan. Imunisasi hepatitis B dilakukan terhadap bayi-bayi setelah dilakukan penyaring HBsAg pada ibu-ibu hamil. Pemberian immunoglobulin (HBIg) dalam pencegahan hepatitis infeksiosa memberi pengaruh yang baik, sedangkan pada hepatitis serum masih diragukan kegunaannya. Diberikan dalam dosis 0,02 ml/kg BB im dan ini dapat mencengah timbulya gejala pada 80-90 %. Diberikan pada mereka yang dicurigai ada kontak dengan pasien.18 Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi, dikarenakan keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk HAV maupun HBV. CDC (2000) telah menerbitkan rekomendasi untuk praktik penberian imunisasi sebelum dan sesudah pejanan virus. Imunoglobulin (IG) dahulu disebut globulin serum imun, diberikan sebagai perlindungan sebelum terpajan HAV. Semua sediaan IG mengandung anti HAV. Profilaksis sebelum pejanan dianjurkan untuk wisatawan manca negara yang akan berkunjung ke negara-negara endemis HAV. Pemberian IG pasca pajanan bersifat efektif dalam mencegah atau mengurangi keparahan infeksi HAV. Dosis 0,02 ml/kg diberikan sesegara mungkin atau dalam waktu dua minggu setelah perjalanan. Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang tinggal serumah, sftaf pusat penitipan anak, pekerja di panti asuhan, dan wisatawan ke negara berkembang dan tropis.14 HBIG merupakan obat terpilih untuk profilaksis pasca pajanan jangka pendek. Pemberian vaksin HBV dapat dilakukan bersamaan untuk mendapatkan imunitas jangka panjang, bergantung pada situasi pajanan. HBIG (0.06 ml/kg) adalah
  • 26. 22 pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah suntikan perkutan (jarum suntik) atau mukosa terpajan darah HbsAg posotif. Vaksin HBV harus segera diberikan dalam waktiu 7 sampai 14 hari bila individu yang terpajan belum divaksinasi.14 Tidak ada vaksin yang dapat melawan infeksi HVC. Petugas yang terlibat dalam kontak risiko tinggi (misal pada hemodialisis, transfusi tukarm dan terapi parental) perlu sangat berhati-hati dalam menangani peralatan dan menghindari tusukan jarum. Tindakan dalam masyarakat yang penting untuk mencegah hepatitis mencakup penyediaan makanan, dan air bersih yang amam serta sistem pembuangan sampah yang efektif. Penting untuk memperhatikan higiene umum, mencuci tangan, membuang urin dan feses pasien yang terinfeksi secara aman. Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit sekali pakai akan menghilangkan sumber infeksi yang penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel donor.14
  • 27. 23 BAB III KESIMPULAN Hepatitis virus akut adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang mengenai hati yang disebabkan oleh satu dari lima jenis virus hepatitis yaitu virus hepatitis A (HAC), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), atau virus hepatitis E (HEV). Hepatitis kronik yaitu serangkaian gangguan hati dengan penyebab dan derajat keparahan beragam yang disertai keadaan adanya peradangan serta terjadinya nekrosis hati berlanjut selama minimal 6 bulan.7 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2015 penyakit virus hepatitis menyebabkan terjadinya kematian pada 1,34 juta orang didunia. Riskesdas Indonesia tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi penyakit hepatitis didapatkan sebanyak 1,2%. Hasil ini dinyatakan meningkat dua kali lebih tinggi dibanding tahun 2007. Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam mendiagnosa pasien hepatitis adalah dengan melakukan pemeriksaan serologi hepatitis, biokimia hati dan pemeriksaan penunjang seperti USG abdomen. Tatalaksana yang dibutuhkan bagi infeksi hepatitis virus akut berupa terapi suportif dan tirah baring. Pentingnya ketepatan diagnosa dan penatalaksanaan yangtepat pada pasien yangterinfeksi hepatitisvirus,dapat mengurangi tingginya kerugian yang dirasakan masyarakat akibat penyakit infeksi ini.
  • 28. 24 DAFTAR PUSTAKA 1. Chivero ET, Stapleton JT. Tropism of human pegivirus (formerly known as GB virus C/hepatitis G virus) and host immunomodulation: insights into a highly successful viral infection. J Gen Virol. 2015 Jul. 96 (pt 7):1521-32 2. Stanaway JD, Flaxman AD, Naghavi M, et al. The global burden of viral hepatitis from 1990 to 2013: findings from the Global Burden of Disease Study 2013. Lancet. 2016 Sep 10. 388 (10049):1081-8. 3. Noureddin M, Gish R. Hepatitis delta: epidemiology, diagnosis and management 36 years after discovery. Curr Gastroenterol Rep. 2014 Jan. 16 (1):365. 4. World Health Organization. World hepatitis day: 28 July. Hepatitis A & E. Available at http://www.who.int/campaigns/hepatitis-day/2014/hepatitis-a- e.pdf?ua=1. 2014; 5. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH, et al. AASLD guidelines for treatment of chronic hepatitis B. Hepatology. 2016 Jan. 63 (1):261-83 6. AASLD/IDSA HCV Guidance Panel. Hepatitis C guidance: AASLD-IDSA recommendations for testing, managing, and treating adults infected with hepatitis C virus (updated: April 12, 2017). Hepatology. 2015 Sep. 62 (3):932-54 7. Centers for Disease Control and Prevention. Viral Hepatitis Surveillance United States, 2014 (revised: 9/26/16). 8. Kushner T, Serper M, Kaplan DE. Delta hepatitis within the Veterans Affairs medical system in the United States: Prevalence, risk factors, and outcomes. J Hepatol. 2015 Sep. 63 (3):586-92 9. Sultanik P, Pol S. Hepatitis delta virus: epidemiology, natural course and treatment. J Infect Dis Ther. 2016 Mar 3. 10. Tapper EB, Castera L, Afdhal NH. FibroScan (vibration-controlled transient elastography): where does it stand in the United States practice. Clin Gastroenterol Hepatol. 2015 Jan. 13 (1):27-36. 11. AASLD/IDSA HCV Guidance Panel. Hepatitis C guidance: AASLD-IDSA recommendations for testing, managing, and treating adults infected with
  • 29. 25 hepatitis C virus (updated: April 12, 2017). Hepatology. 2015 Sep. 62 (3):932-54. 12. World Health Organization. Hepatitis E. Fact sheet no 280. Available at http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs280/en/. Updated: July 2016; 13. Centers for Disease Control and Prevention. Hepatitis A questions and answers for health professionals. Available at https://www.cdc.gov/hepatitis/hav/havfaq.htm. 14. Lavanchy D. Hepatitis B virus epidemiology, disease burden, treatment, and current and emerging prevention and control measures. J Viral Hepat. 2004 Mar. 11 (2):97-107  