Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Bahan Galian C
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-
sumber dalam wilayah daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seiring
dengan berjalannya otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah mampu
mengelola dan memaksimalkan sumber daya yang ada didaerah untuk
kelangsungan kemajuan daerah itu sendiri. Salah satu upaya Pemerintah
Daerah dalam meningkatkan Penerimaan Asli Daerahnya adalah melalui Pajak
Daerah. Dari pajak inilah yang akan digunakan untuk membiayai
Pemerintahan Daerah.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya
disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan
demikian pajak daerah adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk
membiayai pembangunan daerah. Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-
undang yang pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan
peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan selain
pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009).
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi
dan 11 (sebelas) jenis pajak kabupaten/kota. Secara rinci dapat dilihat
dalam tabel berikut.
2. 2
Pajak Provinsi Pajak Kabupaten/Kota
1. Pajak Kendaraan
Bermotor
2. Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan
Jalan
6. Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung
Walet
10. Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan
Bangunan
Sumber : UU No. 28 Tahun 2009
Pajak mineral bukan logam dan batuan (pajak bahan galian golongan C)
merupakan salah satu sumber penerimaan pajak daerah yaitu pajak
kabupaten/kota. Pembahasan makalah kami kali ini berkonsentrasi pada
pembahasan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang lumayan berpotensi
menyumbangkan Pendapatan Pajak Daerah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa pengertian Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan?
2. Apa Objek, Subjek dan Wajib Pajak Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan?
3. Apa Dasar Pengenaan Pajak, Masa Pajak, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan?
4. Apa contoh kasus Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan?
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
1. Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C.
Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah
tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C pada
kabupaten/kota yang dimaksud.
2. Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas
kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral Bukan Logam dan
Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam
peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.
3. Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan
a. Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pengambilan mineral
bukan logam dan batuan, yaitu:
asbes;
batu tulis;
batu setengah permata;
batu kapur;
batu apung;
batu permata;
nitrat
opsidien;
oker;
pasir dan kerikil;
pasir kuarsa;
perlit;
4. 4
bentonit;
dolomit;
feldspar;
garam batu (halite);
grafit;
granit/andesit;
gips;
kalsit;
kaolin;
leusit;
magnesit;
mika;
marmer;
phospat;
talk;
tanah serap (fullers earth);
tanah diatome;
tanah liat;
tawas (alum);
tras;
yarosif;
zeolit;
basal;
trakkit; dan
mineral bukan logam dan batuan
lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-dangan.
b. Dikecualikan dari objek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah :
Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-
nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan
tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik / telepon,
penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas.
Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan
ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan untuk
komersial.
Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk keperluan
pemerintah dan pemerintah daerah.
Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
c. Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Orang pribadi atau
badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.
d. Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Orang pribadi atau
Badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.
e. Jenis pemungutan untuk Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan ini adalah
SELF ASSESMENT SYSTEM (dimana WP menghitung, melaporkan dan
menyetorkan sendiri pajaknya)
5. 5
4. Dasar Pengenaan Pajak, Masa Pajak, Tarif dan Cara Perhitungan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
1. Dasar Pengenaan Pajak dan Masa Pajak
a. Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual
hasil pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
b. Nilai jual dihitung dengan mengalikan Volume atau Tonase hasil pengambilan
dengan nilai pasar atau harga standar.
c. Nilai Pasar adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat yang
ditetapkan secara periodik sesuai dengan keputusan Bupati daerah masing-
masing.
d. Dalam hal nilai pasar sulit diperoleh, maka digunakan harga Standar yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan Mineral
Bukan Logam dan Batuan.
e. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim. Masa
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang dihitung dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak, yang terutang. Tahun Pajak Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu)
tahun kalender, kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan tahun kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk
melaporkan pajak tahun terutang. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada
saat pelayanan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan diberikan.
2. Tarif dan Cara dan Contoh Perhitungan:
a. Tarif
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar
25% (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Tarif Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
1. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk pertambangan
sebesar 25% (dua puluh lima persen).
2. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk non pertambangan
sebesar 20% (dua puluh persen).
6. 6
b. Cara Perhitungannya :
Pajak MBLB = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan
Dasar Pengenaan : Nilai Jual hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan
Batuan
Contoh Harga Standar Mineral bukan Logam dan Batuan yang diambil dari suatu
daerah :
No. Jenis Galian Harga (Rp/ton)
1. Andesit, Basalt, Trachite, Desite, & Batuan
Beku lain
22.000,00
2. Asbes 25.000,00
3. Batu Apung 18.000,00
4. Batu Kapur 18.000,00
5. Batu Permata Sesuai harga
pasaran
6. Batu Setengah permata Sesuai harga
pasaran
7. Batu Tulis 10.000,00
8. Bentonit 22.000,00
9. Dolomit 14.850,00
10. Feldspar 25.500,00
11. Garam Batu 18.750,00
12. Gips 12.000,00
13. Granit 24.000,00
14. Kaolin 18.000,00
8. 8
c. Contoh perhitungan :
Untuk memproduksi batu bata dan batako sebuah perusahaan penyedia bahan
bangunan memerlukan pasir sejumlah 10 m³ per hari dan tanah liat sejumlah 15m³
per hari. Batu bata dan batako dipasarkan wilayah disekitar Kota Medan. Tarif
pajak ditetapkan sebesar 20%. Berapa pajak mineral bukan logam dan batuan (
Pajak MBLB) yang harus dibayar?
Cara perhitungan pajak :
a. Harga Pasir untuk bangunan = Rp. 25.000/m³
b. Harga Tanah Liat Untuk Bahan Bangunan = Rp. 30.000/m³
c. Jumlah Pasir yang digunakan (10 x 30 hari) = 300 m³/bulan
d. Jumlah Tanah Liat yang digunakan (15 x 30 hari) = 450 m³/bulan
e. Tarif ajak Mineral Bukan Logam dan Batuan = 20%
Dasar Pengenaan Pajak :
Pasir : 300 m³ x Rp. 25.000,- = Rp. 7.500.000,-
Tanah Liat : 450 m³ x Rp. 30.000,- = Rp.13.500.000,- +
Jumlah = Rp 21.000.000,-
Jumlah Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan :
Pajak MBLB : Rp. 21.000.000,- x 20% = Rp. 4.200.000,-
5. Alokasi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pengalokasian hasil Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sesuai dengan
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
besarnya adalah :
Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 34 Tahun 2000
disisipkan 2 (dua) Pasal yaitu Pasal 2A dan Pasal 2B, yang berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 2A
1. Hasil penerimaan pajak Propinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 sebagian
diperuntukkan bagi Daerah Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi
yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada
Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 30% (tiga puluh
persen);
b. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit
70% (tujuh puluh persen);
c. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada
9. 9
Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh
persen).
2. Hasil penerimaan pajak Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang No. 34 Tahun
2000 diperuntukkan paling sedikit 10% (sepuluh persen) bagi Desa
di wilayah Daerah Kabupaten yang bersangkutan.
3. Bagian Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 ditetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan memperhatikan aspek
pemerataan dan potensi antar Daerah Kabupaten/Kota.
4. Bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Undang-
Undang No. 34 Tahun 2000 ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi
antar Desa.
5. Penggunaan bagian Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) Undang-Undang No. 34 Tahun 2000
ditetapkan sepenuhnya oleh Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 2B
1. Dalam hal hasil penerimaan pajak Kabupaten/Kota dalam suatu
Propinsi terkonsentrasi pada sejumlah kecil Daerah
Kabupaten/Kota, Gubernur berwenang merealokasikan hasil
penerimaan pajak tersebut kepada Daerah Kabupaten/Kota dalam
Propinsi yang bersangkutan.
2. Dalam hal objek pajak Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi yang
bersifat lintas Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur berwenang untuk
merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada Daerah
Kabupaten/Kota yang terkait.
3. Realokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 dilakukan oleh Gubernur atas
dasar kesepakatan yang dicapai antar Daerah Kabupaten/Kota yang
terkait dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Hal ini menjelaskan bahwa alokasi Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan ( Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C) ditetapkan dengan
keputusan setiap Kepala Daerah masing-masing daerah tempat pengambilan
Bahan Galian Golongan C. Setiap daerah mungkin saja berbeda-beda besarnya
peng-Alokasian Hasil Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan kepada Provinsi
dan kepada Daerahnya tersebut.
Keterangan :
Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 :
- Ayat (2) : Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.
10. 10
Ayat (4) : Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Kabupaten Kota
selain yang ditetapkan dalam ayat (2) yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Bersifat pajak dan bukan Retribusi;
b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani
masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum;
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan/atau objek pajak Pusat;
e. Potensinya memadai;
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan
h. Menjaga kelestarian lingkungan.
B. CONTOH KASUS PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN
BATUAN KABUPATEN SUMEDANG
Pajak Daerah Kabupaten Sumedang diatur dalam PERATURAN
DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH. Isi
dalam peraturan daerah tersebut sama dengan isi tentang Pajak Daerah
dalam UU NOMOR 28 TAHUN 2009 yang telah kami uraikan di atas
dalam pendahuluan dan pembahasan.
Begitu Juga dengan penjelasan tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan,di Kabupaten Sumedang
Contoh Kasus :
1. OKNUM PNS KAB. SUMEDANG KORUPSIPAJAK
08 April 2015
Foto : Lokasi Galian C Blok Cibeureum Cimalaka
SUMEDANG, VRITTA99.COM,- Kejaksaan Negeri Sumedang menetapkan PNS
Dinas Pendapatan Kabupaten Sumedang sebagai tersangka dalam kasus dugaan
11. 11
korupsi pajak galian C tahun 2010-2014. Akibat perbuatan oknum PNS tersebut
pemerintah diduga mengalami kerugian miliyaran rupiah. Rabu, (8/04/2015)
Kaki gunung Tampomas mulai dari wilayah Cimlaka hingga Paseh merupakan
daerah yang terkenal dengan pasirnya. Didaerah inilah pasir-pasir didapat atau
biasa disebut daerah galian C. Pemerintah tentunya menarik pajak untuk kegiatan
penambangan pasir ini dimana tercatat lebih kurang 66 pengusaha maupun
perusahaan menggali pasir didaerah tersebut.
Namun dalam pengelolaannya pajak pajak yang seharusnya disetorkan kepada
pemerintah sebagai pendapatan malah di selewengkan oleh salah seorang oknum
pns di lingkungan dispenda sumedang. JJ (40) yang diketahui merupakan kolektor
pajak galian C kini ditetapkan menjadi tersangka penggelapan pajak. Diduga
pajak yang seharusnya disetorkan ke kas negara sebagian digunakan untuk
kepentingan pribadi oknum PNS tersebut.
Foto : Kasi PIDSUS Kejaksaan Arjuna B.S Tambunan didampingi Kasi Intel
Sudarto saat memberikan keterangan di ruangannya, Rabu, (08/04/2015)
Menurut kepala seksi tindak pidana khusus (Kasi PIDSUS) Kejaksaan Negeri
Sumedang Arjuna Budi S Tambunan dari 12 pengusaha galian C yang diperiksa
tersangka diduga merugikan negara atas selisih kekurangan bayar pajak galian C
sebesar 570 juta rupiah dari pajak 12 pengusaha yang diperiksa saja belum sisa
pengusaha yang lainnya.
Dalam proses penyidikan dugaan korupsi galian C Kejari sudah memanggil dan
meminta keterangan puluhan saksi meliputi birokrat dan pengusaha tambang yang
salah satunya sekretaris daerah kabupaten sumedang, Zaenal Alimin yang
sebelumnya menjabat kepala DPPKAD sumedang. Kemungkinan munculnya
nama tersangka dalam kasus ini masih terbuka lebar.
12. 12
2. Pajak Galian Pasir yang Masuk ke Kas Daerah Dinilai Tak Sebanding
Kamis, 30 Oktober 2014 07:38 WIB
ilustrasi tambang pasir
TRIBUNNEWS.COM.SUMEDANG - Pajak galian pasir dari kaki Gunung
Tampomas yang masuk ke kas daerah, dinilai tidak sebanding dengan pengerukan
pasir setiap harinya.
Bahkan dalam tiga tahun terakhir pendapatan Pajak Mineral Batuan dan
NonLogam terus merosot. Tahun 2010 pendapatan pajak dari sektor ini mencapai
Rp 300 juta, tahun 2011 (Rp 240 juta), tahun 2012 (Rp 125 juta) tapi tahun 2013
naik lagi menjadi Rp 400 jutaan.
Pendapatan pajak mineral batuan dan nonlogam ini menjadi bahan diskusi Sunan
Institute di Graha Insun Medal, Rabu (29/10/2014).
"Pendapatan pajak itu sangat jauh dari perhitungan kasar dengan ratusan truk yang
mengangkut pasir dari Tampomas," kata Dadan Setiawan dari Sunan Institute,
Rabu siang kemarin.
Menurut Dadan, dengan pajak 25 persen per kubik maka setiap tahun, pendapatan
dari sektor pajak ini mencapai Rp 2 miliar lebih.
"Hitungan kami, dari galian pasir ini pemkab dapat menerima setidaknya Rp 2
miliar per tahun, ini berdasarkan jumlah truk pasir yang keluar serta ketentuan
pajak 25 persen per kubik pasir yang dijual," kata Dadan.
Persoalan pajak dari galian pasir ini mencuat saat dilontarkan Jajat Wijaya,
anggota Badan Anggaran (Banggar) dan juga anggota Komisi B DPRD
Sumedang.
"Saya punya datanya berapa pendapatan yang diperoleh dari pajak galian pasir ini.
Tapi saya belum menghitung secara rinci data ada di mobil saya, nilainya miliaran
rupiah” kata Jajat saat berbincang dengan Tribun.
13. 13
Namun Jajat tidak mau memberikan data terkait pendapatan dari sektor pajak ini
secara terbuka. Sebelumya Banggar melakukan sidak ke lokasi galian pasir di
lereng Gunung Tampomas.
Kabid Pendapatan Daerah Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (DPPKAD) Didin Hermawan, yang menjadi pembicara dalam diskusi ini,
mengaku pihaknya tidak menongkrongi pengusaha galian untuk membayar pajak.
"Pembayaran dan penyetoran pajak diberlakukan sistem self-assesment.
Pengusaha menghitung sendiri berapa pajak yang harus disetorkan berdasarkan
sejumlah formulir yang harus diisi oleh pengusaha," ujar Didin.
Setoran dari pengusaha itu, kata Didin, langsung disetorkan ke kas daerah berikut
bukti-bukti dokumen pendukung. Jadi tidak ada yang diselewengkan" katanya.
14. 14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pengambilan
mineral bukan logam dan batuan
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi
sebesar 25% (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009)
Perhitungannya :
Pajak MBLB = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan
Dasar Pengenaan : Nilai Jual hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam
dan Batuan
Hasil penerimaan pajak Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang No. 34 Tahun 2000
diperuntukkan paling sedikit 10% (sepuluh persen) bagi Desa di wilayah
Daerah Kabupaten yang bersangkutan.
B. Saran
Wajib pajak mineral bukan logam dan batuan wajib melaporkan kepada
bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk tentang kegiatan
pengambilan/eksploitasi mineral bukan logam dan batuan yang dilakukannya.
Setiap kepala daerah tempat pengambilan bahan galian C harus menyetujui
kegiatan pengambilan bahan galian c dengan memperhatikan :
1. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.
2. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;
3. Dan Menjaga kelestarian lingkungan.
15. 15
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Siahaan,Marihot P.2013.Pajak Daerah & Retribusi Daerah Edisi
Revisi.Jakarta:Rajawali Pers.