Ce diaporama a bien été signalé.
Le téléchargement de votre SlideShare est en cours. ×

EMLI Training-Hukum Jaminan

Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Prochain SlideShare
Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1
Chargement dans…3
×

Consultez-les par la suite

1 sur 146 Publicité

EMLI Training-Hukum Jaminan

Salah satu Materi Hukum Jaminan yang disampaikan oleh Bapak Bachtiar Marbun dalam acara kegiatan Kursus Intensif Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh EMLI Training.

Salah satu Materi Hukum Jaminan yang disampaikan oleh Bapak Bachtiar Marbun dalam acara kegiatan Kursus Intensif Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh EMLI Training.

Publicité
Publicité

Plus De Contenu Connexe

Similaire à EMLI Training-Hukum Jaminan (20)

Publicité

Plus par EMLI Indonesia (17)

Plus récents (20)

Publicité

EMLI Training-Hukum Jaminan

  1. 1. 1 “Legal Praktis”
  2. 2. Banking Experiences BPR Fidusia Civitas PT. Triniti Solusi Kreatifindo Management and Training Consulting Firm
  3. 3. KARYA SINAU PRASAMA “LEGAL PRAKTIS” HUKUM JAMINAN 3
  4. 4. TOPIK YANG AKAN DIBAHAS 1. Pengertian dan Konsep Teoretis Hukum Jaminan 2. Penggolongan Jaminan 3. Aspek Hukum Tentang Gadai 4. Jaminan Fidusia 5. Hak Tanggungan 6. Jaminan Perorangan 4
  5. 5. KARYA SINAU PRASAMA BAB 1 PENGERTIAN DAN KONSEP TEORETIS HUKUM JAMINAN 5
  6. 6. ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM JAMINAN  Hukum jaminan menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofyan : “Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga- lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah”.  Hukum Jaminan menurut J. Satrio: “Peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur”. 6
  7. 7. ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM JAMINAN  Hukum jaminan menurut Salim HS : “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit”. Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah: 1. Adanya kaidah hukum 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan 3. Adanya jaminan 4. Adanya fasilitas kredit 7
  8. 8. ASAS-ASAS HUKUM JAMINAN 1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan , hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. 2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang- barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukannya pembayaran sebagian. 4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai. 5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. 8
  9. 9. PENGATURAN HUKUM JAMINAN a. Dalam KUH Perdata Buku II : Jaminan Kebendaan (Zakelijk zekerheidsrecht) - Gadai (pasal 1150-1160 BW) - Hipotik Kapal (pasal 1162-1232 BW) Buku III : Jaminan perorangan (persoonlijk zekerheids) Perjanjian Pertanggungan (pasal 1820- 1850 BW) b. Diluar BW - Hak Tanggungan (UU no.4/1996); - Fidusia (UU no.42/1999); - Sewa Beli. 9
  10. 10. KARYA SINAU PRASAMA SELESAI 10
  11. 11. KARYA SINAU PRASAMA BAB 2 PENGGOLONGAN JAMINAN 11
  12. 12. ISTILAH DAN PENGERTIAN JAMINAN  Istilah jaminan atau yang disebut juga agunan merupakan terjemahan dari bahasa belanda, yaitu zekerheid atau cautie, mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya.  Dalam pasal 1 angka 23 Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, unsur-unsur jaminan/agunan meliputi: ‒ Jaminan tambahan ‒ Diserahkan oleh debitur kepada bank ‒ Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan 12
  13. 13. ISTILAH DAN PENGERTIAN JAMINAN  Jaminan menurut Mariam Darus Badrulzaman: “Menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda ”  Jaminan menurut Hartono Hadisoeprapto: “Sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debutur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”  Jaminan menurut M. Bahsan: “Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.” 13
  14. 14. JENIS JAMINAN 1. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan. a. Unsur-unsur jaminan materiil. ‒ Hak mutlak atas suatu benda. ‒ Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu. ‒ Dapat dipertahankan terhadap siapapun. ‒ Selalu mengikuti bendanya. ‒ Dapat dialihkan kepada pihak lain 14
  15. 15. JENIS JAMINAN b. Macam-macam jaminan kebendaan ‒ Gadai (pand), bab 20 Buku II KUH Perdata ‒ Hipotek, Bab 21 Buku II KUH Perdata ‒ Hak tanggungan, UU Nomor 4 tahun 1996 ‒ Jaminan fidusia, UU Nomor 42 tahun 1999 15
  16. 16. JENIS JAMINAN 2. Jaminan imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan. a. Unsur-unsur jaminan imateriil. ‒ Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu ‒ Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu ‒ Terhadap harta kekayaan debitur umumnya 16
  17. 17. JENIS JAMINAN b. Yang termasuk jaminan perorangan adalah: ‒ Penanggung (borg), orang lain yang dapat ditagih. ‒ Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng. ‒ Perjanjian garansi. 17
  18. 18. JENIS JAMINAN Jenis jaminan yang masih berlaku: 1. Gadai 2. Hak tanggungan 3. Jaminan fidusia 4. Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara 5. Borg 6. Tanggung-menanggung 7. Perjanjian garansi 18
  19. 19. SYARAT-SYARAT BENDA JAMINAN YANG BAIK 1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya. 2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya. 3. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutang si pengambil kredit. 19
  20. 20. MANFAAT JAMINAN 1. Bagi kreditur  Terwujudnya keamanan atas pencairan kredit  Memberikan kepastian hukum bagi kreditur 2. Bagi debitur  Dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank  Adanya kepastian dalam berusaha. 20
  21. 21. SIFAT PERJANJIAN JAMINAN 1. Perjanjian Pokok Merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank. Contoh : Perjanjian kredit bank 2. Perjanjian accesoir Merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contoh : perjanjian pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, tanggungan dan fidusia. 21
  22. 22. BENTUK DAN SUBSTANSI PERJANJIAN JAMINAN 1. Perjanjian pembebanan dalam bentuk lisan ‒ Biasanya dilakukan dalam kehidupan masyarakat pedesaan. 2. Perjanjian pembebanan dalam bentuk tertulis ‒ Biasanya dilakukan dalam dunia perbankan, lembaga keuangan nonbank maupun lembaga pegadaian. ‒ Dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan atau akta autentik. 22
  23. 23. KARYA SINAU PRASAMA SELESAI 23
  24. 24. KARYA SINAU PRASAMA BAB 3 ASPEK HUKUM TENTANG GADAI 24
  25. 25. ISTILAH DAN PENGERTIAN GADAI  Menurut Salim HS, gadai adalah: “Suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur dimana debitur menyerahkan benda bergerak kepada kreditur untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai melaksanakan prestasinya.” 25
  26. 26. ISTILAH DAN PENGERTIAN GADAI  Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai: ‒ Adanya subjek gadai, yaitu kreditur dan debitur. ‒ Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. ‒ Adanya kewenangan kreditur. 26
  27. 27. DASAR HUKUM GADAI 1. Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan pasal 1160 Buku II KUH Perdata. 2. Artikel 1196 vv, titel 19 Buku III NBW. 3. PP No. 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian. 4. PP No. 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian. 5. PP No. 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. 27
  28. 28. SUBJEK GADAI 1. Pemberi Gadai  Unsur pemberi gadai: ‒ Orang atau badan hukum ‒ Memberikan jaminan berupa benda bergerak kepada penerima gadai ‒ Adanya pinjaman uang 28
  29. 29. SUBJEK GADAI 2. Penerima gadai Badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai. Di Indonesia adalah perusahaan Umum pegadaian.  Usaha-usaha Perum Pegadaian: ‒ Menyalurkan uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia ‒ Pelayanan jasa titipan ‒ Pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu abadi ‒ Unit toko emas ‒ Industri perhiasan emas ‒ Usaha-usaha lain yang menunjang maksud dan tujuan tersebut diatas 29
  30. 30. OBJEK GADAI Obyek gadai adalah benda bergerak 1. Benda bergerak berwujud, yaitu benda yang dapat dipindah- pindahkan. Contoh : emas, arloji, sepeda motor, dll 2. Benda bergerak yang tidak berwujud Contoh : piutang, hak memungut hasil atas benda. 30
  31. 31. BENTUK DAN SUBSTANSI PERJANJIAN GADAI A. Bentuk Perjanjian Gadai  Berdasar pada Pasal 1151 KUH Perdata yang berbunyi: “Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya”  Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian pemberian kredit.  Perjanjian tertulis dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan dan akta otentik. 31
  32. 32. HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMA GADAI  Hak penerima gadai 1. Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan. 2. Menjual barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya. 32
  33. 33. HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMA GADAI  Kewajiban penerima gadai 1. Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya. 2. Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun gadai wanprestasi. (pasal 1154 KUH Perdata) 3. Memberitahukan kepada pemberi gadai (debitur) tentang pemindahan barang-barang gadai. (pasal 1156 KUH Perdata) 4. Bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya. (pasal 1157 KUH Perdata) 33
  34. 34. HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMA GADAI  Hak-hak pemberi gadai 1. Menerima uang gadai dari penerima gadai 2. Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah dilunasinya 3. Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (pasal 1156 KUH Perdata) 34
  35. 35. HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMA GADAI  Kewajiban pemberi gadai 1. Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai 2. Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai 3. Membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk menyelamatkan barang-barang gadai 35
  36. 36. KARYA SINAU PRASAMA SELESAI 36
  37. 37. KARYA SINAU PRASAMA BAB 4 JAMINAN FIDUSIA 37
  38. 38. ISTILAH DAN PENGERTIAN JAMINAN FIDUSIA  Fidusia menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 42 tahun 1999: “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu”.  Jaminan Fidusia menurut pasal 1 angka 2 UU No. 42 Tahun 1999: “Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.” 38
  39. 39. UNSUR-UNSUR JAMINAN FIDUSIA 1. Adanya hak jaminan 2. Adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak. 3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia 4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur 39
  40. 40. OBJEK JAMINAN FIDUSIA 1. Benda bergerak a. Berwujud b. Tidak berwujud 2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. 40
  41. 41. SUBJEK JAMINAN FIDUSIA 1. Pemberi fidusia Orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 2. Penerima fidusia Orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. 41
  42. 42. PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan cara berikut: 1. Dibuat dengan akta notaris dalam bahasa indonesia. Sekurang-kurangnya memuat: a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. d. Nilai penjaminan. e. Nilai benda yang menjadi jaminan fidusia. 42
  43. 43. PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA 2. Utang yang pelunasannya dijaminkan dengan jaminan fidusia adalah: a. Utang yang telah ada. b. Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. c. Utang yang pada utang eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. d. Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia. 43
  44. 44. PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA e. Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. 44
  45. 45. PENYELESAIAN SENGKETA JAMINAN FIDUSIA A. Cara Ligitasi, yaitu perkara yang timbul diselesaikan oleh pengadilan. KEUNTUNGAN LIGITASI 1. Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, ligitasi sekurang-kurangnya dalam batas tertentu jaminan bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial. 2. Ligitasi sangat baik untuk menemukan kesalahan dan masalah dalam posisi pihak lawan. 3. Memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil keputusan. 45
  46. 46. PENYELESAIAN SENGKETA JAMINAN FIDUSIA 4. Ligitasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi. 5. Dalam sistem ligitasi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa. 46
  47. 47. PENYELESAIAN SENGKETA JAMINAN FIDUSIA KEKURANGAN LIGITASI 1. Memaksa para pihak pada posisi ekstrim. 2. Memerlukan pembelaan atas setiap maksud yang dapat mempengaruhi putusan. 3. Ligitasi benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara. 4. Menyita waktu dan meningkatkan biaya keuangan. 5. Fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan. 6. Ligitasi tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang bersengketa 7. Ligitasi tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris. 47
  48. 48. PENYELESAIAN SENGKETA JAMINAN FIDUSIA B. Cara ADR (Alternatif Dispute Resolution)  Faktor yang mendorong penyelesaian sengketa dengan cara ADR: 1. Adanya tuntutan dunia bisnis. 2. Pengadilan pada umumnya tidak responsif terhadap kebutuhan hukum masyarakat. 3. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sangat lamban. 4. Biaya perkara mahal 5. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah. 48
  49. 49. PENYELESAIAN SENGKETA JAMINAN FIDUSIA  Penyelesaian sengketa melalui ADR dapat dilakukan dengan cara: 1. Negosiasi 2. Konsultasi 3. Mediasi 4. Konsilisasi 5. Arbitrase, dll. 49
  50. 50. PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam pasal 11 sampai dengan pasal 18 UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah No. 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Peraturan Pemerintah ini terdiri atas 4 bab dan 14 pasal. Hal- hal yang diatur di dalamnya meliputi pendaftaran fidusia, tatacara perbaikan sertifikat, perubahan sertifikat, pencoretan pendaftaran dan penggantian sertifikat. A. TUJUAN 1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. 2. Memberikan hak yang didahulukan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. 50
  51. 51. PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA B. PROSEDUR PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA 1. Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya pada Kantor Pendaftaran Fidusia. 2. Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. 3. Membayar biaya pendaftaran fidusia. 4. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan penerimaan permohonan pendaftaran. 5. Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia. 51
  52. 52. HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA  Hapusnya jaminan fidusia adalah tidak berlakunya lagi jaminan fidusia.  Sebab hapusnya jaminan fidusia: 1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia, karena pelunasan dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat kreditur. 2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. 3. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 52
  53. 53. HAK MENDAHULUI  Diatur dalam pasal 27 sampai dengan pasal 28 UU No. 42 tahun 1999.  Hak mendahului adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.  Hak untuk mengambil pelunasan piutang yang diutamakan kepada penerima fidusia.  Apabila benda yang sama dijadikan objek jaminan fidusia lebih dari satu jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia. 53
  54. 54. EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA  Eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang dijadikan obyek jaminan fidusia, karena debitur atau pemberi fidusia cedera janji atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia, walaupun mereka telah diberikan somasi. 54
  55. 55. CARA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA 1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia 2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. 3. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga yang tertinggi yang menguntungkan para pihak. 55
  56. 56. CARA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA Dua kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan fidusia, yaitu: 1. Hasil eksekusi melebihi nilai jaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia. 2. Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur atau pemberi fidusia tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar. 56
  57. 57. TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 1. Sengaja melakukan pemalsuan (pasal 35 UU No. 42 tahun 1999) Unsur-unsur pidana yang harus dipenuhi, supaya pelaku dapat dituntut berdasarkan pasal tersebut:  Sengaja memalsukan  Mengubah  Menghilangkan dengan cara apapun  Diketahui oleh salah satu pihak  Tidak melahirkan jaminan fidusia. 57
  58. 58. TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 1. Pemberian fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia (pasal 36 UU No 42 tahun 1999) Unsur-unsur pidana yang harus dipenuhi, supaya pelaku dapat dituntut berdasarkan pasal tersebut:  Pemberian fidusia, yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan.  Benda objek fidusia  Tanpa persetujuan tertulis  Penerima fidusia 58
  59. 59. KARYA SINAU PRASAMA SELESAI 59
  60. 60. KARYA SINAU PRASAMA BAB 5 HAK TANGGUNGAN 60
  61. 61. PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN  Hak tanggungan menurut pasal 1 ayat (1) UU No.4 tahun 1996: “Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana di maksud dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.”  Hak tanggungan menurut Budi Harsono: “Penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya. 61
  62. 62. DASAR HUKUM HAK TANGGUNGAN UU No. 4 tahun 1996, meliputi: 1. Ketentuan Umum (pasal 1 sampai pasal 2 ) 2. Objek Hak Tanggungan ( pasal 3 sampai pasal 7) 3. Pemberi dan pemegang Hak Tanggungan ( pasal 8 sampai pasal 9) 4. Tata Cara Pemberian, Pendaftaran, Peralihan, dan hapusnya Hak Tanggungan (pasal 10 sampai pasal 19) 5. Eksekusi Hak Tanggungan (pasal 20 sampai pasal 21) 6. Pencoretan Hak Tanggungan (pasal 22) 7. Sanksi Administrasi (pasal 23) 8. Ketentuan Peralihan (pasal 24 sampai pasal 26) 9. Ketentuan Penutup (pasal 27 sampai pasal 31) 62
  63. 63. ASAS-ASAS HAK TANGGUNGAN 1. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang hak tanggungan 2. Tidak dapat dibagi-bagi 3. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada 4. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut 5. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari. Dengan syarat diperjanjikan secara tegas. 6. Sifat perjanjiannya adalah tambahan (accessoir) 7. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada 8. Dapat menjamin lebih dari satu utang 9. Mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada 63
  64. 64. ASAS-ASAS HAK TANGGUNGAN 10. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan 11. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu. 12. Wajib didaftarkan 13. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti 14. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu Dalam undang-undang hak tanggungan ditentukan juga suatu asas bahwa objek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak tanggungan bila pemberi hak tanggungan cedera janji, apabila hal tersebut dicantumkan maka perjanjian seperti itu batal demi hukum. 64
  65. 65. SUBJEK HAK TANGGUNGAN 1. Pemberi Hak Tanggungan (perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan) 2. Pemegang Hak Tanggungan (perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang) 65
  66. 66. OBJEK HAK TANGGUNGAN Pada dasarnya hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang. Ada 5 jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan: 1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas negara 5. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan didalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan. 66
  67. 67. OBJEK HAK TANGGUNGAN 1. HAK MILIK a. Pengertian “hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan tidak mengganggu hak orang lain. b. Subjek Hak milik 1) Warga Negara Indonesia 2) Badan Hukum yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku 67
  68. 68. OBJEK HAK TANGGUNGAN HAK MILIK_Lanjt.. c. Prosedur, syarat-syarat dan tata cara pemberian hak tanggungan 1) Keterangan mengenai pemohon a) Apabila perorangan; nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta keterangan mengenai istri/suami dan anak-anaknya yang masih menjadi tanggungannya. b) Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta dan peraturan pendiriannya tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang. 68
  69. 69. OBJEK HAK TANGGUNGAN HAK MILIK_Lanjt.. Prosedur, syarat-syarat dan tata cara pemberian hak tanggungan 2) Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik, meliputi: a) Dasar penguasaan atau alas haknya dapat merupakan sertifikat, girik, surat kapling surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan haknya dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya. b) Letak, batas dan luasnya c) Jenis tanah (pertanian/non pertanian) d) Rencana penggunaan tanah e) Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara) 69
  70. 70. OBJEK HAK TANGGUNGAN HAK MILIK_Lanjt.. Prosedur, syarat-syarat dan tata cara pemberian hak tanggungan 3) Lain-lain, meliputi: a) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah- tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimiliki pemohon. b) Keterangan lain yang dianggap perlu. 70
  71. 71. OBJEK HAK TANGGUNGAN d) Terjadinya Hak Milik 1) Menurut hukum adat 2) Penetapan pemerintah 3) Ditentukan oleh undang-undang e) Pembebanan dan Peralihan Hak Milik 1) Dengan cara jual beli 2) Penukaran 3) Penghibahan 4) Pemberian dengan wasiat 5) Pemberian menurut adat dan perbuatan lainnya 71
  72. 72. OBJEK HAK TANGGUNGAN f) Hapusnya Hak Milik Cara hapusnya hak milik: 1) Tanahnya jatuh kepada negara, disebabkan oleh:  Pencabutan hak berdasarkan pasal 18 UUPA  Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya  Ditelantarkan  Ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) 2) Tanahnya musnah Tanah yang dimiliki oleh pemilik tersebut mengalami kehancuran, lenyap atau binasa, bisa disebabkan karena adanya gempa bumi, banjir, dll. 72
  73. 73. OBJEK HAK TANGGUNGAN 2. HAK GUNA USAHA (HGU) a. Istilah dan pengertian Hak Guna Usaha (HGU) Berdasarkan pasal 720 KUH Perdata: “Hak guna usaha adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau pendapatan” Pasal 18 UU No. 5 tahun 1960: “Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.” 73
  74. 74. OBJEK HAK TANGGUNGAN b. Subjek Hak Guna Usaha (HGU) 1) Warga negara indonesia 2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum indonesia dan berkedudukan di indonesia 3) Secara kelembagaan, Orang asing yang termasuk dalam badan hukum 74
  75. 75. OBJEK HAK TANGGUNGAN c. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha (HGU)  Tanah yang dapat diberikan dengan HGU hanyalah tanah negara, ketentuannya: 1) Dalam hal tanah negara yang akan diberikan merupakan tanah negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian hak guna usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan. 2) Pemberian HGU atas tanah yang dikuasai dengan hak tertentu dengan ketentuan yang berlaku, pelaksanaan hak guna usaha tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3) Dalam hal diatas tanah yang akan diberikan itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan atau tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan kepada pemegang HGU. 75
  76. 76. OBJEK HAK TANGGUNGAN c. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha (HGU)_Lanj..  Luas min tanah yang dapat diberikan dengan HGU adalah 5 hektar.  Luas max tanah yang diberikan kepada perorangan adalah 25 hektar.  Untuk sebuah badan hukum, ditetapkan oleh menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang dibidang usaha yang bersangkutan. 76
  77. 77. OBJEK HAK TANGGUNGAN d. Momentum terjadinya Hak Guna Usaha  Pemberian HGU wajib didaftarkan dalam buku tanah pada kantor pertanahan.  Momentum terjadinya HGU adalah sejak didaftar oleh kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang HGU diberikan sertifikat hak atas tanah. 77
  78. 78. OBJEK HAK TANGGUNGAN e. Jangka Waktu Berlakunya Hak Guna Usaha  Paling lama 35 tahun.  Dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Pemegang hak guna harus memenuhi syarat yang ditentukan, antara lain: ‒ Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut. ‒ Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak ‒ Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. 78
  79. 79. OBJEK HAK TANGGUNGAN f. Kewajiban dan Hak Pemegang HGU  Kewajiban 1) Membayar uang pemasukan kepada negara 2) Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya 3) Mengusahakan sendiri hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis 4) Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal hak guna usaha. 79
  80. 80. OBJEK HAK TANGGUNGAN f. Kewajiban dan Hak Pemegang HGU  Kewajiban_Lanjt.. 5) Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam, dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 6) Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai hak guna usaha 7) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna usaha kepada negara sesudah hak guna tersebut hapus 80
  81. 81. OBJEK HAK TANGGUNGAN f. Kewajiban dan Hak Pemegang HGU  Kewajiban_Lanjt.. 8) Menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan 9) Jika tanah hak guna usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau sebidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang hak guna usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung. 81
  82. 82. OBJEK HAK TANGGUNGAN f. Kewajiban dan Hak Pemegang HGU  Hak Pemegang HGU  Berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak guna usaha untuk melaksanakan usaha dibidang pertanian, perkebunan, dan peternakan  Larangan pemegang HGU  Dilarang menyerahkan pengusahaan tanah hak guna usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan. 82
  83. 83. OBJEK HAK TANGGUNGAN g. Pembebanan dan Peralihan Hak Guna Usaha  Sertifikat HGU dapat dijadikan jaminan hutang pada lembaga perbankan dengan dibebani hak tanggungan. Hak tanggunagn hapus dengan hapusnya hak guna usaha.  Peralihan HGU terjadi dengan cara: ‒ Jual beli (dilakukan dengan akta dari PPAT/ berita acara lelang yang di buat pejabat lelang) ‒ Tukar menukar (dilakukan dengan akta dari PPAT) ‒ Penyertaan dalam modal (dilakukan dengan akta dari PPAT) ‒ Hibah (dilakukan dengan akta dari PPAT) ‒ Pewarisan (dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris) 83
  84. 84. OBJEK HAK TANGGUNGAN h. Hapusnya Hak Guna Usaha 1) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya. 2) Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir. 3) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir 4) Dicabut berdasarkan UU No. 20 tahun 1961 5) Ditelantarkan 6) Tanahnya musnah 7) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak guna uasaha 84
  85. 85. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB) a. Pengertian Hak Guna Bangunan (HGB) “adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.” b. Subjek Hak Guna Bangunan 1) Warga negara Indonesia 2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum indonesia dan berkedudukan di indonesia 85
  86. 86. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. c. Tanah yang Dapat Diberikan dengan Hak Guna Bangunan: 1) Tanah Negara 2) Tanah Hak Pengelolaan 3) Tanah Hak Milik 86
  87. 87. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. d. Momentum Terjadinya Hak Guna Bangunan: 1) Pemberian HGB atas tanah negara dan tanah hak pengelolaan didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertahanan dan terjadinya HGB tersebut sejak di daftar oleh Kantor Pertahanan. 2) Pemberian HGB atas Hak Milik wajib didaftarkan pada Kantor Pertahanan dan HGB atas hak milik tersebut mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan. 87
  88. 88. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. e. Jangka Waktu Hak Guna Bangunan: 1) Paling lama 35 tahun 2) Perpanjangan dengan jangka waktu paling lama 20 tahun (dengan catatan sepanjang pemegang HGB memenuhi syarat yang ditentukan) 88
  89. 89. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. f. Kewajiban Pemegang HGB: 1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan perjanjian pemberiannya. 3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. 4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak guna bangunan hapus. 89
  90. 90. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. f. Kewajiban Pemegang HGB: 5) Menyerahkan sertifikat hak guna bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertahanan. 6) Jika tanah hak guna bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau sebidang tanah lain dari lalulintas umum atau jalan air, pemegang hak guna bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung. 90
  91. 91. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. g. Hak Pemegang HGB: 1) Berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya. 2) Untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain 3) Membebaninya. 91
  92. 92. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. h. Pembebanan dan Peralihan Hak Guna Bangunan: 1) Sertifikat HGB dapat dijadikan jaminan hutang pada lembaga perbankan dengan dibebani hak tanggungan. Hak tanggungan hapus dengan hapusnya hak guna bengunan. 2) Peralihan HGB terjdi dengan cara: ‒ Jual beli ‒ Tukar menukar ‒ Penyertaan dalam modal ‒ Hibah ‒ Dan pewarisan 92
  93. 93. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. i. Hapusnya Hak Guna Bangunan: 1) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya 2) Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir 3) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir 4) Dicabut berdasarkan UU No. 20 tahun 1961 5) Ditelantarkan 6) Tanahnya musnah 7) Tidak lagi mmenuhi syarat sebagai pemegang hak guna bangunan 93
  94. 94. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK GUNA BANGUNAN (HGB)_lanj.. j. Konsekuensi Yuridis dari hapusnya hak guna bangunan: 1) Hapusnya hak guna bangunan atas tanah negara 2) Hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan. 3) Hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang hak milik. 94
  95. 95. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP) a. Pengertian Hak Pakai Berdasarkan pasal 41 UUPA, hak pakai merupakan: “hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini.” 95
  96. 96. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. b. Subjek Hak Pakai 1) Warga negara indonesia 2) Orang asing yang berkedudukan di indonesia 3) Badan hukum yang didirikan menurut Indonesia dan berkedudukan di indonesia 4) Badan hukum asing, yang mempunyai perwakilan di indonesia 96
  97. 97. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. c. Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai 1) Tanah negara 2) Tanah hak pengelolaan 3) Tanah hak milik 97
  98. 98. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. d. Momentum Terjadinya Hak Pakai  Momentum terjadinya hak pakai tersebut sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 98
  99. 99. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. e. Jangka waktu hak pakai 1) Paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun 2) Untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya masih dipergunakan untuk keperluan tertentu. Hal ini diberikan kepada:  Departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan pemerintah daerah  Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional  Badan-badan keagamaan dan sosial 99
  100. 100. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. f. Kewajiban Pemegang Hak Pakai 1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan pemberiannya atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik. 3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup 100
  101. 101. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. f. Kewajiban Pemegang Hak Pakai_Lanj.. 4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak pakai hapus. 5) Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertahanan 6) Jika tanah hak pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau sebidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang hak pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung. 101
  102. 102. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. g. Hak Pemegang Hak Pakai 1) Menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi dan usahanya. 2) Untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain 3) Membebaninya 4) Selama digunakan untuk keperluan tertentu 102
  103. 103. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. h. Pembebanan Hak Pakai Sertifikat hak pakai, baik atas tanah negara maupun tanah hak pengelolaan dapat dijadikan jaminan hutang pada lembaga perbankan dengan dibebani hak tanggungan. Hak tanggungan hapus dengan hapusnya hak pakai. 103
  104. 104. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. i. Peralihan Hak Pakai 1) Jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. 2) Peralihan hak pakai karena warisan harus dapat dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. 3) Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara lelang, yang dibuat oleh pejabat lelang. 4) Peralihan hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan. 5) Peralihan hak pakai atas tanah negara harus dengan izin pejabat yang berwenang. 6) Peralihan hak pakai atas tanah milik harus dengan persetujuan dari pemegang hak milik yang bersangkutan. 104
  105. 105. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. j. Hapusnya Hak Pakai 1) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya 2) Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sebelum jangka waktunya berakhir. 3) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir. 4) Dicabut berdasarkan UU No.20 tahun 1961 5) Ditelantarkan 6) Tanahnya musnah 7) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai 105
  106. 106. OBJEK HAK TANGGUNGAN 3. HAK PAKAI (HP)_Lanj.. k. Konsekuensi yuridis dari hapusnya hak pakai diatur sebagai berikut: 1) Hapusnya hak pakai atas tanah negara, mengakibatkan tanahnya menjadi tanah negara. 2) Hapusnya hak pakai atas tanah hak pengelolaan mengakibatkan tanah kembali ke dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan. 3) Hapusnya hak pakai atas tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang hak milik. 106
  107. 107. TATA CARA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN 1. Prosedur pemberian hak tanggungan, dengan cara langsung disajikan berikut ini: a. Didahului janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang merupakan tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang. b. Dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. c. Objek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat didaftarkan, akan tetapi belum dilakukan, pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. 107
  108. 108. TATA CARA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN 2. Prosedur pembebanan hak tanggungan yang menggunakan surat kuasa pembebanan hak tanggungan, disajikan berikut ini: a. Wajib dibuatkan dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan-persayaratan. b. Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya. c. Surat kuasa membebankan hak tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 bulan sesudah diberikan. 108
  109. 109. TATA CARA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN 2. Prosedur pembebanan hak tanggungan yang menggunakan surat kuasa pembebanan hak tanggungan, disajikan berikut ini:_Lanj.. d. Surat kuasa membebankan hak tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya 3 bulan sesudah diberikan. Prosedur pada huruf c dan d tidak berlaku dalam hal surat kuasa membebankan hak tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 109
  110. 110. TATA CARA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN 3. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam substansi surat kuasa: a. Tanggal ditandatanganinya surat kuasa b. Para pihak, pemberi dan penerima kuasa c. Objek kuasa, yaitu berupa hak atas tanah yang akan dibebankan hak tanggungan d. Memuat janji-janji e. Saksi-saksi f. Tandatangan para pihak 110
  111. 111. TATA CARA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN 4. Bentuk dan substansi akta pemberian hak tanggungan:  Pemberian hak tanggungan dilakukan dalam bentuk APHT, yang dibuat di muka dan di hadapan PPAT.  Isi akta pemberian tanggungan: ‒ Sifatnya wajib : bahwa dalam akta itu harus memuat substansi yang harus ada di dalam APHT, yaitu:  Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan.  Domisili para pihak  Nilai tanggungan  Uraian yang jelas mengenai objek tanggungan ‒ Sifatnya fakultatif. 111
  112. 112. PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN Pendaftaran hak tanggungan diatur dalam pasal 13 sampai dengan pasal 14 UU No.4 tahun 1996 : 1. Pendaftaran dilakukan di kantor pertanahan 2. PPAT dalam waktu 7 hari setelah ditandatangani pemberian hak tanggungan wajib mengirimkan akta pendaftaran hak tanggungan dan warkah lainnya kepada kantor pertanahan serta berkas yang diperlukan. 3. Kantor pertanahan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. 112
  113. 113. PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN Pendaftaran hak tanggungan diatur dalam pasal 13 sampai dengan pasal 14 UU No.4 tahun 1996 :_Lanjt.. 4. Tanggal buku tanah hak tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya 5. Hak tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan dibuatkan. 6. Kantor pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan. 113
  114. 114. PERALIHAN HAK TANGGUNGAN Peralihan hak tanggungan dapat dilakukan dengan cara: 1. Cessi Adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditur pemegang hak tanggungan kepada pihak lainnya. 2. Subrogasi Penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang melunasi hutang kreditur. 3. Pewarisan 4. Sebab-sebab lainnya. Misal, dalam hal terjadinya pengambilalihan atau penggabungan perusahaan sehingga menyebabkan beralihnya piutang dari perusahaan semula kepada perusahaan baru. 114
  115. 115. HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN Sebab hapusnya hak tanggungan: 1. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan 2. Dilepaskan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan 3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri 4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. 115
  116. 116. HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN Cara berakhirnya atau hapusnya hak tanggungan menurut Sudikno Mertokusumo: 1. Dilunasinya hutang atau dipenuhinya prestasi secara sukarela oleh debitur. Disini tidak terjadi cidera janji atau sengketa. 2. Debitur tidak memenuhi tepat waktu, yang berakibat debitur akan ditegur oleh kreditur untuk memenuhi prestasinya. Teguran ini tidak jarang disambut dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur dengan sukarela, sehingga dengan demikian utang debitur lunas dan perjanjian piutang berakhir. 3. Debitur cedera janji. Dengan adanya cedera janji tersebut, maka kreditur dapat mengadakan parate executie dengan menjual lelang barang yang dijaminkan tanpa melibatkan pengadilan. 4. Debitur cedera janji, maka kreditur dapat mengajukan sertifikat hak tanggungan ke pengadilan untuk di eksekusi berdasarkan pasal 224 HIR yang diikuti pelelangan umum. Disini tidak terjadi gugatan. 116
  117. 117. HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN Cara berakhirnya atau hapusnya hak tanggungan menurut Sudikno Mertokusumo:_lanj.. 5. Debitur cedera janji dan tetap tidak mau memenuhi prestasi maka debitur digugat oleh kreditur, yang kemudian diikuti oleh putusan pengadilan yang memenangkan kreditur (kalau terbukti). Putusan tersebut dapat dieksekusi secara sukarela seperti yang terjadi pada cara ke dua dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur tanpa pelelangan umum dan dengan demikian perjanjian utang piutang berakhir. 6. Debitur tidak mau melaksanakan putusan pengadilan yang mengalahkannya dan menghukum melunasi utangnya maka putusan pengadilan dieksekusi secara paksa dengan pelelangan umum yang hasilnya digunakan untuk melunasi hutang debitur “Walaupun hak akan tanah itu hapus, namun pemberi hak tanggungan tetap berkewajiban untuk membayar hutangnya.” 117
  118. 118. EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Eksekusi dibedakan menjadi 4 jenis: 1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. 2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan 3. Eksekusi riil, merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. 4. Eksekusi parat, yaitu merupakan pelaksanaan perjanjian tanpa melalui gugatan atau tanpa melalui pengadilan. 118
  119. 119. EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Dalam pasal 20 UU No 4 tahun 1996 diatur tentang tatacara eksekusi hak tanggungan, yaitu: 1. Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6. 2. Eksekusi atas titel eksekutorial yang terdapat pada sertifikat hak tanggungan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) 3. Eksekusi dibawah tangan, adalah penjualan objek hak tanggungan yang dilakukan oleh pemberi hak tanggungan, berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak tanggungan, jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang tertinggi. 119
  120. 120. PENCORETAN (ROYA) HAK TANGGUNGAN Permohonan pencoretan dilakukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan: 1. Sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur bahwa hak tanggungan hapus karena piutangnya telah lunas, atau 2. Pernyataan tertulis dari kreditur bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin dengan hak tanggungan telah lunas atau kreditur melepaskan hak tanggungan yang bersangkutan. 120
  121. 121. SANKSI ADMINISTRATIF  Sanksi administratif diatur dalam pasal 23 UU No. 4 tahun 1996.  Sanksi administratif dijatuhkan kepada pejabat, yaitu PPAT dan Notaris karena melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan yang tercantum dalam pasal 11 ayat (1), pasal 13 ayat (2), pasal 15 ayat (1), pasal 13 ayat (4), pasal 16 ayat (4), pasal 22 ayat (8) 121
  122. 122. KARYA SINAU PRASAMA SELESAI 122
  123. 123. KARYA SINAU PRASAMA BAB 6 JAMINAN PERORANGAN 123
  124. 124. ISTILAH DAN PENGERTIAN JAMINAN PERORANGAN  Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht. Disebut juga jaminan imateriil.  Jaminan imateriil menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofyan: “jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya”.  Jaminan imateriil menurut Soebekti: “suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan diluar (tanpa) si berhutang tersebut. 124
  125. 125. JENIS JAMINAN PERORANGAN 1. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih. 2. Tanggung menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng. 3. Akibat hak dari tanggung renteng pasif  Hubungan hak bersifat ekstern: hubungan hak antara para debitur dengan pihak lain (kreditur)  Hubungan hak bersifat intern: hubungan hak antara sesama debitur itu satu dengan yang lainnya. 4. Perjanjian garansi (pasal 1316 KUH Perdata), yaitu bertanggung jawab guna kepentingan pihak ketiga. 125
  126. 126. PENANGGUNGAN UTANG 1. Pengertian “suatu perjanjian, dimana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya”  Terjadinya perjanjian ini karena si penanggung mempunyai persamaan kepentingan ekonomi dalam usaha dari peminjam.  Sifat perjanjian penanggung utang adalah bersifat accesoir (tambahan).  Perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang antara debitur dengan kreditur. 126
  127. 127. PENANGGUNGAN UTANG 2. Akibat-akibat penaggungan antara kreditur dan penanggung Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya, jika: a. Ia (pemegang utang) telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan dijual b. Ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur utama secara tanggung menanggung. Dalam hal itu akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas utang-utang tanggung menanggung. c. Debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi. d. Debitur dalam keadaan pailit e. Dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim (pasal 1832 KUH Perdata) 127
  128. 128. PENANGGUNGAN UTANG 3. Akibat-akibat Penanggungan antara Debitur dan Penanggung dan antara Para Penanggung Hubungan hukum antara penanggung dengan debitur utama adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran hutang debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihak penanggung menuntut kepada debitur supaya mambayar apa yang telah dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Disamping penanggung utang juga berhak untuk menuntut: a. Pokok dan bunga b. Penggantian biaya, kerugian dan bunga 128
  129. 129. PENANGGUNGAN UTANG 3. Akibat-akibat Penanggungan antara Debitur dan Penanggung dan antara Para Penanggung_Lanjt.. Penanggung dapat menuntut debitur untuk diberikan ganti rugi atau dibebaskan dari suatu perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya: a. Bila ia digugat di muka hakim untuk membayar. b. Bila debitur berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu tertentu. c. Bila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka waktu yang telah ditetapkan untuk pembayarannya. d. Setelah lewat waktu 10 tahun, jika perikatan pokok tidak mengandung suatu jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali bila perikatan pokok sedemikian sifatnya, sehingga tidak dapat diakhiri sebelum lewat waktu tertentu 129
  130. 130. PENANGGUNGAN UTANG 4. Hapusnya Penanggungan Utang  Dalam pasal 1845 KUH Perdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan yang menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya.  Dalam pasal 1381 KHU Perdata ditentukan 10 cara berakhirnya perjanjian penanggungan utang, yaitu pembayaran, penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, pembaruan utang, kompensasi, pencampuran utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang terutang, kebatalan atau pembatalan, dan berlakunya syarat pembatalan. 130
  131. 131. GARANSI BANK 1. Pengertian Garansi Bank: Adalah jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan nonbank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang menerima jaminan cedera janji.  Warkat Bank adalah surat yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pembayaran kepada pihak ketiga, apabila pihak yang menerima jaminan wanprestasi. 131
  132. 132. GARANSI BANK 2. Dasar hukum Garansi Bank: a. Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan pasal 1850 KUH Perdata b. UU No. 7 tahun 1992 jo UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No: 11/10/Kep./Dir/UPPB tentang pemberian jaminan oleh bank dan pemberian jaminan oleh Lembaga Keuangan Nonbank. d. Surat Edaran Bank Indonesia No: SE 11/11 kepada Bank-bank Umum, Bank-bank Pembangunan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank di Indonesia Perihal Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan Nonbank. 132
  133. 133. GARANSI BANK 3. Jaminan yang diberikan oleh bank dibedakan menjadi 3 macam: a. Jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak penerima jaminan apabila pihak yang dijamin cedera janji. b. Jaminan dalam bentuk tanda tangan kedua dan seterusnya atas surat-surat berharga seperti aval dan endosemen yang dapat menimbulkan kewajiban membayar bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank apabila pihak yang dijamin melakukan cedera janji c. Jaminan lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat sehingga dapat menimbulkan kewajiban finansial bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank. 133
  134. 134. GARANSI BANK 4. Penggolongan garansi bank: a. Pembagian garansi bank dari aspek tujuan penggunaannya b. Pembagian garansi bank dari uang yang digunakan c. Pembagian garansi bank dari aspek provisi yang dikenakan 134
  135. 135. GARANSI BANK 5. Tujuan garansi bank: a. Mendorong bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank untuk melakukan usaha sesuai dengan fungsinya masing- masing b. Menunjang pengembangan pasar uang dan modal c. Meningkatkan kelancaran lalu lintas perdagangan/kegiatan usaha. 135
  136. 136. GARANSI BANK 6. Para pihak dan objek dalam perjanjian garansi bank: a. Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian garansi bank:  Pihak Bank  Pihak yang dijamin (nasabah) 136
  137. 137. GARANSI BANK 7. Prosedur, syarat-syarat dan penilaian bank:  Pada prinsipnya tidak setiap nasabah bank dapat diberikan garansi bank oleh lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank.  Nasabah yang diberikan garansi adalah nasabah yang telah memenuhi prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan.  Nasabah harus mengajukan permohonan kepada lembaga perbankan atau keuangan non bank. Syarat-syarat yang harus dilampirkan: ‒ Adanya permintaan dari pihak ketiga ‒ Bank mensyaratkan adanya provisi dari debitur untuk perutangan dengan siapa ia mengikatkan dirinya ‒ Bank mensyaratkan adanya sejumlah uang deposito yang disetorkan pada bank 137
  138. 138. GARANSI BANK 7. Prosedur, syarat-syarat dan penilaian bank:_Lanj..  Dengan prosedur dan syarat-syarat yg telah dipenuhi oleh nasabah, maka bank melakukan penelitian dan penelaahan terhadap nasabah: ‒ Meneliti bonafiditas pihak yang dijamin ‒ Meneliti sifat dan nilai transaksi yang akan dijamin sehingga diberikan jaminan yang sesuai ‒ Menilai jumlah jaminan akan diberikan menurut kemampuan bank ‒ Menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk memberikan kontra jaminan yang cukup sesuai dengan kemungkinan terjadinya risiko. 138
  139. 139. GARANSI BANK 7. Prosedur, syarat-syarat dan penilaian bank:_Lanj..  Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka bank dan lembaga keuangan nonbank dapat menentukan apakah permohonan ditolak atau diterima. 139
  140. 140. GARANSI BANK 8. Bentuk dan isi perjanjian garansi bank  Bentuk: Tertulis  Isi: ‒ Judul “garansi bank” ‒ Nama dan alamat bank pemberi garansi ‒ Tanggal penerbitan garansi bank ‒ Tanggal transaksi antara pihak yang dijamin dan penerima jaminan ‒ Jumlah uang yang dijamin oleh bank ‒ Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya garansi bank ‒ Penegasan batas waktu pengajuan klaim 140
  141. 141. GARANSI BANK 8. Bentuk dan isi perjanjian garansi bank_Lanj..  Isi:_Lanjt.. ‒ Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran dengan terlebih dahulu menyita dan menjual benda-benda si berhutang untuk melunasi hutangnya sesuai dengan ketentuan pasal 1831 KUH Perdata, atau pernyataan bahwa penjamin (bank) melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutang-hutangnya sesuai dengan pasal 1832 KUH Perdata. 141
  142. 142. GARANSI BANK 9. Substansi garansi bank a. Bank penjamin dan penerima jaminan b. Objek jaminan adalah penagihan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang berkaitan dengan memasukkan barang impor c. Besarnya nilai jaminan yang dijamin oleh bank d. Tanggal selambat-lambatnya pembayaran tagihan e. Jangka waktu berakhirnya garansi bank. 142
  143. 143. GARANSI BANK 10. Sifat perjanjian garansi bank  Garansi bank merupakan perjanjian yang berisfat tambahan  Keberadaan garansi bank adalah untuk menjamin kelancaran dari penyedia jasa dalam melaksanakan kontrak konstruksi 143
  144. 144. GARANSI BANK 11. Hak dan kewajiban para pihak a. Hak nasabah : menerima garansi bank dari bank dan lembaga keuangan nonbank b. Kewajiban nasabah: membayar provisi (biaya administrasi) c. Hak dari bank dan lembaga keuangan nonbank: ‒ Menerima provisi dari nasabah ‒ Menerima jaminan yang diberikan nasabah d. Kewajiban bank dan lembaga keuangan nonbank: ‒ Menerbitkan garansi bank ‒ Membayar biaya-biaya tagihan dari pihak lainnya ‒ Memblokir jaminan dari pihak nasabah. 144
  145. 145. GARANSI BANK 12. Cara Berakhirnya garansi bank a. Berakhirnya perjanjian pokok b. Berakhirnya garansi bank sebagaimana yang ditetapkan dalam garansi bank yang bersangkutan 145
  146. 146. KARYA SINAU PRASAMA SELESAI 146

×