1. Dokumen tersebut membahas tentang kesehatan jiwa dan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia, termasuk definisi kesehatan jiwa menurut WHO, masalah dan gangguan kesehatan jiwa pada berbagai kelompok umur, serta sistem pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia.
2. Dokumen tersebut juga menyebutkan bahwa prevalensi gangguan jiwa di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan global, namun sumber daya untuk pel
1. Kesehatan Jiwa Direktorat Kesehatan Jiwa Ditjen Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa-Depkes RI
2.
3.
4.
5.
6. Life cycle MASALAH PSIKO-SOSIAL MASALAH GANGGUAN JIWA (ICD-X) MASALAH PERKEMBANGAN MANUSIA YG HARMONIS DAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP Masalah Kesehatan Jiwa
7.
8. Kemiskinan Ekonomi Sulit Pendidikan Rendah Pengangguran Ggn. Mental & Perilaku Dampak Ekonomi Kebutuhan Kesehatan Kehilangan Pekerjaan Produktivitas HUBUNGAN ANTARA KEMISKINAN DAN GGN JIWA
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15. "Mental and physical health across the life span" "there is no health without mental health' World Mental health day, October 10th 2005
21. Kesehatan dimulai untuk kehidupan: Bayi dan Balita Bayi dan Balita me m perlihatkan gejala Gangguan jiwa, seperti: Pola tidur yang jelek Kesulitan makan Masalah Pencernaan Kecemasan dan Rasa Takut Bila kebutuhan emosi pada usia ini tidak direspon dengan cinta dan empati oleh pengasuhnya maka insiden gangguan jiwa akan meningkat kemudian hari
22.
23.
24. Kesehatan dimulai untuk kehidupan: Remaja Hampir 1 juta anak dan remaja usia 10-19 tahun meninggal karena kecelakaan , bunuh diri , kekerasan , sakit dan penyakit yang sebetulnya bisa dicegah WHO memperkirakan 70% kematian dini adalah remaja yang disebabkan perilaku mereka selama masa remaja Remaja adalah usia awal terjadinya gangguan jiwa berat seperti depresi dan psikotik Remaja juga dihadapkan pada masalah: alkohol, rokok, NAPZA, Kehamilan remaja , Penyakit Menular Seksual dan HIV / AIDS. Beberapa remaja terjadi stres akibat: tidak mampunya mengatasi stres, kecemasa n , agresi, penyakit fisik, kurangnya keterampilan mengatasi masalah
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31. * Disability Adjusted Life Years ** Heroin dan kokain World Health Report, 2002 Masalah penyalahgunaan zat berhubungan secara significant dengan beban kesehatan masyarakat (public health burden worldwide) 0.8% 0.4% Illegal** 4.0% 3.2% Alkohol 4.1% 8.8% Tembakau Semua Beban Kesehatan* Semua Kematian
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41. SISTEM KESEHATAN YANKESWA PKJ TERINTEGRASI KE SISTEM PELAYANAN UMUM PKJ BERBASIS MASYARAKAT PKJ INSTITUSIONAL PKJ DI PUSKESMAS PKJ DI RSU PKJ BM FORMAL PKJ BM INFORMAL PKJ INSTITUSI SPESIALISTIK RSJ GAMBARAN SISTEM PELAYANAN KESWA
42. Pelayanan di tingkat individudan keluarga PKJ Informal dan formal diluar sektor kesehatan PKJ di Puskesmas PKJ Masyarakat oleh Tim Keswamas (Perawat Keswa) RSJ PKJ di RSU 1 2 3 4 5 6 R R T T Jumlah kebutuhan pelayanan Biaya Tingkat Kebutuhan Tingkat pelayanan keswa dan Intervensi
43. RSU Kab PKM PKJ BERBASIS MASYARAKAT Tim Keswamas Perawat Keswamas
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77. P2 NAPZA : Narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya ( alkohol dan rokok)
78. Peristiwa Otak yang menimbulkan Perubahan Perilaku, Proses pikir dan Perasaan Adiksi
88. Zat Toleransi & Putus zat Ketergantungan kronis Berubahnya fungsi dan struktur otak, terutama di bagian korteks pra-frontal ( prefrontal cortex ); gangguan kognitif, volume otak yang berkurang . Toleransi timbul akibat peningkatan metabolisme pada hati, dan perubahan pada reseptor di otak. Gejala putus zat meliputi: gemetar, terengah-engah, keletihan, agitasi, sakit kepala, mual, muntah, kejang-kejang, delirium tremens Alkohol (etanol)
89. Zat Toleransi & Putus zat Ketergantungan kronis Kerusakan memori Toleransi terbentuk secara cepat untuk kebanyakan efek (kecuali anti-kejang), karena perubahan pada reseptor. Putus zat ditandai ansietas, keterangsangan, kegelisahan, insomnia, kegembiraan berlebih, kejang-kejang.Kerusakan memori Hipnotik dan sedatif
90. Ketergantungan kronis Toleransi & Putus zat Zat Efek-efek terhadap kesehatan akibat merokok cukup banyak dicatat; sulit untuk memisahkan efek dari nikotin dengan komponen lain dari tembakau. Toleransi terbentuk melalui faktor-faktor metabolis selain perubahan reseptor. Putus zat ditandai oleh iritabilitas, kemarahan, ansietas, disforia, depresi, detak jantung yang menurun, nafsu makan meningkat Nikotin
91. Zat Toleransi & Putus zat Ketergantungan kronis Perubahan jangka panjang terhadap reseptor opioida dan peptida; adaptasi dalam respon-respon ganjaran, pembelajaran, stres Toleransi terjadi sebagai akibat perubahan reseptor jangka pendek dan panjang, dan adaptasi dalam mekanisme pensinyalan intraselular. Putus zat dapat berakibat hebat, dan ditandai oleh mata dan hidung berair, menguap, berkeringat, kegelisahan, menggigil, kram, dan sakit pada otot Opioid
92. Zat Toleransi & Putus zat Ketergantungan kronis Paparan ( exposure ) dalam jangka panjang terhadap kanabis dapat menyebabkan kecacatan kognitif yang bertahan lama. Terdapat pula risiko berupa bertambah parahnya penyakit jiwa. Toleransi terbentuk secara cepat untuk kebanyakan efek. Putus zat jarang terjadi, mungkin karena masa paruh waktu yang panjang dari kanabinoid Kanabinoid
93. Zat Toleransi & Putus zat Ketergantungan kronis Defisit kognitif, abnormalitas pada daerah-daerah tertentu pada korteks, cacat dalam fungsi motorik, dan waktu reaksi yang menurun. Toleransi akut berjangka pendek mungkin terjadi. Tidak banyak bukti dari adanya putus zat, namun depresi lumrah terjadi pada mereka yang berhenti menggunakan Kokain
94. Zat Toleransi & Putus zat Ketergantungan kronis Gangguan tidur, ansietas, nafsu makan menurun, perubahan dalam reseptor dopamin otak, perubahan metabolis regional, cacat motorik dan kognitif Toleransi terbentuk secara cepat untuk efek-efek behavioral dan fisiologis. Putus zat ditandai oleh kelelahan, depresi, ansietas, dan keinginan sangat kuat untuk memperoleh zat Amfetamin
95. Zat Toleransi & Putus zat Ketergantungan kronis Perubahan dalam pengikatan dan fungsi reseptor dopamin; fungsi kognitif yang menurun; masalah-masalah psikiatris dan neurologis . Toleransi sampai taraf tertentu terbentuk, namun sulit untuk diperkirakan. Terdapat kerentanan yang meningkat terhadap kejang-kejang saat putus zat Inhalansia
96. Zat Toleransi & Putus zat Ketergantungan kronis Episode psikotik akut atau kronis, kilas balik atau mengalami kembali efek-efek dari zat lama sesudah penggunaannya. Toleransi terbentuk secara cepat untuk efek-efek fisik dan psikologis. Tidak terdapat bukti akan adanya putus zat Halusinogen
97.
98. PENINGKATAN PENYEBARAN PENYAKIT PENINGKATAN MASALAH SOSIAL KETERGANTUNGAN NARKOTIKA,PSIKOTROPIKA & ZAT ADIKTIF LAINNYA MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT
101. KEWENANGAN WAJIB : Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya ( P3 NAPZA ) JENIS PELAYANANYA : Penyuluhan dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (P3NAPZA) KW-SPM P3NAPZA
102. INDIKATOR KINERJA : Persentase Upaya Penyuluhan dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA oleh Petugas Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan Umum, y aitu jumlah kegiatan penyuluhan di bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA dibagi dengan jumlah seluruh kegiatan penyuluhan di bidang kesehatan KW-SPM P3NAPZA
103.
104.
105. usaha secara sadar dan berencana yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia, sesuai prinsip pendidikan seseorang sebelum menggunakan NAPZA Terhindar dari Penyalahgunaan NAPZA
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117. Program Pola Asuh Anak Baik Salah Dasar k epribadia n kuat Tidak mudah p utus asa Tangguh menghadapi tekanan hidup Rentan thdp stres cemas, depresi,dll Mudah terjerumus pd hal negatif spt: Seks bebas, tawuran, penyalahgunaan Narkoba
133. TINJAUAN FARMAKOLOGI NAPZA ZAT MASUK TUBUH DGN BERBAGAI CARA OTAK, HATI, GINJAL DAN ORGAN PENTING LAINNYA DARAH METABOLISME OKSIDASI, HIDROLISA KONJUGASI, METILASI, DIMETILASI DLL. EKSKRESI/SISA METABOLISME
141. SURAT BEBAS NARKOTIKA SURAT YANG DIBERIKAN OLEH SUATU INSTITUSI YG MENYATAKAN PADA SAAT PEMERIKSAAN YBS. TDK MENGALAMI PENYALAHGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF PROSEDUR TES URINE UTK SURAT BEBAS NARKOTIKA : 1. MEMBAWA SURAT PERMINTAAN (KHUSUSNYA MAS. LEGAL) 2. IDENTIFIKASI KLIEN DGN BAIK DAN BENAR 3. WAWANCARA TERMASUK RIW. PENGGUNAAN NAPZA/OBAT LAIN YANG DIMINUM 4. MELAKUKAN PEMERIKSAAN FISIK DAN PSIKIATRIK
Secara global gangguan mental mengakibatkan beban yang lebih daripada sekedar kombinasi antara penyakit serebrovaskuler dan penyakit jantung. Dalam perspektif global, problem kesehatan jiwa menimbulkan lebih dari 8% “ disability-adjusted life years lost ”. Disabilitas akibat depresi cukup besar dan menempati urutan setelah disabilitas akibat operasi jantung. Transparency 31
Primary care staff require training in detecting and treating mental disorders. Training programmes need to address the specific training needs of different groups of primary care professionals such as doctors, nurses, community health workers etc. Primary care professionals may also be uncomfortable in dealing with mental disorders and may also question their role in managing mental disorders. Training programmes need to address these issues too. One of the main points of resistance is primary health care staff have little time to do mental health interventions. In many instances this is a real concern which needs to be addressed by increasing the number of general health care staff if mental health care has to be provided through primary health care For most common and acute mental disorders, primary care based MHS can deliver equally good if not better clinical outcomes. However clinical outcomes are dependent on the quality of services provided which in turn depends on for example, knowledge and skills of primary care staff, availability of drugs and other psychosocial treatment options. MHS in primary health care enjoy significant advantages in terms of acceptability to users, their families and carers, ease of access and lower costs for both providers and users.
These services require adequate numbers of specialist mental health professionals such as psychiatrists, psychologists, psychiatric social workers and psychiatric nurses. Investment in setting up training facilities for such professionals is required. There are many advantages of having mental health professionals in general hospitals. They can participate in UG (under graduate) and PG (post-graduate) medical teaching and training, and thus sensitize physicians to mental disorders. Psychiatric departments in general hospitals can act as training centers for PG training in psychiatry, as well as training psychologists, social workers and nurses. They can also serve as training centers for primary health care staff. In many developing countries mental health services in general hospitals consist of outpatient depts., short stay wards, and consultation-liaison service to other medical departments. In these circumstances they have reasonably good ability in managing acute behavioral illnesses but have little use for persons with Severe Mental Disorders (SMD) who end up in a admission – discharge – admission (revolving door syndrome) unless backed up by comprehensive primary health care services or community services. Their location in district headquarters and big cities can create access problems especially in developing countries which lack good reliable and cheap public transportation services. However there is also the opportunity to simultaneously obtain medical treatment for co-morbid physical illnesses and access to specialist investigations and treatment .