1. 30 KOMPAS, MINGGU, 11 OKTOBER 2015
RASA POS
TAPAK
Gedung Kantor Pos Taman
Fatahillah, Jakarta, yang
dibangun pada tahun 1928 itu
tetap kokoh berdiri. Ia tetap
setia menjalankan fungsi pos,
dan kini ia pun memoles diri
dengan wajah baru sebagai
galeri seni, menatap masa
depan.
R
evitalisasi gedung
kantor pos itu se-
kaligus menjadi
gerbang menuju
pembangunan
kembali Kota Tua. Galeri Fa-
tahillah yang terletak di Lan-
tai II Gedung Kantor Pos
Taman Fatahillah ini antara
lain kemudian menjadi ruang
pamer bagi karya-karya maes-
tro seni rupa, seperti Affandi,
Sudjojono, Henk Ngantung,
ataupun Carl Lodewijk Dake
yang dikoleksi dr Oei Hong
Djien. Lukisan ”Wajah Demo-
krasi” yang merupakan karya
terakhir dari pelukis I Nyo-
man Sukari juga masih ter-
pajang di dinding.
Goenawan Mohamad dalam tulisan
pengantar pameran menyebutkan
bahwa gedung-gedung kolonial di Ko-
ta Tua menantang kita untuk men-
jadikannya ruang hidup baru, bukan
puing-puing. ”Itulah sebabnya, revi-
talisasi Jakarta adalah sebuah agenda
kreativitas. Tanpa nostalgia, kita tak
kembalikemasasilam,kitakembalike
masa depan, back to the future. Kita
pulihkan ruang menjadi waktu, kita
ubah sesuatu yang stagnan menjadi
sesuatu yang bergerak,” kata Goe-
nawan.
Saat ini, galeri sedang memasuki
masa persiapan untuk pameran ber-
tema warisan dunia UNESCO dari
sebelumnyapamerantentangsenidan
toilet. Sebagian karya dari pameran
bertajuk ”Art & Toilet: Bringing Back
The Glory of The Past” masih bisa
dijumpai jejaknya. Pameran unik ini
antara lain memotret perjalanan Kota
Tua Jakarta yang dulu dikenal sebagai
Batavia.
Pameran ”Art & Toilet” menggam-
barkan keadaan kota yang dibangun Jan
Pieterszoon Coen di atas reruntuhan
kota Jayakarta yang pernah menjadi
simbolkejayaanmaritimnusantara.Ko-
taBataviadibangunberdasarkankonsep
kota ideal, yang sayangnya kemudian
menjadi tempat yang sangat kumuh.
Pameran seni tersebut lantas berusaha
untuk menghidupkan semangat dan
lingkungan yang baik yang pernah di-
miliki Kota Tua.
Karya seni rupa yang dipajang di
lantai dua gedung kantor pos tersebut
bersanding dengan degup keseharian
layanan pos. Keriuhan jasa layanan
pos tetap berlangsung di loket-loket
yang ramai diserbu pelanggan di lantai
satu Gedung Kantor Pos Taman Fa-
tahillah seluas lebih dari 4.000 meter
persegi itu.
Jika berada di lantai dasar dan
melongok ke atapnya yang tinggi men-
julang, pengunjung kantor pos sulit
membayangkan bahwa gedung ini ter-
nyata terdiri atas dua lantai. Apalagi,
tangga melingkar yang menghubung-
kan ke lantai atas memang seolah
”tersembunyi” di sudut depan ruang-
an. Lokasi tangga ini juga memung-
kinkan pengunjung mengakses galeri
dari pintu samping tanpa mengganggu
layanan pos, bahkan tetap buka pada
hari Minggu.
Menapaki anak tangga dengan pe-
gangan besi kokoh, kaki seolah di-
tuntun menuju masa lalu. Nuansa
persentuhan dengan masa silam ter-
sebut diperkokoh oleh kehadiran jen-
dela-jendela kaca besar dari rangka
kayu. Meskipun sudah dicat dengan
cat khusus yang memungkinkan din-
ding ”bernapas”, perawatan dinding
sengaja mempertahankan teksturnya
yang terkelupas di beberapa bagian.
Revitalisasi
Ketika Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta mulai merevitalisasi Kota Tua,
lantai dua gedung tersebut benar-be-
nar kosong melompong. Sempat di-
biarkan teronggok tanpa pemanfaat-
an, ruangan itu juga pernah disewakan
untuk kafe hingga tempat biliar.
Gedung Kantor Pos Taman Fata-
hillah yang dulunya bernama Post-en
telegraafkantoor ini dibangun tahun
1928 oleh arsitek Ir R Baumgartner.
GALERI SENI
Sejak awal berfungsi sebagai kantor
pos, kondisi bangunan gedung kantor
pos tergolong prima karena terus-me-
nerus dihidupi dengan aktivitas la-
yanan pos. Hal ini berbeda dengan
mayoritas bangunan lama di Kota Tua
yang rusak karena pelapukan.
Selain menyajikan karya seni,
mengunjungi Galeri Fatahillah sekali-
gus memunculkan pengalaman me-
rasakan eloknya karya arsitektural
masa kolonial di Kota Tua. Melongok
dari kaca jendela galeri, tampak de-
retan gedung-gedung tua, seperti Mu-
seum Fatahillah dan Kafe Batavia.
Tapi, sayang, tepat di sisi belakang
galeri, tampak gedung empat lantai
dengan menara tinggi yang tak lagi
memiliki atap. Beberapa sisi bangun-
annya juga runtuh karena lapuk. Ge-
dung dengan tulisan ”Dasaad Musin
Concern” di bagian dinding depannya
itu dulunya pernah menjadi rumah
tinggal bangsawan Belanda. Sebagai
cagar budaya kelas satu yang dimiliki
perseorangan, bangunan tersebut tak
boleh dipugar sembarangan dan
akhirnya dibiarkan mangkrak.
Pada salah satu ruangan di Galeri
Fatahillah, Direktur Proyek PT Pem-
bangunan Kota Tua Jakarta atau JO-
TRC Yayat Sujatna menunjukkan ma-
ket rencana revitalisasi Kota Tua de-
ngan luasan 334 hektar. Revitalisasi
sengaja diawali dari Gedung Kantor
Pos Taman Fatahillah sebelum ke-
mudian merambah ke pembangunan
kembali 12 gedung tua lain di kawasan
Kota Tua.
Hingga akhir tahun ini, JOTRC me-
nargetkan penyelesaian revitalisasi ti-
ga gedung, seperti Apotek Chung Hwa
dan Gedung Jiwasraya di Jembatan
Batu. Gedung Apotek Chung Hwa
yang didirikan sejak tahun 1928 ini
akan dibangun sebagai pusat rumah
teh. Apotek ini sekaligus menjadi lam-
bang masuk daerah pecinan, Glodok,
yang sudah dihuni komunitas Tiong-
hoa sejak abad ke-17.
Bangunan cagar budaya lain di Kota
Tua yang dimiliki pribadi, swasta, dan
pemerintah masih banyak yang rusak
berat. ”Ada yang merasa ketiban pu-
lung karena mewarisi bangunan cagar
budaya kelas A lantas dibiarin agar
rata dengan tanah, setelahnya nggak
punya tanggung jawab lagi. Peme-
rintah sebaiknya memberi insentif de-
ngan keringanan pajak atau jika ter-
bengkalai, harus dikasih penalti dis-
insentif yang besar,” tutur Yayat.
TELEMAYA
Eggward’s Lab ”Game” Lokal yang Melejit
OLEH SARIE FEBRIANE
Smith, Madeleine Stucchi, Pia Mac-
Donald, Donato, Greggory Filatov, dan
Reggie Guttmann.
Mulai dari Eggward sendiri yang
memberi poin ekstra pada pemain,
Greggory yang memberikan waktu
perbaikan lebih cepat, dan seterusnya.
Setiap karakter itu memberikan res-
pons yang berbeda-beda setiap kali
pemain mencetak skor. Dengan be-
gitu, kehadiran keenam karakter ini
memberi interaksi yang menarik un-
tuk sebuah permainan match-3.
Seperti halnya permainan match-3
yang lain, tujuan pemain adalah men-
cocokkan tiga sampai lima jenis ja-
janan manis yang terdapat di layar.
Pemain perlu menyusun setiap pola di
setiap layar permainan agar meng-
hasilkan kombo yang kian memper-
besar perolehan skor si pemain di
Eggward’s Lab.
”Untuk menciptakan game baru
yang benar-benar orisinal, itu butuh
dana besar untuk mengedukasi orang.
Kami bukan perusahaan besar. Jadi
untuk memperkenalkan diri pertama
kali adalah dengan menggunakan
game yang orang sudah akrab cara
memainkannya,” papar Enrico.
Dengan siasat seperti itu, Eggward’s
Lab berhasil menduduki top 5 di Apps
Store di Asia Tenggara, Belanda, Se-
landia Baru, dan Makau. Di Indonesia,
Eggward’s Lab sempat menduduki top
5 selama satu hari, tetapi kemudian
turun kembali. Posisi lima besar di
Asia Tenggara disumbang signifikan
dari Malaysia.
Sebagai gambaran, perolehan lima
besar diukur dari pengunduhan
ri. Eggward’s Lab saat ini menggu-
nakan server Amazon Web Services
(AWS) demi jaminan keamanan bank
data.
”Tetapi, kalau membaca customer
review, masih banyak loh yang enggak
percaya game ini buatan orang In-
donesia,” ungkap Enrico.
Karakter
Keunggulan game ini adalah keber-
adaan karakter dan kedalaman kisah-
nya. Pemilihan karakter akan mem-
berikan akhir kisah yang berbeda. Pe-
ngembangan ini bermula dari kesa-
daran bahwa Match-3 games memiliki
kelemahanpadakarakter,sehinggahal
itulah yang diperkuat oleh Eggward’s
Lab. Eggward’s Lab berusaha meng-
akomodasi unsur karakter dan ke-
dalaman cerita. Hal ini mengingat
banyak game terbilang kurang me-
medulikan rasa penasaran pemain.
Salah satu karakter favorit pemain
di Eggward’s Lab adalah Madeleine,
yang diakui Irna terinspirasi dari so-
sok Bianca Castafiore dalam cerita
komik Tintin. Sebagai karakter favorit,
tokoh Madeleine digunakan sekitar 70
persen pemain.
Madeleine digambarkan sebagai se-
orang penyanyi diva yang amat po-
puler dan digandrungi. Suara emasnya
begitu gemilang hingga mampu men-
capai nada begitu tinggi dan membuat
gelas anggur pun pecah. Namun, ba-
gaimanapun Madeleine adalah telur
dan audiensnya pun telur yang bisa
pecah berantakan gara-gara suaranya.
Pada akhirnya rasa frustrasi Ma-
deleine itu terlampiaskan dengan
menjadikan dirinya bisa sepenuhnya
berdaulat mengontrol segala bahan
baku.
Keenam gambar karakter telur da-
lam game ini tampil cukup menarik.
Gambar-gambar pada game Eggward’s
Lab ini digarap melalui kerja sama
dengan Stellar Labs, sebuah studio
komik dan gambar di Indonesia yang
telah berkiprah di industri komik glo-
bal. Dengan demikian, Eggward’s Lab
merupakan karya anak-anak muda In-
donesia di industri game, yang belum
terlalu dilirik di dalam negeri.
Sejauh ini, Matata Corp sebagai
perusahaan pengembang game yang
berpusat di Jakarta, Indonesia, me-
miliki kantor pemasaran dan distri-
busi di London, Inggris. Enrico sendiri
sebelum alih haluan terjun ke industri
gai bankir di Inggris. Inggris, menurut
Enrico, sangat kondusif untuk ber-
kembangnya industri game yang ter-
golong industri kreatif. ”Sampai Joko-
wi bilang industri ini dapat tax break
(konsesi pajak), kami tetap akan di
sana,” kata Enrico.
Terlebih lagi, hingga saat ini di
Indonesia masih amat jarang investor
yang mau berinvestasi di industri
kreatif semacam game. Primadona in-
vestasi masih berkutat di seputar ko-
moditas hasil bumi dan pertambangan
seperti batubara.
Matata terbilang beruntung, tiga
bulan setelah diluncurkan, biaya ope-
rasi sejak 2014 telah berhasil melewati
break even point atau titik impas. Pada
April 2015, Matata memperoleh pen-
danaan dari Facebook sebagai bagian
Seperti juga game Candy Crush
yang awalnya dibangun oleh hanya
tiga orang, Matata optimistis akan
mengembangkan aneka game lain
yang menarik. Namun, satu hal yang
pasti, Matata tak akan mengikuti jejak
Candy Crush yang setelah diakuisisi
para pendirinya malah terdepak. Ma-
tata berkomitmen untuk tetap me-
megang bagian mayoritas jika datang
tawaran akuisisi.
Industrigamesebagaiindustrikrea-
tifmerupakansalahsatuindustrimasa
depan yang akan terus tumbuh. Ma-
tata Corp mencatat, industri game
secara global tahun 2015 ini diprediksi
mencapai pendapatan di kisaran 91
miliar dollar AS. Di Indonesia saja,
pemain aktif Candy Crush diprediksi
sekitar 3,7 juta orang dengan pembe-
OLEH MAWAR KUSUMA
S
ejak diluncurkan dua bulan lalu,
game Eggward’s Lab berhasil
melejit menduduki peringkat li-
ma besar di Apps Store di beberapa
negara. Namun, masih saja ada yang
tak percaya game dengan visual yang
menarik ini bikinan Indonesia.
Game Eggward’s Lab digarap tiga
orang Indonesia di bawah Matata
Corporation, yakni Enrico Pitono, Ir-
na Rasad, dan Gunawan Pramono.
Ketiganya menggarap game ini me-
laluihubunganjarakjauh.Enricoting-
gal di London, Inggris, sementara Irna
dan Gunawan di Jakarta, Indonesia.
Eggward’s Lab berbasis pada puzzle
match-3, sebuah genre game mobile
yang cukup digemari dan telah me-
lejitkan game misalnya Candy Crush
dan Bejewelled. Berbasis pada ke-
sederhanaan puzzle match-3 tersebut,
Matata mengolah fondasi cerita, ka-
rakter yang lucu dan mudah dimain-
kan dengan warna-warna yang me-
narik, menjadi Eggward’s Lab.
Game ini merupakan game puzzle
match-3 yang mengusung tema kue,
dessert (makanan penutup), dan ber-
bagai macam jajanan legit lainnya.
Dalam game ini, seorang pemain
bermain puzzle sembari ditemani
enam karakter berbentuk telur. Telur
dipilih dengan alasan banyak jenis kue
menggunakan telur sebagai bahan
bakunya.
Keenam karakter telur ini memiliki
pesona dan keunikan serta keteram-
ARSIP MATATA/IRNA RASAD
Eggward's Lab
FOTO-FOTO: KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Kegiatan
operasional kantor
pos di lantai dasar
Gedung Kantor Pos
Taman Fatahillah,
Jakarta, dibangun.
Jendela tua di lantai atas Gedung Kantor Pos Taman Fatahillah tetap
dipertahankan keaslian material dan bentuknya.
Tangga masih sama seperti awal Gedung Kantor Pos Taman Fatahillah
dibangun. Bagian dinding yang terkelupas pun dibiarkan tanpa ditambal.
Setelah direvitalisasi, ruang lantai atas Gedung Kantor Pos Taman
Fatahillah berfungsi sebagai ruang galeri, Kamis (8/10).
Galeri Seni