SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  35
1
FAKTOR EKOLOGIS NYAMUK MALARIA
DI SDN BELITUNG SELATAN 4 BANJARMASIN
TUGAS BESAR
Dosen Pembimbing
Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd.Hyp.ST.Mkes
Oleh :
Erdina Lulu A.R H1E113024
Elly Iswahyuni H1E113223
Asmarika Wibawati H1E113230
Melida Rima Fatimah H1E112014
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2015
2
FAKTOR EKOLOGIS NYAMUK MALARIA
DI SDN BELITUNG SELATAN 4 BANJARMASIN
TUGAS BESAR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Kelulusan
Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan Kerja
Oleh :
Erdina Lulu A.R H1E113024
Elly Iswahyuni H1E113223
Asmarika Wibawati H1E113230
Melida Rima Fatimah H1E112014
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun Tugas
Penelitian yang berjudul “Faktor Ekologis Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan
4 Banjarmasin” ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan Tugas Penelitian ini, penulis banyak mendapat tantangan
dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu DR. Qomariyatus Sholihah,Amd.Hyp.ST.MKes selaku dosen
pengampu yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam pembuatan Tugas
Beaar ini. Serta dari teman sekelompok dengan mencari berbagai materi-materi yang
bisa dijadikan acuan. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu .
Penulis menyadari bahwa Tugas Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.Kritik yang membangun dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan Tugas Besar selanjutnya.
Banjarbaru, November 2015
PENULIS
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................1
1.3 Manfaat Penelitian..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Pengertian Penyakit Malaria...........................................................................3
2.2 Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia ...................................3
2.3 Siklus Hidup Nyamuk Anopheles ..................................................................4
2.4 Bionomik Nyamuk .........................................................................................6
2.5 Cara Penularan Penyakit Malaria ...................................................................8
2.6 Vektor Malaria................................................................................................9
2.7 Cara Pengendalian Vektor............................................................................12
2.8 Pengamatan Faktor Ekologi Masing-Masing Stasiun ..................................15
2.9 Program Yang Bisa Diterapkan Di Sekolah (Contoh Laskar Jentik) ...........18
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................22
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................24
4.1 Kesimpulan...................................................................................................24
4.2 Saran.............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................25
LAMPIRAN ...................................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Malaria ......................................................................................... 5
Gambar 2.2 Hubungan Tempat Kehidupan Nyamuk.................................................. 6
Gambar 2.3 Alur Penularan Malaria Secara Alamiah................................................. 8
Gambar 2.4 Telur Nyamuk Anopheles........................................................................ 10
Gambar 2.5 Larva Nyamuk Anopheles....................................................................... 11
Gambar 2.6 Kepompong Nyamuk Anopheles ............................................................ 11
Gambar 2.7 Nyamuk Anopheles Dewasa................................................................... 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyamuk Anopheles merupakan salah satu vektor penyakit malaria,dimana
penyakit malaria termasuk penyakit endemis hampir sebagian besar wilayah
Indonesia.Unicef menyatakan sekitar 50% dari populasi Indonesia rawan terkena
malaria. Berdasarkan data ditjen PP & PL Depkes RI 2009 disebutkan bahwa dari
tahun 2006-2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan.
Sementara itu anak-anak usia 1-9 tahun termasuk kelompok yang paling rentan
malaria, didapatkan angka positif malaria yang cukup tinggi (1,9%) dibandingkan
kelompok lainnya (Riskesdas,2013).
Anak-anak usia sekolah paling rawan terhadap malaria.Disamping itu keadaan
sekolah yang banyak genangan air merupakan tempat potensial bagi perindukan
nyamuk. Lingkungan fisik dan biologi seperti suhu udara, kelembaban, intensitas
cahaya, arus air, tumbuh-tumbuhan air dan tumbuhan pelindung,serta ikan predator
juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan larva nyamuk dan
penyebarannya,sehingga akan mempengaruhi keseimbangan populasi nyamuk di
alam (Depkes RI,2001).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan mengetahui kondisi
lingkungan, serta mengamati aspek ekologi.Data ini penting sebagai informasi dalam
upaya penanggulangan malaria.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui suhu tempat perindukan larva nyamuk vektor malaria di SDN
Belitung Selatan 4 Kota Banjarmasin.
2. Mengetahui pH tempat perindukan larva nyamuk vektor malaria di SDN
Belitung Selatan 4 Kota Banjarmasin.
2
3. Mengetahui DO tempat perindukan larva nyamuk vektor malaria di SDN
Belitung Selatan 4 Kota Banjarmasin.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitiaan ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi di dalam
penanggulangan nyamuk vektor penyebab penyakit malaria.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penyakit Malaria
Penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk anopheles dan menyerang
dalam bentuk infeksi akut ataupun kronis disebut dengan penyakit malaria.Oleh
nyamuk anopheles betina, protozoa genus plasmodium dalam bentuk aseksual masuk
melalui gigitan dan menginfeksi ke dalam tubuh manusia.Istilah malaria sendiri
diambil dari dua kata berbahasa italia yaitu mal berarti buruk dan area adalah udara
atau udara buruk karena masa lampau banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Nama lain penyakit ini adalah demam roma, demam rawa,
demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme (Prabowo,
2004)
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2003 Malaria adalah suatu penyakit
infeksi yang disebabkan oleh beberapa parasit plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan penyakit ini ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina dari orang ke orang ataupun dari penderita kepada
orang yang sehat (Zulkarnain dan Setiawan, 2006).
Tidak hanya di Indonesia, transmisi penyakit malaria diketahui juga
berlangsung di lebih dari 100 negara dibenua Afrika, Asia, Oceania, Amerika Latin,
Kepulauan Karibia dan Turki. Sekitar 1,6 milyar penduduk pada daerah ini selalu
berada dalam risiko terkena malaria. Tiap tahun terdapat 100 juta kasus dan
meninggal 1 juta didaerah Sahara Afrika. Bayi dan anak- anak adalah Sebagian besar
yang meninggal dunia, didaerah ini banyak terdapat P. malariae dan P. falciparum
(Zulkarnain dan Setiawan, 2006).
2.2 Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia
Penyakit malaria saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia.Kalimantan Selatan tercatat pernah menjadi daerah terjadinya kejadian luar
biasa, walaupun daerah tempat terjadinya berbeda-beda.Di daerah transmigrasi
4
dimana terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan
tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan
Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan
nyamuk anopheles betina.Berdasarkan survai unit kerja SPP (Serangga Penular
Penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 spesies nyamuk anopheles yang
tersebar diseluruh Indonesia. Dari spesies-spesies nyamuk tersebut ternyata ada 20
species yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada
20 spesies nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria.
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan
ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
1. Plasmodium Falciparum penyebab utama malaria tropika yang sering
menyebabkan malaria yang berat.
2. Plasmodium Vivax penyebab malaria tertina
3. Plasmodium malaria penyebab quartana
4. Plasmodium Ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena
umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.
(Hiswani, 2004)
Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari
satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection).
Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni
campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax atau
P.malirae.Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini
jarang terjadi, infeksi campuran ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka
penularannya. (Hiswani, 2004)
2.3 Siklus Hidup Nyamuk Anopheles
Semua serangga termasuk, dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan-
tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama dengan tingkatan yang
5
berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua
tingkatan kehidupan yaitu:
1. Tingkatan di dalam air
2. Tingkatan di luar tempat berair (darat/udara).
Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air. Tingkat kehidupan di
dalam air ialah: telur, jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada
didalam air, maka telurakan menetas dan keluar jentik.Jentik yang baru keluar dari
dalam telur masih sangat halus seperti jarum.Dalam pertumbuhannya jentik
anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali. (Hiswani,2004)
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung
pada suhu, keadaan makanan serta spesies nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi
kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan.
Pada tingkatan kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup
waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan
jenis kelaminnya.
Setelah nyamuk bersentuhan langsung dengan udara, tidak lama kemudian
nyamuk terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan
hidupnya didarat atau udara.Dalam meneruskan keturunannya, nyamuk betina
kebanyakan hanya kawin satu kali selama hidupnya.Biasanya perkawinan terjadi
setelah 24-48 jam saat keluarnya dari kepompong.
Gambar 2.1 Siklus Malaria
6
Menurut Garcia dkk (1996) apabila nyamuk yang terinfeksi plasmodium dari
penderita menggigit manusia yang sehat maka sporozoit yang terdapat dalam kelenjar
ludah nyamuk dimasukkan melalui luka tusuk. Dalam satu jam bentuk efektif ini
terbawa oleh darah menuju hati kemudian masuk ke sel parenkim hati dan mulai
perkembangan siklus preeritrosit atau ekso-eritrositik primer. Sporozoit akan menjadi
bulat atau lonjong dan mulai membelah dengan cepat. Hasil skizogoni tersebut adalah
merozoit eksoeritrosit dalam jumlah besar.
2.4 Bionomik Nyamuk
Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan,
umur, populasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi berupa lisan fisik (musim, kelembaban, angin, matahari, arus air),
lingkungan kimiawi (kadar gram, PH) dan lingkungan biologik seperti tumbuhan
bakau, gangang vegetasi disekitar tempat perindukan dan musim alami.
Jika ditinjau dari kehidupan nyamuk ada tiga macam tempat yang diperlukan
untuk kelangsungan hidupnya.Hubungan ketiga tempat tersebut dapat dilukiskan
dengan bagan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Hubungan Tempat Kehidupan Nyamuk
Agar menunjang program pemberantasan malaria, beberapa perilaku vector
yang berhubungan dengan ketiga tempat tersebut perlu untuk diketahui seperti terlihat
di bawah ini:
1. Perilaku Mencari Darah
7
Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Perilaku mencari darah dikatakan dengan waktu. Nyamuk Anopheles pada
umumnya aktif mencari darah pada waktu malam hari. Tiap spesies
nyamuk diketahui ternyata mempunyai sifat tertentu mengenai waktu
mencari darah.
b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat. Terdapat dua golongan
nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah
dan endofagik yang lebih senang mencari darah di dalam rumah.
c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan
macam darah yang disenangi,dapat dibedakan: antropofilik apabila lebih
senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang
menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan
tertentu.
d. Frekuensi menggigit, telah diketahui ternyata untuk mempertahankan dan
memperbanyak telurnya nyamuk betina hanya kawin satu kali selama
hidupnya. Nyamuk betina akan mencari darah, interval tersebut tergantung
pada spesies,dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembapan disebut
siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu 48-96 jam.
2. Perilaku Istirahat
Perilaku istirahat bagi nyamuk terbagi 2 macam yaitu: istirahat yang
sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat
sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Apabila
diteliti lebih lanjut ternyata perilaku istirahat juga memiliki perilaku yang
berbeda-beda.Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk ke dalam rumah
hanya untuk menghisap darah kemudian kembali keluar rumah dan hinggap
pada dinding untuk beristirahat.
3. Perilaku Berkembang Biak
Perilaku berkembang biak sangat bervariasi. Ada spesies yang senang pada
tempat terkena sinar matahari langsung dan ada yang senang pada tempat
yang teduh (Hiswani,2004).
8
2.5 Cara Penularan Penyakit Malaria
Ada dua cara penularan malaria yaitu melalui cara alamiah dan non alamiah.
Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
mengandung parasit malaria (Prabowo, 2004). Nyamuk tersebut mengeluarkan
sporosit yang akan masuk ke peredaran darah tubuh manusia sampai sel–sel hati
manusia pada saat menggigit. Dalam kisaran waktu satu sampai dua minggu setelah
digigit nyamuk, parasit kembali masuk ke dalam darah dan mulai menyerang sel
darah merah dan mulai memakan hemoglobin yang membawa oksigen dalam
darah.Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi plasmodium ini menyebabkan
timbulnya gejala demam disertai menggigil dan menyebabkan anemia (Depkes,
2003).
Apabila nyamuk Anopheles betina menggigit orang sehat, maka parasit itu akan
dipindahkan ke tubuh orang sehat dan menjadi sakit. Seorang yang sakit dapat
menulari 25 orang sehat sekitarnya dalam waktu musim penularan (3 bulan di mana
jumlah nyamuk meningkat) (Depkes, 2003).
Gambar 2.3 Alur penularan malaria secara alamiah
Penularan non-alamiah dapat terjadi jika bukan melalui gigitan nyamuk
anopheles. Beberapa penularan malaria secara non alamiah antara lain, yaitu: malaria
bawaan (Kongenital) adalah malaria pada bayi baru lahir, ditularkan oleh sang ibu
bayi yang sedang menderita malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan
9
pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada
penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya. Gejala malaria pada bayi yang baru lahir
adalah demam, iritabilitas (mudah terangsang sehingga bayi sering menangis dan
rewel), pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak mau makan atau minum, serta pada
kulit bayi akan menguning. Keadaan ini dibedakan dengan infeksi kongenital
lainnya.Pembuktian dapat dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah
bayi.Transfusion malaria bisa jugaterinfeksi oleh penyakit malaria yang ditularkan
melalui transfusi darah dari pendonor darah yang sudah terinfeksi malaria, pemakaian
jarum suntik secara bersama-sama pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi
organ (Prabowo, 2004).
2.6 Vektor Malaria
Menurut Ikrayama (2007) dalam White GB (1989) menyatakan bahwa
penularan malaria dapat ditularkan melalui nyamuk Anopheles betina genus
Plasmodium, spesies Anopheles (aconitus, sundaicus, balabacensis, vagus, dan lain-
lain).Tidak kurang dari 3.500 jumlah spesies nyamuk yang dapat ditemukan di
dunia.Sedangkan untuk Anopheles telah ditemukan 400 spesies, 80 spesies
diantaranya terbukti sebagai vektor malaria.
Menurut Ikrayama (2007) dalam Laihad (2000) bahwa semua vektor hidup
sesuai dengan kondisi ekologi setempat antara lain ada nyamuk yang hidup di air
payau pada tingkat salinitas tertentu (An. sundaicus, An.subpictus), ada yang hidup
di sawah (An.aconitus), air bersih dipegunungan (An. maculatus), genangan air yang
terkena sinar matahari (An. punctulatus, An. farauti). Semua nyamuk, khususnya
Anopheles mempunyai empat tahap dalam siklus hidupnya yaitu telur, larva,
kepompong dan nyamuk dewasa. Telur, larva dan kepompong berada dalam air
selama 5-14 hari. Vektor penyebab malaria adalah nyamuk anopheles dewasa.
Nyamuk betina dapat bertahan hidup selama sebulan. Siklus nyamuk Anopheles
sebagai berikut:
10
1. Telur
Nyamuk betina sekali bertelur telurnya bisa sebanyak 50-200 butir dalam sekali
bertelur. Telur-telur tersebut diletakkan di dalam air dan mengapung di tepi air. Telur
tersebut tidak dapat bertahan di tempat yang kering dan dalam 2-3 hari akan menetas
menjadi larva (ikrayama, 2007 dalam CDC, 2004)
Gambar 2.4 Telur nyamuk Anopheles
2. Larva
Larva nyamuk memiliki kepala dan mulut yang digunakan untuk mencari
makan, sebuah torak dan sebuah perut. Mereka belum memiliki kaki.Dalam
perbedaan nyamuk lainnya, larva Anophelestidak mempunyai saluran pernafasan dan
untuk posisi badan mereka sendiri sejajar dipermukaan air (Ikrayama, 2007).Larva
harus berada di permukaan pada saat bernafas dengan lubang angin pada
perut.Kebanyakan larva memerlukan makan pada alga, bakteri, dan mikroorganisme
lainnya di permukaan. Ketika terganggu Mereka hanya menyelam di bawah
permukaan saja. Larva berenang tiap tersentak pada seluruh badan atau bergerak terus
dengan mulut (Ikrayama, 2007). Larva berkembang melalui 4 tahap atau stadium,
setelah larva mengalami metamorfisis menjadi kepompong. Disetiap akhir stadium
larva berganti kulit, larva mengeluarkan exokeleton atau kulit ke pertumbuhan lebih
lanjut (ikrayama, 2007).
Habitat Larva ditemukan di daerah yang luas tetapi kebanyakan spesies lebih
suka di air bersih. Larva pada nyamuk Anopheles ditemukan di air bersih atau air
payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, di sawah, selokan yang ditumbuhi
rumput, pinggir sungai dan kali, dan genangan air hujan. Banyak spesies lebih suka
hidup di habitat dengan tumbuhan. Habitat lainnya lebih suka sendiri.Beberapa jenis
11
lebih suka di alam terbuka, genangan air yang terkena sinar matahari (Ikrayama,
2007).
Gambar 2.5 Larva nyamuk Anopheles
3. Kepompong
Kepompong dapat ditemukan di dalam air dan tidak memerlukan makanan
tetapi hanya memerlukan udara.Saat masih berbentuk kepompong, sulit dibedakan
antara jantan dan betina.Biasanya kepompong menetas dalam 1-2 hari untuk menjadi
nyamuk dan pada umumnya nyamuk jantan lebih dulu menetas daripada nyamuk
betina (Ikrayama, 2007).
Lamanya dari telur berubah menjadi nyamuk dewasa bervariasi tergantung
spesiesnya dan dipengaruhi oleh panasnya suhu.Nyamuk bisa berkembang dari telur
ke nyamuk dewasa paling sedikit membutuhkan waktu 10-14 hari (Ikrayama, 2007
dalam Depkes 1987).
Gambar 2.6 Kepompong nyamuk Anopheles
4. Nyamuk dewasa
Semua nyamuk Anopheles dewasa memiliki tubuh yang kecil dengan 3 bagian:
kepala, torak dan abdomen (perut). Kepala nyamuk berfungsi untuk memperoleh
12
informasi dan untuk makan.Pada kepala terdapat mata dan sepasang antena. Antena
nyamuk sangat penting untuk mendeteksi bau host dari tempat perindukan dimana
nyamuk betina meletakkan telurnya. Kepalanya juga dapat diperpanjang, maju ke
depan hidung yang berguna untuk makan dan 2 pancaindra. Thorak berfungsi sebagai
penggerak.Tiga pasang kaki dan sebuah kaki menyatu dengan sayap.Di dalam perut
berfungsi untuk pencernaan makanan dan mengembangkan telur.Bagian badannya
beperan mengembang agak besar saat nyamuk betina menghisap darah.Darah tersebut
lalu dicerna tiap waktu untuk membantu memberikan sumber protein pada produksi
telurnya, dimana mengisi perutnya perlahan-lahan (Ikrayama, 2007).
Ciri fisik nyamuk Anopheles dapat dibedakan dari nyamuk lainnya, dimana ciri
fisik nyamuk anopheles adalah hidungnya lebih panjang dan adanya sisik hitam dan
putih pada sayapnya.Nyamuk Anopheles dapat juga dibedakan dari posisi
beristirahatnya yang khas: jantan dan betina lebih suka beristirahat dengan posisi
perut berada diudara dari pada sejajar dengan permukaan (Ikrayama, 2007).
Gambar 2.7 Nyamuk Anopheles dewasa
2.7 Cara Pengendalian Vektor
Tingkat penularan malaria dapat berbeda tergantung faktor setempat seperti
pola curah air hujan (nyamuk berkembang biak pada lokasi basah). Kedekatan antara
lokasi perkembang biakkan nyamuk dengan manusia serta jenis nyamuk diwilayah
13
tersebut. Beberapa daerah angka kasus yang cenderung tetap sepanjang tahun, negara
tersebut digolongkan sebagai endemis malaria, di daerah lain ada musim malaria
yang biasanya berhubungan dengan musim hujan (WHO report, 2010).
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui
program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini,
pengobatan cepat dan tepat, surveilans, dan pengendalian vektor yang kesemuanya
ditunjukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. Indikator keberhasilan
Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014 adalah menurunkan
angka kesakitan malaria dan kematian penyakit malaria, pada tahun 2015 menjadi 1
per 1000 penduduk dari baseline tahun 1990 sebesar 4,7 per 1000 peduduk. Indikator
lain yang perlu diperhatikan adalah target MDGs yaitu angka kematian malaria.
Upaya pengendalian malaria dan pencegahan malaria dapat dilakukan yaitu:
a) Pemakaian Kelambu
Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan
penyakit malaria.Melalui bantuan Global Fund (GF) komponen malaria ronde 1 dan 6
telah dibagikan kelambu berinsektisida ke 16 provinsi. Kelambu dibagikan terbanyak
di Provinsi Nusa Tengara Timur (NTT), sedangkan di Sumatra Barat tidak ada
laporan, cakupan kelambu berinsektisida yang dibagikan kepada penduduk yang
berisiko malaria terbanyak pada tahun 2007 adalah Timor Leste (25,54%), tahun
2008 dan 2009 adalah Srilangka (23,21% dan 40,39%)(Ikrayama, 2007).
b) Pengendalian Vektor
Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian
terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya
pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding
(tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan
insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen
lingkungan dan lain-lain (Ikrayama, 2007).
c) Diagnosis dan Pengobatan
Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya
pengendalian malaria yang penting. Pemeriksaan Sedian Darah (SD) untuk diagnosis
14
malaria, untuk pemeriksaan sedian darah dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi
peningkatan penderita malaria klinis yang diperiksa sedian darahnya.
Pemberantasan malaria dilakukan oleh pemberantasan vektor penyebab malaria
dan dilanjutkan dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga
menderita malaria.Pengobatan diberikan kepada mereka yang terbukti positif secara
laboratorium.Dalam hal pemberantasan malaria, selain dengan pengobatan langsung
juga sering dilakukan dengan jalan penyemprotan rumah dan lingkungan disekitar
rumah dengan racun serangga untuk membunuh nyamuk dewasa dan larva
nyamuk.Tindakan pemberantasan secara kimiawi dan hayati dapat digunakan untuk
membunuh larva nyamuk Anopheles.(Ikrayama, 2007).
d) Pemberantasan Secara Kimiawi
Pemberantasan nyamuk Anopheles secara kimiawi dapat dilakukan dilakukan
dengan menggunakan larvasida, yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk,
yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah solar, minyak tanah, parisgrees,
temephos, fention, dan altosid. Selain zat-zat kimia yang disebutkan di atas, dapat jua
digunakan herbisida, yaitu zat kimia yang mematikan tumbuh-tumbuhan air sebagai
tempat berlindung larva nyamuk (Dyah ayu widiasih, 2012).
e) Pemberantasan Secara Hayati
Pemberantasan larva nyamuk Anopheles secara hayati dilakukan dengan
menggunakan beberapa agen biologis, seperti predator, misalnya pemakan jentik
(clarviyorous fish) seperti gabusia dan panchax (ikan kepala timah).Pencegahan
penyakit malaria juga dilakukan dengan cara pengelolaan lingkungan hidup yaitu
dengan mengubah lingkungan sehingga larva nyamuk tidak mungkin hidup dan
berkembang. Kegiatan ini berupa penimbunan tempat perindukan nyamuk,
pengeringan dn pembuatan dam. Selain itu, kegiatan lain mencakup pengubahan
kadar garam, pembersihan air atau perlu dilakukan.
Di antara cara pemberantasan nyamuk seperti yang sudah diuraikan
sebelumnya, pencegahan secara kimiawi adalah tindakan yang paling umum di
Indonesia, misalkan penggunaan solar dan minyak tanah yang dicampur spreading
agent, yaitu zat kimia yang dapat mempercepat penyebaran bahan aktif yang
15
digunakan, terbukti sangat efektif. Penggunaan minyak solar untuk antilarva di
Indonesia pertama dilakukan di bali pada tahun 1974, kemudian 1975 cara tersebut
juga diterapkan di daerah jawa Timur dan Jawa Barat. Untuk menentukan metode
pemberantasan yang tepat guna, perlu diketahui dengan pasti musim penularan yang
tepat perlu didukung oleh data entomologi yang baik dan benar dan metode yang
dipilih harus sesuai dengan perilaku vektor yang menjadi sasaran (Dyah ayu widiasih,
2012).
Tindakan pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan veksinasi.Vaksin yang
ditunjukan untuk mengimunasi manusia juga dapat digunakan pada hewan.Tidak
dilakukan percobaan untuk pengembangan vaksin rekombinan protein merozoit dari
P. vivax, tetapi masih belum berhasil.Pasien yang positif malaria dapat diberikan
antimalarial, seperti kloroquin.Jenis obat yang tersedia dapat disesuaikan dengan
efeknya.Chinin dan kloroquin merupakan obat yang dapat menghambat schizon dan
pentaquine serta efektif terhadap parasite pada fase gamet dan berada di jaringan
(Dyah ayu widiasih, 2012).
2.8 Pengamatan Faktor Ekologi Masing-Masing Stasiun
Penyebaran tempat berkembang biakAnopheles spp. hampir merata di seluruh
tipe perairan, tidak hanya di laguna, tapi juga persawahan, tambak, dan lain-lain.
Secara geografis lokasi penelitian merupakan daerah pantai dengan spesies Anopheles
yang paling banyak dijumpai adalah An. vagus dan An. subpictus.Hasil serupa juga
dilaporkan dari beberapa kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat.Kepadatan
jentik menjadi indikator bahwa tempat tersebut merupakan tempat yang kondusif
untuk perkembangbiakan Anopheles spp.
Jentik nyamuk An. subpictus yang dapat bertahan hidup di air tawar dan payau
terutama pada musim hujan, sering di jumpai di kubangan kerbau, saluran air dan
sawah. Berdasarkan Atlas vektor penyakit di Indonesia, jentik An. subpictus sering
dijumpai di kubangan kerbau, saluran air, kolam ikan, tempat semen, saluran air di
kebun, talang air dan kadang ditemukan di sawah, parit sumur, tepi danau yang
berumput, dan sungai.
16
Jentik An. subpictus biasanya ditemukan bersama-sama dengan An. sundaicus
serta tumbuh optimal pada air payau dengan kadar garam antara 12-18 ppm dan tidak
berkembang biak pada kadar garam 40 ppm ke atas. Jentik An. subpictus lebih toleran
terhadap kadar garam sehingga dapat ditemukan di tempat yang mendekati tawar atau
juga di tempat yang kadar garamnya cukup tinggi (Mading dan Kazwaini,2014).
Habitat perkembangbiakan yang terpapar sinar matahari langsung dapat
menyebabkan peningkatan suhu air. Suhu air dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan
paparan sinar matahari pada habitat perkembangbiakan Anopheles spp.Derajat suhu
mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air yang penting bagi kelangsungan
hidup jentik. Semakin tinggi suhu maka semakin rendah kelarutan oksigen. Pada suhu
yang ekstrim jentik Anopheles spp. tidak dapat berkembang biak bahkan akan
mengalami kematian. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah
25°C-27°C. Chwatt menyatakan suhu udara optimum bagi kehidupan nyamuk
berkisar antara 25°C-30°C,serta pertumbuhan akan berhenti sama sekali bila suhu
kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C.
Menurut kesukaan terhadap sinar matahari, ada tiga kelompok Anopheles spp.
dalam menentukan tempat perkembang-biakannya. Terdapat jenis Anopheles spp.
yang menyukai tempat perkembangbiakannya terkena langsung sinar matahari (An.
maculatus dan An. subpictus); jenis nyamuk Anopheles spp. yang tidak menyukai
tempat perkembangbiakannya terkena sinar matahari secara langsung (An. umbrosus
dan An. leucosphyrus; dan jenis nyamuk Anopheles spp. yang menyukai tempat
perkembangbiakannya terkena atau tidak terkena secara langsung sinar matahari (An.
barbirostris, An. culicifacies, An. albimanus, dan An. stephensi) (Mading dan
Kazwaini,2014).
Lingkungan biologi dapat mem-pengaruhi populasi jentik maupun nyamuk
dewasa.Faktor biologi yang berperan dalam kehidupan nyamuk Anopheles spp.
adalah faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal terdiri dari kepadatan, jenis,
umur nyamuk, dan kerentanan vektor terhadap Plasmodium spp. Adapun faktor
eksternal terdiri dari keberadaan vegetasi, makanan jentik, dan predator.
17
Keberadaan vegetasi dapat menyebabkan peningkatan kepadatan jentik karena
menyediakan tempat bersembunyi dan makanan sehingga jentik dapat bertahan
hidup.Hasil penelitian Rahayu menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
keberadaan vegetasi dengan densitas larva.Tumbuh-tumbuhan seperti lumut,
dedaunan, dan pohon bakau mempengaruhi kehidupan jentik nyamuk.Dapat pula
menjadi pelindung jentik atau menaungi habitat agar tidak terkena langsung sinar
matahari yang dapat menyebabkan peningkatan suhu air serta gangguan predator
yang dapat mengurangi jumlah populasi larva nyamuk di habitat perkembangbiakan.
Beberapa jenis predator yang dijumpai di habitat perkembangbiakan, yaitu
berudu, ikan, dan udang. Menurut penelitian Zulfahrudin, ikan nila yang masih muda
merupakan predator yang efektif dalam pengendalian vektor malaria dengan cara
penebaran di laguna sebagai predator jentik.Hal ini sejalan dengan penelitian
Setyaningrum,.etal yang menyatakan keberadaan ikan pada habitat
perkembangbiakan mempengaruhi kepadatan jentik nyamuk, semakin banyak ikan
maka kepadatan jentik semakin kecil demikian pula sebaliknya.Adapun untuk berudu
belum dapat dikategorikan sebagai predator karena tipe mulutnya lebih sesuai untuk
memakan alga daripada benda lain. Dengan demikian, berudu tidak dapat dikatakan
sebagai pengendali biologi bagi jentik nyamuk(Mading dan Kazwaini,2014).
Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk diantaranya
adalah faktor suhu udara.Nyamuk termasuk hewan berdarah dingin (cold blooded
animal) atau poikilothermicyaitu suhu tubuhnya bervariasi dipengaruhi langsung oleh
suhu lingkungannya atau dapat disesuaikan tetapi pada rentang yang sempit.
Temperatur berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan (development)
serta kematian serangga.
Kelembaban udara (humidity) berpengaruh pada metabolisme di dalam tubuh
nyamuk. Demikian juga lamanya waktu perkembangan nyamuk dan waktu penetasan
telur, karena semakin tinggi kelembaban, telur akan semakin cepat menetas. Waktu
peletakkan telur pun meningkat bila keadaan kelembaban udara juga meningkat.
Selain itu, kelembaban juga berpengaruh terhadap tingkat aktivitas nyamuk.
Pada kisaran kelembaban tertentu, aktivitas nyamuk ada yang kurang aktif dan ada
18
yang lebih aktif.Kelembaban udara juga mempengaruhi umur nyamuk. Pada
kelembaban udara <60% umur nyamuk akan menjadi pendek, nyamuk akan cepat
payah, kering dan cepat mati.Kelembaban udara juga mempengaruhi umur nyamuk.
Pada kelembaban udara <60% umur nyamuk akan menjadi pendek, nyamuk akan
cepat payah, kering dan cepat mati(Mading dan Kazwaini,2014).
2.9 Program Yang Bisa Diterapkan Di Sekolah (Contoh Laskar Jentik)
Laskar Jentik adalah sebutan bagi anak-anak sekolah yang menjadi pasukan
pemantau jentik dan merupakan salah satu program pemberantasan penyakit malaria
berbasis masyarakat sekolah yang didukung oleh UNICEF di Provinsi NTT.
Program Laskar Jentik sudah dilaksanakan di tiga kabupaten: Sikka, Timor
Tengah Selatan dan Sumba Barat Daya.Laskar Jentik diinisiasi pertama kali di Sikka
oleh Yayasan Sosial Pembangunan Masyarakat (YASPEM) yang bekerjasama
dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka dan UNICEF.Ada tiga komponen utama
yaitu pencarian penderita dan pengobatan yang tepat, pengendalian vektor/nyamuk
dan program pencegahan malaria melalui partisipasi masyarakat.
Laskar Jentikmerupakan salah satu upaya peningkatan partisipasi masyarakat
dengan mengedepankan partisipasi anak, terutama anak sekolah. Program
pemberantasan sarang nyamuk berbasis masyarakat sekolah ini terintegrasi dalam
kurikulum sekolah dan juga kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Filosofi dasar dari
pendekatan Laskar Jentik adalah “Belajar dan bertindak bersama. Sekolahku dan
rumahku bebas jentik”. Dengan pemahaman bahwa dunia anak-anak adalah dunia
bermain, maka untuk meningkatkan partisipasi anak dalam program pemberantasan
malaria adalah dengan cara belajar sambil bermain. Laskar Jentik juga merupakan
salah satu contoh praktek cerdas yang sudah terbukti bisa melibatkan partisipasi
berbagai elemen masyarakat yaitu anak sekolah, Dasa Wisma dan anggota TNI.
Sedangkan di kota semarang Pemberdayaan siswa sekolah dasar menjadi
Siswa Pemantau Jentik(Wamantik) mulai dicetuskan sejak tahun 2004 oleh
pemerintah. Siswa Pemantau Jentik (Wamantik) adalah pemberdayaan siswa sekolah
dasar untuk menjadi juru pemantau jentik. Siswa berasal dari sekolah tersebut dengan
19
kisaran umur 9-12 tahun, yang lebih tepatnya siswa kelas 5 SD. Siswa yang telah
mampu membaca dan memahami apa yang mereka baca, lihat, dan dengar. Mereka
memantau jentik di lingkungan sekolah.Kegiatan atau tugas siswa pemantau jentik
dilakukan secara kelompok bergilir berdasarkan kelompok piket kebersihan kelas.
Merujuk dari Departemen Kesehatan RI tahun 2006 mengenai tugasJumantik,
maka tugas dari siswa pemantau jentik adalah sebagai berikut:
a. Membuat analisis tempat-tempat perindukan atau tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk yang ada di sekitar sekolah, misal bak mandi,
pot, vas bunga yang terisi air, kaleng dan botol bekas, tempayan, tempat
sampah,dan lain sebagainya.
b. Memantau jentik secara rutin, yaitu dua kali dalam seminggu
c. Mencatat hasil pemantauan jentik di kartu pemantauan jentik
d. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada supervisor wamantik, yaitu
gurukelas 5
e. Menuliskan hasil pemantauan jentik pada papan pengumuman
keberadaanjentik.
Menurut Depkes RI 2006, cara pemantauan jentik oleh jumantikadalah:
1. Memeriksa bak mandi/WC, tempayan, drum, dan tempat-tempat
penampunganair lainnya.
2. Jika jentik tidak tampak, ditunggu ± 0,5-1 menit, jika ada jentik maka
akanmuncul ke permukaan untuk bernafas.
3. Di tempat gelap menggunakan senter atau baterai.
4. Memeriksa vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik,
banbekas, dan lain-lain.
5. Tempat-tempat lain yang perlu diperiksa oleh Jumantik antara lain
talang/saluran air yang rusak/tidak lancar, lubang-lubang pada
potonganbambu, pohon, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan air
tergenang seperti di rumah-rumah kosong, pemakaman, dan lain-lain.
20
Merujuk dari Depkes RI tahun 2006 mengenai cara mencatat danmelaporkan
hasil pemeriksaan jentik, cara pencatatan dan pelaporan hasilpemantauan jentik oleh
wamantik adalah sebagai berikut:
a. Menuliskan nama sekolah dan kecamatan sekolah berada.
b. Menuliskan nama penjaga sekolah atau petugas kebersihan sekolah.
c. Menuliskan tanggal, bulan, dan tahun melaksanakan pemantauan jentik.
d. Menuliskan nama wamantik yang bertugas dan kelas.
e. Bila ditemukan jentik, maka jumlah tempat penampungan air yang positif
jentik ditulis pada kolom JML+, dan apabila tidak ditemukan tulislah
jumlahtempat penampungan air yang tidak ditemukan jentik di kolom
JML –
f. Pencatatan dilakukan pada kartu pemantauan jentik yang disediakan.
g. Satu lembar kartu digunakan untuk sekali melakukan kegiatan
pemantauan Jentik.
h. Melaporkan dan menyerahkan hasil pemantauan jentik kepada supervisor
Wamantik.
i. Menuliskan hasil pemantauan jentik pada papan pengumuman
keberadaan jentik.
Penyelenggaraan pelatihan jumantik terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap persiapan
latihan, tahap pelaksanaan latihan, dan evaluasi latihan.Tahap persiapan terdiri dari
menyiapkan kerangka acuan latihan, menyusun jadwal latihan, rencana biaya dan
pertanggungjawabannya, mengirim undangan kepada para peserta, dan mempelajari
modul latihan (Depkes RI, 2006: 1-3).
Tahap pelaksanaan latihan terdiri dari menyiapkan alat peraga dan bahan
latihan, menyiapkan ruangan dan pengaturan tempat duduk (tempat duduk peserta
dalam bentuk setengah lingkaran atau tapal kuda), pengaturan waktu penyampaian
materi (waktu yang dibutuhkan adalah 45 menit untuk 15 menit penjelasan, 15 menit
peragaan, dan 15 menit tanya jawab). Tahap evaluasi terdiri dari menyiapkan
instrumen evaluasi, menjelaskan maksud dan tujuan evaluasi (bukan untuk menguji
21
jumantik), melaksanakan evaluasi, mengolah dan analisishasil pretest dan postest,
memberikan penilaian masing-masing peserta, menghitung nilai rata-rata,
membandingkan nilai rata-rata antar pretest dan postest (Depkes RI, 2006: 1-3).
22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian Dari Endah setyaningrum,dkk (2008) tentang studi
ekologi perindukan nyamuk vector malaria, faktor biotik dan abiotik yang
mendukung kehidupan larva nyamuk vektor malaria adalah suhu, pH, salinitas,
kedalaman, dasar air, warna air, kecerahan, DO, kepadatan larva, kelembaban udara,
tumbuhan dan hewan air yang berada disekitar perindukan.Namun karena
keterbatasaan fasilitas dan minimnya waktu, kami hanya meneliti suhu, pH, dan DO.
Tempat penelitian dilaksanakan di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin pada
hari Sabtu, 17 Oktober 2015. Dikarenakan kota Banjarmasin merupakan daerah hilir
yang banyak akan rawa dan genangan air, selain itu anak-anak usia sekolah lebih
rentan terkena penyakit malaria sehingga menjadi tempat yang ideal bagi
berkembangnya vektor penyakit seperti nyamuk.
Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan survai
pendahuluan.Survai ini dilakukan untuk menentukan tempat-tempat perindukan larva
nyamuk Anopheles sp. Yang selanjutnya disebut stasiun pengamatan. Stasiun
pengamatan 1 air genangan dengan kondisi air diam yang memiliki panjang 5 m dan
lebar 50 cm . Stasiun pengamatan 2 berupa selokan dengan panjang 10 m dan lebar
30 cm. sedangkan stasiun 3 berupa rawa dengan air tergenang dengan panjang 300 m
dan lebar 5 m. dari pengukuran didapat hasil suhu stasiun 1 (25°C), stasiun 2 (26°C),
dan stasiun 3 (23°C). Berdasarkan hasil penelitian menurut Hoedojo (1993) suhu
optimum untuk tempat perindukan nyamuk berkisar antara 20-28°C, hal tersebut
sesuai dengan penelitian suhu yang kami lakukan dengan menggunakan
termometer.Namun menurut Raharjo, dkk. (2003) suhu di sekitar tempat perindukan
nyamuk Anopheles sp. pada musim kemarau dapat mencapai 31,1-36,7 hal tersebut
tidak sesuai dengan hasil penelitian kami dikarenakan stasiun pengambilan sampel
rata-rata tertutupi bangunan dan tumbuhan. Penelitian kami menunjukan suhu di
stasiun 2 (selokan) lebih tinggi dibandingkan suhu di stasiun lain, dikarenakan
keberadaan tempatnya yang kurang terlindungi tumbuhan dan bangunan.
23
Selain suhu, didapatkan hasil pengukuran pH dengan menggunakan alat ph
meter yaitu di stasiun 1 (7,1), satasiun 2 (7,2), dan distasiun 3 (7,4). Hal ini sesuai
dengan pendapat Effendi (2003), bahwa sebagaian besar biota akuatik mempunyai
nilai pH antara7-8,5. Raharjo dkk. (2003) juga menyatakan bahwa pH tempat
perindukan nyamuk Anopheles pada musim kemarau berkisar antara 6,8-8,6.Hal ini
menunjukan bahwa pH ketiga stasiun di sekitar sekolah sangat mendukung untuk
tempat perindukan nyamuk.
Berdasarkan hasil pengukuran DO (Oksigen terlarut) pada uji Lab didapat
sampel stasiun 1 (2,3 mg/L), sampel stasiun 2 (1,2 mg/L) dan sampel stasiun 3 (5,8
mg/L).Dari hasil tersebut diketahui pada stasiun 2, sampel menunjukan DO yang
paling rendah dikarenakan kondisi stasiun 2 yang paling tinggi intensitas cahayanya
dibanding stasiun yang lain. Peningkatan suhu akibat intensitas cahaya juga dapat
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut.Sedangkan pada stasiun 3, sampel
menunjukan DO paling tinggi, hal tersebut menunjukan proses fotosintesis pada
stasiun 3 berjalan paling baik selain itu juga stasiun 3 memiliki suhu yang paling
rendah dibanding stasiun lain. Dari ketiga sampel tersebut yang memenuhi kondisi
cocok tempat perindukan nyamuk sesuai dengan penelitian Setyaningrum yang
menyatakan DO berkisar antara 5-6,4 mg/L adalah stasiun 3, sedangkan stasiun 1 dan
2 tidak memenuhi. Hasil pada uji lab ini mungkin kurang akurat diakibatkan jarak
antara pengambilan sampel dan tempat pengujian sampel yang memakan waktu
selain itu juga dikarenakan kendala waktu pembawaan sampel.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil pengukuran suhu perindukan larva nyamuk vektor malaria pada stasiun
1, stasiun 2, dan stasiun 3 di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin yaitu 25°C,
26°C, dan 23°C.
2. Hasil pengukuran pH perindukan larva nyamuk vektor malaria pada stasiun
1,stasiun 2,dan stasiun 3 SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin yaitu 7,1; 7,2
dan 7,4.
3. Hasil pengukuran DO perindukan larva nyamuk vektor malaria pada stasiun
1, stasiun 2, dan stasiun 3 SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin yaitu 2,3
mg/L; 1,2 mg/L dan 5,8 mg/L.
4.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian ini adalah hendaknya pihak pemerintah dan
instansi pendidikan terkait mengadakan upaya pengendalian vektor malaria atau
mengadakan program pencegahan malaria melalui partisispasi masyarakat dengan
mengedepankan partisipasi anak sekolah.
25
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, dewi wayan ni dan Ruben wadu willa. 2013. Fauna Yang Hidup Bersama
Larva Anopheles Pada Habitat Larva Anopheles Di Kabupaten Sumba Barat
Daya.
Babba, Ikrayama. 2007. Faktor-faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian
Malaria.Semarang : Universitas Diponegoro.
Depkes RI, 2006, Modul Latihan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD),
Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI, 2006, Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN
DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI, 2006, Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Depkes RI, Jakarta.
Garcia, LS dan Bruckner DA (1996); Diagnostik Parasitologi Kedokteran; Penerbit
Buku Kedokteran; EGC; Jakarta.)
Hiswani,2004, Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara
Mading Majematang, Kazwaini Muhammad. Ekologi Anopheles Spp. Di Kabupaten
Lombok Tengah.NTT: Loka Litbang P2B2 Waikabubak;2014
26
Setyaningrum E, Rosa E, Murwani S, Andananta K. Studi Ekologi Perindukan
Nyamuk Vektor Malaria Di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa Lampung
Selatan. Prosiding Seminar Hasil dan Pengabdian Kepada Masyarakat Karya
Peneliti Universitas Lampung. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
LAMPIRAN
Gambar Lokasi Stasiun 1
Gambar Lokasi Stasiun 2
Gambar Lokasi Stasiun 3
Gambar Foto Bersama Kepala Sekolah dan Guru
Gambar hasil uji DO
SOAL-SOAL
Soal Studi Kasus
Anda melakukan penelitian pada sekolah dasar yang berada di Kabupaten X
yang memiliki 180 orang murid. Diketahui bahwa wilayahnya terdapat pada dataran
rendah. Selain itu disekitar sekolah terdapat banyak rawa pasang surut yang
difungsikan sebagai sawah dan pemukiman oleh masyarakat. Di sekitar sekolah yang
dikelilingi rawa banyak ditemui tumbuhan seperti akar wangi, zodia, dan banyak
eceng gondok. Berdasarkan pengamatan di lapangan peneliti melihat jumlah populasi
ikan di daerah rawa masih dapat ditemui akan tetapi populasinya sedikit.
Jawablah pertanyaan 1-5 dibawah ini berdasarkan studi kasus diatas
1. Yang bisa menjadi faktor risiko lingkungan yang mempengaruhi penyakit
malaria yang dapat anda analisis berdasarkan studi kasus pada sekolah dasar
diatas adalah?
2. Apakah ada hubungan eceng gondok terhadap keberadaan vektor nyamuk?
Jelaskan!
3. Sebutkan spesies vektor malaria yang hidup di daerah sawah!
4. Yang merupakan faktor ekologis nyamuk malaria dari variabel pada soal yang
dapat diteliti adalah?
5. Sebagai mahasiswa teknik lingkungan, pengendalian apakah yang dapat
direkomendasikan di sekolah yang tersebut?

Contenu connexe

Similaire à Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin

Makalah penanganan malaria
Makalah penanganan malariaMakalah penanganan malaria
Makalah penanganan malaria
Warnet Raha
 
243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx
243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx
243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx
Fadhilah Culan
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang MalariaPenyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Rini Wahyuni
 

Similaire à Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin (20)

Buku saku tatlksana malaria 2014
Buku saku tatlksana malaria 2014Buku saku tatlksana malaria 2014
Buku saku tatlksana malaria 2014
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan
Penyajian Data Sistem Informasi KesehatanPenyajian Data Sistem Informasi Kesehatan
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan
 
Malaria
MalariaMalaria
Malaria
 
Penyajian Data Informasi Kesehatan
Penyajian Data Informasi KesehatanPenyajian Data Informasi Kesehatan
Penyajian Data Informasi Kesehatan
 
Makalah penanganan malaria
Makalah penanganan malariaMakalah penanganan malaria
Makalah penanganan malaria
 
Daftar is2
Daftar is2Daftar is2
Daftar is2
 
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten KarawangProgram Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatan
 
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...
 
243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx
243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx
243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx
 
Vektor penyakit.pptx
Vektor penyakit.pptxVektor penyakit.pptx
Vektor penyakit.pptx
 
Keperawatan
KeperawatanKeperawatan
Keperawatan
 
Malaria
MalariaMalaria
Malaria
 
Malaria
MalariaMalaria
Malaria
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang MalariaPenyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Malaria
 
penyajian data kesakitan pada malaria
penyajian data kesakitan pada malariapenyajian data kesakitan pada malaria
penyajian data kesakitan pada malaria
 
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Angka Kejadian Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Angka Kejadian MalariaPenyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Angka Kejadian Malaria
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Angka Kejadian Malaria
 
Vektor
VektorVektor
Vektor
 
Laporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologiLaporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologi
 
slide cacar monyet kelompok 2.pptx
slide cacar monyet kelompok 2.pptxslide cacar monyet kelompok 2.pptx
slide cacar monyet kelompok 2.pptx
 

Dernier (6)

GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptx
GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptxGEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptx
GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN EFEK RUMAH KACA.pptx
 
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptxPPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
PPT Sistem Rekayasa Air Limbah dan Pembuangannya.pptx
 
JSA jsa working at height , job safety analisis
JSA jsa working at height , job safety analisisJSA jsa working at height , job safety analisis
JSA jsa working at height , job safety analisis
 
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)
Teori Analisis Risiko Lingkungan (PowerPoint Presentation)
 
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .ppt
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .pptSukses Budidaya Jagung Manis hibrida .ppt
Sukses Budidaya Jagung Manis hibrida .ppt
 
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjmodul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
modul lingkaran kelas 8.docxmnkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
 

Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin

  • 1. 1 FAKTOR EKOLOGIS NYAMUK MALARIA DI SDN BELITUNG SELATAN 4 BANJARMASIN TUGAS BESAR Dosen Pembimbing Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd.Hyp.ST.Mkes Oleh : Erdina Lulu A.R H1E113024 Elly Iswahyuni H1E113223 Asmarika Wibawati H1E113230 Melida Rima Fatimah H1E112014 KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU 2015
  • 2. 2 FAKTOR EKOLOGIS NYAMUK MALARIA DI SDN BELITUNG SELATAN 4 BANJARMASIN TUGAS BESAR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Kelulusan Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan Kerja Oleh : Erdina Lulu A.R H1E113024 Elly Iswahyuni H1E113223 Asmarika Wibawati H1E113230 Melida Rima Fatimah H1E112014 KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU 2015
  • 3. i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun Tugas Penelitian yang berjudul “Faktor Ekologis Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin” ini tepat pada waktunya. Dalam penyusunan Tugas Penelitian ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR. Qomariyatus Sholihah,Amd.Hyp.ST.MKes selaku dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam pembuatan Tugas Beaar ini. Serta dari teman sekelompok dengan mencari berbagai materi-materi yang bisa dijadikan acuan. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu . Penulis menyadari bahwa Tugas Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.Kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan Tugas Besar selanjutnya. Banjarbaru, November 2015 PENULIS
  • 4. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................. i DAFTAR ISI.................................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR...................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 Latar Belakang................................................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................1 1.3 Manfaat Penelitian..........................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3 2.1 Pengertian Penyakit Malaria...........................................................................3 2.2 Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia ...................................3 2.3 Siklus Hidup Nyamuk Anopheles ..................................................................4 2.4 Bionomik Nyamuk .........................................................................................6 2.5 Cara Penularan Penyakit Malaria ...................................................................8 2.6 Vektor Malaria................................................................................................9 2.7 Cara Pengendalian Vektor............................................................................12 2.8 Pengamatan Faktor Ekologi Masing-Masing Stasiun ..................................15 2.9 Program Yang Bisa Diterapkan Di Sekolah (Contoh Laskar Jentik) ...........18 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................22 BAB IV PENUTUP ...................................................................................................24 4.1 Kesimpulan...................................................................................................24 4.2 Saran.............................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................25 LAMPIRAN ...................................................................................................................
  • 5. iii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Malaria ......................................................................................... 5 Gambar 2.2 Hubungan Tempat Kehidupan Nyamuk.................................................. 6 Gambar 2.3 Alur Penularan Malaria Secara Alamiah................................................. 8 Gambar 2.4 Telur Nyamuk Anopheles........................................................................ 10 Gambar 2.5 Larva Nyamuk Anopheles....................................................................... 11 Gambar 2.6 Kepompong Nyamuk Anopheles ............................................................ 11 Gambar 2.7 Nyamuk Anopheles Dewasa................................................................... 12
  • 6. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk Anopheles merupakan salah satu vektor penyakit malaria,dimana penyakit malaria termasuk penyakit endemis hampir sebagian besar wilayah Indonesia.Unicef menyatakan sekitar 50% dari populasi Indonesia rawan terkena malaria. Berdasarkan data ditjen PP & PL Depkes RI 2009 disebutkan bahwa dari tahun 2006-2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan. Sementara itu anak-anak usia 1-9 tahun termasuk kelompok yang paling rentan malaria, didapatkan angka positif malaria yang cukup tinggi (1,9%) dibandingkan kelompok lainnya (Riskesdas,2013). Anak-anak usia sekolah paling rawan terhadap malaria.Disamping itu keadaan sekolah yang banyak genangan air merupakan tempat potensial bagi perindukan nyamuk. Lingkungan fisik dan biologi seperti suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya, arus air, tumbuh-tumbuhan air dan tumbuhan pelindung,serta ikan predator juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan larva nyamuk dan penyebarannya,sehingga akan mempengaruhi keseimbangan populasi nyamuk di alam (Depkes RI,2001). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan mengetahui kondisi lingkungan, serta mengamati aspek ekologi.Data ini penting sebagai informasi dalam upaya penanggulangan malaria. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui suhu tempat perindukan larva nyamuk vektor malaria di SDN Belitung Selatan 4 Kota Banjarmasin. 2. Mengetahui pH tempat perindukan larva nyamuk vektor malaria di SDN Belitung Selatan 4 Kota Banjarmasin.
  • 7. 2 3. Mengetahui DO tempat perindukan larva nyamuk vektor malaria di SDN Belitung Selatan 4 Kota Banjarmasin. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitiaan ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi di dalam penanggulangan nyamuk vektor penyebab penyakit malaria.
  • 8. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penyakit Malaria Penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk anopheles dan menyerang dalam bentuk infeksi akut ataupun kronis disebut dengan penyakit malaria.Oleh nyamuk anopheles betina, protozoa genus plasmodium dalam bentuk aseksual masuk melalui gigitan dan menginfeksi ke dalam tubuh manusia.Istilah malaria sendiri diambil dari dua kata berbahasa italia yaitu mal berarti buruk dan area adalah udara atau udara buruk karena masa lampau banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Nama lain penyakit ini adalah demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme (Prabowo, 2004) Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2003 Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh beberapa parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina dari orang ke orang ataupun dari penderita kepada orang yang sehat (Zulkarnain dan Setiawan, 2006). Tidak hanya di Indonesia, transmisi penyakit malaria diketahui juga berlangsung di lebih dari 100 negara dibenua Afrika, Asia, Oceania, Amerika Latin, Kepulauan Karibia dan Turki. Sekitar 1,6 milyar penduduk pada daerah ini selalu berada dalam risiko terkena malaria. Tiap tahun terdapat 100 juta kasus dan meninggal 1 juta didaerah Sahara Afrika. Bayi dan anak- anak adalah Sebagian besar yang meninggal dunia, didaerah ini banyak terdapat P. malariae dan P. falciparum (Zulkarnain dan Setiawan, 2006). 2.2 Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia Penyakit malaria saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.Kalimantan Selatan tercatat pernah menjadi daerah terjadinya kejadian luar biasa, walaupun daerah tempat terjadinya berbeda-beda.Di daerah transmigrasi
  • 9. 4 dimana terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan Kejadian Luar Biasa (KLB). Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina.Berdasarkan survai unit kerja SPP (Serangga Penular Penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 spesies nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari spesies-spesies nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 spesies nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria. Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu: 1. Plasmodium Falciparum penyebab utama malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat. 2. Plasmodium Vivax penyebab malaria tertina 3. Plasmodium malaria penyebab quartana 4. Plasmodium Ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat. (Hiswani, 2004) Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax atau P.malirae.Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi, infeksi campuran ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya. (Hiswani, 2004) 2.3 Siklus Hidup Nyamuk Anopheles Semua serangga termasuk, dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan- tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama dengan tingkatan yang
  • 10. 5 berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu: 1. Tingkatan di dalam air 2. Tingkatan di luar tempat berair (darat/udara). Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air. Tingkat kehidupan di dalam air ialah: telur, jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada didalam air, maka telurakan menetas dan keluar jentik.Jentik yang baru keluar dari dalam telur masih sangat halus seperti jarum.Dalam pertumbuhannya jentik anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali. (Hiswani,2004) Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu, keadaan makanan serta spesies nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya. Setelah nyamuk bersentuhan langsung dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya didarat atau udara.Dalam meneruskan keturunannya, nyamuk betina kebanyakan hanya kawin satu kali selama hidupnya.Biasanya perkawinan terjadi setelah 24-48 jam saat keluarnya dari kepompong. Gambar 2.1 Siklus Malaria
  • 11. 6 Menurut Garcia dkk (1996) apabila nyamuk yang terinfeksi plasmodium dari penderita menggigit manusia yang sehat maka sporozoit yang terdapat dalam kelenjar ludah nyamuk dimasukkan melalui luka tusuk. Dalam satu jam bentuk efektif ini terbawa oleh darah menuju hati kemudian masuk ke sel parenkim hati dan mulai perkembangan siklus preeritrosit atau ekso-eritrositik primer. Sporozoit akan menjadi bulat atau lonjong dan mulai membelah dengan cepat. Hasil skizogoni tersebut adalah merozoit eksoeritrosit dalam jumlah besar. 2.4 Bionomik Nyamuk Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan, umur, populasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi berupa lisan fisik (musim, kelembaban, angin, matahari, arus air), lingkungan kimiawi (kadar gram, PH) dan lingkungan biologik seperti tumbuhan bakau, gangang vegetasi disekitar tempat perindukan dan musim alami. Jika ditinjau dari kehidupan nyamuk ada tiga macam tempat yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.Hubungan ketiga tempat tersebut dapat dilukiskan dengan bagan sebagai berikut: Gambar 2.2 Hubungan Tempat Kehidupan Nyamuk Agar menunjang program pemberantasan malaria, beberapa perilaku vector yang berhubungan dengan ketiga tempat tersebut perlu untuk diketahui seperti terlihat di bawah ini: 1. Perilaku Mencari Darah
  • 12. 7 Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu: a. Perilaku mencari darah dikatakan dengan waktu. Nyamuk Anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malam hari. Tiap spesies nyamuk diketahui ternyata mempunyai sifat tertentu mengenai waktu mencari darah. b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat. Terdapat dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah di dalam rumah. c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi,dapat dibedakan: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu. d. Frekuensi menggigit, telah diketahui ternyata untuk mempertahankan dan memperbanyak telurnya nyamuk betina hanya kawin satu kali selama hidupnya. Nyamuk betina akan mencari darah, interval tersebut tergantung pada spesies,dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembapan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu 48-96 jam. 2. Perilaku Istirahat Perilaku istirahat bagi nyamuk terbagi 2 macam yaitu: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Apabila diteliti lebih lanjut ternyata perilaku istirahat juga memiliki perilaku yang berbeda-beda.Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk ke dalam rumah hanya untuk menghisap darah kemudian kembali keluar rumah dan hinggap pada dinding untuk beristirahat. 3. Perilaku Berkembang Biak Perilaku berkembang biak sangat bervariasi. Ada spesies yang senang pada tempat terkena sinar matahari langsung dan ada yang senang pada tempat yang teduh (Hiswani,2004).
  • 13. 8 2.5 Cara Penularan Penyakit Malaria Ada dua cara penularan malaria yaitu melalui cara alamiah dan non alamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria (Prabowo, 2004). Nyamuk tersebut mengeluarkan sporosit yang akan masuk ke peredaran darah tubuh manusia sampai sel–sel hati manusia pada saat menggigit. Dalam kisaran waktu satu sampai dua minggu setelah digigit nyamuk, parasit kembali masuk ke dalam darah dan mulai menyerang sel darah merah dan mulai memakan hemoglobin yang membawa oksigen dalam darah.Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi plasmodium ini menyebabkan timbulnya gejala demam disertai menggigil dan menyebabkan anemia (Depkes, 2003). Apabila nyamuk Anopheles betina menggigit orang sehat, maka parasit itu akan dipindahkan ke tubuh orang sehat dan menjadi sakit. Seorang yang sakit dapat menulari 25 orang sehat sekitarnya dalam waktu musim penularan (3 bulan di mana jumlah nyamuk meningkat) (Depkes, 2003). Gambar 2.3 Alur penularan malaria secara alamiah Penularan non-alamiah dapat terjadi jika bukan melalui gigitan nyamuk anopheles. Beberapa penularan malaria secara non alamiah antara lain, yaitu: malaria bawaan (Kongenital) adalah malaria pada bayi baru lahir, ditularkan oleh sang ibu bayi yang sedang menderita malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan
  • 14. 9 pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya. Gejala malaria pada bayi yang baru lahir adalah demam, iritabilitas (mudah terangsang sehingga bayi sering menangis dan rewel), pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak mau makan atau minum, serta pada kulit bayi akan menguning. Keadaan ini dibedakan dengan infeksi kongenital lainnya.Pembuktian dapat dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah bayi.Transfusion malaria bisa jugaterinfeksi oleh penyakit malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dari pendonor darah yang sudah terinfeksi malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi organ (Prabowo, 2004). 2.6 Vektor Malaria Menurut Ikrayama (2007) dalam White GB (1989) menyatakan bahwa penularan malaria dapat ditularkan melalui nyamuk Anopheles betina genus Plasmodium, spesies Anopheles (aconitus, sundaicus, balabacensis, vagus, dan lain- lain).Tidak kurang dari 3.500 jumlah spesies nyamuk yang dapat ditemukan di dunia.Sedangkan untuk Anopheles telah ditemukan 400 spesies, 80 spesies diantaranya terbukti sebagai vektor malaria. Menurut Ikrayama (2007) dalam Laihad (2000) bahwa semua vektor hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat antara lain ada nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas tertentu (An. sundaicus, An.subpictus), ada yang hidup di sawah (An.aconitus), air bersih dipegunungan (An. maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari (An. punctulatus, An. farauti). Semua nyamuk, khususnya Anopheles mempunyai empat tahap dalam siklus hidupnya yaitu telur, larva, kepompong dan nyamuk dewasa. Telur, larva dan kepompong berada dalam air selama 5-14 hari. Vektor penyebab malaria adalah nyamuk anopheles dewasa. Nyamuk betina dapat bertahan hidup selama sebulan. Siklus nyamuk Anopheles sebagai berikut:
  • 15. 10 1. Telur Nyamuk betina sekali bertelur telurnya bisa sebanyak 50-200 butir dalam sekali bertelur. Telur-telur tersebut diletakkan di dalam air dan mengapung di tepi air. Telur tersebut tidak dapat bertahan di tempat yang kering dan dalam 2-3 hari akan menetas menjadi larva (ikrayama, 2007 dalam CDC, 2004) Gambar 2.4 Telur nyamuk Anopheles 2. Larva Larva nyamuk memiliki kepala dan mulut yang digunakan untuk mencari makan, sebuah torak dan sebuah perut. Mereka belum memiliki kaki.Dalam perbedaan nyamuk lainnya, larva Anophelestidak mempunyai saluran pernafasan dan untuk posisi badan mereka sendiri sejajar dipermukaan air (Ikrayama, 2007).Larva harus berada di permukaan pada saat bernafas dengan lubang angin pada perut.Kebanyakan larva memerlukan makan pada alga, bakteri, dan mikroorganisme lainnya di permukaan. Ketika terganggu Mereka hanya menyelam di bawah permukaan saja. Larva berenang tiap tersentak pada seluruh badan atau bergerak terus dengan mulut (Ikrayama, 2007). Larva berkembang melalui 4 tahap atau stadium, setelah larva mengalami metamorfisis menjadi kepompong. Disetiap akhir stadium larva berganti kulit, larva mengeluarkan exokeleton atau kulit ke pertumbuhan lebih lanjut (ikrayama, 2007). Habitat Larva ditemukan di daerah yang luas tetapi kebanyakan spesies lebih suka di air bersih. Larva pada nyamuk Anopheles ditemukan di air bersih atau air payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, di sawah, selokan yang ditumbuhi rumput, pinggir sungai dan kali, dan genangan air hujan. Banyak spesies lebih suka hidup di habitat dengan tumbuhan. Habitat lainnya lebih suka sendiri.Beberapa jenis
  • 16. 11 lebih suka di alam terbuka, genangan air yang terkena sinar matahari (Ikrayama, 2007). Gambar 2.5 Larva nyamuk Anopheles 3. Kepompong Kepompong dapat ditemukan di dalam air dan tidak memerlukan makanan tetapi hanya memerlukan udara.Saat masih berbentuk kepompong, sulit dibedakan antara jantan dan betina.Biasanya kepompong menetas dalam 1-2 hari untuk menjadi nyamuk dan pada umumnya nyamuk jantan lebih dulu menetas daripada nyamuk betina (Ikrayama, 2007). Lamanya dari telur berubah menjadi nyamuk dewasa bervariasi tergantung spesiesnya dan dipengaruhi oleh panasnya suhu.Nyamuk bisa berkembang dari telur ke nyamuk dewasa paling sedikit membutuhkan waktu 10-14 hari (Ikrayama, 2007 dalam Depkes 1987). Gambar 2.6 Kepompong nyamuk Anopheles 4. Nyamuk dewasa Semua nyamuk Anopheles dewasa memiliki tubuh yang kecil dengan 3 bagian: kepala, torak dan abdomen (perut). Kepala nyamuk berfungsi untuk memperoleh
  • 17. 12 informasi dan untuk makan.Pada kepala terdapat mata dan sepasang antena. Antena nyamuk sangat penting untuk mendeteksi bau host dari tempat perindukan dimana nyamuk betina meletakkan telurnya. Kepalanya juga dapat diperpanjang, maju ke depan hidung yang berguna untuk makan dan 2 pancaindra. Thorak berfungsi sebagai penggerak.Tiga pasang kaki dan sebuah kaki menyatu dengan sayap.Di dalam perut berfungsi untuk pencernaan makanan dan mengembangkan telur.Bagian badannya beperan mengembang agak besar saat nyamuk betina menghisap darah.Darah tersebut lalu dicerna tiap waktu untuk membantu memberikan sumber protein pada produksi telurnya, dimana mengisi perutnya perlahan-lahan (Ikrayama, 2007). Ciri fisik nyamuk Anopheles dapat dibedakan dari nyamuk lainnya, dimana ciri fisik nyamuk anopheles adalah hidungnya lebih panjang dan adanya sisik hitam dan putih pada sayapnya.Nyamuk Anopheles dapat juga dibedakan dari posisi beristirahatnya yang khas: jantan dan betina lebih suka beristirahat dengan posisi perut berada diudara dari pada sejajar dengan permukaan (Ikrayama, 2007). Gambar 2.7 Nyamuk Anopheles dewasa 2.7 Cara Pengendalian Vektor Tingkat penularan malaria dapat berbeda tergantung faktor setempat seperti pola curah air hujan (nyamuk berkembang biak pada lokasi basah). Kedekatan antara lokasi perkembang biakkan nyamuk dengan manusia serta jenis nyamuk diwilayah
  • 18. 13 tersebut. Beberapa daerah angka kasus yang cenderung tetap sepanjang tahun, negara tersebut digolongkan sebagai endemis malaria, di daerah lain ada musim malaria yang biasanya berhubungan dengan musim hujan (WHO report, 2010). Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans, dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditunjukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. Indikator keberhasilan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014 adalah menurunkan angka kesakitan malaria dan kematian penyakit malaria, pada tahun 2015 menjadi 1 per 1000 penduduk dari baseline tahun 1990 sebesar 4,7 per 1000 peduduk. Indikator lain yang perlu diperhatikan adalah target MDGs yaitu angka kematian malaria. Upaya pengendalian malaria dan pencegahan malaria dapat dilakukan yaitu: a) Pemakaian Kelambu Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan penyakit malaria.Melalui bantuan Global Fund (GF) komponen malaria ronde 1 dan 6 telah dibagikan kelambu berinsektisida ke 16 provinsi. Kelambu dibagikan terbanyak di Provinsi Nusa Tengara Timur (NTT), sedangkan di Sumatra Barat tidak ada laporan, cakupan kelambu berinsektisida yang dibagikan kepada penduduk yang berisiko malaria terbanyak pada tahun 2007 adalah Timor Leste (25,54%), tahun 2008 dan 2009 adalah Srilangka (23,21% dan 40,39%)(Ikrayama, 2007). b) Pengendalian Vektor Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan dan lain-lain (Ikrayama, 2007). c) Diagnosis dan Pengobatan Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting. Pemeriksaan Sedian Darah (SD) untuk diagnosis
  • 19. 14 malaria, untuk pemeriksaan sedian darah dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi peningkatan penderita malaria klinis yang diperiksa sedian darahnya. Pemberantasan malaria dilakukan oleh pemberantasan vektor penyebab malaria dan dilanjutkan dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga menderita malaria.Pengobatan diberikan kepada mereka yang terbukti positif secara laboratorium.Dalam hal pemberantasan malaria, selain dengan pengobatan langsung juga sering dilakukan dengan jalan penyemprotan rumah dan lingkungan disekitar rumah dengan racun serangga untuk membunuh nyamuk dewasa dan larva nyamuk.Tindakan pemberantasan secara kimiawi dan hayati dapat digunakan untuk membunuh larva nyamuk Anopheles.(Ikrayama, 2007). d) Pemberantasan Secara Kimiawi Pemberantasan nyamuk Anopheles secara kimiawi dapat dilakukan dilakukan dengan menggunakan larvasida, yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk, yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah solar, minyak tanah, parisgrees, temephos, fention, dan altosid. Selain zat-zat kimia yang disebutkan di atas, dapat jua digunakan herbisida, yaitu zat kimia yang mematikan tumbuh-tumbuhan air sebagai tempat berlindung larva nyamuk (Dyah ayu widiasih, 2012). e) Pemberantasan Secara Hayati Pemberantasan larva nyamuk Anopheles secara hayati dilakukan dengan menggunakan beberapa agen biologis, seperti predator, misalnya pemakan jentik (clarviyorous fish) seperti gabusia dan panchax (ikan kepala timah).Pencegahan penyakit malaria juga dilakukan dengan cara pengelolaan lingkungan hidup yaitu dengan mengubah lingkungan sehingga larva nyamuk tidak mungkin hidup dan berkembang. Kegiatan ini berupa penimbunan tempat perindukan nyamuk, pengeringan dn pembuatan dam. Selain itu, kegiatan lain mencakup pengubahan kadar garam, pembersihan air atau perlu dilakukan. Di antara cara pemberantasan nyamuk seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, pencegahan secara kimiawi adalah tindakan yang paling umum di Indonesia, misalkan penggunaan solar dan minyak tanah yang dicampur spreading agent, yaitu zat kimia yang dapat mempercepat penyebaran bahan aktif yang
  • 20. 15 digunakan, terbukti sangat efektif. Penggunaan minyak solar untuk antilarva di Indonesia pertama dilakukan di bali pada tahun 1974, kemudian 1975 cara tersebut juga diterapkan di daerah jawa Timur dan Jawa Barat. Untuk menentukan metode pemberantasan yang tepat guna, perlu diketahui dengan pasti musim penularan yang tepat perlu didukung oleh data entomologi yang baik dan benar dan metode yang dipilih harus sesuai dengan perilaku vektor yang menjadi sasaran (Dyah ayu widiasih, 2012). Tindakan pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan veksinasi.Vaksin yang ditunjukan untuk mengimunasi manusia juga dapat digunakan pada hewan.Tidak dilakukan percobaan untuk pengembangan vaksin rekombinan protein merozoit dari P. vivax, tetapi masih belum berhasil.Pasien yang positif malaria dapat diberikan antimalarial, seperti kloroquin.Jenis obat yang tersedia dapat disesuaikan dengan efeknya.Chinin dan kloroquin merupakan obat yang dapat menghambat schizon dan pentaquine serta efektif terhadap parasite pada fase gamet dan berada di jaringan (Dyah ayu widiasih, 2012). 2.8 Pengamatan Faktor Ekologi Masing-Masing Stasiun Penyebaran tempat berkembang biakAnopheles spp. hampir merata di seluruh tipe perairan, tidak hanya di laguna, tapi juga persawahan, tambak, dan lain-lain. Secara geografis lokasi penelitian merupakan daerah pantai dengan spesies Anopheles yang paling banyak dijumpai adalah An. vagus dan An. subpictus.Hasil serupa juga dilaporkan dari beberapa kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat.Kepadatan jentik menjadi indikator bahwa tempat tersebut merupakan tempat yang kondusif untuk perkembangbiakan Anopheles spp. Jentik nyamuk An. subpictus yang dapat bertahan hidup di air tawar dan payau terutama pada musim hujan, sering di jumpai di kubangan kerbau, saluran air dan sawah. Berdasarkan Atlas vektor penyakit di Indonesia, jentik An. subpictus sering dijumpai di kubangan kerbau, saluran air, kolam ikan, tempat semen, saluran air di kebun, talang air dan kadang ditemukan di sawah, parit sumur, tepi danau yang berumput, dan sungai.
  • 21. 16 Jentik An. subpictus biasanya ditemukan bersama-sama dengan An. sundaicus serta tumbuh optimal pada air payau dengan kadar garam antara 12-18 ppm dan tidak berkembang biak pada kadar garam 40 ppm ke atas. Jentik An. subpictus lebih toleran terhadap kadar garam sehingga dapat ditemukan di tempat yang mendekati tawar atau juga di tempat yang kadar garamnya cukup tinggi (Mading dan Kazwaini,2014). Habitat perkembangbiakan yang terpapar sinar matahari langsung dapat menyebabkan peningkatan suhu air. Suhu air dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan paparan sinar matahari pada habitat perkembangbiakan Anopheles spp.Derajat suhu mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air yang penting bagi kelangsungan hidup jentik. Semakin tinggi suhu maka semakin rendah kelarutan oksigen. Pada suhu yang ekstrim jentik Anopheles spp. tidak dapat berkembang biak bahkan akan mengalami kematian. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Chwatt menyatakan suhu udara optimum bagi kehidupan nyamuk berkisar antara 25°C-30°C,serta pertumbuhan akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Menurut kesukaan terhadap sinar matahari, ada tiga kelompok Anopheles spp. dalam menentukan tempat perkembang-biakannya. Terdapat jenis Anopheles spp. yang menyukai tempat perkembangbiakannya terkena langsung sinar matahari (An. maculatus dan An. subpictus); jenis nyamuk Anopheles spp. yang tidak menyukai tempat perkembangbiakannya terkena sinar matahari secara langsung (An. umbrosus dan An. leucosphyrus; dan jenis nyamuk Anopheles spp. yang menyukai tempat perkembangbiakannya terkena atau tidak terkena secara langsung sinar matahari (An. barbirostris, An. culicifacies, An. albimanus, dan An. stephensi) (Mading dan Kazwaini,2014). Lingkungan biologi dapat mem-pengaruhi populasi jentik maupun nyamuk dewasa.Faktor biologi yang berperan dalam kehidupan nyamuk Anopheles spp. adalah faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal terdiri dari kepadatan, jenis, umur nyamuk, dan kerentanan vektor terhadap Plasmodium spp. Adapun faktor eksternal terdiri dari keberadaan vegetasi, makanan jentik, dan predator.
  • 22. 17 Keberadaan vegetasi dapat menyebabkan peningkatan kepadatan jentik karena menyediakan tempat bersembunyi dan makanan sehingga jentik dapat bertahan hidup.Hasil penelitian Rahayu menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara keberadaan vegetasi dengan densitas larva.Tumbuh-tumbuhan seperti lumut, dedaunan, dan pohon bakau mempengaruhi kehidupan jentik nyamuk.Dapat pula menjadi pelindung jentik atau menaungi habitat agar tidak terkena langsung sinar matahari yang dapat menyebabkan peningkatan suhu air serta gangguan predator yang dapat mengurangi jumlah populasi larva nyamuk di habitat perkembangbiakan. Beberapa jenis predator yang dijumpai di habitat perkembangbiakan, yaitu berudu, ikan, dan udang. Menurut penelitian Zulfahrudin, ikan nila yang masih muda merupakan predator yang efektif dalam pengendalian vektor malaria dengan cara penebaran di laguna sebagai predator jentik.Hal ini sejalan dengan penelitian Setyaningrum,.etal yang menyatakan keberadaan ikan pada habitat perkembangbiakan mempengaruhi kepadatan jentik nyamuk, semakin banyak ikan maka kepadatan jentik semakin kecil demikian pula sebaliknya.Adapun untuk berudu belum dapat dikategorikan sebagai predator karena tipe mulutnya lebih sesuai untuk memakan alga daripada benda lain. Dengan demikian, berudu tidak dapat dikatakan sebagai pengendali biologi bagi jentik nyamuk(Mading dan Kazwaini,2014). Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk diantaranya adalah faktor suhu udara.Nyamuk termasuk hewan berdarah dingin (cold blooded animal) atau poikilothermicyaitu suhu tubuhnya bervariasi dipengaruhi langsung oleh suhu lingkungannya atau dapat disesuaikan tetapi pada rentang yang sempit. Temperatur berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan (development) serta kematian serangga. Kelembaban udara (humidity) berpengaruh pada metabolisme di dalam tubuh nyamuk. Demikian juga lamanya waktu perkembangan nyamuk dan waktu penetasan telur, karena semakin tinggi kelembaban, telur akan semakin cepat menetas. Waktu peletakkan telur pun meningkat bila keadaan kelembaban udara juga meningkat. Selain itu, kelembaban juga berpengaruh terhadap tingkat aktivitas nyamuk. Pada kisaran kelembaban tertentu, aktivitas nyamuk ada yang kurang aktif dan ada
  • 23. 18 yang lebih aktif.Kelembaban udara juga mempengaruhi umur nyamuk. Pada kelembaban udara <60% umur nyamuk akan menjadi pendek, nyamuk akan cepat payah, kering dan cepat mati.Kelembaban udara juga mempengaruhi umur nyamuk. Pada kelembaban udara <60% umur nyamuk akan menjadi pendek, nyamuk akan cepat payah, kering dan cepat mati(Mading dan Kazwaini,2014). 2.9 Program Yang Bisa Diterapkan Di Sekolah (Contoh Laskar Jentik) Laskar Jentik adalah sebutan bagi anak-anak sekolah yang menjadi pasukan pemantau jentik dan merupakan salah satu program pemberantasan penyakit malaria berbasis masyarakat sekolah yang didukung oleh UNICEF di Provinsi NTT. Program Laskar Jentik sudah dilaksanakan di tiga kabupaten: Sikka, Timor Tengah Selatan dan Sumba Barat Daya.Laskar Jentik diinisiasi pertama kali di Sikka oleh Yayasan Sosial Pembangunan Masyarakat (YASPEM) yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka dan UNICEF.Ada tiga komponen utama yaitu pencarian penderita dan pengobatan yang tepat, pengendalian vektor/nyamuk dan program pencegahan malaria melalui partisipasi masyarakat. Laskar Jentikmerupakan salah satu upaya peningkatan partisipasi masyarakat dengan mengedepankan partisipasi anak, terutama anak sekolah. Program pemberantasan sarang nyamuk berbasis masyarakat sekolah ini terintegrasi dalam kurikulum sekolah dan juga kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Filosofi dasar dari pendekatan Laskar Jentik adalah “Belajar dan bertindak bersama. Sekolahku dan rumahku bebas jentik”. Dengan pemahaman bahwa dunia anak-anak adalah dunia bermain, maka untuk meningkatkan partisipasi anak dalam program pemberantasan malaria adalah dengan cara belajar sambil bermain. Laskar Jentik juga merupakan salah satu contoh praktek cerdas yang sudah terbukti bisa melibatkan partisipasi berbagai elemen masyarakat yaitu anak sekolah, Dasa Wisma dan anggota TNI. Sedangkan di kota semarang Pemberdayaan siswa sekolah dasar menjadi Siswa Pemantau Jentik(Wamantik) mulai dicetuskan sejak tahun 2004 oleh pemerintah. Siswa Pemantau Jentik (Wamantik) adalah pemberdayaan siswa sekolah dasar untuk menjadi juru pemantau jentik. Siswa berasal dari sekolah tersebut dengan
  • 24. 19 kisaran umur 9-12 tahun, yang lebih tepatnya siswa kelas 5 SD. Siswa yang telah mampu membaca dan memahami apa yang mereka baca, lihat, dan dengar. Mereka memantau jentik di lingkungan sekolah.Kegiatan atau tugas siswa pemantau jentik dilakukan secara kelompok bergilir berdasarkan kelompok piket kebersihan kelas. Merujuk dari Departemen Kesehatan RI tahun 2006 mengenai tugasJumantik, maka tugas dari siswa pemantau jentik adalah sebagai berikut: a. Membuat analisis tempat-tempat perindukan atau tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk yang ada di sekitar sekolah, misal bak mandi, pot, vas bunga yang terisi air, kaleng dan botol bekas, tempayan, tempat sampah,dan lain sebagainya. b. Memantau jentik secara rutin, yaitu dua kali dalam seminggu c. Mencatat hasil pemantauan jentik di kartu pemantauan jentik d. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada supervisor wamantik, yaitu gurukelas 5 e. Menuliskan hasil pemantauan jentik pada papan pengumuman keberadaanjentik. Menurut Depkes RI 2006, cara pemantauan jentik oleh jumantikadalah: 1. Memeriksa bak mandi/WC, tempayan, drum, dan tempat-tempat penampunganair lainnya. 2. Jika jentik tidak tampak, ditunggu ± 0,5-1 menit, jika ada jentik maka akanmuncul ke permukaan untuk bernafas. 3. Di tempat gelap menggunakan senter atau baterai. 4. Memeriksa vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik, banbekas, dan lain-lain. 5. Tempat-tempat lain yang perlu diperiksa oleh Jumantik antara lain talang/saluran air yang rusak/tidak lancar, lubang-lubang pada potonganbambu, pohon, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan air tergenang seperti di rumah-rumah kosong, pemakaman, dan lain-lain.
  • 25. 20 Merujuk dari Depkes RI tahun 2006 mengenai cara mencatat danmelaporkan hasil pemeriksaan jentik, cara pencatatan dan pelaporan hasilpemantauan jentik oleh wamantik adalah sebagai berikut: a. Menuliskan nama sekolah dan kecamatan sekolah berada. b. Menuliskan nama penjaga sekolah atau petugas kebersihan sekolah. c. Menuliskan tanggal, bulan, dan tahun melaksanakan pemantauan jentik. d. Menuliskan nama wamantik yang bertugas dan kelas. e. Bila ditemukan jentik, maka jumlah tempat penampungan air yang positif jentik ditulis pada kolom JML+, dan apabila tidak ditemukan tulislah jumlahtempat penampungan air yang tidak ditemukan jentik di kolom JML – f. Pencatatan dilakukan pada kartu pemantauan jentik yang disediakan. g. Satu lembar kartu digunakan untuk sekali melakukan kegiatan pemantauan Jentik. h. Melaporkan dan menyerahkan hasil pemantauan jentik kepada supervisor Wamantik. i. Menuliskan hasil pemantauan jentik pada papan pengumuman keberadaan jentik. Penyelenggaraan pelatihan jumantik terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap persiapan latihan, tahap pelaksanaan latihan, dan evaluasi latihan.Tahap persiapan terdiri dari menyiapkan kerangka acuan latihan, menyusun jadwal latihan, rencana biaya dan pertanggungjawabannya, mengirim undangan kepada para peserta, dan mempelajari modul latihan (Depkes RI, 2006: 1-3). Tahap pelaksanaan latihan terdiri dari menyiapkan alat peraga dan bahan latihan, menyiapkan ruangan dan pengaturan tempat duduk (tempat duduk peserta dalam bentuk setengah lingkaran atau tapal kuda), pengaturan waktu penyampaian materi (waktu yang dibutuhkan adalah 45 menit untuk 15 menit penjelasan, 15 menit peragaan, dan 15 menit tanya jawab). Tahap evaluasi terdiri dari menyiapkan instrumen evaluasi, menjelaskan maksud dan tujuan evaluasi (bukan untuk menguji
  • 26. 21 jumantik), melaksanakan evaluasi, mengolah dan analisishasil pretest dan postest, memberikan penilaian masing-masing peserta, menghitung nilai rata-rata, membandingkan nilai rata-rata antar pretest dan postest (Depkes RI, 2006: 1-3).
  • 27. 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian Dari Endah setyaningrum,dkk (2008) tentang studi ekologi perindukan nyamuk vector malaria, faktor biotik dan abiotik yang mendukung kehidupan larva nyamuk vektor malaria adalah suhu, pH, salinitas, kedalaman, dasar air, warna air, kecerahan, DO, kepadatan larva, kelembaban udara, tumbuhan dan hewan air yang berada disekitar perindukan.Namun karena keterbatasaan fasilitas dan minimnya waktu, kami hanya meneliti suhu, pH, dan DO. Tempat penelitian dilaksanakan di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin pada hari Sabtu, 17 Oktober 2015. Dikarenakan kota Banjarmasin merupakan daerah hilir yang banyak akan rawa dan genangan air, selain itu anak-anak usia sekolah lebih rentan terkena penyakit malaria sehingga menjadi tempat yang ideal bagi berkembangnya vektor penyakit seperti nyamuk. Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan survai pendahuluan.Survai ini dilakukan untuk menentukan tempat-tempat perindukan larva nyamuk Anopheles sp. Yang selanjutnya disebut stasiun pengamatan. Stasiun pengamatan 1 air genangan dengan kondisi air diam yang memiliki panjang 5 m dan lebar 50 cm . Stasiun pengamatan 2 berupa selokan dengan panjang 10 m dan lebar 30 cm. sedangkan stasiun 3 berupa rawa dengan air tergenang dengan panjang 300 m dan lebar 5 m. dari pengukuran didapat hasil suhu stasiun 1 (25°C), stasiun 2 (26°C), dan stasiun 3 (23°C). Berdasarkan hasil penelitian menurut Hoedojo (1993) suhu optimum untuk tempat perindukan nyamuk berkisar antara 20-28°C, hal tersebut sesuai dengan penelitian suhu yang kami lakukan dengan menggunakan termometer.Namun menurut Raharjo, dkk. (2003) suhu di sekitar tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. pada musim kemarau dapat mencapai 31,1-36,7 hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian kami dikarenakan stasiun pengambilan sampel rata-rata tertutupi bangunan dan tumbuhan. Penelitian kami menunjukan suhu di stasiun 2 (selokan) lebih tinggi dibandingkan suhu di stasiun lain, dikarenakan keberadaan tempatnya yang kurang terlindungi tumbuhan dan bangunan.
  • 28. 23 Selain suhu, didapatkan hasil pengukuran pH dengan menggunakan alat ph meter yaitu di stasiun 1 (7,1), satasiun 2 (7,2), dan distasiun 3 (7,4). Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003), bahwa sebagaian besar biota akuatik mempunyai nilai pH antara7-8,5. Raharjo dkk. (2003) juga menyatakan bahwa pH tempat perindukan nyamuk Anopheles pada musim kemarau berkisar antara 6,8-8,6.Hal ini menunjukan bahwa pH ketiga stasiun di sekitar sekolah sangat mendukung untuk tempat perindukan nyamuk. Berdasarkan hasil pengukuran DO (Oksigen terlarut) pada uji Lab didapat sampel stasiun 1 (2,3 mg/L), sampel stasiun 2 (1,2 mg/L) dan sampel stasiun 3 (5,8 mg/L).Dari hasil tersebut diketahui pada stasiun 2, sampel menunjukan DO yang paling rendah dikarenakan kondisi stasiun 2 yang paling tinggi intensitas cahayanya dibanding stasiun yang lain. Peningkatan suhu akibat intensitas cahaya juga dapat mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut.Sedangkan pada stasiun 3, sampel menunjukan DO paling tinggi, hal tersebut menunjukan proses fotosintesis pada stasiun 3 berjalan paling baik selain itu juga stasiun 3 memiliki suhu yang paling rendah dibanding stasiun lain. Dari ketiga sampel tersebut yang memenuhi kondisi cocok tempat perindukan nyamuk sesuai dengan penelitian Setyaningrum yang menyatakan DO berkisar antara 5-6,4 mg/L adalah stasiun 3, sedangkan stasiun 1 dan 2 tidak memenuhi. Hasil pada uji lab ini mungkin kurang akurat diakibatkan jarak antara pengambilan sampel dan tempat pengujian sampel yang memakan waktu selain itu juga dikarenakan kendala waktu pembawaan sampel.
  • 29. 24 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil pengukuran suhu perindukan larva nyamuk vektor malaria pada stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin yaitu 25°C, 26°C, dan 23°C. 2. Hasil pengukuran pH perindukan larva nyamuk vektor malaria pada stasiun 1,stasiun 2,dan stasiun 3 SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin yaitu 7,1; 7,2 dan 7,4. 3. Hasil pengukuran DO perindukan larva nyamuk vektor malaria pada stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin yaitu 2,3 mg/L; 1,2 mg/L dan 5,8 mg/L. 4.2 Saran Adapun saran untuk penelitian ini adalah hendaknya pihak pemerintah dan instansi pendidikan terkait mengadakan upaya pengendalian vektor malaria atau mengadakan program pencegahan malaria melalui partisispasi masyarakat dengan mengedepankan partisipasi anak sekolah.
  • 30. 25 DAFTAR PUSTAKA Adnyana, dewi wayan ni dan Ruben wadu willa. 2013. Fauna Yang Hidup Bersama Larva Anopheles Pada Habitat Larva Anopheles Di Kabupaten Sumba Barat Daya. Babba, Ikrayama. 2007. Faktor-faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Malaria.Semarang : Universitas Diponegoro. Depkes RI, 2006, Modul Latihan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), Depkes RI, Jakarta. Depkes RI, 2006, Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Depkes RI, Jakarta. Depkes RI, 2006, Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Depkes RI, Jakarta. Garcia, LS dan Bruckner DA (1996); Diagnostik Parasitologi Kedokteran; Penerbit Buku Kedokteran; EGC; Jakarta.) Hiswani,2004, Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara Mading Majematang, Kazwaini Muhammad. Ekologi Anopheles Spp. Di Kabupaten Lombok Tengah.NTT: Loka Litbang P2B2 Waikabubak;2014
  • 31. 26 Setyaningrum E, Rosa E, Murwani S, Andananta K. Studi Ekologi Perindukan Nyamuk Vektor Malaria Di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan. Prosiding Seminar Hasil dan Pengabdian Kepada Masyarakat Karya Peneliti Universitas Lampung. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
  • 32. LAMPIRAN Gambar Lokasi Stasiun 1 Gambar Lokasi Stasiun 2
  • 33. Gambar Lokasi Stasiun 3 Gambar Foto Bersama Kepala Sekolah dan Guru
  • 35. SOAL-SOAL Soal Studi Kasus Anda melakukan penelitian pada sekolah dasar yang berada di Kabupaten X yang memiliki 180 orang murid. Diketahui bahwa wilayahnya terdapat pada dataran rendah. Selain itu disekitar sekolah terdapat banyak rawa pasang surut yang difungsikan sebagai sawah dan pemukiman oleh masyarakat. Di sekitar sekolah yang dikelilingi rawa banyak ditemui tumbuhan seperti akar wangi, zodia, dan banyak eceng gondok. Berdasarkan pengamatan di lapangan peneliti melihat jumlah populasi ikan di daerah rawa masih dapat ditemui akan tetapi populasinya sedikit. Jawablah pertanyaan 1-5 dibawah ini berdasarkan studi kasus diatas 1. Yang bisa menjadi faktor risiko lingkungan yang mempengaruhi penyakit malaria yang dapat anda analisis berdasarkan studi kasus pada sekolah dasar diatas adalah? 2. Apakah ada hubungan eceng gondok terhadap keberadaan vektor nyamuk? Jelaskan! 3. Sebutkan spesies vektor malaria yang hidup di daerah sawah! 4. Yang merupakan faktor ekologis nyamuk malaria dari variabel pada soal yang dapat diteliti adalah? 5. Sebagai mahasiswa teknik lingkungan, pengendalian apakah yang dapat direkomendasikan di sekolah yang tersebut?