Teks tersebut membahas tentang epistemologi sains modern dengan menjelaskan beberapa hal:
1) Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari sumber, struktur, dan kebenaran pengetahuan.
2) Sumber pengetahuan sains meliputi alam, rasio, hati, sejarah, pengalaman indra, nalar, otoritas, intuisi, dan wahyu.
3) Epistemologi sains berfokus pada cara memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
E p i s t e m o l o g i
1. 0
E P I S T E M O L O G I
S A I N S M O D E R N
MAKALAH
Disusun Sebagai Bahan Diskusi pada Mata Kuliah
F I L S A F A T I L M U
Dibawah Bimbingan:
Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir, M.S
Erni Haryanti, Ph.D
Disusun Oleh: Erta Mahyudin
NIM: 3.216.2.2.007
KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA S3
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2018 M/1438 H
2. 1
KAJIAN KRITIS TERHADAP EPISTEMOLOGI SAINS MODERN
Disusun Oleh:
Erta Mahyudin - NIM: 3.216.2.2.007
A. Pendahuluan
Kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat telah mengubah
pola pikir manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan
pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya
hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana
perubahan-perubahan itu terjadi. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu yang selanjutnya
berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan
sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya.1
Filsafat adalah pemikiran yang menyeluruh (komprehensif), radikal
(mendasar), universal, koheren dan kosisten, bertanggung jawab, dan umumnya
bebas dan spekulatif.2
Dengan karakter demikian, filsafat telah menjadi induk
semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang
melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu
pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu
pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya.
Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah
harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan
secara argumentatif, dengan argumen-argumen yang objektif.
Filsafat merupakan ilmu yang tak terbatas karena tidak hanya menyelidiki
suatu bidang tertentu dari realitas yang tertentu saja. Filsafat senantiasa
mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat pun selalu
mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas yang ada,
bahkan apa saja yang dapat dipertanyakan, termasuk filsafat itu sendiri.
1
Menurut Tafsir, berbagai pengetahuan manusia yang berkembang menjadi ilmu dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan
pengetahuan mistik. Hal. 11.
2
Adian Husaini, xxi.
3. 2
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhdap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi dan kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang
pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada
hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu.3
Filsafat ilmu
bertugas memberi landasan filosofi untuk memahami berbagai konsep dan teori
suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori
ilmiah.
Seluruh dimensi kebenaran yang pernah diperbincangkan oleh umat
manusia dalam sepanjang sejarah memiliki landasan epistemologi. Dimensi
kebenaran itu sangat beragam dan ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk
sampai kepada dimensi kebenaran tersebut. Sifat khas dari sebuah rumusan
kebenaran adalah terletak dari bagaimana kebenaran itu dapat diketahui secara
pasti, kertimbang secara langsung berbicara tentang kebenaran dalam dirinya
sendiri. Dalam artian bahwa kebenaran tidak akan memiliki arti apa-apa jika cara
yang ditempuh untuk sampai kepada kebenaran tersebut tidak pernah menjadi
pertimbangan yang matang, pada posisi inilah epistemologi sangat penting dalam
seluruh kajian filsafat, termasuk filsafat ilmu.
B. Pembahasan
1. Epistemologi Sains
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme dan logos. Episteme
biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau
teori4
. Dengan makna dasar yang demikian, epistemologi secara singkat diartikan
teori pengetahuan yang benar, atau lazimnya disebut teori pengetahuan (theory of
knowledge), yaitu teori yang membahas tentang “cara mendapatkan pengetahuan
yang benar”5
dari suatu objek yang ingin dipikirkan.6
3
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka ilmu, 1999), hal. 14.
4
Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2013) hal.
27
5
Jujun, hal. 100
6
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode
Kritik. (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 1.
4. 3
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari asal mula (apakah
sumber-sumber pengetahuan?), struktur (jangkauan dan ruang lingkup
pengetahuan, sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap
manusia?), metode (bagaimana mendapatkan pengetahuan yang lebih
menitikberatkan pada sebuah proses pencarian ilmu) dan kebenaran pengetahuan
(cara mengukur sah tidaknya (validitasnya) suatu pengetahuan).7
Jenis pengetahuan yang menjadi objek pembahasan dalam makalah ini
adalah pengetahuan sains. Sains yang merupakan serapan dari kata science berasal
dari kata Latin, scire yang artinya mengetahui. Dalam hal ini tidak berbeda
dengan knowledge (pengetahuan).8
Secara terminologi, sains adalah suatu
eksplorasi ke alam materi berdasarkan observasi dan mencari hubungan-hubungan
alamiah yang teratur mengenai fenomena yang diamati serta bersifat mampu
meguji diri sendiri.9
Menurut Tafsir, pengetahuan sains harus berdasarkan logika
(dalam arti sesuai dengan hukum alam/rasional) dan didukung bukti empiris.
Gejala yang paling menonjol dalam pengetahuan sain ialah adanya bukti
empiris.10
Sains bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara
sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu
tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, sains terbentuk karena manusia berusaha
berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
2. Sumber Pengetahuan Sains
Teori pengetahuan tidak dapat menghindarkan pembahasan tentang sumber-
sumber pengetahuan tempat bahan-bahannya diperoleh. Sumber-sumber itu
7
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosda, 2010), Hal. 27 dan Jujun S. Suriasumantri,
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 2001), hal. 101.dan Jujun,
hal.101
8
U. Maman, Pola berpikir sains; Membangkitkan Kembali Tradisi Keilmuan Islam (Bogor,
QMM Pusblishing 2012), hal. 95
9
Agus Purwanto, Nalar Ayat-ayat Semesta; Menjadikan al-Quran sebagai Basis Kontruksi
Ilmu Pengetahuan (Bandung: Mizan, 2012), Cet. I, hal. 144
10
Tafsir, hal. 6
5. 4
menurut filosof, tidak lain adalah indra, akal dan hati. Ada juga yang berpendapat
bahwa sumber-sumber epistemologi itu antara lain adalah sebagai berikut:
a. Alam
Salah satu sumber pengetahuan sains adalah alam semesta ini. Yang dimaksud
dengan alam, adalah alam materi, alam ruang dan waktu, alam gerakan, alam
yang sekarang kita tengah hidup di dalamnya, dan kita memiliki hubungan
dengan alam ini dengan menggunakan berbagai alat indera kita.
b. Rasio dan hati
Rasio dan hati adalah dua sumber lain pengetahuan sains. Sumber yang lain
yang masih perlu dibahas adalah masalah kekuatan rasio dan pikiran manusia.
Setelah kita mengetahui bahwa alam ini merupakan “sumber luar” bagi
epistemologi, lalu apakah manusia juga memiliki “sumber dalam” bagi
epistemologi ataukah tidak memiliki? Hal ini tentunya berkaitan erat dengan
masalah rasio, berbagai perkara yang rasional, berbagai perkara yang sifatnya
fitrah. Selanjutnya sumber selanjutnya adalah hati (jiwa). Semestinya kita tidak
menyebutnya dengan “alat”, tetapi kita harus menyebutnya dengan “sumber”.
Tidak ada satu pun dari fakultas materialisme yang mengakui keberadaan
sumber ini. Karena jika meyakini hati sebagai satu sumber, sedangkan manusia
pada awal dilahirkan tidak memiliki suatu pengetahuan apapun, dan di dalam
hatinya tidak terdapat sesuatu apapun, dan juga meyakini bahwa hati dapat
menerima berbagai ilham (dan wahyu merupakan peringkat ilham yang paling
sempurna), maka sama halnya dengan mengakui adanya suatu alam yang ada
di balik alam materi ini, karena materi tidak dapat memberikan berbagai ilham
semacam itu kepada manusia. Unsur ilham adalah unsur metafisika.
c.Sejarah
Sejarah adalah sumber lain pengetahuan yang sekarang ini dianggap sebagai
suatu sumber yang sangat penting. Jika kita mengatakan bahwa alam adalah
sumber ilmu pengetahuan, maka di dalamnya juga berisi sejarah. Dengan
demikian, maka sejarah itu merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan.
6. 5
d. Pengalaman indra (sense experience)
Orang sering merasa bahwa pengindraan adalah alat yang paling vital dalam
memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup manusia tampaknya
pengindraan adalah satu-satunya alat untuk mencerap segala objek yang ada di
luar diri manusia. Karena terlalu menekankan pada kenyataan, paham demikian
dalam filsafat disebut realisme. Realisme adalah suatu paham yang
berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui hanya kenyataan. Jadi,
pengetahuan berawal dari kenyataan yang dapat diindrai. Tokoh pemula dari
pandangan ini adalah Aristoteles, yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi
bila subjek diubah di bawah pengaruh objek, artinya bentuk dari dunia luar
meninggalkan bekas dalam kehidupan batin. Objek masuk dalam diri subjek
melalui persepsi indra (sensasi). Yang demikian ini ditegaskan pula oleh
Aristoteles yang berkembang pada abad pertengahan adalah Thomas Aquinas
yang mengemukakan bahwa tiada sesuatu dapat masuk lewat ke dalam akal
yang ditangkap oleh indra.
e. Nalar (reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran
atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam masalah ini tentang asas-asas pemikiran, yaitu
sebagai berikut:
1) Principium Identitas yaitu sesuatu itu sama dengan dirinya sendiri (A=A).
Asas ini biasa disebut asas kesamaan.
2) Principium contradictioad yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan,
tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan
kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang
bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut asas pertentangan.
3) Principium tertii exclusi yaitu apabila dua pendapat yang berlawanan tidak
mungkin keduanya benar dan tidak mugkin keduanya salah. Kebenaran
hanya terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang
ketiga. Asas ini biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
7. 6
f. Otoritas (authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui
kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena
kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai
kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui
otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah
menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu. Pengetahuan karena
adanya otoritas terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain
mempunyai pengetahuan.
g. Intuisi (intuition)
Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses
kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat
pernyataan berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi
tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini
muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian, peran
intuisi sebagai sumber pengetahuan adalah adanya kemampuan dalam diri
manusia yang dapat melahirkan pernyataan-pernyataan berupa pengetahuan.
h. Wahyu (revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk
kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena
ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang
mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan
dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan,
karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.
i. Keyakinan (faith)
Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh
melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu
dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya
8. 7
menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan.
Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik
diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. Adapun keyakinan melalui
kemampuan kejiwaan manusia merupakan pematangan (maturation) dari
kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik mampu menyesuaikan
dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat statik,
kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.
3. Ruang Ruang Lingkup Sains
Apa yang dikaji oleh pengetahuan sains adalah semua objek yang empiris.
Objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman
manusia. Yang dimaksud dengan pengalaman di sini adalah pengalaman indera. 11
Sains menjadi berbeda dengan pengetahuan filsafat dan mistik karena ia
membatasi ruang jelajahnya hanya pada alam materi atau semua bentuk
pengalaman manusia. Artinya, objek penelaan sains meliputi segenap gejala yang
dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat pancaindra.12
Dengan demikian,
segala sesuatu yang ada di alam sekitar menjadi ranah kajian sains.
Sains memiliki ruang lingkup yang terbatas yaitu hanya kepada hal yang
dapat dipahami oleh indera kita seperti pengelihatan, pendengaran, rabaan,
sentuhan, dan juga ucapan. Dan dapat di bilang bahwa sains merupakan
pengetahuan yang didapat dari proses pembelajaran dan juga pembuktian. Itu
adalah sains murni, yang berbeda dengan sains terapan karena sains terapan
merupakan aplikasi sains yang memang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
Manusia.
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sains banyak sekali: alam, tetumbuhan,
hewan, dan manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tetumbuhan, hewan
dan manusia itu sendiri, semuanya dapat diteliti oleh sains. Dari penelitian itulah
11
Jujun, hal. 27
12
U. Maman, Pola berpikir sains; Membangkitkan Kembali Tradisi Keilmuan Islam
(Bogor, QMM Pusblishing 2012), hal. 94
9. 8
muncul teori-teori sains. Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam
masing-masing cabang sains yang dapat dibagi menjadi:
a. Ilmu sains kealaman.
1) Kimia; Kimia Analitik, kimia anorganik, Elektrokimia, Kimia organik,
kimia polimer, thermokimia, ilmu material, dan lainnya.
2) Biologi; Anatomi, Ekologi, biofisika, taksonomi, virulogi, zoologi, fisiologi,
genetika, dan lainnya.
3) Fisika; fisika material, kinetika, fisika nuklir, dinamika, mekanika quantum,
optik, thermodinamika, dan lainnya.
4) Astronomi,
5) Ilmu bumi; Ilmu lingkungan, paleontologi, geologi, geodesi, hydrologi,
meteorologi, oceanografi dan lainnya.
b. Ilmu sains sosial.
1) Sosiologi; sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi pendidikan
2) Antropologi; antropologi budaya, antropologi ekonomi, antropologi politik.
3) Psikologi; psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal.
4) Ekonomi; ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan.
5) Politik, politik dalam negri, politik hukum, politik internasional
c. Ilmu sains humaniora
1) Seni, seni abstrak, seni grafika, seni pahat, seni tari
2) Hukum, hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat
3) Filsafat, logika, ethika, estetika
4) Bahasa; sastra
5) Agama; Islam, Kristen, Hindu, dll
6) Sejarah; sejarah Indonesia, sejarah dunia, dll
3. Bagaimana Memperoleh Pengetahuan Sains
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap
proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses
10. 9
untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan
dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan.
Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan,
maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
a) Rasionalisme
Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama. Perkembangan sain
didorong oleh faham Humanisme.13
Humanisme ialah faham yang
mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Sejak zaman
dahulu, manusia telah menginginkan adanya aturan untuk mengatur manusia.
Orang zaman Yunani sudah menemukan manusialah yang membuat aturan itu.
Menurut mereka aturan itu harus dibuat berdasarkan dan bersumber pada
sesuatu yang ada pada manusia. Alat itu ialah akal. Aturan itu ialah logika
alami yang ada pada akal setiap manusia. Dari sinilah kemudian humanisme
melahirkan rasionalisme.
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada
akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan
pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di
dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran
mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada
kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya
dapat diperoleh dengan akal budi saja.
Penganut rasionalisme berpandangan bahwa ia dapat dicapai dengan
menggunakan akal budi (intellect) sebagai sumber utama. Hal ini didasarkan
pada pandangan bahwa pada dasarnya pengetahuan adalah suatu sistem
dedukatif yang dapat dipahami secara rasional dengan ukuran kebenaran
adalah konsistensi logis. Penganut rasionalisme meyakini bahwa metode
rasional yang dedukatif, rasional, matematis dan inferensial dapat digunakan
untuk mencapai pengetahuan.
13
Tafsir, hal. 28
11. 10
b) Empirisme
Secara radikal empirisme berpendirian bahwa sebenarnya kita hanya bisa
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman dengan menggunakan indra
ilmiah. Thomas Hobbes, salah seorang penganut empirisme mengemukakan
bahwa empiris (pengalaman) adalah awal dari segala pengetahuan. Karena itu
semua diturunkan dari pengalaman. Tokoh empiris lain adalah John Locke. Ia
terkenal dengan teori Tabula Rasanya. Menurut Locke, rasio manusia pada
mulanya sebagai lembaran kertas putih (as white paper). Apa yang kemudian
mengisinya, seluruhnya berasal dari pengalaman, baik pengalaman lahiriah
(sensation) maupun pengalaman batiniah (reflection). George Barkeley adalah
tokoh lain empiris yang mengemukakan teori immaterialisme atas dasar prinsip
empirisisme. Menurutnya sama sekali tidak ada substansi yang bersifat
material. Yang ada hanyalah ciri-ciri yang dapat diamati, atau dengan kata lain,
yang ada hanyalah pengalaman dalam jiwa saja (being is being perceived).
David Hume tidak menerima konsep mengenai substansi, sebab menurutnya,
apa yang dialami manusia hanyalah kesan-kesan tentang beberapa ciri yang
selalu terdapat bersama-sama
Aliran ini memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan, yang
secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua
pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada
pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan
sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat
atau tidak perlu dilacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan,
atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.
c) Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini
berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
menyampaikan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta.
Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga
tahap yaitu teologis, metofisis, dan positif.
12. 11
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran adalah yang logis, ada bukti
empirisnya, yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan terpenting positivisme.
Jadi, hal panas yang empiris oleh positivisme dikatakan air ini 80 derajat
celcius, air mendidih ini 100 derajat celcius, besi mendidih ini 1000 derajat
cekcius, ini satu meter penjangnya, ini satu ton beratnya, san seterusnya.
Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif, tidak memugkinkan perbedaan-
perbedaan. Dengan ukuran ini maka kontes kencantikan dapat dioperasikan.
Kehidupan menjadi penuh dengan ukuran-ukuran kuantitatif.
d) Metode Ilmiah – Logico-Hypothetic-deductive
Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar
dilakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-
mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis kemudian lakukan
pembuktian hipotesis itu secara empiris.
Metode Ilmiah secara teknis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu
yang disebut Metode Riset.14
Metode Riset menghasilkan model-model
penelitian. Model-model penelitian inilah yang menjadi instansi terakhir dan
memang operasional dalam membuat aturan (untuk mengatur manusia dan
alam) tadi. Hasil-hasil penelitian itulah yang sekarang serupa tumpukan
pengetahuan sain dalam berbagai bidang
Deducto-Hypothetico-Verifikatif adalah suatu metode ilmiah yang
menggabungkan antara metode deduktif dan induktif. Metode induktif
memberikan kerangka pemikiran yang logis, sedangkan metode induktif
memberikan kerangka pembuktian atau pengujian untuk memastikan suatu
kebenaran.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Perumusan masalah
Suatu penelitian harus berdasarkan masalah penelitian, bukan masalah biasa
(penyelesaiannya bisa dilakukan tanpa penelitian). Masalah-masalah yang
diungkapkan harus didukung dengan kenyataan atau fakta.
14
Tafsir, hal. 33
13. 12
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengujian hipotesis
Penyusunan kajian pustaka dilakukan menggunakan berbagai sumberseperti
buku, koran, majalah dan hasil penelitian sebelumnya (jurnal,tesis, disertasi).3.
Perumusan hipotesisPerumusan hipotesis atau pengajuan hipotesis (dugaan
sementara)dirumuskan sesuai dengan kerangka berpikir yang telah dibangun.
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang
dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah
merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi,
ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut
ilmu yakni tercantum dalam metode ilmiah.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi
ilmu pengetahuan sangat bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian
metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan
fakta secara integratif.
e) Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant.Kant membuat uraian
tentang pengalaman.Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya
sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam
bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan
penalaran.Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang
barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu
seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala
(Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa
semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman meskipun benar hanya
untuk sebagian.Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal
14. 13
memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta
pengalaman.
f) Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui
secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh
dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan
secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme
Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman
di samping pengalaman yang dihayati oleh indera.Dengan demikian data
yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di
samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan.Kant masih tetap
benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman,
tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman
inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman
inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan
darinya.Intusionisme, setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk hanya
mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi,
sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi yang meliputi sebagian saja yang
diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan
oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa
yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang
sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada
kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya
yang senyatanya.
g) Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode
penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang
15. 14
terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika
berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan.Dalam teori pengetahuan ini
merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi
pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.15
h) Kritisisme
Kritisisme adalah suatu aliran filsafati, yang dalam epistemologi berupaya
menunjukkan jalan untuk mencapai pengetahuan tanpa harus terjebak dalam
ekstrimitas empirisme dan rasionalisme. Menurut Kant, memang benar bahwa
kita punya pengalaman inderawi, tapi sama benarnya juga bahwa kita
mempunyai pengetahuan yang menghubungkan hal-hal, yang untuk
mencapainya, kita harus keluar menembus pengalaman. Bagi Kant,
pengetahuan manusia pada dasarnya terjadi alas unsur-unsur aposteriori
(sesudah pengalaman) dan apriori (mendahului pengalaman)
5. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sains; Verifikasi dan Falsifikasi
Dalam kajian Epistemologi, kajian mengenai kebenaran haruslah objektif
sehingga siapapun akan mendapatkan pemahaman yang sama pada saat
memandang sebuah masalah dan solusi dari masalah tersebut. Kalaupun ada
yan berbeda, hal itu karena sudut pandang yang tidak sama.
a. Verifikasi
Verifikasi adalah teori filsafat logis yang mengatakan bahwasumber
pengetahuan itu berasal dari pengalaman yang kemudian diuji dengan metode
verifikasi yang dibuktikan kebenarannya secara empiris. Apabila pernyataan
tersebut dapat diverifikasi maka pernyataan tersebut bermakna (ilmiah), dan
apabila pernyataan itu tidak dapat diverifikasi maka pernyataan itu tidak
bermakna (non ilmiah) seperti estetika, etika, agama, metafisika. Tujuannya untuk
menemukan teori-teori, generalisasi dan hukum.16
15
Wikipedia, Epistemologi, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Epistemologi diunggah pada
Sabtu, 28 Maret 2015,
16
[1] Rizal Mustansyir,Filsafat Analitik,hlm;87
16. 15
Adapun prinsip verifikasi itu merupakan pengandaian untuk melengkapi
suatu kriteria, sehingga melalui kriteria tersebut dapat ditentukan apakah suatu
kalimat mengandung makna atau tidak. Melalui prinsip ini tidak hanya kalimat
yang teruji secara empirik saja yang dapat di analisis Prinsip verifikasi ini
menyatakan bahwa suatu proporsi adalah bermakna jika ia dapat diuji dengan
pengalaman dan dapat diverifikasi dengan pengamatan. Perlu diingat bahwa,
menurut positivisme logis hanya pengamatan indrawi itulah yang relevan,
pengalaman adalah satu-satunya sumber dasar pengetahuan dan dalam analisa
logis dapat dilakukan dengan bantuan simbol-simbol logika dengan menggunakan
metode untuk pemecahkan masalah melalui metode verifikasi yaitu bila terdapat
sesuatu yang tidak dapat diverifikasi secara empirik maka hasilnya adalah sia-
sia.Verifikasi data dimaksudkan untuk mengumpulkan, mengola, dan
menganaslisis data untuk menguji hipotesis. Apabila hipotesis telah diuji melalui
fakta-fata empiris maka jawaban mencapai tingkat definitif, dan kebenaran
ilmiahnya dapat dipertanggung jawabkan manakala telah melalui prosedur yang
benar.
Dalam kerangka pemikiran semacam itu, filsafat ilmu pengetahuan mereka
pandang semata-mata sebagi logika ilmu (The Logic of Science),yang ada dalam
konteks logika ilmu hanyalah pengujian dan pembenaran (contexs of justification)
ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Mereka tidak peduli bagaimana ilmu
pengetahuan tertentu itu muncul dan berkembang. Mereka hanya merasa
berkepentingan dengan pengujian susunan logis pernyataan-pernyataan ilmiah
yang digunakan. Akibatnya, filsafat ilmu, dalam hal ini yang dimaksud logika
ilmu-kian jauh dari kenyataan ilmu pengetahuan yang terjadi sebenarnya, karena
terlalu sibuk dengan apa yang seharusnya terjadi dalam ilmu pengetahuan..
Pendekatan verifikasi menyatakan sesuatu baru layak disebut ilmu
pengetahuan jika pernyataan-pernyataannya dapat diverifikasi, yakni dapat
dibuktikan kebenarannya oleh panca indera. Pendekatan ini merupakan prinsip
positivisme atau naturalisme. Pendekatan verifikasi menghendaki adanya bukti
empirik terhadap hipotesa sebelum dia menjadi sebuah teori. Dalam
pembuktiannya, pendekatan verifikasi menggunakan metode induktif dimana
17. 16
fakta-fakta dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian membuat generalisasi.
Pendekatan ini lazim digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Jika beberapa materi A
tidak ada yang bersifat B, A pasti tidak bersifat B. Generalisasi tidak memeriksa
seluruh A dan menyimpulkan sifat A, tetapi hanya mengambil sampel saja.
Kalau verifikasi digunakan untuk mencari kebenaran suatu teori, maka
falsifikasi digunakan untuk mencari kesalahan sebuah teori. Suatu teori harus
falsifiable, yaitu berpeluang untuk disalahkan secara induktif-empiris atau
deduktif-rasional. Semakin besar kemungkinan atau peluang untuk disanggah,
semakin baik dan kokoh validitas teori itu . Hal itu karena teori yang disanggah
akan terus memperbaiki diri dan semakin lama semakin kuat bangunannya.
Hipotesa yang dipakai sebelum teori tersebut dapat dibuktikan pun dicari
kesalahannya. Jika terdapat kesalahan dalam hipotesa maka gugurlah hipotesa
berikut teori yang akan dibangun.
b. Falsifikasi
Baik secara morfologis maupun semantik, perlu diuraikan bagaimana kata
falsifikasi. Falsifikasi secara otomatis terkandung pada falsibilitas. Kata falsify itu
sendiri adalah kata kerja jadian yang terbentuk dari kata sifat false yang berarti
salah dan ditambahkan kepadanya akhiran ify yang berarti menyebabkan
'menjadi'. Adapun falsification adalah bentuk kata benda dari kata kerja falsify.
Dengan demikian jelaslah bahwa kata sifat false diubah menjadi kata kerja dengan
menambahkan akhiran ify sehingga menjadi falsify dan dibendakan dengan
menambahkan akhiran action sehingga ia berubah menjadi falsification yang
diIndonesiakan menjadi falsifikasi yang berarti 'hal pembuktian salah'.
Falsifikasi adalah suatu paham atau pemikiran yang berpendapat bahwa
setiap teori yang dikemukakan manusia tidak akan seluruhnya sesuai dengan hasil
observasi atau percobaan. Dengan kata lain menurut pandangan falsifikasionisme,
ilmu dipandang sebagai satu set hipotesa yang bersifat tentatif untuk
menggambarkan atau menghitung tingkah laku suatu aspek dunia atau universe.
18. 17
Jadi bagi mereka tidak ada suatu ilmu yang dibuat manusia bisa seratus persen
sama apabila dikonfrontasi dengan hasil pengamatan dari kenyataan yang ada.17
Dalam hal ini, akan dikemukakan bagaimana seorang memperoleh
pengetahuan dan selanjutnya pengetahauan tersebut dapat diputuskan ilmiah atau
tidak ilmiah, atau bagian dari true science atau bagian dari
pseudoscinces. Menurut Popper, manusia dalam memperoleh pengetahuan
berdasarkan rasio yang ia miliki. Pandangan ini sesuai dengan pandangan kaum
rasionalis yang mengakui bahwa ada prinsip-prinsip dasar dunia tertentu yang
diakui benar oleh manusia. Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi
manusia dan tidak dijabarkan pengalaman, bahkan apa yang dialami dalam
pengalaman emprisis bergantung pada prinsip-prinsip ini .
Pendekatan falsifikasi dikembangkan oleh Karl Raymund Popper, seorang
doktor filsafat yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Ia mencela pendekatan
induktif yang dipakai verifikasi karena menurutnya, ilmu pengetahuan yang
berdiri di atas dogma verifikatif itu justru telah kehilangan daya rasional-kritisnya.
Popper menilai generalisasi adalah proses penyimpulan keyakinan yang sifatnya
tebakan logis. Dengan begitu, ia menegaskan bahwa suatu teori ilmiah tidak
pernah benar secara definitif. Kritik lainnya yang dikemukakan Popper adalah
bahwa prinsip verifikasi tidak pernah mungkin untuk menyatakan kebenaran
hukum-hukum umum. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan alam yang kebanyakan
terdiri dari hukum-hukum umum, tidak bermakna seperti metafisika. Popper pun
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan pun lahir dari pemikiran metafisis,
walaupun keilmiahannya tetap harus diuji.
Kebenaran menurut falsifikasionis merupakan sebuah masalah karena suatu
ilmu pengetahuan tidak akan pernah mencapai taraf kebenaran dalam konteks
falsifikasi. Kegiatan ilmiah hanya sanggup melangkah mendekati kebenaran atau
menyerupai kebenaran. Teori adalah hipotesa yang belum dibuktikan
kesalahannya dan teori yang dapat bertahan dari falsifikasi akan diterima secara
tentatif sebagai kebenaran.
17
[2] Prof.Dr.H.Noeng Muhadjir,Filsafat Ilmu,edisi II,hlm; hlm;92-104
19. 18
Pendekatan falsifikasi pun mengundang kritik. Validitas pendekatan ini
hanya pada unsur-unsur struktur epistemologis, bukan fundamental. Pendekatan
ini terbentur pada masalah genesis, yaitu kelahiran ilmu pengetahuan baru. Ilmu
pengetahuan yang baru tidak bisa dinilai benar atau salahnya. Dalam pendekatan
verifikasi, ilmu pengetahuan ini dapat menjadi benar. Namun dalam falsifikasi,
ilmu pengetahuan baru ini bisa saja salah. Thomas Kuhn kemudian mengajukan
pendekatan yang lebih fragmentaris yang cenderung terspesialisasi berdasarkan
langkah-langkah ilmiah menurut bidangnya masing-masing. Ia menamakannya
paradigma. Istilah ini mengacu pada satu set praktek-praktek, seperti metode
observasi dan interpretasi, dan asumsi dasar atau nilai-nilai yang mendefinisikan
disiplin ilmu selama periode waktu tertentu. Paradigma ilmu pengetahuan
mengandung pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang akan diamati dan diteliti,
jenis pertanyaan yang seharusnya ditanyakan dan diselidiki untuk jawaban yang
berkaitan dengan subyek ini, bagaimana pertanyaan-pertanyaan ini harus
terstruktur, bagaimana hasil penyelidikan ilmiah harus ditafsirkan, dan
sebagainya.
C. Penutup
Epistemologi adalah teori pengetahuan yang merupakan cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-
pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dengan adanya penjelasan mengenai
epistemologi, maka akan diketahui asal mulanya pengetahuan, terjadinya
pengetahuan, dan sumber-sumber pengetahuan. Sehingga kita mengetahui dengan
jelas dari mana kita mendapatkan pengetahuan dan cara memperolehnya.
Sumber-sumber pengetahuan tersebut antara lain adalah alam, akal, hati,
pengalaman indera, sejarah, intuisi, keyakinan, dan lainnya. Pengetahuan yang
diperoleh manusia melalui akal, indra, dan sumber-sumber tersebut mempunyai
metode tersendiri dalam pengetahuan tersebut. Dan tanpa sumber-sumber tersebut
maka kita tidak tahu darimana pengetahuan itu berasal.
20. 19
Daftar Pustaka
Ahmad Hanafi, M.A. Pengantar Filsafat Islam, cet.V. Jakarta: PT Bulan Bintang,
1991.
Amsal Bakhtiar. Filsafat Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Jujun S.Suriasumantri. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, cet.18.
Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2005.
Kartanegara, Mulyadhi. Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam.
Bandung: Mizan, 2003
Muhammad Baqir Ash-Shadr. Falsafatuna. Cet.VI. Bandung: Mizan, 1998
Muthahhari, Murtadha. Mengenal Epistemologi: Sebuah Pembuktian Terhadap
Rapuhnya Pemikiran Asing Dan Kokohnya Pemikiran Islam. Jakarta:
Lentera, 2001.
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya di Indonesia:
SuatuPengantar.ed.I,cet.3. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.