Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis badan hukum yang dapat digunakan untuk mendirikan perusahaan di Indonesia, termasuk Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Yayasan.
2. Dibahas pula proses pendirian, organisasi, permodalan, dan pembubaran masing-masing jenis badan hukum tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3
2. 6. Perseroan Terbatas (PT) :
Istilah PT terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu
Kata Perseoran yang artinya modal
perusahaannya terdiri atas “Sero atau
Saham”.
Sedangkan Kata Terbatas artinya
Tanggung jawab para perseronya
dibatasi hanya pada Saham yang
dimiliki di Perusahaannya saja.
3. PT ini secara umum diatur dalam Pasal 35 s/d Pasal 56 KUHD. Dan
secara khusus diatur berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1995 dan diganti melalui UU-RI Nomor 40 Tahun 2007.
Di dalam UU – RI tentang PT ini telah dinyatakan : “Bahwa
PT adalah Badan Hukum yang didirikan berdasarkan
Perjanjian, Melakukan Kegiatan Usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam SAHAM, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam UU PT serta Peraturan
Pelaksanaannya.
Dengan demikian Karakteristik PT adalah :
a. Asosiasi Modal;
b. Berbentuk Badan Hukum;
c. Didirikan dengan Akte Otentik;
d. Pemisahan Tugas antara Pemegang Saham dengan
Pengurus Perusahaan (Perseroan);
e. Kekuasaan Tertinggi dalam PT, terletak pada RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham).
Berbeda dengan bentuk-bentuk Perusahaan sebelumnya, PT ini
merupakan Badan Hukum sebagai Subyek Hukum yang bukan orang
tetapi mempunyai hak dan kewajiban seperti orang, serta mempunyai
harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta pribadi orang-orang
yang terlibat dalam perusahaan tersebut.
4. Berikutnya, PT baru dikatakan sebagai Badan Usaha yang
berbadan hukum, bila telah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan oleh UU.
Dalam UU-PT, Syarat untuk mendirikan PT telah diatur sebagai berikut :
a. Didirikan oleh minimal 2 (dua) orang dengan Akte Otentik di Kantor
Notaris, dan menggunakan bahasa Indonesia;
b. Mendapat Pengesahan dari Menteri Hukum & HAM Republik
Indonesia;
c. Didaftarkan dan diumumkan melalui Lembaran Berita Negara
di Kantor Kementerian Hukum & HAM Republik Indonesia.
Jadi Prosedur Pendirian PT, adalah :
1. Didirikan oleh dua orang atau lebih dengan suatu Akte Otentik
yang dibuat oleh Notaris dalam bahasa Indonesia, yang pada
akhirnya menjadi Anggaran Dasar Perusahaan;
2. Pengajuan Permohonan Pengesahan ke Kantor Kementerian
Hukum & HAM Republik Indonesia, melalui SISMINBAKUM (Sistem
Administrasi Badan Hukum);
3. Pendaftaran dan pemberitahuan pada instansi terkait;
4. Didaftarkan dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara,
melalui Kantor Kementerian Hukum & HAM Reoublik Indonesia.
5. Selanjutnya di dalam AD-PT, minimal biasanya diatur
tentang :
1. Nama & Tempat Kedudukan PT;
2. Jangka Waktu Berdirinya;
3. Maksud & Tujuan PT, serta Kegiatan Usaha yang dilakukan
oleh PT;
4. Permodalan;
5. Jumlah saham, jumlah klasifikasi saham, jumlah untuk tiap
klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap sahamnya, Nilai
Nominal setiap Sahamnya;
6. Susunan, Jumlah dan Nama Anggota Direksi & Komisaris;
7. Penetapan Tempat & Tata Cara penyelenggaraan RUPS;
8. Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan, Penggantian dan
Pemberhentian Anggota Direksi dan Komisaris;
9. Tata Cara Penggunaan Laba dan Pembagian Deviden;
10. Ketentuan-ketentuan lain menurut UU-RI tentang PT.
6. PT mempunyai organ-organ berupa :
a. RUPS;
b. Direksi; dan
c. Komisaris;
Dimana masing-masing organ ini mempunyai fungsi dan tanggung
jawab yang berbeda-beda.
Sebelum PT ini disahkan, biasanya Pendiri melakukan berbagai
kegiatan untuk kepentingan PT, Perbuatan tersebut mengikat PT
setelah PT resmi menjadi Badan Hukum, apabila :
a. PT secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian
yang dibuat oleh Pendiri dengan pihak ketiga;
b. PT secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan
kewajiban yang timbul dari perjanjian oleh pendiri atau orang
lain yang ditugaskan, meslipun tidak atas nama PT.;
c. PT Mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum
atas nama Perusahaan.
PT mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding dengan
Maatschap, Firma, CV, yang merupakan perkumpulan (asosiasi
orang), sedangkan PT merupakan asosiasi modal, artinya hubungan
antar sekutu (pemegang saham) yang satu dengan lainnya terlalu
dipentingkan dalam PT, tetapi yang lebih penting adalah pemupukan
modal sebanyak-banyaknya.
7. Keuntungan memilih badan usaha berupa PT, yaitu
kelangsungan berdirinya Perusahaan lebih terjamin
dibandingkan dengan bentuk Persekutuan lainnya, dimana
karena alasan salah seorang sekutu meninggal dunia,
mengundurkan diri, ataupun dinyatakan pailit dan dibawah
pengampuhan, bisa menyebabkan bubarnya Perusahaan,
sedangkan dalam PT semua alasan tersebut tidak dapat
terjadi.
Kepengurusan PT dilakukan oleh orang yang
berwenang melakukan perbuatan hukum untuk dan
atas nama PT. Secara umum dapat dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Daden Van Beheren, kegiatan Pengurus yaitu sekedar
menyangkut hal-hal yang bersifat rutin sehari-hari;
b. Daden Van Eigendom, yaitu kegiatan Pengurus
yang bersifat kepemilikan.
8. Namun dalam prakteknya, kita sulit membedakan diantara
perbuatan Pengurus Van Beheren dengan Pengurus Van
Eigendom, maka untuk mengetahui jenis Pengurusnya
biasanya kita lihat pada Anggaran Dasarnya.
Dalam UU-PT telah dinyatakan bahwa Pengurusan sehari-hari PT
dijalankan oleh Dewan Direksi, yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
Sedangkan untuk Permodalan PT dikenal ada 3 (tiga)
macam, yaitu :
a. Modal Dasar;
b. Modal Ditempatkan;
c. Modal Disetorkan;
Modal Dasar PT terdiri atas seluruh nilai nominal saham, dan saham
tersebut dapat dikeluarkan atas nama dan/atau atas tunjuk.
Sedangkan Modal yang Ditempatkan minimal 25% pada saat PT
tersebut didirikan harus sudah ditempatkan dan pada setiap
penempatan modal harus disetorkan paling sedikit 50% dari nilai
nominal saham yang dikeluarkan.
9. PT ini dapat berbentuk :
1. PT Tertutup, yaitu Perusahaan yang didirikan
dengan tidak menjual sahamnya kepada
masyarakat umum;
2. PT Terbuka, yaitu Perusahaan yang modal dan
jumlah pemegang sahamnya wajib memenuhi
kriteria tertentu dan/atau perusahaan yang
melakukan penawaran sahamnya kepada
masyarakat umum, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Pasar Modal.
Selanjutnya terkait dengan permodalan, maka PT dapat
dibedakan menjadi :
1. PT Modal dalam negeri (Perusahaan Nasional), dimana
minimal 51% sahamnya dimiliki oleh Negara dan/atau
Swasta Nasional;
2. PT Modal Asing, dimana modal dalam negeri milik
Negara dan/atau milik Swasta Nasional kurang dari 51%.
10. Terkait dengan “Penggabungan, Peleburan dan
Pengambil Alihan” PT, secara khusus diatur oleh
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1998.
Penggabungan (Merger), adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih
untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain
yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang
menggabungkan diri menjadi bubar.
Peleburan (Konsolidasi), adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih
untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu
perseroan baru dan masing-masing perseroan yang
meleburkan diri menjadi bubar.
11. Pengambil Alihan (Akuisisi), adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih baik seluruhnya ataupun sebagian
besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Pembubaran PT, dapat terjadi karena :
1. Keputusan RUPS;
2. Jangka Waktu Pendirian Berakhir;
3. Penetapan Pengadilan Negeri Setempat.
7. Koperasi :
Koperasi berasal dari Cooperation (Inggris),
Cooperatie (Belanda), yang berarti kerjasama yang terjadi
antara beberapa orang untuk men- capai tujuan yang
sulit dicapai secara perorangan. Tujuan tersebut
adalah berupa kesejahteraan bersama dan berazaskan
Kekeluargaan.
12. Tujuan Koperasi berbeda dengan tujuan dengan
perseroan-perseroan sebelumnya termasuk PT., maka
Tujuan Koperasi adalah untuk memajukan
kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya, serta ikut
membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945.
Koperasi ini secara khusus diatur oleh UU-RI Nomor 25
Tahun 1992 dan diganti dengan UU-RI Nomor 17 Tahun
2012.
Selanjutnya Prosedur Pendirian :
1. Rapat pembentukan yang dihadiri oleh minimal
20 (dua puluh) orang yang mempunyai keinginan
yang sama mendirikan Koperasi, dibuat berita acara
yang untuk selanjutnya diajukan kepada Pejabat yang
diangkat dan ditunjuk oleh serta mendapat kuasa
khusus dari Menteri Koperasi Republik Indonesia;
13. 2. Surat permohonan pengesahan pendiri Koperasi, dilampiri
dengan kata-kata pendirian dan petikan berita acara rapat, kepada
Pejabat yang diangkat oleh dan mendapat kuasa khusus dari
Menteri Koperasi. Dan pada waktu menerima akte pendirian,
Pejabat menyerahkan sehelai tanda terima yang bertanggal kepada
para pendiri Koperasi;
3. Pengesahan dan pendaftaran akte pendirian, jika
Pejabat Koperasi berpendapat bahwa isi akte pendirian
tidak bertentangan dengan UU, maka menurut
ketentuan pengesahan akte pendirian diberikan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah
diterimanya permintaan pengesahan. Akte pendirian yang
telah disahkan itu didaftarkan dalam Buku Daftar
Umum yang disediakan untuk keperluan itu di Kantor
Pejabat dengan dibubuhi tanggal dan nomor
pendaftaran serta tanda tangan pengesahan Pejabat.
Tanggal pengesahan akte pendirian berlaku sebagai
tanggal resmi berdirinya Koperasi, dan sejak itulah
Koperasi yang bersangkutan adalah telah Ber- Badan
Hukum;
14. 4. Pengiriman akte pendirian kepada Pendiri
Koperasi, dimana akte pendirian yang bermaterai
dikirimkan kepada para Pendiri untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Sedangkan akte pendirian yang tidak
bermaterai disimpan di Kantor Pejabat yang
ditunjuk. Jika ada perbedaan antara 2 akte
pendirian tersebut, maka yang dianggap benar
adalah akte pendirian yang disimpan di Kantor
Pejabat yang ditunjuk;
5. Berikutnya harus diumumkan dan didaftarkan dalam
Lembaran Berita Negara, setiap akte pendirian yang
sudah disahkan, wajib diumumkan oleh Pejabat dengan
menempatkannya dalam Lembaran Berita Negara, akan
tetapi pengesahan sebagai Badan Hukum sejak
pengesahan Akte Pendirian, bukan sejak diumumkan
dalam Lembaran Berita Negara;
15. Organ dalam Koperasi, terdiri dari : Dewan Pengawas dan
Badan Pengurus Harian. Sedangkan Rapat Umum Anggota
(RUA) menjadi Pemegang Kekuasaan Tertinggi dalam
setiap Pengambilan Keputusan dalam Koperasi.
Dari sisi Permodalan, maka Modal Koperasi terdiri dari : Modal
Sendiri, Modal Pinjaman dan Modal Penyertaan. Modal Sendiri adalah
Modal yang menanggung resiko atau disebut juga Modal Ekuiti. Modal
Sendiri dapat berasal dari Simpanan Pokok & Simpanan Wajib
Anggota, Dana Cadangan dan Hibah.
Sedangkan Modal Pinjaman adalah Modal yang berasal dari Pinjaman
Anggota, dari Koperasi lain dan/atau anggotanya, dari Perbankan, dari
Lembaga Keuangan lainnya, Penerbitan Obligasi dan Penerbitan Surat
Hutang, atau sumber lain yang sah melalui Perjanjian tertulis dengan
pihak yang bersangkutan.
Selain itu Koperasi dapat pula melakukan pemupukan Modal yang
berasal dari Modal Penyertaan. Modal Penyertaan baik yang
bersumber dari Pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan
dalam rangka memperkuat kegiatan usaha Koperasi terutama yang
berbentuk Investasi.
16. Selanjutnya terkait dengan Pembubaran
Koperasi,
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan :
1. Melalui Rapat Umum Anggota;
2. Berdasarkan Keputusan Pemerintah.
Apabila pembubaran dilakukan melalui Rapat Umum
Anggota, maka Keputusan RUA itu Harus diberitahukan
secara tertulis oleh Kuasa Rapat kepada semua Kreditur
dan Pemerintah.
Apabila pembubaran itu berdasarkan Keputusan
Pemerintah, maka pembubarannya tersebut :
a. Terdapat bukti bahwa Koperasi yang
bersangkutan tidak memenuhi ketentuan UU;
b. Kegiatan dalam Koperasi tersebut telah benar- benar
bertentangan dengan UU, Ketertiban Umum dan/atau
Kesusilaan;
c. Kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan;
17. 8. Yayasan :
Yayasan ini secara khusus diatur dalam UU
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004
tentang Yayasan.
UU Yayasan ini untuk memberikan legalitas bagi
keberadaan Yayasan agar tidak menyimpang dari
filosofi dasar tujuan dibentuknya Yayasan yang non
komersial, disamping itu juga untuk meluruskan
fungsinya sebagai usaha amal yang bergerak dibidang :
Sosial, Keagamaan, Kemanusiaan dan Pendidikan.
Yayasan ini tidak dibolehkan membagi-bagikan hasil
kegiatan usahanya kepada Pembina, Pengurus dan
Pengawas Yayasan. Dalam penjelasannya, Pembina,
Pengurus dan Pengawas harus bekerja keras secara
sukarela tanpa menerima Gaji, Upah dan HR tetap. Hal ini
kemudian direvisi bahwa HR dapat diberikan hanya untuk
Pengurus secara langsung.
18. Pengurus juga dilarang mengadakan perjanjian
dengan organisasi yang terafiliasi dengan
Yayasan (Pendiri), Pembina, Pengurus dan/atau
Pengawas Yayasan, atau dengan seseorang yang
bekerja kepada Yayasan, kecuali bermanfaat bagi
tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.
Selanjutnya mengenai ORGAN Yayasan telah ditentukan
tugas & wewenangnya masing-masing, agar tidak terjadi
persekongkolan.
ORGAN Yayasan terdiri dari :
a. Dewan Pembina, sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang;
b. Dewan Pengawas, sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang;
c. Dewan Pengurus, sekurang-kurangnya 3 (tiga)
orang (Ketua, Sekretaris dan Bendahara).
Khusus untuk Operasional Harian, Pengurus
dapat mengangkat Pelaksana Kegiatan Usahanya.
19. Berikutnya, Dewan Pengurus dan Dewan
Pengawas Diangkat & Diberhentikan oleh
Dewan Pembina.
Masa Jabatannya 5 (lima) Tahun dan dapat
diperpanjang 5 (lima) Tahun kembali untuk satu
periode jabatannya.
Jabatan dalam ORGAN Yayasan TIDAK BOLEH
Dirangkap.
Selanjutnya untuk Dewan Pembina, tidak ada
batasan waktu masa jabatan. Dan yang dapat
diangkat menjadi Dewan Pembina Yayasan
adalah : Orang Perorangan yaitu Pendiri Yayasan
atau yang ditunjuk oleh Pendiri yang berbadan
hukum sebagai wakilnya.
20. Berikutnya terkait dengan Kegiatan Yayasan,
maka Kegiatan Usaha Yayasan harus dapat
dirinci dengan jelas mengenai kegiatan riil
Yayasan.
Oleh karenanya, Yayasan dapat mendirikan
Badan Usaha yang sesuai dengan maksud dan
tujuan Yayasan yang bersangkutan, tetapi tidak
boleh melebihi investasinya 25% dari harta
kekayaan Yayasan, serta Organ Yayasan tidak
boleh duduk sebagai Pengurus Badan Usaha
yang dibentuk.
Dengan demikian Yayasan dapat dikomersilkan,
asal hasil dari Badan Usaha milik Yayasan
tersebut digunakan untuk mengoptimalkan
kegiatan sosial di Yayasan.
21. Bagi Yayasan yang memperoleh dana bantuan dari
Negara, bantuan Luarnegeri atau Pihak lain yang tidak
mengikat, sebesar : Rp. 500.000.000,-- (Lima ratus juta
rupiah) atau lebih, dan Bagi Yayasan yang mempunyai
Kekayaan sebesar:Rp. 20.000.000.000,-- (Dua puluh
milyar rupiah) atau lebih, HARUS & WAJIB ikhtisar
Laporan Tahunannya DIUMUMKAN dalam Surat Kabar
Harian Nasional & Daerah, dan Diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik untuk selanjutnya dilaporkan kepada
Instansi Terkait dan Masyarakat sekitarnya.
Sedangkan Yayasan yang kekayaannya kurang
dari ketentuan diatas, Pengumuman Laporan
Yayasan Cukup Ditempel di Kantor Yayasan yang
bersangkutan.
22. Pemeriksaan Terhadap Yayasan, dapat diajukan
oleh Pihak Ketiga (Masyarakat) yang
berkepentingan, jika dianggap sampai adanya
dugaan penyimpangan dan/atau merugikan Uang
Negara, atas permintaan Kantor Kejaksaan
Negeri setempat.
Prosedur Pendirian Yayasan diatur sebagai berikut :
Hasil Musyawarah dalam bentuk Berita Acara para pendiri
dilampirkan dalam surat permohonan kepada Kantor
Notaris yang ditunjuk, Kemudian di daftarkan kepada
Kantor Kementerian Hukum & HAM Republik Indonesia,
untuk selanjutnya didaftarkan pada Lembaran Berita
Negara, kuranglebih jangka waktunya maksimal 6 (enam)
bulan, baru Akte Yayasan di sahkan dari Kantor Notaris
yang bersangkutan, untuk diberikan kepada para Pendiri
Yayasan, maka sejak saat itulah Yayasan secara Sah
menjadi Badan Hukum.
23. Tentang Pertanggung Jawaban Yayasan,
telah diatur bahwa Dewan Pembina dan
Dewan Pengawas TIDAK BERTANGGUNG
JAWAB pada perbuatan hukum apapun,
sehingga khusus untuk Yayasan yang
paling bertanggung jawab adalah Dewan
Pengurus.
Dengan demikian Dewan Pengurus Yayasan
HARUS & WAJIB untuk mematuhi seluruh
ketentuan yang diatur dalam AD/ART Yayasan,
UU Yayasan, Peraturan Perundang-undangan lain
yang berlaku, Ketertiban Umum, Kesusilaan,
Moral & Adat Istiadat.
24. 9. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) :
Secara khusus diatur dalam UU-RI Nomor 19
Tahun 2003, tentang BUMN.
BUMN ini mempunyai 2 (dua) bentuk, yaitu “Perusahaan
Persero” dan “Perusahaan Umum”.
Perusahaan Perseroan bertujuan untuk memupuk
Keuntungan, sehingga Perusahaan Perseroan ini juga
sepenuhnya tunduk pada UU-RI tentang PT.
Sedangkan Perusahaan Umum dibentuk oleh Pemerintah
untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi
Kewajiban Pemerintah guna menyediakan barang dan jasa
tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Perum.
Ini walaupun keberadaannya untuk melaksanakan
kemanfaatan umum, namun demikian sebagai Badan
Usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Harus
diupayakan juga untuk mendapat laba agar bisa hidup
berkelanjutan.
25. Perusahaan Perseroan adalah BUMN yang
berbentuk PT dimana modalnya terbagi kedalam
saham yang dapat seluruhnya atau paling sedikit
51% sahamnya harus dimiliki oleh Negara,
dengan tujuan utamanya mengejar Keuntungan.
Sedangkan Perusahaan Umum adalah BUMN yang
seluruh modalnya dimiliki oleh Negara sehingga tidak
terbagi atas saham, yang tujuannya untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu
tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan perusahaan.
Berikutnya terkait dengan sumber modal BUMN
berasal dari Kekayaan Negara yang dipisahkan.
Berarti sumbernya dari APBN, Kapitalisasi
Cadangan dan/atau Sumber Lainnya yang sah.
26. Berikutnya, soal Kepengurusan BUMN.
Kepengurusan BUMN secara teknis dilakukan dan
dijalankan oleh DIREKSI, dimana Direksi bertanggung
jawab penuh atas Kepengurusan BUMN sesuai dengan
kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN
baik di dalam maupun di luar Pengadilan.
Sedangkan dalam hal Pengawasan BUMN, menjadi
wewenang Dewan KOMISARIS dan Desan PENGAWAS
sesuai yang diatur dalam UU-BUMN dan UU-PT.
Selanjutnya terkait dengan PENDIRIAN Persero BUMN,
secara umum harus diusulkan oleh Menteri BUMN-RI
kepada Presiden RI, disertai dengan Dasar
Pertimbangan setelah memalui Pengkajian bersama
antara Menteri-Menteri Teknis Terkait dan Menteri
Keuangan. (Proses selanjutnya, secara teknis pendirian
Persero BUMN mengikuti persyaratan yang diatur dalam
UU-PT).
27. Terkait dengan ORGAN Persero, terdiri dari : RUPS,
Direksi dan Komisaris.
Berdasarkan UU-BUMN, Menteri BUMN-RI bertindak
sebagai Pimpinan RUPS dalam hal seluruh Sahamnya
dimiliki oleh Negara, sedangkan dalam hal tidak seluruh
sahamnya dimiliki oleh Negara, Menteri BUMN-RI dapat
memberikan kuasanya dengan HAK SUBSITUSI
kepada perorangan atau Badan Hukum untuk
mewakilinya dalam RUPS, sedangkan untuk hal-hal
tertentu penerima kuasa wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari Menteri BUMN-RI
sebelum hal-hal dimaksud dipuruskan dalam RUPS.
(Hal ini perlu mendapat persetujuan dari
Menteri, mengingat sifatnya yang sangat
strategis bagi kelangsungan Persero BUMN).
28. Berikutnya Pendirian Perusahaan Umum Milik Negara.
Perum didirikan berdasarkan Usulan dari Menteri BUMN
kepada Presiden RI, disertai dengan dasar pertimbangan
setelah dikaji oleh para Menteri-Menteri Teknis Terkait dan
Menteri Keuangan, melalui Peraturan Pemerintah (PP),
maka sejak itulah Perum ini menjadi Badan Hukum.
Pendirian Perum. Harus dan Wajib memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Bidang Usaha atau Kegiatannya harus
berkaitan dengan kepentingan orang
banyak;
2. Didirikan tidak semata-mata untuk mengejar
keuntungan semata;
3. Didasarkan pengkajian yang memenuhi
persyaratan ekonomis yang diperlukan bagi
berdirinya suatu badan usaha (mandiri).
29. Organ Perum, terdiri dari :
Menteri BUMN-RI, Dewan Direksi & Dewan Pengawas.
Kedudukan Menteri disini sebagai Organ yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam Perum. Mempunyai segala
wewenang yang tidak diberikan kepada Dewan Direksi
maupun Dewan Pengawas, dalam batas yang telah
ditentukan. Oleh karenanya Menteri memberikan
persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum
yang diusulkan oleh Dewan Direksi & mendapat
persetujuan Dewan Pengawas.
Dengan demikian Pertanggung Jawaban Perum ini telah
ditentukan : “Bahwa Menteri BUMN-RI tidak
bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum
yang dibuat oleh Perum dan tidak bertanggung
jawab atas kerugian Perum, melebihi dari nilai
kekayaan Negara yang telah dipisahkan dari
Perum”.
30. Kecuali bila Menteri BUMN-RI melakukan :
1. Baik langsung maupun tidak langsung,
dengan itikad tidak baik telah memanfaatkan
fasilitas Perum, semata-mata untuk kepentingan
pribadinya;
2. Terlibat dalam perbuatan melawan/ melanggar
hukum yang dilakukan oleh Perum;
3. Perbuatan langsung maupun tidak langsung
secara melawan/melanggar hukum telah
menggunakan kekayaan Perum.
Karena modal Perum pada dasarnya merupakan kekayaan
negara yang telah dipisahkan, sehingga pemilik modal
hanya bertanggung jawab sebesar nilai penyertaan yang
disetorkan, dan tidak meliputi harta kekayaan negara di
luar modal tersebut. Jika terjadi tindakan di luar
mekanisme korporasi sebagaimana diatur dalam
ketentuan UU-BUMN.
31. Terakhir masalah Penggabungan, Peleburan,
Pengambil Alihan dan Pembubaran BUMN :
Penggabungan ataupun Peleburan BUMN dapat
dilakukan dengan BUMN lainnya yang telah ada, tanpa
dilakukan LIKUIDASI terlebih dahulu. Dengan adanya
penggabungan tersebut, Persero atau Perum yang
menggabungkan diri menjadi bubar. Sedangkan
dengan adanya Peleburan BUMN, maka BUMN yang
saling meleburkan diri tersebut menjadi bubar dan
membentuk BUMN baru.
Selanjutnya terkait dengan Pengambil Alihan BUMN, baik
seluruh ataupun sebagian saham atau modalnya, maka
mengakibatkan BERALIHNYA pengendalian terhadap BUMN
tersebut.
Dalam hal Pembubaran BUMN Harus dilakukan
melalui Peraturan Pemerintah (PP) dan hasil
likuidasinya dijadikan sebagai penyertaan modal pada
BUMN lain atau BUMN yang baru. Jika tidak
diterapkan hal demikian, maka sisa hasil likuidasi
disetorkan langsung ke Kas Negara, karena
merupakan hak Negara sebagai Pemegang Saham