SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  6
Télécharger pour lire hors ligne
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815
Yogyakarta, 10 Maret 2012
92
PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) BERBASIS OPEN
SOURCE UNTUK ANALISIS KERENTANAN AIR PERMUKAAN SUBDAS
BLONGKENG
Saddam Hussein1
, Werdiningsih2
1
Mahasiswa Jurusan Sains Informasi Geografi dan Pengmbangan Wilayah, Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Yogyakarta 55282 Telp (0274) 902340
2
Mahasiswa Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Yogyakarta 55282 Telp (0274) 902340
E-mail: saddam6426@yahoo.com, luffa27.feria@gmail.com
ABSTRAKS
Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan sehingga perlu
dilestarikan, diantaranya dengan pengendalian pencemaran air permukaan. Kerentanan air permukaan
terhadap pencemaran berbeda di setiap wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan
air permukaan pada SubDAS Blongkeng yang merupakan bagian dari DAS Progo, Jawa Tengah. Penelitian ini
memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan perangkat lunak open source GRASS
dan Quantum GIS. Metode PCSM (Point Count System Model) digunakan dengan mempertimbangkan
parameter kemiringan lereng, curah hujan tahunan dan penggunaan lahan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa daerah penelitian memiliki kerentanan air permukaan terhadap pencemaran mulai dari tingkat
kerentanan rendah (10,7%) , sedang (77,7%),) dan tinggi (11,6%). SubDAS Blongkeng memiliki keragaman
pada setiap parameter yang digunakan. Oleh karena itu, ketiga parameter tersebut dapat dikatakan memberikan
pengaruh yang sama terhadap kerentanan pencemaran air permukaan di daerah penelitian.
Kata Kunci: Sistem informasi geografis, kerentanan, pencemaran, air permukaan
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang
memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan
perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal
dasar dan faktor utama pembangunan. Untuk
melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara
bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan
generasi sekarang dan mendatang serta
keseimbangan ekologis (PP No.82 tahun 2001).
Pengelolaan air yang terbatas merupakan isu penting
dalam membangun masa depan yang berkelanjutan.
Salah satu caranya adalah dengan mengurangi atau
mencegah pencemaran air.
Pencemaran air diindikasikan dengan
menurunnya kualitas air tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya. Hal ini dapat terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kemiringan
lereng, curah hujan tahunan dan faktor kegiatan
manusia dalam pemanfaatan suatu lahan. Langkah
yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan
pencemaran air adalah melalui zonasi atau pemetaan
kerentanan suatu daerah terhadap pencemaran, yang
selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dalam
pengambilan keputusan dalam pengendalian kualitas
air secara keseluruhan. Pemetaan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis
(SIG) dengan metode Point Count System Model
(PCSM).
Perangkat lunak berbasis open source di bidang
Sistem Informasi Geografis (SIG) telah banyak
digunakan dan telah terbukti dapat memberikan hasil
dengan akurasi yang tinggi. Kehadiran perangkat
lunak berbasis open source ini juga menjawab
adanya permasalahan mengenai keabsahan
penggunaan perangkat lunak berlisensi. Beberapa
perangkat lunak yang telah cukup banyak digunakan
adalah Quantum GIS dan GRASS (Geographical
Resources Analysis Support System).
Penelitian ini dilakukan di SubDAS Blongkeng
yang merupakan bagian dari DAS Progo dan berhulu
di lereng barat Gunungapi Merapi. SubDAS ini
terletak pada Kecamatan Muntilan, Ngluwar,
Dukun, Srumbung dan Salam, Kabupaten Magelang,
Provinsi Jawa Tengah. Setiap daerah memiliki
kerentanan pencemaran air yang berbeda-beda.
SubDAS Blongkeng memiliki kemiringan lereng
berkisar dari 0%-55%. Penggunaan lahan di daerah
tersebut pasca erupsi 2010 adalah semak belukar,
gedung, hutan, kebun, pemukiman, lahan kosong,
sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan tegalan. Curah
hujan di daerah penelitian juga beragam, yaitu 2078-
3191 mm/tahun. Keragaman karakteristik tersebut,
mengakibatkan setiap wilayah di dalam SubDAS
tersebut memiliki potensi pencemaran yang berbeda-
beda. Oleh sebab itu, pemetaan indeks kerentanan
air permukaan terhadap pencemaran di SubDAS
Blongkeng penting untuk dilakukan.
1.2 Tujuan
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini
bertujuan untuk:
a. mengetahui distribusi parameter DAS, yaitu
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815
Yogyakarta, 10 Maret 2012
93
curah hujan rata-rata tahunan, penggunaan lahan
dan kemiringan lereng,
b. mengetahui distribusi spasial tingkat kerentanan
air permukaan terhadap pencemaran di daerah
penelitian.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerentanan Air Permukaan
Konsep kerentanan airtanah terhadap
pencemaran pertama kali diperkenalkan
dibandingkan kerentanan air permukaan terhadap
pencemaran. Kerentanan airtanah merupakan ukuran
tingkat kemudahan atau tingkat kesulitan airtanah
dimasuki oleh polutan di suatu wilayah (Harter dan
Walker, 2001). Sementara konsep kerentanan
airtanah menurut Vrba dan Zaporozec (1994) adalah
bahwa lingkungan fisik dapat mempengaruhi tingkat
perlindungan terhadap polutan yang masuk ke dalam
airtanah, yang kemudian disebut sebagai kerentanan
intrinsik. Kerentanan intrinsik sendiri menunjukkan
mudah tidaknya perairan terkena pencemaran oleh
hasil aktivitas manusia. Analisisnya didasarkan pada
karakteristik hidrogeologi suatu wilayah tanpa
mempertimbangkan jenis polutan.
Tidak ada perbedaan yang mencolok antara
kerentanan airtanah dengan kerentanan air
permukaan (Harter dan Larry, 2008). Hal yang
membedakan keduanya adalah skor dari variabel dan
bobot dari parameter yang digunakan untuk menilai
kerentanan air terhadap pencemaran. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa kerentanan air
permukaan merupakan ukuran tingkat kemudahan
atau tingkat kesulitan air permukaan dapat dicemari
oleh polutan disuatu wilayah.
2.2 PCSM
PCSM (Point Count System Model) merupakan
pendekatan yang digunakan dalam menganalisis
kerentanan air permukaan di suatu wilayah. PCSM
menggunakan rating/skor multiparameter dalam
penentuan tingkat kerentanan air permukaan, yaitu
kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah
hujan rerata tahunan. Setiap parameter memiliki
tingkat pengaruh yang tidak sama besarnya terhadap
kerentanan air permukaan, sehingga diperlukan
adanya pemberian bobot untuk tiap parameter yang
digunakan.
Faktor kemiringan lereng akan berpengaruh pada
banyaknya presipitasi yang menjadi runoff atau
proses infiltrasi yang terjadi. Semakin besar
kemiringan lereng, maka potensi hujan yang jatuh
untuk menjadi runoff akan semakin besar. Sementara
pada kemiringan lereng yang kecil, proses infiltrasi
akan lebih intensif terjadi, sehingga runoff yang
dihasilkan lebih kecil. Penggunaan lahan
mendeskripsikan aktivitas yang terjadi di permukaan
tanah, sehingga mempengaruhi kecenderungan air
yang menjadi runoff. Sementara faktor curah hujan
akan menentukan besarnya jumlah sumber air yang
tertransport melalui permukaan lahan menuju sungai
atau danau. Semakin tinggi intensitas hujan
dianggap menyebabkan makin tingginya tingkat
kerentanan air.
2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG)
SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer
yang digunakan untuk menyimpan dan
memanipulasi informasi – informasi geografi. SIG
dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis objek dan fenomena dimana daerah
geografi merupakan karakteristik yang penting atau
kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG
merupakan sistem komputer yang memiliki empat
kemampuan dalam menangani data yang bereferensi
geografi, yaitu masukan, manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan
manipulasi data, dan keluaran (Aronoff, 1989).
2.4 Quantum GIS
Quantum GIS merupakan salah satu perangkat
lunak open source di bawah proyek resmi dari Open
Source Geospatial Foundation (OSGeo) yang dapat
dijalankan dalam sistem operasi Windows, Mac
OSX, Linux dan Unix. Aplikasi ini menawarkan
pengolahan data geospasial dengan berbagai format
dan fungsionalitas vektor, raster dan database. Untuk
keperluan analisis spasial, aplikasi ini telah cukup
lengkap karena telah terintegrasi dengan perangkat
lunak GRASS. Pemanfaatan perangkat lunak
Quantum GIS ini dapat digunakan sebagai pilihan
alternatif dari software SIG komersial seperti
ArcView maupun ArcGIS. Quantum GIS dapat
diakses melalui situs resmi yang beralamatkan
www.qgis.org.
2.5 GRASS
GRASS (Geographical Resources Analysis Support
System) pertama kali dikembangkan oleh US Army
Construction Engineering Research Lab (CERL) dan
sejak tahun 1997, GRASS ini dikembangkan oleh
Baylor University, Waco–Texas, USA. GRASS
merupakan perangkat lunak open source dibawah
lisensi GNU General Public License. GRASS
berkembang melalui berkembangnya modul-modul
yang semakin lengkap dan dapat diunduh secara
gratis. GRASS memungkinkan penggunanya untuk
menganalisis, menyimpan, mengupdate, membuat
pemodelan dan menampilkan data geospasial.
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode PCSM (Point Count
System Model). Metode ini menekankan pada
pembobotan tiap parameter dan skor dari tiap
variabel yang digunakan. Setiap parameter yang
digunakan akan diberi bobot dengan rentang 1-3
(tabel 1), sedangkan variabel dari parameter yang
digunakan diberi skor 1-10. Semakin tinggi skor dari
suatu variabel, menggambarkan semakin rentan
variabel tersebut terhadap pencemaran, dan
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815
Yogyakarta, 10 Maret 2012
94
sebaliknya. Penentuan indeks kerentanan airtanah
dalam penelitian ini menggunakan tiga parameter,
yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan
curah hujan.
Tabel 1. Klasifikasi dan bobot parameter terhadap
kerentanan air permukaan
Parameter Bobot
Penggunaan Lahan 3
Kemiringan Lereng 2
Curah hujan 3
Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000
Ketiga parameter direpresentasikan dalam bentuk
peta, sehingga dapat diketahui distribusi spasialnya.
Peta kemiringan lereng diperoleh dari analisis
melalui interpolasi garis kontur. Garis kontur
didapatkan dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
skala 1: 25.000 . Peta penggunaan lahan didapatkan
melalui interpretasi visual foto udara pasca erupsi
Merapi 2010 dengan skala output 1: 25.000.
Sedangkan peta curah hujan tahunan didapatkan dari
interpolasi curah hujan di 10 stasiun hujan di sekitar
daerah penelitian.
Ketiga peta tersebut kemudian di tumpang susun
(overlay) dengan menggunakan sistem informasi
geografis (SIG). Indeks kerentanan didapatkan dari
jumlah pengkalian tiap skor variabel dengan tiap
bobot parameter masing-masing, dengan
menggunakan rumus:
VI = RwRt + TwTr + LwLr (1)
VI = indeks kerentanan
Rw= bobot curah hujan
Rt = skor curah hujan
Tw= bobot kemiringan lereng
Tr = skor kemiringan lereng
Lw = bobot penggunaan lahan
Lt = skor penggunaan lahan
Tabel 2. Klasifikasi dan skoring variabel kemiringan
lereng
Kemiringan lereng (%) Skor
0-2 1
3-7 3
8-13 5
14-20 7
21-55 9
>55 10
Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000
Tabel 3. Klasifikasi dan skoring variabel curah hujan
Curah hujan (mm/tahun) Skor
1500-2000 5
2000-2500 7
2500-3000 9
>3000 10
Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000
Tabel 4. Klasifikasi dan skoring variabel
penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Skor
Tubuh air 1
Lahan kosong 2
Hutan 3
Semak Belukar 4
Kebun 5
Tegalan 7
Sawah 7
Pemukiman 8
Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000
Pemrosesan dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak GRASS dan
Quantum GIS. Hasil tumpang susun (overlay),
kemudian diklasifikasikan menurut klasifikasi equal
interval. Adapun klasifikasi tersebut menghasilkan
zonasi daerah dengan tingkat kerentanan air
permukaan rendah, sedang dan tinggi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kemiringan Lereng
Peta kemiringan lereng SubDAS Blongkeng
(gambar 1) menunjukkan bahwa kemiringan lereng
SubDAS Blongkeng adalah berkisar antara 0%-55%.
Daerah hulu SubDAS Blongkeng didominasi oleh
kemiringan lereng 21%-55%, sementara bagian
tengah SubDAS memiliki kemiringan lereng yang
bervariasi, yaitu 2%-13%, dan kemiringan lereng
bagian hilir didominasi kemiringan lereng sebesar
0%-2%. Secara teori, dari distibusi kemiringan
lereng tersebut dapat dikatakan bahwa daerah hulu
memiliki kerentanan air permukaan terhadap
pencemaran yang lebih besar dibandingkan daerah
tengah maupun hilir. Hasil presentase kemiringan
lereng SubDAS Blongkeng (gambar 2)
menunjukkan bahwa dominasi kemiringan lereng
SubDAS Blongkeng adalah 0-2%, kemudian diikuti
kemiringan lereng sebesar 3-7%, 8-13%, dan 21-
55%. Sementara presentase kemiringan lereng 14-
20% merupakan presentase kemiringan lereng yang
paling kecil.
Semina
Yogyak
Gamb
Blongken
Gamb
SubDAS
2012)
4.2 Pen
Berda
erupsi t
mendomi
irigasi, y
Pengguna
irigasi ad
pemukim
tegalan.
Blongken
Gamb
SubDAS
2012)
41,8
ar Nasional Tekno
karta, 10 Maret 2
bar 1. Peta
ng (Sumber: H
bar 2. Pre
Blongkeng (
nggunaan Lah
asarkan peta
tahun 2010,
inasi di SubD
yaitu sebesar
aan lahan Sub
dalah semak b
man, lahan kos
Presentase p
ng ditunjukkan
bar 3. Pre
Blongkeng (
20,6
17,1
6,0
9,7
3,9
1,0
1
11,5
0,2
4,3 0,2
ologi Informasi d
2012
kemiringan
Hasil analisis d
sentase kem
(Sumber: Ha
han
penggunaan
, penggunaa
DAS Blongken
r 41,8% dari
bDAS Blongk
belukar, gedun
song, sawah t
penggunaan
n pada gamba
sentase pen
(Sumber: Ha
46,7
9
0
17,5
19,7
se
ge
h
k
p
la
sa
sa
te
dan Komunikasi 2
lereng SubD
data, 2012)
miringan ler
sil analisis d
n lahan sete
an lahan y
ng adalah saw
i luas SubDA
keng selain saw
ng, hutan, keb
tadah hujan,
lahan SubD
ar 3.
nggunaan la
sil analisis d
0-2%
3-7%
8-13%
14-20%
21-55%
emak belukar
edung
utan
ebun
emukiman
ahan ksong
awah irigasi
awah tadah hu
egalan
2012 (SENTIKA 2
95
DAS
reng
data,
elah
yang
wah
AS.
wah
bun,
dan
DAS
ahan
data,
Ga
Blo
4.3
ren
mm
huj
mm
mm
bag
Sub
mm
Sub
tah
(Su
4.4
kem
bah
pen
ker
yai
Sem
Sub
ada
dae
ma
leb
ler
tin
ber
run
ujan
2012)
ambar 4. P
ongkeng (Sum
3 Curah Hu
Curah huja
ntang antara
m/tahun. Dae
jan 2500-300
m/tahun. Sem
m/tahun dan
gian tengah
bDAS, curah
m/tahun. Pusa
bDAS Blong
hunan lebih be
Gambar 5.
umber: Hasil a
4 Kerentana
Hasil tumpa
miringan lere
hwa kelas k
ncemar berki
rentanan tertin
itu sebesar
mentara kere
bDAS memil
alah 1,6%. Ha
erah hulu Sub
assa hujan, de
bih dari 3000
eng yang bes
ggi dengan k
rpengaruh ter
noff yang diha
Peta penggun
mber: Hasil an
ujan
an SubDAS
2000 mm
rah hulu Sub
00 mm/tahun
mentara cura
2500-3000 m
SubDAS.
hujan yang te
at massa hujan
gkeng, yaitu
esar dari 3000
Peta isohyet
analisis data, 2
an Pencemara
ang susun pe
eng, dan cura
kerentanan air
sar pada nila
nggi berada d
36,9% dari
entanan tingg
iki presentase
al ini dapat ter
bDAS Blong
engan curah
mm/tahun da
ar, yaitu 21-5
kemiringan le
rhadap terangk
asilkan. Pengg
ISSN
naan lahan
nalisis data, 20
Blongkeng
m/tahun hing
bDAS, memil
n dan lebih d
ah hujan 2
mm/tahun ter
Untuk dae
erjadi adalah 2
n terjadi di ba
memiliki cur
mm.
t SubDAS B
2012)
an Air Permu
eta pengguna
ah hujan men
r permukaan
ai indeks 38-
di bagian hulu
i luas daer
gi pada bagia
e 6,5% dan ba
rjadi disebabk
keng merupa
hujan domin
an memiliki k
55%. Curah h
ereng yang b
kutnya poluta
gunaan lahan
N: 2089-9815
SubDAS
012)
memiliki
gga 3191
liki curah
dari 3000
2000-2500
rjadi pada
erah hilir
2500-3000
agian hulu
rah hujan
Blongkeng
ukaan
aan lahan,
nunjukkan
terhadap
64. Kelas
SubDAS,
rah hulu.
an tengah
agian hilir
kan karena
akan pusat
nan adalah
kemiringan
hujan yang
besar akan
an melalui
di bagian
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815
Yogyakarta, 10 Maret 2012
96
hulu SubDAS, yaitu hutan, kebun, dan semak
belukar relatif memiliki skor yang kecil. Sehingga
dapat dikatakan bahwa dari segi parameter
penggunaan lahan, hulu SubDAS Blongkeng
memiliki kerentanan yang rendah.
Sementara itu, kelas kerentanan sedang berada di
sebagian besar daerah tengah dan hilir SubDAS,
dengan indeks kerentanan 47-55. Pada daerah
hulu,presentase kerentanan sedang adalah sebesar
60,9% dari luas daerah hulu. Sementara presentase
kerentanan sedang pada bagian hilir adalah sebesar
97,7% dari luas daerah hilir. Kelas kerentanan
sedang mendominasi daerah tengah SubDAS
dipengaruhi oleh kemiringan lereng yang bervariasi,
yaitu mulai dari 0-2%, 3-7%, dan 8-13%. Selain itu
juga dipengaruhi oleh curah hujan yang beragam
serta penggunaan lahan yang juga memiliki skor
bervariasi, mulai dari skor 3-8. Sementara pada
bagian hilir SubDAS dengan kerentanan sedang,
faktor yang paling berpengaruh adalah penggunaan
lahan, dimana penggunaan lahan yang mendominasi
di bagian hilir, yaitu pemukiman, gedung, dan sawah
memiliki skor kerentanan yang tinggi. Selain itu
juga dipengaruhi oleh curah hujan sebesar 2500-
3000 mm/tahun. Parameter lereng mempunyai
pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan
parameter curah hujan dan penggunaan lahan karena
pada bagian hilir SubDAS memiliki kemiringan
lereng 0-2%. Kemiringan lereng yang datar (0-2%)
memberikan dampak pada proses meresapnya air
hujan ke bawah permukaan tanah (proses infiltrasi)
yang lebih intensif dibandingkan pada lereng yang
curam, sehingga tingkat kerentanan air terhadap
pencemaran lebih rendah.
Indeks kerentanan rendah berada pada daerah
hulu, tengah, dan hilir SubDAS, dengan indeks
kerentanan 38-46. Pada bagian hulu SubDAS,
kerentanan rendah memiliki presentase 2,2% dari
luas bagian hulu. Sementara pada bagian tengah
SubDAS memiliki presentase kerentanan rendah
sebesar 15,1%, dan pada bagian hilir SubDAS
adalah 0,7% dari luas masing-masing bagian
SubDAS tersebut. Dari uraian tersebut, dapat
diketahui bahwa persebaran kelas kerentanan rendah
paling tinggi ada pada bagian tengah SubDAS.
Daerah tengah SubDAS mendominasi kelas
kerentanan yang rendah disebabkan oleh faktor
penggunaan lahan dan kemiringan lereng yang
memiliki skor kerentanan kecil. Kemiringan lereng
pada kelas kerentanan rendah adalah 0-2% dan 3-
7%, sehingga proses infiltrasi dominan terjadi.
Sementara penggunaan lahan, yaitu hutan, kebun,
dan semak belukar yang memiliki skor kerentanan
relatif kecil juga berpengaruh terhadap nilai indeks
kerentanannya yang rendah. Walapun curah hujan
pada kelas kerentanan rendah didominasi oleh curah
hujan sebesar 2500-3000 mm/tahun, namun karena
kemiringan lereng yang datar sampai landai maka
proses peresapan air hujan ke bawah permukaan
tanah lebih intensif terjadi.
Seperti ditunjukkan pada gambar 6, secara
keseluruhan SubDAS Blongkeng memiliki
kerentanan air permukaan terhadap pencemaran
pada kelas sedang, yaitu sebesar 30.908.339,9 m2
(77,7%). Pada kelas kerentanan tinggi sebesar
4.604.027,3 m2
(11,6%) dan pada kelas kerentanan
rendah sebesar 4.263.460,3 m2
(10,7%). SubDAS
Blongkeng memiliki keragaman dalam hal
kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah
hujan. Oleh karena itu, ketiga parameter tersebut
dapat dikatakan memberikan pengaruh yang sama
terhadap nilai indeks kerentanan.
Gambar 6. Presentase kerentanan air permukaan
terhadap pencemaran di SubDAS Blongkeng
(Sumber: Hasil analisis data, 2012)
5. KESIMPULAN
SubDAS Blongkeng memiliki keragaman dalam
hal kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah
hujan. Oleh karena itu, ketiga parameter tersebut
dapat dikatakan memberikan pengaruh yang sama
terhadap nilai indeks kerentanan pencemaran air
permukaan. Nilai indeks kerentanan pencemaran air
permukaan di SubDAS Blongkeng berada pada
rentang nilai 38-64. Indeks kerentanan bernilai 38-
46 merupakan kerentanan rendah, sementara 47-55
merupakan kerentanan sedang, dan 56-64
merupakan kerentanan tinggi. SubDAS Blongkeng
didominasi oleh daerah dengan kerentanan air
permukaan terhadap pencemaran pada kelas sedang,
yaitu sebesar 30908339,9 km2
(77,7%), sedangkan
kelas kerentanan tinggi sebesar 4604027,3 km2
(11,6%) dan pada kelas kerentanan rendah sebesar
4263460,3 km2
(10,7%). Kerentanan tinggi
didominasi oleh SubDAS bagian hulu, sementara
bagian tengah dan hilir didominasi oleh kerentanan
sedang. Kerentanan rendah merupakan kerentanan
yang paling kecil, berada pada bagian tengah
SubDAS.
PUSTAKA
Arronoff, Stanley. 1989. Geographic Information
System: A Managemen Perspective. WDL
Publications. Canada: Ottawa.
Eimers, J.L., Weaver, J.C., Terziotti, S. and
Midgette, R.W. 2000. Method of Rating
10,7
77,7
11,6
Rendah
Sedang
Tinggi
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815
Yogyakarta, 10 Maret 2012
97
Unsaturated Zone and Watershed Characteristic
of Public Water Supplies in North Carolina.
USGS, Raleigh, North Carolina
Harter, Thomas. 2008. Watersheds, Groundwater
and Drinking Water: a practical guide.
Oakland:ANR Publications.
Harter,T. dan Walker, L.G. 2001. Assessing
Vulnerability of Groundwater. California:
California Departement of Health Services.
Prawira, Angga Yuda , Wikantika, Ketut dan Hadi,
Firman.2005. Analisis Spasial Lahan Kritis di
Kota Bandung Utara Menggunakan Open
Source Grass. Makalah disajikan dalam
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”. Kampus
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
14 – 15 September 2005.
Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air Presiden
Republik Indonesia. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 153. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Romadona, Aditya dan Kusnanto, Hari. 2011. Open
Source GIS: Aplikasi Quantum GIS untuk Sistem
Informasi Lingkungan. Yogyakarta: BPFE.
Vrba J., Zaporosec A. 1994. Guidebook on Mapping
Groundwater Vulnerability. Vol 16. International
Association of Hydrogeologists, Verlag Heinz
Heise, Hannover.
Widyastuti,M. and Slamet,S. 2006. Contamination
Vulnerability Analysis of Watershed for Water
Quality Monitoring. Journal Forum Geografi,
Vol.20, No.1, 47-54.

Contenu connexe

Tendances

J-ManRisk dalam Pengeboran Eksplorasi.pdf
J-ManRisk dalam Pengeboran Eksplorasi.pdfJ-ManRisk dalam Pengeboran Eksplorasi.pdf
J-ManRisk dalam Pengeboran Eksplorasi.pdfAdrianSyaifullah2
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
 
9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata air
9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata air9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata air
9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata airZaidil Firza
 
modul pelatihan konservasi tanah dan air - panduan pelatihan bagi cbo dan fl
modul pelatihan konservasi tanah dan air - panduan pelatihan bagi cbo dan flmodul pelatihan konservasi tanah dan air - panduan pelatihan bagi cbo dan fl
modul pelatihan konservasi tanah dan air - panduan pelatihan bagi cbo dan flMohd. Yunus
 
Jurnal dheni saputra jp 1115011019
Jurnal dheni saputra jp 1115011019Jurnal dheni saputra jp 1115011019
Jurnal dheni saputra jp 1115011019Dheni Saputra
 
Andrew hidayat pendekatan multi dimensional scaling untuk evaluasi keberlanju...
Andrew hidayat pendekatan multi dimensional scaling untuk evaluasi keberlanju...Andrew hidayat pendekatan multi dimensional scaling untuk evaluasi keberlanju...
Andrew hidayat pendekatan multi dimensional scaling untuk evaluasi keberlanju...Andrew Hidayat
 
Pemodelan Genangan Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Pulau Gili Raja...
Pemodelan Genangan Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Pulau Gili Raja...Pemodelan Genangan Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Pulau Gili Raja...
Pemodelan Genangan Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Pulau Gili Raja...Luhur Moekti Prayogo
 
01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-wadukWerdhi S
 
Modul 2 konsep perencanaan pengembangan sumber daya air, kebijakan
Modul 2 konsep perencanaan pengembangan sumber daya air, kebijakanModul 2 konsep perencanaan pengembangan sumber daya air, kebijakan
Modul 2 konsep perencanaan pengembangan sumber daya air, kebijakanLusnia S Multianti
 
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...robert peranginangin
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Purwandaru Widyasunu
 
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!jong arsitek
 

Tendances (16)

J-ManRisk dalam Pengeboran Eksplorasi.pdf
J-ManRisk dalam Pengeboran Eksplorasi.pdfJ-ManRisk dalam Pengeboran Eksplorasi.pdf
J-ManRisk dalam Pengeboran Eksplorasi.pdf
 
JTL_SENIARWAN_2013
JTL_SENIARWAN_2013JTL_SENIARWAN_2013
JTL_SENIARWAN_2013
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
 
9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata air
9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata air9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata air
9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata air
 
modul pelatihan konservasi tanah dan air - panduan pelatihan bagi cbo dan fl
modul pelatihan konservasi tanah dan air - panduan pelatihan bagi cbo dan flmodul pelatihan konservasi tanah dan air - panduan pelatihan bagi cbo dan fl
modul pelatihan konservasi tanah dan air - panduan pelatihan bagi cbo dan fl
 
Jurnal dheni saputra jp 1115011019
Jurnal dheni saputra jp 1115011019Jurnal dheni saputra jp 1115011019
Jurnal dheni saputra jp 1115011019
 
Kapsel D 2509100041
Kapsel D 2509100041Kapsel D 2509100041
Kapsel D 2509100041
 
Andrew hidayat pendekatan multi dimensional scaling untuk evaluasi keberlanju...
Andrew hidayat pendekatan multi dimensional scaling untuk evaluasi keberlanju...Andrew hidayat pendekatan multi dimensional scaling untuk evaluasi keberlanju...
Andrew hidayat pendekatan multi dimensional scaling untuk evaluasi keberlanju...
 
Pemodelan Genangan Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Pulau Gili Raja...
Pemodelan Genangan Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Pulau Gili Raja...Pemodelan Genangan Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Pulau Gili Raja...
Pemodelan Genangan Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Pulau Gili Raja...
 
01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk
 
Modul 2 konsep perencanaan pengembangan sumber daya air, kebijakan
Modul 2 konsep perencanaan pengembangan sumber daya air, kebijakanModul 2 konsep perencanaan pengembangan sumber daya air, kebijakan
Modul 2 konsep perencanaan pengembangan sumber daya air, kebijakan
 
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
 
Makalah vigita
Makalah vigitaMakalah vigita
Makalah vigita
 
EKOHIDROLOGI.docx
EKOHIDROLOGI.docxEKOHIDROLOGI.docx
EKOHIDROLOGI.docx
 
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!
 

En vedette

предложение
предложениепредложение
предложениеAErmakov
 
предложение
предложениепредложение
предложениеAErmakov
 
кому служит наш сайт
кому служит наш сайткому служит наш сайт
кому служит наш сайтCityDoctor
 
Полезное питание
Полезное питаниеПолезное питание
Полезное питаниеCityDoctor
 
развернутое
развернутоеразвернутое
развернутоеAErmakov
 
Corporate agility in a white water world
Corporate agility in a white water worldCorporate agility in a white water world
Corporate agility in a white water worldYanni Spiropoulos
 
Время жить. Интернет-сериал
Время жить. Интернет-сериалВремя жить. Интернет-сериал
Время жить. Интернет-сериалCityDoctor
 
презентация
презентацияпрезентация
презентацияAErmakov
 
Corporate presentation
Corporate presentationCorporate presentation
Corporate presentationstevemorton
 
о центре
о центрео центре
о центреAErmakov
 
Incubators 110726052706-phpapp01
Incubators 110726052706-phpapp01Incubators 110726052706-phpapp01
Incubators 110726052706-phpapp01AErmakov
 
Teknikmenjawab1511 121013053833-phpapp01
Teknikmenjawab1511 121013053833-phpapp01Teknikmenjawab1511 121013053833-phpapp01
Teknikmenjawab1511 121013053833-phpapp01Nor Zawani Halim
 
Grandes Pedagogos de la Historia
Grandes Pedagogos de la HistoriaGrandes Pedagogos de la Historia
Grandes Pedagogos de la Historiaiesinformatica2011
 

En vedette (14)

предложение
предложениепредложение
предложение
 
предложение
предложениепредложение
предложение
 
кому служит наш сайт
кому служит наш сайткому служит наш сайт
кому служит наш сайт
 
Полезное питание
Полезное питаниеПолезное питание
Полезное питание
 
развернутое
развернутоеразвернутое
развернутое
 
Erlang and HTML5
Erlang and HTML5Erlang and HTML5
Erlang and HTML5
 
Corporate agility in a white water world
Corporate agility in a white water worldCorporate agility in a white water world
Corporate agility in a white water world
 
Время жить. Интернет-сериал
Время жить. Интернет-сериалВремя жить. Интернет-сериал
Время жить. Интернет-сериал
 
презентация
презентацияпрезентация
презентация
 
Corporate presentation
Corporate presentationCorporate presentation
Corporate presentation
 
о центре
о центрео центре
о центре
 
Incubators 110726052706-phpapp01
Incubators 110726052706-phpapp01Incubators 110726052706-phpapp01
Incubators 110726052706-phpapp01
 
Teknikmenjawab1511 121013053833-phpapp01
Teknikmenjawab1511 121013053833-phpapp01Teknikmenjawab1511 121013053833-phpapp01
Teknikmenjawab1511 121013053833-phpapp01
 
Grandes Pedagogos de la Historia
Grandes Pedagogos de la HistoriaGrandes Pedagogos de la Historia
Grandes Pedagogos de la Historia
 

Similaire à SIG PCSM Kerentanan Air

Manajeme evaluasi dan evakuasi banjir
Manajeme evaluasi dan evakuasi banjirManajeme evaluasi dan evakuasi banjir
Manajeme evaluasi dan evakuasi banjirAgus Witono
 
Review Jurnal PJ.pptx
Review Jurnal PJ.pptxReview Jurnal PJ.pptx
Review Jurnal PJ.pptxOriharaIzaya4
 
Teknik pengawetan tanah dan air
Teknik pengawetan tanah dan airTeknik pengawetan tanah dan air
Teknik pengawetan tanah dan airHelmas Tanjung
 
WORKSHOP_SWAT_GEOI_2020.pptx
WORKSHOP_SWAT_GEOI_2020.pptxWORKSHOP_SWAT_GEOI_2020.pptx
WORKSHOP_SWAT_GEOI_2020.pptxHackEuy
 
Jurnal banjir 14777
Jurnal banjir 14777Jurnal banjir 14777
Jurnal banjir 14777naufalulhaq2
 
Model Konservasi Tanah dan Air oleh Helmas
Model Konservasi Tanah dan Air oleh HelmasModel Konservasi Tanah dan Air oleh Helmas
Model Konservasi Tanah dan Air oleh HelmasHelmas Tanjung
 
Metode perkiraan banjir das
Metode perkiraan banjir dasMetode perkiraan banjir das
Metode perkiraan banjir dasinfosanitasi
 
Penerapan indraaja
Penerapan indraajaPenerapan indraaja
Penerapan indraajaKoko Harnoko
 
Tugas kerangka proposal metlit geo 2014 tahap 2
Tugas kerangka proposal metlit geo 2014 tahap 2Tugas kerangka proposal metlit geo 2014 tahap 2
Tugas kerangka proposal metlit geo 2014 tahap 2deyanakanos
 
PENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SIG.pptx
PENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SIG.pptxPENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SIG.pptx
PENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SIG.pptxDariusArkwrightHamis
 
Analisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaian
Analisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaianAnalisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaian
Analisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaianjufrikarim
 
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...iftidah
 

Similaire à SIG PCSM Kerentanan Air (20)

Manajeme evaluasi dan evakuasi banjir
Manajeme evaluasi dan evakuasi banjirManajeme evaluasi dan evakuasi banjir
Manajeme evaluasi dan evakuasi banjir
 
12 kustamar-itn
 12  kustamar-itn 12  kustamar-itn
12 kustamar-itn
 
Review Jurnal PJ.pptx
Review Jurnal PJ.pptxReview Jurnal PJ.pptx
Review Jurnal PJ.pptx
 
Teknik pengawetan tanah dan air
Teknik pengawetan tanah dan airTeknik pengawetan tanah dan air
Teknik pengawetan tanah dan air
 
WORKSHOP_SWAT_GEOI_2020.pptx
WORKSHOP_SWAT_GEOI_2020.pptxWORKSHOP_SWAT_GEOI_2020.pptx
WORKSHOP_SWAT_GEOI_2020.pptx
 
Laporan q
Laporan qLaporan q
Laporan q
 
Jurnal banjir 14777
Jurnal banjir 14777Jurnal banjir 14777
Jurnal banjir 14777
 
Model Konservasi Tanah dan Air oleh Helmas
Model Konservasi Tanah dan Air oleh HelmasModel Konservasi Tanah dan Air oleh Helmas
Model Konservasi Tanah dan Air oleh Helmas
 
Presentasi Rosma
Presentasi RosmaPresentasi Rosma
Presentasi Rosma
 
Metode perkiraan banjir das
Metode perkiraan banjir dasMetode perkiraan banjir das
Metode perkiraan banjir das
 
Penerapan indraaja
Penerapan indraajaPenerapan indraaja
Penerapan indraaja
 
S3. 2019 JSIL_Longsor.pdf
S3. 2019 JSIL_Longsor.pdfS3. 2019 JSIL_Longsor.pdf
S3. 2019 JSIL_Longsor.pdf
 
Resensi jurnal ilmiah
Resensi jurnal ilmiahResensi jurnal ilmiah
Resensi jurnal ilmiah
 
Tugas kerangka proposal metlit geo 2014 tahap 2
Tugas kerangka proposal metlit geo 2014 tahap 2Tugas kerangka proposal metlit geo 2014 tahap 2
Tugas kerangka proposal metlit geo 2014 tahap 2
 
51 99-1-sm
51 99-1-sm51 99-1-sm
51 99-1-sm
 
Bab II
Bab IIBab II
Bab II
 
PENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SIG.pptx
PENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SIG.pptxPENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SIG.pptx
PENGENALAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SIG.pptx
 
Analisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaian
Analisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaianAnalisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaian
Analisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaian
 
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
 
Makalah iis
Makalah iisMakalah iis
Makalah iis
 

Dernier

Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfjeffrisovana999
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningSamFChaerul
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksdanzztzy405
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANDevonneDillaElFachri
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 

Dernier (8)

Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
 
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 

SIG PCSM Kerentanan Air

  • 1. Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815 Yogyakarta, 10 Maret 2012 92 PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) BERBASIS OPEN SOURCE UNTUK ANALISIS KERENTANAN AIR PERMUKAAN SUBDAS BLONGKENG Saddam Hussein1 , Werdiningsih2 1 Mahasiswa Jurusan Sains Informasi Geografi dan Pengmbangan Wilayah, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Yogyakarta 55282 Telp (0274) 902340 2 Mahasiswa Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Yogyakarta 55282 Telp (0274) 902340 E-mail: saddam6426@yahoo.com, luffa27.feria@gmail.com ABSTRAKS Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan sehingga perlu dilestarikan, diantaranya dengan pengendalian pencemaran air permukaan. Kerentanan air permukaan terhadap pencemaran berbeda di setiap wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan air permukaan pada SubDAS Blongkeng yang merupakan bagian dari DAS Progo, Jawa Tengah. Penelitian ini memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan perangkat lunak open source GRASS dan Quantum GIS. Metode PCSM (Point Count System Model) digunakan dengan mempertimbangkan parameter kemiringan lereng, curah hujan tahunan dan penggunaan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki kerentanan air permukaan terhadap pencemaran mulai dari tingkat kerentanan rendah (10,7%) , sedang (77,7%),) dan tinggi (11,6%). SubDAS Blongkeng memiliki keragaman pada setiap parameter yang digunakan. Oleh karena itu, ketiga parameter tersebut dapat dikatakan memberikan pengaruh yang sama terhadap kerentanan pencemaran air permukaan di daerah penelitian. Kata Kunci: Sistem informasi geografis, kerentanan, pencemaran, air permukaan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis (PP No.82 tahun 2001). Pengelolaan air yang terbatas merupakan isu penting dalam membangun masa depan yang berkelanjutan. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi atau mencegah pencemaran air. Pencemaran air diindikasikan dengan menurunnya kualitas air tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kemiringan lereng, curah hujan tahunan dan faktor kegiatan manusia dalam pemanfaatan suatu lahan. Langkah yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan pencemaran air adalah melalui zonasi atau pemetaan kerentanan suatu daerah terhadap pencemaran, yang selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam pengendalian kualitas air secara keseluruhan. Pemetaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan metode Point Count System Model (PCSM). Perangkat lunak berbasis open source di bidang Sistem Informasi Geografis (SIG) telah banyak digunakan dan telah terbukti dapat memberikan hasil dengan akurasi yang tinggi. Kehadiran perangkat lunak berbasis open source ini juga menjawab adanya permasalahan mengenai keabsahan penggunaan perangkat lunak berlisensi. Beberapa perangkat lunak yang telah cukup banyak digunakan adalah Quantum GIS dan GRASS (Geographical Resources Analysis Support System). Penelitian ini dilakukan di SubDAS Blongkeng yang merupakan bagian dari DAS Progo dan berhulu di lereng barat Gunungapi Merapi. SubDAS ini terletak pada Kecamatan Muntilan, Ngluwar, Dukun, Srumbung dan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Setiap daerah memiliki kerentanan pencemaran air yang berbeda-beda. SubDAS Blongkeng memiliki kemiringan lereng berkisar dari 0%-55%. Penggunaan lahan di daerah tersebut pasca erupsi 2010 adalah semak belukar, gedung, hutan, kebun, pemukiman, lahan kosong, sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan tegalan. Curah hujan di daerah penelitian juga beragam, yaitu 2078- 3191 mm/tahun. Keragaman karakteristik tersebut, mengakibatkan setiap wilayah di dalam SubDAS tersebut memiliki potensi pencemaran yang berbeda- beda. Oleh sebab itu, pemetaan indeks kerentanan air permukaan terhadap pencemaran di SubDAS Blongkeng penting untuk dilakukan. 1.2 Tujuan Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini bertujuan untuk: a. mengetahui distribusi parameter DAS, yaitu
  • 2. Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815 Yogyakarta, 10 Maret 2012 93 curah hujan rata-rata tahunan, penggunaan lahan dan kemiringan lereng, b. mengetahui distribusi spasial tingkat kerentanan air permukaan terhadap pencemaran di daerah penelitian. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerentanan Air Permukaan Konsep kerentanan airtanah terhadap pencemaran pertama kali diperkenalkan dibandingkan kerentanan air permukaan terhadap pencemaran. Kerentanan airtanah merupakan ukuran tingkat kemudahan atau tingkat kesulitan airtanah dimasuki oleh polutan di suatu wilayah (Harter dan Walker, 2001). Sementara konsep kerentanan airtanah menurut Vrba dan Zaporozec (1994) adalah bahwa lingkungan fisik dapat mempengaruhi tingkat perlindungan terhadap polutan yang masuk ke dalam airtanah, yang kemudian disebut sebagai kerentanan intrinsik. Kerentanan intrinsik sendiri menunjukkan mudah tidaknya perairan terkena pencemaran oleh hasil aktivitas manusia. Analisisnya didasarkan pada karakteristik hidrogeologi suatu wilayah tanpa mempertimbangkan jenis polutan. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara kerentanan airtanah dengan kerentanan air permukaan (Harter dan Larry, 2008). Hal yang membedakan keduanya adalah skor dari variabel dan bobot dari parameter yang digunakan untuk menilai kerentanan air terhadap pencemaran. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kerentanan air permukaan merupakan ukuran tingkat kemudahan atau tingkat kesulitan air permukaan dapat dicemari oleh polutan disuatu wilayah. 2.2 PCSM PCSM (Point Count System Model) merupakan pendekatan yang digunakan dalam menganalisis kerentanan air permukaan di suatu wilayah. PCSM menggunakan rating/skor multiparameter dalam penentuan tingkat kerentanan air permukaan, yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah hujan rerata tahunan. Setiap parameter memiliki tingkat pengaruh yang tidak sama besarnya terhadap kerentanan air permukaan, sehingga diperlukan adanya pemberian bobot untuk tiap parameter yang digunakan. Faktor kemiringan lereng akan berpengaruh pada banyaknya presipitasi yang menjadi runoff atau proses infiltrasi yang terjadi. Semakin besar kemiringan lereng, maka potensi hujan yang jatuh untuk menjadi runoff akan semakin besar. Sementara pada kemiringan lereng yang kecil, proses infiltrasi akan lebih intensif terjadi, sehingga runoff yang dihasilkan lebih kecil. Penggunaan lahan mendeskripsikan aktivitas yang terjadi di permukaan tanah, sehingga mempengaruhi kecenderungan air yang menjadi runoff. Sementara faktor curah hujan akan menentukan besarnya jumlah sumber air yang tertransport melalui permukaan lahan menuju sungai atau danau. Semakin tinggi intensitas hujan dianggap menyebabkan makin tingginya tingkat kerentanan air. 2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi – informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek dan fenomena dimana daerah geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografi, yaitu masukan, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data, dan keluaran (Aronoff, 1989). 2.4 Quantum GIS Quantum GIS merupakan salah satu perangkat lunak open source di bawah proyek resmi dari Open Source Geospatial Foundation (OSGeo) yang dapat dijalankan dalam sistem operasi Windows, Mac OSX, Linux dan Unix. Aplikasi ini menawarkan pengolahan data geospasial dengan berbagai format dan fungsionalitas vektor, raster dan database. Untuk keperluan analisis spasial, aplikasi ini telah cukup lengkap karena telah terintegrasi dengan perangkat lunak GRASS. Pemanfaatan perangkat lunak Quantum GIS ini dapat digunakan sebagai pilihan alternatif dari software SIG komersial seperti ArcView maupun ArcGIS. Quantum GIS dapat diakses melalui situs resmi yang beralamatkan www.qgis.org. 2.5 GRASS GRASS (Geographical Resources Analysis Support System) pertama kali dikembangkan oleh US Army Construction Engineering Research Lab (CERL) dan sejak tahun 1997, GRASS ini dikembangkan oleh Baylor University, Waco–Texas, USA. GRASS merupakan perangkat lunak open source dibawah lisensi GNU General Public License. GRASS berkembang melalui berkembangnya modul-modul yang semakin lengkap dan dapat diunduh secara gratis. GRASS memungkinkan penggunanya untuk menganalisis, menyimpan, mengupdate, membuat pemodelan dan menampilkan data geospasial. 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode PCSM (Point Count System Model). Metode ini menekankan pada pembobotan tiap parameter dan skor dari tiap variabel yang digunakan. Setiap parameter yang digunakan akan diberi bobot dengan rentang 1-3 (tabel 1), sedangkan variabel dari parameter yang digunakan diberi skor 1-10. Semakin tinggi skor dari suatu variabel, menggambarkan semakin rentan variabel tersebut terhadap pencemaran, dan
  • 3. Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815 Yogyakarta, 10 Maret 2012 94 sebaliknya. Penentuan indeks kerentanan airtanah dalam penelitian ini menggunakan tiga parameter, yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah hujan. Tabel 1. Klasifikasi dan bobot parameter terhadap kerentanan air permukaan Parameter Bobot Penggunaan Lahan 3 Kemiringan Lereng 2 Curah hujan 3 Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000 Ketiga parameter direpresentasikan dalam bentuk peta, sehingga dapat diketahui distribusi spasialnya. Peta kemiringan lereng diperoleh dari analisis melalui interpolasi garis kontur. Garis kontur didapatkan dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: 25.000 . Peta penggunaan lahan didapatkan melalui interpretasi visual foto udara pasca erupsi Merapi 2010 dengan skala output 1: 25.000. Sedangkan peta curah hujan tahunan didapatkan dari interpolasi curah hujan di 10 stasiun hujan di sekitar daerah penelitian. Ketiga peta tersebut kemudian di tumpang susun (overlay) dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Indeks kerentanan didapatkan dari jumlah pengkalian tiap skor variabel dengan tiap bobot parameter masing-masing, dengan menggunakan rumus: VI = RwRt + TwTr + LwLr (1) VI = indeks kerentanan Rw= bobot curah hujan Rt = skor curah hujan Tw= bobot kemiringan lereng Tr = skor kemiringan lereng Lw = bobot penggunaan lahan Lt = skor penggunaan lahan Tabel 2. Klasifikasi dan skoring variabel kemiringan lereng Kemiringan lereng (%) Skor 0-2 1 3-7 3 8-13 5 14-20 7 21-55 9 >55 10 Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000 Tabel 3. Klasifikasi dan skoring variabel curah hujan Curah hujan (mm/tahun) Skor 1500-2000 5 2000-2500 7 2500-3000 9 >3000 10 Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000 Tabel 4. Klasifikasi dan skoring variabel penggunaan lahan Penggunaan Lahan Skor Tubuh air 1 Lahan kosong 2 Hutan 3 Semak Belukar 4 Kebun 5 Tegalan 7 Sawah 7 Pemukiman 8 Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000 Pemrosesan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak GRASS dan Quantum GIS. Hasil tumpang susun (overlay), kemudian diklasifikasikan menurut klasifikasi equal interval. Adapun klasifikasi tersebut menghasilkan zonasi daerah dengan tingkat kerentanan air permukaan rendah, sedang dan tinggi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kemiringan Lereng Peta kemiringan lereng SubDAS Blongkeng (gambar 1) menunjukkan bahwa kemiringan lereng SubDAS Blongkeng adalah berkisar antara 0%-55%. Daerah hulu SubDAS Blongkeng didominasi oleh kemiringan lereng 21%-55%, sementara bagian tengah SubDAS memiliki kemiringan lereng yang bervariasi, yaitu 2%-13%, dan kemiringan lereng bagian hilir didominasi kemiringan lereng sebesar 0%-2%. Secara teori, dari distibusi kemiringan lereng tersebut dapat dikatakan bahwa daerah hulu memiliki kerentanan air permukaan terhadap pencemaran yang lebih besar dibandingkan daerah tengah maupun hilir. Hasil presentase kemiringan lereng SubDAS Blongkeng (gambar 2) menunjukkan bahwa dominasi kemiringan lereng SubDAS Blongkeng adalah 0-2%, kemudian diikuti kemiringan lereng sebesar 3-7%, 8-13%, dan 21- 55%. Sementara presentase kemiringan lereng 14- 20% merupakan presentase kemiringan lereng yang paling kecil.
  • 4. Semina Yogyak Gamb Blongken Gamb SubDAS 2012) 4.2 Pen Berda erupsi t mendomi irigasi, y Pengguna irigasi ad pemukim tegalan. Blongken Gamb SubDAS 2012) 41,8 ar Nasional Tekno karta, 10 Maret 2 bar 1. Peta ng (Sumber: H bar 2. Pre Blongkeng ( nggunaan Lah asarkan peta tahun 2010, inasi di SubD yaitu sebesar aan lahan Sub dalah semak b man, lahan kos Presentase p ng ditunjukkan bar 3. Pre Blongkeng ( 20,6 17,1 6,0 9,7 3,9 1,0 1 11,5 0,2 4,3 0,2 ologi Informasi d 2012 kemiringan Hasil analisis d sentase kem (Sumber: Ha han penggunaan , penggunaa DAS Blongken r 41,8% dari bDAS Blongk belukar, gedun song, sawah t penggunaan n pada gamba sentase pen (Sumber: Ha 46,7 9 0 17,5 19,7 se ge h k p la sa sa te dan Komunikasi 2 lereng SubD data, 2012) miringan ler sil analisis d n lahan sete an lahan y ng adalah saw i luas SubDA keng selain saw ng, hutan, keb tadah hujan, lahan SubD ar 3. nggunaan la sil analisis d 0-2% 3-7% 8-13% 14-20% 21-55% emak belukar edung utan ebun emukiman ahan ksong awah irigasi awah tadah hu egalan 2012 (SENTIKA 2 95 DAS reng data, elah yang wah AS. wah bun, dan DAS ahan data, Ga Blo 4.3 ren mm huj mm mm bag Sub mm Sub tah (Su 4.4 kem bah pen ker yai Sem Sub ada dae ma leb ler tin ber run ujan 2012) ambar 4. P ongkeng (Sum 3 Curah Hu Curah huja ntang antara m/tahun. Dae jan 2500-300 m/tahun. Sem m/tahun dan gian tengah bDAS, curah m/tahun. Pusa bDAS Blong hunan lebih be Gambar 5. umber: Hasil a 4 Kerentana Hasil tumpa miringan lere hwa kelas k ncemar berki rentanan tertin itu sebesar mentara kere bDAS memil alah 1,6%. Ha erah hulu Sub assa hujan, de bih dari 3000 eng yang bes ggi dengan k rpengaruh ter noff yang diha Peta penggun mber: Hasil an ujan an SubDAS 2000 mm rah hulu Sub 00 mm/tahun mentara cura 2500-3000 m SubDAS. hujan yang te at massa hujan gkeng, yaitu esar dari 3000 Peta isohyet analisis data, 2 an Pencemara ang susun pe eng, dan cura kerentanan air sar pada nila nggi berada d 36,9% dari entanan tingg iki presentase al ini dapat ter bDAS Blong engan curah mm/tahun da ar, yaitu 21-5 kemiringan le rhadap terangk asilkan. Pengg ISSN naan lahan nalisis data, 20 Blongkeng m/tahun hing bDAS, memil n dan lebih d ah hujan 2 mm/tahun ter Untuk dae erjadi adalah 2 n terjadi di ba memiliki cur mm. t SubDAS B 2012) an Air Permu eta pengguna ah hujan men r permukaan ai indeks 38- di bagian hulu i luas daer gi pada bagia e 6,5% dan ba rjadi disebabk keng merupa hujan domin an memiliki k 55%. Curah h ereng yang b kutnya poluta gunaan lahan N: 2089-9815 SubDAS 012) memiliki gga 3191 liki curah dari 3000 2000-2500 rjadi pada erah hilir 2500-3000 agian hulu rah hujan Blongkeng ukaan aan lahan, nunjukkan terhadap 64. Kelas SubDAS, rah hulu. an tengah agian hilir kan karena akan pusat nan adalah kemiringan hujan yang besar akan an melalui di bagian
  • 5. Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815 Yogyakarta, 10 Maret 2012 96 hulu SubDAS, yaitu hutan, kebun, dan semak belukar relatif memiliki skor yang kecil. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari segi parameter penggunaan lahan, hulu SubDAS Blongkeng memiliki kerentanan yang rendah. Sementara itu, kelas kerentanan sedang berada di sebagian besar daerah tengah dan hilir SubDAS, dengan indeks kerentanan 47-55. Pada daerah hulu,presentase kerentanan sedang adalah sebesar 60,9% dari luas daerah hulu. Sementara presentase kerentanan sedang pada bagian hilir adalah sebesar 97,7% dari luas daerah hilir. Kelas kerentanan sedang mendominasi daerah tengah SubDAS dipengaruhi oleh kemiringan lereng yang bervariasi, yaitu mulai dari 0-2%, 3-7%, dan 8-13%. Selain itu juga dipengaruhi oleh curah hujan yang beragam serta penggunaan lahan yang juga memiliki skor bervariasi, mulai dari skor 3-8. Sementara pada bagian hilir SubDAS dengan kerentanan sedang, faktor yang paling berpengaruh adalah penggunaan lahan, dimana penggunaan lahan yang mendominasi di bagian hilir, yaitu pemukiman, gedung, dan sawah memiliki skor kerentanan yang tinggi. Selain itu juga dipengaruhi oleh curah hujan sebesar 2500- 3000 mm/tahun. Parameter lereng mempunyai pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan parameter curah hujan dan penggunaan lahan karena pada bagian hilir SubDAS memiliki kemiringan lereng 0-2%. Kemiringan lereng yang datar (0-2%) memberikan dampak pada proses meresapnya air hujan ke bawah permukaan tanah (proses infiltrasi) yang lebih intensif dibandingkan pada lereng yang curam, sehingga tingkat kerentanan air terhadap pencemaran lebih rendah. Indeks kerentanan rendah berada pada daerah hulu, tengah, dan hilir SubDAS, dengan indeks kerentanan 38-46. Pada bagian hulu SubDAS, kerentanan rendah memiliki presentase 2,2% dari luas bagian hulu. Sementara pada bagian tengah SubDAS memiliki presentase kerentanan rendah sebesar 15,1%, dan pada bagian hilir SubDAS adalah 0,7% dari luas masing-masing bagian SubDAS tersebut. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa persebaran kelas kerentanan rendah paling tinggi ada pada bagian tengah SubDAS. Daerah tengah SubDAS mendominasi kelas kerentanan yang rendah disebabkan oleh faktor penggunaan lahan dan kemiringan lereng yang memiliki skor kerentanan kecil. Kemiringan lereng pada kelas kerentanan rendah adalah 0-2% dan 3- 7%, sehingga proses infiltrasi dominan terjadi. Sementara penggunaan lahan, yaitu hutan, kebun, dan semak belukar yang memiliki skor kerentanan relatif kecil juga berpengaruh terhadap nilai indeks kerentanannya yang rendah. Walapun curah hujan pada kelas kerentanan rendah didominasi oleh curah hujan sebesar 2500-3000 mm/tahun, namun karena kemiringan lereng yang datar sampai landai maka proses peresapan air hujan ke bawah permukaan tanah lebih intensif terjadi. Seperti ditunjukkan pada gambar 6, secara keseluruhan SubDAS Blongkeng memiliki kerentanan air permukaan terhadap pencemaran pada kelas sedang, yaitu sebesar 30.908.339,9 m2 (77,7%). Pada kelas kerentanan tinggi sebesar 4.604.027,3 m2 (11,6%) dan pada kelas kerentanan rendah sebesar 4.263.460,3 m2 (10,7%). SubDAS Blongkeng memiliki keragaman dalam hal kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah hujan. Oleh karena itu, ketiga parameter tersebut dapat dikatakan memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai indeks kerentanan. Gambar 6. Presentase kerentanan air permukaan terhadap pencemaran di SubDAS Blongkeng (Sumber: Hasil analisis data, 2012) 5. KESIMPULAN SubDAS Blongkeng memiliki keragaman dalam hal kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah hujan. Oleh karena itu, ketiga parameter tersebut dapat dikatakan memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai indeks kerentanan pencemaran air permukaan. Nilai indeks kerentanan pencemaran air permukaan di SubDAS Blongkeng berada pada rentang nilai 38-64. Indeks kerentanan bernilai 38- 46 merupakan kerentanan rendah, sementara 47-55 merupakan kerentanan sedang, dan 56-64 merupakan kerentanan tinggi. SubDAS Blongkeng didominasi oleh daerah dengan kerentanan air permukaan terhadap pencemaran pada kelas sedang, yaitu sebesar 30908339,9 km2 (77,7%), sedangkan kelas kerentanan tinggi sebesar 4604027,3 km2 (11,6%) dan pada kelas kerentanan rendah sebesar 4263460,3 km2 (10,7%). Kerentanan tinggi didominasi oleh SubDAS bagian hulu, sementara bagian tengah dan hilir didominasi oleh kerentanan sedang. Kerentanan rendah merupakan kerentanan yang paling kecil, berada pada bagian tengah SubDAS. PUSTAKA Arronoff, Stanley. 1989. Geographic Information System: A Managemen Perspective. WDL Publications. Canada: Ottawa. Eimers, J.L., Weaver, J.C., Terziotti, S. and Midgette, R.W. 2000. Method of Rating 10,7 77,7 11,6 Rendah Sedang Tinggi
  • 6. Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012 (SENTIKA 2012) ISSN: 2089-9815 Yogyakarta, 10 Maret 2012 97 Unsaturated Zone and Watershed Characteristic of Public Water Supplies in North Carolina. USGS, Raleigh, North Carolina Harter, Thomas. 2008. Watersheds, Groundwater and Drinking Water: a practical guide. Oakland:ANR Publications. Harter,T. dan Walker, L.G. 2001. Assessing Vulnerability of Groundwater. California: California Departement of Health Services. Prawira, Angga Yuda , Wikantika, Ketut dan Hadi, Firman.2005. Analisis Spasial Lahan Kritis di Kota Bandung Utara Menggunakan Open Source Grass. Makalah disajikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”. Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005. Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik Indonesia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153. Sekretariat Negara. Jakarta. Romadona, Aditya dan Kusnanto, Hari. 2011. Open Source GIS: Aplikasi Quantum GIS untuk Sistem Informasi Lingkungan. Yogyakarta: BPFE. Vrba J., Zaporosec A. 1994. Guidebook on Mapping Groundwater Vulnerability. Vol 16. International Association of Hydrogeologists, Verlag Heinz Heise, Hannover. Widyastuti,M. and Slamet,S. 2006. Contamination Vulnerability Analysis of Watershed for Water Quality Monitoring. Journal Forum Geografi, Vol.20, No.1, 47-54.