Materi Acara Sharing Knowledge Mahasiswa Kuliah di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, Geoarkeologi Nusa Tenggara Barat, Geologi, Hidrogeologi Air Tanah, Sumberdaya Geologi, Mineral Bahan Galian Tambang, Bencana Geologi, Kepurbakalaan, Eksplorasi Geofisika Arkeologi, Hukum Dasar Geologi, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Nusa Tenggara Barat, Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, Mataram 2022
Presentasi Geoarkeologi: Kuliah di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat
1. Geologi & Geoarkeologi
Provinsi Nusa Tenggara Barat
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
MUSEUM NEGERI NUSA TENGGARA BARAT
Mataram, 4 November 2022
Oleh:
R. Ferro Aviyanto, ST, MSc
Acara: Kuliah di Musium Negeri Nusa Tenggara Barat
2. BIOGRAFI : R. FERRO AVIYANTO, ST, MSc
Pendidikan:
1. S1 – (ST) Teknik Geologi UGM, Yogyakarta: 1999
2. S2 – (MSc) Groundwater Hydrology - Hydrogeology
Flinders University, Adelaide, South Australia: 2007
Pengalaman Mengajar:
1. Univ. Muhammadiyah, D3-T. Pertambangan : 2001 – 2009
2. Univ. Nusa Tenggara Barat, D3-T. Pertambangan : 2001 – 2004
3. Universitas Mataram, D3-Pariwisata: 2003 – 2004
Tugas Saat Ini: Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Prov. NTB
Aktivitas lain: Konsultan Hidrogeologi – Air Tanah
3.
4. Alur Pemaparan:
Pengertian Geoarkeologi (geoarchaeology) – Geologi Arkeologi (archeogeology)
Hukum Dasar Geologi untuk Arkeologi
Mineral dan Batuan
Eksplorasi Geofisika Kepurbukalaan (archeo-geophysics)
Geologi Nusa Tenggara Barat
Diskusi
Fosil Ammonite, Kuta, Lombok Tengah
9. Geoarkeologi (Geoarchaeology)
• Geoarkeologi merupakan bagian dari arkeologi yang menggunakan teknik dan
bidang perhatian geologi serta ilmu bumi lainnya untuk menguji topik yang
memberikan pemikiran dan pengetahuan arkeologi
• Ahli geoarkeologi mempelajari proses fisik alami yang mepengaruhi lokasi
arkeologi seperti geomorfologi, pembentukan lokasi selama proses geologi dan
efek terhadap tempat yang terkubur serta artefak yang telah terkubur
• Pekerjaan ahli geoarkeologi sering kali memerlukan penelitian tanah dan sedimen
seperti juga konsep geologi lainnya untuk menghasilkan suatu penelitian arkeologi
10. Geologi arkeologi (Archaeogeology)
Geologi arkeologi (istilah yang dicetuskan oleh Werner Kasig, 1980), merupakan bagian dari
geologi yang menekankan nilai dari penyusun bumi untuk kehidupan manusia.
Geologi adalah salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari tentang Bumi dan segala isi
di dalamnya. Kajian di dalam geologi meliputi sejarah terbentuknya Bumi beserta dengan bahan,
struktur dan proses yang menyertainya. Ruang lingkup objek kajian geologi mulai dari sesuatu
yang sekecil atom hingga sesuatu yang sebesar benua atau samudra. Pengetahuan geologi
digunakan untuk memenuhi berbagai keperluan rumah tangga, konstruksi bangunan,
pertambangan hingga rekayasa.
Arkeologi atau ilmu kepurbakalaan adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan umat (manusia)
masa lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan. Kajian sistematis
meliputi penemuan, dokumentasi, analisis, nilai-nilai budaya, norma, kebiasaan, hukum adat dan
interpretasi data berupa artefak (budaya bendawi, seperti kapak batu dan bangunan candi) dan
ekofak (benda lingkungan, seperti batuan, rupa muka bumi, dan fosil) maupun fitur (artefaktual
yang tidak dapat dilepaskan dari tempatnya (situs arkeologi). Teknik penelitian yang khas adalah
penggalian (ekskavasi) arkeologis, meskipun teknik survei masih dilakukan.
11. • The geological application in the study of human life
history over the time is the subject of geo-archaeology and
archaeo-geology which is claimed as a part of
Archaeology and Geology respectively.
• But, based on the scientific aspects regardless of the body
of science, both of them are not different at all. So, geo-
archaeology or archeo-geology is the application of
geology including geophysics, geochemistry,
geomorphology, paleontology and so on in reconstructing
the history of mankind over the time.
• Thus, the subject or focus of study is the history of man in
space and time. This study do not belong to the science of
Archeology or Geology but other branch of sciences have
the right and opportunity to contribute their opinion.
Geo-archaeology versus Archaeo-geology
13. Hukum Dasar Geologi untuk Arkeologi
1. Horizontalitas (Horizontality) (Nicholas Steno, 1669):
Pada dasarnya kedudukan awal pengendapan suatu lapisan batuan dalam kondisi
normal adalah mendekati horisontal, kecuali pada tepi cekungan memiliki sudut
kemiringan asli (initial-dip) karena dasar cekungannya yang memang menyudut. Jadi
jika ada suatu lapisan yang tidak mendekati horizontal maka lapisan tersebut telah
mengalami gaya deformasi setelah pengendapannya.
14. 2. Superposisi (Superposition) (Nicholas Steno, 1669):
Dalam kondisi normal (belum terkena gaya deformasi atau intrusi), perlapisan
suatu batuan yang berada dibawah berumur lebih tua dari pada lapisan batuan
yang berada diatasnya.
15. 3. Kesinambungan Lateral (Lateral Continuity) (Nicholas Steno, 1669):
Pelamparan suatu lapisan sedimen akan menerus sepanjang jurus
perlapisannya. Pada dasarnya suatu lapisan sedimen diendapkan secara
menerus sampai batas cekungannya walaupun setelah itu terkena gaya
deformasi atau tererosi.
16. 4 Keseragaman (Uniformitarianism):
Artinya, gaya-gaya dan proses-proses yang membentuk permukaan bumi seperti
yang kita amati saat ini telah berlangsung sejak terbentuknya bumi (James
Hutton, 1795). Doktrin ini lebih terkenal sebagai “The present is the key to the
past” yang mengartikan bahwa kejadian geologi pada masa kini bisa digunakan
untuk mengetahui kejadian geologi pada masa lampau.
Contoh:
Bila saat ini ikan hidupnya di air, maka pada masa lampau ikan juga hidup di air.
Jadi bila ditemukan fosil ikan yang berada di atas pegunungan maka ini berarti
dulu pegunungan itu merupakan bagian dari lingkungan air (mungkin laut) yang
kemudian terangkat menjadi bagian pegunungan.
17. 5. Hubungan Potong Memotong (Cross-cutting relationships):
Hubungan yang menjelaskan mengenai suatu lapisan batuan yang
dipotong/diterobos oleh batuan lainnya, dimana batuan yang dipotong/diterobos
terbentuk lebih dahulu dibandingkan dengan batuan yang menerobos dan
lapisan batuan yang menerobos berumur lebih muda dari batuan yang
diterobos.
18. 6. Principle of Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778):
Sederhananya dapat dikatakan bahwa pada setiap lapisan sedimen yang memiliki
beda umur geologi maka akan ditemukan fosil yang berbeda juga. Fosil yang
hidup pada masa sebelumnya akan tertindih dengan fosil yang muncul
sesudahnya, dengan kenampakan fisik yang berbeda. Perbedaan fosil ini bisa
dijadikan sebagai pembatas satuan formasi dalam lithostratigrafi atau dalam
koreksi stratigrafi.
19. 7. Strata Identified by Fossils (Smith, 1816):
Setiap lapisan batuan dapat dibedakan dari
kandungan fosil yang terdapat pada setiap
lapisan tersebut.
8. Sedimentary Facies (Sellay, 1978):
Suatu kelompok litologi dengan ciri-ciri yang
khas yang merupakan hasil dari suatu
lingkungan pengendapan tertentu baik aspek
fisik, kimia, atau biologi suatu endapan dalam
kesatuan waktu. Dua batuan yang di endapkan
pada satu waktu di katakan beda fasies apabila
berbeda fisik, kimia, biologi.
20. 9. Law of Inclusion:
Inklusi terjadi bila magma bergerak keatas menembus kerak,
menelan fragmen-fragmen besar disekitarnya yang tetap
sebagai inklusi asing yang tidak meleleh. Jadi jika ada
fragmen batuan yang terinklusi dalam suatu perlapisan
batuan, maka perlapisan batuan itu terbentuk setelah
fragmen batuan. Dengan kata lain batuan/lapisan batuan
yang mengandung fragmen inklusi, lebih muda dari
batuan/lapisan batuan yang menghasilkan fragmen tersebut.
Xenolith
Xenolith
21. A. Keselarasan (Conformity):
Hubungan antara satu lapisan batuan dengan
lapisan batuan lainnya yang berada diatas
atau dibawahnya yang menerus. Secara
umum di lapangan ditunjukkan dengan
kedudukan lapisan (strike/dip) yang sama
atau hampir sama dan tidak terdapat bidang
erosional yang menandakan bahwa tidak
adanya selang waktu (rumpang waktu)
pengendapan. Bisa juga jika melakukan
dating atau analisa fosil di laboratorium
didapatkan umur yang kontinyu.
10. Keselarasan (Conformity) dan Ketidakselarasan (Unconformity)
Conformity
22. B. Ketidakselarasan (Unconformity):
Hubungan antara satu lapisan batuan dengan lapisan batuan lainnya yang berada di
atas atau dibawahnya yang tidak menerus, hal ini disebabkan oleh adanya rumpang
waktu pengendapan. Dalam geologi dikenal 4 jenis ketidakselarasan, yaitu:
Angular unconformity: Hubungan antara satu lapisan batuan dengan lapisan
batuan lainnya ditandai dengan hubungan/kontak yang membentuk sudut.
Disconformity: Hubungan antara lapisan batuan sedimen dengan lapisan batuan
sedimen lainnya dibatasi oleh bidang erosional yang menandakan adanya selang
waktu dimana tidak terjadi pengendapan.
Non-conformity: Hubungan antara lapisan batuan sedimen dengan satuan batuan
beku atau metamorf. Biasanya batuan beku/metamorf yang menjadi basement dan
batuan sedimen berada diatasnya.
Paraconformity: Hubungan dua lapisan batuan yang sama dimana bidang
erosional sejajar dengan bidang perlapisan atau malah tidak terdapat batas bidang
erosionalnya.
27. Skala Mohs
Skala Mohs adalah skala yang
digunakan untuk mengukur kekerasan
suatu mineral dengan jalan
membandingkannya dengan mineral
lain. Skala Mohs ditemukan pertama
kali oleh ilmuwan Jerman, Friedrich
Mohs pada tahun 1812. Pada waktu
itu, sang geologis membagi kekerasan
suatu mineral menjadi 10 tingkatan,
dengan jalan mencari bahan terkeras
yang dapat digores oleh bahan yang
diukur, dan/atau bahan terlunak yang
dapat menggores bahan yang diukur.
Maka terciptalah skala Mohs yang kita
gunakan sekarang.
28. MINERAL : menurut ilmu geologi, mineral adalah padatan senyawa kimia yang
homogen, anorganik, dan memiliki sistem kristal tertentu serta terbentuk secara
alamiah. Yang organik tidak termasuk mineral contohnya batubara.
BATUAN : Kulit luar bumi (kerak bumi) tersusun oleh zat padat, merupakan
kumpulan dari beberapa jenis mineral atau satu jenis mineral (mono mineral)
yang terbentuk secara alamiah. Batuan menurut genesanya dikelompokkan
menjadi 3, yaitu:
Batuan Beku (Igneous Rock)
Batuan Sedimen (Sedimentary Rock)
Batuan Metamorf (Metamorphic Rock)
29. Batuan beku merupakan batuan yang
terbentuk karena proses
pembentukannya terjadi dari magma
yang telah mengalami pendinginan atau
pembekuan. Umumnya batuan ini berada
di dalam kerak bumi.
Hingga kini setidaknya sudah terdapat
700 jenis batuan beku yang
terindentifikasi.
BATUAN BEKU (IGNEOUS ROCK) :
30. Merupakan batuan yang tersusun oleh
partikel-partikel yang berasal dari
rombakan batuan yang telah ada
sebelumnya dan kemudian diangkut serta
diendapkan oleh media air, angin atau es.
Hasil dari proses pelapukan dan erosi
tersebut mengendap di dalam cekungan
dan menjadi satu. Seiring berjalannya
waktu, kumpulan endapan tersebut
menjadi sebuah batu yang baru.
BATUAN SEDIMEN (SEDIMENTARY ROCK) :
31. Merupakan batuan yang mengalami
ubahan sifat fisik, dan sistem kristalnya,
berasal dari batuan batuan yang telah
ada sebelumnya hingga menjadi bentuk
baru karena proses tekanan dan
temperatur tinggi selama kurun waktu
geologi tertentu.
Batuan metamorf atau malihan
merupakan jenis batuan yang berasal
dari batuan sedimen dan batuan beku.
Batuan ini merupakan hasil transformasi
dari suatu tipe batuan yang sudah ada
sebelumnya, atau biasa disebut dengan
metamorfosis.
BATUAN METAMORF (METAMORPHIC ROCK) :
36. Metode Geofisika yang populer digunakan untuk tujuan identifikasi
kepurbakalaan (archeo-geophysics)
Resistivity Survey
(geolistrik)
Magnetometer Survey
GPR (Ground Penetrating
Radar) Survey
Seringkali beberapa metode digunakan secara bersamaan
untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal
37. Alternative penelitian arkeologi dengan alat sederhana
Resistivity Meter DY-4300 oleh Prof. Charles T Young
Di pasar online
dijual dengan
harga sekitar 2
jutaan
Dengan
konfigurasi
Wenner
38. GPR: Ground Penetrating Radar,
Penelitian Situs Gunung Padang, Jawa Barat
https://www.slideshare.net/erickridzky/gunung-padang-case-studythe-prehistoric
39. Geolistrik 2 Dimensi – Penelitian Situs Gunung Padang, Jawa Barat
https://www.slideshare.net/erickri
dzky/gunung-padang-case-
studythe-prehistoric
49. Terdapat 3 Gunung Api Aktif
Gunung Samalas/Rinjani (tahun 1257) dan Gunung Tambora (tahun 1815)
tercatat pernah meletus dengan sangat dahsyat dan menggemparkan dunia
51. Rekonstruksi Gunung samalas
Menurut Ir. Heryadi Rachmat, MM, Ketua Tim
Geosains Evolusi Gunung Rinjani, berdasarkan
skala Volcano Explositivy Index (VEI), besarnya
letusan Samalas 8 kali lebih dahsyat dibanding
letusan Gunung Krakatau dan 2 kali lebih besar
ketimbang letusan Gunung Tambora di Pulau
Sumbawa (Provinsi NTB).
Sumber: Tribun-Bali.com
52. Rekonstruksi Gunung Samalas
Sejak Lavigne menemukan
bahwa Samalas meletus
pada 1257, maka
Samalas dianggap
menjadi penyebab
timbulnya krisis global
yang terjadi ketika itu,
khususnya di Eropa Barat.
Dampak global letusan
Samalas 1257 mulai
terasa pada 1258 hingga
1259 di Eropa Barat
Krisis yang terjadi antara
lain berupa gagal panen,
kelaparan, hujan hampir
sepanjang tahun, dan
gangguan cuaca lainnya.
53. Sumber: Dongeng Geologi
GPR Ground Penetrating Radar
Tanggal 05 April 1815, gunung Tambora meletus dan mengakibatkan ribuan orang
meninggal dunia. Bahkan letusannya juga melahirkan gelombang tsunami besar di kala itu.