2. Landasan berkomunikasi
dalam Islam
,” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan
kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling takwa
diantara kamu sekalian”. (Al Hujarat, : 13)
”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan
dengann bahasa kaumnya”(QS.Ibrahim:4)
Allah menyuruh kita untuk saling mengenal, mestipun berbeda
suku, berbeda bangsa, berbeda budaya, berbeda warna
kulit,sebagai manusia kita harus menjalin komunikasi yang baik.
SelanjutnyaAllah juga menegaskan yang paling mulia di sisi
Allah bukanlah yang paling kaya, paling cantik, paling
pintar, paling popular dsbnya, namun yang paling mulia adalah
manusia yang paling bertakwa kepada Allah SWT.
3. Rasululah SAW mengatakan ,”Sebaik-baiknya manusia
adalah orang yang dapat bermanfaat bagi orang lain,”
atau ,”Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang
sangat baik dengan tetangganya,”
“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar
akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim).
kita harus bisa berkomunikasi dengan nilai-nilai yang
islami, hingga lisan kita tidak sampai menyakiti orang
lain, bahkan sebaliknya setiap kata yang diucapkan
dapat menyejukkan hati.
4. Komunikasi dalam Al Qur’an
qaulan sadida (jujur) (QS.4:9;33:70)
qaulan baligha (membekas di Jiwa)(QS 4:63)
qaulan karima (Mulia) (QS 17:23)
qaulan layyina (lemah lembut)(QS 20:44)
qaulan maisuura (ringan)( QS 17:28)
qaulan ma’rufa (baik)(QS 4:5).
5. Qaulan sadidan
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida –perkataan
yang benar” (QS. 4:9)
artinya pembicaraan yang benar , jujur, (pichtall
menerjemahkannya” straight to the point“
), lurus, tidak bohong, tidak berbelit-belit.
Ucapan yang benar tentu ucapan yang sesuai
dengan Al-Qur’an , Al sunnah, dan ilmu.
pesan yang benar adalah prasyarat untuk
kebesaran (kebaikan, kemaslahatan) amal.
6. Qaulan Baligha
(Perkataan Yang Membekas Pada Jiwa)
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui
apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah
kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan
katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang
berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).
Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang
efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the
point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar
komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang
disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar
intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang
dimengerti oleh mereka.
7. Qaulan Karima
(Perkataan Yang Mulia)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu
mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu
janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka Qaulan Karima –ucapan yang mulia” (QS. Al-
Isra: 23).
8. Qaulan Karima
(Perkataan Yang Mulia)
perkataan yang mulia, santun penuh penghormatan
dan penghargaan tidak menggurui tidak perlu retorika
yang meledak-ledak.
Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qaulan
karima diperlakukan jika dakwah itu ditujukan kepada
kelompok orang yang sudah masuk kategori usia
lanjut.
9. Qaulan Layyinan
(Perkataan Yang Lembut)
Allah Ta’ala berfirman: “Dan berkat rahmat Allah engkau
(Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekitarmu,….”(Ali Imran ayat
159)
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan
Layina –kata-kata yang lemah-lembut…” (QS. Thaha: 44).
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa
dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak
kasar, kepada Fir’aun.
Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-
lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh
keramahan, sehingga dapat menyentuh hati
10. Qaulan Ma’rufa
(Perkataan Yang Baik)
Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa
ayat 5 dan 8, QS. Al-Baqarah ayat 235 dan 263, serta Al-
Ahzab ayat 32.
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang
belum sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil
harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –
kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak
yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu
(sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan
Ma’rufa –perkataan yang baik” (QS An-Nissa :8).
11. Qaulan Ma’rufa (Perkataan Yang
Baik)
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka)
dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut
mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin
dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada
mereka) Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik…” (QS. Al-Baqarah:235).
“Qulan Ma’rufa –perkataan yang baik– dan pemberian maaf lebih baik
dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan
si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah:
263).
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang
lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.” (QS.
Al-Ahzab: 32).
12. Qaulan Maisuura
(Perkataan Yang Ringan)
”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh
rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka
katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang
mudah” (QS. Al-Isra: 28).
Istilah Qaulan Maisura tersebut dalam Al-Isra. Kalimat
maisura berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qaulan
maisura adalah lawan dari kata ma’sura, perkataan yang
sulit. Sebagai bahasa Komunikasi, qaulan maisura artinya
perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang
pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qaulan
maisura yang artinya pesan yang disampaikan itu
sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami secara
spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model
ini tidak memerlukan dalil naqli maupun argument-
argumen logika.
13. Hadist Psikologi Komunikasi
rasullullah SAW adalah komunikator yang
hebat, setiap pesan yang beliau sampaikan pasti
berkesan dihati para sahabat, bahkan dihati kaum
kafir yang memusuhinya.
Hampir semua hadist disampaikan dengan
memperhatikan konteknya/psikologi komunikannya
(hadist ttg org yang paling mulia….)
Man roa mingkum munkaron….yg selemah iman itu
yg pakai phisik
14. Hadist Psikologi Komunikasi
1. qulil haqqa walaukana murran (katakanlah apa
yang benar walaupun pahit rasanya) (hadis).
2. falyakul khairan au liyasmut (katakanlah bila
benar kalau tidak bisa,diamlah).
3. laa takul qabla tafakur (janganlah berbicara
sebelum berpikir terlebih dahulu).
http://arshadgraffity.blogspot.com/2011/01/makala
h-etika-komunikasi-perspektif.html
15. Hadist psikologi komunikasi
4. Nabi menganjurkan berbicara yang baik-baik
saja, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Dunya, “Sebutkanlah apa-apa yang baik mengenai
sahabatmu yang tidak hadir dalam pertemuan, terutama
hal-hal yang kamu sukai terhadap sahabatmu itu
sebagaimana sahabatmu menyampaikan kebaikan dirimu
pada saat kamu tidak hadir”.
5. “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang…yaitu
mereka yang menjungkirkan-balikkan fakta (fakta)
dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-
ngunyah rumput dengan lidahnya”.
16. Tidak sombong
Beliau bersabda,” Sesungguhnya Allah telah memberi
wahyu kepadaku, yaitu kamu sekalian hendaklah bersikap
tawadhu sehingga tidak ada seseorang bersikap sombong
kepada yang lain, dan tidak ada seseorang menganiaya
yang lain,” (Hr Muslim). Dan dalam riwayat lain Anas RA
berkata,” Bila ada budak di Madinah memegang tangan
nabi SAW, maka beliau pergi mengikuti kemana budak itu
menghendaki”. (Hr Bukhari)
Sungguh, sikap tawadhu benar-benar dicontohkan
langsung oleh rasul, yang tidak membedakan status sosial
kendati beliau adalah manusia yang paling mulia di dunia
dan akhirat namun tetap menghargai seorang budak.
17. Catatan tambahan
Hadith
1. Shodaqoh walau sebesar zarroh
2. Memperlakukan org lain spt kita ingin diperlakukan
3. Memberikan salam
18. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
19. HIKMAH
Selalu menggunakan akal budi (pengalaman
pengetahuannya), arif dan tajam pikirannya. Pandai dan
ingat-ingat (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Menyampaikan ajaran Islam untuk membawa orang
kepada kebenaran dengan mempertimbangkan
kemampuan dan ketajaman rasional atau kadar akal
penerima dakwah (Al-Bayanuni, 1991: 245)
Ilmu yang sahih yang menggerakkan kemauan untuk
melakukan suatu perbuatan yang berguna ( M
Yunan, 2003: 8).
Hikmah bukan hanya ilmu semata, tetapi ilmu yang sehat
yang mudah dicernakan, berpadu dengan rasa
perisa, sehingga menjadi penggerak untuk melakukan
sesuatu yang bermanfaat, yaitu suatu tindakan yang efektif
(M Natsir, 1996: 164)
20. Metode Hikmah dalam kegiatan dakwah muncul
berbagai bentuk, seperti mengenal strata
mad’u, kapan harus bicara dan kapan harus
diam, mencari titik temu, toleran tanpa kehilangan
sibghah, memilih kata yang tepat, cara
berpisah, uswatun hasanah dan lisanul hal (M
Yunus, 2003: xiii).
Komunikasi yang benar dan menyentuh jiwa, yang
dengan ilmu pengetahuan, kecakapan memilih materi
dakwah yang sesuai dengan kemampuan
mad’u, pandai memilih bahasa sehingga mad’u tidak
merasa berat dalam menerima islam.
(Salmadasi, 2005: 6).
21. MAUIZAH CHASANAH
Memberi nasehat, memberi peringatan kepada seseorang
yang bisa membawa taubat kepada Allah swt (Ibnu
Manzur, 1995: 346-347).
Mauizah: zdanny (diyakini kebenarannya) (M Fakhar ar-
Razi, 1994: 141).
Sesuatu yang masuk ke dalam hati yang lembut dan orang
mendapat pelajaran itu merasakan mendapat peringatan
halus yang mendalam (Said Qutub, 1980: 2201).
Abdullah Ahmad An-Nasafi: Perkataan-perkataan yang
tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau
memberikan nasehat dan menghendaki manfaat kepada
mereka atau dengan Qur’an (Hasanuddin, 1996: 37)
22. Dalam komunikasi metode maizah hasanah sama dengan
public speaking atau pidato. Pidato yang memiliki kriteria:
sifat tanggapan dengan hasil pidato itu terhadap
pendengan, logisnya posisi pembicara dengan kebenaran
pembicaraan, motif dan maksud pembicara, dasar-dasar
seni pidato yang baik (Rustica C Carpio, Private and public
speaking, terj Rahman zaenuddin, 2005: 25).
Dari penjelasan diatas, maka A Karni mengatakan bahwa
kata Mauizah dapat dikelompokkan kepada:
pertama, mauizah yang lebih dekat dengan dalil, kedua:
berkaitan dengan kepuasan hati dan jiwa.
Mauizah: pelajaran yang disampaikan dengan dalil-dalil
atau argumentasi-argumentasi yang tepat dan dapat
memuaskan sasaran dakwah yang dihadapi, sehingga
jiwanya menjadi tenang ( Awis Karni, 2000: 51)
23. Sasaran Mauizah hasanah: tertuju kepada peringatan
yang baik dan dapat menyentuh hari sanubari
seseorang, sehingga objek dakwah terdorong berbuat
baik (Salmadanis, 2002: 186-187).
Maka dengan metode bil mauizah hasanah adalah
dakwah yang mampu meresap ke dalam hati dengan
halus dan lemah lembut. Tidak bersikap menghardik,
memarahi dan mengancam, tidak membuka aib atau
kesalahan-kesalahan mad’u karena alasan tidak tahu.
Sikap sejuk dan lembut dalam menyampaikan islam
akan mendatangkan petunjuk bagi hati yang sesat,
menjinakkan hati yang benci sehingga mendatangkan
kebaikan (Sayyid Qutub, 2201).
24. BIL MUJADALAH
JADALAH: membantah atau berbantah-bantahan (ibnu Munzir, 1995:
108).
Mufassir: Ar-Razi: bantahan yang tidak membawa kepada pertikaian
dan kebencian, tetapi membawa kepada kebenaran (Ar-Razi, mafatih
ghai: 142).
Jadi: sebuah dakwah dengan debat terbuka, argumentatif dan jawaban
dapat memuaskan masyarakat (mad’u)
Tanthawi: landasan dalam mujadalah: (1) kejujuran, menjauhi
kebohongan dan kekaburan (2). Tematik dan objektif dalam menyikapi
masalah, yaitu tidak keluar dari tema dialog sehingga pembicaraan
jelas dan mencapai sasaran. (3). Argumentatif dan logis (4).bertujuan
untuk mencapai kebenaran (5). Bersikap tawadu’, menghindari
perasaan benar sendiri (6). Memberi kesempatan kepada pihak lawan
untuk mengemukakan argumentasi (Tanthawi, 1984: 18).
25. BENTUK-BENTUK MUJADALAH
Metode Debat: pembicaraan antar dua orang atau
lebih yang cenderung salaing menjatuhkan lawan.
Masing2 pihak saling mempertahankan pendapatnya
dan sulit melakukan kompromi.
Metode Al-Hiwar (Dialog): metode dialog yang lebih
berimbang, karena masing-masing pembicaraan
memiliki hak dan kesempatan untuk mengemukakan
pendapat.
Metode Al-Asilah dan Ajwibah (Tanya jawab). Proses
dakwah ketika mad’u memberikan pertanyaan kepada
da’I kemudian da’I menjawab segenap kegelihan yang
ditanyakan. (Munzier Suparta, 2003: 315)
26. kesimpulan
Metode dakwah Rasulullah senantiasa berlandaskan pada Al-Qur’an, yang dapat dilihat pada surat An-Nahl:
125. Disampaikan dengan cara yang hikmah dan pengajaran yang baik dan dengan diskusi.
Hikmah ialah perkataan yang tegas dan benar yang membedakan antara yang hak dan batil. Penyampaian
dakwah dengan cara yang hikmah merupakan pencirian nilai islam yang benar, yang sangat bertujuan untuk
memberikan keteguhan dalam penyebarnnya dan tidak menimbulkan keraguan dan kesamaran dalam
syiarnya. Metode hikmah dalam islam berlandaskan atas kelemah-lembutan. Rasulullah telah mengajarkan
kelemah lembutan yang beliau tunjukan kepada para sahabat maupun kepada musuh yang akan membunuh
beliau.
Mauizhoh hasanah (pelajaran yang baik) Pelajaran yang baik ini dapat diterapkan dengan cara membalas
kejahatan dengan kebaikan. Rasulullah sering dicaci oleh seorang pengemis buta. Rasulullah senantiasa
bersabar menyuapi dan memberi makan si pengemis, sementara dirinya selalu dihujat. Setelah Rasulullah
wafat barulah si pengemis tersebut mengetahui bahwa yang menyuapi dan memberikannya makan selama ini
adalah Rasulullah. Landas si pengemis masuk islam.
Mendebat dengan cara yang baik. Berdebat yang dimaksud adalah perdebatan mencari kebenaran demi
kebaikan bersama bukan sebuah kemenangan. Rasulullah sosok yang kurang menyukai untuk berdebat.
Pernah beliau diundang berdebat tentang kebenaran agama islam oleh seorang kafir Quraish, beliau
menghadapinnya dengan tenang dan cerdas. Beliau mempersilahkan sang Quraish untuk berbicara
mengungkapkan hajatnya. Lalu setelah terlihat sang Quraish akan menyelesaikan statemennya, Rasulullah
berkata: “sudah selesai anda berbicara?”.
Pada masa sekrang ini, banyak kalangan muallaf islam yang menemukan kejernihan dan hidayah dengan
perdebatan. Namun, dibalik tersebut juga banyak mereka yang dengan perdebatan masih belum mendapatkan
hidayah malah emosi dan kecongkaan yang subur mewarnai kehidupannya.
27. Al-Ahzab [33]: 70
070. (Hai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kamu sekalian kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang
benar) yakni perkataan yang tidak
menyalahi.
28. HADITS
“Sesungguhnya Allah Maha lembut, mencintai kelembutan, dia memberikan
kepada yang lembut apa yang tidak diberikan kepada yang kasar”
“Sesungguhnya, tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali ia akan
membaguskannya, dan tidaklah (kelembutan) itu tercabut dari
sesuatu, kecuali akan memburukkannya”
“Barang siapa yang tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada
kebaikan padanya”
“Hendaklah kalian bersikap memudahkan dan jangan menyulitkan.
Hendaklah kalian menyampaikan kabar gembira dan jangan membuat
mereka lari, karena sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan dan
bukan untuk menyulitkan.”
29. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Thaahaa: 42)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S Ali Imran: 159)