Dokumen tersebut membahas tentang peranan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Jawa pada abad ke-14. Wali Songo terdiri dari sembilan tokoh utama yaitu Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Giri, dan Sunan Ngudung. Mereka berperan besar dalam mendirikan kerajaan-kerajaan Islam pertama di Jawa dan menyebarkan
Peranan wali songo Dalam proses islamisasi Indonesia
1. Peranan Wali Songo
Di Nusantara
Tugas Ini diBuat Sebagai Penunjang nilai UTS yang dibawah KKM
Disusun Oleh :
Fauzan Ardana
X MIPA A
SMA NEGERI 78
Jakarta Barat
2015
2. A. Pendahuluan
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa
pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa,
yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa
Tengah, danCirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Budha - Hindu dalam budaya
Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol
penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang
juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan
Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara
luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak
disebut dibanding yanglain.
Kisah Walisongo – Jika kita mempelajari sejarah penyebaran kebudayaan islam di
nusantara khususnya pulau jawa, maka tidak lepas dari kisah-kisah para sembilan
walisongo. Karena Walisongo merupakan simbol penyebaran Islam di Indonesia,
khususnya di Jawa. Pada era tersebut, merupakan masa/era berakhirnya dominasi
Hindu-Budha dalam budaya nusantara yang kemudian digantikan dengan
kebudayaan islam. Pelopor atau Tokoh pendahulu walisongo yaitu Syekh Jumadil
Qubro yang merupakan anak dari seorang Putri Kelantan Tua/Putri Saadong II yaitu
Puteri SelindungBulan.
Selain walisongo, sebenarnya banyak tokoh-tokoh yang ikut berperan aktif dalam
penyebaran islam di nusantara, namun peranan walisongo sangat begitu besar
dibanding tokoh-tokoh yang lain, sehingga membuat para walisongo memiliki nilai
plus danlebih banyak disebut namanya dalam sejarah penyebaran islam di Jawa.
Dalam kisah-kisah walisongo, disebutkan bahwa para sembilan wali tidak hidup
pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan
erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru- murid. Masing-
masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai
dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai ” tabib” bagi Kerajaan
Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur”
hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa
yang dapat dipahami masyarakat Jawa – yakni nuansa Hindudan Budha.
Untuk mempelajari secara lengkap tentang sejarah walisongo serta kisah-kisah
para sembilan walisanga, sengaja duniabaca.com kutip langsung dari wikipedia
dan berbagai sumber lain, sebagai penambah ilmu pengetahuan kita tentang dunia
sejarah.
B. PengertianWalisongo
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang
sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam
bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari
kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut
kata sana berasal dari bahasa Jawa,yangberarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah
yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun
1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan
Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana
Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan
3. Maghribi); Maulana Malik Isra’il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar,
Maulana Hasanuddin,Maulana ‘Aliyuddin,dan Syekh Subakir
C. Para Walisongo
Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang
dikenal sebagai anggotaWalisongo yang paling terkenal, yaitu:
1. SunanGresik/ MaulanaMalikIbrahim
Syekh Maulana Malik Ibrahim – Dalam sejarah perwalian wali songo, Maulana
Malik Ibrahim merupakan wali yang tertua dari Sembilan wali atau wali songo / wali
sanga / wali 9.
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir
di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi
Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap
As-Samarkandy,berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian
rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak,
ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku).
Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana
Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini
sebagai keturunanke-10 dari Syayidina Husein, cucuNabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga
belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua
putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali
Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu,
tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan
keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang.
Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada
dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran
kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara
membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga
murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk
mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang
untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri
tersebut masih kerabat istrinya.
4. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi
pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu
tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan
menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik
Ibrahim wafat.Makamnya kini terdapat di kampungGapura, Gresik, JawaTimur.
2. SunanAmpel/ RadenAhmad
Profile Sunan Ampel – biografi sunan ampel – Sunan Ampel adalah Anak Maulana
malik Ibrahim.yang tertua. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di
masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401
Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama
bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian
dari Surabaya (kota Wonokromosekarang).
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun
1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa,
mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia
melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya,
seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang
raja Majapahit beragama Hindu bergelar PrabuSri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya
itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya
adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer
arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya
kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah,
putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun
1475M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia
membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul
masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi
sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan
mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para
santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa
dan Madura.
5. Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia
hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman
akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh
ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi,
tidak minum minuman keras, tidak mencuri,
tidak menggunakannarkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di
sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Sunan Drajat Nama kecilnya adalah Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan
demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang
bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M. Sunan Drajat mendapat
tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia
kemudian terdampar di Dusun Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang.
Tapi setahun berikutnyaSunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan
mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat,
Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya:
langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara
penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria.
Terutama seni suluk. Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk
petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada
yang telanjang”. Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka
menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu
dan fakir miskin.
Kisah Perjalanan Hidup Sunan Drajat
Alkisah, Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di kampung
halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya,
Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini
merangkumkan sebuah cerita, yangkelak berkembang menjadi legenda.
Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk
nelayan. Di tengah perjalanan, perahunya terseret badai, dan pecah dihantam
ombak di daerah Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan
berpegangan pada dayung perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan
talang –ada jugayangmenyebut ikan cakalang.
Dengan menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah
tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut
6. tarikh, persitiwa ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim
disambut baik oleh tetua kampungbernama Mbah MayangMadu dan Mbah Banjar.
Konon, kedua tokoh itu sudah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya, yang juga
terdampar di sana beberapa tahun sebelumnya. Raden Qasim kemudian menetap
di Jelak, dan menikah dengan Kemuning, putri Mbah Mayang Madu. Di Jelak, Raden
Qasim mendirikan sebuah surau, dan akhirnya menjadi pesantren tempat mengaji
ratusan penduduk.
Jelak, yang semula cuma dusun kecil dan terpencil, lambat laun berkembang
menjadi kampung besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar.
Selang tiga tahun, Raden Qasim pindah ke selatan, sekitar satu kilometer dari Jelak,
ke tempat yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan. Tempat itu
dinamai Desa Drajat.
Namun, Raden Qasim, yang mulai dipanggil Sunan Drajat oleh para pengikutnya,
masih menganggap tempat itu belum strategis sebagai pusat dakwah Islam. Sunan
lantas diberi izin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan kala itu, untuk membuka
lahan baru di daerah perbukitan di selatan. Lahan berupa hutan belantara itu
dikenal penduduksebagai daerah angker.
Menurut sahibul kisah, banyak makhluk halus yang marah akibat pembukaan lahan
itu. Mereka meneror penduduk pada malam hari, dan menyebarkan penyakit.
Namun, berkat kesaktiannya, Sunan Drajat mampu mengatasi. Setelah pembukaan
lahan rampung, Sunan Drajat bersama para pengikutnya membangun permukiman
baru,seluas sekitar sembilan hektare.
Atas petunjuk Sunan Giri, lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi perbukitan
selatan, yang kini menjadi kompleks pemakaman, dan dinamai Ndalem Duwur.
Sunan mendirikan masjid agak jauh di barat tempat tinggalnya. Masjid itulah yang
menjadi tempat berdakwahmenyampaikan ajaran Islam kepada penduduk.
Sunan menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur, hingga wafat pada 1522. Di
tempat itu kini dibangun sebuah museum tempat menyimpan barang-barang
peninggalan Sunan Drajat –termasuk dayung perahu yang dulu pernah
menyelamatkannya. Sedangkan lahan bekas tempat tinggal Sunan kini dibiarkan
kosong,dan dikeramatkan.
Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan
kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan
maupun perbuatan. ”Bapang den simpangi, ana catur mungkur,” demikian
petuahnya. Maksudnya: jangan mendengarkan pembicaraan yang menjelek-
jelekkan oranglain, apalagi melakukan perbuatan itu.
Sunan memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, dengan cara-
cara bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh
lima cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar. Kedua,
melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, memberi fatwa
atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat
tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan ajaran
agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah: Paring teken marang kang kalunyon lan
wuta; paring pangan marang kang kaliren; paring sandang marang kang kawudan;
paring payung kang kodanan. Artinya: berikan tongkat kepada orang buta; berikan
makan kepada yang kelaparan; berikan pakaian kepada yang telanjang; dan berikan
payungkepada yang kehujanan.
7. Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya. Ia kerap berjalan mengitari
perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari
gangguan makhluk halus yang, konon, merajalela selama dan setelah pembukaan
hutan. Usai salat asar, Sunan juga berkeliling kampung sambil berzikir,
mengingatkan pendudukuntukmelaksanakan salat magrib.
”Berhentilah bekerja, jangan lupa salat,” katanya dengan nada membujuk. Ia selalu
menelateni warga yang sakit, dengan mengobatinya menggunakan ramuan
tradisional, dan doa. Sebagaimana para wali yang lain, Sunan Drajat terkenal
dengan kesaktiannya. Sumur Lengsanga di kawasan Sumenggah, misalnya,
diciptakan Sunanketika ia merasa kelelahan dalam suatuperjalanan.
Ketika itu, Sunan meminta pengikutnya mencabut wilus, sejenis umbi hutan. Ketika
Sunan kehausan, ia berdoa. Maka, dari sembilan lubang bekas umbi itu memancar
air bening –yang kemudian menjadi sumur abadi. Dalam beberapa naskah, Sunan
Drajat disebut-sebut menikahi tiga perempuan. Setelah menikah dengan
Kemuning, ketika menetap di Desa Drajat, Sunan mengawini Retnayu Condrosekar,
putri Adipati Kediri, Raden Suryadilaga.
Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada 1465 Masehi. Menurut Babad Tjerbon, istri
pertama Sunan Drajat adalah Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati. Alkisah,
sebelum sampai di Lamongan, Raden Qasim sempat dikirim ayahnya berguru
mengaji kepada Sunan Gunung Jati. Padahal, Syarif Hidayatullah itu bekas murid
SunanAmpel.
Di kalangan ulama di Pulau Jawa, bahkan hingga kini, memang ada tradisi ‘’saling
memuridkan”. Dalam Babad Tjerbon diceritakan, setelah menikahi Dewi Sufiyah,
Raden Qasim tinggal di Kadrajat. Ia pun biasa dipanggil dengan sebutan Pangeran
Kadrajat, atau PangeranDrajat.Ada jugayangmenyebutnya Syekh Syarifuddin.
Bekas padepokan Pangeran Drajat kini menjadi kompleks perkuburan, lengkap
dengan cungkup makam petilasan, terletak di Kelurahan Drajat, Kecamatan
Kesambi. Di sana dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Nur
Drajat. Naskah Badu Wanar dan Naskah Drajat mengisahkan bahwa dari
pernikahannya dengan Dewi Sufiyah,SunanDrajat dikaruniai tiga putra.
Anak tertua bernama Pangeran Rekyana, atau Pangeran Tranggana. Kedua
Pangeran Sandi, dan anak ketiga Dewi Wuryan. Ada pula kisah yang menyebutkan
bahwa Sunan Drajat pernah menikah dengan Nyai Manten di Cirebon, dan
dikaruniai empat putra. Namun, kisah ini agak kabur, tanpa meninggalkan jejak
yang meyakinkan.
Tak jelas, apakah Sunan Drajat datang di Jelak setelah berkeluarga atau belum.
Namun, kitab Wali Sanga babadipun Para Wali mencatat: ”Duk samana
anglaksanani, mangkat sakulawarga….” Sewaktu diperintah Sunan Ampel, Raden
Qasim konon berangkat ke Gresik sekeluarga. Jika benar, di mana keluarganya
ketika perahu nelayan itu pecah? Para ahli sejarah masih mengais-ngais naskah
kunountukmenjawabnya.
Beliau wafat dan dimakamkan di desa Drajad, kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan Jawa Timur. Tak jauh dari makam beliau telah dibangun Museum yang
menyimpan beberapa peninggalan di jaman Wali Sanga. Khususnya peninggalan
beliau di bidang kesenian.
8. 4. SunanBonang atauRadenMakhdumIbrahim
Sunan Bonang Biografi- Menurut catatan sejarah, Sunan Bonang di perkirakan
lahir tahun 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri
seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang adalah Anak Sunan Ampel yang berarti
juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Pada masa kecilnya, Sunan Bonang memiliki
nama Raden MakdumIbrahim.
Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah
cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa.
Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama
Hindu.Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha.
Ia kemudian menetap di Bonang – desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15
kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat
pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar.
Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan
bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak
pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang
sangat sulit.
Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun
Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan
di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh
masyarakat Baweandan Tuban.
Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan
ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu
fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal
Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat
gersang.
Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat ‘cinta’(‘isyq). Sangat mirip dengan
kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman,
pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al
yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian
yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan
murid utamanya, SunanKalijaga.
Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil.
Salah satunya adalah “Suluk Wijil” yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya
Abu Sa’id Al Khayr(wafat pada899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin,
9. bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi,
FariduddinAttar, Rumiserta HamzahFansuri.
Sunan Bonangjuga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika
Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa
seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu
memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental
(alam malakut). Tembang “Tombo Ati”adalah salah satu karya SunanBonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius
penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-
tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang
sebagai peperanganantara nafi(peniadaan) dan‘isbah (peneguhan)
5. Sunan Kudus atauJa’farShadiq
Profile biodata Sunan kudus. Pada usia anak-anak (masa kecil) Sunan kudus
bernama Jaffar Shadiq. Ia adalah putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah
(adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung
adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di
Kesultanan Demak, ia pundiangkat menjadi Panglima Perang.
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kali Jogo Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul.
Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali
yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya
pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan
simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus.
Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan
delapan jalan Budha.Sebuah wujudkompromiyang dilakukan SunanKudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan
tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo
Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi,
menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus
tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian
masyarakat tradisional Kudus,masih menolak untukmenyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya
secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya.
10. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa
kekhalifahan Abbasiyah.Dengan begitulah Sunan Kudusmengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana
ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut
bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur
melawan Adipati Jipang, AryaPenangsang.
6. Sunan GiriatauRadenPakuatauAinulYaqin
Kisah wali songo Sunan Giri – Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias
Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada
1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan
dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya, seorang putri raja
Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut
anak oleh Nyai Semboja (BabadTanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim.
Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang
mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke
Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat
dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai.
Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa
Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki
SunanGiri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti
sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -
konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi
keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun
berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton.
Sebagai pemimpin pemerintahan, SunanGiri jugadisebut sebagai PrabuSatmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika
Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai
penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam
Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui
jugasebagai mufti,pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
11. Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran
Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan
AmangkuratII pada Abad18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke
berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa
Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua
sahabatnya, adalah muridSunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih.
Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya
seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak
suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan
Pucung-lagibernuansaJawa namunsyarat dengan ajaran Islam.
7. Sunan MuriaatauRaden UmarSaid
Walisongo, Sunan Muria, profile sunan muria, sejarah sunan muria, kisah sunan
muria – Ia putra Dewi Saroh – adik kandung Sunan Giri .sekaligus anak Syekh
Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijogo. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto.
Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18
kilometer ke utara kota Kudus.
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun
berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat
terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul
dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok
tanam, berdagang danmelaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di
Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu
memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi
pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan
Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus danPati. Salah satu
hasil dakwahnyalewat seni adalah lagu Sinom danKinanti.
12. 8. Sunan Gunung JatiatauSyarifHidayatullah
Kisah Sunan Gunung Jati – Dalam Naskah Klayan hal. xxii Babad Cirebon,
dikisahkan sunan gunung jati, bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual
seperti Isra’ Mi’raj, dan bertemu Rosulluloh Muhamad SAW, bertemu Nabi Khidir
serta menerima wasiat Nabi Sulaeman yang semuanya itu tidak masuk akal. Namun
darikisah-kisah sunan gunung jati tersebut hanyalah sebagai isyarat kekaguman
masyarakat saat itu pada sunanGunungJati.
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448
M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa.
Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir
keturunanBani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama
Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan
Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan
Cirebon yangjugadikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang
memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai
putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman
Pasundanatau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun
ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang
menghubungkanantarwilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan
ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela
penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal
Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya
menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada
tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu
Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15
kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.
13. 9. Sunan KalijogoatauRadenSaid
Sunan Kalijaga, merupakan “wali” yang namanya paling banyak disebut
masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya
Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit,
Ronggolawe.Masa itu, AryaWilatikta diperkirakan telah menganutIslam.
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama
panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang
disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di
Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat
dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali
ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang
menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk
statusnya sebagai ” penghulusuci”kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan
demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478),
Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang
yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan
Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung
Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan
salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat
dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis
salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan
kebudayaan sebagai sarana untukberdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan
menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap:
mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah
dipahami, dengansendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia
menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana
dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang
Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton,
alun-alun dengandua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk
Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura,
Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga
dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
14. Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.
Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru
masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan,
kesenian, kemasyarakatan, hinggake pemerintahan.
D. Sejarah WalisongoDariwaktu ke waktu.
Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan,[1]
majelis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari
beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun
satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena
pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang
wafat,maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya:
Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419),
Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
Maulana Malik Isra’il (wafat 1435), Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435),
Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir atau juga disebut
Syaikh Muhammad Al-Baqir.
Angkatan ke-2 (1435 – 1463 M), terdiri dari Sunan Ampel yang tahun 1419
menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq (wafat 1463), Maulana Ahmad
Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus yang tahun 1435
menggantikan Maulana Malik Isra’il, Sunan Gunung Jati yang tahun 1435
menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin (wafat 1462),
Maulana ‘Aliyuddin (wafat1462),danSyekh Subakir (wafat1463).
Angkatan ke-3 (1463 – 1466 M), terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Giri yang tahun 1463
menggantikan Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465), Maulana
Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465), Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan
Bonang yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin, Sunan Derajat yang
tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan Sunan Kalijaga yang tahun 1463
menggantikan Syaikh Subakir.
Angkatan ke-4 (1466 – 1513 M, terdiri dari Sunan Ampel (wafat 1481), Sunan Giri
(wafat 1505), Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad
Jumadil Kubra, Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 mengganti Maulana
Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan
Derajat, dan SunanKalijaga (wafat1513).
Angkatan ke-5 (1513 – 1533 M), terdiri dari Syekh Siti Jenar yang tahun 1481
menggantikan Sunan Ampel (wafat 1517), Raden Faqih Sunan Ampel II yang ahun
1505 menggantikan kakak iparnya Sunan Giri, Raden Fattah (wafat 1518), Fathullah
Khan (Falatehan), Sunan Kudus (wafat 1550), Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang
(wafat 1525), Sunan Derajat (wafat 1533), dan Sunan Muria yang tahun 1513
menggantikan ayahnya Sunan Kalijaga.
Angkatan ke-6 (1533 – 1546 M), terdiri dari Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) yang
ahun 1517 menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar, Raden Zainal Abidin Sunan
Demak yang tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden Faqih Sunan Ampel II, Sultan
Trenggana yang tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah, Fathullah
Khan (wafat 1573), Sayyid Amir Hasan yang tahun 1550 menggantikan ayahnya Sunan
Kudus, Sunan Gunung Jati (wafat 1569), Raden Husamuddin Sunan Lamongan yang
tahun 1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang, Sunan Pakuan yang tahun 1533
menggantikan ayahnya Sunan Derajat,dan SunanMuria (wafat1551).
15. Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599), Sunan
Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak, Sunan
Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana, Maulana Yusuf
cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573 menggantikan pamannya Fathullah
Khan, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan
ayahnya Sunan GunungJati, Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan
Lamongan, Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan,
dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551
menggantikan kakek dari pihak ibunyayaitu SunanMuria.
Angkatan ke-8 (1592-1650 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang) yang
menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599), Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi yang tahun
1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen, Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang
tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto, Maulana Yusuf, Sayyid Amir Hasan,
Maulana Hasanuddin, Syekh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani yang tahun 1650
menggantikan Sunan Mojoagung, Syekh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri yang
tahun1650 menggantikan Sunan Cendana,dan Sayyid Shaleh (PanembahanPekaos).
E. Teori Keturunan.
TEORIKETURUNANHADRAMAUT
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan
Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-
tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan
asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa
argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah
Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut
(Yaman):
# L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada
1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel Indien
(1886)[5]mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-
orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja
Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain
Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan
pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan
dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
# Van Den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya,
yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-
gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi.
Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya
pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat
keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi
Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada
orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab,
mengikuti jejaknenek moyangnya.”
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik
kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh
lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya,
16. yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas,
Al Jufri,Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
# Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama
seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan
Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah,
Pakistan dan Indiapedalaman (non-pesisir) yangsebagian besar bermadzhab Hanafi.
# Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi’i bercorak tasawuf dan mengutamakan
Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat
Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut,
Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh
Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari
Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum
Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena
Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh
Syafi’i denganpengamalan tasawufdan pengutamaanAhlul Bait.
# Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah
dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga
merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di
Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah
Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama
besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir
yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan
cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim
Akbar,Ali Akbar, Nuralam Akbardan banyak lainnya.
TEORIKETURUNANCINA
Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan
Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa
Indonesia. Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat
bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat
melarang terbitnya bukutersebut.
Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau
keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi
yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet
Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang
kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun,
Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta
kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck
Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak
mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah
sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail
dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul
Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell
Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang
itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan
mengingat ceritanya yang cukuplengkap dalam tulisan Parlindungan.
17. SUMBERTERTULIS TENTANGWALISONGO
1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain
Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan
Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup
banyak dalam Babad Tanah Jawi.
2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun
1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur
Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji
`Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu(sic!) Arab ke tanah
Jawisangking Hadramaut.
3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah
oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, ‘Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-
Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai
leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan
SunanGresik.
F. Penutupan
Seperti pada uraian yang cukup panjang diatas, saya dapat menyimpulkan
bahwa, penyebaran agama islam diindonesia tanpa adanya walisongo bisa
saja negara indonesia tidak seperti sekarang dimana mayoritas masyarakat
indonesia adalah muslim. Dan kita patut bersyukur dan berterima kasih
kepada walisongo yang telah berjasa mengantarkan agama islam ke
indonesia dan telah meluruskan masyarakat indonesia kejalan yang benar.
Dan kita patut berterima kasih dengan cara mendoakannya agar semua
amal dan perbuatannya diterima disisi Allah SWT. Dan juga dengan adanya
walisongo saya berharap agar kita dapat meneladani sifat yang baik dari
walisongo. Dan disitulah fungsi Pelarajan Sejarah Indonesia
Demikianlah Tugas ini dibuat dengan sebaik baiknya dan bertujuan untuk
memenuhi nilai SEJARAH INDONESIA 2, Saya berharap agar Bacaan ini
dapat berguna kepadapembacamaupun penulis.
Terima kasih
Fauzan Ardana