SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  43
 Apa Itu Kode?
 Kode adalah tanda (kata-kata, tulisan) yg
disepakati untuk maksud tertentu (untuk
menjamin kerahasiaan berita, pemerintah,
dsb)
 Apa itu Etik?
 Etik adalah norma dan asas yg diterima oleh
kelompok tertentu sbg landasan tingkah
laku.
 Apa itu Kode Etik?
 Kode etik merupakan suatu bentuk aturan tertulis
yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada & dan pada saat
dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat
untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara umum dinilai menyimpang dari kode etik.
 Panduan moral dan etika kerja yang disusun dan
ditetapkan organisasi profesi : dokter, pengacara,
guru, jurnalis dan lain – lain.
 Apa itu jurnalistik?
 Jurnalistik adalah adalah bidang profesi yang
mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian
dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya
dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian)
secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana
penerbitan yang ada
 Apa itu Kode Etik Jurnalistik?
 Kode Etik Jurnalistik adalah acuan moral yang
mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Kode Etik
Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke
organisasi lain, dari satu koran ke koran lain.
Memiliki pengertian yang
sama dengan istilah …
kode kehormatan, Deklarasi
Hak – Hak Dan Kewajiban,
piagam - piagam kewajiban
profesional, prinsip -
prinsip, standar dan lain –
lain.
 Kode etik mempunyai sanksi yang bersifat moral
terhadap anggota kelompok tersebut
 Daya jangkau suatu kode etik hanya tertuju kepada
kelompok yang mempunyai kode etik tersebut
 Kode etik dibuat dan di susun oleh lembaga /
kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan
aturan organisasi itu dan bukan dari pihak luar.
 memperlihatkan kepada publik suatu karya jurnalistik >>Kode etik ini
pula sebagai penuntun seorang wartawan dalam melakukan tugasnya,
baik dalam peliputan suatu berita atau menulis dan menyiarkan berita
tersebut.
 Bidang ilmu >> menyajikan berita kepada masyarakat yang merunjuk
kepada aturan yang di patuhi atau di jadikan patokan dalam
mencari,menyusun,dan menyajikan berita.
 Menimbang prinsip-prinsip dasar, nilai-nilai, kewajiban terhadap dirinya
dan kewajiban terhadap orang lain
 Menentukan bagi dirinya sendiri bagaimana ia akan hidup, bagaimana ia
akan melaksanakan pekerjaan kewartawanannya, bagaimana ia akan
berpikir tentang dirinyasendiri dan tentang orang lain, bagaimana ia akan
berperilaku dan bereaksi terhadap orang-orang serta isu-isu di sekitarnya.
 mengatur hubungan antaranggota untuk menumbuhkan kolektivitas dan
sifat eksternal mengatur hubungan kolektivitas dengan masyarakat luas.
Agar dapat berfungsi dengan semestinya
 Alat control social, yaitu tidak hanya megatur
hubungan antara sesame anggota seprofesi, tetapi juga
dapat juga mengatur hubungan antara anggota
organisasi profesi tersebut dengan masyarakat.
 Mencegah adanya control dan campur tangan pihak
lain, termasuk pemeritnah atau kelompok masyarakat
tertentu.
INDONESIA
 Pertama kali KEWI
( Kode Etik Wartawan
Indonesia ) di rumuskan
di Bandung 1 September
1999
 Kode Etik Jurnalistik
Indonesia tahun 2003
 Kode Etik tahun 2006 =
pengganti KEWI tahun
2000
 Kode Kehormatan
Internasional
Jurnalistik yang
diterima di Kongres
International
Federation of
Journalists di
Bordeaux, April 1954
 Kode Berita PBB
INTERNASIONAL
 Wartawan
Indonesia
bersikap
indepen-
den,
menghasil-
kan berita
yang
akurat,
berimbang
, dan tidak
beritikad
buruk.
 Penafsiran
• a. Independen berarti memberitakan
peristiwa atau fakta sesuai dengan
suara hati nurani tanpa campur tangan,
paksaan, dan intervensi dari pihak lain
termasuk pemilik perusahaan pers.
 b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai
keadaan objektif ketika peristiwa
terjadi.
 c. Berimbang berarti semua pihak
mendapat kesempatan setara.
 d. Tidak beritikad buruk berarti tidak
ada niat secara sengaja dan semata-
mata untuk menimbulkan kerugian
pihak lain.
 Penafsiran
 Cara-cara yang profesional adalah:
 a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
 b. menghormati hak privasi;
 c. tidak menyuap;
 d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas
sumbernya;
 e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau
penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan
keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara
berimbang;
 f. menghormati pengalaman traumatik narasumber
dalam penyajian gambar, foto, suara;
 g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan
hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
 h. penggunaan cara-cara tertentu dapat
dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi
bagi kepentingan publik.
Penafsiran
 a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck
tentang kebenaran informasi itu.
 b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan
kepada masing-masing pihak secara proporsional.
 c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang
berupa interpretasi wartawan atas fakta.
 d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi
seseorang.
 Pasal 4
 Wartawan
Indonesia
tidak
membuat
berita
bohong,
fitnah,
sadis, dan
cabul.
Penafsiran
 a. Bohong berarti sesuatu yang sudah
diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai
hal yang tidak sesuai dengan fakta yang
terjadi.
 b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang
dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
 c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal
belas kasihan.
 d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku
secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis atau tulisan yang semata-mata untuk
membangkitkan nafsu birahi.
 e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari
arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.
 Pasal 5
 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
 a. Identitas adalah semua data dan informasi yang
menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang
lain untuk melacak.
 b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16
tahun dan belum menikah.
 Pasal 6
 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi
dan tidak menerima suap.
Penafsiran
 a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan
yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi
yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi
tersebut menjadi pengetahuan umum.
 b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang,
benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan
identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran
berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data
dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa
menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari
narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
 Pasal 9
 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber
tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.
Penafsiran
 a. Menghormati hak narasumber adalah
sikap menahan diri dan berhati-hati.
 b. Kehidupan pribadi adalah segala segi
kehidupan seseorang dan keluarganya
selain yang terkait dengan kepentingan
publik.
 Pasal 10
 Wartawan
Indonesia segera
mencabut,
meralat, dan
memperbaiki
berita yang
keliru dan tidak
akurat disertai
dengan
permintaan
maaf kepada
pembaca,
pendengar, dan
atau pemirsa.
Penafsiran
 a. Segera berarti
tindakan dalam waktu
secepat mungkin, baik
karena ada maupun
tidak ada teguran dari
pihak luar.
 b. Permintaan maaf
disampaikan apabila
kesalahan terkait dengan
substansi pokok.
 Pasal 11
 Wartawan Indonesia melayani hak jawab
dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
 a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang
untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
 b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan
kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik
tentang dirinya maupun tentang orang lain.
 c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang
perlu diperbaiki.
 Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik
dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik
jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau
perusahaan pers.
1. Pernyataan Internasional ini diproklamasikan
sebagai ukuran bagi pegangan profesional
wartawan yang bekerja mengumpulkan,
mengirim, serta menyiarkan berita / informasi
dan melaporkan kejadian – kejadian.
2. Menghormati kebenaran dan hak masyarakat
pada Kebenaran adalah kewajiban utama
wartawan
3. Dalam melakukan kewajibannya ini dia akan
membela prinsip dua sila : kebebasan dalam
mencari dan menyiarkan berita serta hak
memberikan komentar dan kritik yang layak
4. Wartawan hanya melaporkan apa yang sesuai
dengan fakta – fakta yang asal – usulnya
diketahuinya. Dia tidak akan menyembunyikan
informasi yang penting dan dia tidak akan
memalsukan dokumen – dokumen.
5. Dia hanya menggunakan cara – cara yang
layak untuk mendapatkan berita, foto,
dan dokumen – dokumen.
6. Setiap informasi yang telah disiarkan dan
ternyata tidak benar akan dibetulkannya
dengan sebaik – baiknya.
7. Dia akan memegang teguh rahasia
pekerjaannya dalam hubungannya dengan
sumber berita yang didapatkannya
berdasarkan kepercayaan.
8. Dia akan menganggap sebagai pelanggaran –
pelanggaran profesional yang besar hal –hal sebagai
berikut : plagiarisme, maki – makian, cercaan, tuduhan –
tuduhan palsu, dan penerimaan sogok untuk menyiarkan
atau tidak menyiarkan sesuatu.
9. Setiap wartawan yang layak mendukung nama ini
menganggap adalah menjadi kewajibannya untuk
mendukung prinsip – prinsip yang tersebut diatas. Di
dalam batas – batas hukum tiap – tiap negara, wartawan
mengakui dalam bidang – bidang profesionalnya hanya
yurisdiksi kolega - koleganya dan menolak setiap macam
campur tangan pemerintah atau orang lain.
(Di terima oleh Kongres International federation of
Journalists di Bordeaux, April 1954 – naskah ini dikutip
dari Mochtar Lubis , Pers dan Wartawan )
 Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan
wanita bernama Rani oleh TV swasta
 Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Pusat Tribuana Said, Selasa, saat diskusi Bedah Kasus Kode
Etik Jurnalistik di Gedung Dewan Pers, indikasi
pelanggaran tersebut dapat dilihat dari pemberitaan yang
kurang berimbang karena hanya menggunakan
pernyataan dari pihak kepolisian saja.
Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang
dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya
keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber
utama.
 Pasal yang dilanggar oleh divisi berita TV
swasta dalam menyiarkan pemberitaan
Antasari – Rani adalah Pasal 3: Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas
praduga tak bersalah. Dalam kasus di atas,
wartawan TV One hanya menggunakan
pernyataan dari pihak kepolisian, tidak
menggunakan data dari narasumber
utama yaitu Antasari atau Rani.
 Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya. Seorang
wartawan harian di Surabaya menurunkan berita hasil
wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Untuk
meyakinkan kepada publiknya, sang wartawan sampai
mendeskripsikan bagaimana wawancara itu terjadi. Karena
berasal dari sumber yang katanya terpercaya, hasil
wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian
masyarakat luas. Tetapi, belakangan terungkap, ternyata
wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak
pernah dilakukan sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala
itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara
saja sulit, apalagi memberikan keterangan panjang lebar
seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari harian
ini memang tidak pernah bersua dengan isteri orang yang
disangka teroris itu dan tidak pernah ada wawancara sama
sekali.
 Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik
Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4.
 Pasal 2 berbunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-
cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
 Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat
berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
 Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang
professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak
menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan
narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan
adalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang
dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini
merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media
untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan.
Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga
sudah tentu menjadi diragukan.
 Ternyata tidak semua media jurnalistik di Indonesia telah
patuh pada Peraturan Dewan Pers tentang Kode Etik
Jurnalistik, semisal 2 televisi swasta dalam pemberitaan
sepakbola Nasional khususnya berkaitan dengan Tim
Nasional Sepak Bola Indonesia (Timnas Indonesia).
Seperti sudah diketahui bersama bahwa AFC dan FIFA
yang menyatakan bahwa Timnas Indonesia adalah
Timnas yang dikelola oleh Persatuan Sepakbola
Seluruh Indonesia (PSSI), ternyata hal ini disesatkan
oleh pemberitaan yang dilakukan oleh 2 televisi swasta
tersebut. Lebih parah lagi, 2 televisi swasta terkait
pemberitaan Bola Nasional ini diduga melanggar Kode Etik
Jurnailistik pasal 4 dalam penafsiran ayat (1) dan (2) yang
menyatakan bahwa:
 Adanya pemberitaan yang menyatakan bahwa Timnas Indonesia
yang dibentuk oleh KPSI adalah Tim Nasional Sepakbola
Indonesia. Hal ini merupakan indikasi atas kebohongan dan
fitnah atas keberadaan dan posisi Timnas Indonesia yang sah
serta diakui oleh AFC/FIFA.
 Adanya kebohongan dan fitnah pemberitaan yang menyatakan
dengan memberikan label kepada La Nyalla Mataliti sebagai
ketua umum PSSI hasil KLB di Ancol, padahal AFC maupun FIFA
tidak mengakui adanya KLB Ancol. AFC dan FIFA hanya
mengakui organisasi PSSI adalah yang dipimpin oleh Djohar
Arifin Husen.
 Pemberitaan terkait poin 1 dan 2 ini hingga sekarang terus
dilakukan, terkahir kali pemberitaan ini adalah saat Kampiun
hari Minggu (23/9/12) yang menyatakan bahwa Timnas
Indonesia akan melanjutkan latihan di Australia dengan
melakukan latih tanding bersama Klub-klub lokal Australia.
 Dalam Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers
melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-
DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan
Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode
Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers
menyatakan bahwa Penilaian akhir atas pelanggaran kode
etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas
pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi
wartawan dan atau perusahaan pers. Repotnya adalah jika
pelanggaran kode etik Jurnalistik ini didukung oleh
perusahaannya, hal ini berarti tidak akan mendapatkan
sanksi apapun. Oleh karenanya, seharusnya perusahaan
pers tetap memegang pada prinsip-prinsip jurnalistik yang
mencerdaskan bangsa, menyampaikan pemberitaan yang
benar, obyektif, dan sesuai fakta yang ada serta landasan
moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional
dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas serta profesionalisme.
 1) Distorsi informasi: lazimnya dengan menambah atau mengurangi
informasi, akibatnya maknanya berubah.
 2) Dramatisasi fakta palsu: dapat dilakukan dengan memberikan
ilustrasi secara verbal, auditif ataupun visual yang berlebihan mengenai
suatu objek.
 3) Mengganggu privacy: hal ini dilakukan melalui peliputan yang
menggar hal-hal pribadi narasumber.
 4) Pembunuhan karakter: dilakukan dengan cara terus menerus
menonjolkan sisi buruk individu/kelompok/organisasi tanpa
menampilkan secara berimbang dengan tujuan membangun citra
negatif yang menjatuhkan.
 5) Eksploitasi seks: media menampilkan seks sebagai komoditas
secara serampangan tanpa memerhatikan batasan norma dan
kepatuhan
 6) Meracuni pikiran anak-anak: eksploitasi kesadaran berpikir anak
yang diarahkan secara tidak normal pada hal-hal yang tidak mendidik.
 7) Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power): media
menyalahgunakan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik
dalam suatu praktik mass deception (pembogongan massa). Dampak
negatif dari media berada dalam suatu bisnis yang bebas seperti
Di luar kode etik jurnalistik yang telah disusun masing-
masing organisasi wartawan. Dewan Pers menyusun Kode
Praktik (Code of Practices) media sebagai upaya penegakan
independensi serta penerapan prinsip pers mengatur
sendiri (self regulated).
 Privasi
 Diskriminasi
 Akurasi
 Liputan Kriminalitas
 Pornografi
 Sumber Rahasia
 Hak Jawab dan Bantahan
Kode etik

Contenu connexe

Tendances

Pers bebas dan bertanggungjawab
Pers bebas dan bertanggungjawabPers bebas dan bertanggungjawab
Pers bebas dan bertanggungjawab
VJ Asenk
 
Bab 3 teknik penyiaran
Bab 3 teknik penyiaranBab 3 teknik penyiaran
Bab 3 teknik penyiaran
EKO SUPRIYADI
 

Tendances (17)

Problematika Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
Problematika Pelaksanaan Kode Etik JurnalistikProblematika Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
Problematika Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
 
Norma, Etika, dan Kasus Pers
Norma, Etika, dan Kasus PersNorma, Etika, dan Kasus Pers
Norma, Etika, dan Kasus Pers
 
Melawan jurnalis abal abal
Melawan jurnalis abal abalMelawan jurnalis abal abal
Melawan jurnalis abal abal
 
Pers bebas dan bertanggungjawab
Pers bebas dan bertanggungjawabPers bebas dan bertanggungjawab
Pers bebas dan bertanggungjawab
 
Bab 3 teknik penyiaran
Bab 3 teknik penyiaranBab 3 teknik penyiaran
Bab 3 teknik penyiaran
 
Jurnalisme investigasi dan kode etik jurnalistik
Jurnalisme investigasi dan kode etik jurnalistikJurnalisme investigasi dan kode etik jurnalistik
Jurnalisme investigasi dan kode etik jurnalistik
 
Bab 3 kelas 3
Bab 3 kelas 3Bab 3 kelas 3
Bab 3 kelas 3
 
7
77
7
 
Tantangan untuk profesionalisme dan idealisme jurnalis
Tantangan untuk profesionalisme dan idealisme jurnalisTantangan untuk profesionalisme dan idealisme jurnalis
Tantangan untuk profesionalisme dan idealisme jurnalis
 
Apa itu investigative reporting
Apa itu investigative reportingApa itu investigative reporting
Apa itu investigative reporting
 
Penegakan Etika dan Hukum di Lingkungan AJI
Penegakan Etika dan Hukum di Lingkungan AJIPenegakan Etika dan Hukum di Lingkungan AJI
Penegakan Etika dan Hukum di Lingkungan AJI
 
Media: Pengaruh dan Penanganan Isu
Media: Pengaruh dan Penanganan IsuMedia: Pengaruh dan Penanganan Isu
Media: Pengaruh dan Penanganan Isu
 
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Review Sekitar Jurnalistik
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Review Sekitar JurnalistikKAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Review Sekitar Jurnalistik
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Review Sekitar Jurnalistik
 
Kelas Jurnalistik GmnI FISIP Undip 2021: Kebebasan Pers (23 April 2021)
Kelas Jurnalistik GmnI FISIP Undip 2021: Kebebasan Pers (23 April 2021)Kelas Jurnalistik GmnI FISIP Undip 2021: Kebebasan Pers (23 April 2021)
Kelas Jurnalistik GmnI FISIP Undip 2021: Kebebasan Pers (23 April 2021)
 
Hukum dan kode etik pers
Hukum dan kode etik persHukum dan kode etik pers
Hukum dan kode etik pers
 
Keberpihakan media pada kepentingan publik
Keberpihakan media pada kepentingan publikKeberpihakan media pada kepentingan publik
Keberpihakan media pada kepentingan publik
 
Rambu jurnalistik indonesia ppt
Rambu jurnalistik indonesia pptRambu jurnalistik indonesia ppt
Rambu jurnalistik indonesia ppt
 

Similaire à Kode etik

KODE ETIK JURNALISTIK.pdf
KODE ETIK JURNALISTIK.pdfKODE ETIK JURNALISTIK.pdf
KODE ETIK JURNALISTIK.pdf
AbdiJawazi
 
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi
Peranan pers dalam masyarakat demokrasiPeranan pers dalam masyarakat demokrasi
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi
Dita Fadhila
 
Kode etik jurnalistik ifj penafsiran dan praktik
Kode etik jurnalistik ifj penafsiran dan praktikKode etik jurnalistik ifj penafsiran dan praktik
Kode etik jurnalistik ifj penafsiran dan praktik
Teras Lampung
 
Uu no. 40 tahun 1999 tentang pers
Uu no. 40 tahun 1999 tentang persUu no. 40 tahun 1999 tentang pers
Uu no. 40 tahun 1999 tentang pers
beritasumsel
 
Uu 1999 nomor 40 pers
Uu 1999 nomor 40 persUu 1999 nomor 40 pers
Uu 1999 nomor 40 pers
Mystic333
 

Similaire à Kode etik (20)

KODE ETIK JURNALISTIK.pdf
KODE ETIK JURNALISTIK.pdfKODE ETIK JURNALISTIK.pdf
KODE ETIK JURNALISTIK.pdf
 
KODE ETIK JURNALISTIK.pptx
KODE ETIK JURNALISTIK.pptxKODE ETIK JURNALISTIK.pptx
KODE ETIK JURNALISTIK.pptx
 
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi
Peranan pers dalam masyarakat demokrasiPeranan pers dalam masyarakat demokrasi
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi
 
Kode Etik Jurnalistik Wartawan.pdf
Kode Etik Jurnalistik Wartawan.pdfKode Etik Jurnalistik Wartawan.pdf
Kode Etik Jurnalistik Wartawan.pdf
 
Kode etik profesional pers
Kode etik profesional persKode etik profesional pers
Kode etik profesional pers
 
PRESENTASI JURNALISTIK.pptx
PRESENTASI JURNALISTIK.pptxPRESENTASI JURNALISTIK.pptx
PRESENTASI JURNALISTIK.pptx
 
Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik JurnalistikUu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
 
Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik JurnalistikKode Etik Jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik
 
ETIKA JURNALISTIK KEL 7.pptx
ETIKA JURNALISTIK KEL 7.pptxETIKA JURNALISTIK KEL 7.pptx
ETIKA JURNALISTIK KEL 7.pptx
 
Kode etik jurnalistik ifj penafsiran dan praktik
Kode etik jurnalistik ifj penafsiran dan praktikKode etik jurnalistik ifj penafsiran dan praktik
Kode etik jurnalistik ifj penafsiran dan praktik
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers
UU No.40 Tahun 1999 Tentang PersUU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers
UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers
 
Insani vol 3_no_1_jun_2016_marleen_m_ukim-f8cc3-2142_531
Insani vol 3_no_1_jun_2016_marleen_m_ukim-f8cc3-2142_531Insani vol 3_no_1_jun_2016_marleen_m_ukim-f8cc3-2142_531
Insani vol 3_no_1_jun_2016_marleen_m_ukim-f8cc3-2142_531
 
Uu no. 40 tahun 1999 tentang pers
Uu no. 40 tahun 1999 tentang persUu no. 40 tahun 1999 tentang pers
Uu no. 40 tahun 1999 tentang pers
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
Pers & Konflik
Pers & Konflik Pers & Konflik
Pers & Konflik
 
PPT IMPLEMENTASI KODE ETIK JURNALISTIK PASAL 6 DI MEDIA SIBER PIJARNEWS.COM.pptx
PPT IMPLEMENTASI KODE ETIK JURNALISTIK PASAL 6 DI MEDIA SIBER PIJARNEWS.COM.pptxPPT IMPLEMENTASI KODE ETIK JURNALISTIK PASAL 6 DI MEDIA SIBER PIJARNEWS.COM.pptx
PPT IMPLEMENTASI KODE ETIK JURNALISTIK PASAL 6 DI MEDIA SIBER PIJARNEWS.COM.pptx
 
Artikel b.indo revisi 2 (1)
Artikel b.indo revisi 2  (1)Artikel b.indo revisi 2  (1)
Artikel b.indo revisi 2 (1)
 
Uu nomor 40_tahun_1999
Uu nomor 40_tahun_1999Uu nomor 40_tahun_1999
Uu nomor 40_tahun_1999
 
Uu 1999 nomor 40 pers
Uu 1999 nomor 40 persUu 1999 nomor 40 pers
Uu 1999 nomor 40 pers
 

Plus de GrannisaPratami (8)

Speaking storyboard
Speaking storyboardSpeaking storyboard
Speaking storyboard
 
Listening storyboard
Listening storyboardListening storyboard
Listening storyboard
 
Descriptive text
Descriptive textDescriptive text
Descriptive text
 
Story board
Story boardStory board
Story board
 
Story board
Story boardStory board
Story board
 
Tugas bhs indonesia ttg persuasi
Tugas bhs indonesia ttg persuasiTugas bhs indonesia ttg persuasi
Tugas bhs indonesia ttg persuasi
 
Edit listening task drama
Edit listening task dramaEdit listening task drama
Edit listening task drama
 
Microsoft word ict grannisa-1_f_slideshare
Microsoft word   ict grannisa-1_f_slideshareMicrosoft word   ict grannisa-1_f_slideshare
Microsoft word ict grannisa-1_f_slideshare
 

Kode etik

  • 1.
  • 2.
  • 3.
  • 4.
  • 5.
  • 6.  Apa Itu Kode?  Kode adalah tanda (kata-kata, tulisan) yg disepakati untuk maksud tertentu (untuk menjamin kerahasiaan berita, pemerintah, dsb)  Apa itu Etik?  Etik adalah norma dan asas yg diterima oleh kelompok tertentu sbg landasan tingkah laku.
  • 7.  Apa itu Kode Etik?  Kode etik merupakan suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada & dan pada saat dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik.  Panduan moral dan etika kerja yang disusun dan ditetapkan organisasi profesi : dokter, pengacara, guru, jurnalis dan lain – lain.
  • 8.  Apa itu jurnalistik?  Jurnalistik adalah adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada  Apa itu Kode Etik Jurnalistik?  Kode Etik Jurnalistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Kode Etik Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran lain.
  • 9. Memiliki pengertian yang sama dengan istilah … kode kehormatan, Deklarasi Hak – Hak Dan Kewajiban, piagam - piagam kewajiban profesional, prinsip - prinsip, standar dan lain – lain.
  • 10.  Kode etik mempunyai sanksi yang bersifat moral terhadap anggota kelompok tersebut  Daya jangkau suatu kode etik hanya tertuju kepada kelompok yang mempunyai kode etik tersebut  Kode etik dibuat dan di susun oleh lembaga / kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan organisasi itu dan bukan dari pihak luar.
  • 11.  memperlihatkan kepada publik suatu karya jurnalistik >>Kode etik ini pula sebagai penuntun seorang wartawan dalam melakukan tugasnya, baik dalam peliputan suatu berita atau menulis dan menyiarkan berita tersebut.  Bidang ilmu >> menyajikan berita kepada masyarakat yang merunjuk kepada aturan yang di patuhi atau di jadikan patokan dalam mencari,menyusun,dan menyajikan berita.  Menimbang prinsip-prinsip dasar, nilai-nilai, kewajiban terhadap dirinya dan kewajiban terhadap orang lain  Menentukan bagi dirinya sendiri bagaimana ia akan hidup, bagaimana ia akan melaksanakan pekerjaan kewartawanannya, bagaimana ia akan berpikir tentang dirinyasendiri dan tentang orang lain, bagaimana ia akan berperilaku dan bereaksi terhadap orang-orang serta isu-isu di sekitarnya.  mengatur hubungan antaranggota untuk menumbuhkan kolektivitas dan sifat eksternal mengatur hubungan kolektivitas dengan masyarakat luas. Agar dapat berfungsi dengan semestinya
  • 12.  Alat control social, yaitu tidak hanya megatur hubungan antara sesame anggota seprofesi, tetapi juga dapat juga mengatur hubungan antara anggota organisasi profesi tersebut dengan masyarakat.  Mencegah adanya control dan campur tangan pihak lain, termasuk pemeritnah atau kelompok masyarakat tertentu.
  • 13. INDONESIA  Pertama kali KEWI ( Kode Etik Wartawan Indonesia ) di rumuskan di Bandung 1 September 1999  Kode Etik Jurnalistik Indonesia tahun 2003  Kode Etik tahun 2006 = pengganti KEWI tahun 2000  Kode Kehormatan Internasional Jurnalistik yang diterima di Kongres International Federation of Journalists di Bordeaux, April 1954  Kode Berita PBB INTERNASIONAL
  • 14.  Wartawan Indonesia bersikap indepen- den, menghasil- kan berita yang akurat, berimbang , dan tidak beritikad buruk.  Penafsiran • a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.  b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.  c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.  d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata- mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
  • 15.  Penafsiran  Cara-cara yang profesional adalah:  a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;  b. menghormati hak privasi;  c. tidak menyuap;  d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;  e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;  f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;  g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;  h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
  • 16. Penafsiran  a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.  b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.  c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.  d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
  • 17.  Pasal 4  Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafsiran  a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.  b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.  c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.  d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.  e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
  • 18.  Pasal 5  Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Penafsiran  a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.  b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
  • 19.  Pasal 6  Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran  a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.  b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
  • 20. Penafsiran a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
  • 21. Penafsiran a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
  • 22.  Pasal 9  Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Penafsiran  a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.  b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
  • 23.  Pasal 10  Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran  a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.  b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
  • 24.  Pasal 11  Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penafsiran  a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.  b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.  c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.  Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
  • 25.
  • 26. 1. Pernyataan Internasional ini diproklamasikan sebagai ukuran bagi pegangan profesional wartawan yang bekerja mengumpulkan, mengirim, serta menyiarkan berita / informasi dan melaporkan kejadian – kejadian. 2. Menghormati kebenaran dan hak masyarakat pada Kebenaran adalah kewajiban utama wartawan
  • 27. 3. Dalam melakukan kewajibannya ini dia akan membela prinsip dua sila : kebebasan dalam mencari dan menyiarkan berita serta hak memberikan komentar dan kritik yang layak 4. Wartawan hanya melaporkan apa yang sesuai dengan fakta – fakta yang asal – usulnya diketahuinya. Dia tidak akan menyembunyikan informasi yang penting dan dia tidak akan memalsukan dokumen – dokumen.
  • 28. 5. Dia hanya menggunakan cara – cara yang layak untuk mendapatkan berita, foto, dan dokumen – dokumen. 6. Setiap informasi yang telah disiarkan dan ternyata tidak benar akan dibetulkannya dengan sebaik – baiknya. 7. Dia akan memegang teguh rahasia pekerjaannya dalam hubungannya dengan sumber berita yang didapatkannya berdasarkan kepercayaan.
  • 29. 8. Dia akan menganggap sebagai pelanggaran – pelanggaran profesional yang besar hal –hal sebagai berikut : plagiarisme, maki – makian, cercaan, tuduhan – tuduhan palsu, dan penerimaan sogok untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan sesuatu. 9. Setiap wartawan yang layak mendukung nama ini menganggap adalah menjadi kewajibannya untuk mendukung prinsip – prinsip yang tersebut diatas. Di dalam batas – batas hukum tiap – tiap negara, wartawan mengakui dalam bidang – bidang profesionalnya hanya yurisdiksi kolega - koleganya dan menolak setiap macam campur tangan pemerintah atau orang lain. (Di terima oleh Kongres International federation of Journalists di Bordeaux, April 1954 – naskah ini dikutip dari Mochtar Lubis , Pers dan Wartawan )
  • 30.
  • 31.
  • 32.
  • 33.
  • 34.  Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan wanita bernama Rani oleh TV swasta  Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Tribuana Said, Selasa, saat diskusi Bedah Kasus Kode Etik Jurnalistik di Gedung Dewan Pers, indikasi pelanggaran tersebut dapat dilihat dari pemberitaan yang kurang berimbang karena hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian saja. Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber utama.
  • 35.  Pasal yang dilanggar oleh divisi berita TV swasta dalam menyiarkan pemberitaan Antasari – Rani adalah Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Dalam kasus di atas, wartawan TV One hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian, tidak menggunakan data dari narasumber utama yaitu Antasari atau Rani.
  • 36.  Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya. Seorang wartawan harian di Surabaya menurunkan berita hasil wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Untuk meyakinkan kepada publiknya, sang wartawan sampai mendeskripsikan bagaimana wawancara itu terjadi. Karena berasal dari sumber yang katanya terpercaya, hasil wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian masyarakat luas. Tetapi, belakangan terungkap, ternyata wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak pernah dilakukan sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara saja sulit, apalagi memberikan keterangan panjang lebar seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari harian ini memang tidak pernah bersua dengan isteri orang yang disangka teroris itu dan tidak pernah ada wawancara sama sekali.
  • 37.  Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4.  Pasal 2 berbunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara- cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.  Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.  Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan adalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan. Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.
  • 38.  Ternyata tidak semua media jurnalistik di Indonesia telah patuh pada Peraturan Dewan Pers tentang Kode Etik Jurnalistik, semisal 2 televisi swasta dalam pemberitaan sepakbola Nasional khususnya berkaitan dengan Tim Nasional Sepak Bola Indonesia (Timnas Indonesia). Seperti sudah diketahui bersama bahwa AFC dan FIFA yang menyatakan bahwa Timnas Indonesia adalah Timnas yang dikelola oleh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), ternyata hal ini disesatkan oleh pemberitaan yang dilakukan oleh 2 televisi swasta tersebut. Lebih parah lagi, 2 televisi swasta terkait pemberitaan Bola Nasional ini diduga melanggar Kode Etik Jurnailistik pasal 4 dalam penafsiran ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa:
  • 39.  Adanya pemberitaan yang menyatakan bahwa Timnas Indonesia yang dibentuk oleh KPSI adalah Tim Nasional Sepakbola Indonesia. Hal ini merupakan indikasi atas kebohongan dan fitnah atas keberadaan dan posisi Timnas Indonesia yang sah serta diakui oleh AFC/FIFA.  Adanya kebohongan dan fitnah pemberitaan yang menyatakan dengan memberikan label kepada La Nyalla Mataliti sebagai ketua umum PSSI hasil KLB di Ancol, padahal AFC maupun FIFA tidak mengakui adanya KLB Ancol. AFC dan FIFA hanya mengakui organisasi PSSI adalah yang dipimpin oleh Djohar Arifin Husen.  Pemberitaan terkait poin 1 dan 2 ini hingga sekarang terus dilakukan, terkahir kali pemberitaan ini adalah saat Kampiun hari Minggu (23/9/12) yang menyatakan bahwa Timnas Indonesia akan melanjutkan latihan di Australia dengan melakukan latih tanding bersama Klub-klub lokal Australia.
  • 40.  Dalam Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan- DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers menyatakan bahwa Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. Repotnya adalah jika pelanggaran kode etik Jurnalistik ini didukung oleh perusahaannya, hal ini berarti tidak akan mendapatkan sanksi apapun. Oleh karenanya, seharusnya perusahaan pers tetap memegang pada prinsip-prinsip jurnalistik yang mencerdaskan bangsa, menyampaikan pemberitaan yang benar, obyektif, dan sesuai fakta yang ada serta landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
  • 41.  1) Distorsi informasi: lazimnya dengan menambah atau mengurangi informasi, akibatnya maknanya berubah.  2) Dramatisasi fakta palsu: dapat dilakukan dengan memberikan ilustrasi secara verbal, auditif ataupun visual yang berlebihan mengenai suatu objek.  3) Mengganggu privacy: hal ini dilakukan melalui peliputan yang menggar hal-hal pribadi narasumber.  4) Pembunuhan karakter: dilakukan dengan cara terus menerus menonjolkan sisi buruk individu/kelompok/organisasi tanpa menampilkan secara berimbang dengan tujuan membangun citra negatif yang menjatuhkan.  5) Eksploitasi seks: media menampilkan seks sebagai komoditas secara serampangan tanpa memerhatikan batasan norma dan kepatuhan  6) Meracuni pikiran anak-anak: eksploitasi kesadaran berpikir anak yang diarahkan secara tidak normal pada hal-hal yang tidak mendidik.  7) Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power): media menyalahgunakan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik dalam suatu praktik mass deception (pembogongan massa). Dampak negatif dari media berada dalam suatu bisnis yang bebas seperti
  • 42. Di luar kode etik jurnalistik yang telah disusun masing- masing organisasi wartawan. Dewan Pers menyusun Kode Praktik (Code of Practices) media sebagai upaya penegakan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur sendiri (self regulated).  Privasi  Diskriminasi  Akurasi  Liputan Kriminalitas  Pornografi  Sumber Rahasia  Hak Jawab dan Bantahan