1. Pemberitaan kasus Antasari oleh TV swasta dinilai melanggar kode etik jurnalistik karena hanya menggunakan satu sudut pandang dan sumber sekunder.
2. Pasal 3 tentang kewajiban menguji informasi, memberitakan secara berimbang, dan menerapkan asas praduga tak bersalah dilanggar.
3. Kasus lain terjadi di Surabaya dimana seorang wartawan mencantumkan wawancara palsu untuk meyakinkan publik
6. Apa Itu Kode?
Kode adalah tanda (kata-kata, tulisan) yg
disepakati untuk maksud tertentu (untuk
menjamin kerahasiaan berita, pemerintah,
dsb)
Apa itu Etik?
Etik adalah norma dan asas yg diterima oleh
kelompok tertentu sbg landasan tingkah
laku.
7. Apa itu Kode Etik?
Kode etik merupakan suatu bentuk aturan tertulis
yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada & dan pada saat
dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat
untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara umum dinilai menyimpang dari kode etik.
Panduan moral dan etika kerja yang disusun dan
ditetapkan organisasi profesi : dokter, pengacara,
guru, jurnalis dan lain – lain.
8. Apa itu jurnalistik?
Jurnalistik adalah adalah bidang profesi yang
mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian
dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya
dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian)
secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana
penerbitan yang ada
Apa itu Kode Etik Jurnalistik?
Kode Etik Jurnalistik adalah acuan moral yang
mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Kode Etik
Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke
organisasi lain, dari satu koran ke koran lain.
9. Memiliki pengertian yang
sama dengan istilah …
kode kehormatan, Deklarasi
Hak – Hak Dan Kewajiban,
piagam - piagam kewajiban
profesional, prinsip -
prinsip, standar dan lain –
lain.
10. Kode etik mempunyai sanksi yang bersifat moral
terhadap anggota kelompok tersebut
Daya jangkau suatu kode etik hanya tertuju kepada
kelompok yang mempunyai kode etik tersebut
Kode etik dibuat dan di susun oleh lembaga /
kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan
aturan organisasi itu dan bukan dari pihak luar.
11. memperlihatkan kepada publik suatu karya jurnalistik >>Kode etik ini
pula sebagai penuntun seorang wartawan dalam melakukan tugasnya,
baik dalam peliputan suatu berita atau menulis dan menyiarkan berita
tersebut.
Bidang ilmu >> menyajikan berita kepada masyarakat yang merunjuk
kepada aturan yang di patuhi atau di jadikan patokan dalam
mencari,menyusun,dan menyajikan berita.
Menimbang prinsip-prinsip dasar, nilai-nilai, kewajiban terhadap dirinya
dan kewajiban terhadap orang lain
Menentukan bagi dirinya sendiri bagaimana ia akan hidup, bagaimana ia
akan melaksanakan pekerjaan kewartawanannya, bagaimana ia akan
berpikir tentang dirinyasendiri dan tentang orang lain, bagaimana ia akan
berperilaku dan bereaksi terhadap orang-orang serta isu-isu di sekitarnya.
mengatur hubungan antaranggota untuk menumbuhkan kolektivitas dan
sifat eksternal mengatur hubungan kolektivitas dengan masyarakat luas.
Agar dapat berfungsi dengan semestinya
12. Alat control social, yaitu tidak hanya megatur
hubungan antara sesame anggota seprofesi, tetapi juga
dapat juga mengatur hubungan antara anggota
organisasi profesi tersebut dengan masyarakat.
Mencegah adanya control dan campur tangan pihak
lain, termasuk pemeritnah atau kelompok masyarakat
tertentu.
13. INDONESIA
Pertama kali KEWI
( Kode Etik Wartawan
Indonesia ) di rumuskan
di Bandung 1 September
1999
Kode Etik Jurnalistik
Indonesia tahun 2003
Kode Etik tahun 2006 =
pengganti KEWI tahun
2000
Kode Kehormatan
Internasional
Jurnalistik yang
diterima di Kongres
International
Federation of
Journalists di
Bordeaux, April 1954
Kode Berita PBB
INTERNASIONAL
14. Wartawan
Indonesia
bersikap
indepen-
den,
menghasil-
kan berita
yang
akurat,
berimbang
, dan tidak
beritikad
buruk.
Penafsiran
• a. Independen berarti memberitakan
peristiwa atau fakta sesuai dengan
suara hati nurani tanpa campur tangan,
paksaan, dan intervensi dari pihak lain
termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai
keadaan objektif ketika peristiwa
terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak
mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak
ada niat secara sengaja dan semata-
mata untuk menimbulkan kerugian
pihak lain.
15. Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas
sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau
penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan
keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara
berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber
dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan
hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat
dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi
bagi kepentingan publik.
16. Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck
tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan
kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang
berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi
seseorang.
17. Pasal 4
Wartawan
Indonesia
tidak
membuat
berita
bohong,
fitnah,
sadis, dan
cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah
diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai
hal yang tidak sesuai dengan fakta yang
terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang
dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal
belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku
secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis atau tulisan yang semata-mata untuk
membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari
arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.
18. Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang
menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang
lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16
tahun dan belum menikah.
19. Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi
dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan
yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi
yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi
tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang,
benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi.
20. Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan
identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran
berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data
dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa
menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari
narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
21. Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
22. Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber
tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah
sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi
kehidupan seseorang dan keluarganya
selain yang terkait dengan kepentingan
publik.
23. Pasal 10
Wartawan
Indonesia segera
mencabut,
meralat, dan
memperbaiki
berita yang
keliru dan tidak
akurat disertai
dengan
permintaan
maaf kepada
pembaca,
pendengar, dan
atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti
tindakan dalam waktu
secepat mungkin, baik
karena ada maupun
tidak ada teguran dari
pihak luar.
b. Permintaan maaf
disampaikan apabila
kesalahan terkait dengan
substansi pokok.
24. Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab
dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang
untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan
kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik
tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang
perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik
dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik
jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau
perusahaan pers.
25.
26. 1. Pernyataan Internasional ini diproklamasikan
sebagai ukuran bagi pegangan profesional
wartawan yang bekerja mengumpulkan,
mengirim, serta menyiarkan berita / informasi
dan melaporkan kejadian – kejadian.
2. Menghormati kebenaran dan hak masyarakat
pada Kebenaran adalah kewajiban utama
wartawan
27. 3. Dalam melakukan kewajibannya ini dia akan
membela prinsip dua sila : kebebasan dalam
mencari dan menyiarkan berita serta hak
memberikan komentar dan kritik yang layak
4. Wartawan hanya melaporkan apa yang sesuai
dengan fakta – fakta yang asal – usulnya
diketahuinya. Dia tidak akan menyembunyikan
informasi yang penting dan dia tidak akan
memalsukan dokumen – dokumen.
28. 5. Dia hanya menggunakan cara – cara yang
layak untuk mendapatkan berita, foto,
dan dokumen – dokumen.
6. Setiap informasi yang telah disiarkan dan
ternyata tidak benar akan dibetulkannya
dengan sebaik – baiknya.
7. Dia akan memegang teguh rahasia
pekerjaannya dalam hubungannya dengan
sumber berita yang didapatkannya
berdasarkan kepercayaan.
29. 8. Dia akan menganggap sebagai pelanggaran –
pelanggaran profesional yang besar hal –hal sebagai
berikut : plagiarisme, maki – makian, cercaan, tuduhan –
tuduhan palsu, dan penerimaan sogok untuk menyiarkan
atau tidak menyiarkan sesuatu.
9. Setiap wartawan yang layak mendukung nama ini
menganggap adalah menjadi kewajibannya untuk
mendukung prinsip – prinsip yang tersebut diatas. Di
dalam batas – batas hukum tiap – tiap negara, wartawan
mengakui dalam bidang – bidang profesionalnya hanya
yurisdiksi kolega - koleganya dan menolak setiap macam
campur tangan pemerintah atau orang lain.
(Di terima oleh Kongres International federation of
Journalists di Bordeaux, April 1954 – naskah ini dikutip
dari Mochtar Lubis , Pers dan Wartawan )
30.
31.
32.
33.
34. Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan
wanita bernama Rani oleh TV swasta
Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Pusat Tribuana Said, Selasa, saat diskusi Bedah Kasus Kode
Etik Jurnalistik di Gedung Dewan Pers, indikasi
pelanggaran tersebut dapat dilihat dari pemberitaan yang
kurang berimbang karena hanya menggunakan
pernyataan dari pihak kepolisian saja.
Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang
dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya
keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber
utama.
35. Pasal yang dilanggar oleh divisi berita TV
swasta dalam menyiarkan pemberitaan
Antasari – Rani adalah Pasal 3: Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas
praduga tak bersalah. Dalam kasus di atas,
wartawan TV One hanya menggunakan
pernyataan dari pihak kepolisian, tidak
menggunakan data dari narasumber
utama yaitu Antasari atau Rani.
36. Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya. Seorang
wartawan harian di Surabaya menurunkan berita hasil
wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Untuk
meyakinkan kepada publiknya, sang wartawan sampai
mendeskripsikan bagaimana wawancara itu terjadi. Karena
berasal dari sumber yang katanya terpercaya, hasil
wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian
masyarakat luas. Tetapi, belakangan terungkap, ternyata
wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak
pernah dilakukan sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala
itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara
saja sulit, apalagi memberikan keterangan panjang lebar
seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari harian
ini memang tidak pernah bersua dengan isteri orang yang
disangka teroris itu dan tidak pernah ada wawancara sama
sekali.
37. Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik
Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4.
Pasal 2 berbunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-
cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat
berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang
professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak
menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan
narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan
adalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang
dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini
merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media
untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan.
Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga
sudah tentu menjadi diragukan.
38. Ternyata tidak semua media jurnalistik di Indonesia telah
patuh pada Peraturan Dewan Pers tentang Kode Etik
Jurnalistik, semisal 2 televisi swasta dalam pemberitaan
sepakbola Nasional khususnya berkaitan dengan Tim
Nasional Sepak Bola Indonesia (Timnas Indonesia).
Seperti sudah diketahui bersama bahwa AFC dan FIFA
yang menyatakan bahwa Timnas Indonesia adalah
Timnas yang dikelola oleh Persatuan Sepakbola
Seluruh Indonesia (PSSI), ternyata hal ini disesatkan
oleh pemberitaan yang dilakukan oleh 2 televisi swasta
tersebut. Lebih parah lagi, 2 televisi swasta terkait
pemberitaan Bola Nasional ini diduga melanggar Kode Etik
Jurnailistik pasal 4 dalam penafsiran ayat (1) dan (2) yang
menyatakan bahwa:
39. Adanya pemberitaan yang menyatakan bahwa Timnas Indonesia
yang dibentuk oleh KPSI adalah Tim Nasional Sepakbola
Indonesia. Hal ini merupakan indikasi atas kebohongan dan
fitnah atas keberadaan dan posisi Timnas Indonesia yang sah
serta diakui oleh AFC/FIFA.
Adanya kebohongan dan fitnah pemberitaan yang menyatakan
dengan memberikan label kepada La Nyalla Mataliti sebagai
ketua umum PSSI hasil KLB di Ancol, padahal AFC maupun FIFA
tidak mengakui adanya KLB Ancol. AFC dan FIFA hanya
mengakui organisasi PSSI adalah yang dipimpin oleh Djohar
Arifin Husen.
Pemberitaan terkait poin 1 dan 2 ini hingga sekarang terus
dilakukan, terkahir kali pemberitaan ini adalah saat Kampiun
hari Minggu (23/9/12) yang menyatakan bahwa Timnas
Indonesia akan melanjutkan latihan di Australia dengan
melakukan latih tanding bersama Klub-klub lokal Australia.
40. Dalam Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers
melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-
DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan
Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode
Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers
menyatakan bahwa Penilaian akhir atas pelanggaran kode
etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas
pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi
wartawan dan atau perusahaan pers. Repotnya adalah jika
pelanggaran kode etik Jurnalistik ini didukung oleh
perusahaannya, hal ini berarti tidak akan mendapatkan
sanksi apapun. Oleh karenanya, seharusnya perusahaan
pers tetap memegang pada prinsip-prinsip jurnalistik yang
mencerdaskan bangsa, menyampaikan pemberitaan yang
benar, obyektif, dan sesuai fakta yang ada serta landasan
moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional
dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas serta profesionalisme.
41. 1) Distorsi informasi: lazimnya dengan menambah atau mengurangi
informasi, akibatnya maknanya berubah.
2) Dramatisasi fakta palsu: dapat dilakukan dengan memberikan
ilustrasi secara verbal, auditif ataupun visual yang berlebihan mengenai
suatu objek.
3) Mengganggu privacy: hal ini dilakukan melalui peliputan yang
menggar hal-hal pribadi narasumber.
4) Pembunuhan karakter: dilakukan dengan cara terus menerus
menonjolkan sisi buruk individu/kelompok/organisasi tanpa
menampilkan secara berimbang dengan tujuan membangun citra
negatif yang menjatuhkan.
5) Eksploitasi seks: media menampilkan seks sebagai komoditas
secara serampangan tanpa memerhatikan batasan norma dan
kepatuhan
6) Meracuni pikiran anak-anak: eksploitasi kesadaran berpikir anak
yang diarahkan secara tidak normal pada hal-hal yang tidak mendidik.
7) Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power): media
menyalahgunakan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik
dalam suatu praktik mass deception (pembogongan massa). Dampak
negatif dari media berada dalam suatu bisnis yang bebas seperti
42. Di luar kode etik jurnalistik yang telah disusun masing-
masing organisasi wartawan. Dewan Pers menyusun Kode
Praktik (Code of Practices) media sebagai upaya penegakan
independensi serta penerapan prinsip pers mengatur
sendiri (self regulated).
Privasi
Diskriminasi
Akurasi
Liputan Kriminalitas
Pornografi
Sumber Rahasia
Hak Jawab dan Bantahan