Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) Dokumen tersebut membahas etika bisnis dalam industri farmasi dan strategi pemasarannya, termasuk masalah kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi yang menyebabkan harga obat tinggi; (2) Dokumen tersebut menganalisis prinsip-prinsip etika bisnis dan masalah etika dalam strategi pemasaran obat, serta memberikan kesimpulan dan saran untuk menerapkan etika bisnis yang berkelanjut
2. Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang
benar dan salah. Etika bisnis sangatlah diperlukan setiap perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya. Etika bisnis memberikan kebebasan dan tanggung
jawab kepada pelaku bisnis atau perusahaan yang diterapkan dalam
kebijakan, instuisi dan perilaku bisnis. Penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui apakah pelaku bisnis atau perusahaan melakukan atau
menjalankan etika bisnis.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa masih banyak perusahaan atau
pelaku bisnis yang masih melanggar etika bisnis atau tidak menggunakan
prinsip-prinsip etika bisnis. Pelaku bisnis yang melanggar etika bisnis
tersebut hanya berorientasi pada keuntungan yang maksimal dan
menguasai pangsa pasar, sehingga merugikan banyak pihak.
Abstrak
3. Kebutuhan konsumen akan obat yang berkualiatas untuk kesehatan yang terus bertambah menuntut penyediaannya yang semakin
banyak pula. Hal ini dipicu dengan meningkatnya kesadaran manusia akan pentingnya kesehatan bagi masyarakat pada masa
sekarang ini. Keadaan tersebut juga didorong oleh meningkatnya tingkat kesejahteraan hidup manusia sehingga tingkat permintaan
terhadap kebutuhan obat yang berkualiatas meningkat pula. Begitulah fenomena ditengah masyarakat yang kemudian dijustifikasi,
mahalnya harga obat adalah hal yang lumrah dan wajar, tanpa berusaha menggali benang merah akar permasalahan dan mencari
solusinya kebenaran itu. Naifnya lagi, pemikiran ini juga ada pada mereka-mereka yang menerima amanah rakyat untuk mengurus
masalah kesehatan di negeri ini.
Dibalik kegiatan itu, rumah sakit diminta menggunakan produk dari industri farmasi yang menyumbang sejumlah dana tersebut.
Kolusi dengan dokter dilakukan oleh seorang medical representative (Medrep) dimana fungsi awalnya adalah melakukan edukasi
obat ethical industri farmasi nya kepada rumah sakit maupun apotik. Namun fungsi itu semakin bergeser dimana Medrep juga
ditugaskan oleh industri farmasi untuk melakukan pendekatan kepada dokter. Pendekatan itu dilakukan dengan tujuan agar dokter
mau menggunakan obat mereka dengan cara me-resep-kan jenis obat sesuai dengan penyakit si pasien tetapi dengan merk-merk
tertentu dan sebagai imbalannya bila memenuhi target dokter akan diberi sesuatu materi tertentu. Otomatis dengan aktifitas
tersebut, biaya yang dikeluarkan akan diperhitungkan di dalam harga obat, sehingga harga obat semakin melambung tinggi.
1. Latar Belakang Masalah
4. Keraf, (1993:66) : Etika bisnis merupakan etika khusus (terapan) yang
pada awalnya berkembang diAmerika Serikat.
Sebagai cabang filsafat terapan, Etika Bisnis menyoroti segi – segi moral
perilaku manusia yang mempunyai profesi dibidang bisnis dan
manajemen. Oleh karena itu, Etika Bisnis dapat dilihat sebagai usaha
untuk merumuskan dan menerapkan prinsip – prinsip etika di bidang
hubungan ekonomi antar manusia.
2. LANDASAN TEORI
5. Prinsip – Prinsip Etika Bisnis
Menurut Sonny Keraf prinsip – prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
Prinsip otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
Prinsip kejujuran, terdapat tiga lngkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan
secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak
didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat – syarat
perjanjian dan kontra. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa
dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja
intern dalam suatu perusahaan.
Prinsip keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai
dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional objektif, serta dapat
dipertanggung jawabkan.
Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) menuntut agar bisnis
dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.
6. Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam
mempelajari etika bisnis yaitu :
Menanamkan atau meningkatkan kesadaran akan adanya demensi
etis dalam bisnis.
Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada,
meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan
ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh
keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan
ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi
dan bisnis, serta membantu pelaku bisnis/calon pebisnis dalam
menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika
diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental
rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
Membantu pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap
moral yang tepat didalam profesinya (kelak).
7. Strategi Pemasaran dalam Bisnis Industri Farmasi
ditinjau dari Sudut Pandang Etika
A. Perusahaan farmasi yang menjalankan etika bisnis secara berkelanjutan
sebenarnya akan memiliki beberapa keuntungan, antara lain
Bisnis ini akan meet demands of business stake holder, dimana bisnis farmasi harus
dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak yang terkait yang
berkepentingan (stakeholders) dijamin, diperhatikan, dan dihargai.
Dalam etika bisnis sebagai enchance business performance, dimana perusahaan yang mampu
mengakomodir etika bisnis secara berkelanjutan maka akan meningkatkan kualitas
karyawan, meningkatkan penjualan dan mendapatkan loyalitas konsumen.
Comply with regal requirements, etika bisnis seringkali juga menjadi kebutuhan standar
standar hukum suatu perusahaan
Prevent or minimize harm, dimana bisnis farmasi tidak boleh melakukan kesalahan yang
dapat merugikan masyarakat, berbagai pihak yang berinteraksi dengan perusahaan dan
lingkungan sekitar.
Promote personal morality, dimana bisnis setiap orang memiliki persepsi dan pandangan
yang berbeda – beda dalam hal etika
8. B. Analisa Problem Etika di Bisnis, ada metoda penalaran
etika yang dapat digunakan untuk tujuan analisa
strategi pemasaran obat di tinjau dari sudut pandang
etika.
Etika Moralitas,
Hak-hak Manusia
Keadilan
9. Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber
dari buku yang berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan
penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan
data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang
diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah
ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh
dari berbagai sumber seperti buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
3. Metode Pengumpulan Data
10. Menurut Clarkson (1996), Industri farmasi merupakan salah satu industri
yang paling menguntungkan. Industri ini menduduki rangking – 4 setelah
industri software,perminyakan dan makanan yang paling menguntungkan.
Industri farmasi yang paling untung adalah mampu menemukan jenis obat
baru yang disebut obat paten karena oleh undang-undang internasional
dilindungi hak patennya tidak boleh di copy oleh industri farmasi lainnya
selama 17 sampai 25 tahun. Jadi penemu obat baru tersebut dapat melakukan
monopoli dan harga bisa ditentukan oleh produsen tersebut.
4. Pembahasan
11. Guru besar farmakologi dari Universitas Gajah Mada, Iwan Dwiprahasto, mengatakan
nilai bisnis obat yang fantastis membuat perusahan farmasi berlomba memberikan hadiah
dan komisi kepada para dokter. Dana buat men-“servis” dokter bisa mencapai 45% dari
harga obat.Akibatnya, harga obat menjadi mahal.
Padahal perusahaan farmasi lokal tidak pernah melakukan riset obat. Produksi lokal
kebanyakan obat generik, yaitu obat yang telah usai masa patennya. Obat generik pun
dikasih merek terkenal atau “me too” agar harganya menjadi melambung. Limpahan
hadiah dari perusahan farmasi berdatangan kepada para dokter yang membuat resep
produk obat “me too” daripada generik.
Begitulah fenomena ditengah masyarakat yang kemudian dijustifikasi, mahalnya harga
obat adalah hal yang lumrah dan wajar, tanpa berusaha menggali benang merah akar
permasalahan dan mencari solusinya kebenaran itu. Naifnya lagi, pemikiran ini juga ada
pada mereka-mereka yang menerima amanah rakyat untuk mengurus masalah kesehatan
di negeri ini.Adanya kolusi dokter dan perusahaan farmasi menjadi penyebab mahalnya
harga obat dinegeri ini. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balibang) – Departemen
Kesehatan RI dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensinyalir mahalnya harga obat di
Indonesia 200 kali lipat dari harga obat di pasaran dunia (Sumber Liputan 6 SCTV tgl. 23
Juli 2007
12. Dalam kode etik kedokteran Indonesia semua dokter dilarang
membuat keputusan medis di bawah pihak lain dan dilarang
menerima upeti dari resep obat. Peraturan Kementerian
Kesahatan Nomor 14Tahun 2014 tentang Gratifikasi dan
Undang-Undang Nomor 20Tahun 2001 tentangTindak
Korupsi sudah jelas bisa menjerat mereka. Pemerintah tinggal
bertindak tegas terhadap para dokter dan rumah sakit
penerima uang dari perusahaan farmasi.
Pemerintah harus melindungi rakyat dari kebohongan bisnis
obat. Para dokter dan perusahan farmasi mendapatkan
untung, sedang rakyat yang membutuhkan obat teriak
kesakitan karena harga obat mahal.
13. Dari hasil pengamatan, niat, kemauan atau gagasan untuk berkolusi bukan hanya datang
dari perusahaan farmasi, ada kalanya atas permintaan dokter. Perusahaan farmasi
memproduksi obat bermerek (paten) untuk dijual. Sedang dokter punya kewenangan
menentukan obat. Dengan cara itu perusahaan farmasi berkepentingan obatnya laku
terjual. Uniknya, cara-cara pemasaran obat oleh perusahaan farmasi dilakukan dengan
system„detailing‟, dimana perusahaan farmasi melalui jaringan distributor melakukan
pendekatan tatap muka dengan dokter yang berpraktek di rumah sakit ataupun praktek
pribadi. Kegiatan detailing ini mempunyai berbagai nuansa, termasuk adanya komunikasi
untuk mendapatkan situasi yang saling menguntungkan antara dokter dan perusahaan
farmasi. Dan dalam komunikasi inilah terbuka kemungkinan terjadinya kolusi dokter
dengan perusahaan farmasi.
Demikian sebaliknya, dokter punya kepentingan terhadap imbalan/komisi dari
perusahaan farmasi atas penjualan obat yang diresepkan. Dari sinilah kemudian lahir
permufakatan dokter dengan perusahaan farmasi yang dikenal dengan kolusi atau
conpiracy of silent.Yang berperan aktif menggalang permufakatan ini adalah para detailer
atau Marketing Representatif/MR
Dari uraian diatas semangkin jelas bahwa kolusi perselingkuhan ini menyebabkan harga
obat merek/paten yang selama ini dikonsumsi konsumen Indonesia menjadi sangat mahal
melebihi harga obat diluar negeri, mungkin lebih mahal dari harga obat di Bangladesh
atauTimorTimur sekalipun.
14. A. Kesimpulan
Sebagai pelaku usaha dalam kasus ini etika dalam berbisnis itu sangat penting supaya para
wirausaha mengetahui etika-etika dalam berbisnis. Seperti yang telah dibahas pada kasus
diatas, itu termasuk ke dalam pelanggaran etika bisnis.
Etika diharapkan mampu memberikan manfaat yang berarti bagi pelaku usaha, sehingga
diharapkan etika dapat mendorong dan mengajak untuk bersikap kritis dan rasional dalam
mengambil keputusan serta dapat dipertanggung jawabkan. Etika di harapkan mampu
mengarahkan pelaku usaha untuk berkembang menjadi masyarakat yang tertib, teratur,
damai dan sejahtera dengan mentaati norma – norma yang berlaku demi ketertiban dan
kesejahteraan sosial. Setiap pelanggaran yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja
harus diselesaikan menurut kode etik yang berlaku.
KESIMPULAN DAN SARAN
15. B. Saran
Komitmen top management dan Lini Manager di bawahnya dalam perusahaan farmasi adalah kunci
dalam perusahaan dimana mereka adalah pembuat keputusan yang akan dijalankan para pegawai,
dimana keputusan ini mempengaruhi tidakan pegawai, apakah pegawai akan melakukan tindakan
yang melanggar etika atau tidak. Oleh karena itu moral pengambil keputusan harus dibangun
sehingga dapat lebih bertanggung jawab dalam mengambil keputusan-keputausan dalam perusahaan
farmasi. Selain itu medical representative sebagai ujung tombak dalam pemasaran produk farmasi
juga harus dibangun kepribadiannya sehingga memiliki integritas yang tinggi, berdedikasi, dan jujur.
Membangun kepribadian dapat dilakukan dengan training-training mengenai moralitas serta
penyampaian komitmen dan kebijakan dari pengambil keputusan dalam menjalankan bisnisnya.
Making ethics juga harus melibatkan pihak regulator atau Badan POM dan Kementerian Kesehatan
yang bisa melakukan Law enforcement apabila terjadi penyimpangan terhadap etika dengan sanksi
yang jelas seperti menjalankan Peraturan Pemerintah 51 Pasal 24Tahun 2009 dimana pemberian
wewenang kepada apoteker untuk mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang lebih
murah tetapi memiliki kemanjuran yang sama dengan persetujuan dokter dan atau pasien. Dengan
adanya kolaborasi antara dokter dan apoteker diharapkan dapat mengurangi pelanggaran etika yang
terjadi dan masyarakat semaikin diuntungkan.
16. Daftar Pustaka
K.Bertens. 2004. Etika Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Sonny,
Keraf. 1993. Etika BisnisTuntutan dan Relevansinya. Jakarta : Pustaka Filsafat
http://eprints.undip.ac.id/39370/1/SAFITRI.pdf
Suryana. 2003. Kewirausahaan:Pedoman Praktis,Kiat dan Proses Menuju Sukses.
Jakarta: Salemba Empat
Harmono, 2012.
https://gerakankonsumenmks.wordpress.com/2013/07/06/kerjasama-
dokter-dengan-perusahaan-farmasi-melanggar-kode-etikkah/. (11 April
2017, 22.00).
Khaiatu,2017.http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article
/viewFile/16505/16497 (11 April 2017, 22.35)
Barakuda, 2013,
http://rendyherlambang.blogspot.co.id/2013/11/prinsip-gcg-beserta-
implementasinya.html (11 April 2017, 22.00).