SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  13
Télécharger pour lire hors ligne
2. Matematika Termodinamika Page 1
BAB II
MATEMATIKA TERMODINAMIKA
A. DIFERENSIAL PARSIAL
Persamaan diferensial parsial selalu melibatkan hubungan antar koordinat variabel.
Dalam termodinamika, kita biasanya menggunakan tiga variabel (p, v, T) untuk meng-
gambarkan keadaan dari satu mol suatu sistem. Sebelum kita mendefinisikan persamaan
diferensial dalam termodinamika, ada baiknya kita mulai dari kalkulus.
Misalkan, dalam suatu hubungan antara tiga koordinat matematika (x, y, z), kita
bisa menuliskan suatu persamaan yang dapat menggambarkan ketiga koordinat variabel
tersebut.
0
)
,
,
( 
z
y
x
f ...(2.1)
Ketiga variabel koordinat tersebut dihubungkan oleh satu persamaan. Hal itu
menunjukkan bahwa dari ketiga variabel tersebut, yang menjadi variabel bebas adalah
hanya dua variabel dan variabel lainnya menjadi variabel tak bebas. Berdasarkan
persamaan (2.1) kita dapat membayangkan jika x merupakan fungsi y dan z, y merupakan
fungsi x dan z, dan z merupakan fungsi x dan y.
Misalkan kita pilih untuk mendefinisikan )
,
( y
x
f
z  atau )
,
( y
x
z
z  , kita bisa
menuliskan sebagai berikut
dy
y
z
dx
x
z
dz 


















 ...(2.2)
Definisi dalam sistem termodinamika sedikit berbeda dengan definisi secara
matematika. Perbedaan itu terletak pada sistem termodinamika, variabel yang berlaku
sebagai tetapan dicantumkan sebagai indeks.
dy
y
z
dx
x
z
dz
x
y



















 ...(2.3)
Berdasarkan persamaan (2.2) kita bisa mendefinisikan untuk variabel x maupun y
dengan cara yang sama.
dz
z
x
dy
y
x
dx
y
z



















 ...(2.4)
2. Matematika Termodinamika Page 2
Apabila kita mensubtitusikan persamaan (2.4) ke dalam persamaan (2.3) akan
diperoleh
dy
y
z
dz
z
x
dy
y
x
x
z
dz
x
y
z
y















































dy
y
z
y
x
x
z
dz
z
x
x
z
x
z
y
y
y































































1 ...(2.5)
Variabel bebas dalam persamaan (2.5) adalah variabel y dan z, sehingga bisa diisi
dengan nilai berapapun. Misalkan 0

dy dan 0

dz , ruas kanan menjadi nol dan ruas kiri
haruslah nol. Oleh karena ruas kiri merupakan variabel z, di mana 0

dz , maka variabel di
dalam kurung yang harus memiliki nilai nol. Persamaan (2.5) menjadi sebagai berikut.
0
1 

























y
y z
x
x
z
1

















y
y z
x
x
z
y
y
z
x
x
z
















 1
...(2.6)
Sekarang jika 0

dz dan 0

dy , maka ruas kiri menjadi nol dan ruas kanan harus
nol. Oleh karena ruas kanan merupakan variabel y, di mana 0

dy , maka variabel di
dalam kurung yang harus memiliki nilai nol. Persamaan (2.5) menjadi sebagai berikut.
0






























x
z
y y
z
y
x
x
z
x
x
z
y
z
y
y
z
y
x
x
z







































 1
1




























x
z
y z
y
y
x
x
z
...(2.7)
Persamaan (2.7) dapat pula kita nyatakan dalam bentuk lain sebagai berikut.
y
x
z
x
z
z
y
y
x



























 1
2. Matematika Termodinamika Page 3
y
x
z
x
z
y
z
y
x






























...(2.8)
Setelah kita mendapatkan definisi variabel-variabel koordinat dalam bentuk
matematika, sekarang kita dapat menggunakannya untuk menyatakan keadaan sistem
termodinamika. Sistem termodinamika dapat dinyatakan dengan persamaan (2.6), (2.7),
dan (2.8).
T
T
p
v
v
p


















 1
...(2.9)
1




























v
p
T p
T
T
v
v
p
...(2.10)
v
p
T
p
T
v
T
v
p




























...(2.11)
Apabila ingin mencari diferensial variabel yang lain dapat diperoleh dengan cara
yang sama seperti yang telah kita lakukan sebelumnya. Adapun variasi untuk variabel-
variabel yang lain diperoleh sebagai berikut.
v
v
p
T
T
p


















 1
...(2.9a)
T
T
v
p
p
v


















 1
...(2.9b)
p
p
T
v
v
T
















 1
...(2.9b)
1




























T
p
v p
v
v
T
T
p
...(2.10a)
1




























p
v
T
v
T
T
p
p
v
...(2.10b)
2. Matematika Termodinamika Page 4
1




























v
T
p T
p
p
v
v
T
...(2.10c)
T
p
v
p
v
T
v
T
p




























...(2.11a)
p
v
T
v
T
p
T
p
v






























...(2.11b)
v
T
p
T
p
v
p
v
T


























...(2.11c)
Ketergantungan variabel dalam sistem termodinamika pada variabel bebas
seringkali tidak dapat dinyatakan secara eksplisit. Oleh karena itu, dapat digunakan
persamaan (2.9) atau (2.11). Namun, apabila ketiga variabel tidak dapat dinyatakan secara
eksplisit, maka kedua persamaan tersebut tidak dapat dipakai.
Definisi untuk ketiga variabel tersebut, kita awali dengan matematika persamaan
(2.1). apabila persamaan (2.1) dideferensialkan, maka diperoleh persamaan berikut.
0
,
,
,























 dz
dz
df
dy
dy
df
dx
dx
df
df
y
x
x
z
z
y
...(2.12)
Jika nilai z tetap atau 0

dz , maka penjumlahan diferensial dx dan dy adalah nol.
z
x
z
z
z
y
dy
dy
df
dx
dx
df
,
,
















...(2.13)
Persamaan (2.13) dapat dinyatakan
x
z
z
y
z
dy
df
dx
df
x
y
,
,
























...(2.14)
2. Matematika Termodinamika Page 5
Adapun untuk
y
z
x








dan
x
y
z










dapat diperoleh dengan menganalogikan
persamaan (2.14). Sistem termodinamika dapat dinyatakan dengan menggunakan
persamaan (2.14) untuk ketiga variabelnya sebagai berikut.
T
V
p
T
T
dp
df
dV
df
V
p
,
,
























...(2.14a)
p
T
V
p
p
dV
df
dT
df
T
V
,
,






















...(2.14b)
V
p
T
V
V
dT
df
dp
df
p
T
,
,


























...(2.14c)
B. PENERAPAN DIFERENSIAL PARSIAL DALAM SISTEM TERMODINAMIKA
Persamaan-persamaan yang telah kita peroleh dapat diterapkan dalam sistem
termodinamika dan dibuktikan kebenarannya. Persamaan untuk gas sempurna adalah
RT
pV  dapat diuji kebenarannya dengan menngunakan persamaan-persamaan
tersebut di atas.
v
p
v
RT
v
p
T












2
...(2.15)
p
v
p
RT
p
v
T














2
...(2.16)
Persamaan (2.15) dan (2.16) merupakan persamaan kebalikan sama seperti yang
dinyatakan oleh persamaan (2.9). Persamaan (2.10) juga dapat dibuktikan kebenarannya
dengan cara mengalikan nilai dari masing-masing variabel berikut yang akan memperoleh
nilai -1.
R
v
p
T
p
R
T
v
v
p
v
p
v
p
T






























;
; ...(2.17)
2. Matematika Termodinamika Page 6
Persamaan (2.11) dengan cara yang sama akan dapat dibuktikan kebenarannya.
Seperti pada persamaan Van der Waals, dalam menghitung suatu variabel kita harus
menentukan besar kedua variabel lainnya. Menghitung
p
T
v








sebelumnya kita harus
mencari nilai
v
T
p








dan
T
v
p








terlebih dahulu. Persamaan Van der Waals diubah menjadi
berikut.
2
v
a
b
v
RT
p 


  3
2
2
;
v
a
b
v
RT
v
p
b
v
R
T
p
T
v






















 
 
 2
3
3
3
2
2
2 b
v
a
RTv
v
b
v
R
v
a
b
v
RT
b
v
R
T
v
p 
















...(2.18)
Selain menggunakan cara di atas, kita dapat pula menentukan
p
T
v








dengan
menggunakan persamaan (2.14b). Secara umum persamaan gas Van der Waals ditulis
sebagai berikut.
0
)
,
,
( 
T
v
p
f
  0
2









 RT
b
v
v
a
p ...(2.19)
Nilai
p
T
v








akan kita tentukan dengan menggunakan persamaan (2.14b) dan kita
memperoleh hasil sebagai berikut.
  












































3
2
,
,
2
v
a
b
v
v
a
p
R
v
f
T
f
T
v
p
T
v
p
p
 
 2
3
3
2 b
v
a
RTv
v
b
v
R
T
v
p 











...(2.20)
2. Matematika Termodinamika Page 7
C. DIFERENSIAL EKSAK DAN TAK EKSAK
Pembahasan selanjutnya kita tinjau suatu fungsi dari variabel-variabel x, y, dan z
dengan hubungan  
y
x
f
z ,
 . Diferensial terhadap fungsi tersebut adalah sebagai
berikut.
dy
y
z
dx
x
z
dz
x
y




















   dy
y
x
N
dx
y
x
M
dz ,
, 
 ...(2.21)
Apabila fungsi tersebut merupakan fungsi yang benar-benar ada, z beserta turunan-
turunannya kontinyu, dan memenuhi hubungan berikut maka dz disebut dengan
diferensial eksak.
y
x
x
N
y
M



















...(2.22)
Diferensial eksak yang diintegralkan niainya bergantung pada batas integral awal
dan akhir, tidak bergantung pada urutan atau jalan yang dilalui. Oleh sebab itulah, jika
dalam sistem tertutup (lintasan tertutup) dengan kata lain keadaan akhir kembali ke
keadaan awal, maka integral dari fungsi tersebut adalah nol.
Dalam termodinamika, fungsi keadaan dinyatakan dengan fungsi dari variabel p, V,
dan T. Nilai dari ketiga variabel tersebut bergantung pada keadaan sistem. Pada keadaan
setimbang ketiga variabel tersebut memiliki nilai tertentu. Diferensial dari fungsi tersebut
merupakan diferensial eksak, karena hanya ditentukan oleh keadaan awal dan akhir
sistem.
Selain ketiga variabel tersebut, dalam termodinamika juga dikenal variabel panas Q
dan kerja W. Keduanya merupakan variabel yang bukan merupakan fungsi keadaan. Oleh
karena itu, dalam keadaan yang setimbang tidak dapat dinyatakan besar nilai Q dan W.
Kedua besaran tersebut hanya akan keluar pada saat terjadinya proses perubahan sistem
dari keadaan satu ke keadaan yang lain. Apabila diintegralkan juga akan bergantung
jalannya lintasan (prosesnya), sehingga bukan merupakan diferensial eksak. pengertian
dari dQ dan dW bukanlah diferensial dari kedua variabel tersebut, melainkan hanya
sebagian kecil dari Q atau W yang dibutuhkan atau muncul pada proses tak terhingga
kecil.
2. Matematika Termodinamika Page 8
Untuk menghilangkah kebingungan antara diferensial eksak dan tak eksak,
digunakan simbol diferensial yang berbeda, d untuk diferensial eksak dan δ untuk
diferensial tak eksak. suatu diferensial eksak diintegralkan dalam sistem tertutup akan
menghasilkan nilai nol, tetapi tidak untuk diferensial tak eksak.
0
;
0
;
0 

 

 dT
dV
dp ...(2.23)
0
;
0 
 
 W
Q 
 ...(2.24)
Suatu diferensial tak eksak akan berubah menjadi diferensial eksak ketika kita
membaginya dengan suatu fungsi dari salah satu variabel bebas (penyebut
pengintegralan). Sebagai contoh diferensial tak eksak dy
x
dx
y
dz 
 bisa kita ubah
menjadi diferensial eksak. Persamaan diferensial tersebut tak eksak sebab
y
x
x
x
y
y




















. Apabila kita membagi dengan x2
, maka akan diperoleh
dy
x
x
dx
x
y
x
dz
2
2
2


dy
x
dx
x
y
x
dz 1
2
2

 ...(2.25)
Persamaan (2.25) merupakan persamaan diferensial eksak sebab memenuhi
persamaan (2.22) yaitu 2
2
1
1
x
x
 .
D. HUBUNGAN ANTARA DIFERENSIAL PARSIAL
Energi dalam u dari suatu sistem diketahui sebagai fungsi keadaan. Misalkan
variabel-variabel yang menyatakan fungsi dari energi dalam u adalah  
z
y
x ,
, dapat
ditulis dengan  
z
y
x
u
u ,
,
 . Dari fungsi tersebut dapat diketahui yang menjadi variabel
bebas hanya dua variabel. Misalkan kita pilih satu fungsi  
y
x
u
u ,
 , kita memperoleh
diferensial dari fungsi tersebut du sebesar
dy
y
u
dx
x
u
du
x
y



















 ...(2.26)
Variabel x merupakan fungsi dari kedua vaiabel yang lain (y dan z), sehingga
dz
z
x
dy
y
x
dx
y
z



















 ...(2.27)
2. Matematika Termodinamika Page 9
Substitusi persamaan (2.46) ke persamaan (2.45) diperoleh persamaan
dy
y
u
dz
z
x
dy
y
x
x
u
du
x
y
z
y















































dz
z
x
x
u
dy
y
u
y
x
x
u
du
y
y
x
z
y 





























































 ...(2.28)
Fungsi u juga merupakan fungsi y dan z atau  
z
y
u
u ,
 , sehingga diferensialnya
dz
z
u
dy
y
u
du
y
z



















 ...(2.29)
Perhatikan persamaan (2.28) dan persamaan (2.29). Kedua persamaan tersebut
identik, sehingga diperoleh hubungan berikut.
y
y
y z
x
x
u
z
u

























...(2.30)
x
z
y
z
y
u
y
x
x
u
y
u








































...(2.31)
Persamaan (2.30) dan (2.31) dapat diterapkan untuk sistem  
T
V
p ,
, dan diperoleh
persamaan-persamaan berikut.
v
v
v
p
T
T
u
p
u





























...(2.30a)
T
T
T V
p
p
u
V
u



























...(2.30b)
p
p
p T
V
V
u
T
u

























...(2.30c)
T
v
p
v
p
u
p
T
T
u
p
u








































...(2.31a)
p
T
v
T V
u
V
p
p
u
V
u




































...(2.31b)
V
p
T
p T
u
T
V
V
u
T
u


































...(2.31c)
2. Matematika Termodinamika Page 10
E. KOEFISIEN MUAI VOLUME DAN KOMPRESIBILITAS ISOTERMIK
Koefisien muai volume untuk suatu sistem zat sebanya N mol dinyatakan dalam
persamaan (2.32) dan (2.33) untuk satu mol zat.
p
T
V
V









1
 ...(2.32)
p
T
v
v









1
 ...(2.33)
Volume yang dinyatakan dengan huruf besar seperti pada persamaan (2.32)
merupakan volume total zat. Sedangkan volume dengan huruf kecil pada persamaan
(2.33) adalah volume jenis atau volume per mol zat. Nilai perubahan volume terhadap
suhu pada gas sempurna adalah
p
R
T
v
p









. Besar nilai koefisien volume untuk gas
sempurna dapat dinyatakan sebagai berikut.
T
p
R
v
1
1


 ...(2.34)
Besar nilai koefisien volume untuk gas Van der Waals dapat dinyatakan sebagai
berikut.
 
 
 
 2
3
2
2
3
3
2
2
1
b
v
a
RTv
b
v
Rv
b
v
a
RTv
v
b
v
R
v 







 ...(2.35)
Berdasarkan kedua persamaan yang telah kita peroleh, dapat diketahui bahwa
satuan untuk koefisien muai volume adalah K-1
.
Kita tinjau suatu sistem dengan keadaan di mana berada pada proses isobarik
dengan penyimpangan keadaan awal dan akhir yang hanya sedikit. Misalkan pada
keadaan awal keadaan ditentukan oleh suhu T dan volume V. Keadaan kedua ditentukan
oleh suhu dT
T  dan volume dV
V  . Kedua keadaan terjadi padaan tekanan tetap.
Koefisien muai volume sistem adalah sebagai berikut.
p
p
p
p
dT
V
dV
dT
dV
V


1
 ...(2.36)
p
p
p
p
dT
v
dv
dT
dv
v


1
 ...(2.37)
2. Matematika Termodinamika Page 11
Koefisien muai volume dapat dinyatakan sebagai nilai limit dari perubahan volume
per satuan perubahan suhu pada tekanan tetap. Koefisien muai volume rata-rata 
dalam selang suhu antara 1
T dan 2
T adalah
 
p
p
T
V
V
T
T
V
V
V






1
1
2
1
1
2
1
 ...(2.38)
Berdasarkan persamaan (2.38) dapat kita ketahui bahwa koefisien muai volume
merupakan fungsi dari suhu dan tekanan. Ketika suhu mendekati 0 K nilai koefisien ini
mendekati nol. Keadaan ini terbukti untuk beberapa logam seperti tembaga. Koefisien
muai raksa berubah terhadap tekanan pada suhu tetap 0 ºC, namun perubahannya
sangat kecil bahkan untuk tekanan sebesar 7000 atm.
Air pada suhu 4 ºC memiliki rapat massa (massa jenis) maksimum dan rapat volume
(volume jenis) minimum. Pada suhu antara 0 ºC dan 4 ºC volume jenis air akan menurun
seiring naikknya suhu, sehingga koefisien muai volume adalah negatif dan nol pada suhu
4 ºC. Koefisien linear zat α dihubungkan dengan koefisien muai volume β oleh persamaan
berikut.

 3
 ...(2.39)
Dalam termodinamika dikenal istilah kompresibilitas isotermik (isoterm
comprecibility) κ yang didefinisikan sebagai berikut
T
p
V
V 











1
 ...(2.40)
T
p
v
v 











1
 ...(2.41)
Tanda negatif menunjukkan bahwa volume selalu berkurang terhadap kenaikan
tekanan pada suhu tetap. Satuan dari kompresibilitas isotermik adalah Pa-1
atau m2
/N.
Kompresibilitas isotermik dan kompresibilitas isotermik rata-rata untuk gas
sempurna adalah berikut.
p
p
RT
v
1
1
2












 ...(2.42)
T
T
p
V
v 



1
 ...(2.43)
2. Matematika Termodinamika Page 12
Kompresibilitas isotermik untuk gas Van der Waals ditentukan dengan persamaan
(2.9) atau (2.11) atau (2.14b).
 
 2
3
2
2
2 b
v
a
RTv
b
v
v




 ...(2.44)
Adapun untuk zat cair dan zat padat, β dan κ tidak dapat ditentukan persamaan
keadaannya, melainkan harus melalui suatu eksperimen. β dan κ merupakan fungsi dari
tekanan dan suhu.
)
,
( T
p

  dan )
,
( T
p

 
Apabila kita tinjau suatu sistem T
V
p ,
, dan memilih )
,
( T
p
V
V  , maka kita peroleh
diferensial dV berikut.
dp
p
V
dT
T
V
dV
T
p



















 ...(2.45)
dp
V
dT
V
dV 
 
 ...(2.46)
Jika β dan κ telah diketahui lewat eksperimen dan merupakan fungsi dari tekanan
dan suhu, maka persamaan keadaannya dapat diketahui dengan pengintegralan.
Misalkan untuk suatu gas dengan tekanan yang rendah telah diketahui nilai β dan κ
sebesar
T
1

 dan
p
1

 , maka diperoleh persamaan berikut.
p
dp
V
T
dT
V
dV 

0



p
dp
T
dT
V
dV
...(2.47)
Dengan mengintegralkan persamaan (2.47) akan diperoleh nilai
C
p
T
V ln
ln
ln
ln 


C
T
pV
 ...(2.48)
Misalkan nilai dari tetapan itu sebesar nR, maka persamaan (2.48) merupakan
persamaan dari keadaan gas sempurna. Sekarang misalkan kita mengintegralkan
persamaan (2.46) dari keadaan  
i
i
i T
V
p ,
, ke keadaan  
f
f
f T
V
p ,
, , kita akan memperoleh
persamaan berikut.


 



f
i
f
i
f
i
p
p
T
T
i
f
V
V
dp
V
dT
V
V
V
dV 
 ...(2.49)
2. Matematika Termodinamika Page 13
Perubahan terhadap volume untuk zat cair dan zat padat adalah kecil sangat kecil
jika dibandingkan dengan zat gas. Oleh karena itu, perubahan volume untuk zat cari dan
zat padat dapat dianggap nol atau nilai i
f V
V  . Hal lain yang harus diperhatikan juga
adalah bahwa nilai untuk β dan κ adalah juga sangat kecil, sehingga dapat dianggap tetap
juga. Oleh karena itu hasil dari pengintegralan persamaan (2.49) akan menghasilkan
persamaan berikut.
   
 
i
f
i
f
i p
p
T
T
V
V 



 

1 ...(2.50)
Berdasarkan persamaan (2.50) untuk menyatakan persamaan keadaan zat cair dan
zat padat secara pendekatan adalah mudah. Caranya dengan mengukur besar nilai β dan
κ kemudian ditambah dengan nilai dari  
i
i
i T
V
p ,
, sudah cukup menyatakan persamaan
keadaan zat cair dan zat padat.

Contenu connexe

Tendances

Fungsi Distribusi Klasik & Perbandingan Fungsi distribusi pada Partikel Tak T...
Fungsi Distribusi Klasik & Perbandingan Fungsi distribusi pada Partikel Tak T...Fungsi Distribusi Klasik & Perbandingan Fungsi distribusi pada Partikel Tak T...
Fungsi Distribusi Klasik & Perbandingan Fungsi distribusi pada Partikel Tak T...Samantars17
 
koordinat tabung dan bola
koordinat tabung dan bolakoordinat tabung dan bola
koordinat tabung dan bolalinda_rosalina
 
Karakteristik dioda
Karakteristik diodaKarakteristik dioda
Karakteristik diodaAris Widodo
 
Termodinamika (12) d mesin_pendingin
Termodinamika (12) d mesin_pendinginTermodinamika (12) d mesin_pendingin
Termodinamika (12) d mesin_pendinginjayamartha
 
Hukum ii-termodinamika
Hukum ii-termodinamikaHukum ii-termodinamika
Hukum ii-termodinamikasari riski
 
Polarisasi bahan dielektrik
Polarisasi bahan dielektrikPolarisasi bahan dielektrik
Polarisasi bahan dielektrikMerah Mars HiiRo
 
Kuliah Fisika Dasar
Kuliah Fisika DasarKuliah Fisika Dasar
Kuliah Fisika DasarNurFadhila6
 
Diktat Pengantar Fisika Zat Padat all.pdf
Diktat Pengantar Fisika Zat Padat all.pdfDiktat Pengantar Fisika Zat Padat all.pdf
Diktat Pengantar Fisika Zat Padat all.pdfBrianFernando12
 
Laporan acara flip flop
Laporan acara flip flopLaporan acara flip flop
Laporan acara flip flopYuwan Kilmi
 
Kelompok 8 medan listrik
Kelompok 8 medan listrikKelompok 8 medan listrik
Kelompok 8 medan listrikputrisagut
 
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat PadatAplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat PadatMukhsinah PuDasya
 
Fisika kuantum
Fisika kuantumFisika kuantum
Fisika kuantumHana Dango
 

Tendances (20)

Fungsi Distribusi Klasik & Perbandingan Fungsi distribusi pada Partikel Tak T...
Fungsi Distribusi Klasik & Perbandingan Fungsi distribusi pada Partikel Tak T...Fungsi Distribusi Klasik & Perbandingan Fungsi distribusi pada Partikel Tak T...
Fungsi Distribusi Klasik & Perbandingan Fungsi distribusi pada Partikel Tak T...
 
Medan vektor
Medan vektorMedan vektor
Medan vektor
 
koordinat tabung dan bola
koordinat tabung dan bolakoordinat tabung dan bola
koordinat tabung dan bola
 
Dinamika kisi kristal
Dinamika kisi kristalDinamika kisi kristal
Dinamika kisi kristal
 
Karakteristik dioda
Karakteristik diodaKarakteristik dioda
Karakteristik dioda
 
Termodinamika (12) d mesin_pendingin
Termodinamika (12) d mesin_pendinginTermodinamika (12) d mesin_pendingin
Termodinamika (12) d mesin_pendingin
 
Persamaan diferensial
Persamaan diferensialPersamaan diferensial
Persamaan diferensial
 
Deret Fourier
Deret FourierDeret Fourier
Deret Fourier
 
Hukum ii-termodinamika
Hukum ii-termodinamikaHukum ii-termodinamika
Hukum ii-termodinamika
 
Termodinamika modul
Termodinamika modulTermodinamika modul
Termodinamika modul
 
Polarisasi bahan dielektrik
Polarisasi bahan dielektrikPolarisasi bahan dielektrik
Polarisasi bahan dielektrik
 
Kuliah Fisika Dasar
Kuliah Fisika DasarKuliah Fisika Dasar
Kuliah Fisika Dasar
 
Diktat Pengantar Fisika Zat Padat all.pdf
Diktat Pengantar Fisika Zat Padat all.pdfDiktat Pengantar Fisika Zat Padat all.pdf
Diktat Pengantar Fisika Zat Padat all.pdf
 
Hukum coulomb
Hukum coulombHukum coulomb
Hukum coulomb
 
Tabel fungsi2
Tabel fungsi2Tabel fungsi2
Tabel fungsi2
 
Laporan acara flip flop
Laporan acara flip flopLaporan acara flip flop
Laporan acara flip flop
 
Kelompok 8 medan listrik
Kelompok 8 medan listrikKelompok 8 medan listrik
Kelompok 8 medan listrik
 
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat PadatAplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
 
Fisika kuantum
Fisika kuantumFisika kuantum
Fisika kuantum
 
8 Kapasitansi
8 Kapasitansi8 Kapasitansi
8 Kapasitansi
 

Similaire à 2. matematika termodinamika

Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertama
Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertamaPersamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertama
Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertamadwiprananto
 
babiiisiskaoktarina10130306marfiananursanti10130183-130514084700-phpapp01.pdf
babiiisiskaoktarina10130306marfiananursanti10130183-130514084700-phpapp01.pdfbabiiisiskaoktarina10130306marfiananursanti10130183-130514084700-phpapp01.pdf
babiiisiskaoktarina10130306marfiananursanti10130183-130514084700-phpapp01.pdfAfiqUnri
 
Sistem persamaan linear dan kuadrat
Sistem persamaan linear dan kuadratSistem persamaan linear dan kuadrat
Sistem persamaan linear dan kuadratNisa Hakiki
 
PPT SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN PROGRAM LINEAR.pptx
PPT SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN PROGRAM LINEAR.pptxPPT SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN PROGRAM LINEAR.pptx
PPT SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN PROGRAM LINEAR.pptx02RiniHandayani
 
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua VariabelSistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua VariabelChristian Lokas
 
TURUNAN PARSIAL
TURUNAN PARSIALTURUNAN PARSIAL
TURUNAN PARSIALMAFIA '11
 
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua VariabelSistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua VariabelEman Mendrofa
 
Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial ParsialRose Nehe
 
Klasifikasi Persamaan Diferensial Orde-Pertama
Klasifikasi Persamaan Diferensial Orde-PertamaKlasifikasi Persamaan Diferensial Orde-Pertama
Klasifikasi Persamaan Diferensial Orde-PertamaSTKIP PGRI BANDAR LAMPUNG
 
Splkdv (Sistem Persamaan Linear dan kuadrat Dua Variabel)
Splkdv (Sistem Persamaan Linear dan kuadrat Dua Variabel)Splkdv (Sistem Persamaan Linear dan kuadrat Dua Variabel)
Splkdv (Sistem Persamaan Linear dan kuadrat Dua Variabel)MiraRaudhotulJannah
 
Topik 1 -_sistem_persamaan_linear
Topik 1 -_sistem_persamaan_linearTopik 1 -_sistem_persamaan_linear
Topik 1 -_sistem_persamaan_linearKanages Rethnam
 
makalah diferensial tugas akhir matematika
makalah diferensial tugas akhir matematikamakalah diferensial tugas akhir matematika
makalah diferensial tugas akhir matematikaRanggaPurnama3
 

Similaire à 2. matematika termodinamika (20)

Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertama
Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertamaPersamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertama
Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertama
 
Kelas x bab 5
Kelas x bab 5Kelas x bab 5
Kelas x bab 5
 
Kelas x bab 5
Kelas x bab 5Kelas x bab 5
Kelas x bab 5
 
babiiisiskaoktarina10130306marfiananursanti10130183-130514084700-phpapp01.pdf
babiiisiskaoktarina10130306marfiananursanti10130183-130514084700-phpapp01.pdfbabiiisiskaoktarina10130306marfiananursanti10130183-130514084700-phpapp01.pdf
babiiisiskaoktarina10130306marfiananursanti10130183-130514084700-phpapp01.pdf
 
Pdp jadi
Pdp jadiPdp jadi
Pdp jadi
 
Sistem persamaan linear dan kuadrat
Sistem persamaan linear dan kuadratSistem persamaan linear dan kuadrat
Sistem persamaan linear dan kuadrat
 
PPT SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN PROGRAM LINEAR.pptx
PPT SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN PROGRAM LINEAR.pptxPPT SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN PROGRAM LINEAR.pptx
PPT SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN PROGRAM LINEAR.pptx
 
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua VariabelSistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
 
TURUNAN PARSIAL
TURUNAN PARSIALTURUNAN PARSIAL
TURUNAN PARSIAL
 
Kelas x bab 5
Kelas x bab 5Kelas x bab 5
Kelas x bab 5
 
Kelas x bab 5
Kelas x bab 5Kelas x bab 5
Kelas x bab 5
 
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua VariabelSistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
 
Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial Parsial
 
Klasifikasi Persamaan Diferensial Orde-Pertama
Klasifikasi Persamaan Diferensial Orde-PertamaKlasifikasi Persamaan Diferensial Orde-Pertama
Klasifikasi Persamaan Diferensial Orde-Pertama
 
Fungsi bessel
Fungsi besselFungsi bessel
Fungsi bessel
 
Splkdv (Sistem Persamaan Linear dan kuadrat Dua Variabel)
Splkdv (Sistem Persamaan Linear dan kuadrat Dua Variabel)Splkdv (Sistem Persamaan Linear dan kuadrat Dua Variabel)
Splkdv (Sistem Persamaan Linear dan kuadrat Dua Variabel)
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Topik 1 -_sistem_persamaan_linear
Topik 1 -_sistem_persamaan_linearTopik 1 -_sistem_persamaan_linear
Topik 1 -_sistem_persamaan_linear
 
makalah diferensial tugas akhir matematika
makalah diferensial tugas akhir matematikamakalah diferensial tugas akhir matematika
makalah diferensial tugas akhir matematika
 
Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat
Sistem Persamaan Linear dan KuadratSistem Persamaan Linear dan Kuadrat
Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat
 

Dernier

MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptssuserbb0b09
 
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptxMateri E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptxssuser981dcb
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...nadyahermawan
 
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan BandungObat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan BandungHalo Docter
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatZuheri
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTRiskaViandini1
 
materi tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbarumateri tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbaruPrajaPratama4
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyIkanurzijah2
 
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptepidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptAnisyahHariadi
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxZuheri
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdfbendaharadakpkmbajay
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitaBintangBaskoro1
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanB117IsnurJannah
 
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptxPPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptxhellokarin81
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiAikawaMita
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxcheatingw995
 
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024PyrecticWilliams1
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptAcephasan2
 

Dernier (20)

MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
 
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptxMateri E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
Materi E- Kohort Dinkes Prop untuk nakes .pptx
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
 
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan BandungObat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
Obat Aborsi Bandung 081901 222272 Obat Penggugur Kandungan Bandung
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
 
materi tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbarumateri tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbaru
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
 
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptepidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptxPPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
 
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 

2. matematika termodinamika

  • 1. 2. Matematika Termodinamika Page 1 BAB II MATEMATIKA TERMODINAMIKA A. DIFERENSIAL PARSIAL Persamaan diferensial parsial selalu melibatkan hubungan antar koordinat variabel. Dalam termodinamika, kita biasanya menggunakan tiga variabel (p, v, T) untuk meng- gambarkan keadaan dari satu mol suatu sistem. Sebelum kita mendefinisikan persamaan diferensial dalam termodinamika, ada baiknya kita mulai dari kalkulus. Misalkan, dalam suatu hubungan antara tiga koordinat matematika (x, y, z), kita bisa menuliskan suatu persamaan yang dapat menggambarkan ketiga koordinat variabel tersebut. 0 ) , , (  z y x f ...(2.1) Ketiga variabel koordinat tersebut dihubungkan oleh satu persamaan. Hal itu menunjukkan bahwa dari ketiga variabel tersebut, yang menjadi variabel bebas adalah hanya dua variabel dan variabel lainnya menjadi variabel tak bebas. Berdasarkan persamaan (2.1) kita dapat membayangkan jika x merupakan fungsi y dan z, y merupakan fungsi x dan z, dan z merupakan fungsi x dan y. Misalkan kita pilih untuk mendefinisikan ) , ( y x f z  atau ) , ( y x z z  , kita bisa menuliskan sebagai berikut dy y z dx x z dz                     ...(2.2) Definisi dalam sistem termodinamika sedikit berbeda dengan definisi secara matematika. Perbedaan itu terletak pada sistem termodinamika, variabel yang berlaku sebagai tetapan dicantumkan sebagai indeks. dy y z dx x z dz x y                     ...(2.3) Berdasarkan persamaan (2.2) kita bisa mendefinisikan untuk variabel x maupun y dengan cara yang sama. dz z x dy y x dx y z                     ...(2.4)
  • 2. 2. Matematika Termodinamika Page 2 Apabila kita mensubtitusikan persamaan (2.4) ke dalam persamaan (2.3) akan diperoleh dy y z dz z x dy y x x z dz x y z y                                                dy y z y x x z dz z x x z x z y y y                                                                1 ...(2.5) Variabel bebas dalam persamaan (2.5) adalah variabel y dan z, sehingga bisa diisi dengan nilai berapapun. Misalkan 0  dy dan 0  dz , ruas kanan menjadi nol dan ruas kiri haruslah nol. Oleh karena ruas kiri merupakan variabel z, di mana 0  dz , maka variabel di dalam kurung yang harus memiliki nilai nol. Persamaan (2.5) menjadi sebagai berikut. 0 1                           y y z x x z 1                  y y z x x z y y z x x z                  1 ...(2.6) Sekarang jika 0  dz dan 0  dy , maka ruas kiri menjadi nol dan ruas kanan harus nol. Oleh karena ruas kanan merupakan variabel y, di mana 0  dy , maka variabel di dalam kurung yang harus memiliki nilai nol. Persamaan (2.5) menjadi sebagai berikut. 0                               x z y y z y x x z x x z y z y y z y x x z                                         1 1                             x z y z y y x x z ...(2.7) Persamaan (2.7) dapat pula kita nyatakan dalam bentuk lain sebagai berikut. y x z x z z y y x                             1
  • 3. 2. Matematika Termodinamika Page 3 y x z x z y z y x                               ...(2.8) Setelah kita mendapatkan definisi variabel-variabel koordinat dalam bentuk matematika, sekarang kita dapat menggunakannya untuk menyatakan keadaan sistem termodinamika. Sistem termodinamika dapat dinyatakan dengan persamaan (2.6), (2.7), dan (2.8). T T p v v p                    1 ...(2.9) 1                             v p T p T T v v p ...(2.10) v p T p T v T v p                             ...(2.11) Apabila ingin mencari diferensial variabel yang lain dapat diperoleh dengan cara yang sama seperti yang telah kita lakukan sebelumnya. Adapun variasi untuk variabel- variabel yang lain diperoleh sebagai berikut. v v p T T p                    1 ...(2.9a) T T v p p v                    1 ...(2.9b) p p T v v T                  1 ...(2.9b) 1                             T p v p v v T T p ...(2.10a) 1                             p v T v T T p p v ...(2.10b)
  • 4. 2. Matematika Termodinamika Page 4 1                             v T p T p p v v T ...(2.10c) T p v p v T v T p                             ...(2.11a) p v T v T p T p v                               ...(2.11b) v T p T p v p v T                           ...(2.11c) Ketergantungan variabel dalam sistem termodinamika pada variabel bebas seringkali tidak dapat dinyatakan secara eksplisit. Oleh karena itu, dapat digunakan persamaan (2.9) atau (2.11). Namun, apabila ketiga variabel tidak dapat dinyatakan secara eksplisit, maka kedua persamaan tersebut tidak dapat dipakai. Definisi untuk ketiga variabel tersebut, kita awali dengan matematika persamaan (2.1). apabila persamaan (2.1) dideferensialkan, maka diperoleh persamaan berikut. 0 , , ,                         dz dz df dy dy df dx dx df df y x x z z y ...(2.12) Jika nilai z tetap atau 0  dz , maka penjumlahan diferensial dx dan dy adalah nol. z x z z z y dy dy df dx dx df , ,                 ...(2.13) Persamaan (2.13) dapat dinyatakan x z z y z dy df dx df x y , ,                         ...(2.14)
  • 5. 2. Matematika Termodinamika Page 5 Adapun untuk y z x         dan x y z           dapat diperoleh dengan menganalogikan persamaan (2.14). Sistem termodinamika dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan (2.14) untuk ketiga variabelnya sebagai berikut. T V p T T dp df dV df V p , ,                         ...(2.14a) p T V p p dV df dT df T V , ,                       ...(2.14b) V p T V V dT df dp df p T , ,                           ...(2.14c) B. PENERAPAN DIFERENSIAL PARSIAL DALAM SISTEM TERMODINAMIKA Persamaan-persamaan yang telah kita peroleh dapat diterapkan dalam sistem termodinamika dan dibuktikan kebenarannya. Persamaan untuk gas sempurna adalah RT pV  dapat diuji kebenarannya dengan menngunakan persamaan-persamaan tersebut di atas. v p v RT v p T             2 ...(2.15) p v p RT p v T               2 ...(2.16) Persamaan (2.15) dan (2.16) merupakan persamaan kebalikan sama seperti yang dinyatakan oleh persamaan (2.9). Persamaan (2.10) juga dapat dibuktikan kebenarannya dengan cara mengalikan nilai dari masing-masing variabel berikut yang akan memperoleh nilai -1. R v p T p R T v v p v p v p T                               ; ; ...(2.17)
  • 6. 2. Matematika Termodinamika Page 6 Persamaan (2.11) dengan cara yang sama akan dapat dibuktikan kebenarannya. Seperti pada persamaan Van der Waals, dalam menghitung suatu variabel kita harus menentukan besar kedua variabel lainnya. Menghitung p T v         sebelumnya kita harus mencari nilai v T p         dan T v p         terlebih dahulu. Persamaan Van der Waals diubah menjadi berikut. 2 v a b v RT p      3 2 2 ; v a b v RT v p b v R T p T v                            2 3 3 3 2 2 2 b v a RTv v b v R v a b v RT b v R T v p                  ...(2.18) Selain menggunakan cara di atas, kita dapat pula menentukan p T v         dengan menggunakan persamaan (2.14b). Secara umum persamaan gas Van der Waals ditulis sebagai berikut. 0 ) , , (  T v p f   0 2           RT b v v a p ...(2.19) Nilai p T v         akan kita tentukan dengan menggunakan persamaan (2.14b) dan kita memperoleh hasil sebagai berikut.                                                3 2 , , 2 v a b v v a p R v f T f T v p T v p p    2 3 3 2 b v a RTv v b v R T v p             ...(2.20)
  • 7. 2. Matematika Termodinamika Page 7 C. DIFERENSIAL EKSAK DAN TAK EKSAK Pembahasan selanjutnya kita tinjau suatu fungsi dari variabel-variabel x, y, dan z dengan hubungan   y x f z ,  . Diferensial terhadap fungsi tersebut adalah sebagai berikut. dy y z dx x z dz x y                        dy y x N dx y x M dz , ,   ...(2.21) Apabila fungsi tersebut merupakan fungsi yang benar-benar ada, z beserta turunan- turunannya kontinyu, dan memenuhi hubungan berikut maka dz disebut dengan diferensial eksak. y x x N y M                    ...(2.22) Diferensial eksak yang diintegralkan niainya bergantung pada batas integral awal dan akhir, tidak bergantung pada urutan atau jalan yang dilalui. Oleh sebab itulah, jika dalam sistem tertutup (lintasan tertutup) dengan kata lain keadaan akhir kembali ke keadaan awal, maka integral dari fungsi tersebut adalah nol. Dalam termodinamika, fungsi keadaan dinyatakan dengan fungsi dari variabel p, V, dan T. Nilai dari ketiga variabel tersebut bergantung pada keadaan sistem. Pada keadaan setimbang ketiga variabel tersebut memiliki nilai tertentu. Diferensial dari fungsi tersebut merupakan diferensial eksak, karena hanya ditentukan oleh keadaan awal dan akhir sistem. Selain ketiga variabel tersebut, dalam termodinamika juga dikenal variabel panas Q dan kerja W. Keduanya merupakan variabel yang bukan merupakan fungsi keadaan. Oleh karena itu, dalam keadaan yang setimbang tidak dapat dinyatakan besar nilai Q dan W. Kedua besaran tersebut hanya akan keluar pada saat terjadinya proses perubahan sistem dari keadaan satu ke keadaan yang lain. Apabila diintegralkan juga akan bergantung jalannya lintasan (prosesnya), sehingga bukan merupakan diferensial eksak. pengertian dari dQ dan dW bukanlah diferensial dari kedua variabel tersebut, melainkan hanya sebagian kecil dari Q atau W yang dibutuhkan atau muncul pada proses tak terhingga kecil.
  • 8. 2. Matematika Termodinamika Page 8 Untuk menghilangkah kebingungan antara diferensial eksak dan tak eksak, digunakan simbol diferensial yang berbeda, d untuk diferensial eksak dan δ untuk diferensial tak eksak. suatu diferensial eksak diintegralkan dalam sistem tertutup akan menghasilkan nilai nol, tetapi tidak untuk diferensial tak eksak. 0 ; 0 ; 0       dT dV dp ...(2.23) 0 ; 0     W Q   ...(2.24) Suatu diferensial tak eksak akan berubah menjadi diferensial eksak ketika kita membaginya dengan suatu fungsi dari salah satu variabel bebas (penyebut pengintegralan). Sebagai contoh diferensial tak eksak dy x dx y dz   bisa kita ubah menjadi diferensial eksak. Persamaan diferensial tersebut tak eksak sebab y x x x y y                     . Apabila kita membagi dengan x2 , maka akan diperoleh dy x x dx x y x dz 2 2 2   dy x dx x y x dz 1 2 2   ...(2.25) Persamaan (2.25) merupakan persamaan diferensial eksak sebab memenuhi persamaan (2.22) yaitu 2 2 1 1 x x  . D. HUBUNGAN ANTARA DIFERENSIAL PARSIAL Energi dalam u dari suatu sistem diketahui sebagai fungsi keadaan. Misalkan variabel-variabel yang menyatakan fungsi dari energi dalam u adalah   z y x , , dapat ditulis dengan   z y x u u , ,  . Dari fungsi tersebut dapat diketahui yang menjadi variabel bebas hanya dua variabel. Misalkan kita pilih satu fungsi   y x u u ,  , kita memperoleh diferensial dari fungsi tersebut du sebesar dy y u dx x u du x y                     ...(2.26) Variabel x merupakan fungsi dari kedua vaiabel yang lain (y dan z), sehingga dz z x dy y x dx y z                     ...(2.27)
  • 9. 2. Matematika Termodinamika Page 9 Substitusi persamaan (2.46) ke persamaan (2.45) diperoleh persamaan dy y u dz z x dy y x x u du x y z y                                                dz z x x u dy y u y x x u du y y x z y                                                                ...(2.28) Fungsi u juga merupakan fungsi y dan z atau   z y u u ,  , sehingga diferensialnya dz z u dy y u du y z                     ...(2.29) Perhatikan persamaan (2.28) dan persamaan (2.29). Kedua persamaan tersebut identik, sehingga diperoleh hubungan berikut. y y y z x x u z u                          ...(2.30) x z y z y u y x x u y u                                         ...(2.31) Persamaan (2.30) dan (2.31) dapat diterapkan untuk sistem   T V p , , dan diperoleh persamaan-persamaan berikut. v v v p T T u p u                              ...(2.30a) T T T V p p u V u                            ...(2.30b) p p p T V V u T u                          ...(2.30c) T v p v p u p T T u p u                                         ...(2.31a) p T v T V u V p p u V u                                     ...(2.31b) V p T p T u T V V u T u                                   ...(2.31c)
  • 10. 2. Matematika Termodinamika Page 10 E. KOEFISIEN MUAI VOLUME DAN KOMPRESIBILITAS ISOTERMIK Koefisien muai volume untuk suatu sistem zat sebanya N mol dinyatakan dalam persamaan (2.32) dan (2.33) untuk satu mol zat. p T V V          1  ...(2.32) p T v v          1  ...(2.33) Volume yang dinyatakan dengan huruf besar seperti pada persamaan (2.32) merupakan volume total zat. Sedangkan volume dengan huruf kecil pada persamaan (2.33) adalah volume jenis atau volume per mol zat. Nilai perubahan volume terhadap suhu pada gas sempurna adalah p R T v p          . Besar nilai koefisien volume untuk gas sempurna dapat dinyatakan sebagai berikut. T p R v 1 1    ...(2.34) Besar nilai koefisien volume untuk gas Van der Waals dapat dinyatakan sebagai berikut.        2 3 2 2 3 3 2 2 1 b v a RTv b v Rv b v a RTv v b v R v          ...(2.35) Berdasarkan kedua persamaan yang telah kita peroleh, dapat diketahui bahwa satuan untuk koefisien muai volume adalah K-1 . Kita tinjau suatu sistem dengan keadaan di mana berada pada proses isobarik dengan penyimpangan keadaan awal dan akhir yang hanya sedikit. Misalkan pada keadaan awal keadaan ditentukan oleh suhu T dan volume V. Keadaan kedua ditentukan oleh suhu dT T  dan volume dV V  . Kedua keadaan terjadi padaan tekanan tetap. Koefisien muai volume sistem adalah sebagai berikut. p p p p dT V dV dT dV V   1  ...(2.36) p p p p dT v dv dT dv v   1  ...(2.37)
  • 11. 2. Matematika Termodinamika Page 11 Koefisien muai volume dapat dinyatakan sebagai nilai limit dari perubahan volume per satuan perubahan suhu pada tekanan tetap. Koefisien muai volume rata-rata  dalam selang suhu antara 1 T dan 2 T adalah   p p T V V T T V V V       1 1 2 1 1 2 1  ...(2.38) Berdasarkan persamaan (2.38) dapat kita ketahui bahwa koefisien muai volume merupakan fungsi dari suhu dan tekanan. Ketika suhu mendekati 0 K nilai koefisien ini mendekati nol. Keadaan ini terbukti untuk beberapa logam seperti tembaga. Koefisien muai raksa berubah terhadap tekanan pada suhu tetap 0 ºC, namun perubahannya sangat kecil bahkan untuk tekanan sebesar 7000 atm. Air pada suhu 4 ºC memiliki rapat massa (massa jenis) maksimum dan rapat volume (volume jenis) minimum. Pada suhu antara 0 ºC dan 4 ºC volume jenis air akan menurun seiring naikknya suhu, sehingga koefisien muai volume adalah negatif dan nol pada suhu 4 ºC. Koefisien linear zat α dihubungkan dengan koefisien muai volume β oleh persamaan berikut.   3  ...(2.39) Dalam termodinamika dikenal istilah kompresibilitas isotermik (isoterm comprecibility) κ yang didefinisikan sebagai berikut T p V V             1  ...(2.40) T p v v             1  ...(2.41) Tanda negatif menunjukkan bahwa volume selalu berkurang terhadap kenaikan tekanan pada suhu tetap. Satuan dari kompresibilitas isotermik adalah Pa-1 atau m2 /N. Kompresibilitas isotermik dan kompresibilitas isotermik rata-rata untuk gas sempurna adalah berikut. p p RT v 1 1 2              ...(2.42) T T p V v     1  ...(2.43)
  • 12. 2. Matematika Termodinamika Page 12 Kompresibilitas isotermik untuk gas Van der Waals ditentukan dengan persamaan (2.9) atau (2.11) atau (2.14b).    2 3 2 2 2 b v a RTv b v v      ...(2.44) Adapun untuk zat cair dan zat padat, β dan κ tidak dapat ditentukan persamaan keadaannya, melainkan harus melalui suatu eksperimen. β dan κ merupakan fungsi dari tekanan dan suhu. ) , ( T p    dan ) , ( T p    Apabila kita tinjau suatu sistem T V p , , dan memilih ) , ( T p V V  , maka kita peroleh diferensial dV berikut. dp p V dT T V dV T p                     ...(2.45) dp V dT V dV     ...(2.46) Jika β dan κ telah diketahui lewat eksperimen dan merupakan fungsi dari tekanan dan suhu, maka persamaan keadaannya dapat diketahui dengan pengintegralan. Misalkan untuk suatu gas dengan tekanan yang rendah telah diketahui nilai β dan κ sebesar T 1   dan p 1   , maka diperoleh persamaan berikut. p dp V T dT V dV   0    p dp T dT V dV ...(2.47) Dengan mengintegralkan persamaan (2.47) akan diperoleh nilai C p T V ln ln ln ln    C T pV  ...(2.48) Misalkan nilai dari tetapan itu sebesar nR, maka persamaan (2.48) merupakan persamaan dari keadaan gas sempurna. Sekarang misalkan kita mengintegralkan persamaan (2.46) dari keadaan   i i i T V p , , ke keadaan   f f f T V p , , , kita akan memperoleh persamaan berikut.        f i f i f i p p T T i f V V dp V dT V V V dV   ...(2.49)
  • 13. 2. Matematika Termodinamika Page 13 Perubahan terhadap volume untuk zat cair dan zat padat adalah kecil sangat kecil jika dibandingkan dengan zat gas. Oleh karena itu, perubahan volume untuk zat cari dan zat padat dapat dianggap nol atau nilai i f V V  . Hal lain yang harus diperhatikan juga adalah bahwa nilai untuk β dan κ adalah juga sangat kecil, sehingga dapat dianggap tetap juga. Oleh karena itu hasil dari pengintegralan persamaan (2.49) akan menghasilkan persamaan berikut.       i f i f i p p T T V V        1 ...(2.50) Berdasarkan persamaan (2.50) untuk menyatakan persamaan keadaan zat cair dan zat padat secara pendekatan adalah mudah. Caranya dengan mengukur besar nilai β dan κ kemudian ditambah dengan nilai dari   i i i T V p , , sudah cukup menyatakan persamaan keadaan zat cair dan zat padat.