SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  7
Klaim Dasar Sains dan Spiritualitas: Kemungkinan dan Ketidakmungkinan
Konvergensi?
*Harjo Winoto
Dalam dunia modern kontemporer, sains dikenal sebagai suatu aktivitas intelektual dan
praktis tentang studi suatu sistem, struktur, dan perilaku materi fisik (natural world) melalui
observasi dan eksperimen. Dalam pikiran orang awam, kata "sains" (atau science dalam
bahasa Inggris) dibayangkan sebagai buku teks yang tebal, jaket lab berwarna putih dan
mikroskop, seorang astronom yang sedang menerawang melalui teleskop, seorang naturalis
di hutan hujan tropis, atau persamaan Einstein (E=MC2
) di papan tulis. Secara umum,
gambar-gambar tersebut muncul sebagai bagian dari imaginasi tentang adanya suatu alat
atau penemuan yang dapat mengatasi permasalahan manusia. Namun, gambaran ini tidak
pernah secara utuh menjelaskan sains.
Berikut beberapa pendekatan dalam sistem yang dinamakan "scientific"
1. Asumsi aksiomatik
Beberapa filsuf mencoba mengartikulasi asumsi aksiomatik yang menjadi dasar sains, suatu
bentuk foundationalism. Pendukung pendekatan ini menyatakan bahwa asumsi ini cukup
masuk akal dan diperlukan untuk menjalankan aktivitas sains. Misalnya, Hugh Gauch
mengargumentasikan bahwa sains mengasumsikan bahwa "dunia fisik bersifat teratur dan
dan dapat dipahami". Sama halnya, seorang biologis Stephen Jay Gould, mengutip hukum
alam konstansi sebagai suatu asumsi yang harus diasumsikan seorang peneliti sebelum
memulai kegiatan geologi.
2. Koherentisme
Bertolak belakang dari pandangan sains berpijak pada asumsi pondasional, koherentisme
menyatakan bahwa semua pernyataan dapat dijustifikasi dengan menjadi bagian dari suatu
sistem yang koheren. Atau, jika pernyataan individu tidak dapat divalidasi dengan
sendirinya, hanya sistem yang koheren yang dapat dijustifikasi. Sebuah prediksi tentang
"transit of venus" (fenomena dimana planet Venus berada langsung di antara matahari dan
Bumi, atau planet lain) hanya dapat dijustifikasi jika prediksi tersebut koheren dengan
pemahaman yang lebih luas tentang mekanika selestial (milky way) dan observasi-observasi
sebelumnya. Seperti yang telah dijelaskan di atas, observasi tersebut merupaka tindakan
yang kognitif, yaitu bahwa ia bergantung pada pemahaman yang telah ada, suatu sistem
"keyakinan". Suatu observasi tentang "transit of Venus" mempersyaratkan diyakininya
beberapa hal lain, yaitu optik teleskop, mekanika teleskop, dan pemahaman akan mekanika
selestial. Jika prediksi tersebut gagal dan suatu transit tidak dapat diobservasi, maka akan
ada penyesuaian dengan sistem yang ada, perubahan dari asumsi sandingan (auxiliary
assumption), ketimbang penolakan terhadap keseluruhan sistem teori tersebut.
Beberapa ilmuwan menyatakan ketidakmungkinan untuk menguji suatu teori dalam kondisi
tertutup (terisolasi). Uji tersebut hanya dapat dilakukan melalui hipotesis sandingan (auxiliary
hypotheses) untuk membuat prediksi yang dapat diuji. Sebagai misal, untuk menguji hukum
Newton tentang gravitasi dalam setting sistem tata surya, seorang ilmuwan memerlukan
informasi tentang massa dan posisi Matahari dan seluruh planet. Sejarah mencatat suatu
kejadian yang terkenal di kalangan ilmuwan di abad ke-19 yaitu kegagalan untuk
memprediksi orbit Uranus tidak sekonyong-konyongnya mengakibatkan penolakan terhadap
hukum Newton namun mengakibatkan penolakan tentang hipotesis bahwa sistem tata surya
terdiri dari hanya 7 planet. Investigasi lanjutan menghasilkan penemuan planet ke-8,
Neptunus. Jika suatu tes gagal, berari ada sesuatu yang salah. Akan tetapi, terdapat
masalah untuk menemukan apa "sesuatu' itu, misalnya, ada planet yang belum
terobservasi, alat uji yang tidak terkalibrasi dengan baik, kurvatur ruang yang tidak disangka-
sangka.
3. "Apa saja" masuk
Seorang filsuf sains Paul Feyerabend mengargumentasikan bahwa tidak ada satupun
penjelasan metode sains yang cukup luas untuk mencakup semua pendekatan dan metode
yang digunakan seorang ilmuwan. Dia mengklaim bahwa tidak ada aturan metodologi yang
berguna dan bebas dari pengecualian. Feyerabend menolak metode sains yang preskriptif
dengan dasar bahwa metode semacam itu akan melumpuhkan perkembangan sains.
Dengan kata lain, menurut Feyerabend "satu-satunya prinsip yang tidak menghambat
perkembangan sains adalah "apa saja" masuk".
Feyerabend merasa bahwa sains dimulai sebagai suatu gerakan yang meliberalisasi, namun
seiring waktu sains menjadi dogmatik dan kaku, dan oleh karenanya cenderung menjadi
suatu ideologi, dan, atas kesuksesan tersebut, sains telah menjadi alat untuk mengekang.
Ia merasa dominasi sains yang bersifat eksklusif telah menjadikannya suatu alat untuk
mengarahkan masyarakat ke dalam bentuk otoritarianisme.
4. Sosiologi pengetahuan sains
Suatu paradigma merupakan hal yang diyakini secara kolektif oleh anggota-anggota
komunitas sains. Sebaliknya, suatu komunitas sains terdiri dari orang-orang yang meyakini
paradigma tersebut secara kolektif. Menurut Thomas Kuhn, sains hanya dapat dilakukan
sebagai bagian dari suatu komunitas, dan secara inheren merupakan aktifitas komunal.
Jelas bahwa faktor sosial yang mempunyai peran penting dan langsung dalam metode
sains. Lebih lanjut, walaupun dari perspektif ini sains merupakan konstruksi sosial, tidak
berarti bahwa realita adalah sekedar konstruksi sosial.
5. Filsafat kontinental
Filsuf dengan tradisi kontinental tidak dikenal (atau dikategorisasikan) sebagai filsuf sains.
Namun, mereka berbicara banyak tentang sains, bahkan beberapa dari mereka mengusung
tema-tema yang berbau tradisi analitis. Contohnya, Nietzsche yang mengedepankan tesis
"Genealogi Moral" dalam pencarian kebenaran dalam sains sebagai suatu ideal yang
aksetik. Secara umum, sains dalam filosofi kontinental dilihat dari perspektif sejarah
peradaban. Georg Wilhelm Friedrich Hegel merupakan salah satu pendukung pendekatan
ini. Semua pendekatan ini meliputi perspektif sejarah dan sosial, dengan memprioritaskan
"pengalaman organik", ketimbang pendekatan progres atau anti-sejarah yang dilakukan oleh
tradisi analitis.
Perkembangan sains modern, yang ditandai oleh subyek fisika kuantum yang
mengobservasi realita fisik dalam skala nano (10-9
) dan yokto (10-24
). Fisika kuantum
berupaya menjelaskan konstruksi realitas fisik dengan memisahkan semua obyek fisik
dalam ukuran terkecilnya (konstituen atom terkecil). Dalam suatu karya graphic novel, the
Watchmen, kuantum fisika digambarkan melalui proses pemisahan suatu obyek fisik hingga
komponen terkecilnya melalui mesin Akselerator Partikel. Tujuannya adalah mengobservasi
hukum-hukum alam yang berlaku untuk interaksi partikel sub-atomik.
Konvergensi Metode: Sains dan Spiritualitas
Dari sejarah dan tradisi sains hingga fisika kuantum, sains bercokol pada sifatnya yang
obyektif, empiris, dan dapat direka. Meskipun terdapat tubrukan-tubrukan yang cukup keras
di kalangan ilmuwan yang berkontentasi atas metode serta asumsi sains, namun tubrukan-
tubrukan itu menghasilkan suatu konvergensi dalam tubuh sains sendiri. Misalnya dalam
konteks kuantum fisika yang kemudian melahirkan String-Theory, yang disempurnakan
dengan M-Theory, ilmuwan fisika kuantum "percaya" bahwa terdapat 11 dimensi dalam
realitas fisik. Konstruksi ini untuk sementara didasarkan pada bahasa matematika. Namun,
yang ingin penulis tekankan adalah implikasinya. Bila dapat dibuktikan (bukan hanya
sekedar pembuktian internal ala matematika (proof), dan dimanifestasikan (dinyatakan
dalam suatu wujud fisik (evidence) atau ditemukan suatu metode atau alat observasi), maka
pemahaman fisikawan tentang dunia realitas fisik diprediksi akan mengalami perubahan
yang cukup fundamental. Perubahan fundamental yaitu pada asumsi kita tentang
momentum dan lokasi, yaitu semua obyek fisik berprilaku secara deterministik (ada di lokasi
tertentu) dan dapat diprediksi. Dalam level kuantum, semakin jelas lokasi suatu partikel,
semakin kabur informasi tentang momentumnya dan sebaliknya.
Saat ini ada beberapa alternatif String-Theory, yakni 11D supergravity, Type IIA, Type IIB,
Type I, E8E8, dan S0(32) heterotic. M-Theory merupakan metode untuk mengunifikasi
semua teori tersebut (penambahan satu dimensi dari 3 dimensi hingga 11 dimensi
menunjukkan munculnya fitur-fitur masing-masing teori).
Tanpa bermaksud menjelaskan secara teknis, yang perlu digarisbawahi dari metode M-
Theory adalah kemampuannya untuk menciptakan "payung" yang lebih besar yang mampu
menjelaskan seluruh pecahan-pecahan teori kecil. Tentunya, seluruh teori ini dibangun
melalui observasi yang kemudian dibahasakan dalam konstruksi matematika. Konvergensi
ini mengandung suatu metode yang mampu (jika terbukti secara utuh dan dapat diuji
berulang kali) menghilangkan sifat eksklusifitas dan dualisme dalam berbagai anomali fisika,
misalnya dualisme gelombang-partikel elektron.
Salah satu metode kunci yang dipakai dalam sains adalah metode induksi-deduksi. Induksi
adalah generalisasi dari contoh-contoh yang dapat diobservasi secara empiris. Deduksi
adalah proses yang berlawanan, yang dimulai dari asumsi kebenaran umum yang kemudian
diterapkan (diobservasi dan ternyata benar) dalam contoh-contoh empiris.
Saya ambil contoh pendekatan konvergensi sains dan spiritualitas dari pemikiran Dalai
Lama. Buddhisme mempercayai bahwa terdapat perbedaan yang mendasar dari peran
deduksi dalam proses pemikiran (reasoning) Buddhisme dengan sains. Sains menggunakan
konstruksi matematika yang kompleks, sementara Buddhisme, seperti halnya filsafat India
kuno, selalu berkutat pada hal konkret dalam penggunaan logika, di mana pemikiran
(reasoning) diterapkan pada suatu konteks yang partikular. Matematika memungkinkan
proses abstraksi yang luar biasa besar dalam sains. Perbedaan lain dan mungkin lebih
penting adalah proses falsifikasi, yaitu teori sains harus memuat di dalamnya kondisi-kondisi
dimana teori tersebut dapat dibuktikan salah. Contoh yang dikemukakan Dalai Lama adalah
teori bahwa Tuhan menciptakan alam semesta tidak mungkin menjadi suatu teori yang
scientific karena dalam teori tersebut tidak terdapat kondisi-kondisi dimana ia dapat
dibuktikan salah. Dalam, Buddhisme arena pemikiran tidak hanya terbatas pada realitas
fisik, namun juga termasuk pengalaman subyektif tentang nilai (values), metafisika dan
etika. Hanya dengan melihat ketiga komponen tersebut dalam satu kerangka yang utuh
barulah tercapai pemahaman yang lebih akurat.
Dalam tradisi Buddhisme, mereka mengenal prinsip "ranah negasi", yang mendelineasi "apa
yang tidak ditemukan/terbukti" dengan "apa yang terbukti tidak ada". Logika dalam
dikhotomi ini, bila diaplikasikan dalam pertanyaan "Apakah Tuhan ada?", maka fakta bahwa
sains tidak dapat membuktikan keberadaan Tuhan tidak berarti Tuhan tiada bagi kaum yang
mempraktikkan tradisi teistik. Problematika yang hendak dijelaskan dalam butir ini adalah
pertanyaan tentang prima causa, atau asal muasal alam semesta.
Selanjutnya, topik yang banyak diteliti dewasa ini adalah mengenai kesadaran
(consciousness) manusia. Penelitian tentang persepsi dan bangunan proses kita sebagai
manusia dalam memahami dunia di sekitar kita merupakan merupakan kunci untuk
mengetahui benar-tidaknya atau setidaknya batasan dari kemampuan observasi kita. Sudut
pandang ini mulai mempersempit jarak sains dan spritualitas (yang mengusung pengalaman
subyektif dari sang pelaku).
Perkembangan fisika kuantum hingga saat ini menunjukkan runtuhnya metode deduksi
untuk topik-topik bahasan yang berada di luar resepsi (dan persepsi) indera fisik manusia
(penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa, bau) dan untuk obyek-obyek di luar realitas 3
dimensi manusia. Menurut hemat penulis, metode deduksi tanpa disertai aspek induksi dan
aspek multi-perspektif akan mengakibatkan terciptanya paham yang dogmatis. Sains hanya
akan menjadi agama baru dimana premis-premis awalnya tidak tersentuh pertanyaan dan
interogasi kritis.
Titik-titik konvergensi
Dari paparan singkat metode sains dan spiritualitas di atas, terdapat beberapa titik
kovergensi.
Pertama, titik konvergensi dalam hal pengalaman subyektif individu yang mempunyai
dampak terhadap "obyek" (dalam dikhotomi klasik tentang subyek-obyek). Artinya, terdapat
relasi dalam hubungan keduanya dengan bau hermeneutika. Implikasinya adalah konteks
atau sudut pandang dimulainya suatu observasi berpengaruh terhadap "obyek". Artinya,
obyek bukanlah semata-mata suatu fenomena independen yang eksistensinya konstan
sepanjang masa dengan atau tanpa hadirnya subyek. Selama ini toh semua obyek selalu
dibungkus dan diorganisasi oleh subyek (manusia). Catatan dari penulis adalah bahwa
dikhotomi subyek-obyek harus diluluhkan untuk menerawang kemungkinan adanya potensi
relasi lain di antara subyek-obyek. Atau bahkan mungkin keduanya adalah satu hal yang
sama. Dalam bahasa spiritualitas, zat yang dinamakan Tuhan atau Higher Being tidaklah
semata-mata suatu kenyataan obyektif yang kaku dan independen. Namun, suatu
zat/entitas yang dinamis dalam relasinya dengan manusia.
Kedua, titik konvergensi dalam hal realitas fisik yang terbatas. Fisika kuantum secara
gamblang menggambarkan keterbatasan kemampuan observasi manusia, yang dari sana
lah dirumuskan teori 11 dimensi. Keberadaan suatu obyek fisik yang melampaui 3 dimensi
manusia tidak dapat dibuktikan dengan kondisi dan alat dalam dimensi tersebut. Para
ilmuwan fisika kuantum meyakini perkembangan teknologi akan membawa manusia untuk
mampu menciptakan alat untuk menerawang melampaui 3 dimensi tersebut. Realitas fisik
yang terbatas berarti tercipta ruang bagi suatu zat yang melampaui manusia. Belum tentu
zat itu tuhan sebagaimana diyakini kaum teistik, dengan variasi, politeistik, deistik maupun
monoteistik. Setidaknya, pada titik ini ruang ini membongkar asumsi klasik sains tentang
obyek material. Sebagaimana halnya pelampauan tersebut, agama-agama Samawi hanya
dapat berkonvergensi dengan sains bila terdapat "pencairan" teks dan interpretasi teks serta
tradisi yang mampu merespons perkembangan sains. Dengan kata lain, teks tidak
seharusnya diperlakukan sebagai obyek mati yang sudah selesai. Penerapan dan
reinterpretasi nilai teks harus menjadi bagian yang utuh dalam kehidupan spritualitas.
Konvergensi ini tidak mungkin terjadi bila sains dan spiritualitas mengusung ide bahwa
"dunia obyektif material merupakan ranah sains, dan dunia obyektif spiritualitas merupakan
ranah spritualitas". Sifat dikhotomi yang memisahkan dengan tegas "obyek" yang diteliti
sains dan spiritualitas akan memisahkan keduanya dalam ketidaksinambungan. Setidaknya,
kita harus mengambil sikap bahwa "kita tidak tahu", atau "mari kita coba". Dalam guyonan
para ilmuwan "siapa tahu tuhan ada di dimensi yang lain (lebih tinggi) dan manusia ternyata
sains adalah jawaban iman".
Penulis menutup tulisan ini dengan catatan bahwa dikhotomi sains dan spritualitas
hendaknya diperlakukan dengan sikap mencoba menjalin dialog. Bila akhirnya tidak terdapat
titik temu, setidaknya kita sudah membuktikan divergensi tersebut. Namun, pada titik ini
perlu dilakukan upaya memahami satu sama lain melalui penyamaan kosa kata.
*Karena hujan lebat yang tak kunjung henti, seorang pendeta yang terjebak di atap
rumahnya pun berdoa meminta bantuan tuhannya. Setelah berjam-jam menunggu, ia tidak
melihat satupun tanda-tanda. Tiba-tiba, terdengar suara mesin yang berdengung dan
semakin dekat semakin jelas bahwa beberapa orang menggunakan boat kecil untuk
menolong korban yang tertinggal. Sang pendeta menolak bantuan orang-orang tersebut.
Berikut beberapa jam kemudian, terdengar suara menderu dari sebuah helikopter. Sang
pendeta pun tetap menolak pertolongan itu dan meyakini tuhannya akan mengirimkan
pertolongan. Beberapa jam kemudian, terlihat beberapa orang korban yang sedang
menggunakan barang-barang tersisa untuk membuat pelampung dan meminta bantuan
pendeta tersebut supaya mereka bisa berenang mencari bantuan. Sang pendeta pun tetap
menolak dan menyakini tuhannya akan menolongnya. Sang pendeta pun meninggal karena
kelaparan, rasa capek, dan kedinginan. Sesampainya ia di Surga, ia bertanya mengapa
tuhan tidak menolongnya. Tuhan menjawab "Saya sudah mengirim tiga bantuan dan kamu
tetap menolaknya"
Mungkinkah sains adalah pertolongan tuhan untuk lebih mendekatinya?

Contenu connexe

Tendances

Perkembangan ilmu fizik dlm sejati& tokoh
Perkembangan ilmu fizik dlm sejati& tokohPerkembangan ilmu fizik dlm sejati& tokoh
Perkembangan ilmu fizik dlm sejati& tokoh
Murniana Shazwen
 
Makalah perkembangan fisika klasik
Makalah perkembangan fisika klasikMakalah perkembangan fisika klasik
Makalah perkembangan fisika klasik
Muhammad Sudarbi
 
Fitri terjemah
Fitri terjemahFitri terjemah
Fitri terjemah
cucucuit
 
2 agama dan-ilmu-pengetahuan-1
2 agama dan-ilmu-pengetahuan-12 agama dan-ilmu-pengetahuan-1
2 agama dan-ilmu-pengetahuan-1
Winda Illiana
 
Artikel filsafat lakatos
Artikel filsafat lakatosArtikel filsafat lakatos
Artikel filsafat lakatos
Thiya Apriana
 
Apa itu hidup dan kehidupan bahagian pertama
Apa itu hidup dan kehidupan   bahagian pertamaApa itu hidup dan kehidupan   bahagian pertama
Apa itu hidup dan kehidupan bahagian pertama
Yagi Mohamad
 

Tendances (19)

Perkembangan ilmu fizik dlm sejati& tokoh
Perkembangan ilmu fizik dlm sejati& tokohPerkembangan ilmu fizik dlm sejati& tokoh
Perkembangan ilmu fizik dlm sejati& tokoh
 
Makalah perkembangan fisika klasik
Makalah perkembangan fisika klasikMakalah perkembangan fisika klasik
Makalah perkembangan fisika klasik
 
Makalah sejarah fisika
Makalah sejarah fisikaMakalah sejarah fisika
Makalah sejarah fisika
 
Filsafat ilmu
Filsafat ilmuFilsafat ilmu
Filsafat ilmu
 
Fitri terjemah
Fitri terjemahFitri terjemah
Fitri terjemah
 
18 36-1-sm
18 36-1-sm18 36-1-sm
18 36-1-sm
 
2 agama dan-ilmu-pengetahuan-1
2 agama dan-ilmu-pengetahuan-12 agama dan-ilmu-pengetahuan-1
2 agama dan-ilmu-pengetahuan-1
 
Kelebihan dan kelemahan metode ilmiah
Kelebihan dan kelemahan metode ilmiahKelebihan dan kelemahan metode ilmiah
Kelebihan dan kelemahan metode ilmiah
 
Artikel filsafat lakatos
Artikel filsafat lakatosArtikel filsafat lakatos
Artikel filsafat lakatos
 
Kuliah 01 perkembangan sejarah fisika
Kuliah 01 perkembangan sejarah fisikaKuliah 01 perkembangan sejarah fisika
Kuliah 01 perkembangan sejarah fisika
 
Ilmu alamiah
Ilmu alamiahIlmu alamiah
Ilmu alamiah
 
Penjelasan dan hukum ilmiah
Penjelasan dan hukum ilmiahPenjelasan dan hukum ilmiah
Penjelasan dan hukum ilmiah
 
Ilmu alamiah dasar
Ilmu alamiah dasarIlmu alamiah dasar
Ilmu alamiah dasar
 
Ilmu Pengetahuan dan Akal Sehat
Ilmu Pengetahuan dan Akal SehatIlmu Pengetahuan dan Akal Sehat
Ilmu Pengetahuan dan Akal Sehat
 
Makalah perkembangan fisika klasik
Makalah perkembangan fisika klasik Makalah perkembangan fisika klasik
Makalah perkembangan fisika klasik
 
Apa itu hidup dan kehidupan bahagian pertama
Apa itu hidup dan kehidupan   bahagian pertamaApa itu hidup dan kehidupan   bahagian pertama
Apa itu hidup dan kehidupan bahagian pertama
 
Pemahaman Rasionalisme Klasik
Pemahaman Rasionalisme KlasikPemahaman Rasionalisme Klasik
Pemahaman Rasionalisme Klasik
 
Logika
LogikaLogika
Logika
 
Konsep paradigma thomas kuhn
Konsep paradigma thomas kuhnKonsep paradigma thomas kuhn
Konsep paradigma thomas kuhn
 

Similaire à Konvergensi sains dan_spiritualitas

Presentasi post modernisme
Presentasi post modernismePresentasi post modernisme
Presentasi post modernisme
Joko Satrio
 
Paradigma thomas s
Paradigma thomas sParadigma thomas s
Paradigma thomas s
Sri Nuryati
 
Bab i makalah fisika
Bab i makalah fisikaBab i makalah fisika
Bab i makalah fisika
Ayuu Ayuu
 
materi_1_hidayatffwrfreergregegthgth.ppt
materi_1_hidayatffwrfreergregegthgth.pptmateri_1_hidayatffwrfreergregegthgth.ppt
materi_1_hidayatffwrfreergregegthgth.ppt
imamdaulay
 
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
ARIYASAFIKAR1
 
Bagian 1 b sains non-sains
Bagian 1 b   sains non-sainsBagian 1 b   sains non-sains
Bagian 1 b sains non-sains
Nanda Reda
 

Similaire à Konvergensi sains dan_spiritualitas (20)

Artikel Filsafat Ilmu dan Logika Metode Induksi dan Deduksi
Artikel Filsafat Ilmu dan Logika Metode Induksi dan DeduksiArtikel Filsafat Ilmu dan Logika Metode Induksi dan Deduksi
Artikel Filsafat Ilmu dan Logika Metode Induksi dan Deduksi
 
Presentasi post modernisme
Presentasi post modernismePresentasi post modernisme
Presentasi post modernisme
 
Paradigma thomas s
Paradigma thomas sParadigma thomas s
Paradigma thomas s
 
Filsafat Ilmu dan Pendekatan Pascadisiplin 05: Paradigma, Positivisme, dan Pa...
Filsafat Ilmu dan Pendekatan Pascadisiplin 05: Paradigma, Positivisme, dan Pa...Filsafat Ilmu dan Pendekatan Pascadisiplin 05: Paradigma, Positivisme, dan Pa...
Filsafat Ilmu dan Pendekatan Pascadisiplin 05: Paradigma, Positivisme, dan Pa...
 
Post Positivisme
Post PositivismePost Positivisme
Post Positivisme
 
filsafat, pengetahuan dan ilmu pengetahuan
filsafat, pengetahuan dan ilmu pengetahuanfilsafat, pengetahuan dan ilmu pengetahuan
filsafat, pengetahuan dan ilmu pengetahuan
 
Filsafat-PARADIGMA KHUN
Filsafat-PARADIGMA KHUNFilsafat-PARADIGMA KHUN
Filsafat-PARADIGMA KHUN
 
Makalah 111215111604-phpapp01
Makalah 111215111604-phpapp01Makalah 111215111604-phpapp01
Makalah 111215111604-phpapp01
 
HAKIKAT FISIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
HAKIKAT FISIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARIHAKIKAT FISIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
HAKIKAT FISIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
 
Epistemologi: Definisi & Kedudukan Filsafat Ilmu
Epistemologi: Definisi & Kedudukan Filsafat IlmuEpistemologi: Definisi & Kedudukan Filsafat Ilmu
Epistemologi: Definisi & Kedudukan Filsafat Ilmu
 
Bab i makalah fisika
Bab i makalah fisikaBab i makalah fisika
Bab i makalah fisika
 
materi_1_hidayat.ppt
materi_1_hidayat.pptmateri_1_hidayat.ppt
materi_1_hidayat.ppt
 
materi_1_hidayatffwrfreergregegthgth.ppt
materi_1_hidayatffwrfreergregegthgth.pptmateri_1_hidayatffwrfreergregegthgth.ppt
materi_1_hidayatffwrfreergregegthgth.ppt
 
materi_1_hidayat.ppt
materi_1_hidayat.pptmateri_1_hidayat.ppt
materi_1_hidayat.ppt
 
Makalah Sejarah Pengetahuan, Metode Ilmiah dan Struktur
Makalah Sejarah Pengetahuan, Metode Ilmiah dan StrukturMakalah Sejarah Pengetahuan, Metode Ilmiah dan Struktur
Makalah Sejarah Pengetahuan, Metode Ilmiah dan Struktur
 
Revisi pid klmpk 10
Revisi pid klmpk 10Revisi pid klmpk 10
Revisi pid klmpk 10
 
@ Kd 3.1 kls x hakikat fisika
@ Kd 3.1 kls x hakikat fisika@ Kd 3.1 kls x hakikat fisika
@ Kd 3.1 kls x hakikat fisika
 
Pertemuan 3-perkembangan ipa
Pertemuan 3-perkembangan ipaPertemuan 3-perkembangan ipa
Pertemuan 3-perkembangan ipa
 
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
Bagian 1 b sains non-sains
Bagian 1 b   sains non-sainsBagian 1 b   sains non-sains
Bagian 1 b sains non-sains
 

Plus de Institute of Technology Telkom

Plus de Institute of Technology Telkom (20)

Econopysics
EconopysicsEconopysics
Econopysics
 
Science and religion 100622120615-phpapp01
Science and religion 100622120615-phpapp01Science and religion 100622120615-phpapp01
Science and religion 100622120615-phpapp01
 
Matematika arah kiblat mikrajuddin abdullah 2017
Matematika arah kiblat   mikrajuddin abdullah 2017Matematika arah kiblat   mikrajuddin abdullah 2017
Matematika arah kiblat mikrajuddin abdullah 2017
 
Iau solar effects 2005
Iau solar effects 2005Iau solar effects 2005
Iau solar effects 2005
 
Hfmsilri2jun14
Hfmsilri2jun14Hfmsilri2jun14
Hfmsilri2jun14
 
Fisika komputasi
Fisika komputasiFisika komputasi
Fisika komputasi
 
Computer Aided Process Planning
Computer Aided Process PlanningComputer Aided Process Planning
Computer Aided Process Planning
 
Archimedes
ArchimedesArchimedes
Archimedes
 
Web and text
Web and textWeb and text
Web and text
 
Web data mining
Web data miningWeb data mining
Web data mining
 
Time series Forecasting using svm
Time series Forecasting using  svmTime series Forecasting using  svm
Time series Forecasting using svm
 
Timeseries forecasting
Timeseries forecastingTimeseries forecasting
Timeseries forecasting
 
Fuzzy logic
Fuzzy logicFuzzy logic
Fuzzy logic
 
World population 1950--2050
World population 1950--2050World population 1950--2050
World population 1950--2050
 
neural networks
 neural networks neural networks
neural networks
 
Artificial neural networks
Artificial neural networks Artificial neural networks
Artificial neural networks
 
002 ray modeling dynamic systems
002 ray modeling dynamic systems002 ray modeling dynamic systems
002 ray modeling dynamic systems
 
002 ray modeling dynamic systems
002 ray modeling dynamic systems002 ray modeling dynamic systems
002 ray modeling dynamic systems
 
System dynamics majors fair
System dynamics majors fairSystem dynamics majors fair
System dynamics majors fair
 
System dynamics math representation
System dynamics math representationSystem dynamics math representation
System dynamics math representation
 

Dernier

Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 

Dernier (20)

Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 

Konvergensi sains dan_spiritualitas

  • 1. Klaim Dasar Sains dan Spiritualitas: Kemungkinan dan Ketidakmungkinan Konvergensi? *Harjo Winoto Dalam dunia modern kontemporer, sains dikenal sebagai suatu aktivitas intelektual dan praktis tentang studi suatu sistem, struktur, dan perilaku materi fisik (natural world) melalui observasi dan eksperimen. Dalam pikiran orang awam, kata "sains" (atau science dalam bahasa Inggris) dibayangkan sebagai buku teks yang tebal, jaket lab berwarna putih dan mikroskop, seorang astronom yang sedang menerawang melalui teleskop, seorang naturalis di hutan hujan tropis, atau persamaan Einstein (E=MC2 ) di papan tulis. Secara umum, gambar-gambar tersebut muncul sebagai bagian dari imaginasi tentang adanya suatu alat atau penemuan yang dapat mengatasi permasalahan manusia. Namun, gambaran ini tidak pernah secara utuh menjelaskan sains. Berikut beberapa pendekatan dalam sistem yang dinamakan "scientific" 1. Asumsi aksiomatik Beberapa filsuf mencoba mengartikulasi asumsi aksiomatik yang menjadi dasar sains, suatu bentuk foundationalism. Pendukung pendekatan ini menyatakan bahwa asumsi ini cukup masuk akal dan diperlukan untuk menjalankan aktivitas sains. Misalnya, Hugh Gauch mengargumentasikan bahwa sains mengasumsikan bahwa "dunia fisik bersifat teratur dan dan dapat dipahami". Sama halnya, seorang biologis Stephen Jay Gould, mengutip hukum alam konstansi sebagai suatu asumsi yang harus diasumsikan seorang peneliti sebelum memulai kegiatan geologi. 2. Koherentisme Bertolak belakang dari pandangan sains berpijak pada asumsi pondasional, koherentisme menyatakan bahwa semua pernyataan dapat dijustifikasi dengan menjadi bagian dari suatu sistem yang koheren. Atau, jika pernyataan individu tidak dapat divalidasi dengan sendirinya, hanya sistem yang koheren yang dapat dijustifikasi. Sebuah prediksi tentang "transit of venus" (fenomena dimana planet Venus berada langsung di antara matahari dan Bumi, atau planet lain) hanya dapat dijustifikasi jika prediksi tersebut koheren dengan pemahaman yang lebih luas tentang mekanika selestial (milky way) dan observasi-observasi sebelumnya. Seperti yang telah dijelaskan di atas, observasi tersebut merupaka tindakan yang kognitif, yaitu bahwa ia bergantung pada pemahaman yang telah ada, suatu sistem
  • 2. "keyakinan". Suatu observasi tentang "transit of Venus" mempersyaratkan diyakininya beberapa hal lain, yaitu optik teleskop, mekanika teleskop, dan pemahaman akan mekanika selestial. Jika prediksi tersebut gagal dan suatu transit tidak dapat diobservasi, maka akan ada penyesuaian dengan sistem yang ada, perubahan dari asumsi sandingan (auxiliary assumption), ketimbang penolakan terhadap keseluruhan sistem teori tersebut. Beberapa ilmuwan menyatakan ketidakmungkinan untuk menguji suatu teori dalam kondisi tertutup (terisolasi). Uji tersebut hanya dapat dilakukan melalui hipotesis sandingan (auxiliary hypotheses) untuk membuat prediksi yang dapat diuji. Sebagai misal, untuk menguji hukum Newton tentang gravitasi dalam setting sistem tata surya, seorang ilmuwan memerlukan informasi tentang massa dan posisi Matahari dan seluruh planet. Sejarah mencatat suatu kejadian yang terkenal di kalangan ilmuwan di abad ke-19 yaitu kegagalan untuk memprediksi orbit Uranus tidak sekonyong-konyongnya mengakibatkan penolakan terhadap hukum Newton namun mengakibatkan penolakan tentang hipotesis bahwa sistem tata surya terdiri dari hanya 7 planet. Investigasi lanjutan menghasilkan penemuan planet ke-8, Neptunus. Jika suatu tes gagal, berari ada sesuatu yang salah. Akan tetapi, terdapat masalah untuk menemukan apa "sesuatu' itu, misalnya, ada planet yang belum terobservasi, alat uji yang tidak terkalibrasi dengan baik, kurvatur ruang yang tidak disangka- sangka. 3. "Apa saja" masuk Seorang filsuf sains Paul Feyerabend mengargumentasikan bahwa tidak ada satupun penjelasan metode sains yang cukup luas untuk mencakup semua pendekatan dan metode yang digunakan seorang ilmuwan. Dia mengklaim bahwa tidak ada aturan metodologi yang berguna dan bebas dari pengecualian. Feyerabend menolak metode sains yang preskriptif dengan dasar bahwa metode semacam itu akan melumpuhkan perkembangan sains. Dengan kata lain, menurut Feyerabend "satu-satunya prinsip yang tidak menghambat perkembangan sains adalah "apa saja" masuk". Feyerabend merasa bahwa sains dimulai sebagai suatu gerakan yang meliberalisasi, namun seiring waktu sains menjadi dogmatik dan kaku, dan oleh karenanya cenderung menjadi suatu ideologi, dan, atas kesuksesan tersebut, sains telah menjadi alat untuk mengekang. Ia merasa dominasi sains yang bersifat eksklusif telah menjadikannya suatu alat untuk mengarahkan masyarakat ke dalam bentuk otoritarianisme. 4. Sosiologi pengetahuan sains
  • 3. Suatu paradigma merupakan hal yang diyakini secara kolektif oleh anggota-anggota komunitas sains. Sebaliknya, suatu komunitas sains terdiri dari orang-orang yang meyakini paradigma tersebut secara kolektif. Menurut Thomas Kuhn, sains hanya dapat dilakukan sebagai bagian dari suatu komunitas, dan secara inheren merupakan aktifitas komunal. Jelas bahwa faktor sosial yang mempunyai peran penting dan langsung dalam metode sains. Lebih lanjut, walaupun dari perspektif ini sains merupakan konstruksi sosial, tidak berarti bahwa realita adalah sekedar konstruksi sosial. 5. Filsafat kontinental Filsuf dengan tradisi kontinental tidak dikenal (atau dikategorisasikan) sebagai filsuf sains. Namun, mereka berbicara banyak tentang sains, bahkan beberapa dari mereka mengusung tema-tema yang berbau tradisi analitis. Contohnya, Nietzsche yang mengedepankan tesis "Genealogi Moral" dalam pencarian kebenaran dalam sains sebagai suatu ideal yang aksetik. Secara umum, sains dalam filosofi kontinental dilihat dari perspektif sejarah peradaban. Georg Wilhelm Friedrich Hegel merupakan salah satu pendukung pendekatan ini. Semua pendekatan ini meliputi perspektif sejarah dan sosial, dengan memprioritaskan "pengalaman organik", ketimbang pendekatan progres atau anti-sejarah yang dilakukan oleh tradisi analitis. Perkembangan sains modern, yang ditandai oleh subyek fisika kuantum yang mengobservasi realita fisik dalam skala nano (10-9 ) dan yokto (10-24 ). Fisika kuantum berupaya menjelaskan konstruksi realitas fisik dengan memisahkan semua obyek fisik dalam ukuran terkecilnya (konstituen atom terkecil). Dalam suatu karya graphic novel, the Watchmen, kuantum fisika digambarkan melalui proses pemisahan suatu obyek fisik hingga komponen terkecilnya melalui mesin Akselerator Partikel. Tujuannya adalah mengobservasi hukum-hukum alam yang berlaku untuk interaksi partikel sub-atomik. Konvergensi Metode: Sains dan Spiritualitas Dari sejarah dan tradisi sains hingga fisika kuantum, sains bercokol pada sifatnya yang obyektif, empiris, dan dapat direka. Meskipun terdapat tubrukan-tubrukan yang cukup keras di kalangan ilmuwan yang berkontentasi atas metode serta asumsi sains, namun tubrukan- tubrukan itu menghasilkan suatu konvergensi dalam tubuh sains sendiri. Misalnya dalam konteks kuantum fisika yang kemudian melahirkan String-Theory, yang disempurnakan dengan M-Theory, ilmuwan fisika kuantum "percaya" bahwa terdapat 11 dimensi dalam
  • 4. realitas fisik. Konstruksi ini untuk sementara didasarkan pada bahasa matematika. Namun, yang ingin penulis tekankan adalah implikasinya. Bila dapat dibuktikan (bukan hanya sekedar pembuktian internal ala matematika (proof), dan dimanifestasikan (dinyatakan dalam suatu wujud fisik (evidence) atau ditemukan suatu metode atau alat observasi), maka pemahaman fisikawan tentang dunia realitas fisik diprediksi akan mengalami perubahan yang cukup fundamental. Perubahan fundamental yaitu pada asumsi kita tentang momentum dan lokasi, yaitu semua obyek fisik berprilaku secara deterministik (ada di lokasi tertentu) dan dapat diprediksi. Dalam level kuantum, semakin jelas lokasi suatu partikel, semakin kabur informasi tentang momentumnya dan sebaliknya. Saat ini ada beberapa alternatif String-Theory, yakni 11D supergravity, Type IIA, Type IIB, Type I, E8E8, dan S0(32) heterotic. M-Theory merupakan metode untuk mengunifikasi semua teori tersebut (penambahan satu dimensi dari 3 dimensi hingga 11 dimensi menunjukkan munculnya fitur-fitur masing-masing teori). Tanpa bermaksud menjelaskan secara teknis, yang perlu digarisbawahi dari metode M- Theory adalah kemampuannya untuk menciptakan "payung" yang lebih besar yang mampu menjelaskan seluruh pecahan-pecahan teori kecil. Tentunya, seluruh teori ini dibangun melalui observasi yang kemudian dibahasakan dalam konstruksi matematika. Konvergensi ini mengandung suatu metode yang mampu (jika terbukti secara utuh dan dapat diuji berulang kali) menghilangkan sifat eksklusifitas dan dualisme dalam berbagai anomali fisika, misalnya dualisme gelombang-partikel elektron. Salah satu metode kunci yang dipakai dalam sains adalah metode induksi-deduksi. Induksi adalah generalisasi dari contoh-contoh yang dapat diobservasi secara empiris. Deduksi adalah proses yang berlawanan, yang dimulai dari asumsi kebenaran umum yang kemudian diterapkan (diobservasi dan ternyata benar) dalam contoh-contoh empiris.
  • 5. Saya ambil contoh pendekatan konvergensi sains dan spiritualitas dari pemikiran Dalai Lama. Buddhisme mempercayai bahwa terdapat perbedaan yang mendasar dari peran deduksi dalam proses pemikiran (reasoning) Buddhisme dengan sains. Sains menggunakan konstruksi matematika yang kompleks, sementara Buddhisme, seperti halnya filsafat India kuno, selalu berkutat pada hal konkret dalam penggunaan logika, di mana pemikiran (reasoning) diterapkan pada suatu konteks yang partikular. Matematika memungkinkan proses abstraksi yang luar biasa besar dalam sains. Perbedaan lain dan mungkin lebih penting adalah proses falsifikasi, yaitu teori sains harus memuat di dalamnya kondisi-kondisi dimana teori tersebut dapat dibuktikan salah. Contoh yang dikemukakan Dalai Lama adalah teori bahwa Tuhan menciptakan alam semesta tidak mungkin menjadi suatu teori yang scientific karena dalam teori tersebut tidak terdapat kondisi-kondisi dimana ia dapat dibuktikan salah. Dalam, Buddhisme arena pemikiran tidak hanya terbatas pada realitas fisik, namun juga termasuk pengalaman subyektif tentang nilai (values), metafisika dan etika. Hanya dengan melihat ketiga komponen tersebut dalam satu kerangka yang utuh barulah tercapai pemahaman yang lebih akurat. Dalam tradisi Buddhisme, mereka mengenal prinsip "ranah negasi", yang mendelineasi "apa yang tidak ditemukan/terbukti" dengan "apa yang terbukti tidak ada". Logika dalam dikhotomi ini, bila diaplikasikan dalam pertanyaan "Apakah Tuhan ada?", maka fakta bahwa sains tidak dapat membuktikan keberadaan Tuhan tidak berarti Tuhan tiada bagi kaum yang mempraktikkan tradisi teistik. Problematika yang hendak dijelaskan dalam butir ini adalah pertanyaan tentang prima causa, atau asal muasal alam semesta. Selanjutnya, topik yang banyak diteliti dewasa ini adalah mengenai kesadaran (consciousness) manusia. Penelitian tentang persepsi dan bangunan proses kita sebagai manusia dalam memahami dunia di sekitar kita merupakan merupakan kunci untuk mengetahui benar-tidaknya atau setidaknya batasan dari kemampuan observasi kita. Sudut pandang ini mulai mempersempit jarak sains dan spritualitas (yang mengusung pengalaman subyektif dari sang pelaku). Perkembangan fisika kuantum hingga saat ini menunjukkan runtuhnya metode deduksi untuk topik-topik bahasan yang berada di luar resepsi (dan persepsi) indera fisik manusia (penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa, bau) dan untuk obyek-obyek di luar realitas 3 dimensi manusia. Menurut hemat penulis, metode deduksi tanpa disertai aspek induksi dan aspek multi-perspektif akan mengakibatkan terciptanya paham yang dogmatis. Sains hanya akan menjadi agama baru dimana premis-premis awalnya tidak tersentuh pertanyaan dan interogasi kritis.
  • 6. Titik-titik konvergensi Dari paparan singkat metode sains dan spiritualitas di atas, terdapat beberapa titik kovergensi. Pertama, titik konvergensi dalam hal pengalaman subyektif individu yang mempunyai dampak terhadap "obyek" (dalam dikhotomi klasik tentang subyek-obyek). Artinya, terdapat relasi dalam hubungan keduanya dengan bau hermeneutika. Implikasinya adalah konteks atau sudut pandang dimulainya suatu observasi berpengaruh terhadap "obyek". Artinya, obyek bukanlah semata-mata suatu fenomena independen yang eksistensinya konstan sepanjang masa dengan atau tanpa hadirnya subyek. Selama ini toh semua obyek selalu dibungkus dan diorganisasi oleh subyek (manusia). Catatan dari penulis adalah bahwa dikhotomi subyek-obyek harus diluluhkan untuk menerawang kemungkinan adanya potensi relasi lain di antara subyek-obyek. Atau bahkan mungkin keduanya adalah satu hal yang sama. Dalam bahasa spiritualitas, zat yang dinamakan Tuhan atau Higher Being tidaklah semata-mata suatu kenyataan obyektif yang kaku dan independen. Namun, suatu zat/entitas yang dinamis dalam relasinya dengan manusia. Kedua, titik konvergensi dalam hal realitas fisik yang terbatas. Fisika kuantum secara gamblang menggambarkan keterbatasan kemampuan observasi manusia, yang dari sana lah dirumuskan teori 11 dimensi. Keberadaan suatu obyek fisik yang melampaui 3 dimensi manusia tidak dapat dibuktikan dengan kondisi dan alat dalam dimensi tersebut. Para ilmuwan fisika kuantum meyakini perkembangan teknologi akan membawa manusia untuk mampu menciptakan alat untuk menerawang melampaui 3 dimensi tersebut. Realitas fisik yang terbatas berarti tercipta ruang bagi suatu zat yang melampaui manusia. Belum tentu zat itu tuhan sebagaimana diyakini kaum teistik, dengan variasi, politeistik, deistik maupun monoteistik. Setidaknya, pada titik ini ruang ini membongkar asumsi klasik sains tentang obyek material. Sebagaimana halnya pelampauan tersebut, agama-agama Samawi hanya dapat berkonvergensi dengan sains bila terdapat "pencairan" teks dan interpretasi teks serta tradisi yang mampu merespons perkembangan sains. Dengan kata lain, teks tidak seharusnya diperlakukan sebagai obyek mati yang sudah selesai. Penerapan dan reinterpretasi nilai teks harus menjadi bagian yang utuh dalam kehidupan spritualitas. Konvergensi ini tidak mungkin terjadi bila sains dan spiritualitas mengusung ide bahwa "dunia obyektif material merupakan ranah sains, dan dunia obyektif spiritualitas merupakan ranah spritualitas". Sifat dikhotomi yang memisahkan dengan tegas "obyek" yang diteliti sains dan spiritualitas akan memisahkan keduanya dalam ketidaksinambungan. Setidaknya, kita harus mengambil sikap bahwa "kita tidak tahu", atau "mari kita coba". Dalam guyonan
  • 7. para ilmuwan "siapa tahu tuhan ada di dimensi yang lain (lebih tinggi) dan manusia ternyata sains adalah jawaban iman". Penulis menutup tulisan ini dengan catatan bahwa dikhotomi sains dan spritualitas hendaknya diperlakukan dengan sikap mencoba menjalin dialog. Bila akhirnya tidak terdapat titik temu, setidaknya kita sudah membuktikan divergensi tersebut. Namun, pada titik ini perlu dilakukan upaya memahami satu sama lain melalui penyamaan kosa kata. *Karena hujan lebat yang tak kunjung henti, seorang pendeta yang terjebak di atap rumahnya pun berdoa meminta bantuan tuhannya. Setelah berjam-jam menunggu, ia tidak melihat satupun tanda-tanda. Tiba-tiba, terdengar suara mesin yang berdengung dan semakin dekat semakin jelas bahwa beberapa orang menggunakan boat kecil untuk menolong korban yang tertinggal. Sang pendeta menolak bantuan orang-orang tersebut. Berikut beberapa jam kemudian, terdengar suara menderu dari sebuah helikopter. Sang pendeta pun tetap menolak pertolongan itu dan meyakini tuhannya akan mengirimkan pertolongan. Beberapa jam kemudian, terlihat beberapa orang korban yang sedang menggunakan barang-barang tersisa untuk membuat pelampung dan meminta bantuan pendeta tersebut supaya mereka bisa berenang mencari bantuan. Sang pendeta pun tetap menolak dan menyakini tuhannya akan menolongnya. Sang pendeta pun meninggal karena kelaparan, rasa capek, dan kedinginan. Sesampainya ia di Surga, ia bertanya mengapa tuhan tidak menolongnya. Tuhan menjawab "Saya sudah mengirim tiga bantuan dan kamu tetap menolaknya" Mungkinkah sains adalah pertolongan tuhan untuk lebih mendekatinya?