KULTIVASI DAN OPTIMASI HIDROLISIS BIOMASSA
MIKROALGA Choricystis sp. DENGAN VARIASI
KONSENTRASI PELARUT, SUHU DAN WAKTU
MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY
(RSM)
SKRIPSI
HANA NURBAITI SOBIHAH HAPSIN
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
i
KULTIVASI DAN OPTIMASI HIDROLISIS BIOMASSA
MIKROALGA Choricystis sp. DENGAN VARIASI
KONSENTRASI PELARUT, SUHU DAN WAKTU
MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY
(RSM)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta
Oleh:
HANA NURBAITI SOBIHAH HAPSIN
NIM. 11140960000064
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
ii
KULTIVASI DAN OPTIMASI HIDROLISIS PADA BIOMASSA
MIKROALGA Choricystis sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI
PELARUT, SUHU DAN WAKTU MENGGUNAKAN RESPONSE
SURFACE METHODOLOGY (RSM)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta
Oleh:
HANA NURBAITI SOBIHAH HAPSIN
NIM. 11140960000064
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si
NIP. 19750918 200801 1 007
Pembimbing II
apt. Swastika Praharyawan, M.Si
NIP. 19821017 200604 1 005
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si
NIP. 19750918 200801 1 007
iii
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Kultivasi dan Optimasi Hidrolisis Biomassa Mikroalga
Choricystis sp. dengan Variasi Konsentrasi Pelarut, Suhu dan Waktu
Menggunakan Response Surface Methodology (RSM)” telah dinyatakan
LULUS pada Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 19 Juli 2021. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S1)
Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I
Dr. Sandra Hermanto, M. Si
NIP. 19750810 200501 1 005
Penguji II
Nurhasni, M.Si
NIP. 19740618 200501 2 005
Pembimbing I
Dr. La Ode Sumarlin, M. Si
NIP. 19750918 200801 1 007
Pembimbing II
apt. Swastika Praharyawan, M.Si,
NIP. 19821017 200604 1 005
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., MT., Ph.D
NIP. 19710608 200501 1 005
Ketua Program Studi Kimia,
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si
NIP. 19750918 200801 1 007
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juli 2021
Hana Nurbaiti Sobihah Hapsin
11140960000064
v
ABSTRAK
HANA NURBAITI SOBIHAH HAPSIN. Kultivasi dan Optimasi Hidrolisis
Biomassa Mikroalga Choricystis sp. dengan Variasi Konsentrasi Pelarut, Suhu
dan Waktu Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Dibimbing oleh
LA ODE SUMARLIN DAN SWASTIKA PRAHARYAWAN
Optimasi hidrolisis menjadi hal penting yang perlu diperhatikan mengingat
mikroalga memiliki kandungan karbohidrat yang dapat diubah menjadi gula
sederhana. Mikroalga yang digunakan adalah spesies Choricystis sp. (LIPI-
LBB13-045), dikultivasi dalam media AF6-Modifikasi sehingga menghasilkan
biomassa. Penelitian ini bertujuan menentukan kondisi optimum hidrolisis untuk
memperoleh glukosa menggunakan Response Surface Methodology (RSM).
Parameter proses hidrolisis yang dioptimasi adalah suhu (x1), waktu (x2), dan
konsentrasi H2SO4 (x3). Percobaan optimasi dilakukan dalam dua tahap yaitu
tahap penelusuran rentang optimum dan tahap penentuan nilai optimum dengan
menggunakan desain eksperimen Central Composite Design (CCD). Hasil
penelitian menunjukkan nilai kondisi optimum yang berhasil dicapai dengan
Response Surface Methodology (RSM) yaitu suhu 93,28 o
C, waktu 67,48 menit,
dan konsentrasi H2SO4 2,25 % (v/v).
Kata Kunci: Hidrolisis, metode permukaan respon, mikroalga.
vi
ABSTRACT
HANA NURBAITI SOBIHAH HAPSIN. Cultivation and Optimization of
Choricystis sp. Microalgal Biomass Hydrolysis by Variations of Solvent
Concentrations, Temperature and Time use Response Surface Methodology.
Supervised by LA ODE SUMARLIN DAN SWASTIKA PRAHARYAWAN
The optimized extraction process is essential to be applied due to the
necessity of maximizing carbohydrate recovery that can subsequently be
converted into simple sugar. The microalgae of Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045)
used in this research is cultivated in AF6-modified media to produce biomass.
This research is aiming at determining the optimum condition for microalgal
biomass hydrolysis process by utilizing response surface methodology (RSM).
The hydrolysis process parameters that will be optimized in this research are
temperature (x1), in hydrolysis time (x2), and concentration of H2SO4 (x3). The
research is comprised of two stages, tracing the interval which the optimum value
is resided and determining the optimum value for each parameter by applying
Central Composite Design (CCD) experimental design. The result in this research
showed optimum conditions which achieved by response surface methodology is
93,28 o
C temperature, time reaction 67,48 minutes, and H2SO4 concentration 2,25
% (v/v)
Key words: hydrolysis, response surface methodology, microalgae.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohim,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala
berkat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Kultivasi dan Optimasi Hidrolisis Biomassa Mikroalga Choricystis sp. dengan
Variasi Konsentrasi Pelarut, Suhu dan Waktu Menggunakan Response Surface
Methodology (RSM)”. penulis menyadari bahwa menyelesaikan skripsi ini tak
lepas dari bantuan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada :
1. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu
dan bimbingan terhadap penulis.
2. apt. Swastika Praharyawan, M.Si selaku pembimbing II yang telah
memberikan saran, masukan serta kemudahan terhadap penulis selama proses
penelitian.
3. Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan
saran serta masukan yang bermanfaat.
4. Nurhasni, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan saran dan
bantuannya selama perkuliahan.
5. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia, Fakultas Sains
dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Siti Nurbayti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama kuliah.
viii
8. Dr. Dwi Susilaningsih selaku Kepala Laboratorium Bioenergi dan Bioproses,
Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI di Cibinong.
9. Orang tua dan keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat dan
batuan moril maupun materi dan doa untuk kelancaran tugas akhir.
10. Staf laboratorium bioenergi dan bioproses yang telah membantu dalam
penelitian penulis serta canda tawa selama empat bulan.
11. Yanti Haryanti, Isni Putri, dan Shinta Dara teman seperjuangan atas bantuan
dan saran.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan umumnya bagi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, Amin Ya Rabbal’alamin.
Jakarta, 19 Juli 2021
Hana Nurbaiti Sobihah Hapsin
ix
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 4
1.3 Hipotesis .......................................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5
2.1 Mikroalga......................................................................................................... 5
2.2 Fase Pertumbuhan Mikroalga .......................................................................... 8
2.3 Karbohidrat ...................................................................................................... 8
2.3.1 Hidrolisis………………………………………………………………..9
2.3.2 Pengaruh Kondisi Operasi………………………………………….…10
2.4 Metode Permukaan Respon …………….…………………………...……....12
2.5 Metode Fenol-Asam Sulfat………………………………………………….15
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 177
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................... 177
3.2 Alat dan Bahan............................................................................................. 177
3.2.1 Alat……………………………………………………………....…….17
3.2.2 Bahan……………………………………………………………….….17
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................................... ..188
3.3.1 Diagram Alir……………………………………………...…………...18
3.3.2 Produksi Biomassa………………………………...…………………..19
3.3.3 Optimasi Hidrolisis………………………………...………………….20
3.3.4 Analisis Kuantitatif Menggunakan Metode Fenol-Asam Sulfat.............24
3.3.5 Analisis Data Statistik…………………………………………………25
x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 277
4.1 Kultivasi Mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045)........................ 277
4.2 Optimasi Hidrolisis .......................................Error! Bookmark not defined.1
4.3 Penelusuran Rentang Optimum ................................................................... 355
4.4 Optimasi Menggunakan Response Surface Methodology (RSM) model
Central Composite Design (CCD) ............................................................... 388
4.5 Pengaruh Suhu, Waktu dan Konsentrasi Asam Sulfat Terhadap Kadar
Glukosa……………………………………………………………………...43
BAB V PENUTUP............................................................................................. 455
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 455
5.2 Saran ............................................................................................................ 455
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 466
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... 533
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan karbohidrat beberapa spesies mikroalga ................................7
Tabel 2. Rancangan percobaan tahap penelusuran rentang optimum ...................22
Tabel 3. Perlakuan dan kode perlakuan.................................................................23
Tabel 4. Rancangan percobaan penentuan kondisi optimum dengan CCD ......... 23
Tabel 5. Hasil hidrolisis dari dua pelarut berbeda.................................................32
Tabel 6. Hasil hidrolisis menggunakan H2SO4 .....................................................35
Tabel 7. Hasil percobaan penelusuran rentang optimum ......................................35
Tabel 8. Hasil ANOVA untuk penelusuran rentang optimum ..............................37
Tabel 9. Hasil percobaan kondisi optimum dengan CCD ....................................38
Tabel 10. Hasil ANOVA untuk kondisi optimum dengan CCD...........................39
Tabel 11. Nilai kondisi optimum yang diperoleh dari model................................41
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mikroalga Choricystis sp......................................................................6
Gambar 2. Laju pertumbuhan mikroalga................................................................8
Gambar 3. Reaksi glukosa dengan fenol-asam sulfat...........................................16
Gambar 4. Komponen alat Spektrofotometer UV-Vis........................................17
Gambar 5. Diagram Alir.......................................................................................18
Gambar 6. Kurva Pertumbuhan Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) ..............27
Gambar 7. Mekanisme reaksi hidrolisis selulosa dengan asam............................33
Gambar 7. Plot kontur antara suhu dan konsentrasi asam sulfat..........................41
Gambar 8. Plot permukaan respon glukosa..........................................................42
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi dan pembuatan Media AF6-Modifikasi ........................53
Lampiran 2. Nilai Optical Density (OD) Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045) .....54
Lampiran 3. Tabel ANOVA hasil penelusuran rentang optimum .......................55
Lampiran 4. Tabel ANOVA kondisi optimum menggunakan CCD....................56
Lampiran 5. Absorbansi standar glukosa dan perhitungan pengenceran .............57
Lampiran 6. Hasil absrobansi hidrolisis antara dua pelarut .................................58
Lampiran 7. Hasil absorbansi penelusuran rentang optimum ..............................59
Lampiran 8. Hasil absorbansi optimasi menggunakan CCD .............................. 60
Lampiran 9. Perhitungan kadar glukosa...............................................................61
Lampiran 10. Standar deviasi hasil kondisi optimum dengan CCD ....................63
Lampiran 11. Kurva larutan standar glukosa ...................................................... 64
Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian................................................................ 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, salah
satunya adalah mikroalga. Mikroalga yang ada di bumi diperkirakan terdapat
sekitar 200.000-800.000 spesies dan baru sekitar 35.000 spesies yang
teridentifikasi (Assadad et al., 2010). Potensi mikroalga menjadi aspek penting
untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi karena berkaitan dengan konsep
biorefineri yang mengacu pada eksplorasi biomassa. Biorefineri mikroalga
merupakan cara untuk menghasilkan berbagai produk energi atau produk jenis
lainnya dengan memanfaatkan biomassa mikroalga dengan harapan menghasilkan
limbah yang sedikit bahkan tidak menghasilkan limbah (Arenas et al., 2016).
Mikroalga yang berperan sebagai sumber energi merupakan salah satu
bukti kebesaran dan kekuasaan Allah SWT sebagai pencipta. Sebagaimana
penjelasan pada Q.S. Asy-Syu’ara (26) ayat 7:
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang
baik?”
Ayat tersebut menerangkan bahwa kita sebagai manusia diperintahkan
untuk memperhatikan tumbuh-tumbuhan yang baik yang telah Allah tumbuhkan
di bumi ini. Tumbuhan yang baik dapat diartikan tumbuhan yang memiliki
berbagai manfaat di dalamnya. Sesungguhnya pada perkara tumbuhan yang
ditumbuhkan di muka bumi ini benar-benar terkandung petunjuk yang jelas
2
tentang kesempurnaan Allah SWT. Perumpamaan Allah SWT pada salah satu
makhluk hidup yang tidak bisa dilihat secara langsung yaitu mikroalga yang
merupakan mikroorganisme fotosintetik yang dapat hidup di air tawar maupun
laut. Mikroalga ini telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai jenis produk seperti
produk energi, kosmetik, dan lainnya yang dapat bermanfaat untuk kehidupan
manusia.
Mikroalga merupakan mikroorganisme yang mengandung komposisi
kimia bermanfaat seperti karbohidrat, protein, lipid, dan asam amino. Hal ini
menjadi alasan layaknya mikroalga dimanfaatkan sebagai sumber alternatif bahan
baku energi (Qaishum et al., 2015; Sani et al., 2014). Selama ini, banyak peneliti
yang memanfaatkan biomassa mikroalga sebagai bahan baku biodiesel karena
kandungan lipid dan profil asam lemak monosaturated fatty acid (MUFA) yang
tinggi. Choricystis sp. salah satu mikroalga yang mengandung lipid dan profil
asam lemak yang tinggi (Praharyawan et al., 2016). Choricystis sp. (LIPI-LBB13-
045) memiliki kemampuan daya adaptasi yang cepat terhadap lingkungan baru
dan proses pemanenan yang singkat (Praharyawan et al., 2016). Sebagai bahan
baku potensial penghasil biodiesel, biomassa Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045)
diharapkan memiliki potensi sebagai penghasil karbohidrat yang potensinya dapat
mengiringi potensi bahan baku biodiesel sehingga dapat meningkatkan
keekonomisannya saat digunakan dalam skala komersial.
Karbohidrat mikroalga terdapat dalam bentuk selulosa yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan gula sederhana melalui proses hidrolisis.
Hidrolisis secara kimiawi dianggap lebih efektif memecah karbohidrat seperti
selulosa untuk menghasilkan gula sederhana lebih tinggi. Hidrolisis secara
3
kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis asam atau basa untuk
mempercepat reaksi hidrolisis. Hal ini seperti pada penelitian Ho et al. (2013)
yang melakukan optimasi hidrolisis pada Chlorella v. menggunakan H2SO4 1 %
pada suhu 121 o
C selama 20 menit menghasilkan kadar glukosa 93,6 %. Selain
itu, pada penelitian Miranda et al. (2014) melakukan proses hidrolisis pada
Tetraselmiis chuii menggunakan H2SO4 1,75 % pada suhu 70 o
C selama 30 menit
menghasilkan kadar glukosa 48,4 %. Proses hidrolisis menggunakan basa
dilakukan pada mikroalga N. salina menggunakan KOH 40 % (w/v) pada 90 o
C
selama 60 menit menghasilkan 0,09 g.L-1
(Chen dan Vaidyanathan, 2013).
Dalam proses hidrolisis terdapat faktor yang harus diperhatikan seperti
konsentrasi pelarut, suhu, dan waktu. Oleh karena itu, penelitian mengenai
pengaruh konsentrasi pelarut, suhu, dan waktu reaksi hidrolisis untuk hasil
glukosa tertinggi dari biomassa Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045) sangat penting
untuk dilakukan karena ketersediaan data yang masih minim. Optimasi dilakukan
dengan metode respon permukaan atau Response Surface Methodology (RSM).
RSM merupakan teknik statistika yang berguna untuk mengidentifikasi dan
memprediksi nilai-nilai variabel proses yang mempengaruhi variabel respon serta
untuk mengoptimalkan respon (Montgomery, 2001; Ernes et al., 2014).
Keunggulan metode RSM ini tidak memerlukan percobaan dalam jumlah
banyak sehingga lebih efisien dari segi waktu dan biaya (Ernes et al., 2014).Hal
ini seperti proses optimasi fermentasi bagas tebu oleh Zymomonas mobilis CP4
menunjukkan hasil yang akurat menggunakan RSM dengan pemilihan kondisi
terbaik terjadi pada konsentrasi inokulum 15 % (v/v), konsentrasi urea 0,3 %
4
(b/v), dan lama fermentasi 45 jam dengan menghasilkan kadar etanol optimum
sebesar 1,257 % (v/v) (Ernes et al., 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi optimum hidrolisis karbohidrat biomassa Choricystis
sp. (LIPI-LBB13-AL045) berdasarkan parameter konsentrasi H2SO4, suhu, dan
waktu reaksi dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM)?
1.3 Hipotesis
Proses optimasi menggunakan Response Surface Methodology (RSM)
dapat menemukan kondisi optimum proses hidrolisis untuk menghasilkan glukosa
tertinggi.
1.4 Tujuan Penelitian
Menentukan nilai optimum konsentrasi H2SO4, suhu, dan waktu reaksi
hidrolisis karbohidrat dari biomassa Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) untuk
memperoleh glukosa tertinggi dengan menggunakan Response Surface
Methodology (RSM).
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi
optimum proses hidrolisis biomassa mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-
AL045) sehingga dapat memaksimalkan perolehan karbohidrat dari biomassa
mikroalga choricystis sp.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikroalga
Mikroalga merupakan mikroorganisme fotosintetik berukuran antara 1
mikrometer sampai ratusan mikrometer yang hidup di perairan tawar ataupun laut
(Hadiyanto dan Maulana Azim, 2012; Widiyanto et al., 2014). Mikroalga
memiliki kemampuan untuk memproduksi biomassa melalui proses fotosintesis
dengan bantuan sinar matahari, air dan karbon dioksida (Demirbas, 2010).
Mikroalga mengandung komposisi kimia sangat bermanfaat, seperti protein,
karbohidrat, pigmen, asam amino, lipid, dan hidrokarbon (Sani et al., 2014).
Mikroalga Choricystis sp. merupakan mikroalga air tawar yang diambil
dari danau di Provinsi Bengkulu.
Adapun klasifikasinya sebagai berikut (Rakhmawati, 2017):
Domain : Eukariot
Kingdom : Plantae
Filum : Chlorophyta
Kelas : Trebouxiophyceae
Ordo : Trebouxiophyceae
Famili : Coccomyxaceae
Genus : Choricystis
Spesies : Choricystis sp.
6
Gambar 1. Mikroalga Choricystis sp. (Praharyawan et al., 2018)
Apabila dilihat dari segi bentuk, mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-
045) memiliki bentuk lonjong atau oval. Pada penelitian lain Choricystis sp.
(LIPI-LBB13-045) memiliki kandungan lipid sebesar 34,2 mg.L-1
.hari-1
(Menezes
et al., 2016). Selain itu, Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045) juga memiliki nilai
profil asam lemak monounsaturated fatty acid (MUFA) sebesar 45,5 %
(Praharyawan et al., 2016). Akan tetapi, untuk saat ini belum teridentifikasi secara
detail mengenai potensi karbohidrat dari mikroalga Choricystis sp. (Menezes et
al., 2015).
Mikroalga merupakan mikroorganisme yang dapat menghasilkan substansi
kimia yang berguna untuk sumber energi. Salah satunya adalah kandungan
karbohidrat yang terdapat dalam mikroalga. Kandungan karbohidrat pada
mikroalga berbeda-beda tergantung spesies dan kondisi lingkungan hidupnya
(Assadad et al., 2010; Basmal, 2008). Karbohidrat pada mikroalga terletak pada
dinding sel dan sitoplasma. Sekitar 4-7 % dalam bentuk selulosa dan sekitar 51 –
60 % dalam bentuk gula netral non selulosa. Karbohidrat mikroalga sebagai
sumber karbon dapat dimanfaatkan untuk produksi bioetanol yang diperoleh
7
melalui proses fermentasi. Karbohidrat dikonversi menjadi glukosa dan
difermentasi menjadi bioethanol (Assadad et al., 2010).
Tabel 1. Kandungan karbohidrat beberapa spesies mikroalga
Nama Spesies Kandungan karbohidrat
(%)
Sumber
Porphyridium
cruentum
22,82 (Agustini dan Nadhil Febrian.,
2019)
Tetraselmis chuii 48,4 (Miranda et al., 2014)
Spirulina platensis 65 (Samudera dan Tatang
Sopandi, 2020)
Komposisi kimia yang terkandung dalam mikroalga berbeda-beda karena
dipengaruhi faktor seperti jenis spesies dan kondisi kultivasi. Pertumbuhan
mikroalga dapat dipengaruhi beberapa faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi hasil biomassa diantaranya intensitas cahaya, temperatur, media,
oksigen. pH, karbon dioksida, dan pengadukan. Oleh karena itu, terdapat peluang
untuk memperoleh mikroalga dengan komposisi kimia tertentu dengan
memodifikasi faktor lingkungannya (Assadad, 2010; Basmal, 2008)
Mikroalga melakukan aktivitas fotosintesis dengan bantuan air, oksigen,
cahaya, serta menggunakan bahan-bahan organik yang terdapat dalam media
(Dimas et al., 2017; Jelizanur, 2019). Cahaya dan nutrisi pada media akan tersebar
merata dengan pengadukan sehingga tidak akan terjadi pengendapan biomassa
(Mata et al., 2010). Pengadukan pada kultur mikroalga biasanya dilakukan dengan
cara aerasi atau memompakan udara ke dalam media. Selain itu, pengadukan juga
bisa dilakukan dengan cara mekanik seperti menggunakan stirrer (Kurnia, 2016).
8
2.2 Fase Pertumbuhan Mikroalga
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Pertumbuhan mikroalga
dapat ditandai dengan bertambahnya ukuran dan jumlah sel. Tanda pertumbuhan
mikroalga juga ditandai dengan perubahan air kultur dari bening menjadi
berwarna seperti hijau muda atau coklat muda kemudian menjadi hijau atau
coklat. Selama proses kultivasi mikroalga mengalami lima fase yaitu: (1) fase
adaptasi, dimana pertumbuhan kelimpahan mikroalga terjadi dalam jumlah
sedikit. (2) Fase pertumbuhan lanjut yang dialami mikroalga setelah fase adaptasi.
Salah satu indikasi penting sel berhasil melalui fase adaptasi adalah kecepatan
pertumbuhan. (3) Fase penurunan pertumbuhan, fase yang dapat dipengaruhi oleh
cahaya, dan akumulasi oksigen yang dihasilkan saat proses fotosintesis. (4) Fase
stasioner yang menunjukkan tidak ada lagi pertumbuhan mikroalga. (5) Fase
terakhir yaitu fase kematian, ditunjukkan dengan jumlah sel mikroalga yang mati
lebih tinggi dibandingkan sel yang hidup (Hadiyanto dan Maulana Azim, 2012).
Gambar 2. Laju pertumbuhan mikroalga (Fogg dan Thake, 1987)
2.3 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang disusun oleh tiga jenis
atom, yaitu karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), baik dalam bentuk
9
molekul sederhana maupun kompleks (Christian dan Vaclavik, 2003).
Karbohidrat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok diantaranya
monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida
merupakan karbohidrat sederhana yang memiliki satu unit monomer, sehingga
monosakarida tidak memiliki ikatan glikosidik. Kelompok berikutnya disakarida
merupakan karbohidrat yang tersusun oleh dua unit monomer monosakarida yang
dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Ketiga yaitu oligosakarida termasuk
polimer yang disusun tiga hingga sembilan unit monosakarida. Terakhir adalah
polisakarida yang merupakan polimer molekul monosakarida yang dapat berantai
lurus atau bercabang yang terikat satu sama lain oleh ikatan glikosidik (Sri
Risnoyatiningsih, 2011).
Karbohidrat pada mikroalga terdapat dalam bentuk pati dan selulosa yang
terdapat pada dinding sel, dengan tidak adanya lignin akan jauh lebih mudah
untuk dikonversi menjadi kelompok monosakarida jika dibandingkan dengan
lignoselulosa. Mikroalga mengandung karbohidrat karena secara umum telah
dipercaya bahwa proses pembentukan karbohidrat ini terjadi saat proses
fotosintesis pada siklus calvin serta adanya asupan nutrisi juga merupakan cara
efektif untuk memicu akumulasi karbohidrat. Hal ini terjadi pada penelitian Fen
Tan et al. (2016) yang menerangkan bahwa dari kelima mikroalga yang digunakan
ternyata C. vulgaris ESP-6 mengandung karbohidrat yang lebih tinggi sebesar
61,50% dengan modifikasi ampas biogas.
2.3.1 Hidrolisis
Karbohidrat kompleks yang dikonversi menjadi glukosa dapat dilakukan
dengan proses hidrolisis. Hidrolisis merupakan pemecahan gula-gula kompleks
10
menjadi gula-gula sederhana (Kurnia, 2016). Hidrolisis dapat dilakukan secara
kimiawi dan enzimatis. Hidrolisis secara kimiawi dapat menggunakan asam
seperti asam sulfat, asam klorida dan alkali seperti natrium hidroksida, kalium
hidroksida. Hidrolisis secara kimiawi memberikan keuntungan lebih cepat,
mudah, dan murah dibandingkan metode hidrolisis yang lain (Girio et al., 2010;
Harun et al., 2010; Moxley dan Zhang, 2007). Hidrolisis secara enzimatis
dilakukan menggunakan enzim, pada proses hidrolisis ini lebih lambat dan lebih
mahal dibandingkan dengan hidrolisis secara kimiawi (Lynd et al., 2002).
Pemilihan hidrolisis menggunakan pelarut dan konsentrasi yang akan
digunakan tergantung jenis mikroalga. Proses hidrolisis dengan suhu tinggi biasa
dilakukan pada kisaran 160-240 o
C, sedangkan suhu rendah kisaran 80-140 o
C.
Menurut hasil penelitian lain menunjukkan bahwa hidrolisis pada mikroalga
Tetraselmis chuii pada temperatur 70 o
C dan konsentrasi asam sulfat 1,75 %
menghasilkan glukosa dengan kadar tertinggi 48,4 % (Miranda et al., 2014).
Selain itu, proses hidrolisis basa dilakukan pada mikroalga N. salina
menggunakan KOH 40 % (w/v) pada 90 o
C selama 60 menit menghasilkan 0,09
g.L-1
(Chen dan Vaidyanathan, 2013).
2.3.2 Pengaruh Kondisi Operasi
1. Konsentrasi Pelarut
Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi.
Proses hidrolisis secara kimiawi dapat digunakan asam dan basa. Sampai saat
ini, penggunaan asam untuk proses hidrolisis biomassa mikroalga menjadi
pilihan yang tepat, dikarenakan ketiadaan lignin pada mikroalga. Penggunaan
asam dengan konsentrasi tinggi atau konsentrasi rendah akan memberikan
11
hasil yang bervariasi. Menurut peneliti Hamelinck et al. (2005), menyatakan
bahwa penggunaan asam dengan konsentrasi tinggi akan memberikan kadar
gula yang tinggi setelah tahap hidrolisis.
2. Suhu Reaksi
Suhu adalah salah satu faktor yang dapat mempercepat terjadinya reaksi
hidrolisis. Suhu hidrolisis berpengaruh terhadap konstanta kecepatan reaksi.
Jika suhu semakin tinggi, konstanta kecepatan reaksi akan semakin besar
sehingga reaksi dapat semakin cepat (Kirk dan Othmer, 1983). Kurnia (2016)
meneliti tentang proses hidrolisis lignoselulosa dari mikroalga Chlorella
vulgaris menggunakan asam sulfat konsentrasi rendah menunjukkan bahwa
suhu optimum terjadi pada 120 o
C menghasilkan kadar glukosa tertinggi dan
mulai menurun pada suhu di atas 120 o
C.
3. Waktu Reaksi
Waktu ekstraksi juga penting untuk diperhatikan dalam proses hidrolisis
karena dapat mempengaruhi hasil hidrolisis. Hasilnya akan semakin
meningkat dengan semakin lamanya waktu reaksi sampai pada waktu
optimum (Groggins, 1958). Erlangga et al. (2015) meneliti proses hidrolisis
pada mikrolaga Nannochloropsis sp. menggunakan asam sulfat 4 % pada suhu
80 o
C menunjukkan waktu optimum 75 menit menghasilkan kadar glukosa
yang meningkat. Penelitian Qaishum et al. (2015) menjelaskan adanya
kenaikan kadar glukosa seiring dengan bertambahnya waktu dari 10 – 30
menit, namun pada menit ke 50 mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan
waktu optimum terjadi pada menit ke 30 dalam menghidrolisis biomassa
Tetraselmiis chuii. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu maka kadar
12
glukosa semakin meningkat, namun menit ke 50 mengalami penurunan karena
ion H+
pada asam telah mencapai titik optimum dalam reaksi hidrolisis.
2.4 Metode Permukaan Respon
Optimasi merupakan suatu pendekatan untuk mengidentifikasi hasil
terbaik dalam suatu permasalahan. Unsur utama pada proses optimasi adalah
menentukan fungsi tujuan yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas.
Perlakuan optimasi merupakan langkah yang dapat meminimalisasi biaya dan
penggunaan bahan baku atau mengefisiensikan proses produksi dengan
memaksimalkan hasil (Box dan Draper, 1987).
Penelitian ini dilakukan untuk mencari nilai-nilai parameter produksi
kadar glukosa dari hasil hidrolisis yang prosesnya dapat menghasilkan yield
terbesar. Jumlah yield yang diperoleh merupakan hasil dari penerapan parameter
produksi. Adapun parameter yang diamati dalam proses hidrolisis karbohidrat ini
adalah konsentrasi pelarut, suhu, dan waktu. Dikarenakan dalam penelitian ini
mencari hubungan antara variabel bebas terhadap variabel respon, maka desain
eksperimen yang tepat untuk digunakan adalah desain permukaan respon.
Metode permukaan respon atau Response Surface Methodology (RSM)
adalah teknik statistika yang berguna untuk memodelkan, menganalisis data pada
variabel respon yang dipengaruhi oleh variabel bebas dengan tujuan
mengoptimalkan respon (Montgomery, 2001; Radojkovic et al., 2012). Metode ini
membantu dalam mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap respon,
mendapatkan model hubungan antara variabel bebas dan respon serta
mendapatkan kondisi proses yang menghasilkan respon terbaik. Keunggulan dari
13
metode ini tidak memerlukan data percobaan dalam jumlah yang besar dan tidak
memerlukan waktu yang lama (Irawan dan Astuti, 2006; Nurmiah et al., 2013).
Dalam melakukan optimasi menggunakan metode permukaan respon
dilakukan beberapa tahapan diantaranya: (1) Screening, tahap ini merupakan
penyeleksian variabel bebas atau faktor yang diduga berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel respon. (2) Improvisasi atau penelusuran rentang
optimum, tahap ini dilakukan pengubahan titik variabel bebas secara berulang
sehingga menghasilkan data yang bervariasi yang dapat diolah dan dianalisis
secara statistik yang akhirnya digunakan untuk mencari nilai optimum. (3)
Penentuan titik optimum, tahap penentuan titik optimum menggunakan metode
permukaan respon model Central Composite Design (CCD). Model CCD dipilih
karena memiliki kualitas prediksi yang lebih besar dari model Box-Behnken
dengan selisih running yang lebih sedikit (Croarkin dan Tobias, 2003). Tahapan
selanjutnya penentuan titik optimum dilakukan dengan mencari model dari sistem
dengan cara melakukan perhitungan regresi. Perhitungan regresi dan analisis
dilakukan dengan bantuan software Design-Expert (Stat-Ease, 2007). Penggunaan
software ini membantu untuk mempercepat perhitungan dibandingkan secara
manual.
Langkah awal dari RSM menemukan hubungan antara variabel bebas
terhadap variabel respon melalui rancangan eksperimen tahap pertama.
Rancangan eksperimen tahap pertama yang sesuai untuk tahap penyaring faktor
adalah rancangan faktorial 2k
(Two Level Factorial Design), yang artinya setiap
variabel memiliki dua level dimana k menyatakan jumlah variabel bebas dan
diberi kode -1 untuk level terendah dan +1 level tertinggi. Model tahap kedua
14
dilakukan apabila terdapat kelengkungan dengan adanya pernyataan ketidak
cocokan pada eksperimen tahap pertama. Eksperimen tahap kedua akan didesain
setelah daerah optimum respon tahap pertama diketahui. Pengembangan desain
eksperimen awal untuk membangun model tahap kedua dinamakan model Central
Composite Design (CCD).
Penentuan kondisi operasi optimum hidrolisis pada tahap kedua diperlukan
rancangan Central Composite Design (CCD) dalam pengumpulan data percobaan.
CCD merupakan rancangan faktorial 2k
yang diperlukan melalui penambahan
titik-titik pengamatan pusat agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter
permukaan tahap kedua. Umumnya, CCD terdiri dari faktorial 2k
, 2k aksial dan
center points titik pusat. Terdapat dua parameter dalam CCD yang harus
ditentukan yaitu besar α (nilai aksial) dari pusat rancangan dan nilai titik pusat.
Rancangan CCD berotasi dengan α yang dipilih. Nilai α untuk berotasi tergantung
pada nilai dari titik dalam rancangan faktorial. Nilai α = akan menghasilkan
rancangan CCD rotatable dimana nf merupakan angka dari titik yang digunakan
dalam bagian rancangan faktorial (Lubis, 2010).
Hasil visualisasi bentuk dari RSM ini dinyatakan dalam bentuk grafik
dalam gambar tiga dimensi dan juga digambarkan konturnya. Plot kontur
merupakan suatu garis atau kurva yang mengidentifikasi nilai peubah pada respon
yang tetap sehingga plot kontur dapat dipelajari untuk menganalisis permukaan
respon (Montgomery, 2001). Metode optimasi menggunakan metode permukaan
respon dapat memberikan hasil lebih baik dalam mengetahui hubungan antara
variabel bebas dengan variabel respon. Optimasi hasil persen glukosa dari
biomassa mikroalga belum banyak dilakukan. Namun, ada peneliti asing
15
(Vahabisani et al., 2015) yang telah melakukan penelitian optimasi hidrolisis
biomassa dengan jenis mikroalga yang berbeda yaitu Chlorella vulgaris. Mereka
mengoptimasi proses hidrolisis biomassa Chlorella vulgaris menujukkan hasil
terbaik pada konsentrasi asam 1 % menghasilkan 13,89 gr/L. Selain itu, aplikasi
penggunaan metode RSM menggunakan CCD dilakukan penelitian oleh Huo et
al. (2014) mengenai optimasi pada flokulasi alkali untuk pemanenan Scenedesmus
quadricauda dan Chaetoceros muelleri.
2.5 Metode Fenol-Asam Sulfat
Penentuan gula total didasarkan pada metode Fenol-Asam Sulfat (Dubois
et al., 1956). Metode ini memiliki kelebihan dalam pengerjaannya yang memiliki
efisiensi yang tinggi dalam penentuan gula total baik gula pereduksi dan gula non
pereduksi. Penerapan metode fenol-asam sulfat banyak digunakan untuk
menentukan karbohidrat dalam sampel secara langsung yang dinyatakan sebagai
persen glukosa (Qalsum et al., 2015). Sebelum melakukan pengujian sampel perlu
diketahui kurva standar yang digunakan. Pada prinsipnya, metode ini yaitu gula
sederhana, oligosakarida, dan turunannya dihidrolisis menjadi monosakarida oleh
asam sulfat pekat dan menghidrasinya sehingga membentuk senyawa furfural
yang bereaksi dengan fenol menghasilkan warna jingga kekuningan stabil yang
diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm.
Berikut reaksi kimia yang terjadi terdapat pada gambar 3.
16
Gambar 3. Reaksi Glukosa dengan fenol-asam sulfat (Qalsum et al., 2015)
2.5.1 Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometri UV-Vis merupakan singkatan dari spektrofotometri sinar
ultra violet dan visible (cahaya tampak). Sinar ultraviolet (UV) mempunyai
panjang gelombang antara 190-380 nm, dan sinar visible (tampak) mempunyai
panjang gelombang 380-780 nm. (Iskandar, 2017). Prinsip kerja spektrofotometer
adalah apabila cahaya (monokromatik) jatuh pada suatu medium homogen,
sebagian dari sinar yang masuk akan dipantulkan, sebagian diserap, dan sisanya
akan diteruskan.
Hasil yang keluar dari cahaya yang diteruskan berupa nilai absorbansi dan
berbanding lurus dengan konsentrasi sampel. Pada metode ini ada suatu hukum
yang menjadi acuan adalah penentuan suatu zat secara kuantitatif. Hukum tersebut
yaitu hukum Lambert-Beer yang menyatakan hubungan berbanding lurus antara
absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan
transmitan (Iskandar, 2017). Hukum Lambert-Beer dinyatakan sebagai berikut.
17
A = log lo/lt = ε.b.c
Dimana: A = Absorban (serapan cahaya oleh zat kimia)
lo = Intensitas sinar yang datang
lt = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Absorptivitas molar (L.mol-1
.cm-1
)
b = Panjang medium (cm)
c = konsentrasi atom-atom yang menyerang sinar (mg/mL)
Gambar 4. Komponen alat spektrofotometer UV-Vis (Suhartati, 2013)
Spektrofotometri sederhana terdiri dari (Suhartati, 2013):
1. Sumber cahaya
2. Monokromator merupakan alat yang berfungsi memecah cahaya polikrimatis
menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan komponen panjang gelombang
tertentu.
3. Kuvet merupakan wadah sampel. Pada umumnya spektrofotometri melibatkan
larutan, dengan demikian dibutuhkann wadah sampel untuk menempatkan larutan.
4. Detektor yang akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinar kemudian
diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam rekorder akan ditampilkan
dalam bentuk angka-angka pada reader (komputer).
5. Recorder merupakan sistem baca yang memperagakan besarnya isyarat listrik, yang
menyatakan dalam bentuk absorbansi.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2018 hingga bulan Juni 2018.
Penelitian ini meliputi proses produksi biomassa, optimasi hidrolisis, analisis
kuantitatif dan analisis data. Proses penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Bioenergi dan Bioproses (LBB), Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan meliputi pipet ukur (10-1000 µL, 1000 µL,
5000 µL), spektrofotometer UV-VIS Shimadzu Pharmaspec 1700, sentrifuge
HITACHI CR 21GIII, magnetic stirrer, oven, timbangan analitik, spatula,
peralatan gelas, selang aerasi, hot plate, autoclave TOMY ES-315, tabung
sentrifugasi falcon Corning, laminar air flow ESCO Airstream, tabung reaksi,
labu ukur, termometer, lemari asam, bulp, dan luxmeter.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan meliputi isolat mikroalga Choricystis sp. (LIPI-
LBB13-AL045) koleksi Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, LIPI-
Cibinong yang diisolasi dari Danau Dendam Tak Sudah, Provinsi Bengkulu,
biomassa Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045), komposisi media AF6-
Modifikasi (lampiran 1), alkohol 70 %, akuades, asam sulfat (H2SO4), natrium
hidroksida (NaOH), larutan glukosa standar, larutan fenol 5 %.
18
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Diagram Alir
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
Choricystis sp.
(LIPI-LBB13-045)
Kultivasi dengan media AF6-
Modifikasi dan pengukuran
Optical Density (OD)
Kultur Mikroalga
Biomassa
Mikroalga
Screening parameter proses
hidrolisis
Penentuan Kondisi
Optimum menggunakan
CCD
Optimasi Hidrolisis
Penelusuran rentang
optimum
Pemanenan
Eksperimen dan analisis kuantitatif
Analisis hasil
statistik
19
3.3.2 Produksi Biomassa
Proses produksi biomassa dilakukan dengan beberapa tahapan seperti
penanaman mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045) dalam media AF6-
Modifikasi, kultivasi, dan pemanenan biomassa.
3.3.2.1 Sterilisasi Alat dan Bahan (Noël dan Kawachi, 2005).
Sebelum dilakukan proses penanaman kultur, alat dan bahan disterilisasi.
Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave yang dioperasikan pada
suhu 121 o
C selama 15 menit. Alat dan bahan yang disterilisasi meliputi media
AF6-Modifikasi dilarutkan dengan aquades sebanyak 450 mL, aquades dalam
botol scott 1000 mL, selang aerasi, dan tutup botol bides. Botol media ditutup
dengan alumunium foil agar uap air tidak masuk selama proses sterilisasi.
Kemudian botol bides ditutup dan selang aerasi dibungkus dalam plastik dan di
tutup rapat.
3.3.2.2 Pembuatan Media AF6-Modifikasi (Praharyawan et al., 2016)
Pembuatan media dilakukan dengan melarutkan senyawa-senyawa media
AF6-Modifikasi dalam air (lampiran 1).
3.3.2.3 Penanaman Kultur (Praharyawan et al., 2016)
Isolat mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045) dari koleksi
laboratorium disiapkan untuk memperbanyak stok kultur. Isolat mikroalga
ditumbuhkan pada media AF6-Modifikasi (komposisi media lihat lampiran 1).
Isolat mikroalga sebanyak 30 mL ditambahkan ke dalam media AF6-Modifikasi
(lampiran 2) yang telah disterilisasi. Isolat ditambahkan dengan volume yang
20
sama pada media lain. Selanjutnya kultur dikultivasi sampai fase stasioner
dengan intensitas cahaya secara kontinyu dan konstan.
3.3.2.4 Kultivasi (Praharyawan dan Putri, 2017)
Awal kultivasi dilakukan pengukuran Optical density (OD) menggunakan
spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang 680 nm. Kultur mikroalga
Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045) dikultivasi pada kondisi sama yaitu diberikan
intensitas cahaya lampu sebesar 40.000 lux menggunakan luxmeter dan
dilakukan pengukuran OD selama kultivasi berlangsung hingga mencapai fase
stasioner.
3.3.2.5 Pemanenan (Grima, 2004)
Pemanenan dilakukan dengan cara sentrifugasi. Proses sentrifugasi
dilakukan untuk memisahkan supernatan dengan biomassa. Sentrifugasi
dilakukan dengan kecepatan 6000 rpm pada suhu 4 o
C selama 5 menit.
Supernatan dipisahkan dan diambil biomassa basahnya untuk diekstraksi.
3.3.3 Optimasi Hidrolisis
Optimasi metode hidrolisis ini dilakukan untuk menentukan nilai optimum
pada variabel respon yang dipengaruhi oleh variabel proses menggunakan metode
permukaan respon. Variabel respon berupa persen glukosa dan variabel proses
yang merupakan faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis yaitu suhu (x1),
waktu (x2), dan konsentrasi pelarut (x3).
21
3.3.3.1 Penentuan Pelarut
a. Hidrolisis menggunakan NaOH (Chen dan Vaidyanathan, 2013)
Biomassa basah disiapkan dengan massa 0,2 gram, kemudian
dicampurkan dalam 5 mL variasi konsentrasi NaOH (30; 40 % w/v) pada variasi
suhu (70; 80; 90 o
C) dengan waktu 60 menit. Kemudian dilakukan sentrifugasi
dengan kecepatan pada suhu 4 o
C dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit.
Supernatan dipisahkan dari endapan, kemudian supernatan digunakan untuk
analisis kadar glukosa.
b. Hidrolisis menggunakan H2SO4 (Ho et al., 2013)
Biomassa basah disiapkan dengan massa 0,2 gram dicampurkan dengan 5
mL H2SO4 variasi konsentrasi (1.5; 2.0 % v/v) kemudian dipanaskan pada suhu
yang berbeda (45; 55; 65 o
C) dengan waktu 60 menit. Kemudian untuk kontrol
menggunakan konsentrasi 2.0 %, suhu 121 o
C, dan waktu 15 menit. Setelah itu,
didinginkan pada suhu ruang, di sentrifugasi pada suhu 4 o
C dengan kecepatan
6000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan, kemudian
supernatan digunakan untuk analisis kadar glukosa.
3.3.3.2 Penelusuran Rentang Optimum (Panggalo, 2012)
Optimasi pada tahap ini dilakukan dengan rancangan desain faktorial dua
level (2k
) dengan jumlah pengamatan n = 23
+ 3 (titik pusat). Level percobaan
pada masing-masing variabel bebas dikodekan dengan level terendah (-1),
sedangkan level tertinggi (+1). Proses optimasi ini terdapat tiga variabel bebas
yaitu x1 = suhu, x2 = waktu, dan x3 = konsentrasi asam. Sebelum proses ini
22
dilakukan, perlu dilakukan desain eksperimennya menggunakan software Design
Expert versi 6.0. dengan model linier.
Tabel 2. Rancangan percobaan tahap penelusuran Rentang Optimum
Variabel Bebas
Suhu Waktu Konsentrasi Asam
Kode o
C Kode menit Kode % (v/v)
-1 85 -1 50 -1 1,8
-1 85 -1 50 +1 2,2
-1 85 +1 70 -1 1,8
-1 85 +1 70 +1 2,2
+1 95 -1 50 -1 1,8
+1 95 -1 50 +1 2,2
+1 95 +1 70 -1 1,8
+1 95 +1 70 +1 2,2
0 90 0 60 0 2,0
0 90 0 60 0 2,0
0 90 0 60 0 2,0
3.3.3.3 Optimasi Kondisi Menggunakan CCD (Ernes et al., 2014)
Eksperimen untuk penentuan kondisi optimum dilakukan pada saat hasil
dari proses penelusuran rentang optimum belum sesuai. Eksperimen tahap ini
didesain setelah wilayah rentang optimum tahap sebelumnya diketahui dengan
hasil respon tertinggi. Model permukaan respon tahap ini digunakan rancangan
Central Composite Design (CCD). Setiap level variabel bebas pada CCD dibuat
kode yaitu titik sudut yaitu (-1) dan (+1), titik pusat (0), dan titik aksial (– α) dan
(+ α). Tahap ini dipengaruhi tiga variabel bebas yaitu x1 = suhu, x2 = waktu, dan x3
= konsentrasi asam dengan nilai rotabilitasnya adalah 1.682 yang digunakan juga
untuk pengkodean. Dalam penelitian ini CCD dirancang dengan jumlah n = 23
+ 6
(titik pusat) + 6 (titik aksial). Berikut perlakuan optimasi dan kode perlakuan
dituangkan pada table 3 dan rancangan penelitian dengan metode permukaan
respon model CCD dituangkan pada tabel 3.
23
Tabel 3. Perlakuan dan kode perlakuan
Perlakuan Kode Perlakuan
-1,682 -1 0 +1 +1,682
Suhu (x1) 91 92 94 96 98
Waktu (x2) 53,18 60 70 80 86,82
Konsentrasi asam (x3) 1,86 2,0 2,2 2,4 2,54
Tabel 4. Rancangan percobaan menggunakan CCD
Variabel Bebas
Suhu Waktu Konsentrasi Asam
Kode o
C Kode menit Kode % (v/v)
0 94 - α 53,18 0 2,2
-1 92 -1 60 -1 2,0
0 94 0 70 0 2,2
0 94 0 70 - α 1,86
+1 96 +1 80 +1 2,4
-1 92 -1 60 +1 2,4
+α 98 0 70 0 2,2
+1 96 +1 80 -1 2,0
0 94 0 70 0 2,2
0 94 0 70 0 2,2
0 94 + α 86,82 0 2,2
+1 96 -1 60 -1 2,0
0 94 0 70 0 2,2
- α 91 0 70 0 2,2
-1 92 +1 80 -1 2,0
0 94 0 70 + α 2,54
-1 92 +1 80 +1 2,4
0 94 0 70 0 2,2
+1 96 -1 60 +1 2,4
0 94 0 70 0 2,2
3.3.4 Penentuan Kondisi Optimum Menggunakan Metode Permukaan
Respon (Panggalo, 2012)
Persamaan model yang diperoleh disebut dengan permukaan respon dan
kurva permukaan respon diperoleh menggunakan metode permukaan respon
pada software Design Expert versi 6.0. Kondisi optimum dapat dilihat dari kurva
permukaan respon yang dihasilkan. Setelah kondisi optimum diperoleh dari
24
berdasarkan prediksi model, kemudian dibandingkan dengan kondisi optimum
berdasarkan percobaan.
3.3.5 Analisis Kuantitatif Menggunakan Metode Fenol-Asam Sulfat (Dubois
et al., 1956).
a. Pembuatan kurva standar glukosa
Larutan glukosa standar 0,5 mL dari masing-masing konsentrasi 0, 10, 20,
30, 40, 50 ppm dimasukkan ke dalam tabung terpisah. Larutan fenol 5 %
sebanyak 0.5 mL ditambahkan dan lakukan vortex. Ditambahkan 2,5 mL larutan
asam sulfat pekat dengan cepat. Didiamkan selama 10 menit, divortex dan
ditempatkan dalam penangas air selama 15 menit. kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. Dibuat plot kurva standar dan
tentukan persamaan regresi linier (Chapline, 1986). Nilai persamaan dapat ditulis
sebagai berikut:
y = bx + a…………(1)
Keterangan: y = nilai absorbansi
a dan b = nilai persamaan regresi larutan standar
x = kadar gula yang dicari
b. Analisis sampel
Larutan sampel 0.5 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan
0.5 mL larutan fenol 5 %, divortex. Ditambahkan 2.5 mL larutan asam sulfat
pekat, didiamkan selama 10 menit, divortex dan ditempatkan dalam penangas air
15 menit kemudian nilai pengukuran yang diperoleh diplot pada kurva standar.
Perhitungan menggunakan metode ini adalah konsentrasi gula dalam sampel
25
ditentukan dengan konsentrasi gula standar dengan absorbansi dan
memperhitungkan pengenceran yang dilakukan.
3.3.6 Analisis Data Statistik
Rancangan pada tahap penelusuran rentang optimum dan tahap penentuan
kondisi optimum menggunakan CCD dimasukkan ke dalam software Design
Expert versi 6.0 untuk dilakukan analisis data statistik. Parameter yang diukur
adalah kadar glukosa. Analisis data hasil kondisi optimum eksperimen
dibandingkan dengan hasil kondisi optimum prediksi model permukaan respon.
Uji analysis of variance (ANOVA) dilakukan terhadap uji regresi dan uji lack of
fit, untuk menentukan apakah percobaan pada tahap I dan tahap II sudah sesuai
atau terdapat kelengkungan. Penentuan hasil analisis dilakukan dengan melihat
harga F dan signifikansinya. Hasil analisis diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Hipotesis disusun:
H0: Adanya pengaruh konsentrasi pelarut, suhu, dan waktu hidrolisis terhadap
hasil optimum kadar glukosa.
H1: Tidak adanya pengaruh konsentrasi pelarut, suhu, dan waktu hidrolisis
terhadap hasil optimum kadar glukosa.
2. Signifikansi perlakuan terhadap efisiensi konsentrasi pelarut, suhu dan waktu
ditentukan dengan P-value < α = 0.05.
Kemudian untuk uji lack of fit dilakukan dengan menguji hipotesis:
1. Hipotesis disusun:
H0 = Tidak ada lack of fit
26
H1 = Ada lack of fit
2. Signifikansi terhadap daerah penolakannya adalah p-value < α = 0,05
Untuk menguji kesesuaian model pada tahap penelusuran rentang optimum,
ketiga uji yang disebutkan di atas harus dipenuhi, sehingga tahap I dikatakan telah
sesuai. Apabila salah satu dari uji tersebut tidak terpenuhi maka tahap I dinyatakan
belum sesuai dan perlu dilanjutkan ke tahap II yaitu optimasi menggunakan model
CCD. Kemudian untuk uji ANOVA pada tahap II ini tidak hanya ditinjau dari regresi
individu saja tetapi juga faktor kuadrat dan interaksi dari faktor yang harus
dipertimbangkan untuk mengetahui faktor yang memiliki pengaruh nyata terhadap
respon.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) merupakan salah satu koleksi dari
Laboratorium Bioenergi dan Bioproses (LBB), Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI,
Cibinong yang diisolasi dari Provinsi Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan kondisi optimum proses hidrolisis yang dipengaruhi oleh konsentrasi
pelarut, suhu, dan waktu hidrolisis pada biomassa mikroalga Choricystis sp. sehingga
dapat memperoleh persen glukosa tertinggi.
4.1 Kultivasi Mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045)
Kultivasi diamati berdasarkan perubahan kepadatan sel atau Optical Density
(OD) yang ditumbuhkan dalam media AF6-Modifikasi. Nilai Optical Density (OD)
diukur setiap hari mulai hari ke-0 hingga mencapai fase stasioner. Berikut kurva
pertumbuhan mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045).
Gambar 6. Kurva Pertumbuhan Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045)
28
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada kurva pertumbuhan mikroalga
Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) mengalami beberapa fase pertumbuhan. Fase
lag atau adaptasi terjadi mulai hari ke-0 hingga hari ke-2 dengan nilai OD berada
diantara 0.121-0.588 nm (Lampiran 2). Fase tersebut terjadi karena pada media baru
yang ditambahkan nutrien dapat mempengaruhi sistem metabolik mikroalga sehingga
terjadi penyesuaian dalam kultur sebelum terjadi proses pertumbuhan. Fase adaptasi
terjadi karena sel-sel yang membelah masih sedikit sehingga kepadatan sel tidak
banyak mengalami peningkatan. Menurut Mardigan et al. (2003) bahwa mikroalga
pada fase lag akan mengalami proses adaptasi pada lingkungan kultur yang baru.
Apabila mikroalga tersebut tidak mampu untuk beradaptasi pada lingkungan yang
baru maka akan memperlambat pertumbuhan bahkan akan cepat mati.
Fase berikutnya berdasarkan Gambar 6 adalah fase log. Fase ini terjadi pada
hari ke-3 hingga hari ke-4 dengan nilai OD berada diantara 0.875-0.978 nm. Pada
fase ini ditandai dengan kepadatan sel atau nilai OD yang semakin meningkat.
Selama fase ini sel membelah dengan cepat, sel-sel dalam keadaan stabil dan jumlah
sel mikroalga akan bertambah. Pembelahan sel terjadi pada fase ini dikarenakan
nutrien dan lingkungan kultivasi pertumbuhan mikroalga masih mendukung. Menurut
Mata et al. (2010) bahwa fase eksponensial pada umumnya mikroalga akan
mengalami peningkatan laju pertumbuhan serta adanya peningkatan kepadatan sel.
Bahkan, Musdalifah et al. (2015) pada mikroalga Botryococcus braunii menemukan
fase eksponensial pada hari ke-2 dan mengalami pembelahan sel secara cepat serta
jumlah sel meningkat.
29
Fase berikutnya berdasarkan Gambar 6 adalah fase stasioner. Hari ke-5 hingga
hari ke-10 kultur mencapai pada fase stasioner dengan nilai OD diantara 1.404-1.169.
Nilai OD dari hari ke-5 hingga hari ke-10 mengalami penurunan, hal ini dikarenakan
ketersediaan nutrisi yang terbatas pada media menjadi penyebab pertumbuhan
mikroalga memasuki fase stasioner dimana jumlah sel yang tumbuh berkembang
sama dengan sel yang mati sehingga kepadatannya tetap. Fase stasioner dipilih
sebagai waktu panen karena pada fase ini kultur mengakumulasi karbohidrat ketika
sel-sel mikroalga dalam kondisi stress atau menurunnya nutrisi. Kondisi ini telah
digambarkan oleh Widianingsih et al. (2008) bahwa saat kultur pada fase stasioner,
secara signifikan komposisi mikroalga akan berubah karena keterbatasan kandungan
nitrat pada media kultur yang berakibat karbohidrat menjadi meningkat.
Pertumbuhan mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) berlangsung
cepat, hal ini dikarenakan pertumbuhan mikroalga dipengaruhi juga oleh beberapa
faktor eksternal seperti media, intensitas cahaya dan aerasi. Sebelum proses
penanaman pada media dilakukan sterilisasi terlebih dahulu pada media agar saat
proses kultivasi dapat menghasilkan pertumbuhan kultur yang baik. Media AF6-
Modifikasi digunakan sebagai media pertumbuhan mikroalga Choricystis sp. (LIPI-
LBB13-AL045). Modifikasi media yang dimaksud adalah perbedaan penggunaan
senyawa dengan media AF6 standar yaitu adanya Natrium bikarbonat (NaHCO3).
Penambahan NaHCO3 mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas
biomassa (Praharyawan et al., 2016). Hal ini dikarenakan keberadaan NaHCO3
merupakan sumber karbon yang berperan sebagai bahan baku dalam proses
fotosintesis. Berdasarkan kurva pada Gambar 6 mulai hari ke-0 hingga fase stasioner
30
terjadi perubahan warna yang berlangsung cepat dari hijau muda menjadi hijau tua,
hal tersebut menandakan adanya peningkatan jumlah sel.
Fenomena ini didukung oleh Widayat dan Hadiyanto (2015) bahwa
penambahan NaHCO3 pada kultivasi Nannochloropsis sp. mengalami pertumbuhan
yang semakin baik yang diindikasikan dengan peningkatan Optical Density (OD)
sehingga biomassanya juga meningkat. Selain itu, didukung oleh penelitian Astuti
(2010) yang menyatakan bahwa penggunaan NaHCO3 dalam media kultivasi
mikroalga dapat menunjukkan adanya peningkatan nilai Optical Density (OD). Hal
ini menunjukkan bahwa mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) tumbuh
secara spesifik dalam media AF6-Modifikasi.
Intensitas cahaya dan aerasi juga merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi proses kultivasi (Lavens dan Sorgeloos, 1996; Pangentasari, 2014).
Intensitas cahaya dan aerasi dapat mempengaruhi berbagai proses dalam sel dan
efisiensi fotosintesis. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium yang
memanfaatkan cahaya lampu dengan daya sebesar 40000 lux, intensitas cahaya
tersebut sesuai dengan kebutuhan mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045)
untuk proses fotosintesis sehingga pertumbuhannya semakin cepat. Bahkan, menurut
Rakhmawati (2017) pada mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) mampu
bertahan sampai pada intensitas cahaya 50000 lux. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) memiliki kemampuan untuk beradaptasi dalam
intensitas cahaya yang tinggi sehingga tidak mengalami fotoinhibisi.
Proses aerasi dibutuhkan sebagai sumber karbon untuk fotosintesis dalam
bentuk CO2 karena mikroalga ini merupakan mikroorganisme autotrof, hal ini
31
memacu sintesis karbohidrat dan bertujuan agar pengadukan tetap berlangsung
sehingga tidak terjadi pengendapan sel pada kultur (Kawaroe, et al. 2010). Aerasi
menjadikan cahaya dan nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga
mendapatkan cahaya dan nutrien yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Abuzar
et al. (2012) bahwa fungsi aerasi dapat meningkatkan oksigen terlarut dalam air dan
membantu proses pengadukan.
Pemanenan mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045) dilakukan pada
fase stasioner hari ke-10 ketika warna kultur sudah berubah dari warna hijau muda
menjadi warna hijau tua (Lampiran 15). Sentrifugasi dilakukan sebagai proses
pemanenan biomassa Choricystis sp. (LIPI-LBB13-AL045). Sentrifugasi yang
dilakukan dengan gaya sentrifugal membuat mikroalga menjadi mudah terpisah
antara padatan dengan cairan (Ariyanti dan Noer, 2015). Kecepatan dan waktu dalam
proses sentrifugasi yang digunakan untuk sampel Choricystis sp. (LIPI-LBB13-
AL045) merupakan metode optimal yang dapat menghasilkan biomassa dengan cepat
dan terpisah dari cairan media. Hal tersebut didukung berdasarkan pernyataan Chen
et al. (2011) bahwa proses sentrifugasi menggunakan kecepatan tinggi secara efektif
dapat memisahkan biomassa dari cairan medianya.
4.2 Optimasi Hidrolisis
Optimasi hidrolisis dilakukan dengan variabel konsentrasi pelarut, suhu, dan
waktu. Pelarut yang digunakan dalam proses hidrolisis berfungsi sebagai katalis yang
dapat mempercepat proses hidrolisis. Berikut hasil hidrolisis menggunakan H2SO4
dan NaOH disajikan dalam tabel 5.
32
Tabel 5. Hasil hidrolisis dari dua pelarut yang berbeda
Pelarut Variasi Perlakuan Kadar Glukosa (ppm)
Konsentrasi (%) Suhu (o
C) Simplo Duplo
H2SO4
1,5
45 113,27 126,73
55 243,96 229,70
65 550,89 546,53
2,0
45 255,84 261,39
55 251,88 229,70
65 485,54 530,69
NaOH
30
70 4,97 5,35
80 1,98 1,49
90 2,89 2,67
40
70 6,65 6,93
80 5,56 3,96
90 5,37 3,66
Pada tabel 5 diperoleh bahwa proses hidrolisis menggunakan pelarut H2SO4 1,5
% dan 2,0 % pada suhu 65 o
C dengan waktu 60 menit menghasilkan kadar glukosa
tertinggi, hal ini glukosa yang dihasilkan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu.
Akan tetapi, penggunaan pelarut NaOH menghasilkan kadar glukosa yang lebih
rendah. Rendahnya kadar glukosa yang dihasilkan saat menggunakan NaOH
dikarenakan NaOH lebih efektif digunakan untuk mendegradasi lignin. Selain itu,
karbohidrat seperti selulosa tidak larut dalam alkali atau basa. Mardina et al. (2014)
menyatakan bahwa penggunaan basa untuk proses delignifikasi menyebabkan
kerusakan terhadap struktur lignin dan melepaskan senyawa karbohidrat.
Mekanisme hidrolisis karbohidrat oleh asam (Gambar 7) telah dinyatakan
oleh Balat et al. (2008) bahwa ion H+
yang berasal dari asam berikatan dengan air
membentuk H3O+
akan memecah ikatan glikosida yang berada pada karbohidrat
kompleks. Akibatnya akan terbentuk menjadi monomer-monomer glukosa.
33
Gambar 7. Mekanisme reaksi hidrolisis karbohidrat dengan asam (Fengel dan Wegener,
1995; Harianja, et al., 2015)
Mekanisme tersebut akan memperlihatkan bahwa proton dari asam akan
berinteraksi dengan ikatan glikosida pada dua unit glukosa sehingga akan membentuk
asam konjugasi. Keberadaan asam konjugasi menyebabkan konformasi tidak stabil
sehingga terjadi pemutusan ikatan C-O dan membebaskan asam konjugasi pada
konformasi yang tidak stabil. Keberadaan air pada sistem akan menyebabkan OH-
dari air akan berikatan dengan ion karbonium sehingga melepaskan glukosa dari
proton. Terbentuknya proton akan berinteraksi kembali dengan ikatan glikosida
oksigen pada unit glukosa yang lain. Secara kontinyu proses tersebut terjadi hingga
molekul polisakarida terdegradasi menjadi molekul glukosa (Xiang, 2003; Erlangga
et al., 2015). Dengan demikian, membuktikan bahwa pelarut H2SO4 efektif digunakan
dalam proses hidrolisis biomassa mikroalga ini karena dinding sel dari Choricystis sp.
(LIPI-LBB13-AL045) tidak rigit dan mudah untuk dipecahkan menjadi glukosa.
34
Penentuan kadar glukosa diuji menggunakan metode fenol-asam sulfat. Hasil
dari proses hidrolisis telah terjadi pemecahan menjadi monomer-monomer berupa
glukosa larut dalam H2SO4, hal ini menjadi alasan larutan glukosa dijadikan sebagai
standar dalam menentukan konsentrasi gula total pada sampel. Perubahan warna
terjadi pada sampel dan larutan standar glukosa dari tak bewarna menjadi warna
jingga kekuningan. Hal ini sesuai penelitian Umi Qalshum et al. (2015) dimana
perubahan warna tersebut terjadi karena asam sulfat pekat yang direaksikan dengan
fenol dan glukosa menghasilkan panas yang dapat menyebabkan glukosa terhidrasi
menjadi hidroksimetil furfural. Senyawa yang direaksikan dengan fenol maka
menghasilkan warna jingga kekuningan.
Penambahan fenol dan asam sulfat pekat dilakukan pada sampel maupun
larutan standar glukosa dan didiamkan 10 menit agar pereaksi tercampur secara
merata dan memberikan warna kompleks yang optimal pada hidroksimetil furfural.
Larutan standar glukosa yang digunakan 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm (lampiran 5).
Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang 490 nm karena panjang
gelombang tersebut merupakan panjang gelombang maksimum dari hidroksimetil
furfural yang dapat menyerap warna hidroksimetil furfural secara optimal.
Berdasarkan kurva (lampiran 11) dapat diketahui bahwa persamaan regresi
linear yang diperoleh adalah y = 0,1176x – 0,0386 dengan nilai R2
= 0,9992. Kurva
tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2
) mendekati 1 yang
artinya telah memenuhi persyaratan secara statistik sehingga dapat dijadikan acuan
dalam menentukan kadar glukosa. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada
biomassa Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045) memiliki kadar glukosa yang cukup
35
tinggi, hal ini dikarenakan biomassa yang digunakan adalah biomassa yang dipanen
pada fase stasioner. Biomassa yang dipanen pada fase stasioner dapat mengakumulasi
kandungan karbohidrat pada mikroalga. Pernyataan tersebut diperkuat menurut
Brown et al. (1997) bahwa kandungan karbohidrat akan lebih tinggi dua kali lipat
dibandingkan kandungan protein pada saat kultur berada pada fase stasioner, hal ini
dikarenakan komposisi mikroalga akan berubah secara signifikan karena terbatasnya
nitrat pada kultur yang menyebabkan karbohidrat meningkat.
4.3 Penelusuran Rentang Optimum
Sebelum dilakukan percobaan untuk tahap penelusuran rentang optimum
dengan titik-titik variasi tersebut telah dilakukan hidrolisis terlebih dahulu dengan
pelarut H2SO4 untuk menjadi acuan.
Tabel 6. Hidrolisis menggunakan asam sulfat
Variabel Bebas Kadar Glukosa (ppm)
Suhu
(oC)
Waktu
(menit)
Konsentrasi
(% v/v)
Simplo Duplo
121 15 2,0 740,13 741,06
Tabel 7. Hasil percobaan penelusuran rentang optimum
Variabel Bebas Kadar Glukosa (ppm)
Suhu
(oC)
Waktu
(menit)
Konsentrasi
(% v/v)
Simplo Duplo
85 50 1,8 251,49 259,41
85 50 2,2 467,33 485,15
85 70 1,8 178,22 178,22
85 70 2,2 457,43 461,39
95 50 1,8 148,51 182,18
95 50 2,2 520,79 506,93
95 70 1,8 580,20 576,24
95 70 2,2 1205,94 1194,06
90 60 2,0 1299,01 1297,03
90 60 2,0 1239,60 1277,23
90 60 2,0 1261,39 1245,54
36
Tabel 7 menunjukkan bahwa hasil glukosa optimum diperoleh seiring dengan
kenaikan suhu dengan waktu yang lama dan konsentrasi yang semakin tinggi.
Kondisi tersebut telah digambarkan oleh Anggraeni et al. (2013) bahwa pengaruh
semakin tinggi suhu hidrolisis dengan lama waktu hidrolisis dan massa katalis
menghasilkan kadar glukosa yang semakin tinggi.
Percobaan variasi pada proses hidrolisis yang dilakukan pada titik-titik
tersebut (Tabel 7) dikarenakan kondisi optimum hidrolisis pada konsentrasi H2SO4
2,0 % v/v, suhu 121 o
C selama 15 menit dapat menghasilkan kadar glukosa yang
cukup tinggi yaitu sebesar 740,59 ppm (Tabel 6). Hal ini juga diperkuat oleh
penelitian Shih-Hsin Ho et al. (2013) bahwa hidrolisis selulosa pada Chlorella v.
dengan H2SO4 2,0 % pada suhu 121 o
C selama 20 menit memberikan kadar glukosa
hampir mendekati 100 %.
4.3.1 Analisis Statistik
Hasil analisis statistik ANOVA bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari
masing-masing variabel bebas terhadap respon glukosa. Hasil analisis menggunakan
ANOVA dapat dilihat pada Tabel 8.
37
Tabel 8. Hasil uji ANOVA untuk penelusuran rentang optimum
Uji signifikansi atau uji kesesuaian model menggunakan uji ANOVA.
Parameter yang digunakan untuk memeriksa uji signifikansi yaitu uji regresi yang
menyatakan hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dengan respondan uji lack
of fit (ketidaksesuaian model). Pada uji ANOVA (Tabel 8) menunjukkan bahwa
semua variabel bebas berpengaruh terhadap respon dimana p-value yang diperoleh
lebih kecil dari angka signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 sesuai dengan
pernyataan yang ada di metode penelitian. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa
H0 diterima. Merujuk pada tabel 8, mengenai ketidaksesuaian model (Lack of Fit)
menunjukkan bahwa Lack of Fit tidak signifikan, itu artinya terdapat kesesuaian
model karena nilai lebih besar dari angka signifikansi yaitu 0,1548, sehingga dapat
disimpulkan bahwa H0 diterima yang artinya model dibuat telah sesuai dengan data.
Hasil pada tahap penelusuran ini menghasilkan curvature yang belum sampai
pada titik optimum, sehingga perlu dinaikkan lagi wilayah atau titik percobaannya.
Sumber Jumlah
Kuadrat
Total
Derajat
Bebas
Mean
Square
Nilai F Nilai p
Prob > F
Keterangan
Model 7,88 6 1,31 62,30 0,0031 Signifikan
x1 1,51 1 1,51 71,88 0,0034
x2 1,34 1 1,34 63,36 0,0041
x3 2,79 1 2,79 132,20 0,0014
x1.x2 1,80 1 1,80 85,40 0,0027
x1.x3 31622,36 1 31622,36 15,00 0,0305
x2.x3 12547,79 1 12547,79 5,95 0,0925
Curvature 1,363 1 1,363 646,70 0,0001 Signifikan
Sisa 6323,57 3 2107,86
Lack of Fit 4517,21 1 4517,21 500 0,1548 Tidak
signifikan
Pure Error 1806,36 2 903,18
Cor Total 2,157 10
38
Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah atau titik eksperimen harus lebih tinggi
dengan melakukan eksperimen tahap optimasi menggunakan rancangan Central
Composite Design (CCD). Hal ini optimasi dilanjutkan pada pendugaan eksperimen
tahap selanjutnya.
4.4 Optimasi Menggunakan Response Surface Methodology (RSM) model
Central Composite Design (CCD)
Berikut hasil percobaan yang dilakukan menggunakan metode permukaan
respon dengan model Central Composite Design (CCD) ditampilkan pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil percobaan kondisi optimum menggunakan CCD
Keterangan: A: Aktual, K: Kode
Variabel Bebas
Kadar Glukosa (ppm)
Suhu (o
C), x1 Waktu (menit), x2 Konsentrasi (%), x3
A K A K A K Simplo Duplo
94 0 53,18 - α 2,2 0 1217,82 1302,18
92 -1 60 -1 2,0 -1 613,19 595,25
94 0 70 0 2,2 0 2192,08 2104,16
94 0 70 0 1,86 - α 213,86 180,59
96 +1 80 +1 2,4 +1 570,29 1040,79
92 -1 60 -1 2,4 +1 2007,92 1908,12
98 +α 70 0 2,2 0 1063,37 1046,73
96 +1 80 +1 2,0 -1 1449,50 1622,97
94 0 70 0 2,2 0 2233,66 2151,68
94 0 70 0 2,2 0 2376,24 2382,17
94 0 86,82 + α 2,2 0 1060,66 1039,60
96 +1 60 -1 2,0 -1 243,56 233,66
94 0 70 0 2,2 0 2358,42 2376,24
91 - α 70 0 2,2 0 1479,21 1491,09
92 -1 80 +1 2,0 -1 736,63 671,29
94 0 70 0 2,54 + α 861,39 823,74
92 -1 80 +1 2,4 +1 691,09 2091,09
94 0 70 0 2,2 0 2334,65 2310,89
96 +1 60 -1 2,4 +1 641,58 665,35
94 0 70 0 2,2 0 2299,01 2314,83
39
Berdasarkan hasil optimasi (Tabel 8) bahwa kadar glukosa optimum
diperoleh pada kondisi titik pusat yang merupakan titik tengah dari variasi
konsentrasi asam, suhu, dan waktu hidrolisis yaitu pada suhu 94 o
C, waktu 70 menit,
dan konsentrasi H2SO4 2,2 % dengan kadar glukosa sebesar 2286,17 ppm.
4.4.1 Analisis Statistik
Hasil ANOVA yang diperoleh pada tahap penentuan kondisi optimum
menggunakan model Central Composite Design (CCD) dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Hasil ANOVA pada kondisi optimum
Sumber Jumlah
Kuadrat
Total
Derajat
Bebas
Mean
Square
Nilai F Nilai p
Prob > F
Keterangan
Model 1,12 9 1,25 197,34 <0,0001 Signifikan
x1 249 1 2,49 39,38 <0,0001
x2 7642,01 1 7642,01 1,21 0,2972
x3 2,80 1 2,80 44,39 <0,0001
1,97 1 1,97 313,07 <0,0001
2,51 1 2,51 396,94 <0,0001
5,72 1 5,72 904,96 <0,0001
x1.x2 6,77 1 6,77 107,24 <0,0001
x1.x3 4,18 1 4,18 66,29 <0,0001
x2.x3 9,23 1 9,23 146,12 <0,0001
Sisa 63173,86 10 63173,86
Lack of Fit 36705,86 1 7341,17 1,39 0,3642 Tidak
signifikan
Pure Error 26467,99 2 5293,60
Cor Total 1,13 10
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa pada variabel waktu (x2)
memiliki nilai p-value di atas 0,05 yaitu sebesar 0,2972 (Tabel 9), sehingga variabel
waktu hidrolisis dinyatakan tidak memiliki pengaruh terhadap respon glukosa. Akan
tetapi, pada pengujian koefisien regresi secara serentak menunjukkan bahwa p-value
40
lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini berarti secara keseluruhan baik variabel suhu, waktu,
dan konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon
glukosa.
Pengujian ketidaksesuaian model dilakukan dengan melihat nilai Lack of Fit
(Tabel 9) yang menunjukkan bahwa nilai P pada Lack of Fit lebih besar dari 0,05 yaitu
sebesar 0,3642, berikut uji hipotesisnya:
H0: Tidak ada lack of fit pada model, nilai “p-value ≥ 0,05
H1: Ada lack of fit pada model, nilai “p-value < 0,05
Berdasarkan hipotesis di atas, maka keputusannya adalah menerima H0 dan
menolak H1, hal ini artinya terdapat kesesuaian model pada tahap optimasi
menggunakan Central Composite Design (CCD). Hal ini karena dikatakan bahwa
model yang baik yang tidak memiliki Lack of Fit atau berketerangan tidak signifikan.
Nilai Adjusted R-Squared atau R2
dari hasil ANOVA diperoleh sebesar 0,989 artinya
98,9 % data percobaan relevan dan hanya 1,1 % dari total variasi yang tidak dapat
dijelaskan oleh model (lampiran 4). Sebagai perbandingan, Harun dan Danquah
(2011) memperoleh Adjusted R-Squared sebesar 0,92 pada proses optimasi produksi
glukosa dari mikroalga spesies Chlorococcum humicola. Secara umum, nilai Adjusted
R-Squared yang tinggi atau bernilai mendekati 1 menunjukkan bahwa adanya
kesesuaian yang baik antara prediksi dengan data percobaan.
Pada hasil percobaan yang telah dilakukan, terpilih model kuadratik yang
sesuai dengan rancangan Central Composite Design (CCD) sebagai model
permukaan respon glukosa terhadap suhu, waktu, dan konsentrasi asam sulfat.
Berdasarkan percobaan dan data yang dihasilkan telah diperoleh nilai kondisi
41
optimum pada proses hidrolisis menggunakan metode permukaan respon model
CCD terdapat pada tabel 11.
Tabel 11. Nilai kondisi optimum yang diperoleh
Variabel Bebas Kadar Glukosa (ppm)
Suhu
(oC)
Waktu
(menit)
Konsentrasi
(% v/v)
Simplo
93,28 67,46 2,25 2345,01
Hasil dari model permukaan respon dapat dilihat pada plot kontur respon
kadar glukosa yaitu grafik kontur dan grafik permukaan respon. Untuk
menggambarkan grafik kontur, respon hanya dapat digambarkan dalam tiga dimensi,
sehingga dipilih salah satu sebagai patokan dalam bentuk penyederhanaan.
Berdasarkan hasil statistik, dimana variabel waktu mempunyai angka pvalue paling
besar yaitu 0,2972 dibandingkan dua variabel lain, maka variabel waktu dijadikan
sebagai patokan. Berikut merupakan grafik kontur dan grafik permukaan gula total
berdasarkan suhu dan konsentrasi asam sulfat.
Gambar 7. Plot kontur suhu dan konsentrasi asam sulfat
42
Gambar di atas merupakan plot kontur untuk pengaruh suhu dan konsentrasi
asam sulfat terhadap kadar glukosa. Variasi warna yang terdapat pada plot kontur
menunjukkan range besarnya respon glukosa yang dihasilkan. Kondisi maksimal
pada plot di atas terletak pada warna orange bernilai di atas 40%. Range hijau tua
tersebut mengindikasikan letak titik optimum pada variabel bebas. Berdasarkan
gambar di atas menunjukkan bahwa respon glukosa semakin besar pada range suhu
93o
C – 95 o
C, range konsentrasi asam berkisar 2,1 – 2,3% v/v. Penentuan range level
variabel bebas tersebut dilakukan dengan bantuan plant flag yang terdapat pada
program untuk menghasilkan respon yang optimal.
Penentuan kondisi optimum dari faktor di atas ditunjukkan dengan bentuk
grafik tiga dimensi yang membentuk puncak optimum seperti yang ditunjukkan pada
gambar 6.
Gambar 8. Plot permukaan respon glukosa
43
Gambar plot permukaan respon pada gambar 8 menampilkan gambar dalam
tiga dimensi. Sama halnya dengan plot kontur bahwa kadar glukosa akan semakin
besar apabila suhu berada antara 93 – 95o
C sedangkan konsentrasi asam sulfat berada
pada 2,2 – 2,4% (v/v). Namun penggunaan plot permukaan respon ini masih sulit
dalam menentukan dan mengetahui dengan jelas besarnya variabel bebas yang
mengoptimalkan respon.
4.5 Pengaruh Suhu, Waktu dan Konsentrasi Asam Sulfat Terhadap Kadar
Glukosa
Suhu merupakan faktor terpenting untuk terjadinya suatu reaksi kimia pada
proses hidrolisis. Pengaruh suhu terhadap kecepatan hidrolisis akan mengikuti
persamaan Arrhenius yaitu semakin tinggi suhu maka akan diperoleh hasil yang
besar. Proses hidrolisis merupakan reaksi endotermis yang memerlukan panas untuk
bereaksi. Akan tetapi, setelah proses optimasi pada suhu hidrolisis 96 o
C kadar
glukosa mengalami penurunan (Tabel 9), karena katalisator menguap akibat suhu
terlalu tinggi dan mempengaruhi hasil hidrolisis (Osvaldo et al., 2012).
Penggunaan H2SO4 sebagai katalisator membantu kerja air dalam proses
hidrolisis sehingga berpengaruh besar terhadap konsentrasi glukosa yang dihasilkan
dan kecepatan reaksi hidrolisis. Semakin tinggi konsentrasi asam sampai pada
konsentrasi optimum maka hasil glukosa akan semakin bertambah besar (Groggins,
1958; Mardina et al., 2014). Pada penelitian ini digunakan konsentrasi H2SO4 encer
untuk mencegah terjadinya degradasi lebih lanjut. Demikian pada konsentrasi H2SO4
2,4 % (v/v) menghasilkan glukosa yang lebih rendah (Tabel 9), karena pada
konsentrasi H2SO4 yang lebih tinggi akan menyebabkan glukosa yang terdegradasi
44
lebih lanjut menjadi senyawa turunan glukosa dan juga terbentuknya produk
samping. Kondisi ini seperti yang dijelaskan oleh Erlangga et al. (2015) bahwa kadar
glukosa yang dihasilkan semakin menurun karena peningkatan pada konsentrasi
H2SO4.
Besarnya hasil yang diperoleh juga dipengaruhi oleh lamanya waktu reaksi.
Semakin lama waktu hidrolisis maka kadar glukosa yang dihasilkan akan semakin
meningkat karena akan memberikan waktu terhadap asam untuk mendegradasi ikatan
rantai lurus dan panjang dari β-(1-4) glikosidik pada karbohidrat kompleks (Qaishum
et al., 2015). Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi operasi hidrolisis optimum
pada waktu 70 menit (Tabel 9). Diana Aprila et al. (2018) menyatakan bahwa ketika
hidrolisis menggunakan asam encer dibutuhkan waktu yang lama untuk
menghidrolisis polisakarida, dan waktu 75 menit merupakan waktu terbaik untuk
menghasilkan glukosa. Namun demikian, pada menit ke 80 kadar glukosa terjadi
penurunan, karena ion H+
yang terdapat pada asam sulfat telah mencapai titik
optimumnya dalam melepas ikatan rantai glikosidik pada karbohidrat kompleks.
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Nilai optimum parameter suhu, waktu, dan konsentrasi asam sulfat pada
proses hidrolisis biomassa mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045)
menggunakan Response Surface Methodology (RSM) adalah suhu 93,28 o
C, waktu
67,45 menit, dan konsentrasi asam sulfat 2,25 %.
5.2 Saran
Penelitian yang dilakukan hanya sampai diperolehnya nilai kondisi optimum
pada proses hidrolisis. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan potensi
mikroalga yaitu dengan memanfaatkan glukosa yang terdapat pada biomassa
mikroalga Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045) agar diaplikasikan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol.
46
DAFTAR PUSTAKA
Abuzar, S. S., Yogi, D. P., & Reza, E. E., 2012. Koefisien Transfer Gas (KLa)
Pada Proses Aerasi menggunakan Tray Aerator Bertingkat Lima. Jurnal
Teknik Lingkungan UNAND 9(2):155-163.
Agustini, N. W. S., & Nadhil Febrian. 2019. Hidrolisis Biomassa Mikroalga
Porphyridium cruentum menggunakan Asam (H2SO4 dan HNO3) dalam
Produksi Bioetanol. Jurnal Kimia dan Kemasan. 41(1):1-10.
Anggraeni, P., Zaqiyah, A., & Didi, D.A. 2013. Hidrolisis selulosa eceng
gondok (Eichornia crassipe) menjadi glukosa dengan katalis arang aktif
tersulfonasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(3):63-69.
Aprila, D., Elystia, S., & Sri, R.M. 2018. Pemanfaatan mikroalga dari limbah
cair kelapa sawit menjadi bioetanol dengan variasi konsentrasi asam
sulfat. Jurnal Fakultas Teknik. 5(1):1-6.
Arenas E.G., Palacio, M.C.R., Juantorena, A.U., Fernando, S.E.L., &
Sebastian, P.J. 2016. Microalgae as a potential source for biodiesel
production: techniques, methods, and other challenges. International
Journal of Energy Research. 41(6):761-789.
Ariyanti, D., & Noer, A.H. 2015. Mikroalga sebagai sumber biomassa
terbarukan: teknik kultivasi dan pemanenan. Universitas Diponegoro:
Fakultas Teknik.
Assadad, L., Sediadi, B., & Utomo, B. 2010. Pemanfaatan mikroalga sebagai
bahan baku bioetanol. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi kelautan dan perikanan. 5(2):51–58.
Astuti, J.T., & Sriwuryandari, L. 2010. Biodiesel dari mikroalga: perbanyakan
biomassa melalui penambahan nutrisi secara bertahap. Bidang Fisika
Industri dan Lingkungan, Pusat Penelitian Fisika-LIPI Jalan Cisitu
Sangkuriang Bandung 40135. 12(3):160–168.
Balat, M., Balat, H., & Oz C. 2008. Progress in bioethanol processing.
Progress in Energy and Combustion Science. 34:551–573.
Basmal, J. 2008. Peluang dan tantangan pemanfaatan mikroalga sebagai
biofuel. Squalen Buletin Pascapanen Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan. 3(1):34– 39.
47
Box, G. E. P., & Draper, N. R. 1987. Empirical model building and response
surfaces. New York: John Willey and Sons, Inc.
Brown, M. R., Jeffrey, S. W., Volkman, J. K., & Dunstan, G. A. 1997.
Nutritional Properties of Microalgae for Mariculture. Aquaculture.
151:315-331.
Chen, Y., & Vaidyanathan, S. 2013. Simultaneous assay of pigments,
carbohydrates, proteins and lipids in microalgae. Analytica Chimica Acta.
776:31–40.
Christian, V. A., & Vaclavik, E. W. 2003. Essentials of Food Science 2nd
Edition.London: Kluwer Academic.
Chen, C.Y., K.L. Yeh, R. Aisyah, & D.J. Lee, J.S. 2011. Chang, Cultivation,
photobioreactor design and harvesting of microalgae for biodiesel
production. a critical review Bioresource Technology. 102(1):71–81.
Demirbas, A. 2010. Use of algae as biofuel sources. Energy conversion and
Management. 51(12):2738-2749.
Dimas, A., Titik, I., & Swastika, P. 2017. Pemanfaatan Air Lindi TPA Jati
Barang sebagai Media Alternatif Kultivasi Mikroalga untuk Perolehan
Lipid. Semarang: Universitas Diponegoro
Dubois, M., J. Gilles, J. Hamilton, P. Rebers & F. Smith. 1956. Colorimetric
method for determination of sugars and related substance. Analytica
Chimica Acta. 28(3):350-356.
Erlangga, A.Y., Cahyo, N., & Siti, M. 2015. Pembuatan bioetanol dari
mikroalga dengan variasi konsentrasi asam, waktu hidrolisis, dan
fermentasi. Universitas Sriwijaya: Fakultas Teknik.
Ernes, A., Ratnawati, L., Wardani, A.K., & Kusnadi, I. 2014. Optimasi
fermentasi bagas tebu oleh Zymomonas mobilis CP4 (NRRL B-14023)
untuk produksi bioetanol. Agritechnology. 34(3):247-256.
Fengel, D., & G. Wegener. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Sastrohamidjojo H, penerjemah. Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Wood: Chemistry,
Ultrastructure, Reactions.
Fogg, GE. & Thake, B. 1987. Algae cultures and Phytoplankton Ecology, 3rd
ed.Wisconsin, University Wisconsin Press, Madison.
Gírio, F. M., Fonseca, C., Carvalheiro, F., Duarte, L. C., Marques, S., &
Bogel- Łukasik, R. 2010. Hemicelluloses for fuel ethanol: A review.
Bioresource Technology. 101(13):4775–4800.
48
Groggins, P. H. 1958. Unit Processes in Organic Synthesis, 5th ed., McGraw–
Hill Book Company. New York. Hal. 775–777.
Grima, E.M. 2004. Downstream Processing of Cell-Mass and Products,
Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and Applied
Phycology, Blackwell Publishing Ltd, UK.
Hadiyanto, & Azim. M. 2012. Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa
Depan. Semarang: UPT UNDIP Press.
Hamelinck, C. N., Hooijdonk, G. v. & Faaij, A. P. 2005. Etanol from
Lignocellulosic Biomass: Techno-Economic Performance in Short,
Middle, and Long-Term. Biomass and Bioenergy. 28(4):384–410.
Harianja, J.W., Nora, I., & Rudiyansyah. 2015. Optimasi jenis dan konsentrasi
asam pada hidrolisis selulosa dalam tongkol jagung. Jurna Kimia
Kemasan. 4(4):66-71.
Hartuti, S., & Muhammad, D.S. 2013. Optimasi ekstraksi gelombang
ultrasonic untuk produksi oleoresin jahe (Zingiber officinale roscoe)
menggunakan response surface methodology. Agricultural Technology.
33(4):415-423.
Ho, S., Huang, S., Chen, C., Hasunuma, T., & Kondo, A. 2013. Bioresource
Technology Bioethanol production using carbohydrate-rich microalgae
biomass as feedstock. Bioresources Technology. 135:191-198.
Iskandar, D. 2017. Perbandingan metode spektrofometri UV-Vis dan iodimetri
dalam penentuan asam askorbat sebagai bahan ajar kimia analitik
mahasiswa jurusan teknologi pertanian berbasis open-ended experiment
dan problem solving. Jurnal Teknologi Technoscientia. 10(1):66-70.
Isnansetyo, A., & Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan
Zooplankton. Kanisius: Jakarta.
Jelizanur., Padil., & Sri R. M. 2019. Kultovasi Mikroalga Menggunakan AF6
pada Berbagai pH. Jom FTEKNIK. 6(2):1-5.
Kawaroe, M., Prartono, T., Sunuddin, A., Sari, S.W., Augustine, D. 2010.
Mikroalga: Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan
Bakar. Bogor: PT. Penerbit IPB Press.
Kirk, R.E., & Othmer., D.F. 1983. Encyclopedia of Chemical Technology.
The Interscience Encyclopedia Inc. New York.
Kurnia, I. 2016. Optimasi Pertumbuhan dan Hidrolisis Lignoselulosa dari
Mikroalga Chlorella vulgaris untuk Meningkatkan Kadar Glukosa
sebagai Bahan Baku Bioetanol [skripsi]. Padang: Universitas Andalas.
49
Lavens, P., & Sorgeloos, P. 1996. Manual on the production and use of live
food for aquaculture. Food and Agriculture Organization. Hal. 361.
Lynd, L. R., P. J. Weimer, W.H. van Zyl, W. H. & I.S. Pretorius. 2002.
Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology.
Microbiology and Moleculer Biology Reviews. 66(3):506-577.
Mardina, P., Hendry, A. P., & Deka, M. H. 2014. Pengaruh waktu hidrolisis
dan konsentrasi katalisator asam sulfat terhadap sintesis furfural dari
jerami padi. 3(2):1–8.
Mata, T. M., Martins, A. A., & Caetano, N. S. 2010. Microalgae for biodiesel
production and other applications: A review. Renewable and Sustainable
Energy Reviews. 14(1):217–232.
Menezes, R. S., Soares, Aline T., Junior, Jair Gonzalez M., Lopes, Rafael G.,
da Arantes, Rafael F., Derner, Roberto B., Filho, Nelson R. A. 2016.
Culture Medium Influence on Growth on Choricystis minor var. minor:
a Suitable Microalgae for Biodiesel Production. Brazil: Chemistry
Institute Federal University of Goias.
Menezes, R.S., Soares, A.T, Lopes, R.G., Magnotti, C. Derner, R.B, Mori,
C.C., Vieira, A.A.H., Filho, N.R.A. 2015. Evaluation on Fatty Acid
Composition of the Microalgae Choricystis minor var. minor According
to Two Different Nutrient Feeding Strategies. Journal of Renewable and
Sustainable Energy. 7(4):3-9.
Miranda, G., Amri, A., Utami, S.P. 2014. Hidrolisis Mikroalga Tetraselmis
chuii dengan Variasi Konsentrasi Asam Sulfat dan Temperatur. Jurnal
FTEKNIK. 1(2):1-5.
Montgomery, D.C. 2001. Design and Analysis of Experiment. 5th edition,
New York: John Willy and Sons, Inc.
Moxley, G., & Zhang, Y.-H. P. 2007. More Accurate Determination of Acid-
Labile Carbohydrates in Lignocellulose by Modified Quantitative
Saccharification. Energy and Fuels. 21(6): 3684–3688.
Musdalifah., Yoswita, R., & Sri, A. 2015. Kultivasi dan ekstraksi minyak dari
mikroalga Botryococcus braunii dan Nannochloropsis sp. Jakarta:
Biologi UNJ Press.
Noël, M.-H., & Kawachi, M. 2005. Algal Culturing Techniques. (R.
Anderson, Ed.). San Diego, California, USA: Elsevier Academic Press.
Osvaldo. Z.S., S, P. P., & Faizal, M. 2012.Pengaruh Konsentrasi Asam dan
Waktu Pada Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari
50
Alang-Alang. Jurnal Teknik Kimia. 18(2):52–62.
Pangentasari, D. 2014. Pemanfaatan kulit buah kopi (Coffea robusta) sebagai
sumber nutrien dalam kultur Spirullina sp [Skripsi] Universitas Lampung.
Praharyawan, S., & Putri, A. 2017. Optimasi Efisiensi Flokulasi pada Proses
Panen Mikroalga Potensial Penghasil Biodiesel dengan Flokulan Ion
Magnesium. Hal. 88-89.
Praharyawan, S., Rahman, D. Y., & Susilaningsih, D. 2016. Characterization
of Lipid Productivity and Fatty Acid Profile of Three Fast-Growing
Microalgae Isolated from Bengkulu for Possible Use in Health
Application. The Journal of Tropical Life Science. 6(2):79–85.
Qaishum, F., Amri, A., & Utami, S. P. 2015. Hidrolisis Mikroalga Tetraselmis
chuii Menjadi Glukosa Menggunakan Solvent H2SO4 Dengan Variasi
Waktu Hidrolisis. JOM FTEKNIK. 2(1):1–5.
Qalsum, U., Diah, A.W.M., Supriadi. 2015. Analisis Kadar Karbohidrat,
Lemak dan Protein dari Tepung Biji Mangga (Mangifera indica L) Jenis
Gadung. Jurnal Akademi Kimia. 4(4):168-174.
Rakhmawati, P. 2017. Pengaruh Intensitas Cahaya dengan Siklus Gelap
Terang terhadap Produktivitas Lipid dan Karakteristik Biodiesel dari
Mikroalga LIPI LBB13-AL045 [skripsi]. Tangerang (ID): Fakultas Ilmu
Hayati Universitas Surya.
Samudera. S. M., & Tatang Sopandi. 2020. Kandungan Protein, Lemak, dan
Karbohidrat pada Biomassa Spirulina platensis yang Kultivasi pada
Media Berbasis Kotoran Burung Puyuh. Stigma. 13(12):22-28.
Sani, R. N., Nisa, F. C., Andriani, R. D., & Maligan, J. M. 2014. Analisis
Rendemen dan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut
(Tetraselmis chuii). Jurnal Pangan Dan Agroindustri. 2(2):121–126.
Sari. S. J., Shinta. E., & Sri R. M. 2018. Pembuatan Bioetanol dari Mikroalga
Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Variasi Konsentrasi Ragi
menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Jom FTEKNIK. 5(1):1-6.
Silaban, B.M.J. 2017. Optimasi fermentasi produksi etanol dari nira silawan
(Borassus flabellifer) menggunakan mikroorganisme Saccharomyces
cerevisiae dan Pichia stipites dengan respon surface methodology
[skripsi]. Surabaya (ID): Fakultas Teknologi Industri.
Sri. R. 2011. Hidrolisis Pati Ubi Jalar Kuning menjadi Glukosa Secara
Enzimatis. Jurnal Teknik Kimia. 5(2):417-418.
51
Suhartati, T. 2013. Dasar-dasar spektrofotometri UV-Vis dan
Spektrofotometri massa untuk penentuan struktur senyawa organik.
Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja.
Vahabisani, A., Omid, T., Abdolreza, K., Azadeh, P. 2015. The Influence of
Acid Hydrolysis on Carbohydrate extraction from biomass of microalga C.
culgaris. Iran: University of Tehran.
Widayat, & Hadiyanto. 2015. Pemanfaatan limbah cair industry tahu untuk
produksi biomassa mikroalga Nannochloropsis sp. sebagai bahan baku
biodiesel. Reaktor. 15(4):253-260.
Widianingsih, A., Ridho, R. Hartati., & Harmoko. 2008. Kandungan Nutrisi
Spirulina platensis yang Dikultur pada Media yang Berbeda. Ilmu
Kelautan. 13(3):167–17.
Widiyanto, A., Susilo, B., & Yulianingsih, R. 2014. Studi Kultur Semi-Massal
Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau ( Di
Desa Rayunggumuk , Kec . Glagah , Kab . Lamongan ). Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. 2(1):2–8.
Xiang, Q. 2003. Heterogenous aspects of acid hydrolysis of a-cellulose applied
biochemistry and biotechnology. USA (ID): Auburn University.
53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi dan pembuatan Media AF6-Modifikasi
1.1 Komposisi media AF6-Modifikasi
1.2 Pembuatan media AF6-Modifikasi
Media AF6-Modifikasi dibuat dengan beberapa komposisi bahan seperti 140 mg
NaNO3, 29,4 mg MgSO4.H2O, 62 mg (NH4)2SO4, 10 mg K2HPO4, 500 mg NaHCO3, 1
mg Fe Citrate, 20 mg KH2PO4, 2 mg C6H8O7. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam
botol scott yang sudah disterilkan, kemudian dicampurkan dengan akuades steril
sebanyak 1000 ml. Setelah itu, pengadukan dilakukan menggunakan magnetic stirrer
agar semua bahan terhomogenisasi. Media disiapkan untuk sterilisasi pada suhu 121
o
C selama 15 menit dan setelah di sterilisasi media didinginkan.
Bahan Jumlah Keterangan
NaNO3 140 mg Setiap bahan ditimbang
dan dimasukkan ke dalam
satu botol scott ukuran
1000 ml dan
dihomogenisasi dengan air
sebanyak 1000 ml.
MgSO4.H2O 29,4 mg
(NH4)2SO4 62 mg
K2HPO4 10 mg
NaHCO3 500 mg
Fe Citrate 1 mg
KH2PO4 20 mg
C6H8O7 2 mg
54
Lampiran 2. Nilai Optical Density (OD) Choricystis sp. (LIPI-LBB13-045)
Waktu
pengamatan (hari)
Kepadatan Sel (nm)
0 0,121
1 0,294
2 0,588
3 0,875
4 0,978
5 1,404
6 1,284
7 1,273
8 1,232
9 1,195
10 1,169
66
12.2 Kegiatan Penelitian
Proses Kultivasi Proses Hidrolisis
Proses analisis metode fenol-sulfat Hasil panen setelah kultivasi
Biomassa hasil panen Supernatan hasil hidrolisis
67
BIODATA MAHASISWA
IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Hana Nurbaiti Sobihah Hapsin
Tempat Tanggal Lahir : Kuningan, 27 Mei 1996
NIM : 11140960000064
Anak ke : 1 dari 4 bersaudara
Alamat Rumah Jl. Raya Luragung-Cibingbin Ds. Cileuya
RT/RW 002/001 Kec. Cimahi Kab. Kuningan.
Jawa Barat.
Telp/HP : 089647655731
Email : hanawilsa11@gmail.com
Hobby/ Keahlian (Softskill) : Membaca
PENDIDIKAN FORMAL
Sekolah Dasar : SD Negeri 01 Cileuya, Kuningan Jabar Lulus
tahun 2008
Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 02 Cimahi, Kuningan Jabar Lulus
tahun 2011
Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 01 Luragung, Kuningan Jabar
Lulus tahun 2014
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masuk tahun
2014
PENDIDIKAN NON FORMAL
68
Kursus/Pelatihan
1. Keselamatan Kerja di Lab : No. Sertifikat -
2. Pelatihan K3 : No. Sertifikat -
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Himpunan Mahasiswa Kimia
(HIMKA)
Jabatan staff Informasi dan Komunikasi
Tahun 2014 s/d 2015
2. Himpunan Mahasiswa Kimia
(HIMKA)
Jabatan Koor Informasi dan Komunikasi
Tahun 2015/2016
3. Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa
Kuningan (IPPMK)
Jabatan staff departemen Sosial Tahun
2017
4. Dewan Eksekutif Mahasiswa
Tingkat Fakultas (DEMA-F)
Jabatan staff departemen Komunikasi
dan Informasi Tahun 2017
PENGALAMAN KERJA
1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) : PT. Pupuk Kujang Cikampek/ Januari
2017 - Februari 2017 Judul
PKLPemanfaatan Limbah Bahan Baku
Pupuk Organik Sebagai Bahan Campuran
Pupuk Cair.
2. Penelitian : Pusat Penelitian Boteknologi, LIPI/
Oktober 2017 – Mei 2018 Judul Optimasi
Hidrolisis pada biomassa Choricystis sp.
dengan variasi konsentrasi asam, suhu,
dan waktu Menggunakan Response
Surface Method (RSM)