SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  11
Télécharger pour lire hors ligne
TUGAS PAPER KIMIA KOORDINASI
TEORI ORBITAL MOLEKUL DAN LIGAN FIELD THEORY
Disusun oleh :
Iing Akhirudin (3325150447)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA
2017
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada pembahasan sebelumnya kita telah mempelajari teori-teori yang menjelaskan
bagaimana pembentukkan senyawa kompleks dapat terjadi yang mana melibatkan iteraksi
antara ligand dan atom pusatnya. Teori tersebut adalah teori ikatan valensi dan teori medan
Kristal (CFT).
Pada teori ikatan valensi, senyawa kompleks dapat terjadi karena adanya orbital hibridisasi
dari senyawa kompleks tersebut yang melibatkan adanya interaksi ikatan kovalen antara ligan
dan atom pusat sehingga pada teori ini dapat menggambarkan bentuk geometri dari suatu
senyawa kompleks. Namun, pada senyawa kompleks yang memiliki sifat kemagnetan orbital
hibridisasi yang terbentuk terlalu dipaksakan dan bergantung pada fakta sifat kemagnetan
senyawa kompleks tersebut. Selain itu juga, teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan warna
dan kestabilan dari suatu senyawa kompleks.
Untuk melengkapi teori ikatan valensi, maka lahirlah teori medan kristal yang dimana
menjelaskan sejumlah besar fakta tentang senyawa kompleks, namun pada teori tersebut
memiliki kelemahan yang serius, yaitu anggapan interaksi antara ion pusat dengan ligan-
ligannya hanya merupakan interaksi elektrostatik yang mana anggapan tersebut tidak tepat.
Bila pembentukan suatu kompleks hanyalah melibatkan interaksi elektrostatik, maka senyawa-
senyawa kompleks seperti [Ni(CO)4], [Fe(CO)5], dan [Cr(CO)6] tidak mungkin terbentuk karena
baik atom pusat maupun ligannya adalah tidak bermuatan. Dalam faktanya senyawa-senyawa
tersebut diperoleh bersifat stabil. Disamping itu, medan yang ditimbulkan oleh ligan-ligan netral,
misalnya [Co(H2O)6]3+
, seharusnya lebih lemah dibandingakn medan yang ditimbulkan oleh
ligan yang bermuatan negative, misalnya pada kompleks [CoF6]3-
. Dalam faktanya kekuatan
medan kristal yang ditimbulkan oleh [Co(H2O)6]3+
lebih kuat dibandingkan medan kristal yang
ditimbulkan oleh [CoF6]3-
.
Dari kelemahan teori medan Kristal (CFT), terciptalah teori baru yaitu teori orbital molekul
(MOT). Teori orbital molekul (MOT) merupakan gabungan antara teori ikatan valensi dan teori
medan Kristal.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori orbital molekul didasarkan pada hasil eksperimen dengan metode resonansi spin
elektron yang menunjukkan adanya pemakaian bersama pasangan elektron oleh atom pusat
dengan ligan. Hal ini menunjukkan pada pembentukkan senyawa kompleks disamping terjadi
interaksi elektrostatik atau interaksi ionic, juga terjadi interaksi kovalen.
Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menyangkut interaksi
elektrostatik dan interaksi kovalen . Berdasarkan teori orbital molekul, pada pembentukkan
senyawa kompleks, orbital-orbital pada atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan saling
berinteraksi membentuk orbital-orbital molekul baru. Berdasarkan pedekatan linier, orbital-
orbital molekul senyawa kompleks dianggap merupakan kombinasi linier dari orbital-orbital atom
pusat dan orbital-orbital ligan. Perbedaan energy antara orbital-orbital atom pusat dengan ligan
dapat diabaikan oleh karena itu dalam menggambarkan orbital molekul senyawa kompleks
cukup digambarkan dengan orbital-orbital valensinya.
Pada saat adanya interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen yang ditimbulkan dari
interaksi antara atom pusat dan ligan, maka orbital-orbital yang terdapat pada atom pusat akan
mengalami kenaikkan tingkatan energy tertentu setiap orbitalnya sehingga memiliki orbital
ikatan (orbital bonding) dan orbital tidak berikatan (Orbital Anti-Bonding). Sebagai contoh,
berikut adalah diagram energy yang dihasilkan dari F3B.NH3:
Pada diagram orbital ini dapat dilihat bahwa
pasangan electron bebas yang berasal dari
atom N menempati orbital bonding BN (pada
energy yang lebih rendah) dan menstabilkan
senyawa kompleks tersebut.
A. Pembentukkan orbital sigma (σ) pada suatu senyawa kompleks
Orbital molekul terbentuk sebagai gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan
orbital atom dari ligan, di mana orbital-orbital tersebut memiliki bentuk simetri yang sama.
Misalkan pada senyawa kompleks oktahedral, ligan mendekat ke logam sepanjang sumbu x, y,
dan z, sehingga orbital simetri σ nya membentuk kombinasi ikatan dan anti-ikatan pada orbital
eg (dz2
dan dx2
−y2
), sedangkan orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) yang tersisa menjadi orbital tidak
berikatan. Beberapa interaksi ikatan dan anti-ikatan yang lemah dengan orbital s dan p logam
juga terjadi, sehingga menghasilkan total 6 orbital molekul ikatan dan 6 orbital anti-ikatan.
Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika posisinya segaris
dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung ion pusat dan ligan. Adapun
orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan orbital atom dari logam adalah orbital s
atau orbital hasil hibridisasi antara orbital s dan p.
Untuk memudahkan dalam mempelajari teori orbital molekul kita dapat melihat suatu
diagram orbital molekul kompleks oktahedral dibawah ini :
 Diagram orbital molekul kompleks octahedral
Pada gambar disamping dapat
dijelaskan sebagai brikut :
 Metal valenci orbital merupakan orbital
logam atau ion logam pada keadaan
bebas atau sebelum ada interaksi
dengan ligan
 ML6 molecular orbital merupakan
orbital molekul kompleks octahedral
yang melibatkan baik interaksi
elektrostatik maupun interaksi kovalen
 Ligand δ-orbital merupakan orbital-
orbital dari ligan sebelum terjadi
interaksi dengan orbital-orbital atom
logam, disebut juga orbital-orbital
kelompok ligan.
Pada saat logam atau ion logam mengadakan interaksi elektrostatik dengan ligan-ligan
maka semua orbital yang ada akan mengalami kenaikkan energy. Tiga orbital p meskipun
mengalami kenaikkan tingkat energi tetapi tetap dalam keadaan dasarnya karena interaksi
ligan-ligan dengan ketiga orbital p tersebut adalah sama kuat. Lima orbital d dari logam atau ion
logam mengalami pemisahan menjadi orbital eg dan t2g. setelah mengalami kenaikkan tingkat
energy orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul kompleks octahedral. Namun untuk
menjelaskan kemagnetan dari suatu senyawa kompleks octahedral dapat diterangkan dari
kekutan medan ligan atau harga 10Dq.
Contoh 1 : Pembentukkan diagram orbital molekul komplek untuk [Co(NH3)6]3+
Fakta eksperimen menunjukkan bahwa ion kompleks [Co(NH3)6]3+
memiliki bentuk
octahedral dan bersifat diamagnetic. Atom pusat ion kompleks tersebut adalah Co3+
dengan
konfiguarasi elektron: [Ar] 3d6
. Jumlah elektron pada orbital 3d dari atom pusat dan elektron-
elektron yang didonorkan oleh ligan NH3 adalah 18 elektron. 18 elektron tersebut diisikan pada
orbital molekul kompleks octahedral seperti dibawah ini:
Cara pengsisin 18 elektron pada orbital molekul kompleks [Co(NH3)6]3+
adalah sebagai
berikut. Pertama, mengisikan 6 elektron pada orbital-orbital alg, tul, dan eg. kedua, mengisikan 6
elektron yang tersisa pada orbital t2g secara berpasangan karena kompleks [Co(NH3)6]3+
merupakan kompleks dengan medan kuat sehingga menghasilkan low spin, dengan harga
10Dq > P. Sifat diamagnetic ion kompleks [Co(NH3)6]3+
ditunjukkan dengan berpasangannya
semua elektron yang terdapat pada orbital molekul kompleks.
Contoh 2: Pembentukan diagram orbital molekul untuk kompleks [CoF6]3-
Fakta experimen menunjukkan bahwa ion kompleks [CoF6]3-
memiliki bentuk octahedral
dan bersifat paramagnetik dengan kemagnetan setara dengan adanya 4 elektron tidak
berpasangan. Atom pusat ion tersebut adalah Co3+
dengan konfiguarasi elektron: [Ar] 3d6
.
Jumlah elektron pada orbital 3d dari atom pusat dan elektron-elektron yang didonorkan oleh
ligan F-
adalah 18 elektron. 18 elektron tersebut diisikan pada orbital molekul kompleks
octahedral seperti dibawah ini:
Cara pengisian 18 elektron pada orbital molekul ion kompleks [CoF6]3-
adalah sebagai
berikut: Pertama, mengisikan 6 pasang elektron pada orbital-orbital alg, tul, dan eg. kedua,
mengisikan 3 elektron yang pada orbital t2g dan 2 elektron pada orbital eg*
karena ion
kompleks[CoF6]3-
merupakan kompleks dengan medan lemah sehingga menghasilkan high
spin, dan harga 10Dq < P. Ketiga, memasangkan 1 elektron yang tersisa dengan salah satu
elektron tak berpasangan yang terdapat pada orbital t2g,. Sifat paramagnetic ion kompleks
[CoF6]3-
ditunjukkan dengan adanya 4 elektron tidak berpasangan pada orbital molekul
kompelks tersebut.
Berikut adalah beberapa diagram energy yang mungkin terjadi pada senaywa kompleks
menurut teori orbital molekul :
B. Pembentukkan orbital phi (π) pada suatu senyawa kompleks
Orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan
orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam. Ikatan π pada kompleks
oktahedral terbentuk dengan dua cara yaitu: melalui orbital p ligan yang tidak digunakan pada
ikatan σ, ataupun melalui orbital molekul π atau π* yang terdapat pada ligan. Dalam
pembentukan ikatan π ini, ligan dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan
elektron yang didonorkan oleh logam. Orbital-orbital p logam digunakan untuk ikatan σ,
sehingga interaksi π terjadi melalui orbital d, yakni dxy, dxz dan dyz.
Diagram orbital senyawa kompleks oktahedral Diagram orbital senyawa kompleks terahedral
Diagram orbital senyawa kompleks segiempat planar
Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan, sehingga
meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan ikatan π juga
dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia.
Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian orbital π yang
dimiliki oleh ligan tersebut.
1) Ligan akseptor phi (π)
Ligan ini terbentuk karena orbtal phinya kosong. orbital ligan yang kosong, mempunyai
energi tinggi, elektron dari orbital t2g akan mengisi orbital molekul bonding dengan energi
rendah. akibatnya ∆0 akan bertambah.
2) ligan donor phi (π)
Sejumblah ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan mengalami overlap
dengan orbital t2g dari logam, sehingga menghasilkan ikatan π. Orbital ligan yang terisi
elektron memiliki energi rendah sehingga elektron ligan mengisi orbital bonding t2g. elektron
dari orbital logam t2g mengisi orbital antibonding t2g, sehingga ∆0 lebih kecil.
C. Ligand Field Theory
Konsep dari teori orbital molekul berguna dalam memahami reaktivitasnya senyawa
koordinasi Salah satu cara dasar penerapan konsep MOT untuk koordinasi kimia ada di Ligand
Field Theory. Teori medan ligan melihat efek atom donor energi orbital d di kompleks logam.
Pada saat ligand mengikat atom pusat maka akan terjadi interaksi antara ligand dan atom pusat
yang menyebabkan meningkatnya energy orbital d pada atom pusat, hal tersebut yang akan
difokuskan dalam bab ini. Efek meningkatnya orbital d pada atom pusat tergantung pada ligand
yang membentuk geometri senyawa kompleks dengan atom pusat, ligand yang dapat
membentuk geometri senyawa kompleks tetrahedral dengan atom pusat akan memiliki efek
yang berbeda dengan ligand yang dapat membentuk geometri senyawa kompleks octahedral
dengan atom pusat, karena keduanya akan berinteraksi dengan cara yang berbeda dengan
orbital d.
Misalkan suatu senyawa kompleks dengan bentuk geometri octahedral, diasumsikan
semua enam ligannya terletak disepanjang sumbu x, y, dan z.
Ada 2 orbital d yang akan berinteraksi sangat kuat dengan ligan tersebut, yaitu orbital
dx2
-y2
dan dz2
. Bersama-sama, orbital atom pusat dengan orbital ligan keduanya berinteraksi
dan akan membentuk ikatan baru dan orbital antibonding. Berikut adalah kelima orbital d :
Logam biasanya memiliki elektron d yang jauh lebih tinggi energinya daripada atom
donor (seperti oksigen, sulfur, nitrogen atau fosfor). Oleh karena itu kombinasi orbital
antibonding akan lebih dekat ke orbital d atom pusat, karena keduanya memiliki energy yang
relative tinggi. Sedangkan kombinasi orbital bonding akan lebih dekat dengan orbital ligan,
karena keduanya memiliki energy yang relative rendah.
Orbital dx2
-y2
dan dz2
pada senyawa kompleks bentuk geomtri octahedral, keduanya
akan dinaikkan energi yang relatif tinggi dengan ikatan sigma yang berinteraksi dengan orbital
donor. Jika orbital d dari atom pusat telah terisi elektron, maka dimungkinkan skema diagram
orbitalnya sebagai berikut :
 Diasumsikan enam ligan semuanya terletak di sepanjang sumbu x, y dan z
 Orbital dx2
-y2
dan dz2
terletak disepanjang sumbu ikatan
 Kedua orbital ini akan dinaikkan energinya yang relatif tinggi
 Orbital ini seperti tingkat antibonding
 Orbital ini terkadang disebut juga sebagai orbital “eg”
 Sedangakan tiga orbital d lainnya, dxy , dxz dan dyz , semuanya terletak di antara ligan atau
terletak di antara sumbu ikatan. Orbital ini akan berinteraksi secara lemah dengan elektron
donor pada ligand
 Ketiga orbital tersebut lebih seperti orbital nonbonding, dan biasanya disebut orbital "t2g".
Dalam hal ini ada dua kelompok orbital d yang memiliki energy yang berbeda dan hal
tersebut akan mempengaruhi elektron pada orbital d bisa dipasangkan atau tidak berpasangan,
tergantung bagaimana orbital tersebut ditempati. Sebagai contoh pada kasus ion besi (II) yang
memiliki 6 elektron valensi atau konfigurasi elektronnya [Ar] 4d6
maka setiap elektronnya
menempati orbital d.
Namun pada senyawa kompleks K4[Fe(CN)6], dalam hal ini orbital d tidak lagi dalam tingkat
energy yang sama, melainkan ada 2 kemungkinan konfigurasi elektron valensi pada ion besi
(II). Apakah semua elektron valensi pada ion besi (II) berpasangan atau tidak berpasangan ?
Pilihannya tergantung dari berapa energi yang dibutuhkan untuk menempatkan elektron pada
orbital lain diatas orbital d,dan berapa energy yang dibutuhkan untuk menempatkan elektron di
orbital d yang sama agar berpasangan. Jika "splitting energi" cukup rendah dan spin tinggi,
maka elektron pada orbital d tidak berpasangan melainkan menempati orbital lain yang memiliki
energi lebih besar dibandingkan orbital d. Sedangkan "splitting energi" cukup besar dan spin
rendah, maka elektron pada orbital d akan berpasangan.
Konfigurasi elektron suatu logam bisa "spin tinggi" atau "spin rendah", tergantung pada
seberapa besar pemisahan energi antara dua pasang orbital d. Perbedaan antara kasus spin
tinggi dan kasus spin rendah akan mempengaruhi sifat kemagnetan suatu senyawa kompleks.
Suatu senyawa kompleks yang memiliki spin rendah maka senyawa tersebut diamagnetic
karena tidak adanya interaksi dengan magnet, sebaliknya suatu senyawa kompleks yang
memiliki spin tinggi maka senyawa tersebut para magnetic dan akan tertarik ke medan magnet.
karena elektron tidak berpasangan mempengaruhi sifat magnetik suatu material. Ternyata K 4
[Fe (CN) 6 ] bersifat diamagnetik. Jadi, cukup jelas bahwa Senyawa kompleks tersebut memiliki
spin rendah dan perbedaan energy (splitting energy) antara dua tingkat orbital d relatif besar
pada kasus ini.
Selain mempengaruhi sifat magnetik, apakah kompleks itu memiliki spin tinggi atau
rendah juga mempengaruhi reaktivitas. Senyawa dengan elektron berenergi tinggi adalah
Umumnya lebih labil, artinya melepaskan ligan lebih mudah. Oleh karena itu :
 Konfigurasi elektron mempengaruhi sifat magnetik
 Konfigurasi elektron mempengaruhi labilitas (seberapa mudah ligan dilepaskan)
Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya splitting energy orbital d dan
apakah elektron dapat menempati orbital energi yang lebih tinggi daripada berpasangan.
Sebagian didasarkan pada kekuatan medan ligand dan juga bergantung pada muatan pada ion
logam, dan apakah logam berada di tempat baris pertama, kedua atau ketiga dari logam transisi
pada tabel periodik. Semakin tinggi muatan pada logam, semakin besar splitiing energi orbital
dny.
Misalnya, Fe (II) biasanya memiliki spin tinggi dikarenakan splitting energinya kecil
antara tingkat orbital d, sehingga elektron dapat lebih mudah menempati tingkat yang lebih
tinggi daripada berpasangan dengan elektron yangtingkat energinya lebih rendah. Di sisi lain,
Fe (III) biasanya memiliki spin rendah dikarenakan splitting energinya tinggi antara tingkat
orbital d. Dalam hal ini, energy yang dibutuhkan lebih sedikit untuk elektron berpasangan di
tingkat bawah daripada naik ke tingkat yang lebih tinggi. Sehingga dapat diasumsikan :
 Kasus spin tinggi dan spin rendah menyebabkan elektron valensi pada suatu logam apakah
berpasangan atau tidak
 Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 biasanya berputar rendah
 Logam transisi baris pertama biasanya berputar tinggi
 Namun, logam transisi baris 1 akan berputar rendah jika sangat positif (biasanya 3+
atau
lebih)
Energi dari elektron bervariasi dengan bergantung pada: semakin besar muatan pada
nukleus, maka semakin rendah energi elektron. Dan juga, semakin dekat elektron ke nukleus,
semakin rendah energinya. Semakin dekat elektron dengan inti atom maka energy potensialnya
semakin rendah
Logam transisi pada baris kedua dan ketiga pada tabel periodik hampir tidak pernah
memiliki spin tinggi pada suatu senyawa kompleks. Splitting energi orbital d dalam kasus ini
lebih besar daripada untuk logam baris pertama. Dari sudut pandang yang sangat sederhana,
logam baris kedua dan ketiga pada tabel periodic memiliki lebih banyak proton pada inti
atomnya dari logam transisi baris pertama, namun gagasan tersebut tidak secara keseluruhan
menggambarkan logam transisi baris kedua dan ketiga karena nyatanya kekuatan ikatan
logam-ligan lebih besar sangat banyak ditemukan dibaris kedua dan ketiga daripada baris
pertama. Berikut adalah diagram orbital untuk kompleks octahedral termasuk adanya kontribusi
orbital s dan p.
Hasil interaksi antara atom pusat dengan ligand, ditunjukkan pada bagian tengah pada
gambar. Diagram splitting energy orbital d ditunjukkan dalam sebuah kotak. Misalkan diagram
di atas adalah untuk logam transisi baris pertama, kedua, dan ketiga. Namun untuk logam baris
kedua atau ketiga dengan ikatan yang lebih kuat.
Mengapa logam transisi baris kedua dan ketiga membentuk ikatan yang begitu kuat?
Dan obligasi kekuatannya sangat rumit. Secara umum, ada ikatan kovalen yang lebih besar
antara logam transisi baris kedua dan ketida dengan ligannya karena peningkatan tumpang-
tindih orbitalnya, selain itu semua proton pada inti atom yang menarik elektron ligan lebih kuat.
Adapun yang membuat logam transisi baris kedua dan ketiga lebih rendah spin dan energi
untuk memasangkan elektronnya, dikarena logam transisi baris kedua dan ketiga memiliki
orbital lebih besar sehingga ada lebih banyak ruang untuk dua elektron dalam satu orbital,
dengan sedikit tolakan. Akibatnya, elektron jauh lebih mungkin berpasangan dibanding untuk
menempati tingkat energi berikutnya. Oleh karena itu dapat diasumsikan :
 Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 memiliki ikatan yang lebih kuat, yang menyebabkan
splitting energinya lebih besar antara tingkat orbital d
 Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 memiliki orbital yang lebih menyebar, yang mengarah ke
pasangan yang lebih rendah energi

Contenu connexe

Tendances

Asam karboksilat
Asam karboksilatAsam karboksilat
Asam karboksilat
argentum17
 
Laporan Pembuatan Garam Mohr
Laporan Pembuatan Garam MohrLaporan Pembuatan Garam Mohr
Laporan Pembuatan Garam Mohr
Dila Adila
 
Teori orbital molekul
Teori orbital molekulTeori orbital molekul
Teori orbital molekul
Harewood Jr.
 
Substitusi Elektrofilik
Substitusi ElektrofilikSubstitusi Elektrofilik
Substitusi Elektrofilik
elfisusanti
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tawas
Laporan Praktikum Pembuatan TawasLaporan Praktikum Pembuatan Tawas
Laporan Praktikum Pembuatan Tawas
Dila Adila
 
Laporan praktikum kimia analisis pemeriksaan kation anion gina
Laporan praktikum kimia analisis pemeriksaan kation anion ginaLaporan praktikum kimia analisis pemeriksaan kation anion gina
Laporan praktikum kimia analisis pemeriksaan kation anion gina
Gina Sari
 

Tendances (20)

Analisis kualitatif anorganik
Analisis kualitatif anorganikAnalisis kualitatif anorganik
Analisis kualitatif anorganik
 
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalasetonlaporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
 
Warna &amp; kemagnetan senyawa kompleks 2017 1
Warna &amp; kemagnetan senyawa kompleks 2017 1Warna &amp; kemagnetan senyawa kompleks 2017 1
Warna &amp; kemagnetan senyawa kompleks 2017 1
 
Alkali dan alkali tanah
Alkali dan alkali tanahAlkali dan alkali tanah
Alkali dan alkali tanah
 
45715687 aplikasi-senyawa-kompleks
45715687 aplikasi-senyawa-kompleks45715687 aplikasi-senyawa-kompleks
45715687 aplikasi-senyawa-kompleks
 
pembuatan natrium tiosulfat
pembuatan natrium tiosulfatpembuatan natrium tiosulfat
pembuatan natrium tiosulfat
 
Asam karboksilat
Asam karboksilatAsam karboksilat
Asam karboksilat
 
Laporan Pembuatan Garam Mohr
Laporan Pembuatan Garam MohrLaporan Pembuatan Garam Mohr
Laporan Pembuatan Garam Mohr
 
Laporan korosi besi
Laporan korosi besiLaporan korosi besi
Laporan korosi besi
 
Sintesis gas hidrogen
Sintesis gas hidrogenSintesis gas hidrogen
Sintesis gas hidrogen
 
Teori orbital molekul
Teori orbital molekulTeori orbital molekul
Teori orbital molekul
 
Sintesis Asetanilida
Sintesis AsetanilidaSintesis Asetanilida
Sintesis Asetanilida
 
Substitusi Elektrofilik
Substitusi ElektrofilikSubstitusi Elektrofilik
Substitusi Elektrofilik
 
laporan praktikum kimia anorganik - pembuatan cis dan trans kalium dioksalato...
laporan praktikum kimia anorganik - pembuatan cis dan trans kalium dioksalato...laporan praktikum kimia anorganik - pembuatan cis dan trans kalium dioksalato...
laporan praktikum kimia anorganik - pembuatan cis dan trans kalium dioksalato...
 
Reaksi reaksi radikal bebas
Reaksi reaksi radikal bebasReaksi reaksi radikal bebas
Reaksi reaksi radikal bebas
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tawas
Laporan Praktikum Pembuatan TawasLaporan Praktikum Pembuatan Tawas
Laporan Praktikum Pembuatan Tawas
 
Laporan praktikum kimia analisis pemeriksaan kation anion gina
Laporan praktikum kimia analisis pemeriksaan kation anion ginaLaporan praktikum kimia analisis pemeriksaan kation anion gina
Laporan praktikum kimia analisis pemeriksaan kation anion gina
 
Ikatan pi dan ikatan sigma
Ikatan pi dan ikatan sigmaIkatan pi dan ikatan sigma
Ikatan pi dan ikatan sigma
 
Kelarutan sebagai fungsi suhu
Kelarutan sebagai fungsi suhuKelarutan sebagai fungsi suhu
Kelarutan sebagai fungsi suhu
 
TOM (Teori Orbital Molekul)
TOM (Teori Orbital Molekul)TOM (Teori Orbital Molekul)
TOM (Teori Orbital Molekul)
 

Similaire à Teori Orbital Molekul dan Ligan Field Theory

258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen
Warnet Raha
 
Teori orbital molekul kompleks
Teori orbital molekul kompleksTeori orbital molekul kompleks
Teori orbital molekul kompleks
Elis Primalis
 
Struktur Molekul
Struktur MolekulStruktur Molekul
Struktur Molekul
mocoz
 
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
SetyaAyuAprilia2
 
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
kartikasari144
 

Similaire à Teori Orbital Molekul dan Ligan Field Theory (20)

Lamtiur d sihotang (8136142014)
Lamtiur d sihotang (8136142014)Lamtiur d sihotang (8136142014)
Lamtiur d sihotang (8136142014)
 
7. Teori ikatan valensi.pptx
7. Teori ikatan valensi.pptx7. Teori ikatan valensi.pptx
7. Teori ikatan valensi.pptx
 
258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen
 
258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen
 
Teori orbital molekul kompleks
Teori orbital molekul kompleksTeori orbital molekul kompleks
Teori orbital molekul kompleks
 
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptx
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptxPPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptx
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptx
 
Materi Ikatan kimia
Materi Ikatan kimiaMateri Ikatan kimia
Materi Ikatan kimia
 
Struktur Molekul
Struktur MolekulStruktur Molekul
Struktur Molekul
 
Logistics Engineering Kimia Dasar UISI
Logistics Engineering Kimia Dasar UISILogistics Engineering Kimia Dasar UISI
Logistics Engineering Kimia Dasar UISI
 
Kelas 10 007 ikatan kimia
Kelas 10 007 ikatan kimiaKelas 10 007 ikatan kimia
Kelas 10 007 ikatan kimia
 
PPT Ikatan kovalen koordinasi
PPT Ikatan kovalen koordinasiPPT Ikatan kovalen koordinasi
PPT Ikatan kovalen koordinasi
 
Teori pasangan elektron
Teori pasangan elektronTeori pasangan elektron
Teori pasangan elektron
 
Ppt kimin baru
Ppt kimin baruPpt kimin baru
Ppt kimin baru
 
Kuliah 6. Ikatan Kimia.pptx
Kuliah 6. Ikatan Kimia.pptxKuliah 6. Ikatan Kimia.pptx
Kuliah 6. Ikatan Kimia.pptx
 
Ikatan pada Molekul dan Ion Kompleks
Ikatan pada Molekul dan Ion KompleksIkatan pada Molekul dan Ion Kompleks
Ikatan pada Molekul dan Ion Kompleks
 
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
 
ikatan kimia
ikatan kimiaikatan kimia
ikatan kimia
 
Bab 3
Bab 3Bab 3
Bab 3
 
Ikatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
Ikatan Pada Ion dan Molekul KompleksIkatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
Ikatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
 
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
 

Dernier

Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
dpp11tya
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
AtiAnggiSupriyati
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
NurindahSetyawati1
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Dernier (20)

DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 

Teori Orbital Molekul dan Ligan Field Theory

  • 1. TUGAS PAPER KIMIA KOORDINASI TEORI ORBITAL MOLEKUL DAN LIGAN FIELD THEORY Disusun oleh : Iing Akhirudin (3325150447) UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA JAKARTA 2017
  • 2. BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada pembahasan sebelumnya kita telah mempelajari teori-teori yang menjelaskan bagaimana pembentukkan senyawa kompleks dapat terjadi yang mana melibatkan iteraksi antara ligand dan atom pusatnya. Teori tersebut adalah teori ikatan valensi dan teori medan Kristal (CFT). Pada teori ikatan valensi, senyawa kompleks dapat terjadi karena adanya orbital hibridisasi dari senyawa kompleks tersebut yang melibatkan adanya interaksi ikatan kovalen antara ligan dan atom pusat sehingga pada teori ini dapat menggambarkan bentuk geometri dari suatu senyawa kompleks. Namun, pada senyawa kompleks yang memiliki sifat kemagnetan orbital hibridisasi yang terbentuk terlalu dipaksakan dan bergantung pada fakta sifat kemagnetan senyawa kompleks tersebut. Selain itu juga, teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan warna dan kestabilan dari suatu senyawa kompleks. Untuk melengkapi teori ikatan valensi, maka lahirlah teori medan kristal yang dimana menjelaskan sejumlah besar fakta tentang senyawa kompleks, namun pada teori tersebut memiliki kelemahan yang serius, yaitu anggapan interaksi antara ion pusat dengan ligan- ligannya hanya merupakan interaksi elektrostatik yang mana anggapan tersebut tidak tepat. Bila pembentukan suatu kompleks hanyalah melibatkan interaksi elektrostatik, maka senyawa- senyawa kompleks seperti [Ni(CO)4], [Fe(CO)5], dan [Cr(CO)6] tidak mungkin terbentuk karena baik atom pusat maupun ligannya adalah tidak bermuatan. Dalam faktanya senyawa-senyawa tersebut diperoleh bersifat stabil. Disamping itu, medan yang ditimbulkan oleh ligan-ligan netral, misalnya [Co(H2O)6]3+ , seharusnya lebih lemah dibandingakn medan yang ditimbulkan oleh ligan yang bermuatan negative, misalnya pada kompleks [CoF6]3- . Dalam faktanya kekuatan medan kristal yang ditimbulkan oleh [Co(H2O)6]3+ lebih kuat dibandingkan medan kristal yang ditimbulkan oleh [CoF6]3- . Dari kelemahan teori medan Kristal (CFT), terciptalah teori baru yaitu teori orbital molekul (MOT). Teori orbital molekul (MOT) merupakan gabungan antara teori ikatan valensi dan teori medan Kristal.
  • 3. BAB II PEMBAHASAN Teori orbital molekul didasarkan pada hasil eksperimen dengan metode resonansi spin elektron yang menunjukkan adanya pemakaian bersama pasangan elektron oleh atom pusat dengan ligan. Hal ini menunjukkan pada pembentukkan senyawa kompleks disamping terjadi interaksi elektrostatik atau interaksi ionic, juga terjadi interaksi kovalen. Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menyangkut interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen . Berdasarkan teori orbital molekul, pada pembentukkan senyawa kompleks, orbital-orbital pada atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan saling berinteraksi membentuk orbital-orbital molekul baru. Berdasarkan pedekatan linier, orbital- orbital molekul senyawa kompleks dianggap merupakan kombinasi linier dari orbital-orbital atom pusat dan orbital-orbital ligan. Perbedaan energy antara orbital-orbital atom pusat dengan ligan dapat diabaikan oleh karena itu dalam menggambarkan orbital molekul senyawa kompleks cukup digambarkan dengan orbital-orbital valensinya. Pada saat adanya interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen yang ditimbulkan dari interaksi antara atom pusat dan ligan, maka orbital-orbital yang terdapat pada atom pusat akan mengalami kenaikkan tingkatan energy tertentu setiap orbitalnya sehingga memiliki orbital ikatan (orbital bonding) dan orbital tidak berikatan (Orbital Anti-Bonding). Sebagai contoh, berikut adalah diagram energy yang dihasilkan dari F3B.NH3: Pada diagram orbital ini dapat dilihat bahwa pasangan electron bebas yang berasal dari atom N menempati orbital bonding BN (pada energy yang lebih rendah) dan menstabilkan senyawa kompleks tersebut. A. Pembentukkan orbital sigma (σ) pada suatu senyawa kompleks Orbital molekul terbentuk sebagai gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan, di mana orbital-orbital tersebut memiliki bentuk simetri yang sama. Misalkan pada senyawa kompleks oktahedral, ligan mendekat ke logam sepanjang sumbu x, y, dan z, sehingga orbital simetri σ nya membentuk kombinasi ikatan dan anti-ikatan pada orbital eg (dz2 dan dx2 −y2 ), sedangkan orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) yang tersisa menjadi orbital tidak berikatan. Beberapa interaksi ikatan dan anti-ikatan yang lemah dengan orbital s dan p logam juga terjadi, sehingga menghasilkan total 6 orbital molekul ikatan dan 6 orbital anti-ikatan. Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika posisinya segaris dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung ion pusat dan ligan. Adapun orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan orbital atom dari logam adalah orbital s atau orbital hasil hibridisasi antara orbital s dan p. Untuk memudahkan dalam mempelajari teori orbital molekul kita dapat melihat suatu diagram orbital molekul kompleks oktahedral dibawah ini :
  • 4.  Diagram orbital molekul kompleks octahedral Pada gambar disamping dapat dijelaskan sebagai brikut :  Metal valenci orbital merupakan orbital logam atau ion logam pada keadaan bebas atau sebelum ada interaksi dengan ligan  ML6 molecular orbital merupakan orbital molekul kompleks octahedral yang melibatkan baik interaksi elektrostatik maupun interaksi kovalen  Ligand δ-orbital merupakan orbital- orbital dari ligan sebelum terjadi interaksi dengan orbital-orbital atom logam, disebut juga orbital-orbital kelompok ligan. Pada saat logam atau ion logam mengadakan interaksi elektrostatik dengan ligan-ligan maka semua orbital yang ada akan mengalami kenaikkan energy. Tiga orbital p meskipun mengalami kenaikkan tingkat energi tetapi tetap dalam keadaan dasarnya karena interaksi ligan-ligan dengan ketiga orbital p tersebut adalah sama kuat. Lima orbital d dari logam atau ion logam mengalami pemisahan menjadi orbital eg dan t2g. setelah mengalami kenaikkan tingkat energy orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul kompleks octahedral. Namun untuk menjelaskan kemagnetan dari suatu senyawa kompleks octahedral dapat diterangkan dari kekutan medan ligan atau harga 10Dq. Contoh 1 : Pembentukkan diagram orbital molekul komplek untuk [Co(NH3)6]3+ Fakta eksperimen menunjukkan bahwa ion kompleks [Co(NH3)6]3+ memiliki bentuk octahedral dan bersifat diamagnetic. Atom pusat ion kompleks tersebut adalah Co3+ dengan konfiguarasi elektron: [Ar] 3d6 . Jumlah elektron pada orbital 3d dari atom pusat dan elektron- elektron yang didonorkan oleh ligan NH3 adalah 18 elektron. 18 elektron tersebut diisikan pada orbital molekul kompleks octahedral seperti dibawah ini:
  • 5. Cara pengsisin 18 elektron pada orbital molekul kompleks [Co(NH3)6]3+ adalah sebagai berikut. Pertama, mengisikan 6 elektron pada orbital-orbital alg, tul, dan eg. kedua, mengisikan 6 elektron yang tersisa pada orbital t2g secara berpasangan karena kompleks [Co(NH3)6]3+ merupakan kompleks dengan medan kuat sehingga menghasilkan low spin, dengan harga 10Dq > P. Sifat diamagnetic ion kompleks [Co(NH3)6]3+ ditunjukkan dengan berpasangannya semua elektron yang terdapat pada orbital molekul kompleks. Contoh 2: Pembentukan diagram orbital molekul untuk kompleks [CoF6]3- Fakta experimen menunjukkan bahwa ion kompleks [CoF6]3- memiliki bentuk octahedral dan bersifat paramagnetik dengan kemagnetan setara dengan adanya 4 elektron tidak berpasangan. Atom pusat ion tersebut adalah Co3+ dengan konfiguarasi elektron: [Ar] 3d6 . Jumlah elektron pada orbital 3d dari atom pusat dan elektron-elektron yang didonorkan oleh ligan F- adalah 18 elektron. 18 elektron tersebut diisikan pada orbital molekul kompleks octahedral seperti dibawah ini: Cara pengisian 18 elektron pada orbital molekul ion kompleks [CoF6]3- adalah sebagai berikut: Pertama, mengisikan 6 pasang elektron pada orbital-orbital alg, tul, dan eg. kedua, mengisikan 3 elektron yang pada orbital t2g dan 2 elektron pada orbital eg* karena ion kompleks[CoF6]3- merupakan kompleks dengan medan lemah sehingga menghasilkan high spin, dan harga 10Dq < P. Ketiga, memasangkan 1 elektron yang tersisa dengan salah satu elektron tak berpasangan yang terdapat pada orbital t2g,. Sifat paramagnetic ion kompleks [CoF6]3- ditunjukkan dengan adanya 4 elektron tidak berpasangan pada orbital molekul kompelks tersebut. Berikut adalah beberapa diagram energy yang mungkin terjadi pada senaywa kompleks menurut teori orbital molekul :
  • 6. B. Pembentukkan orbital phi (π) pada suatu senyawa kompleks Orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam. Ikatan π pada kompleks oktahedral terbentuk dengan dua cara yaitu: melalui orbital p ligan yang tidak digunakan pada ikatan σ, ataupun melalui orbital molekul π atau π* yang terdapat pada ligan. Dalam pembentukan ikatan π ini, ligan dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan elektron yang didonorkan oleh logam. Orbital-orbital p logam digunakan untuk ikatan σ, sehingga interaksi π terjadi melalui orbital d, yakni dxy, dxz dan dyz. Diagram orbital senyawa kompleks oktahedral Diagram orbital senyawa kompleks terahedral Diagram orbital senyawa kompleks segiempat planar
  • 7. Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan, sehingga meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan ikatan π juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia. Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian orbital π yang dimiliki oleh ligan tersebut. 1) Ligan akseptor phi (π) Ligan ini terbentuk karena orbtal phinya kosong. orbital ligan yang kosong, mempunyai energi tinggi, elektron dari orbital t2g akan mengisi orbital molekul bonding dengan energi rendah. akibatnya ∆0 akan bertambah. 2) ligan donor phi (π) Sejumblah ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan mengalami overlap dengan orbital t2g dari logam, sehingga menghasilkan ikatan π. Orbital ligan yang terisi elektron memiliki energi rendah sehingga elektron ligan mengisi orbital bonding t2g. elektron dari orbital logam t2g mengisi orbital antibonding t2g, sehingga ∆0 lebih kecil. C. Ligand Field Theory Konsep dari teori orbital molekul berguna dalam memahami reaktivitasnya senyawa koordinasi Salah satu cara dasar penerapan konsep MOT untuk koordinasi kimia ada di Ligand Field Theory. Teori medan ligan melihat efek atom donor energi orbital d di kompleks logam. Pada saat ligand mengikat atom pusat maka akan terjadi interaksi antara ligand dan atom pusat yang menyebabkan meningkatnya energy orbital d pada atom pusat, hal tersebut yang akan difokuskan dalam bab ini. Efek meningkatnya orbital d pada atom pusat tergantung pada ligand yang membentuk geometri senyawa kompleks dengan atom pusat, ligand yang dapat membentuk geometri senyawa kompleks tetrahedral dengan atom pusat akan memiliki efek yang berbeda dengan ligand yang dapat membentuk geometri senyawa kompleks octahedral
  • 8. dengan atom pusat, karena keduanya akan berinteraksi dengan cara yang berbeda dengan orbital d. Misalkan suatu senyawa kompleks dengan bentuk geometri octahedral, diasumsikan semua enam ligannya terletak disepanjang sumbu x, y, dan z. Ada 2 orbital d yang akan berinteraksi sangat kuat dengan ligan tersebut, yaitu orbital dx2 -y2 dan dz2 . Bersama-sama, orbital atom pusat dengan orbital ligan keduanya berinteraksi dan akan membentuk ikatan baru dan orbital antibonding. Berikut adalah kelima orbital d : Logam biasanya memiliki elektron d yang jauh lebih tinggi energinya daripada atom donor (seperti oksigen, sulfur, nitrogen atau fosfor). Oleh karena itu kombinasi orbital antibonding akan lebih dekat ke orbital d atom pusat, karena keduanya memiliki energy yang relative tinggi. Sedangkan kombinasi orbital bonding akan lebih dekat dengan orbital ligan, karena keduanya memiliki energy yang relative rendah. Orbital dx2 -y2 dan dz2 pada senyawa kompleks bentuk geomtri octahedral, keduanya akan dinaikkan energi yang relatif tinggi dengan ikatan sigma yang berinteraksi dengan orbital donor. Jika orbital d dari atom pusat telah terisi elektron, maka dimungkinkan skema diagram orbitalnya sebagai berikut :  Diasumsikan enam ligan semuanya terletak di sepanjang sumbu x, y dan z  Orbital dx2 -y2 dan dz2 terletak disepanjang sumbu ikatan  Kedua orbital ini akan dinaikkan energinya yang relatif tinggi
  • 9.  Orbital ini seperti tingkat antibonding  Orbital ini terkadang disebut juga sebagai orbital “eg”  Sedangakan tiga orbital d lainnya, dxy , dxz dan dyz , semuanya terletak di antara ligan atau terletak di antara sumbu ikatan. Orbital ini akan berinteraksi secara lemah dengan elektron donor pada ligand  Ketiga orbital tersebut lebih seperti orbital nonbonding, dan biasanya disebut orbital "t2g". Dalam hal ini ada dua kelompok orbital d yang memiliki energy yang berbeda dan hal tersebut akan mempengaruhi elektron pada orbital d bisa dipasangkan atau tidak berpasangan, tergantung bagaimana orbital tersebut ditempati. Sebagai contoh pada kasus ion besi (II) yang memiliki 6 elektron valensi atau konfigurasi elektronnya [Ar] 4d6 maka setiap elektronnya menempati orbital d. Namun pada senyawa kompleks K4[Fe(CN)6], dalam hal ini orbital d tidak lagi dalam tingkat energy yang sama, melainkan ada 2 kemungkinan konfigurasi elektron valensi pada ion besi (II). Apakah semua elektron valensi pada ion besi (II) berpasangan atau tidak berpasangan ? Pilihannya tergantung dari berapa energi yang dibutuhkan untuk menempatkan elektron pada orbital lain diatas orbital d,dan berapa energy yang dibutuhkan untuk menempatkan elektron di orbital d yang sama agar berpasangan. Jika "splitting energi" cukup rendah dan spin tinggi, maka elektron pada orbital d tidak berpasangan melainkan menempati orbital lain yang memiliki energi lebih besar dibandingkan orbital d. Sedangkan "splitting energi" cukup besar dan spin rendah, maka elektron pada orbital d akan berpasangan. Konfigurasi elektron suatu logam bisa "spin tinggi" atau "spin rendah", tergantung pada seberapa besar pemisahan energi antara dua pasang orbital d. Perbedaan antara kasus spin tinggi dan kasus spin rendah akan mempengaruhi sifat kemagnetan suatu senyawa kompleks. Suatu senyawa kompleks yang memiliki spin rendah maka senyawa tersebut diamagnetic karena tidak adanya interaksi dengan magnet, sebaliknya suatu senyawa kompleks yang memiliki spin tinggi maka senyawa tersebut para magnetic dan akan tertarik ke medan magnet. karena elektron tidak berpasangan mempengaruhi sifat magnetik suatu material. Ternyata K 4 [Fe (CN) 6 ] bersifat diamagnetik. Jadi, cukup jelas bahwa Senyawa kompleks tersebut memiliki spin rendah dan perbedaan energy (splitting energy) antara dua tingkat orbital d relatif besar pada kasus ini. Selain mempengaruhi sifat magnetik, apakah kompleks itu memiliki spin tinggi atau rendah juga mempengaruhi reaktivitas. Senyawa dengan elektron berenergi tinggi adalah Umumnya lebih labil, artinya melepaskan ligan lebih mudah. Oleh karena itu :  Konfigurasi elektron mempengaruhi sifat magnetik  Konfigurasi elektron mempengaruhi labilitas (seberapa mudah ligan dilepaskan) Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya splitting energy orbital d dan apakah elektron dapat menempati orbital energi yang lebih tinggi daripada berpasangan. Sebagian didasarkan pada kekuatan medan ligand dan juga bergantung pada muatan pada ion logam, dan apakah logam berada di tempat baris pertama, kedua atau ketiga dari logam transisi
  • 10. pada tabel periodik. Semakin tinggi muatan pada logam, semakin besar splitiing energi orbital dny. Misalnya, Fe (II) biasanya memiliki spin tinggi dikarenakan splitting energinya kecil antara tingkat orbital d, sehingga elektron dapat lebih mudah menempati tingkat yang lebih tinggi daripada berpasangan dengan elektron yangtingkat energinya lebih rendah. Di sisi lain, Fe (III) biasanya memiliki spin rendah dikarenakan splitting energinya tinggi antara tingkat orbital d. Dalam hal ini, energy yang dibutuhkan lebih sedikit untuk elektron berpasangan di tingkat bawah daripada naik ke tingkat yang lebih tinggi. Sehingga dapat diasumsikan :  Kasus spin tinggi dan spin rendah menyebabkan elektron valensi pada suatu logam apakah berpasangan atau tidak  Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 biasanya berputar rendah  Logam transisi baris pertama biasanya berputar tinggi  Namun, logam transisi baris 1 akan berputar rendah jika sangat positif (biasanya 3+ atau lebih) Energi dari elektron bervariasi dengan bergantung pada: semakin besar muatan pada nukleus, maka semakin rendah energi elektron. Dan juga, semakin dekat elektron ke nukleus, semakin rendah energinya. Semakin dekat elektron dengan inti atom maka energy potensialnya semakin rendah Logam transisi pada baris kedua dan ketiga pada tabel periodik hampir tidak pernah memiliki spin tinggi pada suatu senyawa kompleks. Splitting energi orbital d dalam kasus ini lebih besar daripada untuk logam baris pertama. Dari sudut pandang yang sangat sederhana, logam baris kedua dan ketiga pada tabel periodic memiliki lebih banyak proton pada inti atomnya dari logam transisi baris pertama, namun gagasan tersebut tidak secara keseluruhan menggambarkan logam transisi baris kedua dan ketiga karena nyatanya kekuatan ikatan logam-ligan lebih besar sangat banyak ditemukan dibaris kedua dan ketiga daripada baris pertama. Berikut adalah diagram orbital untuk kompleks octahedral termasuk adanya kontribusi orbital s dan p. Hasil interaksi antara atom pusat dengan ligand, ditunjukkan pada bagian tengah pada gambar. Diagram splitting energy orbital d ditunjukkan dalam sebuah kotak. Misalkan diagram
  • 11. di atas adalah untuk logam transisi baris pertama, kedua, dan ketiga. Namun untuk logam baris kedua atau ketiga dengan ikatan yang lebih kuat. Mengapa logam transisi baris kedua dan ketiga membentuk ikatan yang begitu kuat? Dan obligasi kekuatannya sangat rumit. Secara umum, ada ikatan kovalen yang lebih besar antara logam transisi baris kedua dan ketida dengan ligannya karena peningkatan tumpang- tindih orbitalnya, selain itu semua proton pada inti atom yang menarik elektron ligan lebih kuat. Adapun yang membuat logam transisi baris kedua dan ketiga lebih rendah spin dan energi untuk memasangkan elektronnya, dikarena logam transisi baris kedua dan ketiga memiliki orbital lebih besar sehingga ada lebih banyak ruang untuk dua elektron dalam satu orbital, dengan sedikit tolakan. Akibatnya, elektron jauh lebih mungkin berpasangan dibanding untuk menempati tingkat energi berikutnya. Oleh karena itu dapat diasumsikan :  Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 memiliki ikatan yang lebih kuat, yang menyebabkan splitting energinya lebih besar antara tingkat orbital d  Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 memiliki orbital yang lebih menyebar, yang mengarah ke pasangan yang lebih rendah energi