2. TUJUAN
Memberi jawaban terhadap masalah pelepasan obat dalam sediaan
(drug delivery) dan penetapan spesifikasi disolusi.
• Apakah semua sediaan obat harus dilakukan uji disolusi ?
• Mengapa proses disolusi penting untuk pengembangan formulasi
dan evaluasi produk ?
• Bagaimana cara menentukan uji disolusi dari sediaan obat ?
• Bagaimana cara penentuan persyaratan laju disolusi dan
perhitungan evisiensi disolusi (ED) ?
• Apa yang dimaksud kondisi “sink” dan disolusi intrinsik ?
• Mengapa uji disolusi dilakukan pada kondisi “sink”
• Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi laju disolusi obat ?
• Apa yang dimaksud dengan sistem klasifikasi biofarmasetika pada
penetapan spesifikasi disolusi ?
3. DISOLUSI DAN DIFUSI
I. PENDAHULUAN
II. PROSES DISOLUSI PARTIKEL OBAT
III. DISOLUSI SEDIAAN OBAT
IV. PROSES DIFUSI PADA SALURAN CERNA
V. SISTEM KLASIFIKASI BIOFARMASETIK (BCS)
PUSTAKA :
Hanson, WA (1991) Handbook of Disolution testing 2nd, ed rev Pharm Tech
Pabl., oregongon
Banakar U.V (1992) Pharm. Dis Testing Marcel Dekker Inc New York
Abdou HM (1989) Dissolution, Bioavalability Bioeqvivalence, March Publ. Co,
Easton.
Dep Kes RI (1995) Farmakope Indonesia Ed IV
US Pharmacopoeia (2000) USP 24
4. I. PENDAHULUAN
DEFINISI
• UJI DISOLUSI : METODE FISIKA KIMIA UNTUK MENGUKUR
LAJU DISOLUSI BAHAN OBAT DARI SEDIAAN
• UJI DISOLUSI FARMAKOPE : PENETAPAN KESESUAIAN
SEDIAAN DENGAN PERSYARATAN DISOLUSI YANG
TERTERA
DALAM MONOGRAFI SETIAP SEDIAAN
• LAJU DISOLUSI : JUMLAH BAHAN OBAT YANG TERLARUT
DALAM SATUAN WAKTU DAN MEDIUM TERTENTU
MANFAAT :
- PERSYARATAN FARMAKOPE
- PENGEMBANGAN PRODUK
- PENGENDALIAN MUTU SPESIFIKASI PRODUK
- JAMINAN MUTU ANTAR BETS
- KINERJA KLINIK (BIOEKIVALENSI)
- SISTEM PENGHANTARAN OBAT
6. II. PROSES DISOLUSI PARTIKEL
OBAT
REAKSI PERMUKAAN : PARTIKEL PADA
LARUTAN
• PEMBASAHAN
• PENJENUHAN
• DIFUSI
• LARUTAN
KONTAK PELARUT – PARTIKEL OBAT
SOLVATASI DAN PENJENUHAN ( CS )
TRANSPOR MOLEKUL SOLUT : CS C
dM
dt
= - A D
dC
dx (H.Fick’s I)
7.
8. TEORI LAPISAN DIFUSI (DIFFUSION LAYER MODEL)
(NERNST & BRUNNER)
dM
dt
= A D
dC
dx
dC
dx
=
CS -
Ct h
dM
dt
V dC
dt
=
dC
dt
=
DA
V.h
CS -
Ct
K =
D
V.h
dC
dt
= K.A (CS – Ct )
M : Massa obat
C : Konsentrasi
D : Koef. Difusi
A : Luas permukaan efektif
CS: Kelarutan jenuh
dC/dt : Laju disolusi
K : Tetapan Disolusi
D =
RT
6 II η r N
D =
KT
6 II η r
Cm2
/det
(Sutherland – Einstein)Ct
CS
X = 0 X = h LARUTAN “BULK”
PERMUKAAN
KRISTAL OBAT BATAS
FILM
REAKSI PERMUKAAN PADAT CAIR
9. UJI DISOLUSI KONDISI “SINK “
CS >> Ct ……………
dC
dt
= K.A . CS
DISOLUSI INTRINSIK :
DISOLUSI DILAKUKAN PADA BAHAN
OBAT YANG DICETAK DALAM BENTUK
TABLET DENGAN PERMUKAAN TETAP (A)
dC
dt
= K . CS
VOLUME MEDIA
5-10 X VOLUME SATURASI
Mg/menit/cm2
• Luas permukaan tetap
10.
11. III. DISOLUSI SEDIAAN OBATIII. DISOLUSI SEDIAAN OBAT
ALAT UJI DISOLUSIALAT UJI DISOLUSI
13. DISINTEGRASI
KAPSUL →
LARUT
DEAGREGASI
DISOLUSI
OBAT DALAM LARUTAN (IN VITRO ATAU IN
VIVO)
ABSORPSI (IN VIVO)
OBAT DALAM DARAH
ATAU JARINGAN
DISOLUSI OBAT SEBAGAI TAHAP
AWAL
DALAM PROSES ABSORPSI OBAT
TABLET
GRANUL
PARTIKEL
HALUS
PEMBASAHAN
PENETRASI
DEAGREGASI
PEMBASAHAN
ZAT AKTIF
PROSES DISOLUSI SEDIAAN OBATPROSES DISOLUSI SEDIAAN OBAT
14. 3.1. KONDISI PENGUJIAN DISOLUSI
KETENTUAN FARMAKOPE
PERALATAN DISOLUSI
ALAT UJI DISOLUSI YANG PALING UMUM DIGUNAKAN ADALAH
ALAT 1 DAN ALAT 2
ALAT 1 : METODE KERANJANG
ALAT 2 : METODE DAYUNG
METODE INI CUKUP SEDERHANA, TERSTANDAR DENGAN
BAIK, FLEKSIBEL UNTUK UJI DISOLUSI BERBAGAI JENIS
SEDIAAN,. TERCANTUM PADA BERBAGAI FARMAKOPE.
KLAUSUL : HARUS DIGUNAKAN ALAT 1 DAN ALAT 2 KECUALI
TERBUKTI TIDAK MEMUASKAN.
ALAT 3 : METODE SILINDER BERPUTAR
ALAT 4 : METODE SISTEM “ FLOW THROUGH CELL “
DAN ALAT 4 DAPAT DIGUNAKAN BILA PERLU
ALAT 5 : METODE DAYUNG DIATAS CAKRAM (MODIFIKASI ALAT
2)
ALAT 6 : SILINDER (MODIFIKASI ALAT 1)
ALAT 7 : CAKRAM TURUN NAIK.
15. ALAT UJI PELEPASAN ZAT AKTIF
USP XXIV DAN FARMAKOPE INDONESIA IV
ADA TUJUH JENIS ALAT UJI DISOLUSI DIPILIH SALAH SATU
• SISTEM LEPAS LAMBAT (OPSI)
• SISTEM LEPAS TUNDA (ALAT 1 DAN ALAT 2)
- TAHAP ASAM : HCl 0,1 N
- TAHAP DAPAR : pH : 6,8
• SISTEM TRANSDERMAL (ALAT 5, 6 DAN 7)
LIHAT MONOGRAFI FARMAKOPE
22. 3.2. PROTOKOL UMUM
1. MONOGRAFI SEDIAAN PADAT :
• ALAT YANG DIGUNAKAN : 1 DAN 2
• KONDISI MEDIA, JUMLAH pH
• RPM, WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN
• METODE, ALAT DAN PROSEDUR ANALISIS KADAR CUPLIKAN
2. PEMERIKSAAN ALAT
• PERIKSA KELURUSAN TANGKAI PENGADUK
• PERIKSA KONDISI DAYUNG / KERANJANG
• PERIKSA KECEPATAN PUTARAN PENGADUK
• PASANG KERANJANG / DAYUNG – KETENTUAN
3. PENANGAS AIR
• ATUR SUHU PENANGAS AGAR DIPEROLEH SUHU 370
C ± 0,50
C
DITIAP WADAH
• ATUR AGAR PERMUKAAN AIR DALAM PENANGAS AIR LEBIH
TINGGI DARIPADA PERMUKAAN MEDIA DALAM WADAH.
23. 4. PENYIAPAN MEDIA
• SIAPKAN MEDIA SESUAI MONOGRAFI PERIKSA pH
• “DEAERATING MEDIA” DENGAN CARA YANG SESUAI
• PANASKAN MEDIA SEKITAR 370
C
• MASUKKAN KE MASING-MASING WADAH
5. PENGATURAN PENGADUK
• MASUKKAN KERANJANG / DAYUNG KE TIAP WADAH, ATUR
JARAKNYA 2,5 cm ± 2 mm DARI DASAR WADAH
• PERIKSA KEMIRINGAN TANGKAI PENGADUK
• PERIKSA PEMUSATAN PENGADUK
• PERIKSA KECEPATAN PUTARAN.
6. MASUKKAN SAMPEL
• JIKA MEMUNGKINKAN KERANJANG MASUKKAN 1 UNIT SEDIAAN
KEDALAM KERANJANG
• JIKA PENGGUNAAN DAYUNG : MASUKKAN 1 UNIT SEEDIAAN KE
DALAM TIAP WADAH SEDEMIKIAN SEHINGGA TEPAT DI BAWAH
DAYUNG.
24. 7. PENGAMBILAN CUPLIKAN
• UNTUK MENENTUKAN WAKTU SAMPLING GUNAKAN STOP
WATCH
• ATUR SEDEMIKIAN AGAR WAKTU SAMPLING TEPAT WAKTU
• LAKUKAN SAMPLING DITEMPAT YANG TEPAT DAN SELALU DI
TEMPAT YANG SAMA SI TIAP WADAH.
8. PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF TERLARUT
• LAKUKAN PENETAPAN KADAR SESUAI MONOGRAFI
• CUPLIKAN YANG DIAMBIL DISARING MELALUI FILTER YANG
SESUAI DENGAN METODE PENGUJIAN
• HITUNG KADAR ZAT AKTIF
9. WAKTU
SESUAI MONOGRAFI : Spesifikasi 1 titik atau 2 titik
SPESIFIKASI : Jumlah minimum yang terlarut
25. 3.3. FAKTOR ALAT YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. SPESIFIKASI UKURAN (FARMAKOPE)
2. TOLERANSI DAN FAKTOR PENGGANGGU UJI DISOLUSI
(KECEPATAN PUTARAN, SUHU, WAKTU, VIBRASI DAN
SEBAGAINYA)
3. MEDIA YANG DIGUNAKAN
4. CARA PENGAMBILAN SAMPEL
5. PROTOKOL ANALISIS
VALIDASI
VALIDASI ALAT DISOLUSI
1. PENGUJIAN KESESUAIAN SISTEM PENGGUNAAN
KALIBRATOR
2. BILA PERLU DEAERASI
3. VALIDASI ANTARA PROSEDUR OTOMATIS DAN MANUAL
4. VALIDASI METODE ANALISIS
27. 3.4. PERNYATAAN HASIL
A. SEDIAAN TERDISOLUSI SEGERA
KRITERIA PENERIMAAN
• S1 : 6 UNIT SEDIAAN
TIAP UNIT ≥ Q + 5 %
• S2 : 6 UNIT SEDIAAN
RATA-RATA 12 UNIT (S1 + S2) ≥ Q
DAN TIDAK SATU UNITPUN < Q – 15 %
• S3 : 12 UNIT SEDIAAN
RATA-RATA 24 UNIT (S1 + S2 + S3) ≥ Q ; DAN 2 UNIT
< Q – 15 % DAN TIDAK SATU UNITPUN < Q – 25 %
Q : Jumlah zat aktif terlarut.
28. PENENTUAN HASIL DISOLUSI
UNTUK PENGEMBANGAN SEDIAAN ORAL PADAT
1. KADAR ZAT AKTIF YANG LARUT DALAM WAKTU TERTENTU
C30 : KADAR ZAT AKTIF TERLARUT SELAMA 30 MANIT
2. WAKTU YANG DIPERLUKAN UNTUK MELARUTKAN
SEJUMLAH
TERTENTU ZAT AKTIF
T 80 % : WAKTU YANG DIPERLUKAN UNTUK
MENCAPAI 80 % ZAT AKTIF TERLARUT
T 80 % C30 MENIT
PROFIL DISOLUSI FORMULA I, II DAN III
10 20 30 40 50
100
80
60
40
20
I
II
III
TERLARUT
29. 3. EFISIENSI DISOLUSI (ED)
KHAN & RHODES (JPS. 1965)
ED : PERBANDINGAN LUAS DIBAWAH KURVA DISOLUSI
DENGAN
LUAS SEGI EMPAT 100 % ZAT AKTIF YANG LARUT PADA
WAKTU TERTENTU
X 100 %
TABLET
E D
C
A B
y 100
t (MENIT)
CAPSUL
A B C t (MENIT)
D
E
G F
y 100
EDt =
⌡t
ydt
y 100 t
EDt :
LUAS ABC
LUAS ABDE
X 100 %
EDta :
LUAS BCD
LUAS
ACEG
X 100 %
30. B. SEDIAAN LEPAS TUNDA (DR)
PELEPASAN ZAT AKTIF YANG DITUNDA
ALAT UJI LEPAS TUNDA
ALAT UJI LEPAS TUNDA YANG DIGUNKAN : ALAT 1 DAN 2
MONOGRAFI : JENIS ALAT DAN KECEPATAN PENGADUKAN
(RPM)
METODE
MONOGRAFI : METODE A DAN METODE B
METODE A : TAHAP ASAM
MENGGUNAKAN 750 ML HCl 0,1 N ; SELAMA 2 JAM
PERSYARATAN : TABEL PENERIMAAN
METODE B ; TAHAP DAPAR pH 6,8 ± 0,05
PERSYARATAN : TABEL PENERIMAAN
31. TABEL PENERIMAAN
1. Tahap asam : 750 ml; 0,1 N HCl : 2 jam ± 2 %
KRITERIA PENERIMAAN
S1 : 6 UNIT SEDIAAN
TIAP UNIT < 10 % Q
S2 : 6 UNIT SEIDAAN
RATA-RATA 12 UNIT (S1 + S2) < 10 %
DAN SATU UNITPUN > 25 % Q
S3 : 12 UNIT SEDIAAN
RATA-RATA 24 UNIT (S1 + S2 + S3) < 10 % Q
DAN TIDAK ADA UNITPUN > 25 % Q
32. 2. Tahap Dapar : + 250 ml : 0,20 m Na-trifosfat atur pH
sampai 6,8 ± 0,05 pada suhu 370 C disolusi dilanjutkan sesuai
ketentuan monografi
KRITERIA PENERIMAAN
S1 : 6 UNIT SEDIAAN
TIAP UNIT > Q + 5 %
S2 : 6 UNIT SEDIAAN
RATA-RATA 12 UNIT (S1 + S2) ≥ Q
DAN TIDAK SATU UNITPUN > Q + 15 %
S3 : 12 UNIT SEDIAAN
RATA-RATA 24 UNIT (S1 + S2 + S3) ≥ Q,
2 UNIT >Q – 15 % DAN TIDAK SATU UNITPUN
< Q - 25 %
33. C. SEDIAAN LEPAS LAMBAT (SR):
PELEPASAN ZAT AKTIF DARI SEDIAAN DALAM JANGKA
WAKTU YANG PANJANG.
ALAT UJI LEPAS LAMBAT :
ADA 4 JENIS ALAT UJI LEPAS LAMBAT : ALAT 1,2,3 DAN 4 DALAM
USP
XXIII : MENGGUNAKAN ALAT 1 DAN 2
PERSYARATAN WAKTU DAN JUMLAH ZAT AKTIF YANG
TERLARUT ADA
2 JENIS.
TABEL KRITERIA PENERIMAAN (I)
SESUAI MONOGRAFI
WAKTU (JAM) JUMLAH TERLARUT
1 ANTARA 30 % DAN 45 %
4 ANTARA 60 % DAN 80 %
6 ANTARA 70 % DAN 90 %
8 TIDAK KURANG DARI 90 %
34. TABEL KRITERIA PENERIMAAN (II)
CARA PERHITUNGAN :
WAKTU (JAM) JUMLAH TERLARUT
0, 25 D ANTARA 20 % DAN 50 %
0,500 D ANTARA 45 % DAN 75 %
1,00 D TIDAK KURANG DARI 75 %
D = INTERVAL DOSIS SESUAI ETIKET (8 jam sampai 12 jam)
D = 18 JAM 0,25 D = 2 JAM 0,500 D = 4 JAM
• MEDIA DISOLUSI DAN KECEPATAN PENGADUKAN (RPM)
MONOGRAFI SETIAP SEDIAAN
• INTERPRETASI HASIL PENGUJIAN MONOGRAFI : TABEL
PENERIMAAN
SEDIAAN : TABLET / KAPSUL LEPAS LAMBAT
35. D. SEDIAAN TRANSDERMAL
KRITERIA PENERIMAAN
S1 : 6 UNIT SEDIAAN
TIDAK SATU UNITPUN DILUAR BATAS PENERIMAAN
S2 : 6 UNIT SEDIAAN
RATA-RATA 12 UNIT (S1 + S2) DALAM BATAS
PENERIMAAN TIDAK SATU UNITPUN < 10 %
S3 : 12 UNIT SEDIAAN
RATA-RATA 24 UNIT (S1 + S2 + S3) DALAM BATAS
PENERIMAAN. 2 UNIT < 10 % DAN TIDAK SATU
UNITPUN BERVARIASI > 20 %
SISTEM TRANSDERMAL
• ALAT YANG DIGUNAKAN ALAT 5 , 6 DAN 7
• PERSYARATAN : TABEL PENERIMAAN
42. IV. PROSES DIFUSI PADA SALURAN CERNA
• DIFUSI PADA MEMBRAN SALURAN PENCERNAAN
• TRANSPOR MOLEKUL SOLUT MELEWATI MEMBRAN
SALURAN CERNA, DARI BAGIAN KONSENTRASI TINGGI KE
BAGIAN KONSENTRASI RENDAH (GRADIEN KONSENTRASI
= ∆ C)
• KONSENTRASI TINGGI DALAM SALURAN CERNA
MENEMBUS MEMBRAN LIPID KE BAGIAN SALURAN DARAH
– KONSENTRASI RENDAH ( CD → CR )
43. MASUK KELUAR
O h x
CR
J J
C
D
Kompartemen
Donor
MEMBRA
N LIPID
KOMPARTEME
N RESEPTOR
PROSES DIFUSI PADA SALURAN
PENCERNAAN MENUJU SALURAN DARAH
44. HUKUM FICKHUKUM FICK’S I :’S I :
Transpor molekul solut melewati membranTranspor molekul solut melewati membran
JJ = dM/dt. (1/A) = P .= dM/dt. (1/A) = P . ∆∆C g detC g det -1-1
cmcm-2-2
J.AJ.A = dM/dt = P. A (C= dM/dt = P. A (C11 – C– C22))
KeteranganKeterangan
JJ : Kec. Difusi melewati bidang seluas A (Fluks): Kec. Difusi melewati bidang seluas A (Fluks)
dM/dtdM/dt : kec. difusi: kec. difusi
PP : tetapan permeabelitas: tetapan permeabelitas
AA : luas permukaan membran: luas permukaan membran
∆CC : gradien konsentrasi: gradien konsentrasi
CC11 : kons. tinggi, C: kons. tinggi, C22 : kons. rendah: kons. rendah
45. KONDISI SINKKONDISI SINK
Kondisi SinkKondisi Sink : C: CRR = 0= 0 →→ J = P (CJ = P (CDD – 0)– 0)
CC11 >> C>> C22 →→ dM/dt = P. A. CdM/dt = P. A. C11
PERMEABILITASPERMEABILITAS : P = D k / h: P = D k / h
DD : koefisien difusi: koefisien difusi
kk : koefisien partisi: koefisien partisi
hh : ketebalan membran: ketebalan membran
dC/dt = dM/dt (1/V) = (A/V). P. C = kdC/dt = dM/dt (1/V) = (A/V). P. C = kaa . C. C
kkaa = (A/V) . P.= (A/V) . P.
46. KECEPATAN ABSORPSIKECEPATAN ABSORPSI
dM/dtdM/dt = J. A = P.A. (C= J. A = P.A. (CDD – C– CRR))
dM/dt = D k / h . A. (CdM/dt = D k / h . A. (CDD – C– CRR))
dC/dt = D. k/ V.h . A (CdC/dt = D. k/ V.h . A (CDD – C– CRR))
MODEL LAPISAN DIFUSIMODEL LAPISAN DIFUSI →→ DISOLUSIDISOLUSI
dC /dt = D.A/h.V (CdC /dt = D.A/h.V (CSS – C)– C)
49. 4.1. PERTIMBANGAN SIFAT BAHAN OBAT PADA UJI
DISOLUSI
KORELASI IN VITRO – IN VIVO
• KELARUTAN RENDAH
• PERMIABILITAS TINGGI
LAJU DISOLUSI OBAT SEBAGAI
TAHAP PEMBATAS DARI JUMLAH
OBAT YANG DIABSORPSI
SYARAT :
KELARUTAN BAHAN OBAT :
pH 1 - 8 SALURAN CERNA
- DAPAR – SURFAKTAN
- KONDISI SINK
PERMEABILITAS MOLEKUL OBAT : TINGGI
ABSORPSINYA > 90 %
SENYAWA OBAT STABIL DALAM SALURAN CERNA
51. ABSORPSI OBAT DARI SALURAN CERNAABSORPSI OBAT DARI SALURAN CERNA
1.1. PELEPASAN PARTIKEL OBAT DARI SEDIAANPELEPASAN PARTIKEL OBAT DARI SEDIAAN
2.2. DISOLUSI PARTIKEL OBATDISOLUSI PARTIKEL OBAT
3.3. PERMEASI SENYAWA OBAT MELALUI GITPERMEASI SENYAWA OBAT MELALUI GIT
53. V. SISTEM KLASIFIKASI BIOFARMASETIK (BCS)
DIDASARKAN PADA KELARUTAN DAN PERMIABILITAS
OBAT
• AMIDON etal (1995) : Pharmaceutical Reseach, 12 : 413 - 420
KASUS I : OBAT KELARUTAN TINGGI DAN PERMIABILITAS
TINGGI
KASUS II : OBAT KELARUTAN RENDAH DAN
PERMIABILITAS TINGGI
KASUS III: OBAT KELARUTAN TINGGI DAN PERMIABILITAS
RENDAH
KASUS IV: OBAT KELARUTAN RENDAH DAN
PERMIABILITAS RENDAH
54. PREDIKSI: KORELASI IN-VITRO DAN IN-VIVO
KASUS I
• KETERSEDIAAN BIOLOGI OBAT TIDAK DIBATASI OLEH DISOLUSI
• TAHAP PEMBATAS ABSORPSI OBAT ADALAH PENGOSONGAN
LAMBUNG
• TIDAK MEMPUNYAI MASALAH KETERSEDIAAN BIOLOGI
KASUS II :
• DISOLUSI OBAT DAPAT MERUPAKAN TAHAP YANG MEMBATASI
LAJU ABSORPSI OBAT DAN MUNGKIN ADANYA KORELASI IN-
VITRO – IN VIVO (BE)
KASUS III :
• PERMIABILITAS TAHAP PENGONTROL KECEPATAN DAN
KEMUNGKINAN DIJUMPAI KORELASI IN VITRO – IN VIVO
TERBATAS (TRANSIT INTERNAL) TERGANTUNG LAJU DISOLUSI
DAN TRANSIT INTESTINAL
KASUS IV :
• MEMPUNYAI MASALAH PADA DISOLUSI DAN ABSORPSI OBAT
ORAL
55. SISTEM KLASIFIKASI BIOFARMASETIK OBAT
KELARUTAN TINGGI KELARUTAN
RENDAH
KASUS I
• Metoprolol
• Antipirin
• L - Dopa
KASUS II
• Naproxen
• Carbazepin
• Ketoprofen
KASUS III
• Atenolol
• Cimetidin
• Ranitidin
KASUS IV
• Furosemid
• Hidroklortiazid
PERMIABILITASRENDAHPERMIABILITAS
TINGGI
59. Biopharmaceutical Classification System
Class Solubility Permeability Absorption In vitro/Invivo
Relationship
1 high high Controlled by
emptying of the
stomach
Yes, if in vitro release
is slower than
emptying of stomach
2 low high Controlled by
drug
release/dissoluti
on
Yes, if in vitro and in
vivo drug release are
similar
3 high low Independent of
drug release
Limited no, as
absorption is the rate
limiting step
4 low low Different, to be
checked on a
case to case
basis
Check carefully which
process (dissolution
or permeability) is
rate limiting
60. PENETAPAN SPESIFIKASI DISOLUSI
TUJUAN :
• MENJAMIN KONSISTENSI DARI BETS KE BETS
• MASALAH KETERSEDIAAN BIOLOGI IN VIVO (BE)
PENDEKATAN :
A. MENENTUKAN SPESIFIKASI DISOLUSI OBAT BARU
B. MENETAPKAN SPESIFIKASI DISOLUSI OBAT GENERIK
A. PENENTAPAN SPESIFIKASI DISOLUSI OBAT BARU
KARAKTERISTIK DISOLUSI SEDIAAN OBAT
DIPERTIMBANGKAN DARI DATA :
• PROFIL KELARUTAN TERHADAP pH dan pKa BAHAN
BAKU
OBAT
• PERMIABILITAS OBAT ATAU KOEFISIEN PARTISI
OKTANOL /
61. • KONDISI PENGUJIAN
METODE BASKET : KECEPATAN 50 rpm / 100 rpm
METODE DAYUNG : KECEPATAN 50 rpm / 75 rpm
PADA INTERVAL 15 MENIT PROFIL DISOLUSI
• SEDIAAN OBAT KELARUTAN TINGGI (KASUS 1 DAN 3)
SPESIFIKASI PENGUJIAN DISOLUSI SATU TITIK :
85 % ( Q = 80 % ) DALAM 60 MENIT ATAU KURANG
• SEDIAAN OBAT KELARUTAN RENDAH (KASUS 2)
SPESIFIKASI DISOLUSI DUA TITIK
1. PADA 15 MENIT (A DISSOLUTION WINDOW)
2. PADA 30 MENIT, 45 MENIT ATAU 60 MENIT UNTUK
MENCAPAI
DISOLUSI 85 %
• SPESIFIKASI TETAP SELAMA PENYIMPANAN / MASA
EDARNYA
(SHELF LIFE)
• EKIVALENSI DARI BETS KE BETS HARUS TETAP
62. B. SPESIFIKASI PRODUK GENERIK
DIKELOMPOKKAN DALAM TIGA KATAGORI
1. PENGUJIAN DISOLUSI TERCANTUM DALAM FARMAKOPE
2. PENGUJIAN DISOLUSI TIDAK TERCANTUM DALAM
FARMAKOPE. ADA PUBLIKASI UJI DISOLUSI SEDIAAN OBAT
BARU SEBAGAI PEMBANDING
3. PENGUJIAN DISOLUSI TIDAK TERCANTUM DALAM
FARMAKOPE. DAN TIDAK TERDAFTAR DALAM SEDIAAN OBAT
BARU SEBAGAI PEMBANDING
REKOMENDASI
PENGUJIAN DISOLUSI KOMPARATIF
• PENGGUNAAN MEDIA DISOLUSI YANG BERBEDA (pH 1 – 6,8).
PENAMBAHAN SURFAKTAN DAN PENGGUNAAN ALAT 1 DAN 2
DENGAN BERBAGAI KECEPATAN PENGADUKKAN
• SPESIFIKASI DISOLUSI DITETAPKAN BERDASARKAN DATA
BIOEKIVALEN YANG ADA DARI DATA LAINNYA.
63. 6363
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU DISOLUSIFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU DISOLUSI
1.1. Sifat fisika kimia bahan obatSifat fisika kimia bahan obat
dC
= K.A (CS – Ct )
dtdt
2.2. Formulasi : pemiliohan eksipienFormulasi : pemiliohan eksipien
3.3. Manufaktur proses pembuatan sediaanManufaktur proses pembuatan sediaan
4.4. Kemasan dan cara penyimpananKemasan dan cara penyimpanan
5.5. Alat uji disolusiAlat uji disolusi
a. Geometri dan kesejajarana. Geometri dan kesejajaran
b. Kecepatan pengadukanb. Kecepatan pengadukan
c. Lokasi pengambilan sampelc. Lokasi pengambilan sampel
d. Vibrasi / getarand. Vibrasi / getaran
e. Tipe alat pengaduke. Tipe alat pengaduk
6. Media disolusi6. Media disolusi