SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  24
Télécharger pour lire hors ligne
PROPOSAL PENELITIAN
PERANAN GURU DAN FLEKSIBILITAS KURIKULUM BAGI SISWA
    BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan
                       dosen: Dr. Y. Suyitno, M. Pd




                                   Oleh
                    Inne Marthyane Pratiwi (1003490)
                           Kelas: 3 Matematika




    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
                        JURUSAN PEDAGOGIK
                   FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
              UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
                               BANDUNG
                                   2013
A. Judul Penelitian
   Perananan Guru dan Fleksibilitas Kurikulum bagi Siswa Berkebutuhan Khusus di
   Sekolah Dasar Inklusi


B. Latar Belakang Masalah
           Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20 tahun
   2003 mengamanatkan bahwa Sisdiknas harus mampu menjamin pemeratan
   kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan dan efesiensi pengelolaan
   manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan
   kehidupan lokal, nasional, internasional, dan global sehingga diperlukan paradigma
   pembaharuan pendidikan yang diselenggarakan secara terencana, terarah, dan
   berkesinambungan.
           Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 dan 2 dijelaskan bahwa “setiap
   warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti
   pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. UU No. 20 Tahun 2003
   tentang Sisdiknas yaitu:
        Pasal 3:
        Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
        serta peradaban bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
        berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
        bertanggungjawab.
        Pasal 5:
        Ayat (1) : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
        pendidikan yang bermutu.
        Ayat (2):     Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,
        intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh Pendidikan Khusus.
        Ayat (4):     Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
        berhak memperoleh Pendidikan Khusus.

           Setiap siswa memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan di
   sekolah umum begitu pula dengan siswa berkebutuhan khusus. Pengertian anak
   kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau
   penyimpangan baik secara fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional dalam
   proses pertumbuhan dan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
   seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
           Kebanyakan dari orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
   menyekolahkan anaknya di sekolah umum. Hal tersebut bukanlah hal yang salah. Hal
ini menandakan bahwa pendidikan berprinsip pada keseimbangan dan pemerataan hak
serta kewajiban bagi setiap warga negara.
        Sebagai salah satu upaya untuk menyetarakan hak penyandang ketunaan
dalam hal memperoleh ilmu pengetahuan di bangku sekolah, Subdinas Pendidikan
Luar Biasa (Subdis PLB) Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat sudah mulai
menerapkan program pendidikan inklusif. Dalam program tersebut, anak-anak
berkebutuhan khusus bersekolah dan juga disatukelaskan dengan murid-murid pada
umumnya di sekolah reguler.
        Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi
adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini
menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat
diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga
merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan
saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain
agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
        Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi
adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di
kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar
yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya.
        Guru sekolah dasar pada umumnya merasa kebingungan dalam menghadapi
siswanya yang berkebutuhan khusus. Mereka tidak mengetahui perlakukan apa yang
harus diberikan kepada siswanya yang berkebutuhan khusus dan siswa normal lainnya.
Hal ini terjadi karena guru belum memiliki wawasan mengenai anak berkebutuhan
khusus. Guru di sekolah dasar kebanyakan baru mengetahui mengenai anak tunanetra,
tunarungu, dan tunadaksa, autisme saja karena relatif mudah dikenali dan dideteksi.
Biasanya yang lain belum begitu banyak dikenali sehingga sangat mungkin
memberikan perlakuan yang salah.
        Dilematisasi guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus bukan hanya
pada penanganan di kelas terhadap perilakunya saja, namun dalam pemberian materi
pelajaran pun guru merasa kebingungan, bagaimana penyesuaian kurikulumnya, juga
bagaimana menentukan hasil dari evaluasi sumatif atau evaluasi tahap akhir misalnya
apakah siswa tersebut naik kelas atau tidak atau apakah siswa tersebut lulus atau tidak.
Apabila siswa berkebutuhan khusus tersebut diberikan perlakuan yang biasa
   saja dan tidak ada keinginan guru untuk menyesuaikan kurikulum yang ada maka
   tujuan pendidikan nasional tidak akan tercapai. Untuk itu diperlukan penelitian agar
   tujuan pelaksanaan pendidikan dapt tercapai.


C. Identifikasi Masalah
            Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikas masalah dapat
   diklasifikasikan, yaitu:
   1. Anak berkebutuhan khusus seharusnya memiliki hak yang sama dengan siswa
       lainnya dan bersosialisasi dengan siswa normal.
   2. Ketidaktahuan guru dan Kepala Sekolah bahwa Sekolah Dasar harus menerima
       kehadiran siswa berkebutuhan khusus.
   3. Kurangnya pemahaman guru dalam menangani perilaku siswa berkebutuhan
       khusus.
   4. Ketidakmampuan guru dan kepala sekolah dalam penyesuaian kurikulum siswa
       berkebutuhan khusus dengan siswa lainnya yang normal.


D. Batasan Masalah
            Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka batasan dari
   masalah tersebut adalah ketidakmampuan guru dan kepala sekolah dalam menangani
   perilaku anak berkebutuhan khusus dan penyesuaian kurikulum siswa berkebutuhan
   khusus dan siswa lainnya yang normal.


E. Rumusan Masalah
            Penelitian ini akan meneliti mengenai perlakuan yang harus dilakukan guru
   terhadap siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah dasar inklusi, maka
   rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
   1. Apa yang harus dilakukan oleh guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus
      di sekolah dasar inklusi?
   2. Bagaimana fleksibilitas kurikulum dan format program pembelajaran yang disusun
      oleh guru bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi?


F. Maksud dan Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggunakan data yang
   diperoleh di lapangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan untuk
   mengetahui apa yang dihasilnya dari fleksibilitas kurikulum bagi siswa berkebutuhan
   khusus di sekolah dasar inklusi.
            Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
   1. Mendapatkan gambaran mengenai penyesuaian dan perlakuan guru dalam
       menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi
   2. Untuk mendapat gambaran tentang bagaimana fleksibilitas kurikulum dan format
       pembelajaran yang disusun oleh guru bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah
       dasar inklusi.


G. Kegunaan Penelitian
            Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menjawab
   permasalahan    dan    menguji     asumsi-asumsi   yang   muncul   berkaitan   dengan
   penganganan siswa berkebutuhan khusus oleh guru serta penerapan prinsip
   fleksibilitas kurikulum dan format pembelajaran yang disusun oleh guru bagi siswa
   berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi.
            Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat
  1. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan mengenai fleksibilitas kurikulum dan format
      pembelajaran yang disusun oleh guru bagi siswa berkebutuhan khusus yang
      bersekolah di sekolah iklusi.
  2. Bagi orangtua, sebagai pertimbangan dalam memasukkan anak berkebutuhan
      khusus ke sekolah dasar inklusi.
  3. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan pengetahuan mengenai kondisi anak
      berkebutuhan khusus dan fleksibilitas kurikulum bagi siswa berkebutuhan khusus
      di sekolah dasar inklusi.


H. Kerangka Teori
  1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
               Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk
     memperoleh pendidikan. Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik dapat
     digali dan dikembangkan secara optimal. Baik anak didik yang normal maupun
     berkelainan. Hal ini bertemali dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan ayat 2
     tentang hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan
UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 tentang hak setiap warga negara
   memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan demikian tidak ada alasan untuk
   meniadakan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), apalagi menelantarkan
   ABK dalam memperoleh pendidikan.
           Anak berkebutuhan khusus adalah Anak berkebutuhan khusus (Heward)
   adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya
   tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang
   termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
   tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan
   gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar
   biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK
   memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
   kemampuan dan potensi mereka. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di
   Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB
   bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk
   tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan
   SLB bagian G untuk cacat ganda.
2. Sekolah Inklusi
   a. Gagasan Pendidikan Inklusi
               Pemahaman konsep tentang pendidikan anak penyandang cacat terus
       berkembang     sejalan   dengan   dinamika    kehidupan        masyarakat   dan
       perkembangan ilmu pengetahuan. Pada tahun delapan puluhan terjadi gerakan
       yang kuat terhadap penyatuan pendidikan anak penyandang cacat bersama
       anak-anak pada umumnya di sekolah biasa yang disebut dengan integrasi.
       Integrasi adalah penyediaan pendidikan yang berkualitas bagi siswa-siswa
       berkebutuhan khusus di sekolah biasa.
               Dalam sistem pendidikan integrasi anak-anak penyandang cacat
       mempunyai kesempatan untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama
       anak-anak pada umumnya. Akan tetapi kesempatan bagi anak penyandang
       cacat untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa dibatasi oleh adanya
       patokan yaitu bahwa penyandang cacat dapat diterima di sekolah reguler
       sepanjang anak ini dapat menyesuaikan diri dengan sistem yang berlaku bagi
       anak pada umumnya. Artinya anak penyandang cacat harus mampu
       menyesuaikan diri dengan sistem yang berlaku di sekolah itu.
Salah satu layanan dalam sistem pendidikan integrasi ini adalah
    adanya pendidikan inklusi yang merupakan perkembangan terkini dari model
    bagi anak luar biasa yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan
    Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan pada bulan
    Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama
    memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa
    memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka”.
b. Pengertian Pendidikan Inklusi
            Pendidikan inklusi memiliki pengertian yang beragam. Stainback dan
    Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang
    menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan
    program pendidikan yang layak, menentang, tetapi sesuai dengan kemampuan
    dan kebutuhan setiap siswa maupun bantuan dan dukungan yang dapat
    diberikan oleh para guru agar siswa-siswanya berhasil. Lebih dari itu, sekolah
    inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari
    kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya
    maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat
    terpenuhi.
            Pendidikan inklusi adalah layanan pendidikan yang semaksimal
    mungkin mengakomodasi semua anak termasuk anak yang memiliki kebutuhan
    khusus atau anak luar biasa di sekolah atau lembaga pendidikan (diutamakan
    yang terdekat dengan tempat tinggal anak) bersama dengan teman-teman
    sebayanya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki
    oleh anak. (Tim Pendidikan Inklusi Jawa Barat, 2003:4)
            Pendapat lain mengatakan Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang
    memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Pendidikan yang
    memberikan layanan terhadap semua anak tanpa memandang kondisi fisik,
    mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya,
    tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik
    di kelas/ sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya
    yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak.
    (Pendidikan yang Terbuka Bagi Semua, Djuang Sunanto, 2004:3)
c. Landasan Yuridis
       Konvensi PBB tentang Hak anak tahun 1989.
    Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990.
        Kesepakatan Salamanka tentang Pendidikan inklusi tahun 1994.
        UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
        UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
        PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
        Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi tahun 2004.
d. Pengembangan Kurikulum
             Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah
   reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan
   tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan
   karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
             Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:
    1. alokasi waktu,
    2. isi/materi kurikulum,
    3. proses belajar-mengajar,
    4. sarana prasarana,
    5. lingkungan belajar, dan
    6. pengelolaan kelas.
             Modifikasi/pengembangan      kurikulum       pendidikan   inklusi   dapat
   dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang
   mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait,
   terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah
   berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar
   Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi
   (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.
             Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:
  1. Modifikasi alokasi waktu
                Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada
        kecepatan belajar siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu
        dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi
        waktunya selama 6 jam.
           Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas
            normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.
   Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif
        normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam;
       Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah
        normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau
        lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan
        seterusnya.
2. Modifikasi isi/materi
       Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas
        normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan
        (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak
        ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap
        penting untuk anak berbakat.
       Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif
        normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap
        dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.
       Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah
        normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum
        sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya
        seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
3. Modifikasi proses belajar-mengajar
       Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis,
        sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan
        khusus yang memiliki inteligensi di atas normal;
       Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan
        perbedaan individual setiap anak;
       Lebih terbuka (divergent);
       Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di
        dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling
        bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain.
       Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan
        pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran
        kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan
        cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan berusaha
seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik, “aku-lah sang
               juara”!
               Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak
               negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan berkembang kurang baik.
               Anak dapat menjadi egois.
               Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan pembelajaran kompetitif
               ini perlu diimbangi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
               Melalui    pendekatan      pembelajaran      kooperatif,    setiap       anak
               dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka diberi
               tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan
               mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok,
               dan kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini
               sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong akan
               berkembang dengan baik.
               Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak akan
               berkembang harmonis.
              Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe
               visual; ada yang bertipe auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis).
               Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera
               penglihatan.Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi
               melalui indera pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah
               menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.Guru hendaknya
               tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan
               anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.
3. Hakikat Fleksibilitas Kurikulum
   a. Pengertian Fleksibilitas Kurikulum
               Sekolah dengan setting pendidikan inklusi merupakan sekolah yang
      menghargai karakteristik unik atau keberagaman setiap pesert didik. Pengakuan
      atas karakteristik unik (difernsiasi) berarti diberikannya kesempatan bagi
      seseorang untuk memilih apa yang diinginkannya dan menarik mintanya. Kedua
      hal tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang menganut sistem
      demokrasi untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki.
      Karema setiap pribadi adalah unik maka kurikulum tersebut pun perlu disusun
      secara unik dan bersifat fleksibel atau luwes.
Kurikulum dewasa ini menekankan penggunaan kurikulum secara
fleksibel sesuai denga kebutuhan siswa, yang memungkinkan keragaman cara
untuk mencapai sasaran belajar, bahkan dalam kurikulum semacam ini tidak
menutup kemungkinan bahwa siswa pada saat-saat tertentu merumuskan sendiri
sasaran belajarnya (Kaplan, 1997 dalam Munandar U. 1992: 150).
         Fleksibilitas kurikulum dapat diartikan bahwa kurikulum memberikan
ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pembelajaran yang
sesuai dengan kondisi yang ada dan menyediakan berbagai kemungkinan
program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa atau sesuai dengan kondisi
yang ada (Sanjaya, 2008: 41).
         Prinsip fleksibilitas mengandung arti bahwa pelaksanaan program bagi
peserta didik, dan lulusan memiliki ruang gerak dan kebebasan dakam bertindak.
Guru sebagai pelaksana silabus, dapat mengakomodasi berbagai ide baru atau
memperbaiki ide-ide sebelumnya. Peserta didik diberikan berbagai pengalaman
belajar yang dapat dipilih sesuaidengan karakteristik dan kemampuan masing-
masing. Sedangkan fleksibel dari segi lulusan dimaksudkan bahwa mereka
memiliki kewenangan dan kemampuan yang multi arah (Mulyasa, 2007: 193).
         Seting pendidikan inklusif menjadikan kelas heterogen, dank arena
kurikulum bagi peserta didik berfungsi sebagai pedoman belajar, yaitu tentang
kemampuan apa yang harus dicapai, materi apa yang harus dikuasai, dan
pengalaman belajar apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, maka
dalam pelaksanaannya fleksibilitas ikurikulum tersebut sangat oerku untuk
diperhatikan sehingga dapat tercipta suatu proses belajar mengajar yang
diinginkan dan juga dapat menghasilkan output pendidikan yang berkompeten.
         Dalam UU Sisdiknas tahun 2003, kurikulum diartikan sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan belajar, serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar untuk
mencapai tujuan tertentu.
         Kurikulum memiliki peran penting dalam program belajar yang telah
direncanakan dalam proses belajar mengajar demi tercapinya tujuan pendidikan,
baik tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional (lembaga), tujuan kurikuler,
maupun tujuan instruksional (tujuan pengajaran).
         Alexander Inglis mengemukakan enam fungsi kurikulum untuk siswa,
yaitu:
1) Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
2) Fungsi integrasi (the integrating function)
3) Fungsi difernsiasi (the differentiating function)
4) Fungsi persiapan (the propardentic function)
5) Fungsi pemilihan (the selective function)
6) Fungsi diagnostik (the diagnostic function)
        Tujuan dari senuah pengembangan kurikulum dalam buku pedoman
penyelenggaraan pendidikan inklusif (2007) adalah:
1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi
    hambatan    belajar   yang dialami      semaksimal   mungkin    di   sekolah
    penyelenggara pendidikan inklusif.
2) Membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan program pendidikan
    bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di
    sekolah maupun di rumah.
3) Menjadi pedoman bagi sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan,
    menilai, dan menyempurnakan pendidikan inklusif.
        Ada    beberapa    model    dalam    pengembangan      kurikulum   yang
berkembang sekarang ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Model kurikulum umum (reguler)
    Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus mengikuti
    kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang
    sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses
    pembimbingan belajar, motivasi, dan ketekunan belajarnya.
2) Model kurikulum umum dengan modifikasi
    Pada model kurikulum ini anak berkebutuhan khusus menggunakan
    kurikulum perpaduan antara kurikulum umum dengan kurikulum PPI
    (Program Pengajaran Individual). Operasional pengembangan kurikulum
    ini, dilakukan dengan cara memodifikasi kurikulum umum disesuaikan
    dengan potensi dan karakteristik anak berkebutuhan khusus. Dengan
    kurikulum modifikasi ini diharapkan anak berkebutuhan khusus dapat
    mengikuti pembelajaran pada kelas umum secara klasikal bersama anak
    reguler lainnya.
3) Model kurikulum yang diindividualisasikan
Pada model kurikulum ini anak berkebutuhan khusus menggunakan
  kurikulum yang diindividualisasikan, dalam format program pengajaran
  individual (PPI). Sesuai dengan sifat dan karakteristiknya, kutrikulum ini
  sering disebut model kurikulum PPI, yang dikembangkan secara khusus
  oleh guru pendidikan khusus di sekolah dengan seting pendidikan inklusif.
  Model kurikulum PPI ini dipersiapkan untuk anak berkebutuhan khusus
  yang tidak dapat mengikuti kurikulum umum maupun kurikulum
  modifikasi. Standar kompetensi dalam kurikulum PPI dirumuskan
  berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh guru pendidikan khusus
  bersama tim ahli terkait.
        Bicara tentang pendidikan, pasti tidak terlepas dari apa yang
dinamakan proses bimbingan, karena bimbingan merupakan bagian integral
dari sebuah pendidikan. Pendidikan merupakan proses membantu mnusia yang
sedang berkembang menuju kedewasaan. Pendidikan bertugas membantu
manusia mencapai tingkat perkembangan diri yang lebih tinggi. Perkembangan
ini bersifat individual dan oleh sebab itu proses yang dialami dan diberikan pun
perlu melihat kebutuhan pendidikan secra individual yang selaras dengan
kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian antara perkembangan individu
tersebut dengan lingkungan sekitar sehingga individu tersebut memperoleh
perkembangan yang optimal serta dapat diterima di lingkungannya.
        Dalam pendidikan, individu tersebut dikenal sebagai peserta didik.
Peserta didik merupakan satu amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
potensi, sehingga perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh
dan berkembang secara optimal, baik dalam segi fisik, mental maupun sosial
sehingga menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak ulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjasi manusia yang demokratis serta bertanggung
jawab (sesuai dengan fungsi pendidikan).
        Fleksibilitas kurikulum bagi siswa dapat diartikan bahwa kurikulum
harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan
bakat dan minat siswa, karena kurikulum bagi siswa berfungsi sebagai
pedoman belajar, yaitu tentang kemampuan apa yang harus dicapai, materi apa
yang harus dikuasai dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan (Sanjaya, 2008: 40).
Fleksibilitas kurikulum tersebut juga perlu dilakukan mengingat
   karakteristik anak dan kebutuhan setiap individu yang menuntut untuk
   dipenuhi, serta sebagai salah satu penghargaan terhadap hak anak atas
   pendidikan untuk mewujudkan semua itu, berdasarkan UU Perlindungan Anak
   no. 23 tahun 2002 dan UUSPN no 20 tahun 2003, guru memiliki tanggung
   jawab untuk dapat menyelenggarakan pendidikan untuk semua anak yang
   diarahkan pada:
    1) Pengembangan      sikap    dan   kemampuan   kepribadian   anak,   bakat,
       kemampuan mental dan fisik sehingga mencapai potensi yang optimal.
    2) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia.
    3) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa,
       dan nilai-nilainya sendiri, dari mana anak berasal dan peradaban-
       peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri.
    4) Persiapan anak untuk hidup bertanggung jawab.
    5) Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.
b. Prinsip Pengembangan Kurikulum
            Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan
   inklusif pada dasarnya adalah menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di
   sekolah umum, namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta
   didik yang bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang, sampai berat,
   maka dalam implementasinya di lapangan kurikulum reguler tersebut perlu
   dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan
   peserta didik.
            Untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan tersebut
   ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan dalam penyusunan, pelaksanaan,
   dan pengembangan kurikulum (KTSP) yang tercantumpada Permen No. 22
   Tahun 2006 tentang standar isi, yaitu:
    1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
       didik dan lingkungannya.
                Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
       potensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
       kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
       Kurikulum dikembangkan berdasarkan pro[insip bahwa peserta didik
       memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
   Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
   warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2) Beragam dan terpadu
            Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
   karakteristikpaeserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis
   pendidikan tanpa membedakan agama, suku bangsa, dan adat istiadat ,
   serta status soasial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi
   komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokas, dan pengembangan diri
   secara terpadu,serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang
   bermaksa dan tepat antar substansi.
3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
            Tanggap terhadap perkembangan atas kesadaran bahwa ilmu
   pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh
   karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk
   mengikuti    dan     memanfaatkan     secara      tepat   perkembangan     ilmu
   pengetahuan, teknologi, dan seni.
4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan
            Pengembangan        kurikulum     dilakukan       dengan     melibatkan
   pemangku kepentingan (stakeholder) untuk menjamin relevansipendidikan
   dengan   kebutuhan     kehidupan,     termasuk      di    dalamnya    kehidupan
   masyarakat, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan
   keterampilan   pribadi,     keterampilan     berpikir,     ketermpilan    sosial,
   keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan suatu
   keharusan.
5) Menyeluruh dan berkesinambungan
            Substansi      kurikulum        mencakup         keseluruh      dimensi
   kompetensibidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan
   dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
6) Belajar sepanjang hayat
            Kurikulum        diarahkan      kepada      proses     pengembangan,
   pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
   mencerminkan keterkaitan antara unsure pendidikan formal, nonformal,
dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan
       yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
    7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
                  Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
       nasional    dan    kepentingan   daerah   untuk   membangun      kehidupan
       bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan
       kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
       dengan motto “Bhineka Tunggal Ika” dalamkerangka negara kesatuan
       Republik Indonesia.
           UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 2 menyatakan bahwa
   kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
   prinsip diversifikasi deduai dengan satuan pendidikan, potensidaerah dan
   peserta didik. Dalam pengembangan kurikulum perlu diperhatikan potensi
   daerah, hal ini menunjukkan bahwa kurikulum itu tidak sentralistik, tetapi lebih
   lugas dan dapat menyesuaikan diri serta dapat berkembang melebihi standar
   yang ditentukan pemerintah. Selain itu kurikulum harus memperhatikan
   potensi peserta didik, artinya diberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi
   anak didik untuk berkembang melebihi standar yang ditentukan jika anak itu
   memiliki kemapuan dan kecerdasan yang sesuai dengan perkembangannya
   (Sagala, 2008: 240).
c. Komponen Fleksibilitas Kurikulum
           Dalam pendidikan inklusif tersebut perlu ada penyesuaian terhadap
   komponen-komponen pendidikan terhadap kebutuhan khusus peserta didik
   (Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, 2007). Komponen-komponen
   pendidikan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

                              Tujuan Pembelajaran




            Evaluasi                                           Bahan
          Pembelajaran                                      Pembelajaran




           Media Pembelajaran                       Strategi Pembelajaran
Gambar 1. Hubungan Antar Komponen dalam Pembelajaran
            Komponen pembelajaran tersebut adalah tujuan, materi pelajaran,
   motode/strategi pembelajaran, media, evaluasi. Komponen-komponen tersebut
   saling berkaitan dan saling mempengaruhi atau berinteraksi satu sama lain.
   Hubungan antar komponen tersebut misalnya adalah dalam menentukan bahan
   pelajaran murujuk pada tujuan yang telah ditentukan, bagaimana materi
   tersebut akan disampaikan maka akan menggunakan metode/strategi yang tepat
   serta didukung oleh media pemeblajaran yang sesuai. Demikian juga evaluasi,
   akan merujuk pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Komponen
   pembelajran yang lain adalah adanya anak didik/siswa, pendidik/guru, dan
   masyarakat sebagai pendukukng terlaksananya proses pembelajaran.


d. Program Pembelajaran Tematik Berdasarkan Fleksibilitas Kurikulum
            Nasution    (1984:   58)   mengemukakan       beberapa   usaha   untuk
   menyesuaikan pelajaran atau memfleksibelkan kurikulum dengan perbedan
   atau karakteristik unik peserta didik, yaitu dengan:
        “(1) lebih mengutamakan proses belajar daripada mengajar, (2)
        merumuskan tujuan yang jelas, (3) mengusahakan partisipatif aktif dari
        pihak murid, (4) menggunakan banyak feedback atau balikan evaluasi, dan
        (5) member kesempatan kepada murid untuk maju dengan kecepatan
        masing-masing.”

            Dari fleksibilitas kurikulum yang dilakukan pada akhirnya akan
   menghasilkan fleksibilitas programdan proses pembelajaran. Salah satu bentuk
   yang lahir dari fleksibilitas kurikulum ini adalah adanya modifikasi
   kurikulum/kurikulum individual utuk melayani setiap peserta didik terutama
   anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya. Kurikulum individual
   ini kemudian menghasilkan PPI (Program Pengajaran Individual). Dengan
   program pengajaran individual ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan
   efektivitas pembelajaran serta dapat membantu mengembangkan peserta didik
   secara optimal.
            PPI merupakan suatu rencana pembelajaran yang menyesuaikan
   terhadap perbedaan kebutuhan individu. Lynch (1994: 39) mengemukakan
   bahwa PPI merupakan suatu kurikulum terindividualisasi atau program belajar
   yang didasarkan kepada gaya, kekuatan, dan kebutuhan-kebutuhan khusus
anakdalambelajar. Mercer & Mercer (1989) menegaskan bahwa program
individual merujuk pada suatu program pembelajaran dimana peserta didik
bekerja dengan tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya (Tim
Jassi. 2002: 139).
         Pendidikan individual pada dasarnya disusun dengan maksud untuk
memenuhi kebutuhan khusus setiap peserta didik secara optimal. Prosedur
ideal untuk mengembangkan program pembelajaran individual oleh Kitano &
Kirby (1986) dilakukan melalui langkah-langkah: 1) pembentukan tim PPI
biasanya terdiri dari guru, orang tua, dan tenaga professional, 2) menilai
kebutuhan khusuus anak yang bersangkutan, 3) mengembangkan tujuan jangka
panjang dan jangka pendek, 4) merancang metode dan prosedur pembelajaran,
dan 5) menentukan evaluasi kemajuan anak (Tim Jassi, 2002: 139).
         Idealnya PPI tersebut disusun oleh tim yang terdiri dari kepala
sekolah, komite sekolah, tenaga ahli dan profesi terkait, orang tua atau wali
murid, guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pendidikan khusus/ PLB,
serta peserta didik yang bersangkutan.
1) Prinsip-prinsip PPI
     a) Berorientasi pada peserta didik
     b) Sesuai potensi dan kebutuhan anak
     c) Memperhatikan kecepatan belajar masing-masing
     d) Mengejar ketertinggalan dan mengoptimalkan kemampuan.
2) Komponen PPI secara garis besar
     a) Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang
     b) Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus).
     c) Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait
         termasuk seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas
         reguler.
     d) Sasaran
     e) Metode
     f) Ketercapaian sasaran
     g) Evaluasi
         Program belajar mengajar merupakan satuan pembelajaran yang
memuat tentang tujuan pembelajran, bahan pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, metode dan alat bantu mengajar, serta evaluasi kemajuan hasil
belajar (Sagala, 2008: 165).
1) Tujuan Pembelajaran
    Tujuan ini dijabarkan dari kurikulum yang berlaku secara resmi di sekolah
    mengacu pada kondisi belajar yang diperlukan. Acuan kurikulum yang
    berlaku tersebut berkaitan erat dengan bahan ajar yang harus dijabarkan
    oleh guru dalam bentuk materi pelajaran. Dianjurkan agar tujuan
    kurikulum tersebut dirumuskan dalam bentuk perilaku yang dapat diamat.
    Tujuan ini tidak hanya mengenai bahan yang harus dikuasai, akan tetapi
    juga keterampilan, tujuan emosional, dan sosial.
2) Pokok Bahasan/Bahan Pelajaran
    Guru dapat memilih cara mengajar berdasarkan teori-teori belajar yang
    sesuai dengan materi pelajaran yang tertuang dalam pokokbahasan. Pokok
    bahasan tersebut dapat disesuaikan dengan jenis sekolah, kelas, waktu,
    karakteristik per[serta didik, keterbatasan biaya, fasilitas, sumber
    pengajaran, tenaga adminstrasi, dan hubungannya dengan pelajaran lain.
3) Metode Mengajar
    Metode mengajar banyak ditentukan oleh tujuan yang dirumuskan oleh
    guru. Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam
    mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan
    pelajaran pada khususnya. Dengan metode pembelajaran yang dipilih
    tersebut memugnkinkan peserta didik mengadakan observasi yang
    sistematis, membuat catatan, dan membuat laporan tertulis.
4) Media dan Sumber Belajar
    Pembelajaran lebih mengutamakan sifat konkret, sehingga alat pelajaran
    pun perlu dipilih dari sifat media tersebut, dari yang sifatnya paling
    konkret sampai yang paling abstrak. Penggunaan media yang tepat, selain
    memudahkan siswa juga dalam mengalami, memahami, mengerti, dan
    melakukan juga enimbulkan motivasi yang lebih kuat jika dibandingkan
    dengan menggunakan kata-kata semata.
5) Evaluasi Pengajaran
    Dengan evaluasi makan akan diperoleh balikan atau feedback guna
    memperbaiki atau merevisi bahan atau metode pembelajaran, atau untuk
    menyesuaikan bahan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan
evaluasi guru juga dapat menilai hingga manakah pengetahuan yang
    diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami hasil
    belajar.
        Dalam proses belajar mengajar perlu dipilih strategi atau metode yang
digunakan agar apa yang akan disampaikan kepada peserta didik dapat diterima
dengan baik. Pemilihan strategi ini juga karena peserta didik yang ada adalah
individu yang unik, sehingga satu metode belum tentu bisa diterapkan untuk
anak yang lain, hal tersebut karena latar belakang yang dimiliki peserta didik
juga berbeda-beda.
        Beberapa pendekatan strategi pembelajaran yang banyakditerapkan
dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu:
1) Pendidikan remedial dan pendidikan kompensasi (remedial education &
    compensatory education)
2) Latihan persepsi motorik (perceptual motor training)
3) Program pengajaran individual (individualized education program/IEP)
        Pendidikan remedial ini memegang peranan penting dalam mencapai
hasil belajar yang lebih memadai atau mengacu kepada proses peningkatan dan
perbaikan dalam suatu bidang tertentu. Pendidikan kompensasi adalah
penyeimbang dan penggantian suatu kecakapan dengan yang lain.
        Latihan persepsi motorik adalah untuk mendukung anak agar dapat
mengerjakan tugasnya dengan lebih mandiri. Latihan persepsi motorik
biasanya diterapkan bagi mereka yang mengalami kelemahan motorik,
gangguan koordinasi mata-tangan, dan gangguan persepsi motorik.
        Program      pembelajaran   individual   merupakan   program    ytang
dirancang khusus untuk siswa berkebutuhan khusus, sehingga siswa dapat
belajar mengerjakan tugasnya dengan tepat, program pembelajaran individual
ini disusun untuk satu orang siswa yang memiliki kecerdasan atau bakat
istimewa dan bagi mereka yang memerlukan pelayanan khusus akibat dari
hambatan yang dimiliki. Prinsip dari program pengajaran individual ini
diantaranya adalah berorientasi kepada peserta didik, disesuaikan dengan
potensi dan kebutuhan anak, memperhatikan kecepatan belajar masing-masing,
mengajar ketertinggalan dan mengoptimalkan kemampuan anak. Program
pengajaran individual ini menekankan pada pentingnya perhatian, bantuan, dan
perilaku khusus kepada anak berkebutuhan khusus yang berbeda minat dan
          kebutuhannya serta karakteristik belajarnya.


I. Tinjauan Pustaka
           Penyesuaian kurikulum oleh guru sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung
   dalam memenuhi kebutuhan khusus peserta didik dalam seting pendidikan inklusif
   sudah dilakukan, gurr berusaha untuk dapat memeberikan layanan pendidikan yang
   sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tidak keluar dari koridor kurikulum
   nasional. Guru terkadang melaksanakan kurikulum reguler dan juga melaksanakan
   kurikulum individual. Penyesuaian yang dilakukan oleh guru diantaranya adalah
   menyesuaikan arah atau tujuan pendidikan, alokasi waktu, materi pembelajran,
   strategi/metode, tugas-tugas, bantuan dan evaluasi yang diberikan sesuai dengan
   kemampuan atau kebutuhan anak. Meskipun mereka belajar dalam satu kelas yang
   sama serta dengan tema mata pelajaran yang sama, guru tetap mencoba untuk dapat
   mewujudkan pendidikan yang dapat melayani dan memenuhi kebutuhan semua
   peserta didik terutama anak berkebutuhan khusus. Untuk anak tunagrahita misalnya
   dengan adanya pengulangan-pengulangan materi.
           Format program pembelajaran yang disusun oleh guru berdasarkan pada
   fleksibilitas kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus dalam implementasi
   pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung ini secara tertulis
   baru dilaksanakan terutama oleh ortopedagoh melalui program pembelajaran
   individual untuk anak berkebutuhan khusus. Guru kelas masih membuat program
   pembelajran secara klasikal, format program pembelajran individual ini berisi tentang
   diagnose anak, penanganan, tujuan akademik dan perilaku, waktu pelaksanaan, dan
   laporan perkembangan anak.
           Pelaksanaan program pembelajaran yang telah disusun berdasarkan prinsip
   fleksibilitas kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus dalam implementasi
   pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung ini selalu
   dilaksanakan dengan melibatkan anak berkebutuhan khusus untuk ikut berpartisipasi
   bersama-sama dalam satu kelas, maka anak ikut belajar klasikal, tetapi jika anak
   berkebutuhan khusus tersebut tidak dapat mengikuti proses pembelajaran yang
   dilaksanakan di kelas, maka anak berkebutuhan khusus tersebut belajar sendiri sesuai
   dengan program pembelajaran individualnya, baik di dalam kelas dengan teman-
   temannya yang lain maupun belajar sendiri di luar ruangan kelas/ruang khusus.
Fleksibilitas kurikulum ini menghasilkan program fleksibel serta secara
   otomatis juga mengahsilkan proses pembelajran yang fleksibel. Dimana proses
   pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan kurikulum
   nasional atau kurikulum reguler tetap dapat dilaksanakan.


J. Metode Penelitian
           Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan
   pendekatan kualitatfi melalui studi kasus (case study). Penelitian ini memiliki ciri
   menuturkan dan menafsirkan suatu keadaan, fakta atau fenomena yang terjadi pada
   saat penelitian berlangsung secara objektif. Karena kulaitatif maka penelitian ini tidak
   menggunakan angka dalam pengumpulan data dan dalam memberikan penafsiran
   terhadap hasilnya. Menurut Maanen penelitian kualitatif adalah penelitian yang
   menggunakan berbagai macam teknik interpretasi yang berupaya mendeskripsikan,
   mengungkap, menerjemahkan, atau menafsirkan fenomena sosial tertentu yang terjadi
   secara alami, dari maknanya bukan frekuensinya.
   1. Tempat penelitian
                Penelitian ini dilaksanakan di kelas 1 SDN 2 Gegerkalong Girang.
   2. Subjek Penelitian
                Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas satu sebagai
       guru mata pelajaran tematik, kepala sekolah, siswa, dan orang tua siswa, melalui
       observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
   3. Teknik Pengumpulan Data
                Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan teknik wawancara,
       observasi, dan teknik studi dokumentasi.
   4. Instrumen Penelitian
                Alat yang digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini adalah
       pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi.
   5. Pengujian Keabsahan Data
                Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan
       membandingkan data dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
   6. Teknik Analisis Data
                Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif
       yaitu analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
       menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas dan datanya sampai jenuh.
K. Sistematika Penulisan
            Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan
   laporan penelitian ini adalah sebagai berikut.
   Bab I Pendahuluan
       Di dalamnya menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
       manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, langkah-langkah penulisan, dan
       sistematika penulisan.
   Bab II Landasa Teoritis
       Dalam bab ini membahas tentang konsep anak berkebutuhan khusus, sekolah
       inkulsi, peranan guru, dan fleksibilitas kurikulum.
   Bab III Metodologi Penelitian
       Dalam bab ini membahas tentang waktu dan tempat penelitian, populasi dan
       sampel penelitian, metode dan desain penelitian, teknik pengumpulan data dan
       prosedur pengolahan data.
   Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian
       Dalam bab ini membahas tentang deskripsi data dan analisis data. Analisis
       tersebut berupa pengujian prasyarat analisis.
   Bab V Penutup
       Dalam bab ini penulis member kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian yang
       dilakukan.


L. Jadwal Penelitian
   Penelitian dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari Bulan Februari 2013 sampai
   Bulan Mei 2013.

                                                             Bulan
     No.               Kegiatan
                                               Februari   Maret      April   Mei
      1.   Perencanaan                              √
      2.   Pelaksanaan penelitian                            √        √
      3.   Pengumpulan data                                  √        √
      4.   Analisis data                                     √        √
      5.   Penyusunan laporan                                         √      √
M. Daftar Pustaka
  Abdurrahman, Mulyono. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
            Rineka Cipta.
  Delphie, Bandi. (2009). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting
            Pendidikan Inklusi. Klaten: PT Intan Sejati.
  Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2009). Pendidikan Khusus dan Pendidikan
            Layanan Khusus. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat
            Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
            Nasional.
  Ifdlali. (2010). Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus).
            [online].     Tersedia:   http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-
            artikel/115-pendidikan-inklusi-pendidikan-terhadap-anak-berkebutuhan-
            khusus. [4 Januari 20123]
  Janah, Mufasihatun. (2011). Fleksibilitas Kurikulum Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
            dalam Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar Sembilan Mutiara
            Bandung: Studi Kasus Pada Pembelajaran Tematik Kelas Satu
            Sekolah Dasar Sembilan Mutiara Bandung. Skripsi Sarjana pada FIP UPI
            Bandung: tidak diterbitkan.
  Rani. (2010). Pengertian Sekolah Inklusi Menurut Para Ahli. [online]. Tersedia:
            http://ranietak5110050.blogspot.com/2010/12/pengertian-sekolah-inklusi-
            menurut-para.html. [4 Januari 2013]
  Riduwan. (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
            Pemula. Bandung: Alfabeta.
  Sekolah Inklusi. (2011). Konsep Sekolah Inklusi. [online]. Tersedia:
            http://www.bintangbangsaku.com/content/konsep-sekolah-inklusi. [4 Januari
            2013]

Contenu connexe

Tendances

Strategi menulis artikel untuk jurnal ilmiah nasional
Strategi menulis artikel untuk jurnal ilmiah nasionalStrategi menulis artikel untuk jurnal ilmiah nasional
Strategi menulis artikel untuk jurnal ilmiah nasionalDhika Tr
 
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docxLaporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docxChandraAdiPrasetiyo
 
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Arif Winahyu
 
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Mayawi Karim
 
Pendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiPendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiMuhamad Yogi
 
makalah observasi sekolah
makalah observasi sekolahmakalah observasi sekolah
makalah observasi sekolahHildadp
 
Ppt pendekatan pembelajaran
Ppt pendekatan pembelajaranPpt pendekatan pembelajaran
Ppt pendekatan pembelajaranrizka_pratiwi
 
Kumpulan soal soal landasan kependidikan
Kumpulan soal soal landasan kependidikanKumpulan soal soal landasan kependidikan
Kumpulan soal soal landasan kependidikanAdy Setiawan
 
Makalah perumusan masalah penelitian
Makalah perumusan masalah penelitianMakalah perumusan masalah penelitian
Makalah perumusan masalah penelitianyurika mariani
 
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar Biasa
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar BiasaInstrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar Biasa
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar BiasaRoHim MohaMad
 
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Rima Trianingsih
 
Jenis - Jenis & Prinsip Belajar
Jenis - Jenis & Prinsip BelajarJenis - Jenis & Prinsip Belajar
Jenis - Jenis & Prinsip BelajarEndah Rizkiani
 
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)universitas negeri padang
 
Macam-macam Qaulan
Macam-macam QaulanMacam-macam Qaulan
Macam-macam QaulanRatih Aini
 
Kelompok 5_TBPP_Ruang Kolaborasi (Topik 1) (1).pdf
Kelompok 5_TBPP_Ruang Kolaborasi (Topik 1) (1).pdfKelompok 5_TBPP_Ruang Kolaborasi (Topik 1) (1).pdf
Kelompok 5_TBPP_Ruang Kolaborasi (Topik 1) (1).pdfzhenkekamahendra
 
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Ali Murfi
 
Karakteristik Psikomotorik Peserta Didik
Karakteristik Psikomotorik Peserta DidikKarakteristik Psikomotorik Peserta Didik
Karakteristik Psikomotorik Peserta DidikNoenu Nurjanna
 
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis MasalahLaporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis MasalahNailul Hasibuan
 

Tendances (20)

Strategi menulis artikel untuk jurnal ilmiah nasional
Strategi menulis artikel untuk jurnal ilmiah nasionalStrategi menulis artikel untuk jurnal ilmiah nasional
Strategi menulis artikel untuk jurnal ilmiah nasional
 
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docxLaporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
 
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
 
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
 
Pendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiPendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan Globalisasi
 
Jurnal lengkap
Jurnal lengkapJurnal lengkap
Jurnal lengkap
 
Makalah manajemen berbasis sekolah
Makalah manajemen berbasis sekolahMakalah manajemen berbasis sekolah
Makalah manajemen berbasis sekolah
 
makalah observasi sekolah
makalah observasi sekolahmakalah observasi sekolah
makalah observasi sekolah
 
Ppt pendekatan pembelajaran
Ppt pendekatan pembelajaranPpt pendekatan pembelajaran
Ppt pendekatan pembelajaran
 
Kumpulan soal soal landasan kependidikan
Kumpulan soal soal landasan kependidikanKumpulan soal soal landasan kependidikan
Kumpulan soal soal landasan kependidikan
 
Makalah perumusan masalah penelitian
Makalah perumusan masalah penelitianMakalah perumusan masalah penelitian
Makalah perumusan masalah penelitian
 
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar Biasa
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar BiasaInstrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar Biasa
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar Biasa
 
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
 
Jenis - Jenis & Prinsip Belajar
Jenis - Jenis & Prinsip BelajarJenis - Jenis & Prinsip Belajar
Jenis - Jenis & Prinsip Belajar
 
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
 
Macam-macam Qaulan
Macam-macam QaulanMacam-macam Qaulan
Macam-macam Qaulan
 
Kelompok 5_TBPP_Ruang Kolaborasi (Topik 1) (1).pdf
Kelompok 5_TBPP_Ruang Kolaborasi (Topik 1) (1).pdfKelompok 5_TBPP_Ruang Kolaborasi (Topik 1) (1).pdf
Kelompok 5_TBPP_Ruang Kolaborasi (Topik 1) (1).pdf
 
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
 
Karakteristik Psikomotorik Peserta Didik
Karakteristik Psikomotorik Peserta DidikKarakteristik Psikomotorik Peserta Didik
Karakteristik Psikomotorik Peserta Didik
 
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis MasalahLaporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
 

En vedette

Kurikulum Dan Pengajaran
Kurikulum Dan PengajaranKurikulum Dan Pengajaran
Kurikulum Dan Pengajaranitanurhayati
 
Artikel Keefektifan Blended Learning
Artikel Keefektifan Blended LearningArtikel Keefektifan Blended Learning
Artikel Keefektifan Blended LearningMone Masyhudin
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitiandedy solin
 
Makalah eptik
Makalah eptikMakalah eptik
Makalah eptikuni uni
 
Penggunaan "blended learning" dalam pembelajaran
Penggunaan "blended learning" dalam pembelajaranPenggunaan "blended learning" dalam pembelajaran
Penggunaan "blended learning" dalam pembelajaranNor Azlina Sumailan
 
Konsep blended learning
Konsep blended learningKonsep blended learning
Konsep blended learningpujaandani
 
Teori dan model kurikulum ptv (1)
Teori dan model kurikulum ptv (1)Teori dan model kurikulum ptv (1)
Teori dan model kurikulum ptv (1)Noor Fatihah
 
Kurikulum dan pengajaran editan
Kurikulum dan pengajaran editanKurikulum dan pengajaran editan
Kurikulum dan pengajaran editanRirin Romayanti
 
Problematika pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
Problematika pendidikan bagi anak berkebutuhan khususProblematika pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
Problematika pendidikan bagi anak berkebutuhan khususReny Shinta Shinta
 
Proposal seminar teknologi komunikasi kontemporer
Proposal seminar teknologi komunikasi kontemporerProposal seminar teknologi komunikasi kontemporer
Proposal seminar teknologi komunikasi kontemporerpycnat
 
contoh proposal PTK PBA optimalisasi metode jahriyah dalam pemahaman kitab ku...
contoh proposal PTK PBA optimalisasi metode jahriyah dalam pemahaman kitab ku...contoh proposal PTK PBA optimalisasi metode jahriyah dalam pemahaman kitab ku...
contoh proposal PTK PBA optimalisasi metode jahriyah dalam pemahaman kitab ku...Nur Agustin Mufarokhah
 
Analisis Sarana dan Prasarana Desa dan Kota di Provinsi Kalimantan Barat
Analisis Sarana dan Prasarana Desa dan Kota di Provinsi Kalimantan BaratAnalisis Sarana dan Prasarana Desa dan Kota di Provinsi Kalimantan Barat
Analisis Sarana dan Prasarana Desa dan Kota di Provinsi Kalimantan BaratSwastika Nugraheni,S.Pd
 
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAsesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAgus Wagianto
 
Contoh Proposal Bakti Sosial
Contoh Proposal Bakti SosialContoh Proposal Bakti Sosial
Contoh Proposal Bakti SosialIswi Haniffah
 
Model dan strategi Blended learning and flipped classroom
Model dan strategi Blended learning and flipped classroomModel dan strategi Blended learning and flipped classroom
Model dan strategi Blended learning and flipped classroomhimabioummy
 

En vedette (20)

Makalah eptik
Makalah eptikMakalah eptik
Makalah eptik
 
Kurikulum Dan Pengajaran
Kurikulum Dan PengajaranKurikulum Dan Pengajaran
Kurikulum Dan Pengajaran
 
Artikel Keefektifan Blended Learning
Artikel Keefektifan Blended LearningArtikel Keefektifan Blended Learning
Artikel Keefektifan Blended Learning
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Permen tahun2013 nomor87
Permen tahun2013 nomor87Permen tahun2013 nomor87
Permen tahun2013 nomor87
 
Makalah eptik
Makalah eptikMakalah eptik
Makalah eptik
 
Autisme
AutismeAutisme
Autisme
 
Penggunaan "blended learning" dalam pembelajaran
Penggunaan "blended learning" dalam pembelajaranPenggunaan "blended learning" dalam pembelajaran
Penggunaan "blended learning" dalam pembelajaran
 
Konsep blended learning
Konsep blended learningKonsep blended learning
Konsep blended learning
 
Teori dan model kurikulum ptv (1)
Teori dan model kurikulum ptv (1)Teori dan model kurikulum ptv (1)
Teori dan model kurikulum ptv (1)
 
Kurikulum dan pengajaran editan
Kurikulum dan pengajaran editanKurikulum dan pengajaran editan
Kurikulum dan pengajaran editan
 
Problematika pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
Problematika pendidikan bagi anak berkebutuhan khususProblematika pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
Problematika pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
 
Proposal seminar teknologi komunikasi kontemporer
Proposal seminar teknologi komunikasi kontemporerProposal seminar teknologi komunikasi kontemporer
Proposal seminar teknologi komunikasi kontemporer
 
contoh proposal PTK PBA optimalisasi metode jahriyah dalam pemahaman kitab ku...
contoh proposal PTK PBA optimalisasi metode jahriyah dalam pemahaman kitab ku...contoh proposal PTK PBA optimalisasi metode jahriyah dalam pemahaman kitab ku...
contoh proposal PTK PBA optimalisasi metode jahriyah dalam pemahaman kitab ku...
 
Analisis Sarana dan Prasarana Desa dan Kota di Provinsi Kalimantan Barat
Analisis Sarana dan Prasarana Desa dan Kota di Provinsi Kalimantan BaratAnalisis Sarana dan Prasarana Desa dan Kota di Provinsi Kalimantan Barat
Analisis Sarana dan Prasarana Desa dan Kota di Provinsi Kalimantan Barat
 
Teknik Assesmen
Teknik AssesmenTeknik Assesmen
Teknik Assesmen
 
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAsesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
 
Contoh Proposal Bakti Sosial
Contoh Proposal Bakti SosialContoh Proposal Bakti Sosial
Contoh Proposal Bakti Sosial
 
Lembar pengesahan
Lembar pengesahanLembar pengesahan
Lembar pengesahan
 
Model dan strategi Blended learning and flipped classroom
Model dan strategi Blended learning and flipped classroomModel dan strategi Blended learning and flipped classroom
Model dan strategi Blended learning and flipped classroom
 

Similaire à Proposal penelitian

Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-3 SMP Ibrahimy Sukorejo ...
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-3 SMP Ibrahimy Sukorejo ...Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-3 SMP Ibrahimy Sukorejo ...
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-3 SMP Ibrahimy Sukorejo ...ZainulHasan13
 
KEL 6 PEND INKLUSIF.docx (1).pptx
KEL 6 PEND INKLUSIF.docx (1).pptxKEL 6 PEND INKLUSIF.docx (1).pptx
KEL 6 PEND INKLUSIF.docx (1).pptxAgungAbdulMuiz
 
Pendidikan Inklusif 2023 Final.pptx
Pendidikan Inklusif 2023 Final.pptxPendidikan Inklusif 2023 Final.pptx
Pendidikan Inklusif 2023 Final.pptxSamui Ai
 
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan KhususMakalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan KhususDedy Wiranto
 
Pendidikan khas kanak kanak prasekolah
Pendidikan khas kanak kanak prasekolahPendidikan khas kanak kanak prasekolah
Pendidikan khas kanak kanak prasekolahHon Shan Shan
 
7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru7 ipa buku_guru
7 ipa buku_gurusmbbgb
 
7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guruNuni Nur
 
7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru7 ipa buku_guru
7 ipa buku_gurubinatang87
 
Buku Panduan Guru IPA kelas 7 kurikulum 2013
Buku Panduan Guru IPA kelas 7 kurikulum 2013Buku Panduan Guru IPA kelas 7 kurikulum 2013
Buku Panduan Guru IPA kelas 7 kurikulum 2013gustini12linda
 
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemStrategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemTjoetnyak Izzatie
 
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemStrategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemTjoetnyak Izzatie
 
materi modul 5.ppt
materi modul 5.pptmateri modul 5.ppt
materi modul 5.ppttino911946
 
Pendidikan Inklusi.pptx
Pendidikan Inklusi.pptxPendidikan Inklusi.pptx
Pendidikan Inklusi.pptxgumgumgumelar1
 
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI ADI PRASETIA.pptx
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI ADI PRASETIA.pptxSISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI ADI PRASETIA.pptx
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI ADI PRASETIA.pptxAdiPrasetia10
 
Ipa smp 7 guru
Ipa smp 7 guruIpa smp 7 guru
Ipa smp 7 guruBudhi Emha
 
MODUL 3 ABK.pptx
MODUL 3 ABK.pptxMODUL 3 ABK.pptx
MODUL 3 ABK.pptxAdinAladin1
 
7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guruendra2007
 
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI dan SLB.pptx
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI dan SLB.pptxSISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI dan SLB.pptx
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI dan SLB.pptxgumgumgumelar1
 

Similaire à Proposal penelitian (20)

Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-3 SMP Ibrahimy Sukorejo ...
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-3 SMP Ibrahimy Sukorejo ...Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-3 SMP Ibrahimy Sukorejo ...
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-3 SMP Ibrahimy Sukorejo ...
 
KEL 6 PEND INKLUSIF.docx (1).pptx
KEL 6 PEND INKLUSIF.docx (1).pptxKEL 6 PEND INKLUSIF.docx (1).pptx
KEL 6 PEND INKLUSIF.docx (1).pptx
 
Pendidikan Inklusif 2023 Final.pptx
Pendidikan Inklusif 2023 Final.pptxPendidikan Inklusif 2023 Final.pptx
Pendidikan Inklusif 2023 Final.pptx
 
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan KhususMakalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
 
Pendidikan khas kanak kanak prasekolah
Pendidikan khas kanak kanak prasekolahPendidikan khas kanak kanak prasekolah
Pendidikan khas kanak kanak prasekolah
 
7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru
 
7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru
 
7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru
 
Buku Panduan Guru IPA kelas 7 kurikulum 2013
Buku Panduan Guru IPA kelas 7 kurikulum 2013Buku Panduan Guru IPA kelas 7 kurikulum 2013
Buku Panduan Guru IPA kelas 7 kurikulum 2013
 
Buku IPA SMP Kelas 7 (Guru)
Buku IPA SMP Kelas 7 (Guru)Buku IPA SMP Kelas 7 (Guru)
Buku IPA SMP Kelas 7 (Guru)
 
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemStrategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
 
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemStrategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
 
materi modul 5.ppt
materi modul 5.pptmateri modul 5.ppt
materi modul 5.ppt
 
Komitmen guru
Komitmen guruKomitmen guru
Komitmen guru
 
Pendidikan Inklusi.pptx
Pendidikan Inklusi.pptxPendidikan Inklusi.pptx
Pendidikan Inklusi.pptx
 
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI ADI PRASETIA.pptx
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI ADI PRASETIA.pptxSISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI ADI PRASETIA.pptx
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI ADI PRASETIA.pptx
 
Ipa smp 7 guru
Ipa smp 7 guruIpa smp 7 guru
Ipa smp 7 guru
 
MODUL 3 ABK.pptx
MODUL 3 ABK.pptxMODUL 3 ABK.pptx
MODUL 3 ABK.pptx
 
7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru7 ipa buku_guru
7 ipa buku_guru
 
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI dan SLB.pptx
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI dan SLB.pptxSISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI dan SLB.pptx
SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH INKLUSI dan SLB.pptx
 

Proposal penelitian

  • 1. PROPOSAL PENELITIAN PERANAN GURU DAN FLEKSIBILITAS KURIKULUM BAGI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR INKLUSI ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan dosen: Dr. Y. Suyitno, M. Pd Oleh Inne Marthyane Pratiwi (1003490) Kelas: 3 Matematika PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2013
  • 2. A. Judul Penelitian Perananan Guru dan Fleksibilitas Kurikulum bagi Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Inklusi B. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa Sisdiknas harus mampu menjamin pemeratan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan dan efesiensi pengelolaan manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, internasional, dan global sehingga diperlukan paradigma pembaharuan pendidikan yang diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 dan 2 dijelaskan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yaitu: Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggungjawab. Pasal 5: Ayat (1) : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat (2): Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh Pendidikan Khusus. Ayat (4): Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh Pendidikan Khusus. Setiap siswa memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan di sekolah umum begitu pula dengan siswa berkebutuhan khusus. Pengertian anak kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan baik secara fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional dalam proses pertumbuhan dan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Kebanyakan dari orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus menyekolahkan anaknya di sekolah umum. Hal tersebut bukanlah hal yang salah. Hal
  • 3. ini menandakan bahwa pendidikan berprinsip pada keseimbangan dan pemerataan hak serta kewajiban bagi setiap warga negara. Sebagai salah satu upaya untuk menyetarakan hak penyandang ketunaan dalam hal memperoleh ilmu pengetahuan di bangku sekolah, Subdinas Pendidikan Luar Biasa (Subdis PLB) Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat sudah mulai menerapkan program pendidikan inklusif. Dalam program tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah dan juga disatukelaskan dengan murid-murid pada umumnya di sekolah reguler. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Guru sekolah dasar pada umumnya merasa kebingungan dalam menghadapi siswanya yang berkebutuhan khusus. Mereka tidak mengetahui perlakukan apa yang harus diberikan kepada siswanya yang berkebutuhan khusus dan siswa normal lainnya. Hal ini terjadi karena guru belum memiliki wawasan mengenai anak berkebutuhan khusus. Guru di sekolah dasar kebanyakan baru mengetahui mengenai anak tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa, autisme saja karena relatif mudah dikenali dan dideteksi. Biasanya yang lain belum begitu banyak dikenali sehingga sangat mungkin memberikan perlakuan yang salah. Dilematisasi guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus bukan hanya pada penanganan di kelas terhadap perilakunya saja, namun dalam pemberian materi pelajaran pun guru merasa kebingungan, bagaimana penyesuaian kurikulumnya, juga bagaimana menentukan hasil dari evaluasi sumatif atau evaluasi tahap akhir misalnya apakah siswa tersebut naik kelas atau tidak atau apakah siswa tersebut lulus atau tidak.
  • 4. Apabila siswa berkebutuhan khusus tersebut diberikan perlakuan yang biasa saja dan tidak ada keinginan guru untuk menyesuaikan kurikulum yang ada maka tujuan pendidikan nasional tidak akan tercapai. Untuk itu diperlukan penelitian agar tujuan pelaksanaan pendidikan dapt tercapai. C. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikas masalah dapat diklasifikasikan, yaitu: 1. Anak berkebutuhan khusus seharusnya memiliki hak yang sama dengan siswa lainnya dan bersosialisasi dengan siswa normal. 2. Ketidaktahuan guru dan Kepala Sekolah bahwa Sekolah Dasar harus menerima kehadiran siswa berkebutuhan khusus. 3. Kurangnya pemahaman guru dalam menangani perilaku siswa berkebutuhan khusus. 4. Ketidakmampuan guru dan kepala sekolah dalam penyesuaian kurikulum siswa berkebutuhan khusus dengan siswa lainnya yang normal. D. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka batasan dari masalah tersebut adalah ketidakmampuan guru dan kepala sekolah dalam menangani perilaku anak berkebutuhan khusus dan penyesuaian kurikulum siswa berkebutuhan khusus dan siswa lainnya yang normal. E. Rumusan Masalah Penelitian ini akan meneliti mengenai perlakuan yang harus dilakukan guru terhadap siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah dasar inklusi, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Apa yang harus dilakukan oleh guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi? 2. Bagaimana fleksibilitas kurikulum dan format program pembelajaran yang disusun oleh guru bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi? F. Maksud dan Tujuan Penelitian
  • 5. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggunakan data yang diperoleh di lapangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan untuk mengetahui apa yang dihasilnya dari fleksibilitas kurikulum bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan gambaran mengenai penyesuaian dan perlakuan guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi 2. Untuk mendapat gambaran tentang bagaimana fleksibilitas kurikulum dan format pembelajaran yang disusun oleh guru bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi. G. Kegunaan Penelitian Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menjawab permasalahan dan menguji asumsi-asumsi yang muncul berkaitan dengan penganganan siswa berkebutuhan khusus oleh guru serta penerapan prinsip fleksibilitas kurikulum dan format pembelajaran yang disusun oleh guru bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi. Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat 1. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan mengenai fleksibilitas kurikulum dan format pembelajaran yang disusun oleh guru bagi siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah iklusi. 2. Bagi orangtua, sebagai pertimbangan dalam memasukkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah dasar inklusi. 3. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan pengetahuan mengenai kondisi anak berkebutuhan khusus dan fleksibilitas kurikulum bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi. H. Kerangka Teori 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik dapat digali dan dikembangkan secara optimal. Baik anak didik yang normal maupun berkelainan. Hal ini bertemali dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 tentang hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan
  • 6. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 tentang hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan demikian tidak ada alasan untuk meniadakan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), apalagi menelantarkan ABK dalam memperoleh pendidikan. Anak berkebutuhan khusus adalah Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda. 2. Sekolah Inklusi a. Gagasan Pendidikan Inklusi Pemahaman konsep tentang pendidikan anak penyandang cacat terus berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada tahun delapan puluhan terjadi gerakan yang kuat terhadap penyatuan pendidikan anak penyandang cacat bersama anak-anak pada umumnya di sekolah biasa yang disebut dengan integrasi. Integrasi adalah penyediaan pendidikan yang berkualitas bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus di sekolah biasa. Dalam sistem pendidikan integrasi anak-anak penyandang cacat mempunyai kesempatan untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama anak-anak pada umumnya. Akan tetapi kesempatan bagi anak penyandang cacat untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa dibatasi oleh adanya patokan yaitu bahwa penyandang cacat dapat diterima di sekolah reguler sepanjang anak ini dapat menyesuaikan diri dengan sistem yang berlaku bagi anak pada umumnya. Artinya anak penyandang cacat harus mampu menyesuaikan diri dengan sistem yang berlaku di sekolah itu.
  • 7. Salah satu layanan dalam sistem pendidikan integrasi ini adalah adanya pendidikan inklusi yang merupakan perkembangan terkini dari model bagi anak luar biasa yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan pada bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka”. b. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi memiliki pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menentang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar siswa-siswanya berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Pendidikan inklusi adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi semua anak termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus atau anak luar biasa di sekolah atau lembaga pendidikan (diutamakan yang terdekat dengan tempat tinggal anak) bersama dengan teman-teman sebayanya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh anak. (Tim Pendidikan Inklusi Jawa Barat, 2003:4) Pendapat lain mengatakan Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Pendidikan yang memberikan layanan terhadap semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas/ sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak. (Pendidikan yang Terbuka Bagi Semua, Djuang Sunanto, 2004:3) c. Landasan Yuridis  Konvensi PBB tentang Hak anak tahun 1989.
  • 8. Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990.  Kesepakatan Salamanka tentang Pendidikan inklusi tahun 1994.  UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.  UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.  PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.  Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi tahun 2004. d. Pengembangan Kurikulum Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap: 1. alokasi waktu, 2. isi/materi kurikulum, 3. proses belajar-mengajar, 4. sarana prasarana, 5. lingkungan belajar, dan 6. pengelolaan kelas. Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan. Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan: 1. Modifikasi alokasi waktu Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam.  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.
  • 9. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam;  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan seterusnya. 2. Modifikasi isi/materi  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat.  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu. 3. Modifikasi proses belajar-mengajar  Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal;  Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan perbedaan individual setiap anak;  Lebih terbuka (divergent);  Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain.  Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan berusaha
  • 10. seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik, “aku-lah sang juara”! Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan berkembang kurang baik. Anak dapat menjadi egois. Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan pembelajaran kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif, setiap anak dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang dengan baik. Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak akan berkembang harmonis.  Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada yang bertipe auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis). Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan.Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja. 3. Hakikat Fleksibilitas Kurikulum a. Pengertian Fleksibilitas Kurikulum Sekolah dengan setting pendidikan inklusi merupakan sekolah yang menghargai karakteristik unik atau keberagaman setiap pesert didik. Pengakuan atas karakteristik unik (difernsiasi) berarti diberikannya kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkannya dan menarik mintanya. Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang menganut sistem demokrasi untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki. Karema setiap pribadi adalah unik maka kurikulum tersebut pun perlu disusun secara unik dan bersifat fleksibel atau luwes.
  • 11. Kurikulum dewasa ini menekankan penggunaan kurikulum secara fleksibel sesuai denga kebutuhan siswa, yang memungkinkan keragaman cara untuk mencapai sasaran belajar, bahkan dalam kurikulum semacam ini tidak menutup kemungkinan bahwa siswa pada saat-saat tertentu merumuskan sendiri sasaran belajarnya (Kaplan, 1997 dalam Munandar U. 1992: 150). Fleksibilitas kurikulum dapat diartikan bahwa kurikulum memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pembelajaran yang sesuai dengan kondisi yang ada dan menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa atau sesuai dengan kondisi yang ada (Sanjaya, 2008: 41). Prinsip fleksibilitas mengandung arti bahwa pelaksanaan program bagi peserta didik, dan lulusan memiliki ruang gerak dan kebebasan dakam bertindak. Guru sebagai pelaksana silabus, dapat mengakomodasi berbagai ide baru atau memperbaiki ide-ide sebelumnya. Peserta didik diberikan berbagai pengalaman belajar yang dapat dipilih sesuaidengan karakteristik dan kemampuan masing- masing. Sedangkan fleksibel dari segi lulusan dimaksudkan bahwa mereka memiliki kewenangan dan kemampuan yang multi arah (Mulyasa, 2007: 193). Seting pendidikan inklusif menjadikan kelas heterogen, dank arena kurikulum bagi peserta didik berfungsi sebagai pedoman belajar, yaitu tentang kemampuan apa yang harus dicapai, materi apa yang harus dikuasai, dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, maka dalam pelaksanaannya fleksibilitas ikurikulum tersebut sangat oerku untuk diperhatikan sehingga dapat tercipta suatu proses belajar mengajar yang diinginkan dan juga dapat menghasilkan output pendidikan yang berkompeten. Dalam UU Sisdiknas tahun 2003, kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Kurikulum memiliki peran penting dalam program belajar yang telah direncanakan dalam proses belajar mengajar demi tercapinya tujuan pendidikan, baik tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional (lembaga), tujuan kurikuler, maupun tujuan instruksional (tujuan pengajaran). Alexander Inglis mengemukakan enam fungsi kurikulum untuk siswa, yaitu:
  • 12. 1) Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function) 2) Fungsi integrasi (the integrating function) 3) Fungsi difernsiasi (the differentiating function) 4) Fungsi persiapan (the propardentic function) 5) Fungsi pemilihan (the selective function) 6) Fungsi diagnostik (the diagnostic function) Tujuan dari senuah pengembangan kurikulum dalam buku pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif (2007) adalah: 1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami semaksimal mungkin di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. 2) Membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah. 3) Menjadi pedoman bagi sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai, dan menyempurnakan pendidikan inklusif. Ada beberapa model dalam pengembangan kurikulum yang berkembang sekarang ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Model kurikulum umum (reguler) Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi, dan ketekunan belajarnya. 2) Model kurikulum umum dengan modifikasi Pada model kurikulum ini anak berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum perpaduan antara kurikulum umum dengan kurikulum PPI (Program Pengajaran Individual). Operasional pengembangan kurikulum ini, dilakukan dengan cara memodifikasi kurikulum umum disesuaikan dengan potensi dan karakteristik anak berkebutuhan khusus. Dengan kurikulum modifikasi ini diharapkan anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti pembelajaran pada kelas umum secara klasikal bersama anak reguler lainnya. 3) Model kurikulum yang diindividualisasikan
  • 13. Pada model kurikulum ini anak berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang diindividualisasikan, dalam format program pengajaran individual (PPI). Sesuai dengan sifat dan karakteristiknya, kutrikulum ini sering disebut model kurikulum PPI, yang dikembangkan secara khusus oleh guru pendidikan khusus di sekolah dengan seting pendidikan inklusif. Model kurikulum PPI ini dipersiapkan untuk anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat mengikuti kurikulum umum maupun kurikulum modifikasi. Standar kompetensi dalam kurikulum PPI dirumuskan berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh guru pendidikan khusus bersama tim ahli terkait. Bicara tentang pendidikan, pasti tidak terlepas dari apa yang dinamakan proses bimbingan, karena bimbingan merupakan bagian integral dari sebuah pendidikan. Pendidikan merupakan proses membantu mnusia yang sedang berkembang menuju kedewasaan. Pendidikan bertugas membantu manusia mencapai tingkat perkembangan diri yang lebih tinggi. Perkembangan ini bersifat individual dan oleh sebab itu proses yang dialami dan diberikan pun perlu melihat kebutuhan pendidikan secra individual yang selaras dengan kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian antara perkembangan individu tersebut dengan lingkungan sekitar sehingga individu tersebut memperoleh perkembangan yang optimal serta dapat diterima di lingkungannya. Dalam pendidikan, individu tersebut dikenal sebagai peserta didik. Peserta didik merupakan satu amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, memiliki potensi, sehingga perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik dalam segi fisik, mental maupun sosial sehingga menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak ulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjasi manusia yang demokratis serta bertanggung jawab (sesuai dengan fungsi pendidikan). Fleksibilitas kurikulum bagi siswa dapat diartikan bahwa kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa, karena kurikulum bagi siswa berfungsi sebagai pedoman belajar, yaitu tentang kemampuan apa yang harus dicapai, materi apa yang harus dikuasai dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan (Sanjaya, 2008: 40).
  • 14. Fleksibilitas kurikulum tersebut juga perlu dilakukan mengingat karakteristik anak dan kebutuhan setiap individu yang menuntut untuk dipenuhi, serta sebagai salah satu penghargaan terhadap hak anak atas pendidikan untuk mewujudkan semua itu, berdasarkan UU Perlindungan Anak no. 23 tahun 2002 dan UUSPN no 20 tahun 2003, guru memiliki tanggung jawab untuk dapat menyelenggarakan pendidikan untuk semua anak yang diarahkan pada: 1) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sehingga mencapai potensi yang optimal. 2) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia. 3) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa, dan nilai-nilainya sendiri, dari mana anak berasal dan peradaban- peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri. 4) Persiapan anak untuk hidup bertanggung jawab. 5) Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup. b. Prinsip Pengembangan Kurikulum Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya adalah menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum, namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik yang bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang, sampai berat, maka dalam implementasinya di lapangan kurikulum reguler tersebut perlu dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan tersebut ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengembangan kurikulum (KTSP) yang tercantumpada Permen No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi, yaitu: 1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan potensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Kurikulum dikembangkan berdasarkan pro[insip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
  • 15. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2) Beragam dan terpadu Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristikpaeserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan tanpa membedakan agama, suku bangsa, dan adat istiadat , serta status soasial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokas, dan pengembangan diri secara terpadu,serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermaksa dan tepat antar substansi. 3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni Tanggap terhadap perkembangan atas kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) untuk menjamin relevansipendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan masyarakat, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, ketermpilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan suatu keharusan. 5) Menyeluruh dan berkesinambungan Substansi kurikulum mencakup keseluruh dimensi kompetensibidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan. 6) Belajar sepanjang hayat Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsure pendidikan formal, nonformal,
  • 16. dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. 7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto “Bhineka Tunggal Ika” dalamkerangka negara kesatuan Republik Indonesia. UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 2 menyatakan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi deduai dengan satuan pendidikan, potensidaerah dan peserta didik. Dalam pengembangan kurikulum perlu diperhatikan potensi daerah, hal ini menunjukkan bahwa kurikulum itu tidak sentralistik, tetapi lebih lugas dan dapat menyesuaikan diri serta dapat berkembang melebihi standar yang ditentukan pemerintah. Selain itu kurikulum harus memperhatikan potensi peserta didik, artinya diberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi anak didik untuk berkembang melebihi standar yang ditentukan jika anak itu memiliki kemapuan dan kecerdasan yang sesuai dengan perkembangannya (Sagala, 2008: 240). c. Komponen Fleksibilitas Kurikulum Dalam pendidikan inklusif tersebut perlu ada penyesuaian terhadap komponen-komponen pendidikan terhadap kebutuhan khusus peserta didik (Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, 2007). Komponen-komponen pendidikan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Tujuan Pembelajaran Evaluasi Bahan Pembelajaran Pembelajaran Media Pembelajaran Strategi Pembelajaran
  • 17. Gambar 1. Hubungan Antar Komponen dalam Pembelajaran Komponen pembelajaran tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, motode/strategi pembelajaran, media, evaluasi. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi atau berinteraksi satu sama lain. Hubungan antar komponen tersebut misalnya adalah dalam menentukan bahan pelajaran murujuk pada tujuan yang telah ditentukan, bagaimana materi tersebut akan disampaikan maka akan menggunakan metode/strategi yang tepat serta didukung oleh media pemeblajaran yang sesuai. Demikian juga evaluasi, akan merujuk pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Komponen pembelajran yang lain adalah adanya anak didik/siswa, pendidik/guru, dan masyarakat sebagai pendukukng terlaksananya proses pembelajaran. d. Program Pembelajaran Tematik Berdasarkan Fleksibilitas Kurikulum Nasution (1984: 58) mengemukakan beberapa usaha untuk menyesuaikan pelajaran atau memfleksibelkan kurikulum dengan perbedan atau karakteristik unik peserta didik, yaitu dengan: “(1) lebih mengutamakan proses belajar daripada mengajar, (2) merumuskan tujuan yang jelas, (3) mengusahakan partisipatif aktif dari pihak murid, (4) menggunakan banyak feedback atau balikan evaluasi, dan (5) member kesempatan kepada murid untuk maju dengan kecepatan masing-masing.” Dari fleksibilitas kurikulum yang dilakukan pada akhirnya akan menghasilkan fleksibilitas programdan proses pembelajaran. Salah satu bentuk yang lahir dari fleksibilitas kurikulum ini adalah adanya modifikasi kurikulum/kurikulum individual utuk melayani setiap peserta didik terutama anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya. Kurikulum individual ini kemudian menghasilkan PPI (Program Pengajaran Individual). Dengan program pengajaran individual ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan efektivitas pembelajaran serta dapat membantu mengembangkan peserta didik secara optimal. PPI merupakan suatu rencana pembelajaran yang menyesuaikan terhadap perbedaan kebutuhan individu. Lynch (1994: 39) mengemukakan bahwa PPI merupakan suatu kurikulum terindividualisasi atau program belajar yang didasarkan kepada gaya, kekuatan, dan kebutuhan-kebutuhan khusus
  • 18. anakdalambelajar. Mercer & Mercer (1989) menegaskan bahwa program individual merujuk pada suatu program pembelajaran dimana peserta didik bekerja dengan tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya (Tim Jassi. 2002: 139). Pendidikan individual pada dasarnya disusun dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan khusus setiap peserta didik secara optimal. Prosedur ideal untuk mengembangkan program pembelajaran individual oleh Kitano & Kirby (1986) dilakukan melalui langkah-langkah: 1) pembentukan tim PPI biasanya terdiri dari guru, orang tua, dan tenaga professional, 2) menilai kebutuhan khusuus anak yang bersangkutan, 3) mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek, 4) merancang metode dan prosedur pembelajaran, dan 5) menentukan evaluasi kemajuan anak (Tim Jassi, 2002: 139). Idealnya PPI tersebut disusun oleh tim yang terdiri dari kepala sekolah, komite sekolah, tenaga ahli dan profesi terkait, orang tua atau wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pendidikan khusus/ PLB, serta peserta didik yang bersangkutan. 1) Prinsip-prinsip PPI a) Berorientasi pada peserta didik b) Sesuai potensi dan kebutuhan anak c) Memperhatikan kecepatan belajar masing-masing d) Mengejar ketertinggalan dan mengoptimalkan kemampuan. 2) Komponen PPI secara garis besar a) Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang b) Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus). c) Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait termasuk seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas reguler. d) Sasaran e) Metode f) Ketercapaian sasaran g) Evaluasi Program belajar mengajar merupakan satuan pembelajaran yang memuat tentang tujuan pembelajran, bahan pelajaran, kegiatan belajar
  • 19. mengajar, metode dan alat bantu mengajar, serta evaluasi kemajuan hasil belajar (Sagala, 2008: 165). 1) Tujuan Pembelajaran Tujuan ini dijabarkan dari kurikulum yang berlaku secara resmi di sekolah mengacu pada kondisi belajar yang diperlukan. Acuan kurikulum yang berlaku tersebut berkaitan erat dengan bahan ajar yang harus dijabarkan oleh guru dalam bentuk materi pelajaran. Dianjurkan agar tujuan kurikulum tersebut dirumuskan dalam bentuk perilaku yang dapat diamat. Tujuan ini tidak hanya mengenai bahan yang harus dikuasai, akan tetapi juga keterampilan, tujuan emosional, dan sosial. 2) Pokok Bahasan/Bahan Pelajaran Guru dapat memilih cara mengajar berdasarkan teori-teori belajar yang sesuai dengan materi pelajaran yang tertuang dalam pokokbahasan. Pokok bahasan tersebut dapat disesuaikan dengan jenis sekolah, kelas, waktu, karakteristik per[serta didik, keterbatasan biaya, fasilitas, sumber pengajaran, tenaga adminstrasi, dan hubungannya dengan pelajaran lain. 3) Metode Mengajar Metode mengajar banyak ditentukan oleh tujuan yang dirumuskan oleh guru. Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Dengan metode pembelajaran yang dipilih tersebut memugnkinkan peserta didik mengadakan observasi yang sistematis, membuat catatan, dan membuat laporan tertulis. 4) Media dan Sumber Belajar Pembelajaran lebih mengutamakan sifat konkret, sehingga alat pelajaran pun perlu dipilih dari sifat media tersebut, dari yang sifatnya paling konkret sampai yang paling abstrak. Penggunaan media yang tepat, selain memudahkan siswa juga dalam mengalami, memahami, mengerti, dan melakukan juga enimbulkan motivasi yang lebih kuat jika dibandingkan dengan menggunakan kata-kata semata. 5) Evaluasi Pengajaran Dengan evaluasi makan akan diperoleh balikan atau feedback guna memperbaiki atau merevisi bahan atau metode pembelajaran, atau untuk menyesuaikan bahan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan
  • 20. evaluasi guru juga dapat menilai hingga manakah pengetahuan yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami hasil belajar. Dalam proses belajar mengajar perlu dipilih strategi atau metode yang digunakan agar apa yang akan disampaikan kepada peserta didik dapat diterima dengan baik. Pemilihan strategi ini juga karena peserta didik yang ada adalah individu yang unik, sehingga satu metode belum tentu bisa diterapkan untuk anak yang lain, hal tersebut karena latar belakang yang dimiliki peserta didik juga berbeda-beda. Beberapa pendekatan strategi pembelajaran yang banyakditerapkan dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu: 1) Pendidikan remedial dan pendidikan kompensasi (remedial education & compensatory education) 2) Latihan persepsi motorik (perceptual motor training) 3) Program pengajaran individual (individualized education program/IEP) Pendidikan remedial ini memegang peranan penting dalam mencapai hasil belajar yang lebih memadai atau mengacu kepada proses peningkatan dan perbaikan dalam suatu bidang tertentu. Pendidikan kompensasi adalah penyeimbang dan penggantian suatu kecakapan dengan yang lain. Latihan persepsi motorik adalah untuk mendukung anak agar dapat mengerjakan tugasnya dengan lebih mandiri. Latihan persepsi motorik biasanya diterapkan bagi mereka yang mengalami kelemahan motorik, gangguan koordinasi mata-tangan, dan gangguan persepsi motorik. Program pembelajaran individual merupakan program ytang dirancang khusus untuk siswa berkebutuhan khusus, sehingga siswa dapat belajar mengerjakan tugasnya dengan tepat, program pembelajaran individual ini disusun untuk satu orang siswa yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa dan bagi mereka yang memerlukan pelayanan khusus akibat dari hambatan yang dimiliki. Prinsip dari program pengajaran individual ini diantaranya adalah berorientasi kepada peserta didik, disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan anak, memperhatikan kecepatan belajar masing-masing, mengajar ketertinggalan dan mengoptimalkan kemampuan anak. Program pengajaran individual ini menekankan pada pentingnya perhatian, bantuan, dan
  • 21. perilaku khusus kepada anak berkebutuhan khusus yang berbeda minat dan kebutuhannya serta karakteristik belajarnya. I. Tinjauan Pustaka Penyesuaian kurikulum oleh guru sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung dalam memenuhi kebutuhan khusus peserta didik dalam seting pendidikan inklusif sudah dilakukan, gurr berusaha untuk dapat memeberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tidak keluar dari koridor kurikulum nasional. Guru terkadang melaksanakan kurikulum reguler dan juga melaksanakan kurikulum individual. Penyesuaian yang dilakukan oleh guru diantaranya adalah menyesuaikan arah atau tujuan pendidikan, alokasi waktu, materi pembelajran, strategi/metode, tugas-tugas, bantuan dan evaluasi yang diberikan sesuai dengan kemampuan atau kebutuhan anak. Meskipun mereka belajar dalam satu kelas yang sama serta dengan tema mata pelajaran yang sama, guru tetap mencoba untuk dapat mewujudkan pendidikan yang dapat melayani dan memenuhi kebutuhan semua peserta didik terutama anak berkebutuhan khusus. Untuk anak tunagrahita misalnya dengan adanya pengulangan-pengulangan materi. Format program pembelajaran yang disusun oleh guru berdasarkan pada fleksibilitas kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung ini secara tertulis baru dilaksanakan terutama oleh ortopedagoh melalui program pembelajaran individual untuk anak berkebutuhan khusus. Guru kelas masih membuat program pembelajran secara klasikal, format program pembelajran individual ini berisi tentang diagnose anak, penanganan, tujuan akademik dan perilaku, waktu pelaksanaan, dan laporan perkembangan anak. Pelaksanaan program pembelajaran yang telah disusun berdasarkan prinsip fleksibilitas kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung ini selalu dilaksanakan dengan melibatkan anak berkebutuhan khusus untuk ikut berpartisipasi bersama-sama dalam satu kelas, maka anak ikut belajar klasikal, tetapi jika anak berkebutuhan khusus tersebut tidak dapat mengikuti proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas, maka anak berkebutuhan khusus tersebut belajar sendiri sesuai dengan program pembelajaran individualnya, baik di dalam kelas dengan teman- temannya yang lain maupun belajar sendiri di luar ruangan kelas/ruang khusus.
  • 22. Fleksibilitas kurikulum ini menghasilkan program fleksibel serta secara otomatis juga mengahsilkan proses pembelajran yang fleksibel. Dimana proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan kurikulum nasional atau kurikulum reguler tetap dapat dilaksanakan. J. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kualitatfi melalui studi kasus (case study). Penelitian ini memiliki ciri menuturkan dan menafsirkan suatu keadaan, fakta atau fenomena yang terjadi pada saat penelitian berlangsung secara objektif. Karena kulaitatif maka penelitian ini tidak menggunakan angka dalam pengumpulan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya. Menurut Maanen penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan berbagai macam teknik interpretasi yang berupaya mendeskripsikan, mengungkap, menerjemahkan, atau menafsirkan fenomena sosial tertentu yang terjadi secara alami, dari maknanya bukan frekuensinya. 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas 1 SDN 2 Gegerkalong Girang. 2. Subjek Penelitian Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas satu sebagai guru mata pelajaran tematik, kepala sekolah, siswa, dan orang tua siswa, melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan teknik wawancara, observasi, dan teknik studi dokumentasi. 4. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi. 5. Pengujian Keabsahan Data Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan data dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. 6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif yaitu analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas dan datanya sampai jenuh.
  • 23. K. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab I Pendahuluan Di dalamnya menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, langkah-langkah penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Landasa Teoritis Dalam bab ini membahas tentang konsep anak berkebutuhan khusus, sekolah inkulsi, peranan guru, dan fleksibilitas kurikulum. Bab III Metodologi Penelitian Dalam bab ini membahas tentang waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode dan desain penelitian, teknik pengumpulan data dan prosedur pengolahan data. Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian Dalam bab ini membahas tentang deskripsi data dan analisis data. Analisis tersebut berupa pengujian prasyarat analisis. Bab V Penutup Dalam bab ini penulis member kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian yang dilakukan. L. Jadwal Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari Bulan Februari 2013 sampai Bulan Mei 2013. Bulan No. Kegiatan Februari Maret April Mei 1. Perencanaan √ 2. Pelaksanaan penelitian √ √ 3. Pengumpulan data √ √ 4. Analisis data √ √ 5. Penyusunan laporan √ √
  • 24. M. Daftar Pustaka Abdurrahman, Mulyono. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Delphie, Bandi. (2009). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Klaten: PT Intan Sejati. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2009). Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Ifdlali. (2010). Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus). [online]. Tersedia: http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40- artikel/115-pendidikan-inklusi-pendidikan-terhadap-anak-berkebutuhan- khusus. [4 Januari 20123] Janah, Mufasihatun. (2011). Fleksibilitas Kurikulum Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar Sembilan Mutiara Bandung: Studi Kasus Pada Pembelajaran Tematik Kelas Satu Sekolah Dasar Sembilan Mutiara Bandung. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan. Rani. (2010). Pengertian Sekolah Inklusi Menurut Para Ahli. [online]. Tersedia: http://ranietak5110050.blogspot.com/2010/12/pengertian-sekolah-inklusi- menurut-para.html. [4 Januari 2013] Riduwan. (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Sekolah Inklusi. (2011). Konsep Sekolah Inklusi. [online]. Tersedia: http://www.bintangbangsaku.com/content/konsep-sekolah-inklusi. [4 Januari 2013]