1. TUGAS MATA KULIAH
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
TEKNOLOGI PENDIDIKAN, TEORI BELAJAR ,
DAN PRINSIP – PRINSIP PEMBELAJARAN
Dosen Pengampu : Prof.Dr.H.Soetarno J., MPd.
Disusun oleh :
Kelas A BKK PTN
Kelompok 1
Angggota :
1. Andika Yudha Tiyasa NIM K7412018
2. Danis Khyswari NIM K7412045
3. Jesica Khafidlo D NIM K7412102
4. Muh. Saifuddin M NIM K7412118
5. Novia Dani Pramusinto NIM K7412127
6. Sandy Kristiara NIM K7412157
PRODI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
2. KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur alhamdulillah atas berkat rahmat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Teknologi Pendidikan, Teori Belajar, dan
Prinsip – Prinsip Pembelajaran” dengan tepat waktu.
Sebagai tugas dalam memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pembelajaran,
penulis mengucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan serta dukungan dalam penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan berbagai kemudahan
dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Prof. Dr. H. Soetarno J.,MPd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Teknologi Pembelajaran sebagai pembimbing kelompok kami.
3. Teman-teman yang selalu memberikan semangat dan dukungan pada
kami.
Penulis menyadari akan segala kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
sehingga menjadikan perbaikan dan dorongan untuk menjadi lebih baik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan .
Surakarta, 17 September 2014
Penulis
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,
terutama bagi bangsa yang sedang berkembang. Dalam arti kata pembangunan
hanya dapat dilakukan oleh bangsa yang telah dipersiapkan untuk membangun
negaranya melalui pendidikan. Karena pada hakekatnya pendidikan merupakan
cermin peradaban suatu bangsa. Bangsa yang peradabannya tinggi ditandai
dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi bagi warga negaranya.
Pendidikan sebagai suatu ilmu teknologi tidak luput dari gejala
perkembangan jaman. Kalau semula orang tua yang bertindak sebagai pendidik
kemudian kita kenal profesi guru yang diberi tanggung jawab pendidik. Sekarang
ini secara konseptual maupun secara legal telah dikenal dan ditentukan sejumlah
keahlian khusus jabatan dan atau profesi yang termasuk dalam kategori tenaga
kependidikan.
Tingkat pendidikan yang tinggi bergantung pada mutu pendidikan yang
mana berkaitan erat dengan proses belajar mengajar. Dewasa ini para ahli
berusaha untuk meningkatkan proses belajar mengajar itu menjadi suatu ilmu atau
teknologi yang dapat dikenal dan dikuasai langkah-langkahnya. Disinilah peran
teknologi pendidikan sangat diperlukan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan teknologi pendidikan?
2. Apa yang dimaksud teori belajar?
3. Apa saja kah unsur – unsur dalam teori belajar?
4. Bagaimana prinsip – prinsip pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian teknologi pendidikan.
2. Mengetahui pengertian teori belajar.
3. Mengetahui unsur – unsur yang ada dalam teori belajar.
4. Mengetahui prinsip – prinsip pembelajaran.
4. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teknologi Pendidikan
Istilah “teknologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu technologis. Technie
berarti seni, keahlian atau sains dan logos yang berarti ilmu. Teknologi menurut
Gaibraith dapat diartikan sebagai penerapan sistematik dari pengetahuan ilmiah
atau terorganisasikan dalam hal-hal yang praktis.
Dalam teknologi pendidikan unsur intinya adalah “belajar” dan “sumber-sumber”
untuk keperluan belajar itu. Namun kedua unsur ini belum menjamin
adanya teknologi pendidikan. Masih diperlukannya unsur lain yaitu dipakainya
pendekatan “sistem” dan adanya “pengelolaan” atas seluruh kegiatan. Dengan
mengutamakan masalah “belajar” (dan bukan alatnya atau bahannya) maka dalam
teknologi pendidikan yang dijadikan titik perhatian utama adalah peserta didik
yang belajar. Bagaimana pendidik berusaha agar peserta didik berinteraksi dengan
sumber-sumber belajar,yang dikembangkan secara sistematik dan dikelola dengan
baik (Yusufhadi Miarso, 1984: 4).
Bila dirumuskan dalam satu kalimat, maka teknologi pendidikan dapat
didefinisikan sebagai suatu proses kompleks yang terintegrasi meliputi manusia,
prosedur,ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisa masalah yang
menyangkut semua aspek belajar, serta merancang, melaksanakan, menilai dan
mengelola pemecahan masalah itu (Educational Technology, Definitionand
Glossary of Terms, Vol.1, AECT, 1977 dalam Yusufhadi Miarso, 1984:4-5).
Dalam Yusufhadi Miarso, 1984 halaman 5, teknologi pendidkan dapat pula
dirumuskan sebagai suatu bidang, sebagai suatu bidang deskripsi unsur-unsurnya
adalah sebagai berikut :
1. Suatu bidang yang berkepentingan dengan kegiatan belajar manusia.
2. Kegiatan itu dilaksanakan secara sistematis.
3. Cara sistematis itu meliputi pengembangan, pengorganisasia
danpenggunaan segala macam sumber belajar.
4. Kepentingan itu juga meliputi pengelolaan dari proses kegiatan.
Definisi yang baru tentang teknologi pendidikan, dikemukakan oleh
Januszewski & Molenda (2008) dalam Sri Anitah (2009:3) , bahwa teknologi
pendidikan merupakan suatu studi dan praktis etis yang memfasilitasi belajar dan
meningkatkan kinerja dengan menciptakan, menggunakan, dan mengelola proses-proses
dan sumber-sumber teknologi yang sesuai. Dalam definisi tersebut kata
“memfasilitasi belajar” mengidentifikasi bahwa tujuan utama teknologi
pendidikan adalah membantu peserta didik belajar. Kata “memfasilitasi belajar”
dalam rangka menekankan pengertian bahwa belajar dikontrol dan dilaksanakan
sendiri oleh peserta didik. Guru dan perancang pembelajaran dapat mempengaruhi
belajar, tetapi pengaruh tersebut lebih menekankan memberikan fasilitas daripada
penyebab terjadinya belajar.
Teknologi itu sendiri tidak meningkatkan kemampuan belajar peserta didik.
Oleh karena itu dibutuhkan kondisi lain untuk menciptakan lingkungan belajar
yang dapat memfasilitasi proses belajar. Kondisi-kondisi itu antara lain, dukungan
pimpinan sekolah, guru yang menguasai teknologi untuk pembelajaran, standar
5. dan isi kurikulum, ketersediaan sarana dan prasarana, penilaian yang efektif, serta
peserta didik sebagai pebelajar yang aktif dan konstruktif (Sri Anitah, 2009:4).
B. Teori Belajar
Teori pembelajaran (instruction) di sebut sebagai teori preskriptif karena
berusaha untuk mempresisikan metode-metode mengajar, menciptakan kondisi
terbaik untuk membantu peserta didik menguasai pengetahuan dan kemampuan
baru.
1. Behaviorisme
Teori behaviorisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada
tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang
memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku mereka. Teori behaviorime merupakan teori yang
memacu kepada tingkah laku peserta didik sebagai akibat dari adanya
interaksi peserta didik atau pelajar antara stimulus dan respon. Menurut teori
ini yang terpenting adalah masukan atau input dan keluaran atau output
yang berupa respons.
Yaitu suatu aliran atau pandangan yang menekankan adanya
perubahan perilaku pada peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar
(Sri Anitah,2009:4).
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan
suatu hal yang penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
perilaku tersebut. Ada faktor lain yang dianggap penting dalam teori
behavioristik yaitu faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa
saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat.
Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun
akan tetap dikuatkan.
Ciri – ciri dari teori ini adalah sebagai berikut:
a. Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil
b. Bersifat mekanistis
c. Menekankan peranan lingkungan
d. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
e. Menekankan pentingnya latihan
f. Mementingkan mekanisme hasilbelajar
g. Mementingkan peranan kemampuan
h. Hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan
Teori-teori yang termasuk kedalam kelompok behaviorisme
diantaranya Pengkodisian Klasik (Pavlov), Koneksionisme (Thorndike),
Pengkondisian Operan (Skinner), Perilaku Sistematis (Clark Hull),
Pengkondisian Kontiguitas ( Guthrie)
a. Teori Pengkodisian Klasik
Pendekatan ini dikenalkan oleh Ivan Pavlov seorang psikolog
berkebangsaan Rusia. Eksperimen terkenal terhadap refleks dilakukan
di laboratorium Ivan Pavlov. Dalam percobaannya, Pavlov
6. membunyikan bel sebelum memperlihatkan makanan pada anjing.
Setelah diulang berkali-kali ternyata air liur tetap keluar bila bel
berbunyi meskipun makanannya tidak ada. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa individu dapat dikondisikan. Artinya
merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukkan suatu
perilaku atau respons terhadap sesuatu. Menurut kisahnya ,
menemukan bahwa reaksi tidak sengaja, keluarnya air liur dapat
dilatih untuk merespons suara yang tidak berhubungan dengan
makanan.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, berdasarkan teori Pavlov
tersebut yang diharapkan adalah adanya respon pada diri peserta didik
setelah melakukan proses belajar yang berupa pengalaman, baik
pengalaman negatif maupun pengalaman positif. Pendidik bisa dengan
membuat suasana dalam kelas lebih menyenangkan, memutar musik
ataupun tindakan lainnya yang bisa menstimulus rasa senang pada diri
peserta didik.
b. Teori Koneksionisme
Teori ini dikembangkan leh Edward L. Thorndike (1874-
1949),yaitu seorang psikolog paling terkenal di Amerika Serikat. Ia
menerapkan sebuah pendekatan eksperimental saat mengukur hasil
hasil yang dicapai oleh peserta didik. Thorndike menyatakan
pandangan bahwa pembelajaran yang paling fundamental adalah
pembentukan asosiasi-asosiasi (koneksi-koneksi) antara pengalaman-pengalaman
indrawi (persepsi terhadap stimulus atau peristiwa) dan
impuls-impuls saraf (respons-respons) yang memberikan
manifestasinya dalam bentuk perilaku (Dale H. Schunk, 2012:101). Ia
percaya bahwa pembelajaran sering terjadi melalui rangkaian
eksperimen trial and error (menyeleksi dan mengkoneksikan).
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respons. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang
terjadinya kegiatan belajar, seperti fikiran, perasaan, atau hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respons yaitu reaksi
yang dimunculkan oleh peserta didik ketika belajar,yang juga dapat
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Thorndike mengemukakan tiga hukum atau prinsip dalam
belajar yaitu :
1) Law of Readiness (hukum kesiapan). Menurut hukum ini,
hubungan antara stimulus dan respons akan mudah terbentuk
apabila ada kesiapan dalam diri individu, dan belajar akan
berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk
melakukan perbuatan tersebut.
2) Law of Exercise (hukum latihan). Hukum ini menjelaskan
kemungkinan kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan
respons. Hubungan atau koneksi antara kondisi dengan
tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan dan akan
7. menjadi lemah karena latihan tidak dilanjutkan atau
dihentikan.
3) Law of Effect (hukum akibat). Hukum ini menunjukkan
kepada kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan respons,
tergantung kepada akibat yang ditimbulkannya. Begitu pula
dengan belajar, belajar akan bersemangat apabila
mengetahui dan mendapatkan nilai atau hasil yang baik.
c. Teori Pengkondisian Operan
Teori ini di rumuskan oleh Skinner pada tahun 1904-1990. Ia
adalah tokoh yang paling banyak pengaruhnya dalam perkembangan
teori belajar, dengan munculnya program pembelajaran, seperti
Teaching machine, pembelajaran berprogram, dan sebagainya. Dalam
teorinya hubungan stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku.
Respon yang diberikan peserta didik tidak sederhana, sebab stimulus
akan saling berinteraksi. Konsep yang paling populer dari teori
pengkondisian operan ialah konsep penguatan (reinforcement).
Shultz mengatakan bahwa penguatan (reinforcement) adalah
semua stimulus atau peristiwa yang mengikuti sebuah respons yang
membuat respons menguat. Penguat ditentukan berdasarkan efek-efeknya,
yang tidak tergantung pada proses-proses mental seperti
ikiran sadar, kehendak, atau target (Dale H. Schunk, 2012:124).
Penguatan positif adalah memberikan sebuah stimulus atau
menambahkan sesuatu pada sebuah situasi yang mengikuti sebuah
respons yang meningkatkan kemungkinan munculnya tespons di masa
mendatang dalam situasi tersebut. Penguatan negatif adalah
menghilangkan stimulus atau mengambil dari sebuah situasi setelah
terjadinya sebuah respons yang dapat meningkatkan kemungkinan-kemungkinan
terjadinya respons tersebut di masa mendatang (Dale H.
Schunk, 2012:125).
d. Teori Perilaku Sistematis
Konsep utama dari teori Hull adalah kebiasaan, yang
disimpulkan dari berbagai penelitian tentang kebiasaan dan respons
terkondisi yang dilakukan Hull melalui percobaan terhadap binatang.
Perilaku yang kompleks, menurut Hull, diasumsikan berasal dari hasil
belajar terhadap bentuk-bentuk perilaku yang sederhana. Dalnm upaya
mematangkan teorinya, Hull juga menggunakan dalil sebab-akibat
dari Thorndike lalu menggabungkannya dengan hasil temuannya.
Pada dasarnya dalam teorinya, Hull menyatakan bahwa interaksi
antara stimulus dan respons tidaklah sederhana sebagaimana adanya.
Menurut Hull, ada proses lain dalam diri seseorang (atau organisme)
yang mempengaruhi interaksi antara stimulus dan respons. Proses
tersebut disebut oleh Hull sebagai variabel "intervening" (yang
berpengaruh).
Proses belajar menurut Hull merupakan upaya menumbuhkan
kebiasaan melalui serangkaian percobaan. Untuk dapat memperoleh
8. kebiasaan diperlukan adanya penguatan dalam proses percobaan.
Namun, Hull juga menyatakah bahwa penguatan bukan satu-satunya
faktor yang menentukan dalam pengembangan kebiasaan, karena
pengembangan kebiasaan lebih utama dipengaruhi oleh banyaknya
percobaan yang dilakukan. Di samping itu, proses belajar juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor lain (non-learning factors) yang
berinteraksi langsung terhadap reaksi potensial yang timbul.
e. Pengkondisian Kontiguitas
Tokoh lainnya yang mengemukakan sebuah perspktif behavioral
untuk pembelajaran adalah Edwin R. Guthrie (1886-1959). Perilaku-perilaku
dalam pembelajaran menurutnya adalah tindakan dan
gerakan.
Guthrie menyatakan pembelajaran kontiguitas bermakna bahwa
sebuah perilaku dalam sebuah situasi akan diulang ketika situasi
tersebut muncul kembali. Stimulus tidak harus berhubungan dengan
kebutuhan atau pemenuhan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh
Clark Hull. Guthrie menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan
respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan
stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih
tetap.
2. Kognitivisme
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan.
Menurut teori ini, belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan
aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses
interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan
dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai
sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Teori ini memfokuskan perubahan perilaku yang sangat berbeda
dengan perilaku pada behaviorisme. Kognitivisme mendeskripsikan
perubahan dalam belajar, berpikir, dan penalaran.
Ciri – ciri dari aliran kognitivisme adalah sebagai berikut:
a. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c. Mementingkn peranan kognitif
d. Mementingkan kondisi waktu sekarang
e. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Menurut Piaget, belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta
9. didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Ada empat faktor yang menentukan perkembangan kognitif, yaitu:
a. Kematangan. Perkembangan disebabkan faktor-faktor
pembawaan, diartikan sebagai potensi kita untuk perkembangan
kognitif.
b. Pengalaman aktif. Memanipulasi objek atau mental (berpikir),
menyebabkan kita mengembangkan dan menyaring kembali
pengertian kita.
c. Interksi sosial. Dengan sesama teman, memungkinkan kita
berbagi id dan memperoleh pengetahuan baru.
d. Equilibrasi. Suatu proses untuk mencari keseimbangan
sehubungan dengan adanya konflik antara skemata yang sudah
ada dengan fakta baru.
Tahap – tahap perkembangan peserta kognitif Piaget (Sri
Anitah,2009:9) adalah sebagai berikut
a. Tahap sensorimotor (1,5 – 2 tahun), selama proses ini anak
menggali lingkungannya,melihat, mendengar, menyentuh,
membau objek objek yang ada di sekelilingnya.
b. Tahap praoperasional (umur 2 – 6 atau 7 tahun), pada tahap ini
anak menjadi lebih baik dalam penggunaan bahasa.
c. Tahap operasional konkrit ( umur 6 atau 7 tahun – umur 11 atau
12 tahun), anak mulai menggunakan bentuk logika orang
dewasa, namun logika itu hanya diaplikasikannya hanya pada
situasi yang konkrit.
d. Tahap operasional formal (umur 14 tahun ke atas), anak sudah
bisa mengaplikasikan logika ke dalam situasi abstrak atau
hipotesis.
Teori Perkembangan Kognitif Bruner
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif
manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif
seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa
yang biasanya digunakan.
Tahap – tahap berpikir menurut Bruner:
a. Enaktif. Anak kecil berada pada tahap enaktif dan menguasai
pengetahuan secar aktif dengan melakukan kegiatan – kegiatan.
Anak – anak perlu mendapatkan kebebasan untuk melakukan
kegiatan langsung dengan berbagai objek.
b. Ikonik. Anak belajar melalui stimuli visual seperti gambar.
Anak – anak pada tahap ini menyandarkan pada representasi
visual untuk membantu belajar.
c. Simbolik. Pada tahap ini anak dapat memahami simbol – simbol
termasuk kata- kata, matematika, dan catatan –catatan ilmiah.
3. Konstruktivisme
10. Ada beberapa pendapat mengenai definisi konstruktivisme yang
dikemukan beberapa ahli, namun pada intinya teori belajar kontruktivisme
merupakan teori belajar yang menuntut siswa mengkonstruksi kegiatan
belajar dan mentransformasikan informasi kompleks untuk membangun
pengetahuan secara mandiri.
Jika behaviorisme menganggap bahwa belajar adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati dan diukur, maka konstruktivisme
menempatkan posisi peserta didik untuk membangun pengetahuannya
secara aktif. Konstruktivisme mengatakan bahwa belajar adalah
menginternalisasi dan membentuk kembali atau mentransformasi
pengetahuan baru. Konstruktivisme juga lebih memperhatikan bagaimana
manusia membentuk pengetahuan dari pengalaman-pengalamannya,
struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan
objek-objek serta peristiwa-peristiwa (Duffy & Jonassen, 1993).
Dalam konstruktivisme, struktur kognitif yang terbentuk adalah unik
untuk setiap individu. Peserta didik harus berusaha melihat isu dari sudut
pandang yang berbeda. Dan guru harus menjadi konstruktivis di dalam
kelas, menyiapkan lingkungan belajar dimana peserta didik membentuk
makna, mengapresiasi ketentuan, dan belajar bertanggungjawab.
Konstruktivisme tidak hanya memberi gambaran secara tepat
bagaimana peserta didik belajar, tetapi juga menyajikan alat yang kuat untuk
menyelesaikan satu dari pemecahan masalah yang paling sulit di sekolah
saat ini, yaitu kebosanan.
Brooks & brooks mengemukakan lima prinsip pendidikan
konstruktivis, yaitu :
1. Memunculkan masalah yang relevan pada peserta didik
2. Menstrukturkan belajar sekitar “ide besar” atau konsep-konsep
utama
3. Menilai sudut pandang peserta didik
4. Penyesuaian kurikulum untuk memunculkan perkiraan peserta
didik
5. Menilai kegiatan belajar peserta didik dalam konteks
pembelajaran
Mengkonstruksi pengertian
Pendapat yang mengatakan bahwa manusia manusia belajar dengan
membangun pengertian baru dari hubungan dan fenomena di kehidupan
dunia, membuat penerimaan struktur pelajaran sekarang menjadi sulit.
Pendidik harus mengajak peserta didik untuk memperkaya pengalaman
tentang dunia ini, memberi kebebasan untuk bertanya dengan pertanyaan
sendiri, mencari jawabannya sendiri dan menantangnya untuk memahami
kompleksitas dunia.
Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran
Pendekatan konstruktivisme mementingkan pengembangan
lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dari
11. prespektif ganda. Untuk maksud tersebut, guru perlu melalukan hal-hal
berikut:
1. Menyajikan masalah-masalah aktual kepada siswa dalam
konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
2. Pembelajaran distruktur di sekitar konsep-konsep primer
3. Memberi dorongan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan
sendiri
4. Memberikan siswa untuk menemukan jawaban dari pertanyaan
sendiri
5. Memberanikan siswa mengemukakan pandapat dan menghargai
sudut pandangnya
6. Menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok
7. Menilai proses dan hasil belajar siswa dalam konteks
pembelajaran.
Sedangkan menurut Suprijono (2011:40), pembelajaran
konstruktivisme merupakan belajar artikulasi, yaitu proses
mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi. Implikasi konstruktivisme dalam
pembelajaran terbagi menjadi beberapa fase, yaitu :
1. Orientasi, merupakan fase untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik, memerhatikan dan mengembangkan
motivasi terhadap topic materi pembelajaran
2. Elicitasi, merupakan fase membantu peserta didikmeggali ide-ide
yang dimilikinya dengan member kesempatan kepada
peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan
pengetahuan dasar atau ide mereka.
3. Restruksi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi
ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang
lain
4. Aplikasi ide, dalam fase ini, idea tau pengetahuan yang telah
dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam
situasi yang dihadapi.
5. Review, dalam fase ini memungkinkan peserta didik
mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi
sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah suatu
keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih
lengkap.
Kelebihan dan Kelemahan Konstruktivisme
Kelebihan teori konstruktivisme menurut Cahyo (2013) yaitu :
1. Guru bukan satu-satunya sumber belajar
2. Siswa lebih aktif dan kreatif
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna
4. Pembelajar memiliki kebebasan
5. Membina sikap produktif dan percaya diri
6. Proses evaluasi difokuskan pada penilaian proses
7. Siswa menjadi lebih mudah paham.
12. Kelemahan teori konstruktivisme:
1. Perolehan informasi berlangsung satu arah
2. Siswa dituntut harus aktif
3. Guru tidak mentransfer pemgetahuan yang telah dimiliki,
melainkan membantu siswa.
4. Pengolahan Informasi
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang
menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali
pengetahuan dari otak (Slavin, 2000). Teori ini menjelaskan bagaimana
seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar
tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak
melalui beberapa indera.
Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi
yang masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan
menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam
waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu
proses terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka
dengan cepat informasi itu akan hilang.
Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting
dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu
informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan
waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat
masuk ke dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).
Model Linier pemrosesan informasi
Disebut model linier karena kemajuan-kemajuan informasi melalui sistem
sepanjang garis lurus yang berlangsung.
Sensory Register
Manusia mengambil informasi melalui penglihatan, pendengaran,
pembauan, merasakan dan sentuhan. Menurut teori pemrosesan informasi,
informasi pertama yang diambil mencapai sensory register. Ingatannya
sangat singkat ketika suatu gambaran setiap pengalaman sensory
ditempatkan, yaitu hanya selama satu detik. Jika tidak segera digunakan,
informasi akan hilang selamanya dari sensory register.
Short term memory
Sekali informasi diidentifikasi dan diikuti, maka akan diteruskan ke
struktur berikutnya, yaitu ingatan jangka pendek (short term memory atau
STM). STM memiliki kapasitas yang terbataskarena waktu dan keterbatasan
ukuran. Informasi dalam STM berakhir hanya dalam waktu dua detik sejak
seseorang melakukan sesuatu.
13. Long term memory
Bentuk struktural yang menyimpan ingatan secara permanen disebut
ingatan jangka panjang (long term memory atau LTM). Melakui latihan atau
ulangan, informasi yang disimpan dalam LTM muncul dalam periode yang
tidak menentu. Informasi di LTM mungkin sulit untuk dipanggil kembali,
alasannya karena informasi tersebut mulanya kurang baik disimpan.
Penerapan Teori Belajar Pemrosesan Informasi dalam Desain Pesan
Pembelajaran
Teori belajar pemrosesan informasi termasuk dalam lingkup teori
kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang
tidak dapat diamati secara langsung dan kemampuannya berubah pada
situasi tertentu. Desain pesan pembelajaran perlu adanya media untuk
menyajikan informasi. Kemampuan sensorik mengacu pada jalur
pemrosesan informasi yang dipakai untuk memproses informasi yang
diperoleh, seperti proses penerimaan informasi visual atau auditorial.
Misalnya media audiovisual yang digunakan untuk menyampaikan
materi dirancang sebaik mungkin agar lebih mudah dipahami oleh
penerima informasi. Sebenarnya istilah desain pesan mengacu pada proses
manipulasi, atau rencana manipulasi dari sebuah pola tanda
yang memungkinkan untuk mengkondisi pemerolehan informasi. Jadi,
dalam penyampaian informasi lewat multimedia instruksional baru
akan bermakna jika informasi yang diterima diseleksi pada setiap
penyimpanan, diorganisasikan ke dalam representasi yang berhubungan,
serta dikoneksikan dalam tiap penyimpanan.
Tujuh rumpun model pemrosesan informasi :
1. Model berfikir induktif, dirancang untuk pengembangan proses
mental induktif dan penalaran akademik, atau pembentukan
teori.
2. Model latihan inkuiri, dirancang untuk menghadapi penalaran
kausal dan untuk lebih fasih dan tepat dalam mengajukan
pertanyaan, membentuk konsep dan hipotesis.
3. Inkuiri ilmiah, dirancang untuk mengajar sistem penelitian dari
suatu disiplin tetapi juga diharapkan untuk mempunyai efek
dalam kawasan-kawasan lain.
4. Pencapaian konsep, dirancang untuk mengembangkan penalaran
induktif, juga untuk perkembangan dan analisis konsep.
5. Model penata lanjutan, dirancang untuk meningkatkan efisiensi
kemampuan pemrosesan informasi untuk menyerap dan
mengaitkan bidang-bidang pengetahuan.
6. Memori, dirancang untuk meningkatkan kemampuan mengingat.
7. Sinektik, dirancang untuk perkembangan pribadi dalam
kreativitas dan pemecahan masalah kreatif
14. Kelebihan dan Kekurangan Pemrosesan Informasi
Kelebihan Pemrosesan Informasi
· Membantu terjadinya proses pembelajaran sehungga individu
mampu beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah
· Menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan cara
berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
· Kapasilitas belajar dapat disajikan secara lengkap
· Prinsip perbedaan individual terlayani.
Kekurangan Pemrosesan Informasi
· Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
· Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung
· Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informsi yang
telah disimpan dalam ingatan
· Kemampuan otak tiap individu tidak sama.
C. Prinsip – Prinsip Pembelajaran
Teknologi pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang di tarik
dari teori psikologi terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam bidang
pembelajaran. Prinsip-prinsip yang di gunakan dalam pengembangan
pembelajaran dikelompokan kedalam dua belas macam yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip pertama
Respon-respon baru di ulang sebagai akibat dari respon tersebut. Bila
hasil respon positif maka respon tersebut akan memperkuat respon
berikutnya, sehingga peserta didik cenderung mengulang. Sebaliknya,
respon yang negatif, peserta didik akan berusaha menghindari.
Implikasi dalam pembelajaran:
a. Perlu pemberian balikan dengan segera atas keberhasilan respon
b. Peserta didik harus membuat respon, tidak duduk berdiam diri
2. Prinsip kedua
Perilaku peserta didik tidak hanya di kontrol akibat respon tetapi juga
pengaruh kondisi atau tanda-tanda yang terdapat dilingkungan peserta didik.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah menyatakan tujuan
pembelajaran secara jelas kepada peserta didik sebelum pembelajaran
dimulai, agar peserta didik belajar giat.
3. Prinsip ketiga
Perilaku yang di timbulkan oleh tanda-tanda akan hilang atau
berkurang frekuensinya bila tidak di perkuat dengan akibat yang
menyenangkan.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah pemberian materi
yang berguna dalam kehidupan, dan pemberian umpan balik yang
menyenangkan atau penghargaan atas keberhasilan.
4. Prinsip keempat
15. Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang terbatas
akan di transfer pada situasi lain secara terbatas pula.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah pemberian kegiatan
belajar yang melibatkan tanda-tanda atau kondisi yang mirip dengan
kondisi dunia nyata, yaitu lingkungan hidup peserta didik di luar ruangan
kelas.
5. Prinsip kelima
Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk
belajar sesuatu yang kompleks seperti pemecahan masalah.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran, perlu menggunakan
berbagai contoh baik positif maupun negatif.
6. Prinsip keenam
Status mental peserta didik untuk mengahadapi pelajaran akan
mempengaruhi perhatian dan ketekunan selama proses belajar.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah pentingnya merarik
perhatian peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran.
7. Prinsip ketujuh
Kegiatan yang di bagi kedalam langkah-langkah kecil dan disertai
umpan balik untuk penyelesaian tiap langkah, akan membantu sebagian
besar peserta didik.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah:
a. Penggunaan buku teks terprogram
b. Guru menganalisis pengalaman belajar menjadi kegiatan kecil
dan setiap kegiatan kecil tersebut disertai umpan balik terhadap
hasilnya
8. Prinsip kedelapan
Kebutuhan memecah materi pelajaran yang kompleks menjadi
kegiatan-kegiatan yang kecil akan dapat di kurangi bila materi belajar yang
kompleks dapat di wujudkan dalam suatu modul.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah penggunaan media
dan metode pembelajaran yang dapat menggaambarkan materi yang
kompleks kepada peserta didik.
9. Prinsip kesembilan
Keterampilan tingkat tinggi seperti keterampilan memecahkan
masalah adalah perilaku yang kompleks, yang terbentuk dari komposisi
keterampilan dasar yang lebih sederhana.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah:
a. Tujuan pembelajaran harus di rumuskan dalam bentuk hasil
belajar yang operasional agar dapat di analisis menjadi
indikator-indikator yang jelas.
b. Demosntrasi atau model yang di gunakan harus di desain sejalan
dengan hasil analisis agar dapat menggambarkan secara jelas
komponen-komponen yang termasuk dalam perilaku kompleks
tersebut.
10. Prinsip kesepuluh
16. Belajar cenderung menjadi cepat dan efisien serta menyenangkan bila
peserta didik di beri informasi bahwa ia lebih mampu dalam keterampilan
memecahkan masalah.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah:
a. Urutan pembelajaran di mulai dari yang sederhana, secara
bertahap menuju ke hal-hal yang lebih kompleks.
b. Kemajuan peserta didik dalam menyelesaikan pelajaran harus di
informasikan kepadanya.
11. Prinsip kesebelas
Perkembangan dan kecepatan belajar peserta didik bervariasi, ada
yang maju lebih cepat dan ada yang lebih laambat.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah:
a. Pentingnya penguasaan peserta didik dalam materi pelajaran
prasyarat sebelum mempelajari materi pelajaran selanjutnya.
12. Prinsip keduabelas
Dengan persiapan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan
mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan
balik bagi dirinya untuk membuat respon yang benar.
Implikasi prinsip ini dalam pembelajaran adalah pemberian
kemungkinan kepada peserta didik untuk memilih waktu, cara, dan sumber-sumber
lain di samping yang telah di tetapkan dalam sistem pembelajaran
agar dapat membuat dirinya mencapai tujuan pembelajaran.
17. BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Teknologi pendidikan adalah suatu proses kompleks yang terintegrasi
meliputi manusia, prosedur,ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisa
masalah yang menyangkut semua aspek belajar, serta merancang, melaksanakan,
menilai dan mengelola pemecahan masalah itu.
Teori pembelajaran (instruction) di sebut sebagai teori preskriptif karena
berusaha untuk mempresisikan metode-metode mengajar, menciptakan kondisi
terbaik untuk membantu peserta didik menguasai pengetahuan dan kemampuan
baru.
Unsur – unsur yang ada dalam komponen belajar yaitu:
1. Behaviourisme, diharapkan ada perubahan perilaku peserta didik yang
dapat diamati.
2. Kognitivisme, apa yang diajarkan pada peserta didik itulah yang
penting. Apa yangdipelajari tidaklah semuanya berwujud.
3. Kontruktivisme, peserta didik perlu diajak untuk membangun
pengetahuan sendiri dari informasi yang dimilikinya.
4. Pemrosesan Informasi, bagaimana peserta didik memproses infomasi
yang diterimanya.
Prinsip – prinsip pembelajara terdiri dari 12 prinsip dimana prinsip ini
digunakan untuk pengembangan pembelajaran peserta didik.
B. Saran
Sebagai ilmuan pada umumnya dan pendidik pada khususnya harus
memahami teori belajar dan prinsip – prinsip belajar. Dengan kedua hal tersebut,
diharapkan pendidik dapat menentukan teknologi pembelajaran yang tetap untuk
diterapkan pada peserta didik. Demikian makalah ini kami buat berdasarkan buku
pedoman, dan apabila dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
18. DAFTAR PUSTAKA
Anitah, Sri. 2009. Teknologi Pembelajaran. Surakarta : Yuma Pustaka.
Yusufhadi Miarso, dkk . 1984. Teknologi Kumunikasi Pendidikan. Jakarta :
Pustekkom Dikbud & CV Rajawali.
Dale H. Schunk. 2012. Teori-Teori Pembelajaran Perspektif Pendidikan.
Terjemahan. Yogya : Pustaka Pelajar.
Smaldino, Sharon E dkk. 2005. Instructional Technology and Media For
Learning 8th Edition. New Jersey: Courier KendallVille
Sururi, Febrian. 2011. Teori Belajar Behavioristik.
http://www.slideshare.net/FebrianSururi/teori-belajar-behavioristik-
18582411 (Diunduh tanggal 17 September 2014 Pukul 16.15 WIB.)
Winaya, Kadek. 2014. Pengkondisian Klasik dan Koneksionisme.
http://ikadekwinaya.blogspot.com/2014/01/pengkondisian-klasik-dan-koneksionisme
(Diunduh tanggal 17 September 2014 Pukul 16.43 WIB)
Indri. 2014. Teori Belajar Konstruktivisme Dan Implikasi Terhadap
Pembelajaran. http://indrierb.blogspot.com/2014/01/teori-belajar-konstruktivisme-
dan.html (Diunduh tanggal 17 September 2014 Pukul 17.05
WIB)
Rini. 2014. Teori Pemrosesan Informasi dalam Pembelajaran.
http://rini0594.blogspot.com/2014/03/teori-pemrosesan-informasi-dalam.
html (Diunduh tanggal 17 September 2014 Pukul 17.15 WIB)