2. ARBITRASE ( UU NO. 30 TAHUN 1999)
Pengertian
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum berdasarkan
perjanjian arbitrasi yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Istilah arbitrase berasal dari kata arbitrare (Latin), arbitrage (Belanda/Perancis), arbitration
(Inggris) dan shiedspruch (Jerman), yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan
sesuatu menurut kebijaksanaan atau perdamaian melalui arbiter atau wasit
Para pihak dalam hal ini adalah subjek hukum baik secara hukum perdata maupun hukum
publik
3. Pengertian Arbitrase Menurut Para Ahli
Frank Elkoury dan Edna Elkoury dalam bukunya “How Arbitration Works” menyatakan
bahwa arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau sederhana yang dipilih oleh para
pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh para pihak secara
sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan
pilihan mereka di mana keputusan mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut.
Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan
mengikat.
Gary Goodpaster, mengemukakan sebagai berikut :
“Arbitration is the private adjudication of disputes parties, anticipating possible disputes or experiencing an actual
dispute, agree to submit their dispute to a decision maker they in some fashion select
4. Pengertian Arbitrase Menurut Para Ahli
Subekti, menyebutkan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seseorang hakim atau para hakim
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada
atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para
hakim yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.
M.N. Purwosutjipto menyatakan bahwa Perwasitan adalah suatu
peradilan perdamaian di mana para pihak bersepakat agar
perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka
kuasai sepenuhnya, diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak
memihak, yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya
mengikat bagi kedua belah pihak.
5. Berdasarkan Pasal 1 butir 10 UU No.30 Tahun
1999
Alternatif penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak yakni penyelesian di luar pengadilan dengan
cara negosiasi, konsultasi, mediasi, konsultasi atau
penilaian ahli
6. Asas-Asas Arbitrase
Asas final dan binding
Dalam suatu putusan arbitrase, putusan bersifat final dan mengikat artinya dalam
putusan arbitrase tidak dapat dilakukan dengan upaya hukum lain seperti banding
atau kasasi.
Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau
perjanjian arbitrase
7. Kelebihan Arbitrase
Sengketa para pihak dijamin kerahasiannya
Sifatnya menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa dan dapat dikatakan ditujukan pada posisi “win-win”
dan buka kepada ada yang biasa terjadi di pengadilan yang mempertaruhkan “win-loose” dan banyak terjadi “jual
beli hukum”
Para pihak dapat memilih arbiter yang mempunyai pengalaman , pengetahuan, latar belakang, jujur dan adil
Para pihak dapat menentukan pilihan hukum, proses serta tempat penyelenggaraan
Putusan arbiter mengikat, prosedurnya sederhana dan langsung dilaksanakan
Tidak terbuka upaya banding, kasasi atau peninjauan kembali
8. Kekurangan Arbitrase
a. APS belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis sendiri.
Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan dan kiprah dari lembaga-lembaga seperti BANI, BAMUI dan P3BI.
b. Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai sehingga enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga APS.
Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui lembaga-lembaga APS yang ada.
c. Lembaga APS tidak mempunyai kewenangan melakukan eksekusi putusannya. Meskipun keputusannya bersifat mengikat, tetapi untuk
melaksanakannya harus melalui “fiat eksekusi” pengadilan. Jadi wibawa lembaga arbitrase kalah dengan wibawa pengadilan.
9. a. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam APS, sehingga mereka
seringkali mengingkari dengan berbagai cara, baik dengan cara mengulur waktu, perlawanan, gugatan pembatalan,
dan sebagainya.
b. Kurangnya kesediaan para pihak yang bersengketa untuk melepaskan sebagian hak-haknya. Budaya litigasi yang
sudah tertanam, membuat para pihak berpikir win-lose solution, dan bukan win–win solution sebagaimana yang
dikehendaki oleh APS.
c. Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu mekanisme extra judicial, APS hanya dapat bertumpu di
atas etika bisnis, seperti kejujuran dan kewajaran.
10. Sengketa dalam Arbitrase
Sengeketa dalam arbitrase adalah sengketa di bidang perdagangan dan
mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Adapun sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah
sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat
dilakukan upaya perdamaian (contoh: hukum keluarga, pailit dan
penyelesaian susunan pengurus dan permodalan dalam perseroan)
11. Pembatalan Keputusan Arbitrase dapat
terjadi karena:
Surat/dokumen yang diajukan diakui palsu/dinyatakan palsu
Setelah keutusan, ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disengaja
disembunyikan lawan
Putusan diambil karena tipu muslihat oleh salah satu pihak
Pembatalan diajukan ke Pengadilan Negeri, MA (banding)
12. Syarat menjadi
Arbiter
Cakap hukum
Umur minimal 35 tahun
Tidak mempunyai hubungan darah dengan
para pihak
Tidak mempunyai kepentingan
finansial/lainnya
Pengalaman minimal 15 tahun
Yang tidak dapat
menjadi arbiter
Hakim
Jaksa
Panitera
Pejabat Pengadilan
13. Syarat Adanya Pilihan
Arbitrase
Pada saat dibuat perjanjian (Pactum de
compromitendo)
Setelah timbul sengketa (akta kompromi)
Arbiter dapat dipilih
oleh:
Para pihak
Ditunjuk oleh PN, atau
Lembaga Arbitrase
BANI: Badan Arbitrase Nasional Indonesia
14. Arbitrase Nasional
Berdasarkan asas timbal balik(asas resiprositas) putusan-putusan arbitrase
asing yang melibatkan perusahaan asing dapat dilaksanakan di Indonesia,
demikian pula putusan arbitrase Indonesia yang melibatkan perusahaan asing
akan dapat dilaksanakan di luar negeri.
Adapun mengenai putusan arbitrase internasional dan ketentuan–ketentuan
tentang pelaksanaan (eksekusi) putusan Arbitrase Asing (Internasional) di
Indonesia terdapat dalam Undang–Undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Aturannya terdapat dalam Bab
VI Pasal 65 sampai dengan pasal 69. Ketentuan–ketentuan tersebut pada
dasarnya sejalan dengan ketentuan tentang pengakuan dan pelaksanaan
putusan arbitrase asing (internasional) seperti yang diatur dalam Konvensi New
York 1958.
15. Arbitrase Asing
Pasal 65 UU No. 30 Tahun 1999 menetapkan bahwa yang berwenang
menangani masalah pengakuan dari pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di
wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat–syarat sebagai
berikut:
a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase
di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik
secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan
Putusan Arbitrase Internasional.
b. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a
terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum perdagangan.
16. c.Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a
hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak
bertentangan dengan ketertiban umum.
d.Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah
memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
e.Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a
yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak
dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur
dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
17. Perjanjian Arbitrase - BANI
Klausula arbitrase dalam kontrak (disepakati sebelum sengketa terjadi)
Submission clause (dibuat setelah sengketa terjadi)
Perjanjian Arbitrase
1. Ad Hoc versus instutional
2. Lex Arbitri/ Rules of Procedure
3. Pilihan Hukum (Choice of Law)
Kesepakatan dalam perjanjian
1. Pilihan Hukum
2. Pilihan Forum
18. Contoh klausula Arbitrase BANI
BANI
Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan perundang-undangan
administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrasae BANI, yang keputusan
mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan dalam tingkat
pertama dan terakhir
19. Contoh klausula Arbitrase ICC
All dispute arising in connection with the present contract shall be finally settled
under the Rules of Concilliation and Arbitration of the International Chamber of
Commerce by one more arbitrators appointed in accordance with the said Rules
20. Contoh klausula Arbitrase SIAC
Any dispute arising out of or in connection with this contract, including any
question regarding its existence, validity or termination, shall be reffered to and
finally resolved by arbitration in (Singapore) in accordance with the Arbitration
Rules of Singapore International Arbitration Centre (SIAC Rules) for the timing
being in force which rules are deemed to be incorporated by reference to this
clause