2. LANDASAN HUKUM
UUD 1945
Pasal 28B ayat 2: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh & berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan & diskriminasi.
Pasal 28 H ayat 1:Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir & batin, bertempat tinggal & mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan
UU Perlindungan Anak No.35 Tahun 2014
“Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak - haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
•Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dg ketentuan utk mencegah terjadinya penyakit yg dapat dihindari melalui imunisasi
•Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak
UU Pemerintahan Daerah No. 23 Tahun 2014
“Pemerintah Daerah harus memperioritaskan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dengan berpedoman pada
Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”
Hukum Pemberian Imunisasi di Indonesia :
WAJIB
3. PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN
IMUNISASI
• Difteri adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
• Imunisasi adalah cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi termasuk difteri
• Program imunisasi sudah dilaksanakan di Indonesia sejak lebih dari 60
tahunun yang lalu, termasuk imunisasi difteri
• Saat ini imunisasi yang diberikan dimaksudkan untuk mencegah 10 penyakit :
Difteri, Tetanus, Pertusis, Polio, Campak, Tuberkulosis, Hepatitis B,
Meningitis, Pneumonia, dan Rubella.
• Program imunisasi telah berhasil menurunkan angka kesakitan, kematian
dan kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
4. Tujuan Penyelenggaraan Imunisasi
Menurunkan kesakitan, kecacatan & kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi
dengan menggunakan vaksin
Tuberculosis Difteri Pertusis Tetanus
Human Papiloma
Virus
Campak Hepatitis BPolio
Hemophillus
Influenzae type B
RubellaPneumonia
DENGUE
Japanese
Ensefalitis
Diare Rotavirus
6. Penyakit Difteri
• Penyakit infeksi akut, sangat menular disebabkan
oleh Corynebacterium diphtheria
• Gejala dan tanda :
1. Nyeri menelan, Malaise, demam ringan, badan
lemas
2. Selaput putih keabuan (pseudomembran)
3. Bengkak pada leher leher Bullneck
• Cara Penularan :
melalui percikan (batuk, bersin, berbicara) saat kontak
6
7. Epidemiologi
Tersebar luas di seluruh dunia
Sekarang morbiditas
Dapat terjadi outbreak :
cakupan imunisasi
kualitas dan ketersediaan vaksin
Pengetahuan masyarakat kurang
17. Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL), Indonesia 2016
Belum Lapor
Cakupan <80%
Cakupan 80% - <91,5%
18. Kecenderungan Imunisasi Dasar Lengkap
Pada Anak Umur 12-23 Bulan,
Tahun 2007, 2010, dan 2013 (Riskesdas 2013)
Trend cakupan imunisasi lengkap secara nasional
mengalami peningkatan, namun masih terdapat
anak-anak yang sama sekali belum mendapatkan
imunisasi, dimana selama beberapa tahun
persentase nya fluktuatif
19. Situasi Imunisasi Indonesia
Dibandingkan dengan Negara Berkembang Lainnya
Jumlah Anak yang Belum Lengkap atau
Tidak Mendapat Imunisasi
di Beberapa Negara Berkembang,
Berdasarkan Cakupan Imunisasi DPT3
20. STRATEGI
1. Peningkatan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata serta terjangkau :
Sweeping dan Drop-out Follow Up (DOFU)
Backlog Fighting (BLF)
Crash Program
1. Peningkatan kualitas pelayanan imunisasi melalui :
Petugas yang kompeten
Peralatan & logistik yang memenuhi standar
1. Komitmen Bersama Pimpinan daerah terutama terkait pembiayaan imunisasi
2. Penggerakan Masyarakat untuk Mau dan Mampu menjangkau pelayanan imunisasi
Pemberdayaan organisasi kemasyarakatan, Organisasi Profesi & Lintas Sektor-Lintas Program
21. Per 2 Februari 2017
Secara nasional, cakupan imunisasi
sudah mencapai target yang ditetapkan
NAMUN…….
DISPARITAS MASIH ADA !!!!!
22. Apa Dampak yang TerjadiApa Dampak yang Terjadi
dengan Situasi Ini?dengan Situasi Ini?
Akumulasi
Kelompok
Populasi
Rentan
Kejadian Luar
Biasa (KLB)
PD3I
Dampak Sosio-
Ekonomi yang
besar
(high economic
loss)
Generasi
Penerus Bangsa
yang hilang
atau tidak
berkualitas
23. KLB DIFTERI
• Suatu wilayah dinyatakan KLB Difteri jika ditemukan 1 (satu)
kasus difteri klinis yaitu orang dengan gejala Laringitis,
Nasofaringitis atau Tonsilitis ditambah pseudomembran putih
keabuan yang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring,
laring dan tonsil dan dilaporkan dalam 24 jam
• Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi atau Menteri dapat menetapkan daerah
dalam keadaan KLB apabila suatu daerah memenuhi salah
satu kriteria KLB (Permenkes 1501 Tahun 2010 tantang Jenis
Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan)
24. KASUS DIFTERI TAHUN 2017
• Jumlah kasus 1 Januari – 4 November 2017 : 591
kasus
dengan 32 kematian (5,4%)
• Dilaporkan dari 95 kabupaten/kota di 27 provinsi
• Jumlah kasus terbanyak pada usia 5 -9 tahun,
namun
demikian juga cukup banyak pada kelompok umur
lainnya.
25. Faktor resiko
• Akumulasi Kelompok Rentan Yang Tidak Mendapat
Imunisasi Berdasarkan cakupan imunisasi difteri dalam 10 tahun terakhir, tren
cakupan imunisasi difteri nasional pada bayi walaupun selalu mencapai target >95%,
namun masih terdapat populasi bayi yang tidak mendapat imunisasi.
• Kepadatan Penduduk
Kepadatan rumah yang lebih dari lima penghuni meningkatkan resiko terjadinya
penularan. Kejadian KLB difteri sering terjadi pada daerah dengan kepadatan
penduduk tinggi.
• Mobilisasi Penduduk
Hampir diseluruh wilayah KLB difteri mobilitas penduduk sangat mudah baik antara
kabupaten, antar kecamatan dan antar desa.
26. KASUS DAN KEMATIAN DIFTERI PER PROVINSI
JANUARI – NOVEMBER 2017
PROVINSI KAB/KOTA JUMLAH KASUS KEMATIAN
ACEH 9 76 3
BANTEN 8 57 3
JAWA TIMUR 33 265 11
GORONTALO 1 1 0
BABEL 2 3 2
KALIMANTAN BARAT 1 3 1
KALIMANTAN TENGAH 1 1 0
LAMPUNG 1 1 0
PAPUA 1 1 0
SULAWESI SELATAN 1 3 0
SULAWESI TENGGARA 1 4 0
SULAWESI TENGAH 1 1 0
RIAU 2 8 0
SUMATERA BARAT 3 17 0
SUMATERA SELATAN 2 2 0
SUMATERA UTARA 1 2 0
JAWA TENGAH 4 12 0
DKI JAKARTA 4 13 2
JAMBI 4 4 0
JAWA BARAT 15 117 10
TOTAL 95 591 32
Kab/Kota terdampak
28. PENYEBAB KLB
Adanya Immunity Gap (kesenjangan/kekosongan kekebalan) dalam
populasi. Hal ini akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan
terhadap difteri yang tidak mendapat/tidak lengkap mendapat
imunisasi.
29. LANGKAH-LANGKAH PENANGGULANGAN
DIFTERI
• Semua kasus Difteri dilakukan penyelidikan epidemiologi dan
penemuan kasus
kontak dan karier
• Ditentukan ada tidaknya penularan dan penyebaran kasus Difteri
• Rujukan segera kasus Difteri ke Rumah Sakit dan pemberian
antibiotika profilaksis pada kasus kontak dan karier
• Tatalaksana kasus di Rumah Sakit, penempatan kasus di ruang
isolasi, dan
mengurangi kontak dengan orang lain
• Melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) di
30. DASAR STATUS KLB
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular
Pasal 12 :
Kepala Wilayah/Daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka
wabah di wilayahnya atau adanya tersangka penderita penyakit menular
yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukantindakan-
tindakan penanggulangan seperlunya
Peraturan Meteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010 Tentang
Jenis Penyakit yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangannya
DIFTERI termasuk
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Kesehatan Daerah
Penetapan Status KLB
Pelaksanaan ORI
(Permenkes 12/2017)
31. Dasar Hukum ORI
• Surat Dirjen P2P Kemkes RI Nomor : SR.02.06./II/3149/2017
tanggal 6 Desember perihal Penanggulangan Kejadian Luar
Biasa Penyakit Difteri Bupati / Walikota
• Surat Dirjen P2P Kemkes RI Nomor : SR.02.06./II/3150/2017
tanggal 6 Desember perihal Teknis Pelaksanaan Outbreak
Response Immunization (ORI) Difteri Kadinkes Kab/Kota
32. Dasar Hukum(2)
• Surat Edaran Dirjen Yankes Nomor : HK.02.02/III/6138/2017
tanggal 18 Desember Tentang Dukungan Penanggulangan
Peningkatan Kasus Difteri di Beberapa Daerah
• Surat Dirjen P2P Kemkes RI Nomor : UM.01.05/1/3274/2017
tanggal 21 Desember perihal Penanggulangan Kejadian Luar
Biasa (KLB) Difteri Kadinkes Provinsi dan Kadinkes Kab/Kota
33. Dasar Hukum(3)
• Surat Kepala Dinas Kesehatan Nomor :
443.33/9612/2017 tanggal 20 Desember
Perihal Kewaspadaan Dini KLB Difteri di Kab.
Garut
• Surat Kepala Dinas Kesehatan Nomor :
440/9613/2017 tanggal 20 Desember Perihal
Penetapan Status KLB Difteri di Kab. Garut
• Surat Kepala Dinas Kesehatan Nomor :
440/...../2018 tanggal 09 Januari Perihal
Penanggulangan KLB Difteri melalui ORI
34. Kriteria Penetapan KLB
(Pasal 6, Permenkes 1501/2010)
• Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
• Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu
• Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya
• Jumlah penderita baru dalam 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali
• Angka kematian kasus suatu penyakit (CFR) dalam 1 (satu) menunjukkan kenaikan
50%
34
36. UPAYA SUDAH & SEDANG DILAKSANAKAN
• Penatalaksanaan suspek dan kasus difteri secara berjenjang
• Penyediaan Anti Difteri Serum (ADS) untuk setiap kasus difteri (+)
• Pemantauan semua kasus yang mengalami gejala panas dan sakit
tenggorokan
• Penyelidikan epidemiologi setiap kasus positif dan suspek difteri
• Melaksanakan pengambilan spesimen, pengiriman bahan dan
pengambilan hasil konfirmasi Lab
37. Lanjutan........
• Pemberian obat profilkasis kepada individu riwayat kontak
maksimal 2 minggu
• Koordinasi penanggulangan KLB difteri secara internal Dinas
Kesehatan dan faskes
• Menyelenggarakan rapat koordinasi dengan pimpinan
daerah dan seluruh camat, serta SKPD terkait
• Sosialisasi dan surat dukungan dari ikatan profesi
• Pemberian imunisasi massal Tetanus dfteri (Td) bagi petugas
kesehatan Dinas Kesehatan, puskesmas, serta rumah sakit
• Pemetaan wilayah kasus
• Surveilans ketat secara aktif dan pasif
• Sosialisasi melalui media massa elektronik dan cetak
38. RENCANA TINDAK LANJUT
• Melakanakan rapat koordinasi persiapan ORI dengan Kepala Puskesmas HARI INI
• Melaksanakan kegiatan Outbreak Response Immunization (ORI) secara masal
selektif di lokasi kasus 3 putaran Februari, Maret, dan September 2018
• Bersama BPBD melaksanakan kegiatan upaya tanggap darurat KLB difteri (21 hari ke
depan)
• Memperkuat cakupan pelayanan imunisasi dengan kegiatan sweeping pada daerah
cakupan rendah
Notes de l'éditeur
Ini adalah landasan hukum pelaksanaan program imunisasi di Indonesia.
Dalam UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 dan UU Kesehatan No.36 Tahun 2009, imunisasi merupakan hak setiap anak dan pemerintah wajib untuk memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Selain kedua UU ini, dalam UU No. 23 tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah, tepatnya pada pasal 18, juga telah dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah harus memperioritaskan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar, dimana salah satunya adalah kesehatan, dengan berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Imunisasi adalah salah satu program nasional dan masuk ke dalam SPM yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
Ketiga UU ini menunjukkan bahwa imunisasi di Indonesia adalah WAJIB.
Difteri adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Oleh karena itu, imunisasi adalah cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit Difteri. Sedangkan Program Imunisasi sudah dilaksanakan lebih dari 60 tahun yang lalu di Indonesia, termasuk imunisasi Difteri. Saat ini Pemerintah memberikan imunisasi untuk 10 penyakit, yaitu Difteri, Tetanus, Pertusis, Polio, Campak, Tuberkulosis, Hepatitis B, Meningitis, Pneumonia, dan Rubella. Program imunisasi telah berhasil menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Tujuan dari penyelenggaraan program imunisasi nasional yaitu untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang diakibatkan oleh Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi atau PD3I. PD3I tersebut diantara seperti penyakit polio, campak, hepatitis B, tetanus, pertusis atau batuk rejan, difteri, rubella atau campak jerman, pneumonia atau radang paru dan meningitis atau radang selaput otak. Menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian karena PD3I ini sangat penting karena dengan dikendalikannya PD3I maka akan berdampak positif terhadap penurunan angka kematian bayi dan balita
Dalam imunisasi dikenal istilah kekebalan kelompok.
Nah, apakah yang dimaksud dengan kekebalan kelompok atau herd immunity ini?
Herd immunity merupakan situasi dimana sebagian besar masyarakat terlindungi/kebal terhadap penyakit tertentu sehingga menimbulkan dampak tidak langsung (indirect effect) yaitu turut terlindunginya kelompok masyarakat yang bukan merupakan sasaran imunisasi dari penyakit yang bersangkutan. Jadi, apabila kelompok yang rentan seperti bayi dan anak terlindungi melalui imunisasi, maka penularan penyakit di masyarakat pun akan terkendali sehingga kelompok usia yang lebih dewasa pun ikut terlindungi karena transmisi penyakit yang rendah.
Herd immunity ini dapat dicapai hanya dengan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata!!!
Berdasarkan konsep ini, maka :
Pada daerah kantong dengan cakupan imunisasi rendah, bila muncul kasus PD3I maka penyebaran akan cepat sekali!!!
Anak yang tidak diimunisasi berisiko menjadi kasus dan juga sumber penularan PD3I bagi anak-anak lainnya!!!!!
Berdasarkan grafik ini, dapat disimpulkan bahwa menurut hasil survei, trend cakupan imunisasi lengkap secara nasional mengalami peningkatan, namun masih terdapat anak-anak yang sama sekali belum mendapatkan imunisasi, dimana selama beberapa tahun persentase nya fluktuatif.
Dibandingkan dengan beberapa negara berkembang lainnya, Indonesia termasuk ke dalam negara dengan jumlah anak tidak mendapat imunisasi atau belum lengkap imunisasinya peringkat ketiga terbesar, setelah Nigeria dan Pakistan. (Sumber : WHO/UNICEF coverage estimates 2015 revision. Immunization Vaccines and Biologicals, (IVB), WHO194 WHO Member States. Data as of 19 July 2016).
Suatu wilayah dinyatakan KLB Difteri jika ditemukan 1 (satu) kasus difteri klinis yaitu orang dengan gejala Laringitis, Nasofaringitis atau Tonsilitis ditambah pseudomembran putih keabuan yang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring dan tonsil dan dilaporkan dalam 24 jam
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Menteri dapat menetapkan daerah dalam keadaan KLB apabila suatu daerah memenuhi salah satu kriteria KLB (Permenkes 1501 Tahun 2010 tantang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan)
Jumlah kasus 1 Januari – 4 November 2017 : 591 kasus dengan 32 kematian (5,4%)
Dilaporkan dari 95 kabupaten/kota di 20 provinsi
Jumlah kasus terbanyak pada usia 5 -9 tahun, namun demikian juga cukup banyak pada kelompok umur lainnya. Bahkan terdapat kasus di atas usia 14 tahun
Tabel ini menunjukkan daftar dari 20 provinsi dengan kabupaten/ kota yang melaporkan adanya kasus Difteri pada periode 1 Januari sampai dengan 4 November 2017. Jumlah kabupaten/kota yang melaporkan kasus Difteri ada 95 kabupaten/Kota dan jumlah kasus yang dilaporkan adalah 591 dengan jumlah kematian 32 orang.
Peta ini menunjukkan lokasi dari 95 kabupaten/ kota yang melaporkan kasus Difteri di 20 provinsi.
Dalam rangka penanggulangan difteri harus dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
- Semua kasus difteri dilakukan penyelidikan epidemiologi dan penemuan kasus kontak dan carrier
- Ditemukan ada atau tidaknya penularan dan penyebaran kasus difteri
- Rujukan segera kasus difteri ke Rumah Sakit dan pemberian antibiotika profilaksis pada kasus kontak dan carrier
- Tatalaksana kasus di Rumah Sakit, penempatan kasus di ruang isolation dan mengurangi kontak dengan orang lain
- Melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) di kabupaten/kota kasus difteri sebanyak 3 Kali atau 3 putaran
- Meningkatkan cakupan imunisasi rutin difteri agar mencapai minimal 92%