SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  32
1
STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT DALAM
PROGRAM DOKTER INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RUMAH SAKIT PORT MEDICAL CENTER
PERIODE 4 MARET 2020 – 4 JULI 2020
Nama : dr. Luciana Tanda Tangan
Dr. Pendamping : dr. Neny Rif’ah …………………..
Dr. Pendamping : dr. Starlait Rahesti Batubara …………………..
Dr. pendamping : dr. Ichlas Rahmat Bahagia …………………..
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. LPP Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 24 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : sarjana
Alamat : - Tanggal masuk RS : 8 April 2020
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 8 April 2020 Jam: 17.10 WIB
Keluhan utama:
Sesak nafas sejak 2 jam yang lalu SMRS.
2
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien perempuan usia 24 tahun dibawa oleh ibunya ke IGD RS PMC dengan keluhan
sesak nafas sejak 2 jam yang lalu SMRS. Keluhan muncul secara tiba-tiba dan disertai dengan
dada yang terasa berat saat bernapas serta batuk tidak berdahak. Pasien mengatakan sedikit
sulit untuk berbicara saat serangan. Pasien mengatakan sesak tidak dipengaruhi oleh posisi
ataupun aktivitas. Pasien mengatakan beberapa hari terakhir, pasien kurang istirahat
dikarenakan mengerjakan tugas kampus dan juga mengatakan memiliki alergi pada debu.
Pasien menyangkal adanya demam dan pilek. Keluhan seperti sakit kepala, nyeri perut, mual
dan muntah disangkal oleh pasien. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien mengaku
memiliki riwayat asma sejak kecil namun pasien mengatakan terakhir serangan asma yaitu
pada saat pasien usia SD. Sebelumnya pasien belum minum obat apapun dan tidak pernah
mengonsumsi alkohol, obat-obatan rutin seperti obat darah tinggi, obat jantung, obat pengencer
darah, obat gula, dll. Pasien juga menyangkal pernah dirawat di rumah sakit.
Pasien juga menyangkal riwayat penyakit seperti darah tinggi, penyakit gula, riwayat
asma, penyakit jantung dan pembuluh darah, kelainan darah dan alergi obat.
Penyakit Dahulu
( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu ginjal / Saluran kemih
( - ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit prostate
( - ) Batu rejan ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir
( - ) Campak ( - ) Skrofula ( -) Diabetes
( - ) Influenza ( - ) Sifilis ( - ) Alergi
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor
( - ) Korea ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan otak
( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis
( - ) Pleuritis ( - ) Maag ( - ) Neurosis
( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu Lain Lain: ( - ) Operasi
( - ) Kecelakaan
3
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur
( Tahun )
Jenis Kelamin Keadaan Kesehatan Penyebab
Meninggal
Kakek Tidak
tahu
Laki-Laki Meninggal Tidak tahu
Nenek Tidak
tahu
Perempuan Meninggal Tidak tahu
Ayah 58 Laki-Laki sehat Tidak tahu
Ibu 53 Perempuan sehat Tidak tahu
Adakah kerabat yang menderita :
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi +
Asma + nenek
Tuberkolosis +
Artritis +
Rematisme +
Hipertensi +
Jantung +
Ginjal +
Lambung +
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
( - ) Bisul
( - ) Kuku
( - ) Rambut
( - ) Kuning / Ikterus
( - ) Keringat malam
( - ) Sianosis
( - ) Lain - lain
Kepala
( - ) Trauma
( - ) Sinkop
( - ) Sakit kepala/pusing
( - ) Nyeri pada sinus
4
Mata
( - ) Nyeri
( - ) Sekret
( - ) Kuning / Ikterus
( - ) Radang
( - ) Berkunang-kunang
( - ) Ketajaman penglihatan
Telinga
( - ) Nyeri
( - ) Sekret
( - ) Tinitus
( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Kehilangan pendengaran
Hidung
( - ) Trauma
( - ) Nyeri
( - ) Sekret
( - ) Epistaksis
( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Gangguan penciuman
( - ) Pilek
Mulut
( - ) Bibir
( - ) Gusi
( - ) Selaput
( - ) Lidah
( - ) Gangguan pengecap
( - ) Stomatisis
Tenggorokan
( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
Dada ( Jantung / Paru – paru)
( - ) Nyeri dada
( - ) Berdebar
( - ) Ortopnoe
( + ) Sesak napas
( - ) Batuk darah
( + ) Batuk
Abdomen (Lambung/ Usus)
( - ) Rasa kembung
( - ) Mual
( - ) Muntah
( - ) Wasir
( - ) Mencret
( - ) Tinja darah
5
( - ) Muntah darah
( - ) Sukar menelan
( - ) Nyeri ulu hati
( - ) Perut membesar
( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Tinja berwarna ter
( - ) Benjolan
Saluran kemih / Alat kelamin
( - ) Disuria
( - ) Stranguri
( - ) Polliuria
( - ) Polakisuria
( - ) Hematuria
( - ) Kencing batu
( - ) Ngompol (tidak disadari)
( - ) Kencing nanah
( - ) Kolik
( - ) Oliguria
( - ) Anuria
( - ) Retensi urin
( - ) Kencing menetes
( - ) Penyakit prostat
Saraf dan Otot
( - ) Anestesi
( - ) Parestesi
( - ) Otot lemah
( - ) Kejang
( - ) Afasia
( - ) Amnesia
( - ) lain – lain
( - ) Sukar mengingat
( - ) Ataksia
( - ) Hipo / Hiper-esthesi
( - ) Pingsan
( - ) Kedutan (’tick’)
( - ) Pusing (Vertigo)
( - ) Gangguan bicara (Disarti)
Ekstremitas
( - ) Bengkak
( - ) Nyeri
( - ) Deformitas
( - ) Sianosis
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (Kg) : tidak tahu
Berat tertinggi kapan (Kg) : tidak tahu
Berat badan sekarang (Kg) : 51 kg
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)
Tetap ( + ) Turun ( ) Naik ( )
6
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : ( ) Di rumah
Ditolong oleh : ( ) Dokter
( + ) Rumah Bersalin
( + ) Bidan
( ) R.S. Bersalin
( ) Dukun ( ) lain - lain
Riwayat Imunisasi
( + ) Hepatitis ( + ) BCG ( + ) Campak ( + ) DPT ( + ) Polio ( + ) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : tiga kali / hari, teratur
Jumlah / kali : Satu piring setiap kali makan
Variasi / hari : Bervariasi
Nafsu makan : normal
Pendidikan
( ) SD ( ) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( )Akademi ( + ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan : Tidak ada kesulitan
Pekerjaan : Pelajar
Keluarga : Tidak ada kesulitan
Lain-lain : Tidak ada kesulitan
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Tanggal : 8 April 2020
Pemeriksaan umum
Tinggi Badan : 156 cm
Berat Badan : 51 kg
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Keadaan Gizi : normal (IMT: 20,95 kg/m2
)
Status Hidrasi : Baik, tidak ada tanda dehidrasi
7
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 36,3o
C
Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 29 kali/menit, reguler, torakoabdominal
Saturasi : 98%
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Habitus : Astenikus
Cara berjalan : Tegak
Mobilitas (Aktif / Pasif) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar
Kulit
Warna : Sawo matang Effloresensi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : Tidak tampak
pelebaran Suhu raba : Hangat Lembab/Kering :
Lembab
Keringat : Umum Turgor : Baik
Ikterus : Tidak ada Lapisan lemak : Merata
Edema : Tidak ada
Kelenjar getah bening
Submandibula : tidak teraba Leher : tidak teraba
Supraklavikula : tidak teraba Ketiak : tidak teraba
Lipat paha : tidak teraba
Kepala
Ekspresi wajah : Tampak kesulitan bernafas Simetri muka
: Simetris
Rambut : Hitam Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi
8
Mata
Exophtalmus : Tidak ada Enophtalmus : Tidak ada
Kelopak : Tidak ada edema Lensa : Jernih
Konjungtiva : Tidak anemis Visus : Normal
Sklera : Tidak ikterik Gerakan mata : Aktif
Lapangan penglihatan : Normal Nistagmus : Tidak ada
Telinga
Tuli : Tidak ada Membran Timpani : Intak
Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Minimal Perdarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Sianosis (-), Tonsil :T1/T1 tenang
Langit-langit : Tidak hiperemis Bau pernapasan : Tidak ada
Gigi : Utuh, caries dentis (-) Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak kotor Sariawan : (-)
Leher
Tekanan Vena Jugularis : 5-2 cmH2O
Kelenjar tiroid : tidak ada perbesaran
Kelenjar limfe : tidak ada perbesaran
Dada
Bentuk : Normal, simetris
Pembuluh darah : Spider nevi (-)
Buah dada : Simetris, tidak ada pembesaran
Paru-paru Depan Belakang
Inspeksi Kanan Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
Kiri Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
9
Palpasi Kanan Benjolan (-), nyeri (-),
fremitus taktil simetris
Benjolan (-), nyeri (-),
fremitus taktil simetris
Kiri Benjolan (-), nyeri (-),
fremitus taktil simetris
Benjolan (-), nyeri (-),
fremitus taktil simetris
Perkusi Kanan Sonor Sonor
Kiri Sonor Sonor
Batas
Paru-Hati
Sela iga 5 midclavicularis dextra dengan peranjakan hati
2 jari di bawah batas paru hati
Auskultasi Kanan Vesikuler, Rhonki (-),
whezing (+)
Vesikuler, Rhonki (-),
whezing (+)
Kiri Vesikuler, Rhonki (-),
whezing (+)
Vesikuler, Rhonki (-),
whezing (+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI linea axilaris anterior sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS VI linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : BJI-BJII murni reguler, murmur (-) gallop (-)
Pembuluh darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi
10
Perut
Inspeksi : Perut cembung, tidak ada pergerakan peristaltik dan caput medusa
Palpasi : supel +, nyeri tekan -
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-). Nyeri ketok CVA (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Anggota gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : (-) (-)
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : (-) (-)
Petechie : (-) (-)
Tungkai dan Kaki
Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : (-) (-)
Gerakan : Aktif Aktif
Oedem : (-) (-)
Petechie : (-) (-)
Refleks
Kanan Kiri
 Refleks tendon + +
 Bisep + +
11
 Trisep + +
 Patela + +
 Achiles + +
 Refleks patologis - -
Tidak dilakukan pemeriksaan colok dubur
Laboratorium (08/04/2020)
Leukosit: 7600 mg/dL
Hemoglobin: 13.1 g/dL
Hematokrit: 37
Eritrosit: 4.53
Jumlah Trombosit: 294
CRP: 48 mg/L (nilai normal: < 6 mg/L)
D. RINGKASAN (RESUME)
Perempuan. 24 tahun dibawa ke IGD RS PMC dengan keluhan sesak napas sejak 2 jam
SMRS. Keluhan terjadi secara mendadak, dada terasa berat, sulit berbicara dan disertai dengan
batuk yang tidak berdahak. Keluhan tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh ataupun aktivitas.
Pasien beberapa hari terakhir kurang istirahat, memiliki alergi debu dan memiliki riwayat asma
sejak kecil terakhir serangan saat usia SD dan riwayat keluarga nenek memiliki penyakit asma.
BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik: KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 82 x/menit, frekuensi napas 29 x/ menit, suhu 36,3o
C,
saturasi: 98%. Auskultasi paru kiri dan kanan wheezing (+/+).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan CRP.
12
DAFTAR MASALAH
1. SESAK NAFAS
PENGKAJIAN MASALAH DAN RENCANA TATALAKSANA
1. Sesak napas et causa asma bronchiale
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri dada. Sesak napas dari
kasus tersebut terjadi secara tiba-tiba, tidak dipengaruhi posisi maupun aktivitas. Pada
kasus ini, sesak nafas muncul akibat pemicu yaitu alergen dari debu. Inhalasi alergen akan
mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga
epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas
lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga
memperbesar reaksi yang terjadi. Mediator inflamasi ini akan menimbulkan inflamasi
pada saluran napas/hiperaktivitas bronkus sehingga jalan napas menyempit. Hal tersebut
dapat terlihat dari kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkan volume yang lebih besar. Hal tersebut merupakan suatu responds tubuh agar
kebutuhan udara untuk kedua paru terpenuhi. Selain itu, pasien memiliki riwayat
keturunan asma dari nenek sebagai pendukung untuk mendiagnosis penyakit tersebut
Rencana Diagnostik
- Pemeriksaan laboratorium (darah rutin)
Rencana Pengobatan
- Nebulizer (ventolin dan pulmicort)
- Infus Nacl dan MgSO4
Rencana Edukasi:
- Pengaturan pola makan dan pola hidup
- Istirahat yang cukup, menghindari dan mengurangi stress
Pemeriksaan Fisik ulang saat pasien diperbolehkan pulang:
S: pasien mengatakan sesak dada berkurang, pasien tidak merasakan dada yang berat, bicara
sudah kembali normal
O: Tanda-Tanda Vital:
13
Nadi: 86 x/menit RR: 20 x/menit TD: 110/70 mmHg
Suhu: 36,5 derajat celcius
Pemeriksaan fisik paru: auskultasi: wheezing (-/-)
Prognosis
 Ad vitam : bonam
 Ad functionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam
14
TINJAUAN PUSTAKA
Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma meningkat
baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga
berhubungan dengan meningkatnya industri dan pola hidup, sehingga tingkat polusi cukup
tinggi meskipun hal ini masih perlu dibuktikan. Serangan asma adalah episode perburukan
yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai
kombinasi dari gejala tersebut. Derajat serangan asma dapat dimulai dari serangan ringan
hingga serangan berat yang dapat mengancam nyawa. Serangan asma biasanya mencerminkan
terdapatnya kegagalan seperti gagalnya pencegahan serangan, tatalaksana jangka panjang atau
penghindaran dengan pencetus. Berat serangan tidak ada hubungan dengan frekuensinya.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak dapat
disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat
serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya mengi
episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk dalam
kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health Organization (WHO)
memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan
akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan
bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat
selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka
diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang
serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.1
Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada
usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia
remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih
memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan
perempuan.2
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita
asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.3
15
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)
pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari
4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk
Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.4
Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 – 34 tahun
sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki – laki
(52,86%). 5
Etiologi
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:6
1. Faktor genetik yaitu; a) hiperreaktivitas,b) atopi/Alergi bronkus, c) faktor yang
memodifikasi penyakit genetik, d) jenis Kelamin, e) ras/Etnik
2. Faktor lingkungan yaitu; a) alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur), b) alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), c) makanan (bahan
penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), d) obat-
obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll), e) bahan yang
mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), f) asap rokok dari perokok aktif dan
pasif dan polusi udara di luar dan di dalam ruangan, g) exercise induced asthma, mereka
yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, h) perubahan cuaca
Exercised induced asthma merupakan obstruksi jalan napas yang berhubungan
dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada tidaknya asma bronkial. Beberapa literatur
menyebutnya sebagai exercised induced bronchospasm (EIB). Exercised induced asthma
harus dibedakan antara penderita asma dengan atlit. Pada EIB, didapatkan berespons terhadap
bronkodilator dan metakolin, serta berhubungan eosinofil. Sedangkan EIB pada atlit, tidak
ditemukan respon tersebut. Latihan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya EIB adalah
latihan fisik yang mengakibatkan tercapainya 90-95% predictable maximumheart rate.6
Pada saat dilakukan latihan fisik, terjadi hiperventilasi karena meningkatnya
kebutuhan oksigen. Hiperventilasi ini menyebabkan saluran napas berusaha lebih untuk
menjaga kelembaban dan suhu udara yang masuk kedalam alveolus tetap optimal. Hal ini
mengakibatkan terjadinya perubahan osmolaritas dari permukaaan saluran napas dimana
terjadinya aktivasi sel mast dan sel epitel kolumnar. Aktivasi ini menyebabkan keluarnya
proinflamatory mediator berupa histamin, leukotrien, dan kemokien. Mekanisme ini pada
16
akhirnya menyebabkan terjadinya bronkospasme pada exercised induced asthma. Pada EIB
atlit, tidak terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil, neutrofil,
atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.5
Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya asma:7
 Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu
(anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap
rokok.
 Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.
 Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen
dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari,
asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan
kering, olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis,
sinusitis, dan gastroesofageal refluks).
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:1
Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit yang
terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang terletak pada kromosom
6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih merupakan kandidat
gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR merupakan MHC (major
histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel yang disandikan oleh
kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen) yang terletak pada
kromosom 6 daerah 6p21.31.1
Hiperaktivitas bronkus obstruksi
Gejala Asma
Pencetus (trigger)
Pemacu (enhancer)
Pemicu (inducer)
Faktor Genetik
Faktor Lingkungan
Sensitisasi inflamasi
17
Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh
serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Tidak semua
asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik mengidap asma.
Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5
tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade (20 tahun) pertama
kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan
memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.8
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen
yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul Major
Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+
dan MHC kelas I pada
sel T CD8+
). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran
respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk
jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori.
Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh
GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan
sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak
mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik
menjadi matang sebagai APC yang efektif.8
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap
alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alergi
yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi fase lambat pada asma
timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari
sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada
saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T
pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2,
selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen,
serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan
aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin
lama semakin kuat.8
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan
deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses
dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel
epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP)
18
dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan
profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi
fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling.
Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan
sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan
permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.
Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran
respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara
langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.8
Gambar 1. Patogenesis Asma
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan kelenjar
submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Secara
keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur saluran
respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori.
Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori
yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun)
atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.8
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.1
19
Gambar 2. Alur
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat
epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa
sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.1
Gambar 3. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan
asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-sel
inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet
Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini
menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.1
Gejala
Faktor Risiko
Hiperaktivitas
Bronkus
Obstruksi
Bronkus
Faktor Risiko Faktor Risiko
Inflamasi
20
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi
mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin
D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh
saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos,
pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul
pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket
pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.9
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh penyempitan
saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu
mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah kecenderungan untuk bernafas
dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian dapat
menimbulkan hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap
dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya compliance
pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal,
secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal .
Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan
gagal nafas.9
Gambar 4. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
21
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan
penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan dengan
perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh terhadap
kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas
yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.9
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced
Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai
pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis
kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak
memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan
metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang
terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.9
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini
disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos
atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat
bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos
dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.9
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis
pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami kekakuan
bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakan
fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten.
Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas,
kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil
elastis.9
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein kationik
eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, sama seperti
mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini dapat memberikan
efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas.9
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas
pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis.
Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada
22
asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan
asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.9
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan volume
saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari sekret tidak
hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel,
pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang
berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis.9
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu mekanisme terhadap
sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan mekanisme patofisologi hingga
terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimulus
lingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas
jalur refleks kolinergik. Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yang
diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil
elastase, kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.9
Diagnosis Asma2,3
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala : - bersifat episodik, reversibel
dengan atau tanpa pengobatan. - gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan
berdahak. - gejala timbul/memburuk di malam hari. - respons terhadap pemberian
bronkodilator. Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga
(atopi), riwayat alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan
pengobatan.
Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma adalah:
1. Di dengarkan suara mengi (wheezing)  sering pada anak-anak Apabila didapatkan
pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi diagnosis sama, apabila terdapat : 1.
Memiliki riwayat dari:
a. Batuk, yang memburuk dimalam hari
b. Mengi yang berulang
c. Kesulitan bernafas
d. Sesak nafas yang berulang
2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam
3. Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu
23
4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma atau penyakit
atopi
5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar: a. Bulu binatang b. Aerosol bahan kimia
c. Perubahan temperatur d. Debu tungau e. Obat-obatan (aspirin, beta bloker) f. Beraktivitas g.
Serbuk tepung sari h. Infeksi saluran pernafasan 7 i. Rokok j. Ekspresi emosi yang kuat 6.
Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan tanda yang
khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada sebagian penderita dapat ditemukan
suara nafas yang normal pada auskultasi walaupun pada pengukuran faal paru telah terjadi
penyempitan jalan nafas.2,3
Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan
nafas, reversibiliti kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung
hiper-responsif jalan nafas.
Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow
meter (arus puncak ekspirasi). Pemeriksaan lain yang berperan untuk diagnosis antara lain uji
provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi bronkus mempunyai
sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi pada asma dapat
diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum, namun cara
ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya membantu dalam mengidentifikasi
faktor pencetus. 2,3
Klasifikasi
Menurut Global Initiative for Asthma:10
1. Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih dari 2
kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas
PEV atau FEV1<20%)
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat mengganggu
aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF
≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV120-30%)
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala
nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-β2 kerja pendek setiap hari (FEV1 60-
24
80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%).
4. Persisten berat
Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal sering terjadi
(FEV1 ≤60% predicted atau PEF ≤60% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%)
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan)
Derajat Gejala Gejala malam Faal
paru
Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu
Asimtomatik
Kurang dari 2 kali
dalam sebulan
APE >
80%
Persisten
ringan
-Gejala lebih dari 1x/minggu tapi
kurang dari 1x/hari
-Serangan dapat menganggu
Aktivitas dan tidur
Lebih dari 2 kali dalam
sebulan
APE
>80%
Persisten
sedang
-Setiap hari,
-serangan 2 kali/seminggu, bisa
berahari-hari.
-menggunakan obat setiap hari
-Aktivitas & tidur terganggu
Lebih 1 kali dalam
seminggu
APE 60-
80%
Persisten
berat
- gejala Kontinyu
-Aktivitas terbatas
-sering serangan
Sering APE
<60%
Sumber : Buku Ajar Respirologi ;2008
25
Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana saat serangan
- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma
jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini
tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang
disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah
dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus
menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya
diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai
6 – 8 minggu.11
Obat – obat Pereda (Reliever)12
1. Bronkodilator
a. Short-acting β2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.
Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi,
jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.12
Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi
cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya
bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas
vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.12
 Epinefrin/adrenalin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis selektif.
Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga menimbulkan efek
samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi.
26
Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya
hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung dan CNS.12
 β2 agonis selektif12
Obat yang sering dipakai: salbutamol, terbutalin, fenoterol.
Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam.
Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam.
Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20
menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15
mg/jam).
Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai
dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.
Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai
dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini obat
inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering
terjadi.
Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit,
dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV: 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 –
0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.
Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan
takikardi.
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek
sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan
asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick.12
Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine
dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal,
atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat
27
yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan
absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine
didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya
terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.13
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia:
 1 – 6 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam
 6 – 11 bulan: 1 mg/kgBB/Jam
 1 – 9 tahun: 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam
 > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih
tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.12
2. Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi β2
agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 cc/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam.12
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis: untuk usia diatas 6
tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau
rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma
jangka panjang pada anak.12
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan:12
 Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup
lama.
 Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan
sebagai kontroler.
 Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai
perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di pakai
adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan
2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.12
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja
sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid,
28
menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan
permeabilitas vascular.13
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan
paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis
metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis
Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB
dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.12
Obat – obat Pengontrol
Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan
long acting oral β2-agonist.10
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan
inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi
penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini
mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah
rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial,
dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah
terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation
receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek
samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan
pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya
lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya dengan
steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut:
 LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane;
 Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;
 Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction
29
 Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,
penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat
montelukast ini belum ada di Indonesia;
 Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan
kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF)
sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot
polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-
inflamator.
Ada 2 preparat LTRA:
a. Montelukast
Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari
(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
b. Zafirlukast
Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10
mg 2 kali sehari.
Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma
dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi
hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.
3. Long acting β2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS
400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore,
penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS
dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol
(Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort
dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan
memakai obat.
4. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.
Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.
Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP,
palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping
30
muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial
5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/ha
Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk
a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit
asma sendiri)
b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma
mandiri)
c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma
Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
31
Daftar Pustaka
1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11
2. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall
3. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir
Rev 2007; 16: 104, 67–72
4. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma: ACT NOW!. Jakarta. 2009
May 4th. Available from:
http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1
3&Itemid=5
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru: Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2006.
6. Nelson. Textbook of Pediatrics: Childhood asthma. Elsevier Science; 2003. USA.
7. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pedomanpengendalian penyakit asma. Departemen Kesehatan RI;2009. h.5-11.
8. Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe
NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi
pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h.85-96.
9. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto
DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2008. h.98-104.
10. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global
Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc; 2006.
11. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno
B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2008. h.120-32.
12. Suherman SK. Ascobat P. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetik
dan Antagonisnya. dalam: Gunawan SG, penyunting. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h. 496-500.
32
13. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. Dalam: Manajemen Kasus
Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta: Yapnas
Suddharprana; 2007.h. 97-106.

Contenu connexe

Similaire à 2"STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT DALAM

Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis HepatisKasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis HepatisTenri Ashari Wanahari
 
Presentasi kasus congestive heart failure
Presentasi kasus congestive heart failurePresentasi kasus congestive heart failure
Presentasi kasus congestive heart failureLetta Samudra
 
POMR Minggu Pagi edit 1.pptx
POMR Minggu Pagi edit 1.pptxPOMR Minggu Pagi edit 1.pptx
POMR Minggu Pagi edit 1.pptxSyahrulAdzim
 
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2dDokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2dnajmiatulislami
 
LAPKAS 1_Sepsis.pptx
LAPKAS 1_Sepsis.pptxLAPKAS 1_Sepsis.pptx
LAPKAS 1_Sepsis.pptxMichaelJosia2
 
114452210 case-quw-bgg
114452210 case-quw-bgg114452210 case-quw-bgg
114452210 case-quw-bgghomeworkping10
 
Omi anteroseptal dan hypertension heart disease (hhd)
Omi anteroseptal dan hypertension heart disease (hhd)Omi anteroseptal dan hypertension heart disease (hhd)
Omi anteroseptal dan hypertension heart disease (hhd)Yessi Perlitasari
 
Parade Ameloblastoma
Parade AmeloblastomaParade Ameloblastoma
Parade AmeloblastomaBahar Maresho
 
178408818 case-hidronefrosis
178408818 case-hidronefrosis178408818 case-hidronefrosis
178408818 case-hidronefrosishomeworkping10
 
Case Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart DiseaseCase Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart DiseaseDondy Juliansyah
 

Similaire à 2"STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT DALAM (20)

Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
Ppt chf maju fix
Ppt chf maju fixPpt chf maju fix
Ppt chf maju fix
 
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis HepatisKasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
 
Kasus Kecil Interna : Diare Kronik
Kasus Kecil Interna : Diare KronikKasus Kecil Interna : Diare Kronik
Kasus Kecil Interna : Diare Kronik
 
Presentasi kasus congestive heart failure
Presentasi kasus congestive heart failurePresentasi kasus congestive heart failure
Presentasi kasus congestive heart failure
 
POMR Minggu Pagi edit 1.pptx
POMR Minggu Pagi edit 1.pptxPOMR Minggu Pagi edit 1.pptx
POMR Minggu Pagi edit 1.pptx
 
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2dDokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
 
Responsi asma ppt
Responsi asma pptResponsi asma ppt
Responsi asma ppt
 
LAPKAS 1_Sepsis.pptx
LAPKAS 1_Sepsis.pptxLAPKAS 1_Sepsis.pptx
LAPKAS 1_Sepsis.pptx
 
TB Case
TB CaseTB Case
TB Case
 
114452210 case-quw-bgg
114452210 case-quw-bgg114452210 case-quw-bgg
114452210 case-quw-bgg
 
Belajar i.pptx
 Belajar i.pptx Belajar i.pptx
Belajar i.pptx
 
Omi anteroseptal dan hypertension heart disease (hhd)
Omi anteroseptal dan hypertension heart disease (hhd)Omi anteroseptal dan hypertension heart disease (hhd)
Omi anteroseptal dan hypertension heart disease (hhd)
 
Parade Ameloblastoma
Parade AmeloblastomaParade Ameloblastoma
Parade Ameloblastoma
 
178408818 case-hidronefrosis
178408818 case-hidronefrosis178408818 case-hidronefrosis
178408818 case-hidronefrosis
 
Se
SeSe
Se
 
Case OMSK
Case OMSKCase OMSK
Case OMSK
 
laporan kasus.doc
laporan kasus.doclaporan kasus.doc
laporan kasus.doc
 
Case Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart DiseaseCase Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart Disease
 
Askep stenosis aorta
Askep stenosis aortaAskep stenosis aorta
Askep stenosis aorta
 

Dernier

Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 

Dernier (20)

Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 

2"STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT DALAM

  • 1. 1 STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT DALAM PROGRAM DOKTER INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT PORT MEDICAL CENTER PERIODE 4 MARET 2020 – 4 JULI 2020 Nama : dr. Luciana Tanda Tangan Dr. Pendamping : dr. Neny Rif’ah ………………….. Dr. Pendamping : dr. Starlait Rahesti Batubara ………………….. Dr. pendamping : dr. Ichlas Rahmat Bahagia ………………….. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. LPP Jenis kelamin : Perempuan Usia : 24 tahun Suku Bangsa : Jawa Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : sarjana Alamat : - Tanggal masuk RS : 8 April 2020 A. ANAMNESIS Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 8 April 2020 Jam: 17.10 WIB Keluhan utama: Sesak nafas sejak 2 jam yang lalu SMRS.
  • 2. 2 Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien perempuan usia 24 tahun dibawa oleh ibunya ke IGD RS PMC dengan keluhan sesak nafas sejak 2 jam yang lalu SMRS. Keluhan muncul secara tiba-tiba dan disertai dengan dada yang terasa berat saat bernapas serta batuk tidak berdahak. Pasien mengatakan sedikit sulit untuk berbicara saat serangan. Pasien mengatakan sesak tidak dipengaruhi oleh posisi ataupun aktivitas. Pasien mengatakan beberapa hari terakhir, pasien kurang istirahat dikarenakan mengerjakan tugas kampus dan juga mengatakan memiliki alergi pada debu. Pasien menyangkal adanya demam dan pilek. Keluhan seperti sakit kepala, nyeri perut, mual dan muntah disangkal oleh pasien. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien mengaku memiliki riwayat asma sejak kecil namun pasien mengatakan terakhir serangan asma yaitu pada saat pasien usia SD. Sebelumnya pasien belum minum obat apapun dan tidak pernah mengonsumsi alkohol, obat-obatan rutin seperti obat darah tinggi, obat jantung, obat pengencer darah, obat gula, dll. Pasien juga menyangkal pernah dirawat di rumah sakit. Pasien juga menyangkal riwayat penyakit seperti darah tinggi, penyakit gula, riwayat asma, penyakit jantung dan pembuluh darah, kelainan darah dan alergi obat. Penyakit Dahulu ( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu ginjal / Saluran kemih ( - ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia) ( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit prostate ( - ) Batu rejan ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir ( - ) Campak ( - ) Skrofula ( -) Diabetes ( - ) Influenza ( - ) Sifilis ( - ) Alergi ( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor ( - ) Korea ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh ( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan otak ( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis ( - ) Pleuritis ( - ) Maag ( - ) Neurosis ( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu Lain Lain: ( - ) Operasi ( - ) Kecelakaan
  • 3. 3 Riwayat Keluarga Hubungan Umur ( Tahun ) Jenis Kelamin Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal Kakek Tidak tahu Laki-Laki Meninggal Tidak tahu Nenek Tidak tahu Perempuan Meninggal Tidak tahu Ayah 58 Laki-Laki sehat Tidak tahu Ibu 53 Perempuan sehat Tidak tahu Adakah kerabat yang menderita : Penyakit Ya Tidak Hubungan Alergi + Asma + nenek Tuberkolosis + Artritis + Rematisme + Hipertensi + Jantung + Ginjal + Lambung + ANAMNESIS SISTEM Kulit ( - ) Bisul ( - ) Kuku ( - ) Rambut ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Keringat malam ( - ) Sianosis ( - ) Lain - lain Kepala ( - ) Trauma ( - ) Sinkop ( - ) Sakit kepala/pusing ( - ) Nyeri pada sinus
  • 4. 4 Mata ( - ) Nyeri ( - ) Sekret ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Radang ( - ) Berkunang-kunang ( - ) Ketajaman penglihatan Telinga ( - ) Nyeri ( - ) Sekret ( - ) Tinitus ( - ) Gangguan pendengaran ( - ) Kehilangan pendengaran Hidung ( - ) Trauma ( - ) Nyeri ( - ) Sekret ( - ) Epistaksis ( - ) Gejala penyumbatan ( - ) Gangguan penciuman ( - ) Pilek Mulut ( - ) Bibir ( - ) Gusi ( - ) Selaput ( - ) Lidah ( - ) Gangguan pengecap ( - ) Stomatisis Tenggorokan ( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara Leher ( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher Dada ( Jantung / Paru – paru) ( - ) Nyeri dada ( - ) Berdebar ( - ) Ortopnoe ( + ) Sesak napas ( - ) Batuk darah ( + ) Batuk Abdomen (Lambung/ Usus) ( - ) Rasa kembung ( - ) Mual ( - ) Muntah ( - ) Wasir ( - ) Mencret ( - ) Tinja darah
  • 5. 5 ( - ) Muntah darah ( - ) Sukar menelan ( - ) Nyeri ulu hati ( - ) Perut membesar ( - ) Tinja berwarna dempul ( - ) Tinja berwarna ter ( - ) Benjolan Saluran kemih / Alat kelamin ( - ) Disuria ( - ) Stranguri ( - ) Polliuria ( - ) Polakisuria ( - ) Hematuria ( - ) Kencing batu ( - ) Ngompol (tidak disadari) ( - ) Kencing nanah ( - ) Kolik ( - ) Oliguria ( - ) Anuria ( - ) Retensi urin ( - ) Kencing menetes ( - ) Penyakit prostat Saraf dan Otot ( - ) Anestesi ( - ) Parestesi ( - ) Otot lemah ( - ) Kejang ( - ) Afasia ( - ) Amnesia ( - ) lain – lain ( - ) Sukar mengingat ( - ) Ataksia ( - ) Hipo / Hiper-esthesi ( - ) Pingsan ( - ) Kedutan (’tick’) ( - ) Pusing (Vertigo) ( - ) Gangguan bicara (Disarti) Ekstremitas ( - ) Bengkak ( - ) Nyeri ( - ) Deformitas ( - ) Sianosis BERAT BADAN Berat badan rata-rata (Kg) : tidak tahu Berat tertinggi kapan (Kg) : tidak tahu Berat badan sekarang (Kg) : 51 kg (Bila pasien tidak tahu dengan pasti) Tetap ( + ) Turun ( ) Naik ( )
  • 6. 6 RIWAYAT HIDUP Riwayat Kelahiran Tempat lahir : ( ) Di rumah Ditolong oleh : ( ) Dokter ( + ) Rumah Bersalin ( + ) Bidan ( ) R.S. Bersalin ( ) Dukun ( ) lain - lain Riwayat Imunisasi ( + ) Hepatitis ( + ) BCG ( + ) Campak ( + ) DPT ( + ) Polio ( + ) Tetanus Riwayat Makanan Frekuensi / Hari : tiga kali / hari, teratur Jumlah / kali : Satu piring setiap kali makan Variasi / hari : Bervariasi Nafsu makan : normal Pendidikan ( ) SD ( ) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( )Akademi ( + ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah Kesulitan Keuangan : Tidak ada kesulitan Pekerjaan : Pelajar Keluarga : Tidak ada kesulitan Lain-lain : Tidak ada kesulitan B. PEMERIKSAAN JASMANI Tanggal : 8 April 2020 Pemeriksaan umum Tinggi Badan : 156 cm Berat Badan : 51 kg Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5) Keadaan Gizi : normal (IMT: 20,95 kg/m2 ) Status Hidrasi : Baik, tidak ada tanda dehidrasi
  • 7. 7 Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi : 82 kali/menit, reguler, isi cukup Suhu : 36,3o C Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 29 kali/menit, reguler, torakoabdominal Saturasi : 98% Sianosis : Tidak ada Udema umum : Tidak ada Habitus : Astenikus Cara berjalan : Tegak Mobilitas (Aktif / Pasif) : Aktif Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai Aspek Kejiwaan Tingkah Laku : wajar Alam Perasaan : biasa Proses Pikir : wajar Kulit Warna : Sawo matang Effloresensi : Tidak ada Jaringan Parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran Suhu raba : Hangat Lembab/Kering : Lembab Keringat : Umum Turgor : Baik Ikterus : Tidak ada Lapisan lemak : Merata Edema : Tidak ada Kelenjar getah bening Submandibula : tidak teraba Leher : tidak teraba Supraklavikula : tidak teraba Ketiak : tidak teraba Lipat paha : tidak teraba Kepala Ekspresi wajah : Tampak kesulitan bernafas Simetri muka : Simetris Rambut : Hitam Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi
  • 8. 8 Mata Exophtalmus : Tidak ada Enophtalmus : Tidak ada Kelopak : Tidak ada edema Lensa : Jernih Konjungtiva : Tidak anemis Visus : Normal Sklera : Tidak ikterik Gerakan mata : Aktif Lapangan penglihatan : Normal Nistagmus : Tidak ada Telinga Tuli : Tidak ada Membran Timpani : Intak Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak ada Serumen : Minimal Perdarahan : Tidak ada Cairan : Tidak ada Mulut Bibir : Sianosis (-), Tonsil :T1/T1 tenang Langit-langit : Tidak hiperemis Bau pernapasan : Tidak ada Gigi : Utuh, caries dentis (-) Trismus : Tidak ada Faring : Tidak hiperemis Selaput lendir : Normal Lidah : Tidak kotor Sariawan : (-) Leher Tekanan Vena Jugularis : 5-2 cmH2O Kelenjar tiroid : tidak ada perbesaran Kelenjar limfe : tidak ada perbesaran Dada Bentuk : Normal, simetris Pembuluh darah : Spider nevi (-) Buah dada : Simetris, tidak ada pembesaran Paru-paru Depan Belakang Inspeksi Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
  • 9. 9 Palpasi Kanan Benjolan (-), nyeri (-), fremitus taktil simetris Benjolan (-), nyeri (-), fremitus taktil simetris Kiri Benjolan (-), nyeri (-), fremitus taktil simetris Benjolan (-), nyeri (-), fremitus taktil simetris Perkusi Kanan Sonor Sonor Kiri Sonor Sonor Batas Paru-Hati Sela iga 5 midclavicularis dextra dengan peranjakan hati 2 jari di bawah batas paru hati Auskultasi Kanan Vesikuler, Rhonki (-), whezing (+) Vesikuler, Rhonki (-), whezing (+) Kiri Vesikuler, Rhonki (-), whezing (+) Vesikuler, Rhonki (-), whezing (+) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI linea axilaris anterior sinistra Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra Batas kiri : ICS VI linea axilaris anterior sinistra Auskultasi : BJI-BJII murni reguler, murmur (-) gallop (-) Pembuluh darah Arteri Temporalis : Teraba pulsasi Arteri Karotis : Teraba pulsasi Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi Arteri Radialis : Teraba pulsasi Arteri Femoralis : Teraba pulsasi Arteri Poplitea : Teraba pulsasi Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi
  • 10. 10 Perut Inspeksi : Perut cembung, tidak ada pergerakan peristaltik dan caput medusa Palpasi : supel +, nyeri tekan - Hati : tidak teraba Limpa : tidak teraba Ginjal : Ballotement (-). Nyeri ketok CVA (-) Perkusi : timpani Auskultasi : bising usus normal Anggota gerak Lengan Kanan Kiri Otot Tonus : Normotonus Normotonus Massa : (-) (-) Gerakan : Aktif Aktif Kekuatan : +5 +5 Oedem : (-) (-) Petechie : (-) (-) Tungkai dan Kaki Luka : Tidak ada Tidak ada Varises : Tidak ada Tidak ada Otot Tonus : Normotonus Normotonus Massa : (-) (-) Gerakan : Aktif Aktif Oedem : (-) (-) Petechie : (-) (-) Refleks Kanan Kiri  Refleks tendon + +  Bisep + +
  • 11. 11  Trisep + +  Patela + +  Achiles + +  Refleks patologis - - Tidak dilakukan pemeriksaan colok dubur Laboratorium (08/04/2020) Leukosit: 7600 mg/dL Hemoglobin: 13.1 g/dL Hematokrit: 37 Eritrosit: 4.53 Jumlah Trombosit: 294 CRP: 48 mg/L (nilai normal: < 6 mg/L) D. RINGKASAN (RESUME) Perempuan. 24 tahun dibawa ke IGD RS PMC dengan keluhan sesak napas sejak 2 jam SMRS. Keluhan terjadi secara mendadak, dada terasa berat, sulit berbicara dan disertai dengan batuk yang tidak berdahak. Keluhan tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh ataupun aktivitas. Pasien beberapa hari terakhir kurang istirahat, memiliki alergi debu dan memiliki riwayat asma sejak kecil terakhir serangan saat usia SD dan riwayat keluarga nenek memiliki penyakit asma. BAB dan BAK dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik: KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 82 x/menit, frekuensi napas 29 x/ menit, suhu 36,3o C, saturasi: 98%. Auskultasi paru kiri dan kanan wheezing (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan CRP.
  • 12. 12 DAFTAR MASALAH 1. SESAK NAFAS PENGKAJIAN MASALAH DAN RENCANA TATALAKSANA 1. Sesak napas et causa asma bronchiale Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri dada. Sesak napas dari kasus tersebut terjadi secara tiba-tiba, tidak dipengaruhi posisi maupun aktivitas. Pada kasus ini, sesak nafas muncul akibat pemicu yaitu alergen dari debu. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi. Mediator inflamasi ini akan menimbulkan inflamasi pada saluran napas/hiperaktivitas bronkus sehingga jalan napas menyempit. Hal tersebut dapat terlihat dari kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih besar. Hal tersebut merupakan suatu responds tubuh agar kebutuhan udara untuk kedua paru terpenuhi. Selain itu, pasien memiliki riwayat keturunan asma dari nenek sebagai pendukung untuk mendiagnosis penyakit tersebut Rencana Diagnostik - Pemeriksaan laboratorium (darah rutin) Rencana Pengobatan - Nebulizer (ventolin dan pulmicort) - Infus Nacl dan MgSO4 Rencana Edukasi: - Pengaturan pola makan dan pola hidup - Istirahat yang cukup, menghindari dan mengurangi stress Pemeriksaan Fisik ulang saat pasien diperbolehkan pulang: S: pasien mengatakan sesak dada berkurang, pasien tidak merasakan dada yang berat, bicara sudah kembali normal O: Tanda-Tanda Vital:
  • 13. 13 Nadi: 86 x/menit RR: 20 x/menit TD: 110/70 mmHg Suhu: 36,5 derajat celcius Pemeriksaan fisik paru: auskultasi: wheezing (-/-) Prognosis  Ad vitam : bonam  Ad functionam : Dubia ad bonam  Ad sanationam : Dubia ad bonam
  • 14. 14 TINJAUAN PUSTAKA Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya industri dan pola hidup, sehingga tingkat polusi cukup tinggi meskipun hal ini masih perlu dibuktikan. Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut. Derajat serangan asma dapat dimulai dari serangan ringan hingga serangan berat yang dapat mengancam nyawa. Serangan asma biasanya mencerminkan terdapatnya kegagalan seperti gagalnya pencegahan serangan, tatalaksana jangka panjang atau penghindaran dengan pencetus. Berat serangan tidak ada hubungan dengan frekuensinya. Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.1 Epidemiologi Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.2 Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.3
  • 15. 15 Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.4 Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki – laki (52,86%). 5 Etiologi Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:6 1. Faktor genetik yaitu; a) hiperreaktivitas,b) atopi/Alergi bronkus, c) faktor yang memodifikasi penyakit genetik, d) jenis Kelamin, e) ras/Etnik 2. Faktor lingkungan yaitu; a) alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), b) alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), c) makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), d) obat- obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll), e) bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), f) asap rokok dari perokok aktif dan pasif dan polusi udara di luar dan di dalam ruangan, g) exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, h) perubahan cuaca Exercised induced asthma merupakan obstruksi jalan napas yang berhubungan dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada tidaknya asma bronkial. Beberapa literatur menyebutnya sebagai exercised induced bronchospasm (EIB). Exercised induced asthma harus dibedakan antara penderita asma dengan atlit. Pada EIB, didapatkan berespons terhadap bronkodilator dan metakolin, serta berhubungan eosinofil. Sedangkan EIB pada atlit, tidak ditemukan respon tersebut. Latihan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya EIB adalah latihan fisik yang mengakibatkan tercapainya 90-95% predictable maximumheart rate.6 Pada saat dilakukan latihan fisik, terjadi hiperventilasi karena meningkatnya kebutuhan oksigen. Hiperventilasi ini menyebabkan saluran napas berusaha lebih untuk menjaga kelembaban dan suhu udara yang masuk kedalam alveolus tetap optimal. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan osmolaritas dari permukaaan saluran napas dimana terjadinya aktivasi sel mast dan sel epitel kolumnar. Aktivasi ini menyebabkan keluarnya proinflamatory mediator berupa histamin, leukotrien, dan kemokien. Mekanisme ini pada
  • 16. 16 akhirnya menyebabkan terjadinya bronkospasme pada exercised induced asthma. Pada EIB atlit, tidak terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil, neutrofil, atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:7  Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.  Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.  Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal refluks). Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:1 Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit yang terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang terletak pada kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen) yang terletak pada kromosom 6 daerah 6p21.31.1 Hiperaktivitas bronkus obstruksi Gejala Asma Pencetus (trigger) Pemacu (enhancer) Pemicu (inducer) Faktor Genetik Faktor Lingkungan Sensitisasi inflamasi
  • 17. 17 Patogenesis Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade (20 tahun) pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.8 Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+ ). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif.8 Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat.8 Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP)
  • 18. 18 dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.8 Gambar 1. Patogenesis Asma Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.8 Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.1
  • 19. 19 Gambar 2. Alur Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.1 Gambar 3. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.1 Gejala Faktor Risiko Hiperaktivitas Bronkus Obstruksi Bronkus Faktor Risiko Faktor Risiko Inflamasi
  • 20. 20 Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.9 Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal . Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas.9 Gambar 4. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
  • 21. 21 Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.9 Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.9 Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.9 Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakan fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten. Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas, kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis.9 Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas.9 Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada
  • 22. 22 asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.9 Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis.9 Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik. Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yang diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase, kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.9 Diagnosis Asma2,3 Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala : - bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan. - gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak. - gejala timbul/memburuk di malam hari. - respons terhadap pemberian bronkodilator. Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi), riwayat alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan pengobatan. Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma adalah: 1. Di dengarkan suara mengi (wheezing)  sering pada anak-anak Apabila didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi diagnosis sama, apabila terdapat : 1. Memiliki riwayat dari: a. Batuk, yang memburuk dimalam hari b. Mengi yang berulang c. Kesulitan bernafas d. Sesak nafas yang berulang 2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam 3. Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu
  • 23. 23 4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma atau penyakit atopi 5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar: a. Bulu binatang b. Aerosol bahan kimia c. Perubahan temperatur d. Debu tungau e. Obat-obatan (aspirin, beta bloker) f. Beraktivitas g. Serbuk tepung sari h. Infeksi saluran pernafasan 7 i. Rokok j. Ekspresi emosi yang kuat 6. Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada sebagian penderita dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi walaupun pada pengukuran faal paru telah terjadi penyempitan jalan nafas.2,3 Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas, reversibiliti kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter (arus puncak ekspirasi). Pemeriksaan lain yang berperan untuk diagnosis antara lain uji provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya membantu dalam mengidentifikasi faktor pencetus. 2,3 Klasifikasi Menurut Global Initiative for Asthma:10 1. Intermiten Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV1<20%) 2. Persisten ringan Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV120-30%) 3. Persisten sedang Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-β2 kerja pendek setiap hari (FEV1 60-
  • 24. 24 80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV1>30%). 4. Persisten berat Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal sering terjadi (FEV1 ≤60% predicted atau PEF ≤60% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV1>30%) Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan) Derajat Gejala Gejala malam Faal paru Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu Asimtomatik Kurang dari 2 kali dalam sebulan APE > 80% Persisten ringan -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari -Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidur Lebih dari 2 kali dalam sebulan APE >80% Persisten sedang -Setiap hari, -serangan 2 kali/seminggu, bisa berahari-hari. -menggunakan obat setiap hari -Aktivitas & tidur terganggu Lebih 1 kali dalam seminggu APE 60- 80% Persisten berat - gejala Kontinyu -Aktivitas terbatas -sering serangan Sering APE <60% Sumber : Buku Ajar Respirologi ;2008
  • 25. 25 Penatalaksanaan Tujuan tatalaksana saat serangan - Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin - Mengurangi hipoksemia - Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya - Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan. Tatalaksana Medikamentosa Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.11 Obat – obat Pereda (Reliever)12 1. Bronkodilator a. Short-acting β2 agonist Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak. Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.12 Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.12  Epinefrin/adrenalin Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi.
  • 26. 26 Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung dan CNS.12  β2 agonis selektif12 Obat yang sering dipakai: salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam. Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam. Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam. Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi. Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam. Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam. Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam. Serangan berat : MDI 10 semprotan. Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi. Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit. Dosis terbutalin IV: 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu. Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi. b. Methyl xanthine Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick.12 Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat
  • 27. 27 yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.13 Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia:  1 – 6 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam  6 – 11 bulan: 1 mg/kgBB/Jam  1 – 9 tahun: 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam  > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.12 2. Anticholinergics Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam.12 Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis: untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.12 3. Kortikosteroid Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan:12  Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama.  Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler.  Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.12 Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid,
  • 28. 28 menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.13 Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.12 Obat – obat Pengontrol Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral β2-agonist.10 1. Inhalasi glukokortikosteroid Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut. 2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA) Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut:  LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane;  Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;  Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction
  • 29. 29  Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Indonesia;  Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro- inflamator. Ada 2 preparat LTRA: a. Montelukast Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari (respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina) b. Zafirlukast Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari. Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati. 3. Long acting β2 Agonist (LABA) Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat. 4. Teofilin lepas lambat Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping
  • 30. 30 muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/ha Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri) b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri) c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma Pencegahan a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi b. Menghindari kelelahan c. Menghindari stress psikis d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin e. Olahraga renang, senam asma
  • 31. 31 Daftar Pustaka 1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11 2. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall 3. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72 4. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma: ACT NOW!. Jakarta. 2009 May 4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1 3&Itemid=5 5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006. 6. Nelson. Textbook of Pediatrics: Childhood asthma. Elsevier Science; 2003. USA. 7. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedomanpengendalian penyakit asma. Departemen Kesehatan RI;2009. h.5-11. 8. Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h.85-96. 9. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h.98-104. 10. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc; 2006. 11. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h.120-32. 12. Suherman SK. Ascobat P. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetik dan Antagonisnya. dalam: Gunawan SG, penyunting. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h. 496-500.
  • 32. 32 13. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. Dalam: Manajemen Kasus Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta: Yapnas Suddharprana; 2007.h. 97-106.